Rangkuman UAS KulProg Semester 3 PDF
Document Details
Uploaded by ModernTopology7788
UPN Veteran Jakarta
Tags
Summary
This document is a summary of KulProg Semester 3, focusing on experimental clinical studies. It covers definitions, steps, types, advantages, and disadvantages of experimental clinical studies. Keywords like clinical trials, experimental design, and research design are central to this summary.
Full Transcript
RC : Mampu Memahami Langkah, Jenis, Kelebihan, dan Kelemahan Desain Studi Eksperimental Klinis Sesuai dengan Kaidah Interprofesi dan Kode Etik yang Ada A. Pokok Pembahasan Mahasiswa sekiranya mampu memahami beberapa hal mengenai studi eksperimental klinis, yaitu: 1. Definisi studi...
RC : Mampu Memahami Langkah, Jenis, Kelebihan, dan Kelemahan Desain Studi Eksperimental Klinis Sesuai dengan Kaidah Interprofesi dan Kode Etik yang Ada A. Pokok Pembahasan Mahasiswa sekiranya mampu memahami beberapa hal mengenai studi eksperimental klinis, yaitu: 1. Definisi studi eksperimental klinis 2. Langkah melakukan studi eksperimental klinis 3. Identifikasi jenis desain studi eksperimental klinis 4. Kelebihan dan kekurangan studi eksperimental klinis B. Pendahuluan a. Syarat Penelitian - Dapat direplikasi - Dapat diuji dan diukur - Objektif - Berlaku umum - Empiris - Logis b. Langkah-langkah penelitian - Memilih ide/topik penelitian - Merumuskan masalah dan hipotesis penelitian - Menemukan variabel penelitian - Menemukan tipe dan desain penelitian - Perencanaan dan pelaksanaan penelitian - Menganalisis hasil penelitian - Membuat kesimpulan c. Jenis Penelitian - Penelitian Deskriptif : Menggambarkan karakteristik atau fenomena tertentu pada periode waktu tertentu tanpa mencari hubungan sebab-akibat. - Penelitian Cross Sectional : Menganalisis data pada satu waktu tertentu (snapshot) untuk menilai hubungan antara variabel. - Penelitian Case Control : Menggunakan data retrospektif untuk membandingkan kelompok dengan penyakit (kasus) dan tanpa penyakit (kontrol) guna mengidentifikasi faktor risiko. - Penelitian Eksperimental : Dilakukan secara prospektif untuk menguji efek perlakuan terhadap subjek dalam kurun waktu tertentu, seperti dalam Randomized Controlled Trial (RCT). d. 7 Bagian dari Penelitian Eksperimen 1. Variabel independen (Perlakuan yang diberikan kepada objek) 2. Variabel dependen (Objek/Perubahan yang terjadi dari awal perlakukan hingga selesai) 3. Pretest (Kondisi sebelum perlakuan) 4. Posttest (Kondisi setelah perlakuan) 5. Kelompok eksperimen (Kelompok yang diberikan perlakuan) 6. Kelompok kontrol (kelompok yang tidak diberikan perlakuan apapun) 7. Kelompok yang diteliti dapat diperbandingkan C. Jenis-Jenis Desain Studi Eksperimental Klinis Sekiranya terdapat 5 jenis desain studi, yaitu Randomized Controlled Trial (RCT), Cross-Over Trial (COT), Cluster Randomized Trial (CRT), Factorial Design (FD), dan Non-Randomized Controlled Trial (Non-RCT). Kelima studi tersebut akan dijelaskan lebih rinci di bawah ini: 1. RCT ( Randomized Controlled Trial) Definisi : Melibatkan pengecakan subjek ke dalam kelompok intervensi atau kontrol, melibatkan validitas internal yang tinggi Contoh : Uji klinis obat antidepresan yang melibatkan 500 pasien dengan depresi berat, diacak meniadi kelompok yang menerima obat baru dan kelompok plasebo. 2. COT (Cross-Over Trial) Definisi : Subjek menerima dua atau lebih intervensi secara bergantian, sehingga setiap individu berfungsi sebagai kontrol diri sendiri. Contoh : Uji crossover untuk membandingkan d u a jenis inhaler asma pada pasien asma, di mana setiap pasien menggunakan kedua inhaler selama waktu yang berbeda. 3. CRT (Cluster Randomized Trial) Definisi : Penelitian yang dimana kelompok nantinya akan di acak, bukan individu Contoh : Uji pelatihan kebershan tangan di mana rumah sakit secara acak ditugaskan untuk memberikan pelatihan kepada stafnya atau tidak. 4. FD (Factorial Design) Definisi : Memungkian peneliti untuk mengevaluasi dua atau lebih intervensi dalam satu studi Contoh : Ui klinis untuk menilai kombinasi suplemen vitamin D dan latihan fisik dalam mengurangi osteoporosis. 5. Non-RCT (Non Randomized Controlled Trial) Definisi : Kelompok kontrol dan intervensi tidak di acak, yang dapat menyebabkan bias seleksi. Contoh : Studi tentang efek meditasi pada pasien kanker payudara di mana pasien memilih sendiri apakah akan mengikuti meditasi atau tidak. D. Langkah Desain Studi Eksperimental Klinis Sekiranya terdapat 8 langkah dalam pelaksanaan uji klinis 1 Merumuskan masalah dan hipotesis 5 Melakukan randomisasi Menentukan desain uji klinis yang 2 6 Melaksanakan perlakuan sesuai 3 Menetapkan subjek penelitian 7 Mengukur variabel efek 4 Mengukur variabel data dasar 8 Menganalisis data Beberapa langkah tersebut akan dijelaskan lebih rinci di bawah ini: 1. Identifikasi Hipotesis Penelitian Tujuan dan hipotesis yang jelas adalah pondasi studi klinis. Hipotesis harus diungkapkan dalam bentuk hubungan sebab-akibat yang dapat diuji. Contoh : Pemberian obat baru XYZ akanmenurunkankadarkolesterol lebih signifikan dibandingkan plasebo dalam 8 minggu. 2. Menetapkan Subjek Penelitian (Populasi dan Sampel) a. Pendahuluan Dalam menetapkan subjek penelitian didahulukan menetapkan 1) Populasi Terjangkau 2) Kriteria Pemilihan (Inklusi dan Eksklusi) 3) Besar Sampel (Mewakili populasi terjangkau dan mempertimbangkan dan dan waktu) b. Populasi Definisi : Setiap subjek yang memenuhi karakteristik yang ditentukan Poupulasi Target : Populasi yang menjadi sasaran akhir dan bersifat umum. Pada penelitian klinis dibatasi oleh karakter demografis (Usia, Jenis Kelamin) dan klinis (Anak sehat, BBLR, Ibu Anemia) Contoh : Pada penelitian perbandingan efektivitas antibiotik baru A dengan antibiotik standart B pada bayi menderita sepsis, maka populasinya ialah bayi yang menderita sepsis Poupulasi Terjangkau : Bagian dari populasi target yang dapat dijangkau peneliti/yang dibatasi oleh tempat dan waktu. Sampel dipilih dari populasi terjangkau. Contoh : Pasien morbili yang berobat di RS Islam Sultan Agung Semarang pada tahun 2004 c. Sampel Definisi : Bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap mewakili populasinya. Sering kali kata populasi dipakai secara salah, misal: populasi pasien yang saya teliti ini terdiri dari anak berusia di bawah 5 tahun yang berobat di poliklinik psikiatri anak RSCM, dalam hal ini sebenarnya yang dimaksud adalah sampel d. Hubungan Populasi dan Sampel (Dibaca dari Eksterna II > Interna) Validitas Kelompok Subjek Karakteristik Contoh Dibatasi oleh Bayi sepsis karakteristik Eksternal II Populasi Target (jumlah tidak demografis & terbatas) Klinis Eksterna Dibatasi oleh Bayi sepsis di Populasi Terjangkau I tempat dan waktu RSPAD Dipilih secara Sampel yang random dari 74 bayi sepsis dikehendaki populasi terjangkau Interna Subjek yang Subjek yang benar bersedia / Subjek 65 bayi sepsis diteliti menolak dan loss to follow up e. Pemilihan Populasi dan Sampel Pilih populasi yang repat dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang jelas. Sampel harus dipilih secara acak untuk menghindari bias seleksi. Contoh : Pasien berusia 30-65 tahun dengan hipertensi stadium awal, tanpa penyakit penyerta berat. 3. Randomisasi Randomisasi adalah proses menembatkan subiek secard acak dalam kelompok intervensi atau kontrol. Ini mengurangi bias dan memastikan faktor pembaur (confounding variables) terdistribusi merata. Contoh : 200 pasien dengan diabetes tipe 2 diacak ke kelompok intervensi (obat baru) dan kelompok kontrol (plasebo). 4. Blinding (Masking) Definisi : Masking adalah metode untuk mengurangi bias dalam penelitian dengan menyembunyikan informasi tertentu dari peserta, peneliti, atau analis data, sehingga hasil penelitian tidak dipengaruhi oleh ekspektasi atau pengetahuan tentang kelompok perlakuan. Single-blind :Peserta tidak tahu kelompok mana yang mereka tempati (kontrol atau intervensi). Double-blind : Baik peserta maupun peneliti tidak tahu kelompok mana yang diberikan intervensi. Contoh : Dalam uji vaksin flu, baik peserta maupun tenaga kesehatan tidak tahu siapa yang menerima vaksin asli atau plasebo. 5. Pemberian Intervensi Kelompok intervensi menerima perlakuan (misalnya obat baru), sementara kelompok kontrol bisa menerima plasebo atau perawatan standar. Contoh : Dalam uji klinis obat kanker, satu kelompok menerima kemoterapi baru, dan kelompok lain menerima kemoterapi standar. 6. Pengumpulan dan Analisis Data a. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada titik waktu yang telah ditentukan (baseline, setelah intervensi, follow-up) untuk menilai hasil penelitian. Contoh : Dalam studi tekanan darah, data diambil setiap minggu selama 6 bulan untuk mengukur efektivitas obat baru dalam menurunkan tekanan darah. b. Analisis Data Data dianalisis menggunakan statisfik yang sesuai untuk menguji hipotesis. Peneliti mengukur apakah perbedaan hasil signifikan secara statistik. Contoh : Analisis menggunakan t-test untuk membandingkan kadar gula darah rata-rata antara kelompok intervensi dan kontrol. E. Kelebihan dan Kekurangan Studi Eksperimental a. Kelebihan Studi Eksperimental 1) Validitas Internal Tinggi Desain eksperimental, terutama RCT, memiliki validitas internal yang tinggi karena kontrol ketat terhadap variabel. Contoh : Dalam uii klinis double-blind obat penurun kolesterol, baik pasien maupun dokter tidak tahu kelompok mana yang menerima obat asli atau plasebo, mengurangi bias. 2) Mampu Mengukur Hubungan Sebab-Akibat Manipulasi langsung terhadap intervensi memungkinkan peneliti menguji hubungan sebab-akibat secara langsung. Contoh : Dalam uii klinis kemoterapi, peneliti daoat menentukan apakah obat baru secara langsung menurunkan ukuran tumor dibandingkan dengan plasebo. 3) Replikas yang Mudah Karena protokolnya jelas dan terstruktur, studi esperimental klinis mudah direplikasi, yang meningkatkan kepercaydan terhadap hasil penelitian. Contoh : Studi vaksin flu dapat diulang di berbagai negara dengan metode yang sama untuk memastikan konsistensi hasil. 4) Pengurangan Bias Pro : Randomisasi dan blinding mengurangi bias seleksi dan bias pengamat Contoh : Dalam uji coba vaksin COVID-19, peserta tidak tahu apakah mereka menerima vaksin atau plasebo, mengurangi pengaruh efek psikologis terhadap hasil Kontra : Uji klinis dapat dipengaruhi oleh bias dari peneliti atau sponsor (misalnya, perusahaan farmasi), yang dapat memengaruhi desain studi, interpretasi data, atau pelaporan hasil. Contoh : Studi yang didanai oleh perusahaan farmasi mungkin cenderung melaporkan hasil yang lebih menguntungkan untuk produk mereka, sehingga mengarah pada bias dalam kesimpulan. 5) Kontrol Terhadap Variabel Confounding Dengan menggunakan randomisasi dan kontrol, faktor-faktor pembaur yang dapat memengaruhi hasil dapat diminimalkan. Contoh : Dalam uji klinis terapi antidepresan, randomisasi memastikan bahwa faktor seperti usia atau status ekonomi tersebar merata di kedua kelompok. b. Kekurangan Studi Eksperimental 1) Biaya yang Tinggi Studi eksperimental, khususnya RCT, sering Kali membutuhkan sumber daya yang besar dan mahal karena pengacakan, blinding, serta pengumpulan data yang intensif. Contoh : Uji klinis vaksin COVID-19 membutuhkan biaya besar, termasuk produksi vaksin, penguian massal, dan pemantauan jangka panjang. 2) Waktu yang Lama Studi eksperimental membutuhkan waktu lama untuk merekrut peserta, melakukan intervensi, dan memantau hasil, terutama untuk penyakit yang berkembang lambat. Contoh : Uji klinis pengobatan Alzheimer mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun untuk memantau perkembangan penyakit dan menilai hasil. 3) Validitas Eksternal Terbatas Karena dilakukan dalam kondisi yang sangat terkendali, hasinya mungkin sulit untuk digeneralisasikan ke populasi yang lebih luas atau situasi klinis dunia nyata. Contoh : Studi yang dilakukan di pusat rise besar mungkin tidak berlaku untuk klinik kecil atau daerah pedesaan dengan keterbatasan sumber daya 4) Masalah Etika Menahan intervensi yang berpotensi menguntungkan atau memberikan plasebo pada kelompok kontrol dapat menimbulkan dilema etika 5) Risiko Peserta Peserta uji klinis dapat mengalami efek samping yang tidak terduga atau belum diketahui, yang mungkin berbahaya atau memperburuk kondisi mereka. Contoh : Uji klinis fase awal untuk obat baru sering kali memiliki risiko lebih tinggi karena efek sampingnya belum sepenuhnya diketahui. 6) Isu Hak Cipta dan Akses Terbatas terhadap Produk Akhir Produk yang dihasilkan dari uji klinis, terutama jika berhasil, sering kali dipatenkan dan dijual dengan harga tinggi. Hal ini membatasi akses banyak orang terhadap pengobatan yang mereka butuhkan. Contoh : Obat baru yang dikembangkan melalui uji klinis mungkin menjadi terlalu mahal bagi sebagian besar pasien setelah diluncurkan di pasar. 7) Konflik Kepentingan Terdapat potensi konflik kepentingan, terutama jika peneliti memiliki kepentingan finansial dalam keberhasilan uji klinis. Hal ini dapat memengaruhi objektivitas penelitian. Contoh : Jika peneliti atau institusi yang terlibat dalam uji klinis memiliki saham di perusahaan farmasi yang memproduksi obat yang diuji, hal ini dapat menimbulkan keraguan terhadap hasil penelitian. F. Uji Klinis a. Penelitian Eksperimental dengan Manusia Efek perlakuan diukur dan dianalisis. Variabel perancu dikontrol dengan baik. Uji klinik yang terkontrol, menggunakan Randomized Controlled Trial (RCT) dengan aspek ketersamaran/pembutaan (Randomized Blinded Trial - RBT). Pelaksanaan: - Dapat dilakukan oleh satu peneliti dengan beberapa kasus, atau - Dilakukan secara multisenter. b. Stages of Clinical Trials c. Tahap Pengembangan Obat d. Desain Uji Klinis Hal yang harus diperhatikan : Efek Carry-over: Efek dari obat pertama belum hilang saat pengobatan kedua dimulai. Efek Order: Perubahan derajat keparahan penyakit atau kondisi lingkungan yang terjadi selama penelitian berlangsung. Periode Washout: Waktu yang diberikan untuk menghilangkan efek obat pertama sebelum pengobatan kedua dimulai. Kekurangan: Waktu penelitian lebih lama. Kemungkinan drop-out lebih besar. RC : 1) Pengertian Uji Confounding dan Uji Interaksi, 2) Manfaat dan Syarat Uji Confounding dan Uji Interaksi, 3) Prosedur dari Uji Confounding dan Uji Interaksi Definisi: Confounding/Perancu/Pengganggu → Pengaruh suatu pajanan terhadap outcome penyakit yang akan terdistorsi oleh pengaruh faktor lain. Interaksi/Interaction → (Effect modification/ Effect -measure modification/ Heterogeneity of effect). Besarnya ukuran hubungan antara pajanan dan outcome penyakit yang dimodifikasi oleh variabel ketiga. Keberagaman efek dari suatu faktor risiko (E) terhadap munculnya penyakit (D) pada level yang berbeda dari faktor risiko lain. CONFOUNDING Harus memenuhi syarat, antara lain: Variabel ketiga sebagai covariate harus merupakan faktor risiko terhadap suatu penyakit yang ingin diteliti pada populasi asal yang tidak terpapar (“unexposed base population”) Covariatenya harus berhubungan dengan pajanan/faktor risiko pada populasi asal (“base population”) yang bukan merupakan hubungan sebagai faktor risiko satu sama lain. Variabel ketiga atau covariatenya tidak berada diantara pajanan dan penyakitnya. Tidak sebagai intermediate variabel Gambaran Diagram Konsep Contoh Kasus Merokok merupakan faktor perancu terhadap hubungan mancis dan Ca paru, oleh karena itu OR antara penggunaan mencis dan Ca paru perlu disesuaikan dengan status merokok. Faktor risiko penggunaan mencis tidak merupakan faktor perancu pada hubungan merokok dengan Ca paru, oleh karena itu OR antara hubungan merokok dengan Ca paru tidak butuh disesuaikan dengan mencis. Gambar Diagram Konsep untuk kasus ini, dimana variabel merokok menjadi confounding atau perancu dalam penelitiannya. Tabel yang bisa digunakan juka confoundingnya lebih dari satu (Tabel 2x2) Mantel-Haenzsel (MH) Digunakan pada OR/POR YB disesvalhan/ Digunakan pada RR/PR I adjusted KOMPUTASI * EFEK MODIFIKASI/INTERAKSI - OR = a xd / b x c - RR = a/(a+b) : c/(c+d) Contoh Soal: Obesitas cenderung menghindari merokok. Pada tabel diatas memperlihatkan hubungan antara rokok dengan kadar HDL pada BB normal dan obesitas. Tabel paling atas memiliki nilai PORcrude 1,2 dimana pada tabel ini masih bercampur antara orang dengan BB normal dan obes. Setelah di stratifikasi terlihat bahwa PORobes lebih tinggi daripada PORnormal, hal ini menunjukkan bahwa penderita obes banyak yang menghindari rokok. Penderita Obesitas cenderung menghindari merokok. Pada tabel diatas memperlihatkan hubungan antara berat badan dengan HDL pada perokok dan tidak merokok. Tabel paling atas memiliki nilai PORcrude 2,9 dimana pada tabel ini masih bercampur antara perokok dan tidak merokok. Setelah di stratifikasi terlihat bahwa PORperokok lebih tinggi daripada PORtidakmerokok, hal ini menunjukkan bahwa penderita obes yang merokok memiliki kadar HDL rendah. Soal Tahun 2018: 1. (Ada tabel hubungan BBLR sama Tekanan darah Ibu saat hamil) Rumus menghitung Odd Ratio (OR) adalah… a. AB + CD b. AD/BC c. A/AD d. C/CB e. A+D/C+B Pembahasan: 2. Suatu penelitian menggunakan data perokok (ringan, sedang, berat) dan ada batuk (ringan, sedang, berat). Untuk melakukan uji pada data tersebut menggunakan jenis baris x kolom.. a. 3 x 2 b. 3 x 3 c. 2 x 3 d. 2 x 2 RC : Jenis, Pengertian dari Uji Instrumen Penelitian: Uji Validitas dan Reliabilitas, dan Jenis, Pengertian, Kegunaan, Kelebihan, dan Kekurangan, Syarat Uji Diagnostik, Uji Sensitifitas dan Spesifitas 1. Jenis, Pengertian dari Uji Instrumen Penelitian: Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas Uji yang menentukan apakah instrumen mengukur apa yang seharusnya diukur. Jenis-jenis validitas: - Validitas isi yaitu menilai isi instrumen mencakup semua aspek yang relevan dengan konsep yang diukur→Misalnya tes untuk mendiagnosis diabetes harus mencakup komponen yang benar-benar mengukur kadar gula darah. - Validitas konstruksi yaitu memastikan bahwa instrumen benar-benar mengukur konsep teoretis yang dimaksud→Misalnya, tes kecerdasan emosional harus mengukur konstruk kecerdasan emosional yang telah didefinisikan dalam teori. - Validitas kriteria yaitu menentukan hubungan antara instrumen dengan hasil atau kriteria lain yang sudah diketahui→Misalnya, hasil tes depresi harus berkorelasi dengan gejala depresi yang dilaporkan oleh pasien. - Contoh→Menggunakan kuesioner untuk mengukur kualitas hidup pasien. Pertanyaan-pertanyaan harus mencerminkan aspek kesehatan fisik, mental, dan sosial. Uji reliabilitas Uji reliabilitas→menilai konsistensi hasil dari instrumen pengukuran. Sebuah instrumen yang reliabel akan memberikan hasil yang sama dalam kondisi serupa. Jenis uji reliabilitas: - Test-retest - Parallel-Forms Reliability - Internal Consistency - Inter-rater Reability 1. Reliabilitas Test-Retest - Mengukur skor→diperoleh dari dua kali pengujian instrumen yang sama pada kelompok responden yang sama dalam jangka waktu tertentu adalah konsisten. - Cocok untuk konstruk→relatif stabil dari waktunya, seperti kepribadian dan intelegensi - Cara mengukur→Korelasi antara skor pertama dan skor kedua. - Contoh→Memberikan kuesioner kepribadian yang sama kepada sekelompok mahasiswa dua minggu kemudian dan membandingkan skor yang diperoleh. Contoh lain: tes IQ 2. Parallel-Forms Reliability - Mengukur bentuk instrumen→berbeda tetapi setara menghasilkan skor yang sama pada kelompok responden yang sama. - Cara mengukur→korelasi antara skor yang diperoleh dari kedua bentuk instrumen. - Contoh→membuat dua versi kuesioner yang berbeda tetapi mengukur konsep yang sama, lalu memberikan kedua versi tersebut kepada kelompok responden yang berbeda, kemudian membandingkan skor yang diperoleh 3. Reliabilitas Internal Consistency - Mengukur semua item→dalam suatu instrumen mengukur konsep yang sama. - Cocok digunakan→ketika instrumen terdiri dari banyak item yang mengukur suatu konstruk laten (konstruk yang tidak dapat diamati secara langsung), seperti sikap, pengetahuan, kualitas hidup. - Cara mengukur: Koefisien Alpha Cronbach→umum digunakan untuk instrumen yang mengukur konstruk laten. Split-half reliability→membagi instrumen menjadi dua bagian, lalu menghitung korelasi antara skor kedua bagian tersebut. - Contoh→kuesioner sikap yang terdiri dari beberapa item. Jika semua item mengukur dimensi sikap yang sama, maka koefisien alpha Cronbach akan tinggi 4. Inter-rater Reliability - Mengukur tingkat kesepakatan→antara dua orang atau lebih dalam menilai suatu variabel atau fenomena yang sama. - Cara mengukur: Koefisien Kappa→untuk data nominal atau ordinal. Intraclass Correlation Coefficient (ICC) →untuk data interval atau rasio. - Contoh→dua orang pengamat yang mengamati perilaku anak dan memberikan skor pada perilaku tersebut Jenis Reliabilitas Mana yang mau dipilih - Tergantung pada tujuan penelitian, jenis data, dan karakteristik instrumen - Jika tujuannya→mengukur stabilitas skor dari waktu ke waktu: Reliabilitas test-retest - Jika instrumen terdiri dari banyak item→reliabilitas internal konsistensi (koefisien alpha Cronbach) - Jika instrumen melibatkan pengamatan perilaku→reliabilitas antar penilai Faktor yang mempengaruhi Reliabilitas - Panjang instrumen→Instrumen yang lebih panjang cenderung memiliki reliabilitas yang lebih tinggi. - Jelasnya instruksi→Instruksi yang jelas dan mudah dipahami akan meningkatkan reliabilitas - Homogenitas item→Item-item dalam instrumen harus mengukur konsep yang sama. - Kondisi pengujian→Kondisi pengujian yang konsisten akan meningkatkan reliabilitas 2. Uji Diagnostik, Uji Sensitifitas dan Spesifisitas Uji Diagnostik Uji diagnostik adalah uji yang digunakan (prosedur/ alat) untuk mendeteksi keberadaan suatu kondisi atau penyakit. Kegunaan: Membantu dalam menentukan diagnosis dengan alat ukur yang akurat untuk deteksi awal dan pemantauan pasien. Fungsi utama uji diagnostik: 1. Identifikasi Penyakit→Memastikan apakah seseorang memiliki kondisi tertentu (deteksi) 2. Ekslusi Penyakit→Memastikan bahwa seseorang tidak memiliki kondisi tersebut (pengecualian) Syarat Uji Diagnostik 1. Validitas →Faktor yang mempengaruhi validitas/ akurasi 2. Sensitivitas dan spesifisitas →Faktor yang mempengaruhi validitas/ akurasi 3. Nilai prediktif 4. Reliabilitas 5. Standar referensi 6. Generalisasi 7. Pengendalian Bias 8. Standar pelaporan 9. Praktis: mudah dilakukan, biaya terjangkau, waktu singkat 10. Aman: tidak menimbulkan risiko 11. Etis: informed concent, kerahasian 1. Validitas Uji diagnostik harus dapat memberikan hasil yang benar untuk kondisi yang diuji (individu punya penyakit/tidak punya penyakit). Validitas dibagi menjadi: - Validitas Internal→Mengukur kemampuan uji diagnostik untuk memberikan hasil akurat dalam pengaturan terkontrol. - Validitas Eksternal→Kemampuan uji untuk menghasilkan hasil yang sama ketika diterapkan di populasi yang berbeda. Validitas sering dievaluasi dengan membandingkan hasil tes terhadap standar referensi (gold standard) (Sackett & Haynes, 2002) Validity 2. Sensitivitas dan spesifisitas Sensitivitas→ Kemampuan tes untuk mendeteksi individu yang benar benar sakit (true positive = TP) Spesifisitas→ Kemampuan tes untuk memastikan individu yang benar-benar sehat (true negative = TN) Tes dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi→ Ideal untuk diagnosis dan eksklusi penyakit Sensitivitas dan spesifisitas→ Karakteristik utama yang menentukan keakuratan uji (Knottnerus et al, 2002). Sensitivity Specificity 3. Nilai prediktif Nilai Prediktif Positif (Predictive Value Positive = PVP): →Kemungkinan pasien benar-benar memiliki penyakit jika hasil tes positif Nilai Prediktif Negatif (PVN): →Kemungkinan pasien benar-benar sehat jika hasil tes negatif. Nilai prediktif dipengaruhi oleh prevalensi penyakit dalam populasi tertentu →Menjadikannya penting untuk konteks klinis. Parameter ini memberikan informasi tentang kepercayaan terhadap hasil tes dalam populasi tertentu (Vitzthum et al., 2005). Predictive Value Positive Predictive Value Negative Prevalence dill at penyakithya 4. Reliabilitas Uji diagnostik harus memberikan hasil yang konsisten: - Reliabilitas intra-rater →Hasil yang sama ketika diuji ulang oleh penguji yang sama. - Reliabilitas inter-rater → Hasil yang sama ketika diuji oleh penguji yang berbeda. Reprosilibilitas memastikan hasil dapat diandalkan meskipun dalam pengaturan atau operator yang berbeda (Glasser, 2014). Kappa (k) a d + F K Benchmarks Example 2 Bl 0,91 - = almost perfect Too Mengapa Koreksi terhadap kesepakatan kebetulan penting? Jika kita hanya menghitung persentase kesepakatan antara dua pengamat →Kita mungkin akan mendapatkan nilai yang terlalu tinggi, karena ada kemungkinan mereka sepakat hanya karena kebetulan. →Uji Kappa mengoreksi faktor kebetulan ini sehingga memberikan nilai yang lebih akurat tentang tingkat kesepakatan yang sebenarnya. 5. Standar referensi (Gold Standard) Uji diagnostik→ dievaluasi terhadap standar referensi yang diterima secara luas untuk memastikan keakuratan. →Standar referensi menjadi alat pembanding utama dalam menilai hasil tes diagnostik baru. Penggunaan standar referensi→ kunci dalam desain uji diagnostik yang valid (Daya, 1996). 6. Generalisasi (Aplikasi Klinis) Hasil uji→ dapat digeneralisasi ke populasi pasien yang luas,memerlukan evaluasi uji pada populasi dengan berbagai tingkat keparahan penyakit dan karakteristik demografis yang berbeda. Studi harus dilakukan pada kohort yang relevan secara klinis untuk meningkatkan generalisasi hasil (Knottnerus et al, 2002). 7. Pengendalian Bias Desain penelitian harus menghindari bias, seperti: - Bias seleksi→ Menggunakan populasi yang tidak representatif. - Bias verifikas→ Membandingkan hasil positif atau negatif dengan standar referensi - Bias kerja→ Ketika hasil tes dipengaruhi oleh pengetahuan tentang standar referensi. Evaluasi bias adalah langkah penting untuk memastikan hasil yang valid (Tatsioni et al, 2005). 8. Standar pelaporan Studi uji diagnostik→ Mematuhi pedoman pelaporan Misalnya, STARD (Standards for Reporting Diagnostic Accuracy), untuk transparansi dan reproduktifitas. Pelaporan yang buruk dapat mengurangi nilai klinis hasil studi (Deeks, 2001) Hubungan Validitas dan Reliabilitas Validitas tanpa Reliabilitas→ Uji diagnostik dapat valid tetapi tidak reliabel. Misalnya, sebuah tes dapat mengukur apa yang seharusnya diukur, tetapi hasilnya tidak konsisten jika dilakukan berulang kali. Reliabilitas tanpa Validitas→ Sebuah uji diagnostik dapat reliabel tetapi tidak valid. Misalnya, sebuah tes dapat memberikan hasil yang konsisten, tetapi hasil tersebut tidak mengukur apa yang seharusnya diukur. Idealnya sebuah uji diagnostik yang baik harus memiliki baik validitas maupun reliabilitas yang tinggi RC : Pengertian Ukuran Asosiasi dan Ukuran Dampak (OR, RR, POR, PR, dan HR) A. Pokok Pembahasan Mahasiswa sekiranya mampu memahami beberapa hal mengenai Ukuran Asosiasi dan Ukuran Dampak, yaitu: 1. Definisi Ukuran Asosiasi dan Ukuran Dampak 2. Jenis Ukuran Asosiasi dan Ukuran Dampak 3. Aplikasi Ukuran Asosiasi dan Ukuran Dampak B. Pendahuluan a. Definisi Ukuran Asosiasi dan Ukuran Dampak Ukuran Asosiasi: Mengukur kekuatan hubungan antara faktor risiko dan kejadian. Ukuran Dampak: Mengukur pengaruh faktor risiko terhadap kejadian yang diteliti. b. Fungsi Ukuran Asosiasi dan Ukuran Dampak 1. Menilai hubungan risiko dan paparan. 2. Mendukung perencanaan kesehatan masyarakat. 3. Meningkatkan pemahaman terhadap hasil klinis. 4. Mendukung penelitian klinis dan epidemiologis. C. Ukuran Asosiasi - Odds Ratio (OR) a. Definisi Rasio peluang kejadian pada kelompok dengan faktor risiko dibandingkan tanpa faktor risiko. b. Odds Suatu Kejadian rasio probabilitas bahwa kejadian terjadi terhadap probabilitas kejadian tidak terjadi. Odds suatu peristiwa dihitung dengan rumus c. Interpretasi OR dan Rumus pada Cohort/Case Control all - /d - D and - 6 Keterangan Gambar A : OR in a Cohort/Cross Sectional Study B : OR in a Case-Control Study Interpretasi OR : OR > 1: Faktor risiko meningkatkan kejadian. OR < 1: Faktor risiko menurunkan kejadian. OR = 1: Tidak ada asosiasi. d. Contoh Odds Ratio pada Studi Case Control Studi mengenai faktor risiko merokok terhadap kanker paru-paru dengan OR > 1 menunjukkan bahwa perokok memiliki peluang lebih tinggi terkena kanker paru dibandingkan non-perokok. Interpretasi : Perokok mempunyai risiko menjadi kasus 4,8 kali dari yang bukan perokok / odds perokok menjadi kasus 4,8 kali lebih besar dari odds bukan perokok e. Contoh Odds Ratio pada Studi Cohort/Cross Sectional Studi mengenai faktor risiko merokok terhadap kanker paru-paru dengan OR > 1 menunjukkan bahwa perokok memiliki peluang lebih tinggi terkena kanker paru dibandingkan non-perokok. #D x Interpretasi : Perokok berisiko 2 kali menderita kanker paru-paru dibandingkan bukan perokok / odds perokok menjadi kasus 2 kali lebih besar dari odds bukan perokok Notes : 1. Rumus perhitungan OR untuk semua studi tetaplah sama (AxD ÷ CxB), tetapi secara konsep berbeda antara case control (A/C ÷ B/D) dengan cohort (A/B ÷ C/D) 2. OR biasanya digunakan pada penelitian retrospektif seperti Case Control D. Ukuran Asosiasi - Risk Ratio / Relative Risk (RR) a. Definisi Perbandingan risiko kejadian antara kelompok terpapar dan tidak terpapar. b. Rumus dan Interpretasi - *** Interpretasi : RR > 1: Paparan meningkatkan risiko. RR < 1: Paparan menurunkan risiko. RR = 1: Tidak ada asosiasi. c. Contoh Contoh Penelitian Studi hubungan antara obesitas dan risiko diabetes Interpretasi: Individu obesitas memiliki RR > 1 (RR=2) yang artinya mereka lebih berisiko mengalami diabetes dibandingkan yang tidak obesitas. Notes : RR biasanya digunakan pada penelitian prospektif seperti Cohort dan Cross Sectional E. Ukuran Asosiasi - Prevalensi (PR) a. Definisi Rasio prevalensi kejadian pada kelompok terpapar dibandingkan tidak terpapar b. Rumus dan Interpretasi Interpretasi : PR > 1: Paparan meningkatkan prevalensi. PR < 1: Paparan menurunkan prevalensi. c. Contoh Penelitian dilakukan untuk membandingkan prevalensi asma pada anak-anak yang tinggal di dekat kawasan industri dan yang tinggal jauh dari kawasan industri. Hasil menunjukkan: 1. Kelompok yang tinggal dekat kawasan industri: 40 dari 100 anak memiliki asma. 2. Kelompok yang tinggal jauh dari kawasan industri: 15 dari 100 anak memiliki asma. Pertanyaan : 1. Hitung Prevalence Ratio (PR) untuk melihat apakah tinggal dekat kawasan industri berhubungan dengan prevalensi asma. 2. Jelaskan interpretasinya. Interpretasi : PR sebesar 2,67 menunjukkan bahwa anak-anak yang tinggal dekat kawasan industri memiliki prevalensi asma 2,67 kali lebih tinggi dibandingkan anak-anak yang tinggal jauh dari kawasan industri. Ini menunjukkan adanya hubungan positif antara tinggal dekat kawasan industri dan peningkatan prevalensi asma pada anak-anak. F. Ukuran Dampak - Prevalence Odds Ratio (POR) a. Definisi Ukuran yang digunakan untuk membandingkan odds dari kejadian tertentu (prevalensi) antara kelompok yang terpapar dan yang tidak terpapar dalam studi potong lintang (cross-sectional). POR cocok digunakan ketika data diambil pada satu titik waktu dan tujuan utamanya adalah untuk melihat hubungan antara paparan dan status prevalensi suatu kejadian. b. Interpretasi dan Rumus Al - BID AD - B Interpretasi : POR > 1: Paparan meningkatkan prevalensi. POR < 1: Paparan menurunkan prevalensi. c. Contoh Sebuah studi potong lintang mengkaji hubungan antara paparan polusi udara dan prevalensi penyakit asma pada anak-anak. Dari 200 anak yang tinggal di area dengan polusi tinggi, 80 di antaranya memiliki asma. Dari 300 anak yang tinggal di area dengan polusi rendah, 60 memiliki asma. Interpretasi : Anak-anak yang tinggal di area dengan polusi tinggi memiliki odds 2.67 kali lebih besar untuk mengalami asma dibandingkan anak-anak di area dengan polusi rendah. G. Hazard Ratio a. Definisi Digunakan dalam analisis survival untuk menghitung risiko kejadian (misalnya, kematian) dalam waktu tertentu antara kelompok terpapar dan tidak terpapar. b. Interpretasi dan Rumus Interpretasi : Jika HR < 1, ini menunjukkan bahwa kejadian (kematian dalam hal ini) lebih kecil kemungkinannya terjadi pada kelompok yang mendapatkan obat baru. Jika HR = 1, tidak ada perbedaan risiko kematian antara kedua kelompok. Jika HR > 1, berarti risiko kematian lebih tinggi pada kelompok yang mendapatkan obat baru dibandingkan dengan yang mendapatkan obat standar. c. Contoh Suatu studi dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas obat baru dalam memperpanjang survival pasien kanker paru-paru stadium lanjut. Sebanyak 200 pasien dibagi menjadi dua kelompok secara acak: 100 pasien menerima obat baru, dan 100 pasien lainnya mendapatkan obat standar. Setelah periode 2 tahun, berikut adalah hasil data survival: Kelompok yang menerima obat baru: 40 pasien meninggal. Kelompok yang menerima obat standar: 60 pasien meninggal. Interpretasi : HR = 0,67 menunjukkan bahwa kelompok yang menerima obat baru memiliki risiko kematian yang 33% lebih rendah (1 - 0,67 = 0,33 atau 33%) dibandingkan dengan kelompok yang menerima obat standar selama periode studi. Aplikasi Medis : Berdasarkan hasil ini, dokter mungkin mempertimbangkan untuk menggunakan obat baru sebagai pengobatan pilihan bagi pasien kanker paru-paru stadium lanjut, karena memberikan survival yang lebih baik. H. Rangkuman Akhir Jenis Ukuran Penjelasan Biasanya digunakan untuk studi retrospektif (Case Control) Rasio peluang kejadian pada kelompok terpapar dibandingkan dengan OR kelompok tidak terpapar. Interpretasi: OR > 1 (meningkatkan kejadian), OR < 1 (menurunkan kejadian), OR = 1 (tidak ada asosiasi). ↳n retro voal- Cocok untuk penyakit langka sakit Biasanya digunakan untuk studi prospektif (Cohort/Cross Sectional) Perbandingan risiko kejadian antara kelompok terpapar dan tidak RR terpapar. Interpretasi: RR > 1 (paparan meningkatkan risiko), RR < 1 (menurunkan risiko). Ideal untuk kondisi insidensi lebih tinggi Rasio prevalensi kejadian pada kelompok terpapar dibandingkan PR dengan kelompok tidak terpapar. Interpretasi: PR > 1 (paparan berkaitan dengan prevalensi lebih tinggi), PR < 1 (lebih rendah). Digunakan dalam studi cross sectional untuk membandingkan odds kejadian antara kelompok terpapar dan tidak terpapar. POR Cocok untuk kejadian umum Mempunyai rumus yang sama dengan OR Digunakan dalam analisis survival untuk menghitung risiko kejadian dalam waktu tertentu antara kelompok terpapar dan tidak terpapar. HR Interpretasi: HR < 1 (risiko lebih rendah pada kelompok terpapar), HR = 1 (tidak ada perbedaan), HR > 1 (risiko lebih tinggi pada kelompok terpapar).