PP No 16 Tahun 2018 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja PDF

Document Details

JudiciousIodine

Uploaded by JudiciousIodine

2018

Tags

Indonesian government regulation local law enforcement government regulations Indonesian laws

Summary

This document is a Government Regulation of the Republic of Indonesia, No. 16 of 2018, concerning the Satuan Polisi Pamong Praja. The document outlines the duties and responsibilities of the local police force, specifically about their role in upholding local laws and maintaining order within Indonesian communities.

Full Transcript

www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK I...

www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 256 ayat (7) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Satuan Polisi Pamong Praja; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Satuan Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Satpol PP adalah perangkat daerah yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat. 2. Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Pol PP adalah anggota Satpol PP sebagai aparat Pemerintah Daerah yang diduduki oleh pegawai negeri sipil dan diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta pelindungan masyarakat. 3. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda provinsi dan Perda kabupaten/kota. 5. Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah peraturan gubernur dan peraturan bupati/wali kota. 6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. BAB II PEMBENTUKAN DAN ORGANISASI Pasal 2 (1) Untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat di setiap provinsi dan kabupaten/kota dibentuk Satpol PP. (2) Pembentukan Satpol PP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Perda provinsi dan Perda kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 3 (1) Satpol PP provinsi dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekretaris daerah provinsi. (2) Satpol PP kabupaten/kota dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada bupati/wali kota melalui sekretaris daerah kabupaten/ kota. Pasal 4 Tipologi dan struktur perangkat Satpol PP provinsi dan Satpol PP kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perangkat daerah. BAB III TUGAS, FUNGSI, DAN WEWENANG Pasal 5 Satpol PP mempunyai tugas: a. menegakkan Perda dan Perkada; b. menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman; dan c. menyelenggarakan pelindungan masyarakat. Pasal 6 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Satpol PP mempunyai fungsi: a. penyusunan program penegakan Perda dan Perkada, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat; b. pelaksanaan kebijakan penegakan Perda dan Perkada, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat; c. pelaksanaan koordinasi penegakan Perda dan ketenteraman serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat dengan instansi terkait; d. pengawasan terhadap masyarakat, aparatur, atau badan hukum atas pelaksanaan Perda dan Perkada; dan e. pelaksanaan fungsi lain berdasarkan tugas yang diberikan oleh kepala daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 7 Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6, Satpol PP berwenang: a. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada; b. menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; c. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada; dan d. melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada. Pasal 8 (1) Dalam melaksanakan penegakan Perda Satpol PP bertindak selaku koordinator PPNS di lingkungan Pemerintah Daerah. (2) Dalam melaksanakan penegakan Perda dan/atau Perkada Satpol PP dapat berkoordinasi dengan Tentara Nasionai Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, dan pengadilan yang berada di daerah provinsi/ kabupaten/kota. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 9 (1) Penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda dilakukan oleh pejabat penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Selain pejabat penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditunjuk PPNS yang terdiri atas unsur PPNS Pol PP dan PPNS perangkat daerah lainnya. (3) Penunjukan PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh kepala Satpol PP. (4) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum dan berkoordinasi dengan penyidik kepolisian setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 (1) Penyelenggaraan penegakan Perda dan Perkada oleh Satpol PP dilaksanakan sesuai dengan standar operasional prosedur dan kode etik. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar operasional prosedur dan kode etik diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 11 Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat meliputi kegiatan: a. deteksi dan cegah dini; b. pembinaan dan penyuluhan; c. patroli; d. pengamanan; e. pengawalan; f. penertiban; dan g. penanganan unjuk rasa dan kerusuhan massa. Pasal 12 Dalam melaksanakan tugas ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, Satpol PP dapat meminta bantuan personel dan peraiatan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Tentara Nasionai Indonesia dalam melaksanakan tugas yang memiliki dampak sosial yang luas dan risiko tinggi. Pasal 13 (1) Penyelenggaraan pelindungan masyarakat oleh Satpol PP melibatkan masyarakat. (2) Untuk efektivitas penyelenggaraan pelindungan masyarakat, Satpol PP melakukan pembinaan terhadap masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 14 Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenterarman masyarakat serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat diatur dalam Peraturan Menteri. BAB IV SUMBER DAYA MANUSIA Pasal 15 (1) Anggota Satpol PP diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. (2) Pegawai negeri sipil Satpol PP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. pejabat pimpinan tinggi pratama; b. pejabat administrasi; dan c. pejabat fungsional Pol PP. (3) Pegawai negeri sipil Satpol PP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c dapat memiliki kualifikasi pejabat PPNS. Pasal 16 Pejabat pimpinan tinggi pratama diangkat dari pegawai negeri sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan memiliki kualifikasi sebagai PPNS. Pasal 17 Pejabat administrasi terdiri atas: a. pejabat administrator; b. pejabat pengawas; dan c. pejabat pelaksana. Pasal 18 Pejabat fungsional Pol PP diangkat dan diberhentikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19 (1) Pol PP wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar. (2) Selain mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat fungsional Pol PP dan pejabat PPNS wajib mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional. (3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dasar, teknis, dan fungsional dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. (4) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan berkoordinasi dengan Menteri. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendidikan dan pelatihan dasar, teknis, dan fungsional diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 20 Pegawai negeri sipil Satpol PP wajib: a. menjunjung tinggi hak asasi manusia; b. menaati peraturan perundang-undangan dan kode etik serta nilai agama dan etika; c. bertindak objektif dan tidak diskriminatif; dan d. memelihara persatuan dan kesatuan bangsa. BAB V KEWAJIBAN PEMERINTAH DAERAH Pasal 21 Pemerintah Daerah wajib: a. memenuhi hak pegawai negeri sipil Satpol PP; b. menyediakan sarana dan prasarana minimal Satpol PP; dan c. melakukan pembinaan teknis operasional. Pasal 22 Hak pegawai negeri sipil Satpol PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a meliputi: a. jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan bantuan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. pengembangan kompetensi, keahlian, dan karier; dan c. hak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 23 Sarana dan prasarana minimal Satpol PP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b meliputi: a. gedung kantor; b. kendaraan operasional; dan c. perlengkapan operasional. Pasal 24 Perlengkapan operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c paling sedikit terdiri atas: a. perlengkapan perorangan; b. perlengkapan beregu; c. perlengkapan patroli; dan d. perlengkapan penegakan Perda dan Perkada. Pasal 25 (1) Pembinaan teknis operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c dilakukan oleh kepala daerah kepada Satpol PP dalam penegakan Perda dan Perkada, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat. (2) Pembinaan teknis operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan: a. pembinaan etika profesi; b. koordinasi Satpol PP; c. pengembanganpengetahuan dan keterampilan; d. manajemen penegakan Perda dan perkada; e. peningkatan kualitas pelayanan Satpol PP; dan peningkatan kapasitas kelembagaan. Pasal 26 Pendanaan pemenuhan hak pegawai negeri sipil Satpol PP, penyediaan sarana dan prasarana minimal Satpol PP, dan pembinaan teknis operasional Satpol PP dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi/ kabupaten/kota. Pasal 27 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemenuhan hak pegawai negeri sipil Satpol PP, penyediaan sarana dan prasarana minimal Satpol PP, dan pembinaan teknis operasional Satpol PP diatur dalam Peraturan Menteri. BAB VI KOORDINASI Pasal 28 (1) Kepala Satpol PP provinsi mengoordinasikan penegakan Perda dan Perkada, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat di kabupaten/kota. (2) Kepala Satpol PP kabupaten/kota berkoordinasi dengan camat, dan/atau instansi terkait serta Satpol PP provinsi dalam penegakan perda dan Perkada, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta penyelenggaraan pelindungan masyarakat. Pasal 29 (1) Dalam pelaksanaan koordinasi tugas Satpol PP secara nasional, Menteri menyelenggarakan rapat koordinasi nasional Satpol PP. (2) Dalam pelaksanaan koordinasi tugas Satpol PP tingkat provinsi, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyelenggarakan rapat koordinasi Satpol PP kabupaten/kota di wilayah provinsi. BAB VII PEMBINAAN, PENGAWASAN, PENGHARGAAN, DAN PELAPORAN Pasal 30 (1) Pembinaan dan pengawasan umum terhadap Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan penegakan Perda dan Perkada, ketertiban umum dan ketenteraman serta pelindungan masyarakat yang dilaksanakan oleh Satpol PP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pendanaan pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 31 (1) Dalam penyelenggaraan penegakan Perda dan Perkada, ketertiban umum dan ketenteraman serta pelindungan masyarakat, Menteri dapat memberikan penghargaan kepada: a. gubernur dan bupati/wali kota; b. Satpol PP provinsi dan kabupaten/kota; dan c. pegawai negeri sipil Satpol PP provinsi dan kabupaten/kota. (2) Penghargaan diberikan didasarkan pada pertimbangan profesionalitas, penghormatan hak asasi manusia, kinerja, disiplin, dan integritas. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghargaan diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 32 (1) Gubernur menyampaikan laporan penyelenggaraan penegakan Perda dan Perkada, ketertiban umum dan ketenteraman serta pelindungan masyarakat kepada Menteri secara berkala. (2) Bupati/wali kota menyampaikan laporan penyelenggaraan penegakan Perda dan Perkada, ketertiban umum dan ketenteraman serta pelindungan masyarakat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat secara berkala. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan melalui sistem informasi pelaporan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 33 Pejabat pimpinan tinggi pratama Satpol PP yang belum memiliki kualifikasi PPNS sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku wajib mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan PPNS paiing lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 34 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 35 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5094) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 36 Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. Pasal 37 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 2018 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Mei 2018 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 72 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2OI8 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA I. UMUM Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa Satpol PP dibentuk untuk menegakkan Perda dan Perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat. Ketentuan Pasal 256 ayat (7) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dimaksud mengamanatkan pengaturan lebih lanjut mengenai Satpol PP diatur dalam Peraturan Pemerintah. Satpol PP sebagai perangkat daerah, mempunyai peran yang sangat strategis dalam memperkuat otonomi daerah dan pelayanan publik di daerah. Untuk menjamin terlaksananya tugas Satpol PP dalam penegakan Perda dan Perkada, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta pelindungan masyarakat perlu dilakukan peningkatan, baik dari sisi kelembagaan maupun sumber daya manusia. Selain itu, keberadaan Satpol PP dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diharapkan dapat membantu adanya kepastian hukum dan memperlancar proses pembangunan di daerah. Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai pembentukan dan organisasi, tugas, fungsi, dan wewenang, sumber daya manusia, kewajiban Pemerintah Daerah, koordinasi, pembinaan, pengawasan, penghargaan, dan pelaporan serta pengaturan kualifikasi PPNS untuk pejabat pimpinan tinggi pratama Satpol PP. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman” adalah upaya dan kegiatan yang diselenggarakan Satpol PP yang memungkinkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dapat melakukan kegiatannya dalam situasi dan kondisi yang tenteram, tertib, dan teratur sesuai dengan kewenangannya dalam rangka penegakan Perda dan Perkada. Huruf c Cukup jelas. Pasal 6 Huruf a Yang dimaksud dengan “penyusunan program” adalah Satpol PP membuat perencanaan dan program yang berisi kegiatan, sasaran, dan target pencapaian penyelenggaraan penegakan Perda dan Perkada, ketertiban umum dan ketenteraman serta pelindungan masyarakat. Huruf b. Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “instansi terkait” antara lain Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, dan pengadilan yang berada di daerah provinsi atau kabupaten/kota. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Pasal 7 Huruf a Yang dimaksud dengan “tindakan penertiban nonyustisial” adalah tindakan yang dilakukan oleh Pol PP dalam rangka menjaga dan/atau memulihkan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat terhadap pelanggaran Perda dan/atau Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak sampai pada proses peradilan. Huruf b Yang dimaksud dengan “menindak” adalah melakukan tindakan hukum terhadap pelanggaran Perda untuk diproses melalui peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf c Yang dimaksud dengan “tindakan penyelidikan” adalah tindakan Pol PP yang tidak menggunakan upaya paksa dalam rangka mencari data dan informasi tentang adanya dugaan pelanggaran Perda dan/atau Perkada, antara lain mencatat, mendokumentasi, atau merekam kejadian/ keadaan serta meminta keterangan. Huruf d Yang dimaksud dengan “tindakan administratif” adalah tindakan berupa pemberian surat pemberitahuan dan/atau surat teguran/surat peringatan terhadap pelanggaran Perda dan/atau Perkada. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Pelindungan masyarakat antara lain dilakukan melalui pembantuan pencegahan dan penanggulangan bencana dan kebakaran, pembantuan keamanan masyarakat, dan pembantuan kegiatan sosial kemasyarakatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “rapat koordinasi nasional Satpol PP” adalah wadah koordinasi bagi Menteri dengan kepala Satpol PP provinsi dalam rangka membahas permasalahan, identifikasi permasalahan, penyelesaian pernasalahan serta perumusan dan sinkronisasi kebijakan operasional penyelenggaraan penegakan Perda dan Perkada, ketertiban umum dan ketenteraman serta pelindungan masyarakat. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “rapat koordinasi Satpol PP kabupaten/kota di wilayah provinsi” adalah wadah koordinasi bagi gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dengan kepala Satpol PP provinsi dan kepala Satpol PP kabupaten/kota dalam satu wilayah provinsi dalam rangka membahas permasalahan, identifikasi permasalahan, penyelesaian permasalahan serta perumusan dan sinkronisasi kebijakan operasional penyelenggaraan penegakan Perda dan Perkada, ketertiban runum dan ketenteraman serta pelindungan masyarakat. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6205

Use Quizgecko on...
Browser
Browser