Analisis Bahan Kimia Disinfektan, Antinyamuk Bakar Dan Repelan PDF

Summary

This document discusses the analysis of disinfectants and insect repellents. It provides definitions, tables of products, and methods of analysis such as phenol coefficient tests.

Full Transcript

Analisis Bahan Kimia Disinfektan, Antinyamuk Bakar Dan Repelan 1.1 Definisi Disinfektan Desinfeksi adalah tindakan membunuh organisme pathogen dengan cara fisik atau kimia, dan dilakukan terhadap benda mati. Hal ini berbeda dengan antiseptis yang merupakan tindakan mencegah pertumbuh...

Analisis Bahan Kimia Disinfektan, Antinyamuk Bakar Dan Repelan 1.1 Definisi Disinfektan Desinfeksi adalah tindakan membunuh organisme pathogen dengan cara fisik atau kimia, dan dilakukan terhadap benda mati. Hal ini berbeda dengan antiseptis yang merupakan tindakan mencegah pertumbuhan atau aktivitas mikroorganisme, baik dengan menghambat atau membunuh, yang dilakukan terhadap jaringan hidup. Jadi terdapat perbedaan di sini, bila bertujuan melakukan tindakan desinfeksi terhadap jaringan hidup, maka menggunakan antiseptic, Sedangkan desinfeksi terhadap benda mati menggunakan desinfektan. Desinfektan adalah zat yang dipakai untuk membunuh mikroorganisme di dalam maupun di permukaan suatu benda mati. Menurut Environment Protection Agent (EPA), bahan desinfektan adalah pestisida antimikroba dan merupakan substansi yang biasanya digunakan untuk mengontrol, mencegah, dan menghancurkan mikroorganisme berbahaya (seperti bakteri, virus, dan jamur) pada permukan atau benda yang tidak hidup (Darmadi, 2008). Tabel 1. Produk desinfektan dan cara pembuatannya NO NAMA PRODUK BAHAN AKTIF CARA PENGENCERAN 1 Aquatabs Multipurpose Sodium dichloroisocyanurate - 2 Bayclin Lemon* Sodium hypochlorite 5.25% 20 mL(1.5 SDM) per 1 L air 3 Bayclin Regular* Sodium hypochlorite 5.25% 20 mL(1.5 SDM) per 1 L air 4 Bebek Kamar Mandi Benzalkonium klorida (0.1%) - Bratacare Disinfectane Quarternary ammonium 5 10 ml (1 SDM) per 1 L air Concentrate compound (45g/L atau 4.5%) 6 Clorox Disinfecting Bleach* Sodium hypochlorite (7.4%) 10 ml (1 SDM) per 1 L air Clorox Toilet Bowl Clener 7 Sodium hypochlorite (2.4%) 40 ml (2.5 SDM) per 1 L air With Bleach* Dettol All In One Disinfectant 8 Alkyl Dimethyl Benzyl - Spray 9 Dettol Antiseptic Liquid Chloroxylenol (4.8%) 25 ml (1.5 SDM) per 1 L air 10 Dettol Pembersih Lantai Citrus Benzalkonium klorida (1.1856%) 45 ml (3 SDM) per 1 L air Dettol Pembersih Lantai 11 Benzalkonium klorida (1.1856%) 45 ml (3 SDM) per 1 L air Multiaction 4 in 1 12 Proclin Pemutih* Sodium hypochlorite 5.25% 20 mL (1.5 SDM) per 1 L air 13 Septalkan Benzalkonium klorida (0.095%) 1 bagian dalam 1 bagian air 14 Soklin Pemutih* Sodium hypochlorite (5.25%) 20 mL (1.5 SDM) per 1 L air 1 SOS Pembersih Lantai 15 Benzalkonium chloride (1%) 50 ml (3.5 SDM) dalam 1 L air Antibacterial Wipol Pembersih Lantai 16 Pine oil (2.5%) 1 bagian dalam 9 bagian air Cemara Wipol Pembersih Lantai Sereh Ethoxylated alcohol (3%), 17 40 ml (2.5 SDM) dalam 1 L air & Jeruk Benzalkonium chloride (1.25%) *Korosif terhadap logam, bersihkan kembali dengan kain basah setelah 10 menit Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada desinfeksi, antara lain rongga yang cukup diantara alat-alat yangdidesinfeksi, sehingga seluruh permukaan alat tersebut dapat berkontak dengan desinfektan; Waktu (lamanya) desinfeksi harus tepat; Desinfektan yang dipakai sebaiknya bersifat germisid (membunuh); Pengencerandesinfektan harus sesuai dengan yang dianjurkan, dansetiap kali harus dibuat pengenceran baru. Solusi yang biasa dipakai untuk membunuh spora kuman biasanya bersifat sangat mudah menguap sehingga ventilasi ruangan perlu diperhatikan. 1.2 Metode Analisis Disinfektan Terdapat berbagai metode dalam melakukan desinfeksi. Berikut adalah beberapa metode dalam melakukan desinfeksi, yaitu: 1. Uji koefisien fenol Metode ini merupakan suatu uji efektivitas desinfektan yang umum dilakukan dan telah distandarisasi oleh British standard (Aidilfiet, 2010). Fenol digunakan sebagai bahan standar uji efektivitas desinfektan karena kemampuannya membunuh jasad renik sudah teruji. Pada uji ini, dibandingkan efektivitas suatu produk antimikroba dengan daya bunuh fenol dan produk yang dijadikan sampel percobaan dicampur dengan suatu volume tertentu biakan bakteri uji (Lindawaty, 2012). Uji koefisien fenol dilakukan dengan memasukkan satu volume tertentu organisme uji kedalam larutan fenol murni dan zat kimia yang akan diuji pada berbagai pengenceran. Kemudian setelah interval tertentu, suatu jumlah tertentu dari tiap pengenceran diambil dan ditanam pada media perbenihan lalu diinkubasi selama 18-24 jam. Setelah diinkubasi dilakukan terhadap pertumbuhan bakteri (Sulistyaningsih, 2010). Nilai koefisien fenoldihitung dengan cara membagi hasil uji 2 pengenceran tertinggi zat antiseptik uji yang tidak ada pertumbuhan bakterinya pada waktu tercepat dan terlama dengan hasil uji pengenceran fenol yang tidak ada pertumbuhan bakterinya pada waktu tercepat dan terlama. Nilai koefisien fenol yang kurang atau sama dengan fenol atau lebih kecil dari fenol. Sedangkan jika nilai koefisien fenolnya lebih dari 1 berarti senyawa tersebut lebih efektif dibanding fenol (Lindawaty, 2012). 2. Uji kapasitas (capasity test) Uji kapasitas dilakukan dengan meningkatkan jumlah mikroorganisme secara bertahap sehingga dapat diukur kemampuan bunuh desinfektan terhadap mikroorganisme tertentu. Jumlah bakteri yang masih mampu dibunuh menunjukkan kapasitas desinfektan (Romauli, 2014; Tafti, et al., 2012). 3. Uji pembawa (Carier test) Bahan pembawa yang digunaka pada metode ini adalah sutera yang telah terkontaminasi dengan inokulum mikroorganisme ujikemudia dikeringkan. Pembawa kemudian dimasukkan kedalam larutan desinfektan dengan kontak waktu tertentu kemudian diinokulasi. Kekuatan desinfektan uji ditunjukkan dengan hasil tidak adanya pertumbuhan mikroorganisme pada media inokulasi. Uji pembawa ini memiliki kelemahan, yaitu bakteri yang hidup padapembawa selama pengeringan tidak konstan dan jumlah bakteri yang terdapat pada pembawa sulit diperkirakan (Romauli, 2014). 4. Uji praktek (practical test) Uji praktek dilakukan untuk memastikan apakah efektivitas desinfektan memiliki korelasi dengan hasil percobaan laboratorium. Prinsip metode ini adalah mengukur hubungan waktu dengan konsentrasi desinfektan terhadap mikroorganisme yang terdapat pada peralatan rumah tangga (Denyer & Stewart.,1998). Metode ini menggunakan sepotong Polivinil Clorida (PVC) yang sudah dikontaminasi dengan inokulum bakteri baku kemudia dikeringkan. Sejumlah larutan desinfektan kemudian disebar menutupi PVC dengan waktu kontak tertentu lalu dibilas dengan air suling steril. Air bilasan inilah yang kemudian menjadi bahan inokulasi untuk melihat ada atau tidak pertumbuhan bakteri (Romauli, 2014). 3 5. Uji suspensi (suspension test) Uji suspensi merupakan metode yang paling sederhana, dapat dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan mangambil satu sengkelit suspensi mikroorganisme lalu dimasukkan kedalam larutan desinfektan. Diambil inokulasi dari suspensi desinfektan yang telah tercampur mikroorganisme kemudian ditanam pada media pertumbuhan. Hasilnnya dinilai dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan mikroorganisme. (Romauli, 2014) Secara kuanitatif, uji suspensi dilakukan dengan membandingkan jumlah mikroorganisme yang hidup sebelum dan seudah kontak dengan desinfektan uji. Nilai efek mikrobisid menentukan kekuatan desinfektan uji (Rahma, 2015). Nilai ini merupakan perbandingan logaritma jumlah mikroorganisme sebelum dan sesudah kontak. Nilai efek mikrobisid 1 menunjukkan desinfektan mampu membunuh 90% koloni mikroorganisme, nilai efek mikrobisid 2 menunjukkan desinfektan mampu membunuh 99% koloni mikroorganisme, dan nilai efek mikrobisid >5 menunjukkan bahwa 99,99% koloni mikroorganisme telah terbunuh. (Romauli, 2014) 1.3 Definisi Antinyamuk Bakar Antinyamuk merupakan insektisida yang terdiri dari beberapa senyawa kimia. Bahan aktif yang terkandung dalam antinyamuk tergolong bahan berbahaya dan atau beracun (B3). Antinyamuk mengandung senyawa kimia berbahaya bagi kesehatan manusia baik dalam bentuk cair (disemprotkan), maupun bakar yaitu propoxur, ransflutrin, bioaleterin, dikiorvos, dalletherine, octachiorophil eter.5 Tingkat toksisitas dari setiap bahan aktif yang terdapat dalam insektisida antinyamuk ini tentu berbeda-beda. Hal ini menyebabkan tingkat efek keracunan yang ditimbulkan juga akan berbeda, yang juga dipengaruhi oleh intensitas pemakaiannya. Efek negatif yang timbul bisa secara akut jika pemajanan dengan intensitas yang sangat tinggi, dan bisa efek kronis dengan pemajanan pada intensitas rendah pada jangka waktu yang lama. Keanekaragaman bahan alam hayati Indonesia sangat banyak dan tersebar luas sekitar 40.000 jenis tumbuhan tersebar di penjuru pelosok Negara 4 Indonesia. Indonesia mempunyai potensi sebagai Negara produsen obat dengan bahan dasar alami. Senyawa kimia dari bahan alam hayati Indobesia banyak jenisnya; sebagai bahan pangan, kosmetika dan obat-obatan atau yang lain. Produk bahan alam hayati Indonesia menyumbangkan sekitar 39% dari 520 obat yang disetujui sejak tahun 1983 sampai 1994, 60-80% sebagai antibakteri dan antikanker. Tanaman sebagai obat dari bahan alam telah dikenal luas baik di negara berkembang maupun negara maju. Bahan alam atau ramuan bahan dari tumbuhan, hewan, mineral, dan sediaan galenika, atau campuran bahan-bahan tersebut telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman yang sering dinyatakan sebagai obat tradisional. Berkat kemajuan teknologi, sudah banyak dilakukan upaya memformulasi bahan alam menjadi sediaan modern, baik sebagai pangan, obat atau kosmetika dalam bentuk granul, kapsul, tablet, krim, pasta, atau lotion beserta uji pelepasan obat uji optimasi formula khasiat, efektifitas, dan keamanan. Lotion merupakan bentuk sediaan yang sangat diminati masyarakat karena penggunaan hanya cukup dioleskan ke kulit, lembut dipakai, harum aromanya, nyaman, tidak lengket, tidak mengkilap, tidak sukar dibersihkan, serta mudah dioleskan ke kulit. Upaya pencegahan penyakit tersebut telah banyak dilakukan, antara lain sanitasi lingkungan, memasang kawat kasa pada jendela rumah, memasang kelambu tidur, menggunakan obat nyamuk bakar, krim, lotion, semprot, dan elektrik. Namun, hampir semua anti nyamuk berbahan sintetis yang beredar mengandung bahan aktif DEET (dietiltoluamida) yang merupakan bahan kimia sintesis relatif berbahaya. Bahan tersebut dikenal sebagai anti nyamuk efektif saat ini dan sudah digunakan lebih 40 tahun dengan bukti tentara Amerika yang berperang baik di Vietnam dan daerah lain. Sediaan lotion rentan dijilat oleh anak-anak karena tangan sudah terpapar lotion penolak nyamuk. Selain itu, penggunaan DEET dapat menimbulkan reaksi hipersensitifitas dan iritasi. Anti nyamuk mengandung zat bersifat racun, tidak ada racun yang aman. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut, perlu pengendalian alternatif, yaitu dengan cara mencari bahan aktif biologis dari tanaman atau sumber daya 5 hayati yang dapat digunakan sebagai insektisida botani. Tumbuh-tumbuhan di Indonesia kaya akan senyawa kimia yang potensial untuk dikembangkan menjadi insektisida alami sebagai anti nyamuk. Hal ini semakin diperkuat oleh adanya pemikiran back to nature. Tumbuhan obat merupakan aset yang perlu digali, diteliti, dikembangkan dan dioptimalkan pemanfaatan dan formulanya guna memberikan dukungan ilmiah tentang bahan kimia yang dikandungnya. 1.4 Metode Analisis Antinyamuk Bakar 1. Spektroskopi Pancaran Induksi Laser (LIBS) Metode ini digunakan untuk analisis elemen-elemen yang terkandung dalam antinyamuk bakar. Spektroskopi pancaran induksi laser (LIBS) memungkinkan deteksi elemen secara in-situ dan pemantauan jarak jauh. Penelitian ini mengidentifikasi 11 elemen dalam antinyamuk bakar, termasuk Al, Mn, Mg, Sr, Zn, dan lainnya. Metode ini dinilai cepat dan efektif untuk deteksi elemen-elemen berbahaya dalam antinyamuk bakar (Wang Pengzhan et al., 2014). 2. Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) dan Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP-MS) Metode ini digunakan untuk menganalisis kandungan organik seperti allethrin dan pestisida lainnya serta logam berat seperti kromium, kobalt, dan timbal dalam antinyamuk bakar. Metode ini memungkinkan deteksi komponen organik dan logam berat yang berpotensi berbahaya (Kasumba et al., 2016). 3. Gas Chromatography (GC) untuk Analisis Pyrethroid Digunakan untuk menentukan kandungan pyrethroid seperti allethrin dalam antinyamuk bakar. Dengan metode ini, senyawa aktif dapat dipisahkan dan dianalisis menggunakan kolom kapiler HP-1 dan detektor ionisasi api (Sadli & Misrahanum, 2011). 4. Shaking Extraction dan Gas Chromatography (GC) Dalam metode ini, komponen pestisida seperti allethrin diekstraksi dari antinyamuk bakar menggunakan campuran toluena dan asam format. Metode ini lebih cepat dibandingkan ekstraksi Soxhlet, serta memberikan hasil yang akurat tanpa gangguan dari material inert (Sakaue et al., 1985). 6 5. Analisis Efisiensi Bio terhadap Nyamuk Efisiensi antinyamuk bakar diuji menggunakan metode ruang kaca untuk mengetahui kemampuan membunuh nyamuk. Penelitian ini menemukan bahwa produk antinyamuk yang mengandung allethrin sebagai bahan aktif memiliki efisiensi yang tinggi dalam membunuh nyamuk (Paeporn et al., 2013). 1.5 Definisi Repelan Nyamuk Aedes, khususnya Aedes aegypti dan Aedes albopictus adalah dua spesies serangga penular (vektor) penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia, namun nyamuk Aedes aegypti sebagai vektor utama dan Aedes albopictus sebagai vektor potensial (WHO, 2004). Keduanya merupakan spesies serangga yang sangat penting di lingkungan pemukiman, khususnya perkotaan. Keberadaan dan kepadatan populasinya sering dikaitkan dengan penularan dan kejadiaan luar biasa (KLB) penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Cara tradisional masyarakat zaman dulu menghindari gigitan nyamuk yaitu dengan membakar bunga kluih dan kulit langsat agar asapnya dapat meracuni nyamuk (Verheij dkk., 1997 & Depkes RI, 2009) Repelan adalah bahan kimia yang berkhasiat mengganggu kemampuan insekta dengan cara mengganggu fungsi sensorisnya (Mardihusodo, S.J.,2003). Dengan demikian untuk menghindarkan gigitan nyamuk, repelan dapat digunakan pada kulit dengan cara dioleskan. Bahan tanaman yang bisa dijadikan repelan seperti kulit langsat, lavender, tanaman zodiac, geranium, selasih atau peritrum (kardinan, 2003). Di Malaysia, kulit buah langsat sudah dikeringkan dan dibakar sebagai obat untuk mengusir nyamuk Aedes aegypti (Yaacob dan Bamroongrugsa,1991). Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mirnawaty dkk. (2012), anti nyamuk elektrik dibuat dari ekstrak kulit buah langsat dengan konsentrasi 25% efektif membunuh nyamuk 1.6 Metode Analisis Repelan 1. Metode Uji Cepat untuk Penyaringan dan Evaluasi Repelan 7 Salah satu metode cepat adalah dengan membandingkan repelan kandidat dengan repelan standar. Nyamuk ditempatkan di petri dish yang memiliki dua kertas saring, satu diolesi repelan standar, dan satu lagi dengan kandidat repelan. Reaksi nyamuk diukur dengan menghitung jumlah nyamuk di setiap sisi. Metode ini memungkinkan pengujian cepat dan akurat terhadap kandidat repelan (Barzeev, 1962). 2. Spektrometri Massa DART-MS untuk Identifikasi Senyawa Sintetis dalam Repelan Alami Metode ini menggunakan Direct Analysis in Real Time Mass Spectrometry (DART-MS) untuk mengidentifikasi senyawa sintetis seperti DEET dalam produk repelan alami. Teknik ini dilakukan tanpa persiapan sampel dan bekerja pada suhu kamar, sehingga mempercepat waktu analisis dan memberikan hasil yang akurat (Qi et al., 2013). 3. Metode Uji Biologi untuk Repelan Nyamuk Beberapa uji biologi standar telah dikembangkan, termasuk metode ASTM untuk pengujian laboratorium dan lapangan terhadap formulasi repelan, serta protokol dari WHO dan USEPA. Faktor lingkungan dan biologis, seperti nutrisi larva dan usia nyamuk, sangat memengaruhi hasil uji ini, sehingga penting untuk memperhitungkan variabilitas dalam uji biologi (Barnard, 2005). 4. Spektrofotometri UV untuk Penentuan DEET Metode ini mengukur kandungan DEET dalam produk repelan menggunakan spektrofotometri UV. Beberapa teknik regresi digunakan untuk memastikan akurasi dalam analisis. Metode ini cepat dan sederhana dengan hasil yang cukup akurat untuk penentuan kandungan bahan aktif DEET dalam repelan (Da Silva et al., 2020). 5. Solid-Phase Microextraction (SPME) dengan GC-MS SPME dikombinasikan dengan Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) digunakan untuk mengukur senyawa repelan dalam sampel air. Teknik ini memiliki sensitivitas yang tinggi dan mampu mendeteksi kadar DEET serta senyawa lainnya hingga tingkat nanogram per liter (Rodil & Moeder, 2008). 8 6. Excito-Repellency Test untuk Nyamuk Vektor Malaria Uji ini menggunakan kotak khusus yang dirancang untuk menguji respon eksito-repellency nyamuk terhadap insektisida. Nyamuk yang terpapar insektisida dicatat waktu dan jumlah pelariannya, memberikan data tentang efektivitas repelan untuk nyamuk vektor penyakit (Roberts et al., 1997). 9 DAFTAR PUSTAKA Aidifiet, C Suharto. 2010. Sterilisasi dna Desinnfeksi. In: Bakteriologi Dasar. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Tangerang: Bina Rupa Aksara. Aseptianova, Wijayanti TF, Nurina N. Efektifitas Pemanfaatan Tanaman sebagai Insektisida Elektrik untuk Mengendalikan Nyamuk Penular Penyakit DBD. Bioeksperimen J Penelit Biol. 2017;3(2):10–9. Darmadi. (2008). Infeksi Nosokomial: Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika. Denyer, SP., Stewart GASB. Mechanismof Actions of Disinfectants. International Biodeteriation and Biodegredation, 41, 3-4 (1998): 261-268. Depkes RI. (2009). Media Penelitian Dan Perkembangan Kesehatan Vol. XIX No 2. Jakarta. Fradin, S.M., dan Day, F.D. (2002). Comparative Efficacy of Insect Repellents Against Mosquito Bites. The New England Journal Of Medicine, Chapel Hill Dermatology, Vol.347 : 13-18. Kasumba, J., Hettick, B., French, A., Wickliffe, J., Lichtveld, M., Hawkins, W., Sauers-Muller, A., & Klein, D. (2016). Analysis of Pesticides and Toxic Heavy Metals Contained in Mosquito Coils. Bulletin of Environmental Contamination and Toxicology, 97, 614-618 Lindawaty, VW. 2012. Koefisien Fenol Beberapa Pembersih Lantai terhadap Staphylococcus aureus dan Eschrichia coli. Parahyangan: Universitas Kristen Maranatha. Mandava NB. Handbook of Natural Pesticides: Methods: Volume I: Theory, Practice, and Detection. New York: CRC Press; 2018. Mirnawaty, Supriadi & Budiman. (2012). Uji Efektivitas Ekstrak Kulit Langsat (Lansium domesticum) Sebagai Anti Nyamuk Elektrik Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Palu. Paeporn, P., Sathantriphop, S., Wattanachai, P., Ya-umphan, P., & Suphapathom, K. (2013). Efficiency of Mosquito Coils and Sticks Products. Journal of Health Science, 13, 327-332. 10 Pengzhan., Duixiong., Maogen., Qianqian., & Chenzhong. (2014). Measurement and Analysis on Elemental Composition of Mosquito Coil by Laser-Induced Breakdown Spectroscopy. Laser & Optoelectronics Progress. Rahma, Eka. 2015. Penentuan Koefisien Fenol Pembersih Lantai yang Mengandung Pine Oil 2,5% terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Romauli ATM. 2014. Penentuan Koefisien Fenol Produk Desinfektan yang Dipasarkan di Beberapa Supermarket Kota Medan. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Sakaue, S., Doi, T., & Doi, T. (1985). Determination of allethrin and other pesticides in mosquito coils by the shaking extraction method. Agricultural and biological chemistry, 49, 921-924. Sulistyaningsih. 2010. Uji Kepekaan Beberapa Sediaan Antiseptik terhadap Bakteri Psudomonas aeruginosa dan Peudomonas aeruginosa Multi Resisten (PAMR). Bandung: Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran. Suprianto. Efektifitas Teh Ciplukan (Physaws minima L) terhadap Diabetes Melitus. J STIKES Helv. 2013;VI(12):9–13. Syamsul D, Suprianto. Pemanfaatan Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) sebagai Bahan. Tafti, F., Jajari AA., Kamran. Comparison of Effectiveness of SodiumHypoclorite and Dentamize Tablet for DentureDisinfection.World Journal of Medical Sciences, 3,1(2012): 1014. Thomas ANS. Tanaman Obat Tradisional. Yogyakarta: Kanisius; 1989. Verheij, E. W. M. & Coronel, R. E. (1997). Sumber Daya Nabati Asia Tenggara. Yaacob, O. & N Bamroongrugsa. (1991). Lansium domesticum Corr. The Netherland. Yanti YN, Hepiyansori H. Ekstrak Biji Mahoni (Swietenia Mahogany (L.)Jacq) Untuk Pembuatan Obat Anti Nyamuk Elektrik. J Katalisator [Internet]. 2018 Apr 27;3(1):7. Available from: http://ejournal.kopertis10.or.id/index.php/katalisator/article/view/2305 11

Use Quizgecko on...
Browser
Browser