Materi_4(1) PDF - Sistem Pemerintahan Negara

Document Details

Team55

Uploaded by Team55

Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi

2016

null

Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S.H., M.H.

Tags

Government Systems Indonesian Government Constitution Political Science

Summary

This document is a learning module on government systems in Indonesia that includes materials on types, organization, and historical context. This module is intended to help students understand and clarify concepts of Indonesian government.

Full Transcript

MAHKAMAH KONSTITUSI KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segenap rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penyusunan bahan ajar Modul Pendidikan Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi dapat...

MAHKAMAH KONSTITUSI KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segenap rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penyusunan bahan ajar Modul Pendidikan Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi dapat diselesaikan dengan baik. Penyusunan modul ini merupakan wujud upaya untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan dan proses pembelajaran di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi. Modul pendidikan Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi disusun sebagai salah satu acuan materi dalam proses pembelajaran yang diselenggarakan. Setiap modul disesuaikan kontennya dengan materi ajar yang disampaikan untuk setiap program pendidikan di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi. Masing-masing modul memiliki muatan yang berbeda- beda sesuai dengan kebutuhan pembelajaran dan mengacu pada kurikulum yang dimiliki oleh Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi. Modul “Sistem Pemerintahan Negara” ini disusun untuk membantu peserta didik untuk dapat memahami lebih dalam dan secara mandiri materi mengenai Negara Hukum dan Demokrasi, Modul ini berisi materi-materi tentang pengertian, pembagian, ciri-ciri pemerintahan dan sistem pemerintahan dalam konstitusi di Indonesia. Modul ini juga diharapkan dapat mendukung pencapaian tujuan penyelenggaraan pendidikan di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, sehingga pencapaian tersebut dapat lebih terukur dan terarah. Semoga keberadaan modul ini dapat menjadi bahan ajar yang bermanfaat dan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi banyak pihak. Jakarta, April 2016 Sekretaris Jenderal, Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S.H., M.H. Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 2 MAHKAMAH KONSTITUSI Tinjauan Mata Diklat Selamat datang dalampembelajaran interaktif modul “SistemPemerintahan”. Modul ini merupakan salah satu modul dalam proses pembelajaran Pendidikan dan Pelatihan Hak Konstitusional Warga Negara. Modul ini berisi materi-materi tentang pengertian, pembagian, ciri-ciri sistem pemerintahan dan sistem pemerintahan dalam konstitusi di Indonesia. Modul ini terbagi menjadi 2 (dua) kegiatan belajar, dengan harapan akan memudahkan Anda untuk dapat lebih mendalami dan memahami materi yang disajikan. Kegiatan belajar pertama akan mengajak Anda untuk memahami pengertian dan pembagian Sistem Pemerintahan. Kegiatan belajar kedua akan mengajak Anda untuk memahami sistem Pemerintahan dalam Konstitusi di Indonesia. Selamat belajar…. Semoga menyenangkan dan bermanfaat! Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 3 MAHKAMAH KONSTITUSI Sebelum Anda mengikuti rangkaian pembelajaran dalam modul ini, silahkan Anda baca terlebih dahulu petunjuk penggunaannya sebagai berikut: 1. Mulailah mempelajari modul inidengan membaca doa. 2. Bacalah terlebih dahulu bagian pendahuluan modul. 3. Pahami peta konsep yang telah disediakan sebagai dasar untuk mempermudah alur fikir Anda dalam memahami pokok-pokok materi. 4. Pelajari uraian materi dari setiap Kegiatan Belajar (KB). 5. Bacalah rangkuman yang ada di setiap Kegiatan Belajar. 6. Kerjakan latihan mandiri yang ada di setiap Kegiatan Belajar dengan menggunakan jawaban berdasarkan pada uraian materi maupun sumber referensi lain. 7. Selesaikan seluruh rangkaian pembelajaran dalam modul ini yang terdiri dari 2 (dua) Kegiatan Belajar. 8. Selesaikan terlebih dahulu satu rangkaian Kegiatan Belajar, setelah itu Anda baru bisa melanjutkan ke Kegiatan Belajar selanjutnya. 9. Silahkan baca bagian penutup modul. 10. Kerjakan bagian tes akhir modul. 11. Cocokkan jawaban tes akhirmodul Anda dengan kunci jawaban modul dan hitunglah perolehan nilai Anda. 12. Jika Anda telah berhasil menyelesaikan satu rangkaian modul ini, Anda dapat melanjutkan ke modul selanjutnya. 13. Untuk menambah pengetahuan tentang materi dalam modul ini, Anda dipersilahkan mencari informasi dan materi dari sumber referensi lainnya. 14. Akhiri pembelajaran modul ini dengan membaca doa. 15. Selamat belajar. Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 4 MAHKAMAH KONSTITUSI PETA KONSEP MODUL SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA SK : Peserta menjelaskan konsep dan macam sistem pemerintahan Negara, serta mengenali sistem pemerintahan Negara berdasarkan UUD 1945. KD : 1. Menjelaskan pengertian sistem pemerintahan Negara dan klasifikasinyadenganbenar. 2. Menjelaskan sistem pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945 dengantepat.. 3. Menjelaskan praktik penyelenggaraansistem pemerintahan di Indonesia dengan tepat. Kb 1 KB 2 Pengertian dan pembagian Sistem pemerintahan system pemerintahan Indonesia dan Praktiknya Tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran. Uraian materi : Uraian materi : 1. Pengertian Sistem Pemerintahan 1. Pengertian sistem pemerintahan 2. Pembagian Sistem Pemerintahan dalam konstitusi di Indonesia Latihan mandiri. 2. Praktik system pemerintahan di Kunci jawaban. Indonesia Latihan mandiri. Kunci jawaban. Tes Akhir Modul Kunci Jawaban Tes Akhir Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 5 MAHKAMAH KONSTITUSI REFLEKSI MODUL Sebelum Anda mulai membaca modul ini, cobalah Anda mencari artikel mengenai Sistem Pemerintahan di Indonesia. Kemudian coba Anda bandingkan dengan keadaan di negara lain. Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 6 MAHKAMAH KONSTITUSI DAFTAR ISI Kata Pengantar Sekjen Mahkamah Konstitusi...................................................................... 2 Tinjauan Mata Diklat............................................................................................................ 3 Petunjuk Penggunaan Modul................................................................................................ 4 Peta Konsep.......................................................................................................................... 5 Refleksi Modul...................................................................................................................... 6 Daftar Isi............................................................................................................................... 7 Kegiatan Belajar I.................................................................................................................. 8 Pengertian dan Pembagian Sistem Pemerintahan Negara............................................... 8 Pengertian Sistem Pemerintahan...................................................................................... 8 Pembagian Sistem Pemerintahan..................................................................................... 9 Rangkuman..................................................................................................................... 14 Latihan Soal.................................................................................................................... 15 Kunci Jawaban................................................................................................................ 15 Kegiatan Belajar II............................................................................................................... 16 Sistem Pemerintahan Dalam UUD 1945 Sebelum Perubahan...................................... 16 Sistem Pemerintahan dalam KRIS.................................................................................. 20 Sistem Pemerintahan dalam UUD Sementara 1950....................................................... 23 Sistem Pemerintahan dalam UUD 1945 setelah Perubahan........................................... 25 Rangkuman.......................................................................................................................... 27 Latihan Soal......................................................................................................................... 28 Kunci Jawaban..................................................................................................................... 28 Penutup............................................................................................................................... 29 Glosarium............................................................................................................................ 30 Daftar Pustaka..................................................................................................................... 31 Tes Formatif......................................................................................................................... 32 Kunci Jawaban..................................................................................................................... 34 Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 7 MAHKAMAH KONSTITUSI KEGIATAN BELAJAR (KB) 1 PENGERTIAN DAN PEMBAGIAN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari kegiatan belajar 1 (satu) ini, Anda dapat: 1. Menjelaskan pengertian SistemPemerintahan. 2. Menjelaskan pembagian Sistem Pemerintahan dan ciri-cirinya melalui penjelasan secara detail. URAIAN MATERI A. PENGERTIAN SISTEM PEMERINTAHAN Secara umum, sering terjadi pencampuran dalam menggunakan istilah “bentuk pemerintahan” dan “sistem pemerintahan”. Padahal dalam ilmu negara, kedua istilah tersebut mempunyai perbedaan mendasar. Menurut Hans Kelsen, dalam teori politik klasik, bentuk pemerintahan diklasifikasikan menjadi monarki dan republik (Kelsen,1971: 256). Ditambahkan Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, paham L. Duguit dalam buku “Traite’ de Droit Constitutionel” (1923) lebih lazim dipakai untuk membedakan kedua bentuk tersebut (Ibrahim, 1988: 166). Jika kepala negara diangkat berdasarkan hak waris atau keturunan maka disebut dengan monarki. Sedangkan jika kepala negara dipilih melalui pemilihan umum untuk masa jabatan yang tertentu maka bentuk negaranya disebut republik (ibid). Sementara itu, dalam ilmu negara umum (algemeine staatslehre) yang dimaksud dengan sistem pemerintahan ialah sistem hukum ketatanegaraan, baik yang berbentuk monarki maupun republik, yaitu mengenai hubungan antar pemerintah dan badan yang mewakili rakyat. Ditambahkan Mahfud, sistem pemerintahan dipahami sebagai suatu sistem hubungan tata kerja antar lembaga-lembaga negara (Mahfud, 1993: 83). Tak jauh berbeda dengan kedua pendapat itu, Usep Ranawijaya menegaskan bahwa sistem pemerintahan merupakan sistem hubungan antara eksekutif Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 8 MAHKAMAH KONSTITUSI dan legislatif (Ranawijaya, 1983: 72). Hal yang sama juga dikemukakan Gina Misiroglu, sistem pemerintahan adalah apabila lembaga-lembaga pemerintah dilihat dari hubungan antara badan legislatif dan badan eksekutif (Misiroglu, 2003: 20). Sejalan dengan pandangan yang dikemukakan para ahli tersebut, Jimly Asshiddiqie mengemukakan, sistem pemerintahan berkaitan dengan pengertian regeringsdaad, yaitupenyelenggaraan pemerintahan oleh eksekutif dalam hubungannya dengan fungsi legislatif (Ashiddiqie, 2007: 311). Cara pandang yang demikian sesuai dengan teori dichotomy, yaitu legislatif sebagai policy making (taak stelling), sedangkan eksekutif sebagai policy executing (taak verwe-zenlijking) (Diantha, 1990: 20). Dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi negara, terjadi relasi yang saling mempengaruhi dalam penyelengga-raan kekuasaan eksekutif dan legislatif (Susanti, 2000: 7). B. PEMBAGIAN SISTEM PEMERINTAHAN Dari penelusuran berbagai literatur hukum tata negara dan ilmu politik, terdapat perbedaan varian sistem pemerintahan. Misalnya C.F. Strong dalam buku “Modern Political Constitution” membagi sistem pemerintahan ke dalam kategori: parliamentary executive dan non-parliamentary executive atau the fixed executive (Strong, 1972: 209-214). Lebih bervariasi dibanding dengan Strong, Giovanni Sartori membagi sistem pemerintahan menjadi tiga kategori: presidentialism, parliamentary sistem, dan semi-presidentialism (Sartori, 1997: 83-142). Sejalan dengan pendapat Sartori, berdasarkan hasil penelitian pola-pola demokrasi yang dipraktikkan di 36 negara, Arend Lijphart membuat klasifikasi sistem pemerintahan menjadi tiga bentuk: parliamentary, presidential dan hybrid (Lijphart, 1999: 116-124). Sama halnya dengan ahli dari luar negeri, para ahli dan pengkaji hukum tata negara Indonesia juga punya pandangan yang beragam mengenai bentuk sistem pemerintahan. Misalnya Asshiddiqie (2007: 53-93) membagi sistem pemerintahan menjadi tiga kategori: sistem presidensial (presidential sistem), sistem parlementer (parliamentary sistem), dan sistem campuran (mixed atau hybrid sistem). Senada dengan Asshiddiqie, Sri Soemantri (1981: 76-80) juga mengemukakan tiga varian sistem pemerintahan, yaitu sistem parlementer, sistem pemerintahan presidensiil, dan sistem pemerintahan campuran. 1. Ciri Sistem Pemerintahan Parlementer Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 9 MAHKAMAH KONSTITUSI Dalam sistem pemerintahan parlementer, obyek utama yang diperebutkan adalah parlemen. Berkaitan dengan itu, pemilihan umum parlemen menjadi sangat penting karena kekuasaan eksekutif hanya mungkin diperoleh setelah partai kontestan pemilihan umum berhasil meraih kursi mayoritas dalam parlemen. Seandainya tidak terdapat partai politik yang memperoleh suara mayoritas, beberapa partai politik bergabung (koalisi) untuk membentuk kabinet. Untuk mendalami karakter sistem pemerintahan parlementer, tidak cukup hanya dengan memperhatikan parlemen sebagai obyek utama yang diperebutkan. Menurut Djokosoetono (dalam Kusuma, 2004: 156), sistem parlementer merupakan sistem yang ministeriele verantwoordelijk-heid (menteri bertanggung jawab kepada parlemen) ditambah dengan overwicht (kekuasaan lebih) kepada parlemen. Dengan argumentasi itu, sistem parlementer didasarkan landasan bahwa parlemen adalah pemegang kekuasaan tertinggi (parliament is sovereign) (Sartori, 1997: 101), atau disebut A.V. Dicey parliamentary supremacy (1897: 39). Karena landasan demikian, Sartori menambah-kan: Parliamentary sistem do not permit a separation of power between parliament and government: they are all based on legislative-executive power sharing. Which also, to say that all the sistem that we call parliamentary require governments to be appointed, supported and, as the case may be, dismissed, by parliamentary vote. Sejalan dengan pendapat Djokosoetono dan Sartori, Miriam Budiardjo menyatakan bahwa dalam sistem pemerintahan perlementer badan eksekutif dan badan legislatif bergantung satu sama lain. Kabinet, sebagai bagian dari badan eksekutif yang “bertanggung jawab” diharap mencerminkan kekuatan-kekuatan politik dalam badan legislatif yang mendukungnya dan mati-hidupnya kabinet bergantung kepada dukungan dalam badan legislatif (asas tanggung jawab menteri) (Budiardjo, 2006: 210). Ditambahkan Alfred Stepan dan Cindy Skach (1993: 46), pemerintah harus mendapat dukungan mayoritas lembaga legislatif (the chief executive power must be supported by a majority in the legislature). Dalam perjalanannya, pemerintah bisa jatuh melalui mosi tidak percaya (can fall if it receives a vote of no confidence) dari lembaga legislatif. Dengan kondisi itu, dalam sistem parlementer, keberlanjutan pemerintah sangat tergantung dari dukungan parlemen. Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 10 MAHKAMAH KONSTITUSI Dalam praktiknya, Miriam Budiardjo menambahkan, sifat serta bobot “ketergantungan” tersebut berbeda dari satu negara dengan negara lain, akan tetapi umumnya dicoba untuk mencapai semacam keseimbangan antara badan eksekutif dan badan legislatif (Budiardjo: 2006). Keseimbangan yang harus dibangun oleh eksekutif dan legislatif dijelaskan T.A. Legowo (2002: 89) sebagai berikut: Dalam sistem parlementer, petinggi-petinggi maupun anggota-anggota eksekutif dan legislatif mempunyai konstituensi yang sama. Jika partai berkuasa dikeluarkan (voted out) dari badan legislatif, jajaran eksekutif juga berubah. Karena itu, kerjasama atau kooporasi antara eksekutif dan legislatif diperlukan agar pemerintah dapat bertahan dan efektif dalam melaksanakan program-programnya(T.A. Legowo). Alan R. Ball dan Guy Peters (2000: 62) merinci karakter sistem parlementer sebagai berikut: 1. There is a nominal head of state whose functions are chiefly formal and ceremonial and whose political influence is limited. This head of state may be a president, as in Germany, India, and Italy, or a monarch, as in Japan, Sweden and the United Kingdom. 2. The political executive (prime minister, chancellor, etc), together with the cabinet, is a part of the legislature, selected by legislature, and can be removed by legislature if the legislature withdraws its support. 3. The legislature is elected for varying periods by the electorate, the election date being chosen by the formal head of state on the advice of the prime minister or chancellor. Dari semua pendapat (literatur) yang mengemukakan karakter sistem pemerintahan parlementer, pendapat Douglas V. Verney (1992: 32-39) dalam “Parliamentary Government and Presidential Government” dapat dikatakan sebagai karakter sistem parlementer yang paling elaboratif. Verney mengemukakan 11 karakter sistem parlementer, yaitu: 1. The assembly becomes a parliament. 2. The executive is divided into two parts. 3. The head of state appoints the head of government. 4. The head of government appoints the ministry. 5. The ministry (or government) is a collective body. Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 11 MAHKAMAH KONSTITUSI 6. Ministers are usually members of parliament. 7. The government is politically responsible to the assembly. 8. The head of government may advise the head of state to dissolve parliament. 9. Parliament as a whole is supreme over its constituent parts, government and assembly, neither or which may dominate the other. 10. The government as a whole is only indirectly responsible to the electorate. 11. Parliament is the focus of power in the political sistem. 2. Sistem Pemerintahan Presidensial Dari beberapa karakteristik sistem presidensial yang ditulis para ahli, Ball dan Peters (2000) mengemukakan karakter sistem presidensial sebagai berikut: a) The president is both nominal and political head of state. b) The president is not elected by the legislature, but is directly elected by the total electorate. (There is an electoral college in the United States, but it is of political significance only in that each states votes as a unit and hence the sistem tends to disadvantage small parties). c) The president is not part of the legislature, and he cannot be from office by the legislature except through the legal process of impeachment. d) The president cannot dissolve the legislature and call a general election. Ussualy the president and the legislature are elected for mixed terms. Lebih elaboratif dibandingkan dengan Ball dan Peters, Asshiddiqie (2007: 316) mengemukakan sembilan karakter sistem pemerintahan presidensial sebagai berikut : a. Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif. b. Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif presiden tidak terbagi dan yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja. c. Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara atau sebaliknya kepala negara adalah sekaligus kepala pemerintahan. d. Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggung jawab kepadanya. Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 12 MAHKAMAH KONSTITUSI e. Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan demikian pula sebaliknya. f. Presiden tidak dapat membubarkan atau memaksa parlemen. g. Jika dalam sistem parlementer berlaku prinsip supremasi parlemen, maka dalam sistem presidensial berlaku prinsip supremasi konstitusi. Karena itu, pemerintahan eksekutif bertanggung jawab kepada konstitusi. h. Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat. i. Kekuasaan tersebar secara tidak terpusat seperti dalam sistem parlementer yang terpusat pada parlemen. Senada dengan Asshiddiqie, Verney (1992: 40-7) dalam “Parliamentary Government and Presidential Government”, mengemukakan 11 karakteristik sistem presidensial, sebagai berikut: a) The assembly remains as assembly only. b) The executive is not divided but is a president elected by the people for a definite term at the time of assembly elections. c) The head of government is the head of state. d) The president appoints head of departements who are his subordinate. e) The president is the sole of executive. f) Members of assembly are not eligible for office in the administration and vice versa. g) The executive is responsible to the constitution. h) The president cannot dissolve or coerce the assembly. i) The assembly is ultimately supreme over the other branches of government and there is no fusion of the executive and legislative branches in a parliament. j) The executive is directly responsible to the electorate. k) There is no focus of power in the political sistem. 3. Sistem Pemerintahan Campuran Sartori (1997: 131-132) mengemukakan karakter umum sistem pemerintahan semi-presidensial sebagai berikut: a) The head of state (president) is elected by popular vote –either directly or indirectly-- for a fixed of office. b) The head of state shares the executive power with a prime minister, thus entering a dual authority structure whose three defining criteria are: Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 13 MAHKAMAH KONSTITUSI c) The president is independent from parliament, but is not entitled to govern alone or directly and therefore his will must be conveyed and processed via his government. d) Conversely, the prime minister and his cabinet are president-independent in that they are parliament-dependent: they are subject to either parliamentary confidence or no confidence (or both), and either case need the support of parliamentary majority. e) The dual authority structure of semi-presidentialism allows for different balances and also for shifting prevalances of power within the executive, under the strict condition that the ‘autonomy potential’ of each component unit of the executive does subsist. Hampir sama dengan pendapat Sartori, dalam “Semi- Presidentialism: A Comparative Study”, Rafael Mart’nez Martinez (1999) menyatakan ada lima syarat yang diperlukan untuk menyatakan sebuah sistem pemerintahan disebut dengan semi- presidensial. Kelima syarat tersebut, yaitu a) the existence of a dual executive power; b) the President of the Republic be directly elected by universal suffrage; c) the constitution confer widepowers on the president; d) the president appoint the prime minister and chair the ministerial council; and e) the government be accountable to the parliament. Rangkuman Materi 1. Sistem pemerintahan berkaitan dengan pengertian regeringsdaad, yaitupenyelenggaraan pemerintahan oleh eksekutif dalam hubungannya dengan fungsi legislatif. 2. Terdapat tiga varian sistem pemerintahan, yaitu sistem parlementer, sistem pemerintahan presidensiil, dan sistem pemerintahan campuran. 3. Sistem parlementer didasarkan landasan bahwa parlemen adalah pemegang kekuasaan tertinggi (parliament is sovereign). 4. Dalam sistem presidensial, Presiden merupakan eksekutif tunggal. Kekuasaan eksekutif presiden tidak terbagi dan yang ada hanya presiden dan wakil presiden saja. Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 14 MAHKAMAH KONSTITUSI LATIHAN SOAL Berilah tanda check list (√) pada kolom Benar atau Salah yang menurut Anda paling tepat sesuai dengan pernyataan dalam soal. No. Soal Benar Salah Jimly Asshiddiqie mengemukakan, sistem pemerintahan berkaitan dengan pengertian regeringsdaad, yaitu 1. penyelenggaraan pemerintahan oleh legislatif dalam hubungannya dengan fungsi eksekutif. Menurut pandangan para pengkaji hukum di Indonesia, sistem pemerintahan dibagi menjadi tiga kategori: sistem presidensial 2. (presidential sistem), sistem parlementer (parliamentary sistem), dan sistem campuran (mixed atau hybrid sistem). Sistem parlementer merupakan sistem yang ministeriele verantwoordelijk-heid (menteri bertanggung jawab kepada 3. parlemen) ditambah dengan overwicht (kekuasaan lebih) kepada parlemen. Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang 4. berdaulat adalah cirri sistem pemerintahan parlementer. Salah satu karakter umum sistem pemerintahan campuran adalah 5. The head of state (president) is elected by popular vote –either directly or indirectly-- for a fixed of office. KUNCI JAWABAN 1. Salah 2. Benar 3. Benar 4. Salah 5. Benar Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 15 MAHKAMAH KONSTITUSI KEGIATAN BELAJAR (KB) II SISTEM PEMERINTAHAN DALAM KONSTITUSI INDONESIA TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari kegiatan belajar 2 (dua) ini, Anda dapat: 1. Menjelaskan pengertian sistem pemerintahan dalam konstitusi Indonesia. 2. Menganalisis pembagian sistem pemerintahan dalam konstitusi Indonesia dan ciri- cirinya melalui penjelasan secara detail. URAIAN MATERI 1. Sistem Pemerintahan Dalam UUD 1945 Sebelum Perubahan Selama penyusunan UUD 1945, para pendiri negara menggagas Indonesia dengan model pemerintahan sendiri. Gagasan model “sistem pemerintahan sendiri” sebagaimana yang diinginkan perumus UUD 1945 menimbulkan perdebatan di antara para pemikir dan peneliti ketatanegaraan Indonesia. Dari perdebatan yang ada, “sistem pemerintahan sendiri” yang diinginkan oleh perumus UUD 1945 memunculkan berbagai variasi di sekitar sistem presidensial. Meskipun secara terbatas terdapat anasir sistem parlementer, tidak ada pendapat yang mengatakan bahwa rancangan undang-undang dasar yang dihasilkan BPUPK dapat dimasukkan dalam variasi sistem pemerintahan parlementer. Bagir Manan (1995: 78) dalam “Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara” mengatakan, terdapat dua pendapat yang lazim tentang sistem pemerintahan Indonesia di bawah UUD 1945, yaitu kelompok yang berpendapat bahwa Indonesia menganut sistem presidensial dan kelompok yang berpendapat bahwa Indonesia menganut sistem campuran. Ditambahkan Manan, mereka yang berpendapat sebagai sistem presidensial karena presiden adalah kepala pemerintahan dan ditambah dengan karakter: (a) ada kepastian masa jabatan presiden, yaitu lima tahun Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 16 MAHKAMAH KONSTITUSI (b) presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR (c) presiden tidak dapat membubarkan DPR Sementara itu, Bagir Manan, mereka yang berpendapat Indonesia menganut sistem pemerintahan campuran karena selain terdapat karakter sistem presidensial terdapat pula karakter sistem parlementer. Ciri sistem pemerintahan parlementer yang dimaksudkan Bagir Manan, presiden bertanggung jawab kepada lembaga perwakilan rakyat yang dalam hal ini kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dari kedua kelompok itu, Bagir Manan termasuk kalangan ahli hukum tata negara yang berpendapat bahwa UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial karena berpendapat pertanggungjawaban presiden kepada MPR bukan merupakan pertanggungjawaban kepada badan legislatif. Dalam hal ini Manan menambahkan, pertanggungjawaban presiden kepada MPR tidak boleh disamakan dengan pertanggungjawaban kabinet kepada parlemen. Pertanggungjawaban presiden kepada MPR merupakan upaya konstitusional untuk checking dan balancing. Dengan demikian, imbuh Bagir Manan, unsur parlementer (dalam UUD 1945) tidak ada sama sekali. Dengan argumentasi itu, Bagir Manan menegaskan, dengan hanya mengenal satu macam eksekutif, yaitu eksekutif riil dan tunggal yang dijalankan presiden, maka UUD 1945 menggunakan sistem pemerintahan presidensial. Jika Bagir Manan membatasi diri hanya menyebut UUD 1945 menggunakan sistem pemerintahan presidensial, A. Hamid S. Attamimi (1990: 126) menambahkan dengan sebutan sistem pemerintahan presidensial murni. Dalam disertasi “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara”, Attamimi menyatakan: “..., sistem pemerintahan presidensial yang murni bukan hanya yang ada di Amerika Serikat saja, melainkan juga yang ada di Indonesia. Perbedaannya terletak pada cita negara dan teori bernegara yang mewujudkan sistem pemerintahan negara yang berlainan dari kedua bangsa tersebut. Amerika Serikat menganut sistem sendiri atas dasar prinsip trias politika dan Indonesia menganut prinsip sendiri atas dasar presiden memegang kekuasaan pemerintahan negara menurut UUD.” Berbeda dengan pendapat di atas, Sri Soemantri (1993: 115) mengatakan bahwa UUD 1945 menganut sistem pemerintahan campuran. Karakter campuran itu didasarkan pada kesimpulan yang ditarik dari penjelasan UUD 1945, yaitu; Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 17 MAHKAMAH KONSTITUSI 1) presiden dipilih dan diangkat oleh MPR 2) presiden adalah mandataris atau kuasa dari MPR 3) MPR pemegang kekuasaan negara tertinggi presiden tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR 4) presiden untergeordnet kepada MPR (Sri Soemantri 1976: 52-53) Ditambahkan Soemantri, esensi dari kelima hal itu, presiden sebagai badan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif. Apabila eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif, maka hal itu menunjukkan adanya segi (pemerintahan, pen.) parlementer. Disamping anasir sistem pemerintahan parlementer, UUD 1945 juga mengandung anasir sistem presidensial. Menurut Soemantri, anasir itu dapat dilihat dari adanya ketentuan bahwa presiden adalah pemegang kekuasaan pemerintahan. Dengan posisi seperti itu, UUD 1945 menyatakan bahwa menteri- menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Selain kedua hal itu, dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, di samping sebagai kepala pemerintahan yang mempunyai kekuasaan riil, presiden juga sebagai kepala negara (nominal head of state). Karena adanya kombinasi antara sistem pemerintahan parlementer dan sistem sistem pemerintahan presidensial dalam UUD 1945, menjadi tidak tepat mengatakan bahwa UUD 1945 menganut sistem pemerintahan presidensial atau menganut sistem pemerintahan parlementer. Karenanya, imbuh Soematri, secara hati-hati harus dikatakan, UUD 1945 mengandung segi-segi presidensial dan mengandung segi-segi parlementer. Bahkan, dari anasir yang ada, sistem yang satu tidak dominan dibandingkan dengan sistem yang lainnya. Karena itu, ditegaskan Soemantri, dapat dikatakan bahwa sistem pemerintahan dalam UUD 1945 adalah sistem pemerintahan campuran atau sistem kombinasi murni. Menambah beragamnya pendapat para ahli tersebut, Ananda B. Kusuma (2004: 143) mengatakan bahwa para penyusun UUD 1945 (Framers of the Constitutions) dengan sadar menyusun UUD yang khas Indonesia, tanpa trias politika. Asas yang dipakai adalah “pembagian kekuasaan yang tidak ketat” (partial separation of powers) bukan pure separation of powers seperti Amerika Serikat. Asas fusion of power (penggabungan/peleburan kekuasaan) seperti di Inggris juga tidak dipakai. Kedua sistem itu dianggap kurang sesuai bila diterapkan di Indonesia. Dalam hal sistem pemerintahan, Kusuma menegaskan: Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 18 MAHKAMAH KONSTITUSI “...sistem pemerintahan kita berbeda dengan sistem presidensial Amerika Serikat, berbeda pula dengan sistem parlementer seperti di Inggris. Sistem pemerintahan kita mirip dengan sistem pemerintahan di Republik V Perancis”. Setelah membaca risalah penyusunan UUD 1945 dan dengan melihat perbedaan pandangan para ahli, Saldi Isra (2010) menyatakan bahwa sebelum perubahan sistem pemerintahan di bawah UUD 1945 dapat dijelaskan dengan karakter sistem presidensial yang lebih longgar. Karakter itu meliputi: (1) tidak ada pemisahan antara kepala negara dengan kepala pemerintah. Selain sebagai kepala pemerintah (the head of government), Presiden juga sebagai kepala negara (the head of state), (2) presiden tidak dapat membubarkan lembaga legislatif (the president cannot dissolve or coerce the assembly) (3) presiden memilih menteri-menteri dan menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden (the president appoints head of departemens who are his subordinate). Menerima sistem presidensial dengan karakter yang lebih longgar merupakan cara lain untuk mengatakan bahwa para pendiri negara tidak menganut sistem presidensial secara utuh. PPKI, selain berhasil mengesahkan UUD 1945 dan memilih presiden dan wakil presiden, juga melahirkan alat-alat kelengkapan negara lainnya seperti menentukan pembagian wilayah Republik Indonesia, jumlah departemen yang diperlukan oleh pemerintah, membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Setelah lembaga-lembaga kekuasaan yang berhasil dibentuk mulai menjalankan fungsi-fungsinya, PPKI bubar dengan sendirinya, tanpa pernah dibubarkan secara resmi. Sebagian besar mantan anggota PPKI menjadi anggota KNIP yang dipimpin Mr. Kasman Singodimedjo. KNIP dibentuk dengan tugas membatu presiden menjalankan tugas-tugas pemerintahan selagi belum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sebagaimana diamanatkan Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945. Namun, dalam perjalannya, KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan menetapkan garis-garis besar haluan negara melalui Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945. Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 19 MAHKAMAH KONSTITUSI Maklumat ini juga berisi persetujuan bahwa pekerjaan KNIP akan dijalankan oleh Badan Pekerja KNIP (BP KNIP). Pada 17 Oktober 1945 dibentuk BP KNIP dengan anggota 15 orang, termasuk Sutan Sjahrir selaku ketua. Salah satu tugas utama BP KNIP adalah membentuk MPR dan DPR yang tidak sempat diwujudkan. BP KNIP mengusulkan kepada pemerintah supaya memberi kesempatan seluas- luasnya kepada rakyat Indonesia untuk mendirikan partai politik. Usulan tersebut ditindaklanjuti pemerintah dengan keluarnya Maklumat Pemerintah 3 November 1945 yang ditandatangani Wakil Presiden Moh. Hatta. Maklumat tersebut berisi dua hal, yaitu (1) pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik karena partai politik dipandang dapat mewadahi segala aliran yang ada dalam masyarakat; (2) pemerintah berharap agar partai-partai sudah tersusun sebelum Pemilu DPR yang direncanakan akan berlangsung pada 1946. Dengan keluarnya maklumat tersebut berdirilah sekitar 40 partai politik (Asshiddiqie, 2005: 174) dan partai-partai tersebut berusaha untuk berpartisipasi dalam percaturan politik nasional. Pada 14 November 1945 dibentuk sebuah kabinet yang bertanggung jawab kepada KNIP. Kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir itu menggantikan kabinet sebelumnya yang dipimpin sekaligus bertanggung jawab kepada Presiden Soekarno. Pada masa Sutan Sjahrir menjabat Perdana Menteri, terjadi dua kali perombakan kabinet. Selanjutnya, posisi perdana menteri yang dijabat oleh Amir Sjarifuddin juga sempat diwarnai perombakan kabinet. Setelah Amir Sjarifuddin, Perdana Menteri dijabat oleh Wakil Presiden, Moh. Hatta, yang memimpin kabinet sebanyak dua kali. Kabinet Hatta sempat mengalami masa vakum akibat adanya agresi militer Belanda ke pusat kekuasaan Republik Indonesia dengan menawan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta. Pada saat itu dibentuk Kabinet Pemerintah Darurat di bawah kepemimpinan Mr. Sjafruddin Prawiranegara. 2. Sistem Pemerintahan dalam KRIS Dalam KRIS 1949, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer. Tidak seperti UUD 1945 yang menempatkan Presiden sebagai Kepala Pemerintahan sekaligus sebagai Kepala Negara, pada Konstitusi RIS, Presiden Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 20 MAHKAMAH KONSTITUSI hanya berkedudukan sebagai Kepala Negara. Sementara itu, Kepala Pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Pasal 69 Ayat (1) Konstitusi RIS berbunyi. “Presiden ialah Kepala Negara.” Pada masa pemberlakukan Konstitusi RIS, menteri-menteri adalah bagian dari alat-alat perlengkapan negara sekaligus bagian dari pemerintah bersama Presiden. Sistem pemerintahan yang diterapkan adalah sistem pemerintahan parlementer sehingga segala tindakan pemerintah yang bertanggungjawab adalah menteri-menteri. Presiden tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itu, segala tindakan pemerintahan harus melibatkan menteri- menteri yang terkait. Sementara itu keterlibatan Presiden hanya bersifat formalitas untuk sekadar mengetahui. Berikut kutipan pasal-pasal yang terkait dengan kedudukan dan kewenangan menteri-menteri dalam Konstitusi RIS. BAB III PERLENGKAPAN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT Ketentuan umum Alat-alat perlengkapan federal Republik Indonesia serikat ialah: Presiden; Menteri-menteri; Senat; Dewan Perwakilan Rakyat; Mahkamah Agung Indonesia; Dewan Pengawas Keuangan. Bagian I Pemerintahan Pasal 68 (1) Presiden, Menteri-menteri bersama-sama merupakan Pemerintah. (2) Di mana-mana dalam konstitusi ini disebut Pemerintah, maka yang dimaksud ialah Presiden dengan seorang atau beberapa atau para Menteri, yakni menurut tanggung jawab khusus atau tanggung jawab umum mereka itu. (3) Pemerintah berkedudukan di Jakarta, kecuali jika dalam hal darurat Pemerintah menentukan tempat yang lain. Pasal 72 Jika perlu karena Presiden berhalangan, maka beliau memerintahkan Perdana Menteri menjalankan pekerjaan jabatannya sehari Pasal 74 Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 21 MAHKAMAH KONSTITUSI (1) Presiden sepakat dengan orang-orang yang dikuasakan oleh daerah-daerah bagian sebagai tersebut dalam Pasal 69, menunjuk 3 pembentuk Kabinet. (2) Sesuai dengan anjuran ketiga pembentuk Kabinet itu, Presiden mengangkat seorang daripadanya menjadi Perdana Menteri dan mengangkat Menteri- menteri yang lain. (3) Sesuai dengan anjuran ketiga pembentuk itu juga, Presiden menetapkan siapa- siapa dari Menteri-menteri itu diwajibkan memimpin Departemen-departemen masing-masing. Boleh pula diangkat Menteri-menteri yang tidak memangku suatu Departemen. (4) Keputusan-keputusan Presiden yang memuat pengangkatan yang diterangkan dalam Ayat (2) dan (3) pasal ini serta ditandatangani oleh ketiga pembentuk Kabinet. (5) Pengangkatan atau penghentian antara waktu Menteri-menteri dilakukan dengan keputusan Pemerintah. Pasal 75 (1) Menteri-menteri yang diwajibkan memimpin Departemen Pertahanan, Urusan Luar Negeri, Urusan Dalam Negeri, Keuangan dan Urusan Ekonomi, dan juga Perdana Menteri, sungguh pun ia tidak diwajibkan memimpin salah satu Departemen tersebut,berkedudukan khusus seperti diterangkan di bawah ini. (2) Menteri-menteri pembentuk biasanya masing-masing memimpin salah satu dari Departemen-departemen tersebut dalam ayat yang lalu. (3) Dalam hal-hal yang memerlukan tindakan dengan segera dan dalam hal-hal darurat, maka para Menteri yang berkedudukan khusus bersama-sama berkuasa mengambil keputusan-keputusan yang dalam hal itu dengan kekuatan yang sama, mengantikan keputusan-keputusan Dewan Menteri yang lengkap. Dalam mengambil keputusan, Menteri-menteri itu berusaha mencapai kata sepakat. (4) Dalam memusyawarahkan dan memutuskan sesuatu hal yang langsung mengenai pokok yang masuk dalam tugas suatu departemen yang lain daripada yang tersebut dalam Ayat (1), Menteri Kepala Departemen itu turut serta. Pasal 76 (1) Untuk merundingkan bersama-sama kepentingan-kepentingan umum Republik Indonesia Serikat, Menteri-menteri bersidang dalam Dewan Menteri yang diketahui oleh Perdana Menteri atau dalam hal Perdana Menteri berhalangan, oleh salah seorang Menteri berkedudukan khusus. (2) Dewan Menteri senantiasa memberitahukan segala urusan yang penting kepada Presiden. Masing-masing Menteri berkewajiban sama berhubung dengan urusan-urusan yang khusus untuk tugasnya. Bagian III Dewan Perwakilan Rakyat Pasal 105 Menteri-menteri duduk dalam Dewan Perwakilan Rakyat dengan suara penasihat. Ketua memberi kesempatan bicara kepadanya, apabila dan tiap-tiap kali mereka menginginkannya. Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 22 MAHKAMAH KONSTITUSI Pasal 106 Dewan Perwakilan Rakyat bersidang, apabila pemerintah menyatakan kehendaknya tentang itu atau apabila ketua atau sekurang-kurangnya 15 anggota menganggap hal itu perlu. Konstitusi RIS mulai diberlakukan secara resmi pada 27 Desember 1949 setelah KNIP dan badan-badan perwakilan dari daerah-daerah memberikan persetujuan. Dasar hukum pemberlakuan Konstitusi RIS ialah Keputusan Presiden RIS 31 Januari 1950 No. 48 (Lembaran Negara 50-3). Pada 27 Desember 1949 terjadi tiga peristiwa penting lainnya, yakni penyerahan kedaulatan dari Kerajaan Belanda yang diwakili Ratu Juliana kepada Moh. Hatta yang mewakili Republik Indonesia Serikat di negeri Belanda, penyerahan kedaulatan dari Republik Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat di Yogyakarta, dan penyerahan kekuasaan dari Wakil Belanda Lovink kepada Wakil Indonesia Sri Sultan Hamengku Buwono IX di Jakarta. (Prodjodikoro: 1977, 28). Berlakunya Konstitusi RIS untuk Negara Republik Indonesia Serikat tidak menghapuskan berlakunya UUD Republik Indonesia (UUD 1945) (Effendy Yusuf dkk. 2000: 14). Namun, UUD Republik Indonesia hanya berlaku di Negara Bagian Republik Indonesia yang terletak di Yogyakarta. Selama Konstitusi RIS diberlakukan banyak aspirasi yang muncul dari negara-negara bagian untuk kembali bersatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Sistem Pemerintahan dalam UUD Sementara 1950 Dalam UUD Sementara 1950, Indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer. Sebagaimana dalam Konstitusi RIS, kedudukan menteri pada masa pemberlakukan UUD Sementara tahun 1950 lebih tinggi daripada pada saat diberlakukan UUD 1945. Pada masa ini menteri-menteri menjadi bagian dari alat-alat perlengkapan negara. Sistem pemerintahan yang dipakai adalah parlementer. Sehingga penanggungjawab atas pemerintahan dipegang oleh menteri-menteri yang dipimpin oleh seorang perdana menteri. Sedangkan Presiden sebagai Kepala Negara tidak bisa dimintai pertanggungjawaban. Berikut kutipan pasal-pasal yang terkait dengan kedudukan dan kewenangan menteri-menteri dalam UUD Sementara tahun 1950. Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 23 MAHKAMAH KONSTITUSI BAB II Alat-alat perlengkapan negara Ketentuan umum Pasal 44 Alat-alat perlengkapan negara ialah: a. Presiden dan Wakil Presiden; b. Menteri-menteri; c. Dewan Perwakilan Rakyat; d. Mahkamah Agung; e. Dewan Pengawas Keuangan. BAGIAN I Pemerintah Pasal 50 Presiden membentuk Kementerian-kementerian Pasal 51. (1) Presiden menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk Kabinet. (2) Sesuai dengan anjuran pembentuk Kabinet itu, Presiden mengangkat seorang dari padanya menjadi Perdana Menteri dan mengangkat Menteri-menteri yang lain. (3) Sesuai dengan anjuran pembentuk itu juga, Presiden menetapkan siapa-siapa dari Menteri-menteri itu diwajibkan memimpin Kementerian masing-masing. Presiden boleh mengangkat Menteri-menteri yang tidak memangku sesuatu kementerian. (4) Keputusan-keputusan Presiden yang memuat pengangkatan yang diterangkan dalam Ayat 2 atau 3 pasal ini ditandatangani serta oleh pembentuk Kabinet. (5) Pengangkatan atau penghentian antara-waktu Menteri-menteri begitu pula penghentian Kabinet dilakukan dengan keputusan Presiden. Pasal 52 (1) Untuk merundingkan bersama-sama kepentingan-kepentingan umum Republik Indonesia, Menteri-menteri bersidang dalam Dewan Menteri yang diketuai oleh Perdana Menteri atau dalam hal Perdana Menteri berhalangan, oleh salah seorang Menteri yang ditunjuk oleh Dewan Menteri. (2) Dewan Menteri senantiasa memberitahukan segala urusan yang penting kepada Presiden dan Wakil-Presiden. Masing-masing Menteri berkewajiban demikian juga berhubung dengan urusan-urusan yang khusus masuk tugasnya. Dari pemaparan pasal-pasal di atas, diketahui bahwa menteri-menteri atau pemerintah mempunyai kewenangan yang cukup besar. Selain sebagai bagian dari alat-alat kelengkapan negara, ia juga mempunyai kewenangan dan previllege. Ia terlibat secara langsung dalam proses pembuatan undang-undang, proses Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 24 MAHKAMAH KONSTITUSI pembuatan anggaran belanja negara sekaligus pemegang umum anggaran, penerbitan uang, serta dalam kaitan dengan hubungan luar negeri. Sebagaimana pejabat tinggi lainnya, menteri-menteri juga mendapat keistimewakan di muka peradilan. Ia hanya bisa diadili dalam tingkat pertama dan tertinggi oleh Mahkamah Agung, baik saat menjabat maupun sesudah tidak menjabat. 4. Sistem Pemerintahan dalam UUD 1945 setelah perubahan Salah satu diskursus publik yang mengemuka di era reformasiadalah mengenai sistem pemerintahan Indonesia. Banyak pihak menyatakan bahwa terdapat ketidakjelasan sistem pemerintahan yang dianut dan dipraktikkan. Di satu sisi sistem yang dikembangkan memenuhi ciri-ciri umum sistem presidensiil, namun di sisi lain jika dilihat dari sistem kepartaian yang multi partai dianggap lebih dekat ke sistem parlementer. DPR dipandang memiliki kekuasaan yang lebih besar dan sering memasuki wilayah pemerintah. Pada saat MPR mulai melakukan pembahasan Perubahan UUD 1945 pada tahun 1999, salah satu kesepakatan dasar tentang arah perubahan adalah mempertegas sistem presidensiil. Mempertegas dalam hal ini juga meliputi penyempurnaan sistem penyelenggaraan pemerintahan agar benar-benar memenuhi prinsip dasar sistem presidensiil. Dalam sistem presidensiil, pemegang kekuasaan pemerintahan adalah presiden yang terpisah dengan kelembagaan parlemen. Pemisahan itu diperkuat dengan legitimasi politik yang sama antara presiden dengan parlemen, yaitu sama-sama dipilih oleh rakyat. Dengan demikian dalam jabatan presiden juga terdapat unsur sebagai perwakilan rakyat, terutama untuk menjalankan pemerintahan. Dalam menjalankan pemerintahan, presiden dibantu oleh wakil presiden dan menteri- menteri yang sepenuhnya diangkat, diberhentikan, dan bertanggungjawab kepada presiden karena pada prinsipnya semua jabatan-jabatan itu berada dalam satu organisasi, yaitu lembaga kepresidenan. Sebagai lembaga penyelenggara pemerintahan yang terpisah dengan lembaga parlemen, semua jabatan dalam lembaga kepresidenan tidak dapat dirangkap oleh anggota parlemen. Oleh karena itu pada prinsipnya kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan sepenuhnya berada di tangan presiden. Peran DPR adalah pada wilayah pembentukan undang-undang, yang dilakukan bersama presiden, sebagai dasar Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 25 MAHKAMAH KONSTITUSI dan pedoman penyelenggaraan pemerintahan itu serta aspek pengawasan. Segala urusan yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan, mulai dari penentuan program pembangunan, alokasi anggaran, kebijakan pelaksanaan pemerintahan, hingga pengangkatan pejabat-pejabat dalam lingkungan pemerintahan merupakan wewenang presiden. Namun demikian, antara parlemen dan presiden atau dalam sistem presidensiil lebih dikenal dengan istilah legislatif dan eksekutif, tidak berarti tidak memiliki hubungan sama sekali. Sebaliknya, pemisahan kekuasaan antara keduanya sesungguhnya dibuat agar tercipta mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi (checks and balances), tanpa mengganggu kedudukan presiden yang telah ditentukan secara pasti masa jabatannya (fix term), kecuali karena alasan pelanggaran hukum tertentu yang memenuhi syarat sebagai dasar impeachment sebagaimana diatur dalam konstitusi. Untuk mempertegas penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan sistem presidensiil tentu diperlukan berbagai upaya baik dari aspek hukum maupun aspek politik, sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dalam praktik pemerintahan. Upaya hukum adalah pada tingkat peraturan perundang-undangan yang mengatur kedudukan, wewenang, dan hubungan antara eksekutif dan legislatif. Sesuai dengan prinsip pemisahan kekuasaan serta prinsip saling mengawasi dan mengimbangi perlu ditentukan batas wewenang dan hubungan antara keduanya sesuai dengan semangat konstitusi. Hal yang merupakan wilayah pemerintah dikembalikan dan ditegaskan sebagai wewenang pemerintahan di bawah presiden, baik dalam hal perencanaan, penganggaran, penentuan kebijakan, maupun pengangkatan jabatan-jabatan dalam lingkungan pemerintahan. Demikian pula fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPR harus tetap dapat menjamin terciptanya checks and balances, tanpa mengganggu wewenang yang dimiliki oleh presiden, terutama dalam menjalankan pemerintahan. Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 26 MAHKAMAH KONSTITUSI Rangkuman Materi 1. Sistem Pemerintahan di Indonesia mengalami beberapa kali perubahan baik yang terjadi sebagai konsekuensi dari perubahan konstitusi maupun karena kebutuhan dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan. 2. UUD 1945 sebelum perubahan menganut sistem quasi presidensial karena kedudukan Presiden bergantung kepada MPR. 3. Setelah UUD 1945 disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945, sistem pemerintahan yang diterapkan adalah sistem parlementer di mana menteri bertanggungjawab kepada parlemen. Hal ini disebabkan oleh faktor kondisi Indonesia yang baru merdeka sehingga belum membentuk MPR dan baru terbentuk KNIP. Sistem pemerintahan parlementer juga berlaku berdasarkan konstitusi RIS dan UUDS 1950. Bahkan, pada saat UUD 1945 berlaku lagi berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 juga masih berlaku sistem pemerintahan parlementer. 4. Sistem Presidensial baru berlaku pada masa Orde Baru, yang selanjutnya diperkuat melalui Perubahan UUD 1945. Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 27 MAHKAMAH KONSTITUSI LATIHAN SOAL Berilah tanda check list (√) pada kolom Benar atau Salah yang menurut Anda paling tepat sesuai dengan pernyataan dalam soal. No. Soal Benar Salah Negara Indonesia adalah Negara yang menganut sistem presidensial dengan karakter yang lebih longgar sehingga dapat 1. disimpulkan bahwa para pendiri negara tidak menganut sistem presidensial secara utuh. Penyusunan UUD 1945 menggunakan asas Trias Politika bukan 2. asas partial separation power (pembagian kekuasaan yang tidak ketat). Asas fusion of power (penggabungan/peleburan kekuasaan) 3. dipakai dalam sistem pemerintahan Amerika. Sistem Pemerintahan Indonesia adalah kombinasi antara sistem 4. pemerintahan parlementer dan sistem sistem pemerintahan presidensial dalam UUD 1945. 5. Dalam sistem presidensial, Presiden dapat membubarkan DPR. KUNCI JAWABAN 1. Benar. 3. Salah. 5. Salah 2. Salah 4. Benar. Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 28 MAHKAMAH KONSTITUSI PENUTUP Selamat! Anda telah selesai mempelajari modul tentang “Sistem Pemerintahan Negara”. Modul yang baru saja Anda pelajari ini berisikan materi-materi tentang pengertian, pembagian, ciri-ciri sistem pemerintahan Negara dan sistem pemerintahan dalam konstitusi di Indonesia. Pengetahuan yang telah Anda kuasa iini, semoga benar-benar bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman Anda tentang Sistem Pemerintahan Negara. Semoga modul ini juga dapat menjadi dorongan untuk Anda lebih banyak menggali pengetahuan tentang implementasi sistem pemerintahan negara dan juga sistem pemerintahan yang terdapat dalam konstitusi di Indonesia. Dan untuk menambah pengetahuan Anda, banyak sumber yang dapat Anda kaji dan pelajari guna memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam. Semangat terus! Jadilah warga negara sadar akan hak-hak konstitutionalitasnya ! Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 29 MAHKAMAH KONSTITUSI GLOSARIUM Head Of State : Kepala Negara Head Of Government : KepalaPemerintahan Fusion Of Power : peleburankekuasaan Presidential system :SistemPresidensial Parliamentary System :SistemParlementer Supremacy Parliament :SupremasiParlemen Separation of Powers :PemisahanKekuasaan DAFTAR PUSTAKA Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 30 MAHKAMAH KONSTITUSI A. Hamid S. Attamimi. Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara. Jakarta: FH UI, 1990. A.B. Kusuma. Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: FH UI, 2009. A.V. Disey. Introduction to the Study of the Law of the Constitution. 1897. Arend Lijphart. Parliamentary Government and Presidential Government. Oxford: Oxford University Press, 1992. Arend Lijphart. Pattern of Democracy. Yale: Yale University Press, 1999. Bagir Manan. Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara. Bandung: Mandar Maju, 1995. C.F. Strong. Modern Political Constitution. New York: Sidgwick & Jackson, 1972. Giovanni Sartori. Comparative Constitutional Enginerring. New York: New York University Press, 1997. Hans Kelsen. General Theory of Law and State. New York: Maxwell, 1971. Jimly Asshiddiqie, S.H.. Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan MKRI, 2005. Jimly Asshiddiqie. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI, 2007. Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: FH UI, 1988. Moh. Mahfud MD. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 1993. Saldi Isra. Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010. Slamet Effendy Yusuf dan Umar Basalim. Reformasi Konstitusi Indonesia, Perubahan Pertama UUD 1945. Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2000. Sri Sumantri. Ketatanegaraan Dalam Kehidupan Politik Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993. Sri Sumantri. Sistem-sistem Pemerintahan Negara-Negara ASEAN. Bandung: Transito, 1976. Wijono Prodjodikoro. Azaz-azaz Hukum Tata Negara di Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat, 1977. Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 31 MAHKAMAH KONSTITUSI 1. Kepala negara dipilih melalui pemilihan umum untuk masa jabatan yang tertentu maka bentuk negaranya disebut ….. a. Monarki d. Parlementer b. Republik e. Hybrid c. Demokrasi 2. Sistem parlementer merupakan sistem yang ministerieleverantwoordelijk-heid (menteri bertanggung jawab kepada parlemen) ditambah dengan overwicht (kekuasaan lebih) kepada parlemen.Pernyataan tersebut ialah pendapat …. a. Asshiddiqie b. Djokosoetono c. Sri Soemantri d. Miriam Budiardjo e. Sartori 3. Dibawah ini merupakan karakter sistem pemerintahan presidensial, kecuali … a. Terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara cabang kekuasaan eksekutif dan legislatif. b. Eksekutif bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang berdaulat. c. Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu atau sebagai bawahan yang bertanggung jawab kepadanya. d. Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dandemikian pula sebaliknya. e. Presiden dapat membubarkan atau memaksa parlemen. 4. Jika dalam sistem parlementer berlaku prinsip supremasi parlemen, maka dalam sistem presidensial berlaku prinsip supremasi ….. a. Presidensial b. Campuran c. Konstitusi d. Republik e. Monarki 5. “the existence of a dual executive power” merupakan salah satu syarat sistem pemerintahan …. Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 32 MAHKAMAH KONSTITUSI a. Parlementer b. Presidensial c. Semi-Presidensial d. Republik e. Monarki 6. Sistem Pemerintahan Indonesia berasaskan….. a. Partial separation of powers d. Fusion of power b. Pure separation of powers e. Nomokrasi c. Trias politika 7. Indonesia pernah menganut sistem pemerintahan parlementer, pada tahun……… a. 1949-1950 b. 1960-1965 c. 1945-1949 d. 1980-1985 e. 1999-2004 8. Menurut Sri Soemantri (1993: 115) UUD 1945 menganut sistem pemerintahan campuran. Karakter campuran itu didasarkan pada kesimpulan dibawah ini kecuali ….. a. presiden dipilih dan diangkat oleh MPR b. presiden adalah mandataris atau kuasa dari MPR c. presiden tidak dapat membubarkan lembaga legislatif d. presiden tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR e. presiden untergeordnet kepada MPR 9. Ciri khas dari sistem pemerintahan Indonesia tidak terdapat pemisahan antara presiden sebagai kepala Negara dan presiden sebagai kepala pemerintahan salah satu hal yang menunjukkan itu adalah ….. a. presiden memilih menteri-menteri dan menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden b. Pure separation of powers c. Trias politika d. presiden dipilih dan diangkat oleh MPR e. Presidendapatmembubarkan DPR 10. Asas Fusion of power adalah asas yang dipakai oleh … a. Inggris Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 33 MAHKAMAH KONSTITUSI b. Perancis c. Amerikaserikat d. Indonesia e. Filipina KUNCI JAWABAN 1. B 6. A 2. B 7. A 3. E 8. C 4. C 9. A 5. C 10. A Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi 34

Use Quizgecko on...
Browser
Browser