NILAI MODERASI ISLAM DALAM HADIS DAN RELEVANSI PDF

Summary

This document is a research paper examining the concept of Islamic moderation in Hadith (sayings and traditions of the Prophet Muhammad). It explores how Hadith can be interpreted as promoting moderation within individual life, society, and nation-building, and counter-argument against Hadith promoting intolerance. The paper uses thematic and interpretive analysis.

Full Transcript

NILAI MODERASI ISLAM DALAM HADIS DAN RELEVANSI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT Ikhyak Salafi S. P,d,i Universitas Kiai Abdullah Faqih Email : [email protected]...

NILAI MODERASI ISLAM DALAM HADIS DAN RELEVANSI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT Ikhyak Salafi S. P,d,i Universitas Kiai Abdullah Faqih Email : [email protected] Abstrak Tulisan ini dilatarbelakangi asumsi sebagian kalangan bahwa hadis nabi menjadi salah satu sumber yang membuat seseorang memiliki pandangan tekstual, radikal, intoleran dan anti moderat. Pemahaman yang diusung adalah dengan melihat dimensi tekstual hadis tanpa melihat dimensi lain seperti dimensi kontekstual dan ruang sosial saat hadis tersebut diturunkan.Tulisan ini mengkaji beberapa hadis Nabi saw yang mengandung ajaran moderat yang melahirkan keseimbangan dalam kehidupan manusia, baik keseimbangan dalam hidup rumah tangga, sosial masyarakat maupun dalam hidup berbangsa dan bernegara.Hadis-hadis yang disajikan dipilih berdasarkan makna-makna tekstual atau tersurat pesannya yang dapat menjadi bentuk kontra narasi terhadap terhadap hadis nabi yang cenderung mendukung sikap-sikap intoleransi. Dengan menggunakan metode tematik dan metode analisis interpretatif, hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman moderasi beragama bersumber dari ajaran hadis Nabi Saw., yang bersifat tersurat dan tekstual. Narasi-narasi hadis tersebut tampak bahwa hadis-hadis yang diperlihatkan sangat mendukung terhadap terciptanya iklim moderat, saling tenggang rasa dan saling menghargai yang hal ini sekaligus membantah terhadap hadis-hadis yang dianggap intoleran, radikal dan antimoderat.Tulisan ini merekomendasikan perlunya menyosialisasikan ajaran moderasi, washatiyah dalam hadis Nabi Saw., yang dapat dilakukan antara lain melalui kurikulum Madrasah dan sekolahumum dalam bentuk pembaruan orientasi nilai mata pelajaran hadis-hadis,, dan juga melalui kebijakan-kebijakan deradikalisasi. Kata Kunci: Hadis-hadis moderat, Moderasi Beragama, Relevandi dalam Kehidupan Masyarakat 1. PENDAHULUAN Hadis selama ini dikenal memiliki dua sikap ganda dalam masalah hubungan antar agama. Di satu sisi hadis-hadis banyak berbicara mengenai intoleransi, ektrimisme, dan radikalisme, namun di sisi lain hadis dipahami sebagai sumber yang berbicara mengenai sikap moderasi dan telorensi beragama. Keberadaan hadis yang seolah bak pisau bermata dua ini telah menempatkan hadis sebagai satu sumber yang sarat kepentingan para penggunanya. Data-data memperlihatkan bahwa hadis-hadis mengenai radikalisme, intoleransi tersebar dalam kitab-kitab hadis induk, begitu pula hadis-hadis lainnya yang berbicara toleransi beragama. Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Syuhudi Ismail (Ismail, 1994) yang menyatakan bahwa pemahaman atas sebuah hadis perlu mempertimbangkan konteks mikro dan makro dari kemunculan hadis tersebut sehingga sengan memahami kedua aspek tersebut maka hadis dapat diletakkan sesuai zamannya dan kemudian dikontekstualisasikan sesuai dengan semangat zaman pada saat ini. Sejauh ini kajian mengenai intoleransi agama, terutama Islam, cenderung berbicara tiga hal, pertama, narasi penggunaan dan justifikasi intoleransi dalam al-Qur’an dan Hadis 1 Kedua, 1 Arifin, A. (2020). Penerapan Metode Ali Mustafa Yaqub dalam Memahami Hadis Intoleransiantar Umat Beragama kajian intoleransi dan radikalisme dalam muatan kurikulum Pendidikan agama Islam2 Ketiga, intoleransi agama dalam bingkai media (Sanusi & Muhaemin, 2019;Sulastiana, 2017). Kajian yang melihat hadis sebagai salah satu penyebab sikap-sikap intoleransi yang berkembang di masyarakat merupakan satu kajian yang masih luput dari perhatian para peneliti. Pada titik ini kemudian tulisan ini menemukan relevansinya. Tulisan ini bertujuan untuk melengkapi kekurangan studi yang telah diperlihatkan. Sejalan dengan itu penelitian ini mendeskripsikan ungkapan-ungkapan dalam hadis Nabi Muhammad Saw yang menegaskan prinsip-prinsip moderasi dalam kehidupan bermasyarakat baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun yang berhubungan dengan orang lain. Secara kritis, tulisan ini juga dimaksudkan untuk membantah pemahaman yang menganggap hadis-hadis Nabi Saw., memberikan legitimasi atas tindak kekerasan yang dilakukan oleh oknum tertentu sebagian umat Islam. Bahasan ini menjadi fokus kajian utama dalam artikel ini. Artikel ini berangkat dari argumen bahwa selama ini hadis dipahami sebagai salah satu sumber yang berkontribusi bagi merebaknya kekerasan dan menjadi alasan-alasan dalam melakukan kekerasan atas nama agama. Hadis yang mereka gunakan dipahami secara tekstual tanpa melihat bagaimana konteks hadirnya sebuah hadis di masyarakat. Sayangnya, kehadiran hadis yang dipahami seperti ini tidak diimbangi dengan narasi-narasi hadis yang Islam sebagai agama sehingga kesanbahwa Islam sebagai sarang intoleransi yang salah satunya ditopang oleh pemahaman tekstualitas hadis-hadis yang bernada intoleransi tidak dapat dihapus. Kontra narasi atas penggunaan hadis yang intoleran melalui hadis-hadis yang cenderung toleran dan moderat inilah yang diusung oleh artikel ini. 2. PEMBAHASAN Hadis-hadis Moderat Hadis merupakan salah satu sumber hukum ajaran Islam, dimana masalah moderasi beragama juga termasuk di dalamnya. 3 Dalam pemaknaan, hadis-hadis moderat diperluas menjadi lima term atau istilah, yaitu; moderat dalam keseimbangan fenomena alam, kesimbangan pola hidup, keseimbangan dalam bersikap, bermoral, berbangsa dan bernegara. Selain itu, hadis-hadis moderat menegaskan pentingnya persaudaraan yang dimulai dari lingkungan keluarga hingga lingkungan yang lebih luas, di mana menyeimbangkan pemikiran rasional dengan berdasar pada dalil-dalil atau hadis-hadis mengenai moderasi beragama4. Di sisi lain, dalam suatu negara terdapat perbedaan antara komunitas muslim dengan pemerintah. Pemerintah mempunyai peran dalam menujukkan keterlibatan dalam moderasi beragama, memberikan ijtihad (interpretasi) hukum ajaran islam, di mana hal tersebut memungkinkan marginalisasi ulama dari peran publik5. Kemudian interpretasi mengenai moderasi beragama yang ada berjalan berdampingan dengan pemformatan secara menyeluruh mengenai rujukan sumber hukum ajaran Islam6. Terdapat lima literatur kitab yang menyebutkan hadis-hadis moderat, yaitu; kitab yang 2 Yumnah, S. (2020). Construction of Islamic Boarding Shcool in Developing Moderate Islam. Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam 3 Mujibatun, S. (2017). Paradigma Ulama dalam Penentuan Kualitas Hadis dan Implikasinya dalam Kehidupan Umat Islam. Jurnal Ushuluddin: Media Dialog Pemikiran Islam. 4 Farida, U. (2020). Kontribusi dan Peran KH. Hasyim Asy’ari dalam Membingkai ModerasiBeragama Berlandaskan al Quran dan Hadis di Indonesia. FIKRAH, 8(2), 311 5 Freer, C. (2015). The rise of pragmatic Islamism in Kuwait’s post-Arab Spring opposition movement. Rethinking Political Islam 6 Elbasani, A. (2015). Islam and Democracy at the Fringes of Europe: The Role of Useful Historical Legacies. Politics and Religion. ditulis Bukhari, Ahmad, Baihaqi, Al-Hakim, Muslim, Nasai dan Ibnu Majah7. Sejalan dengan itu, pemaknaan terhadap hadis-hadis moderat yang ada tidak selalu di pandang sebagai jalan keluar untuk terciptanya kesejahteraan dan toleransi. Seperti halnya Asosiasi 7 Nurdin, F. (2021). Moderasi Beragama menurut Al-Qur’an dan Hadist. Jurnal Ilmiah Al- Mu’ashirah: Media Kajian Al-Qur’an …, 18(1), 59 Sehingga penerapan dari pemahaman tersebut tidak berdasar pada apa yang dikontribusikan hadis-hadis moderat, khususnya tanpa kekerasan dan progresif. Namun demikian, pemahaman mengenai moderasi agama juga mewujud pada kesejahteraan dan tolerasi, seperti potret umat muslim dan katolik yang mempunyai relasi harmonis dengan kesediaan bekerjasama, serta melibatkan tokoh-tokoh agama8. Dengan demikian, penafsiran dan pemahaman mengenai hadis-hadis moderat menentukan bagaimana pandangan dan relasi yang berlangsungantar masyarakat. Moderasi Beragama Moderasi beragama didefinisikan oleh Akhmadi9sebagai sebuah pandangan yang memiliki keseimbangan dan pengakuan terhadap pihak lain, serta tidak memaksakan kehendak dengan kekerasan. Dalam hal ini moderasi beragama dapat dilihat melalui wujud dan sikap suatu kelompok dalam relasinya terhadap sesama10. Seperti halnya moderasi beragama dalam konsep Islam ditunjukkan melalui sikap tawazun (berkesinambungan), I’tidal (lurus dan tegas), tasamuh (toleransi), musawah (egaliter), syura (musyawarah), ishlah (reformasi), aulaiwiyah (mendahulukan yang prioritas), dan tathawur wa ibtikar (dinamis dan inovatif) 11. Pada saat yang sama Sihombing melihat moderasi beragama mampu menciptakan inklusivisme secara positif serta menghormati kebenaran dan kebaikan dari agama-agama yang ada. Sejalan dengan itu moderasi beragama dapat diciptakan dengan bingkai toleransi antar umat beragama12. Konsep moderasi beragama yang diwujudkan dalam sikap serta dalam bingkai toleransi ini tidak hanya diperlukan dalam real life namun juga sangat diperlukan untuk diinternalisasikan pada ranah digital. Perlunya moderasi beragama dalam ranah digital ini dilatarbelakangi oleh kerapnya ranah digital dimanfaatkan untuk menyuburkan konflik yang terkait dengan isu agama yang pada akhirnya menguatnya individualism dan perubahan dari pluralism ke tribalisme13. Dalam tradisi Muslim, moderasi menjadi perhatian para filsuf dan ahli Sufi; Ibn Miskawayh dan Al-Gazali. Keduanya menekankan pada keadaan jiwa yang moderat akan menghasilkan keadilan. Keadilan yang tercipta berdasar pada karakteristik moderasi beragama14, yaitu; Pertama, ideologi non-kekerasan dalam berdakwa. Kedua, mengadopsi dan mencakup pola kehidupan modern beserta derivasinya, seperti sains, teknologi, demokrasi, dan hak asasi manusia. Ketiga, menggunakan pemikiran rasional dalam mendekati dan memahami ajaran agama. Keempat, melihat dari pendekatan kontekstual dalam memahami sumber-sumber ajaran agama. Kelima, penggunaan ijtihad dalam menetapkan hukum islam. pada karakteristik yang telah disebutkan, moderasi beragama pada dasarnya merupakan keadaan yang bergerak, dinamis dalam suatu masyarakat. Dalam hal ini, karakteristik yang disebutkan berkaitan dengan nilai-nilai dalam kehidupan, sehingga menggukur moderasi beragama digambarkan berdasarkan kontestasi dan pergumulan nilai yang ada.15 8 Miftah Arifin, & Zainal Abidin. (2017). Harmoni Dalam Perbedaan: Potret Relasi Muslim Dan Kristen Pada Masyarakat Pedesaan. Fenomena, 16(1), 17 9 Akhmadi, A. (2019). Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia Religious Moderation in Indonesia ’ S Diversity. Jurnal Diklat Keagamaan. 10 Bachrong, F., & Ansar, F. A. (2021). RELIGIOUS MODERATION IN KARAPASAN THE LOCAL CULTURE OF TANA TORAJA COMMUNITY IN SOUTH SULAWESI. Al- Qalam. https://doi.org/10.31969/alq.v27i1.973 11 Fahri, M., & Zainuri, A. (2019). Moderasi Beragama di Indonesia. Intizar. 12 ABROR, M. (2020). MODERASI BERAGAMA DALAM BINGKAI TOLERANSI. 13 RUSYDIAH: Jurnal Pemikiran Islam Hefni, W. (2020). Moderasi Beragama dalam Ruang Digital: Studi Pengarusutamaan ModerasiBeragama di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri. Jurnal Bimas Islam. 14 Hilmy, M. (2012). QUO-VADIS ISLAM MODERAT INDONESIA? Menimbang Kembali Modernisme Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. MIQOT: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman. 15 Hosaini, H., & Samsudi, W. (2020). Menakar Moderatisme antar Umat Beragama di Desa Wisata Kebangsaan. Edukais : Jurnal Pemikiran Keislaman Multikulturalisme Multikulturalisme didefinisikan sebagai banyak budaya, yang artinya memiliki makna pengakuan atas martabat manusia yang hidup dan memiliki kehidupan yang unik antar satu komunitas dengan komunitas lainnya. Isu kulturalisme di Indonesia muncul pada tahun 2002 sebagai alternative yang kuat untuk menjadi perekat baru dalam kesatuan bangsa, di mana dalam konteks Indonesia isu ini sebagai akibat dari kesadaran bahwa kesatuan bangsa dan integrasi nasional yang selama ini dipelihara kurang relevan dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah16. Mansouri & Modood menunjukkan terdapat lima kunci konsep multikulturalisme. Pertama, difference (perbedaan) yang memiliki dua aspek, yaitu aspek perbedaan yang dipaksakan dari luar (rasisme) seperti tindakan Islamophobia17, dan aspek kedua adalah perbedaan yang dirasakan dari dalam (mengenai identitas kelompok), sebagaimana Cho & Wang yang menekankan identitas bersifat cair dan dapat berubah sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Kedua, konsep kesetaraan (equality) di mana konsep ini mengaskan untuk tidak memperlakukan semua orang dengan standar yang seragam. Sebaliknya, konsep kesetaraan ini menekankan untuk mengakui bahwa kelompok dapat memiliki kebutuhan yang berbeda18 Ketiga, konsep etno-religius di mana konsep ini secara khusus dikembangkan di Eropa Barat. Keempat, Identitas nasional, sebagaimana yang dibicarakan oleh Will Kymlicka tahun 1996, dan Pareh di mana multicultural erat kaitannya dengan bingkai identitas nasional.19 Kelima adalah dialog antar budaya yang menjadi kunci multiculturalism, dialog antar budaya ini dilakukan dengan mengandung unsur politik. 20 Dalam konteks Indonesia yang memiliki keragaman suku, budaya, bahasa, dan ras, ideology negara merupakan faktor pemersatu seluruh masyarakat yang didadasarkan pasa prinsip-prinsip multikulturalisme, demokrasi, dan humanisme21. Hal ini sejalan dengan konteks kebudayaan di mana multikulturalisme didefinisikan sebagai ideology yang dapat menjadi alat atau wahana untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya22. Multikulturalisme sudah mulai diinternalisasikan kepada anak-anak sejak usia dini. Hal ini terlihat pada sistem pendidikan yang menerapkan toleransi untuk menghindari adanya konflik dan sikap radikalisme yang diakibatkan dari sikap intoleransi. Pada saat yang sama, dalam konteks Barat pada faktanya multikulturalisme sering dijadikan bahan politik yang erat kaitannya dengan imigrasi. Pada konteks Barat, kebijakan negara mengenai multikulturalisme dianggap sebagai bagian dari pemerintahan neoliberal dalam mengelola dan memuat tuntutan anti-rasis23. Namun pada faktanya kebijakan ini jauh dari kata multikulturalisme, justru semakin memberdayakan rasisme yang ada. Dengan kata lain konsep multikulturalisme digunakan untuk mendapatkan legitimasi dalam menghadapi reformasi neoliberal yang memberikan kekuatan besar kepada modal yang beroperasi secara global. 16 Syaifuddin, A. F. (2006). MEMBUMIKAN MULTIKULTURALISME DI INDONESIA. JurnalAntropologi Sosial Budaya ETNOVIS. 17 Modood, T. (2021). The multiculturalist challenge: a rejoinder. Patterns of Prejudice. 18 Grillo, R. (2008). Multiculturalism: A civic idea. Journal of Ethnic and Migration Studies. 19 Modood, T. (2021). The multiculturalist challenge: a rejoinder. Patterns of Prejudice. 20 Avila Hernández, F., & Martínez de Correa, L. (2009). Reconocimiento e identidad: diálogo intercultural. Utopía y Praxis Latinoamericana 21 Holovatyi, M. (2014). Multiculturalism as a means of nations and countries interethnic unity achieving. Economic Annals-XXI. 22 Parsudi Suparlan. (2002). MENUJU MASYARAKAT INDONESIA YANG MULTIKULTURAL. Jurnal Antropologi Indonesia. 23 Sharma, N. (2018). Multiculturalism. In The Oxford Handbook of Global Studies. 3. NILAI MODERASI ISLAMA DALAM HADIS DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT Berbagai ungkapan dalam hadis Nabi saw., telah menunjukkan sikap moderasi. Hal serupa juga ditemukan pada konstruksi yang mengaturtatanansosial di mana kebersamaan diwujudkan untuk menghindari tindakan yang dianggap sebagai bentukkekerasan. Pada saat yang sama terkadang ditemukan kasus-kasus tertentu yang berorientasi pada solusi,selain mengatasi terjadinya kekerasan juga untuk mewujudkan keseimbangan pemahaman agama untuk merawat harmoni dalam kehidupan bermasyarakat. Ungkapan dalam Hadis terdiri dari beberapa unsur. Salah satu unsur yang penting dalam rangka membangun sikap moderasi pemahaman keagamaan keseimbangan dalam hidup, 1. MODERASI HADIS DALAM KELUARGA dalam keluarga maupun dalam kehidupan bermasyarakat sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 1. Moderasi sebagai “keseimbangan dalam hidup beragama” Sumber Artinya Isi/pesan Hadis Shahih Muslim “Kamulah yang lebih tahu dan Menghargai profesionalitas No.4358 pada bab lebih paham hal-hal yang dan memberi peluang Keutumaan. “Antum ‘Alamu terkait dengan urusan kebebasan berkreasi sesuai Biamri Dunnyakum” duniamu” bidang ilmu dan keahliannya Hadis Shahih Riwayat al- Setiap orang adalah pemimpin Kewajiban seseorang itu Bukhari : 4789 “Kullukum dan akan dimintai pertanggung adalah Raa’in waKullukum jawabannya mempertanggungjawabkan Masulum ‘Anraiyyahtihi” segala urusan atau pekerjaan yang dilakukan Hadis riwayat Imam al- Allah tidak mencintai kepada Seseorang itu adalah bahagian Bukhari dan Imam Muslim seseorang jika orang itu tidak dari orang lain. Dan tidak Kitab Arbain karya Imam mencintai terhadap sesamanya sempurna orang itu jika dia Nawai no.13 “Innallaha manusia tidak merasa bahwa dirinya Layuhibbu Hatta Yuhibbu adalah bahagian dari orang Liakhihi ma Yuhibbu yang lain Linafsihi” Tabel 1 menunjukkan hadis-hadis yang menekankan keseimbangan pemahaman keagamaan Hadis sebagai sumber hukum yang ke dua dalam Islam yang berfungsi sebagai penjelas terhadap al-Qur’an mengandung ajaran kebaikan dan keseimbangan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sikap moderasi sebagai keseimbangan dalam pemahaman agama adalah sesuatu yang sangat penting. Tabel 1 memperlihatkan pertama, Nabi Saw., pada ungkapan hadisnya sangat menghargai profesionalitas orang lain. Nabi Muhammad Saw., tidak memaksakan kehendaknya untuk ditiru yang lain tetapi justru beliau memberi kesempatan dan kebebasan untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat. Hadis Nabi ini juga dapat dipahami secara kontekstual bahwa perkembangan peradaban bagaimanapun dihadapi kita harus berijtihad dan berkreasi sesuai dengan tuntunan zaman dimana kita berada. Yang dimaksud pemahaman kontekstual hadis ialah pemaknaan dengan melihat keterkaitan antara zaman dan situasi ketika hadis ini terjadi dengan melihat keterkaitannya dengan masa sekarang. (Tasbih, al-Ulum Volume 16 Juni 2016: 8.Terdapat tiga arti kontekstual. Pertama; kontekstual diartikan sebagai upaya pemaknaan menanggapi masalah kini dan umumnya mendesak, sehingga arti kontekstual sama dengan situasional, kedua; pemaknaan kontekstual disamakan dengan keterkaitan masa lampau,kini, dan mendatang, makna fungsional sekarang, dan memprediksikan atau mengantisipasi makna dikemudian hari; ketiga, pemaknaan kontekstual berarti mendudukkan keterkaitan antara yang sentaral (al-Qur’an) dan yang perifer atau terapan (Noeng Muhajir: 1998: 178). Segala yang terkait dengan kebutuhan seiring dengan perkembangan peradaban manusia harus kita mampu menyesuaikannya walaupun hal itu tidak pernah terjadi pada masa Nabi. Karena Nabi Saw., telah menyatakan “kamulah yang mengetahui segala urusan duniamu”. Pada tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa hadis-hadis Nabi saw mengandung ajaran yang sangat moderat karena memberi kesempatan kepada orang lain berinovasi dan berkreasi dalam melakukan aktivitas sesuai dengan keahlian dan profesi masing-masing. Nabi Muhammad Saw tidak sama sekali menekankan mengikuti kemauannya sebagai Nabi. Tapi justru memberikan kesempatan kepada orang lain untuk melakukan kegiatan sesuai kemampuan dan keahliannya. Ungkapan hadis Nabi Saw., dalam tabel 1 juga menunjukkan bahwa, kedua, dalam bersikap moderat seseorang melakukan segala aktivitasnya dibarengi dengan tanggung jawab yang sempurna. Dalam arti bahwa kebebasan beraktivitas sebagai bagian dari muslim moderat harus memiliki tanggung jawab yang utuh. Hal ini menunjukkan kebebasan beraktivitas yang bertanggungjawab. Yang ketiga, pada dasarnya hadis ini menunjukkan bahwa seseorang sama dengan yang lainnya. Hadis di atas menunjukkan betapa mulianya manusia itu karena dirinya adalah bahagian dari orang yang lain. Redaksi hadis di atas mengandung arti sebaliknya bahwa seseorang itu tidak dibenarkan saling benci, bermusuhan terhadap sesamanya karena hakikatnya, seperti yang ditunjukkan hadis, orang lain ituu bahagian dari dirinya. Hal ini menunjukkan bahwa realitas dalam kehidupan akan berbeda-beda baik dari segi etnis, suku, ras, berbangsa-bangsa adalah sesuatu wajar dan manusiawi karena realitas keragaman itu adalah bahagian dari diri kita. Begitu indahnya ungkapan hadis Nabi tersebut di atas bahwa kamu adalah bahagian dari orang lain, dan orang lain selain diri kamu adalah bahagain dari dirimu. Sehingga nilai-nilai hadis ini akan mengantar kepada kehidupan yang harmonis ditengah-tengah keragaman tersebut. 2. Moderasi Hadis sebagai jalan tengah (Islam wasatiah atau Islam Moderat ) Sikap moderat menjadi satu kunci dalam membangun sikap yang terbuka terhadap yang lain. Pemahaman mengenai moderat dalam ajaran hadis dapat dilihat beberapa ungkapan hadis pada tabel berikut: Sumber Arti Isi/pesan S.Bukhari no.3091...“Kami jadikan kamu umat pertengahan Ummat Pertengahan/Islam agar menjadi saksi terhadap mereka”... Washatiyah Shahih Bukhari No....“Demikian itu kami jadikan umat Ummat Peretengahan/ Islam 4127 pertengahan diantara mereka dan kami Washatiyah jadikan Rasul terhadap kamu sebagai saksi...” Shahih Bukhari “ Kami jadikan kamu ummat “Ummatan No.6803 pertengahan” Washatan/Washatiyah” “Sunan at- “...Yang demkian itu kami jadikan kamu “Umamat Pertengahan/Islam Tirmidziy No. 2886 umat pertengahan”... Washatiyah Sunnan at- “Kami jadikan kamu ummat “Ummat Pertengahan”/Islam Tirmidziy no.2887 pertengahan” Washatiyah Sunan at-Tirmidzi “Kami Jadikan kamu ummat “Umat Pertengahan”/Islam no. 4274 pertengahan” Washatiyah Sunan Ahmaad...“Kami jadikan kamu ummat “Ummatan Wasatan/Ummat No.10841 Pertengahan”... Pertengahan “/Islam Washatiyah Sunan Ahmad “ Kami jadikan kamu ummat “Ummat Pertengahan”/Islam 10646 Pertengahan” Washatiyah Sunan Ahmad “Kami jadikan kamu ummat “ Ummat Pertengahan”/Islam 11132 pertengahan” Washatiyah Sunan Ibn Majah “Kami jadikan kamu ummat Pertenghan” “ Islam Washatiyah” no.4274 Keseluruhan hadis pada tabel 2 di atas memperlihatkan sikap tengah-tengah dalam berbagai urusan. Redaksi hadis yang memperlihatkan bahwa “ummatan wasatan” adalah yang selalu berada pada posisi yang tengah” memberikan satu pesan bahwa sikap moderat salah satunya adalah ditunjukkan dengan bersikap tengah-tengah dalam berbagai permasalahan yang dihadapi. Konteks hadis ini berbicara mengenai sikap tengahyang menjadi senjata dalam membangun sikap moderasi dalam beragama. Kehidupan manusia membutuhkan dua dimensi yaitu dimensi kebutuhan yang bersifat materi dan nonmateri. Hadis ini memberikan petunjuk bahwa umat manusia tidak cukup hanya mementingkan kehidupan bersifat materi saja kemudian melupakan kehidupan ukhrawinya, begitu juga sebaliknya. Oleh karenanya hadis ini mengajarkan bahwa orang yang baik adalah yang berada pada posisi tengah,artinya dia mementingkan kedua-duanya harus seimbang kedua-duanya. Tidak sempurna kehidupan seseorang jika hanya mementingkan salah satu dari keduanya. Sehingga akhirnya menjadi orang yang materialistik individualistik yang menyebabkan mengabaikan kebersamaan,kegotongroyongan dalam hidup bermasyarakat. Juga sebaliknya jika mengabaikan urusan dunia dengan alasan dunia tidak bernilai sama sekali, bahkan kehidupan hanya sandiwara akan menjadi orang tertinggal terhadap perkembangan peradaban dunia. Oleh karenanya dalamtabel di atasNabi Saw menunjukkanbahwa yang terbaik adalah menyeimbangkan keduanya (Washatiyah). Washatiyah sebagaimana diperlihatkan dalam hadis adalah orang selalu menyeimbangkan segala urusannya. Misalnya, menyeimbangkan urusan pribadi dengan kepentingan umum, juga mengutamakan kepentingan umum dengan tidak melupakan kepentingan pribadi dan keluarga. Bahkan mengabaikan kewajibannya terhadap keluarga dan anak karena alasan ibadah sangat dilarang oleh Rasulullah Muhammad Saw., karena memperhatikan kebutuhan keluarga termasuk kewajiban bahkan termasuk ibadah, lebih-lebih memperhatikan kepentingan umum. Orang yang terbaik adalah orang banyak memberi manfaat kepada orang lain dan alam lingkungannya. Oleh karena itu Islam Washatiyah adalah Islam yang sangat ideal karena akan memberi kontribusi terhadap dirinya, keluarganya, dan juga memberi kemanfaatan terhadap masyarakat berbangsa dan bernegara. Hadis tabel ini juga menekankan pada keutamaan orang yang berada pada posisi tengah, artinya keseimbangan dalam hidupnya. Karena kehidupan ini adalah keseimbangan. Orang yang bermasalah dalam hidupnya karena keseimbangannya yang terganggu karena dia tidak mampu membangun keseimbangan tersebut dalam kehidupannya. Baik secara pribadi maupun dalam hidup bermasyarakat berbangsa, dan bernegara.Ungkapan hadis-hadis Nabi Saw. tersebut pada tabel di atas baik terkait dengan interaksi terhadap sesama juga berada pada posisi washatiyah. Menghormati yang lebih tua dan menghargai yang lebih muda adalah isyarat washatiyahyang ditunjukkan dalam hadis yang terdapat pada tabel di atas. Tidak cukup hanya kepada salah satunya. Begitupun juga ungkapan Nabi Muhammad SAW. Harus seimbang memberi penghormatan kepada seluruh makhluk yang ada di bumi dan di langit. Ungkapan hadis nabi saw ini sangat sederhana tapi sarat dengan makna ajaran untuk menjadi muslim Washatiyah. 3. Moderasi sebagai counter terhadap pemahaman ekstrem Hadis-hadis moderasi yang diperlihatkan dalam tabel 1 dan 2 diperkuat dengan teks-tekshadis yang menolak pesan-pesanin toleransi dalam beragama. Di tabel 3 berikut dapat dilihat beberapa ungkapan hadis yang menunjukkan penolakan atas pemahaman intoleran dan ekstrim. Tabel 3. Hadis-hadis yang menolak pemahaman ekstrem Sumber Arti Isi/pesan Hadis riwayat Bukhari Orang Islam bersaudara Muslim yang satu dengan no.2442 Fathul Bari“... Al- dengan yang lainnya tidak yang lainnya tidak boleh Muslimu akhul Muslimu dibenarkan saling saling bermusuhan, layudzilmuhu...” merugikan terhadap menganiaya, menghardik sesamanya antara satu dengan yang lainnya “al-Muslimu Kanbuyani al- Muslim yang satu dengan Muslim dengan yang wahid Yasyudduh ba’dahu lainnya bagaikan bangunan lainnya harus membangun ala Ba’dhin”... satu yang saling kebersamaan yang kokoh menguatkan antara satu sehingga melahirkan dengan yang lainnya hubungan yang harmonis dalam bermasyarakat. Hadis Abu Dawud dan Abu Rasulullah Saw., bersabda: Perdamaian, saling Ummmah al-Bahuli r.a. “saya dapat menjamin suatu menghargai dan rumah di taman Surga untuk menghormati antara orang meninggalkan sesama umat, dan perdebatan, meskipun dia menjunjung tinggi nilai-nilai benar. Dan menjamin suatu toleransi antara sesama umat rumah di pertengahan surga beragama bagi orang tidak berdusta meskipun bergurau. Dan menjamin suatu rumah dibahagian tertinggi dari surga bagi orang yang baik budi pekertinya”. Ibn Majah meriwayatkan Rasulullah saw., pernah Allah memandanghati dan hadis dari Ahmad Ibn bersabda: Sesungguhnya perbuatan. Sinan,dari Kasir Ibn Allah tidak memandang Hisyam dengan sanad yang kepada rupa kalian dan harta sama kalian, tetapi Allah memandang kepada hati dan amal perbuatan kalian. Data pada hadis dalam table ini menolak pemahaman ekstrem yang menganggap dirinya atau kelompoknyalah yang paling benar. Terkadang ditemukan ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat seseorang yang susah membanguan kebersamaan dengan sesamanya, hal ini disebabkan pemahaman keagamaan yang bersifat ekslusif yang tidak menerima kehadiran yang lain. Yang dimaksud dengan ekslusivisme ke dalam adalah pandangan, persepsi dan sikap yang terdapat di dalam islam,yang mengakui bahwa hanya aliran eksklusivisme-lah yang benar, dan yang lain salah (Ahmad Fuadi, Wahana Inovasi Volume 7 No.2 : 2018: 51. Secara umum eksklusif adalah sikap yang memandang bahwa keyakinan, pandangan pikiran dan diri Islam sendirilah yang paling benar, sementara keyakinan, pandangan, pikiran dan prinsip yang dianut agama lain salah, sesat dan harus dijauhi. Pemikiran Islam eksklusif adalah hasil dari retorika manusia yang mengklaim bahwa bahwa keyakinan yang ia miliki adalah satu-satunya yang paling benar dan selain dari apa yang ia yakini adalah sesat. Pemahaman terakhirseperti ini yang diangap eksterim yang bertolak belakang dengan maksud ungkapan pertamahadis tersebut pada tabel 3. Isi keseluruhan hadis pada tabel 3 menunjukkan bahwa seseorang dengan yang lain adalah bersaudara, walaupun berbeda etnis, ras,suku, agama, tapi dari sisi kemanusiaannya adalah sama di sisi TuhanNya.Kenyataan seperti ini juga ditemukan di masyarakat walaupun berbeda dengan yang lain tetap menunjukkan kebersamaannya dalam bermasyarakat. Muslim yang seperti ini adalah muslim bersifat inklusif( Ahmad Fuadi, 2018: 54)mengemukakan ciri-ciri islam inklusif antara lain (a) mengakui kebenaran semua agama (b) menghornati kebebasan dalam keyakinan (c)menghormati antar sesama (menghormati adat atau kebiasaan masyarakat(e) berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah (f) terbuka terhadap pendapat atau kritikan dari agama lain.Metode berfikir Islam inklusif ini menggunakan cara dikotomis inklusif. Orang-orang yang menganut pemikiran Islam inklusif ini dikatakan dikotomis karena mereka masih memetakan agama menjadi dua, Islam dan non Islam. Kedua pemikiran tersebut di atas masih potensial untk menimbulkan perpecahan karena masih ada klaim benar, dan yang paling benar. Pada bagian tabel 3 bagian bawah, ditunjukkan hadis-hadis yang menunjukkan bahwa manusia itu sama di hadapan TuhanNya. Berdasarkan hadis ini, klaim dirinya yang lebih benar, lebih hebat, dibanding dengan yang lainnya menjadi klaim yang tidak dapat diterima. Oleh karena itu ungkapan Nabi dalam hadis di atas sangat bertentangan dangan paham-paham yang ekstrim yang selalu menyalahkan orang lain karena berbeda aliran, paham, dan berbeda latar belakang kepribadiannya. Menurut Dr.Alex P. Schmid (2014), kelompok ekstrimis merupakan kelompok yang menganut paham kekerasan ekstrim atau ektrisme dibandingkan radikal, ekstrimis cenderung berpikiran tertutup, tidak bertoleransi, anti demokrasi dan bisa menghalalkan segala cara,termasuk penipuan,untuk mencapai tujuan mereka. Kelompok ekstrimis juga berpikiran tertutup. Sebagaian orang menyamakan antara toleransi dan pluralisme. Namun, sebetulnya dua istilah ini memiliki sedikit perbedaan. Toleransi lebih merujuk pada sikap pasif untuk sekedar tidak mengganggu dan membicarakan keyakian orang lain yang berbeda.(Tillman,2004:95) pada intinya toleransi berarti sifat dan sikap menghargai. Sementara seorang Pluralisme lebih berkarakter aktif dimana diri kita didalam keragaman. Dalam Islam begitu banyak ajaran hadis-hadis Nabi saw., yang menganjurkan tentang harmonisasi sebagai upaya mencari keselarasan sesama umat manusia dalam hal ini adalah masyarakat, antara lain sikap saling tolong menolong, saling memberikan kasih sayang dan saling berdamai dan toleransi. Memperhatikan fenomena realitas di masyarakat saat ini, nilai anti kekerasan dalam hadis Nabi saw sangat diperlukan untuk disosialisasikan kepada masyarakat bahwa ajaran Hadis Nabi Muhammad Saw., sangat bertentangan dan menolak paham intoleran yang ekstrim dan radikal. Mensosialisasikan ajaran moderasi, washatiyah dalam hadis Nabi Saw dapat dilakukan antara lain melalui kurikulum Madrasah dalam bentuk pembaruan orientasi nilai mata pelajaran hadis- hadis, atau melalui kebijakan-kebijakan deradikalisasi. Hadis-hadis yang diperlihatkan dapat diproduksi dan reproduksi secara terus menerus agar nilai-nilai anti kekerasan dapat menjadi pengetahuan umum dan membangun komitmen bersama dalam masyarakat untuk mewujudkan paham moderasi untuk memelihara harmonisasi. 4. KESIMPULAN Anggapan selama ini bahwa hadis Nabi Muhammad Saw., berkontribusi terhadap lahirnya radikalisme itu tidak dapat dibenarkan. Radikalisme, sebagaimana ditunjukkan oleh penelitian ini, tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor tertentu saja tetapi disebabkan oleh faktor yang kompleks. Radikalisme bukan hanya ditentukan oleh faktor ajaran hadis Nabi Saw., kultural, dan budaya masyarakat, tetapi oleh faktor pendekatan pemahaman terhadap hadis Nabi Saw., dan juga faktor struktural yang mengakar pada ketimpangan dan kemiskinan yang menyejarah dalam kehidupan suatu masyarakat. Artikel ini “berkontribusi” pada lahirnya pemahaman bahwa hadis-hadis Nabi Muhammad Saw., menolak kekerasan, paham intoleran, dan radikalisme. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilanjutkan dengan misalnya reformulasi pendekatan-pendekatan baru (atau konsep baru, atau metode baru) dalam pendekatan pemahaman hadis Nabi Saw., secara utuh dan komprehensif. Hadis sebagaisatusumber yang dipegangiumat Islam selalu memerlukan satu cara pemahaman baru yang kontekstual di setiapzamannya. Pendekatan yang telah bangun dalam tulisan ini berhasil melihat sudut pandang moderasi Islam dari sudut pandang pemahaman tersurat dalam hadis-hadisnabi Saw. DAFTAR PUSTAKA Arifin, A. (2020). Penerapan Metode Ali Mustafa Yaqub dalam Memahami Hadis Intoleransiantar Umat Beragama. Yumnah, S. (2020). Construction of Islamic Boarding Shcool in Developing Moderate Islam. Nazhruna: Jurnal Pendidikan Islam Mujibatun, S. (2017). Paradigma Ulama dalam Penentuan Kualitas Hadis dan Implikasinyadalam Kehidupan Umat Islam. Jurnal Ushuluddin: Media Dialog Pemikiran Islam. Farida, U. (2020). Kontribusi dan Peran KH. Hasyim Asy’ari dalam Membingkai Moderasi Beragama Berlandaskan al Quran dan Hadis di Indonesia. FIKRAH, 8(2), 311 Freer, C. (2015). The rise of pragmatic Islamism in Kuwait’s post-Arab Spring opposition movement. Rethinking Political Islam Elbasani, A. (2015). Islam and Democracy at the Fringes of Europe: The Role of Useful Historical Legacies. Politics and Religion. Nurdin, F. (2021). Moderasi Beragama menurut Al-Qur’an dan Hadist. Jurnal Ilmiah Al-Mu’ashirah: Media Kajian Al-Qur’an …, 18(1), Miftah Arifin, & Zainal Abidin. (2017). Harmoni Dalam Perbedaan: Potret Relasi Muslim DanKristen Pada Masyarakat Pedesaan. Fenomena, 16(1), Akhmadi, A. (2019). Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia Religious Moderation inIndonesia ’ S Diversity. Jurnal Diklat Keagamaan. Bachrong, F., & Ansar, F. A. (2021). RELIGIOUS MODERATION IN KARAPASAN THE LOCAL CULTURE OF TANA TORAJA COMMUNITY IN SOUTH SULAWESI. Al- Qalam.973 Fahri, M., & Zainuri, A. (2019). Moderasi Beragama di Indonesia. Intizar. ABROR, M. (2020). MODERASI BERAGAMA DALAM BINGKAI TOLERANSI. RUSYDIAH: Jurnal Pemikiran Islam Hefni, W. (2020). Moderasi Beragama dalam Ruang Digital: Studi Pengarusutamaan ModerasiBeragama di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri. Jurnal Bimas Islam. Hilmy, M. (2012). QUO-VADIS ISLAM MODERAT INDONESIA? Menimbang Kembali Modernisme Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. MIQOT: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman. Hosaini, H., & Samsudi, W. (2020). Menakar Moderatisme antar Umat Beragama di Desa Wisata Kebangsaan. Edukais : Jurnal Pemikiran Keislaman Syaifuddin, A. F. (2006). MEMBUMIKAN MULTIKULTURALISME DI INDONESIA. JurnalAntropologi Sosial Budaya ETNOVIS. Grillo, R. (2008). Multiculturalism: A civic idea. Journal of Ethnic and Migration Studies. Modood, T. (2021). The multiculturalist challenge: a rejoinder. Patterns of Prejudice. Avila Hernández, F., & Martínez de Correa, L. (2009). Reconocimiento e identidad: diálogo intercultural. Utopía y Praxis Latinoamericana Holovatyi, M. (2014). Multiculturalism as a means of nations and countries interethnic unityachieving. Economic Annals-XXI. Parsudi Suparlan. (2002). MENUJU MASYARAKAT INDONESIA YANG MULTIKULTURAL. Jurnal Antropologi Indonesia. Sharma, N. (2018). Multiculturalism. In The Oxford Handbook of Global Studies.

Use Quizgecko on...
Browser
Browser