Makalah Rasm Al-Qur'an PDF

Summary

This document is a research paper on the rules of writing the Quran. It discusses the historical development of rasm al-quran and its importance in preserving and understanding the Quran's message.

Full Transcript

**MAKALAH** \"**RASM AL-QUR\'AN\"** Di susun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur\'an Dosen Pengampu : Ibnu Baharuddin S.pd, M.E. S Disusun Oleh : Kelompok 3 Lisa Nurbaiti (24.40.164) Naila (24.40.172) Naswa (24.40.173) SEMESTER 1A PRODI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN...

**MAKALAH** \"**RASM AL-QUR\'AN\"** Di susun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur\'an Dosen Pengampu : Ibnu Baharuddin S.pd, M.E. S Disusun Oleh : Kelompok 3 Lisa Nurbaiti (24.40.164) Naila (24.40.172) Naswa (24.40.173) SEMESTER 1A PRODI MANAJEMEN BISNIS SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM 2024 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt. karena berkat rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat terselelaikan. Shalawat dan salam penulis kirimkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw., keluarga beliau, para sahabat, dan tabi'in yang telah memperjuangkan agama Islam. Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan makalah ini, penulis mengalami berbagai macam hambatan dan rintangan. Akan tetapi, berkat bantuan dan kerja sama dengan teman-teman, makalah ini dapat terselesaikan, namun masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca yang budiman sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan wacana keilmuan kita semua, khususnya bagi penulis sendiri dan mahasiswa pada umumnya. Āmin Yā Rabb al-'Ālamin\.... Kuala tungkal, Oktober 2024 Penulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur'an sebagai kitab suci terakhir di maksutkan untuk menjadi petunjuk, bukan saja bagi anggota masyarakat tempat kitab ini diturunkan, tetapi juga bagi seluruh masyarakat manusia hingga akhir zaman. Al-Qur'an juga merupakan salah satu sumber hokum islam yang menduduki peringkat teratas. Dan seluruh ayatnya berstatus qat'I al-Qurud yang diyakini eksistensinya sebagai wahyu dari Allah swt. Dengan demikian, autentitas al-Qur'an benar-benar dapat di pertanggung jawabkan, karena ia merupakan wahyu Allah baik dari segi lafadz maupun dari segi maknanya. Sejak awal hingga akhir turunnya, seluruh ayat al-Qur'an telah ditulis dan didokumentasikan oleh para juru tulis wahyu yang ditunjuk oleh rasulullah saw. Disamping itu seluruh ayat-ayat al-Qur'an dinukilkan atau diriwayatkan secara mutawatir baik secara hafalan maupun tulisan. Dalam pada itu, al-Qur'an sebagai yang dimiliki umat Islam sekarang, ternyata telah mengalami proses sejarah yang cukup unik dalam upaya penulisan dan pembukuannya. Pada masa Nabi saw, alQur'an belum ditulis dan dibukukan dalam satu mushaf. Ia baru ditulis pada kepingan-kepingan tulang, pelepah-pelepah kurma, dan batu-batu sesuai dengan kondisi peradaban masyarakat waktu itu yang belum mengenal adanya alat tulis menulis seperti kertas. Untuk mengfungsikan al-Qur'an dan memahami isi serta kandungan maka diperlukan suatu ilmu yang terkait. Salah satunya adalah ilmu rasm al-Qur'an. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis dapat merumuskan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut. 1\. Bagaimana Definisi Rasm Al-Qur'an ? 2\. Sejarah Singkat Perkembangan Rasm Al-Qur\'an? 3\. Kaidah-kaidah penulisan Rasm Al-Qur\'an ?4. Kedudukan Rasm Al-Qur\'an ? BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Rasm Al-Qur'an Secara bahasa rasm berarti gambar atau tulisan. Secara istilah rasm al-Qur'an adalah tata cara menuliskan huruf dan kalimat al-Qur'an sesuai dengan metode yang ditetapkan dalam mushaf utsmani pada masa khalifah Utsman bin Affan. Istilah rasm al-Quran juga diartikan sebagai pola penulisan al-Qur'an yang digunakan Utsman bin Affan dan empat sahabat ketika menulis dan membukukan al-Qur'an. Rasm al-Qur'an berarti cara atau kaidah-kaidah penulisan huruf-huruf dari kata-kata al-Qur'an yang disetujui khalifah Utsman bin Affan dan dipedomani oleh tim penyalin Al-Qur'an yang dibentuknya dan terdiri atas Zaid ibn Tsabit, 'Abdullah ibn al-Zubair, Sa'id ibn al-'Ash, dan 'Abd al-Rahman ibn al-Harits ibn Hisyam. Zaid bin Tsabit bersama tiga orang Quraisy telah menempuh suatu metode khusus dalam penulisan al-Qur'an yang disetujui oleh Utsman. Para ulama menamakan metode tersebut dengan Ar-Rasm Al-'Utsmani lil Mushaf (penulisan mushaf Utsmani), suatu nama yang dinisbatkan kepada Utsman. Rasm al-Qur'an adalah tata cara menulis al-Qur'an yang ditetapkan pada masa khalifah Utsman bin Affan. Mushaf Utsman ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu. Berdasarkan beberapa definisi yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dipahami bahwa rasm al-Qur'an adalah tata cara penulisan kalimat-kalimat dan huruf-huruf al-Qur'an yang dilakukan oleh para sahabat sesuai dengan kaidahkaidah yang disetujui oleh khalifah Utsman bin Affan. B. Sejarah Singkat Perkembangan Rasm Al-Qur'an Pada mulanya mushaf para sahabat yang berbeda antara satu dengan yang lainnya mereka mencatat wahyu al-Qur'an tanpa pola penulisan standar, karena umumnya dimaksudkan hanya untuk kebutuhan pribadi, tidak direncanakan akan diwariskan kepada generasi sesudahnya. Pada zaman Nabi saw., al-Qur'an ditulis pada benda-benda sederhana, seperti kepingan-kepingan batu, tulang-tulang kulit unta dan pelepah kurma. Tulisan al-Qur'an ini masih terpencar-pencar dan belum terhimpun dalam sebuah mushaf dan disimpan di rumah Nabi saw.. Penulisan ini bertujuan untuk membantu memelihara keutuhan dan kemurnian al-Qur'an. Pada zaman Abu Bakar, al-Qur'an yang terpencar-pencar itu di salin kedalam shuhuf (lembaran-lembaran). Penghimpunan al-Qur'an ini dilakukan Abu Bakar setelah menerima usul dari Umar ibn al-Kattab yang khawatir akan semakin hilangnya para penghafal al-Qur'an sebagaimana yang terjadi pada perang yamamah yang menyebabkan gugurnya 70 orang penghafal al Qur'an. Karena itu, tujuan pokok dalam penyalinan al-Qur'an di zaman Abu Bakar masih dalam rangka pemeliharaan agar jangan sampai ada yang terluput dari al-Qur'an. Sepeninggal Abu Bakar, estafet pemerintahan beralih kepada Umar bin Khattab, pada periode inilah mushaf zaman Khalifah Abu Bakar disalin dalam lembaran (shahifah). Umar tidak menggandakan lagi shahifah yang ada, karena motif awalnya memang dipergunakan sebagai naskah asli (original), bukan sebagai naskah hafalan. Setelah semua rangkaian naskah selesai, naskah tersebut diserahkan kepada Hafshah, istri Rasulullah untuk disimpan. Pertimbangannya, selain istri Rasulullah, Hafshah juga dikenal sebagai orang yang pandai membaca dan menulis. Pada zaman khalifah Utsman bin Affan, al-Qur'an disalin lagi ke dalam beberapa naskah. Untuk melakukan pekerjaan ini, Utsman membentuk tim 4 yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah Ibn Az-Zubair, Saad Ibn al-Ash, dan Abd alRahman Abd al-harits. Dalam kerja penyalinan al-Qur'an ini mereka mengikuti ketentuan-ketentuan yang disetujui oleh Khalifah Utsman. Di antara ketentuanketentuan itu adalah bahwa mereka menyalin ayat berdasarkan riwayat mutawatir, mengabaikan ayat-ayat mansukh dan tidak diyakini dibaca kembali di masa hidup Nabi saw. Tulisannya secara maksimal maupun diakomodasi ira'at yang berbedabeda, dan menghilangkan semua tulisan sahabat yang tidak termasuk ayat alQur'an. Para penulis dan para sahabat setuju dengan tulisan yang mereka gunakan ini. Para ulama menyebut cara penulisannya ini sebagai rasm al-Mushaf. Karena cara penulisan disetujui oleh Utsman sehingga sering pula dibangsakan oleh Utsman. Sehingga mereka sebut rasm Utsmani atau rasm al-Utsmani. Namun demikian pengertian rasm ini terbatas pada mushaf oleh tim 4 di zaman Utsman dan tidak mencakup rasm Abu Bakar pada zaman Nabi saw. Bahkan, Khalifah Utsman membakar salinan-salinan mushaf tim 4 karena khawatir akan beredarnya dan menimbulkan perselisihan di kalangan umat Islam. Hal ini nanti membuka peluang bagi ulama kemudian untuk berbeda pendapat tentang kewajiban mengikuti rasm Utsmani. Pada zaman Ali bin Abi Thalib terjadi proses perbaikan rasm Utsmani, karena seperti yang kita ketahui mushaf atau rasm Utsmani tidak memakai tanda baca titik dan harakat, karena semata-mata didasarkan atas karakter pembacaan orang-orang Arab yang masih murni, sehingga mereka tidak memerlukan syakal dengan harakat dan pemberian titik. Ketika bahasa Arab mulai mengalami kerusakan karena banyaknya percampuran (dengan bahasa non Arab) maka para penguasa menganggap pentingnya ada formasi penulisan mushaf dengan harakat, titik dan lain-lain yang dapat membantu pembacaan yang benar. Orang pertama yang melakukan hal itu adalah Abul Aswad Ad-Duali atas permintaan Ali bin Abi Thalib. Diriwayatkan, konon abu Aswad Ad-Duali mendengar seorang qari membaca firman Allah swt. Yang artinya : "Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrik".Orang itu membacanya dengan kasrah pada kata lam dalam kata wa rasulahu. Artinya Sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musyrik dan Rasul-Nya. Hal ini membuat terkejut Abul Aswad, komentarnya "Maha tinggi Allah untuk meninggalkan Rasul-Nya". Setelah dikejutkan oleh peristiwa tersebut, Abul Aswad bekerja keras dan hasilnya sampai pada pembuatan tanda fathah berupa titik di atas huruf, tanda kasrah berupa satu titik di bawah huruf, tanda dhammah berupa satu titik disela-sela huruf dan tanda sukun berupa dua titik. Perbaikan rasm Mushaf itu berjalan secara bertahap. Pada mulanya syakal berupa titik. Kemudian terjadi perubahan penentuan harakat yang berasal dari huruf, dan itulah yang dilakukan oleh al-Khalil. Perubahan itu ialah fathah berupa tanda garis bujur di atas huruf, kasrah berupa tanda garis bujur di bawah huruf, dhammah dengan wawu kecil di atas huruf dan tanwin dengan tambahan tanda serupa. Alif yang dihilangkan dan diganti, pada tempatnya dituliskan dengan warna merah. Hamzah yang dihilangkan dituliskan berupa hamzah dengan warna merah tanpa huruf. Pada nun dan tanwin sebelum huruf ba diberi tanda iqlab berwarna merah. Sedang nun dan tanwin sebelum huruf tekak (halaq) diberi tanda sukun dengan warna merah. Nun dan tanwin tidak diberi tanda apa-apa ketika idgham dan ikhfa'. Setiap huruf yang harus dibaca sukun (mati) diberi tanda sukun dan huruf yang diidghamkan tidak diberi tanda sukun tetapi huruf yang sesudahnya diberi tanda syaddah; kecuali huruf ta sebelum tha maka sukun tetap dituliskan. Kemudian pada abad ketiga Hijriah terjadi perbaikan dan penyempurnaan rasm Mulshaf. Dan orang pun berlomba-lomba memilih bentuk tulisan yang baik dan menemukan tanda-tanda yang khas. Mereka memberikan untuk huruf yang disyaddah sebuah tanda seperti busur. Sedang untuk alif wasal diberi lekuk di atasnya, di bawahnya atau di tengahnya sesuai dengan harakat sebelumnya; fathah, kasrah atau dhammah. Berdasarkan sejarah perkembangan yang diuraikan sebelumnya dapat dipahami bahwa seiring perkembangan zaman terjadi perbaikan-perbaikan untuk mencapai kesempurnaan dari penulisan al-Qur'an agar tidak terjadi kekeliruan pada saat membaca al-Qur'an. C. Kaidah-kaidah Penulisan Al-Qur'an Al-Qur'an memiliki kaidah-kaidah penulisan. Kaidah atau aturan penulisan tersebut berkisar pada enam hal, yaitu penghapusan (al-hadzf ), penambahan (al-ziyadah), enulisan al-hamzah, penggantian (al-badal), persambungan dan pemisahan (al-washlu wa al-fashlu), dan tulisan atau kata yang bisa dibaca dua bunyi.1. Al-Hadzf Al-Hadzf berarti menghapus, membuang, menghilangkan atau meniadakan huruf. a\. Menghilangkan huruf alif b\. Menghilangkan huruf ya' ( ي ) Huruf ya' (ي) dibuang setiap manqush munawwan baik berharakat c\. Menghilangkan huruf wawu ( و ) d\. Menghilangkan huruf lam ( ل ) Huruf lam (ل) dihilangkan apabila dalam keadaan idgam. 2\. Ziyadah berarti penambahan. Kata yang ditambah hurufnya dengan rasm Utsmani adalah alif, ya, dan wawua. Penambahan huruf alif (ا) 2\) Penambahan huruf alif (ا) sesudah huruf hamzah marsumah waw b\. Penambahan huruf ya (ي) c\. penambahan huruh wawu (و) 3\. Al-Hamzah Apabila hamzah berharakat sukun, maka ditulis dengan huruf berharakat kecuali pada beberapa kata yang di اُؤْ تُمِنَ , اِئْذَنْ yang sebelumnya, misalnya ekspepsikan. Adapun hamzah (ء) yang berharakat, jika ia berada di awal kata, dan bersambung dengannya (dengan hamzah) huruf tambahan, mutlak harus ditulis dengan alif, dalam keadaan berharakat fathah atau kasrah. Adapun bila hamzah (ء) terletak di tengah, maka ia ditulis sesuai dengan huruf harakatnya. Kalau fathah dengan alif, kalau kasrah dengan ya dan kalau dhammah dengan wawu,Akan tetapi, apabila huruf yang sebelumnya hamzah itu sukun, maka tidak ada tambahan 4\. Al-Badal a\. Huruf alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan 5\. Al-Washl wa Al-Fashl (Kaidah Sambung dan pisah) Washl berarti menyambung. Di sini, washl dimaksudkan metode penyambungan kata (dalam bahasa Arab disebut huruf, jadi penyambungan dua huruf) yang mengakibatkan hilang atau dibuangnya huruf tertentu. 6\. Kata yang bisa dibaca dua bunyi Suatu kata (di dalam bahasa Arab, kata yang kita maksud disebut kalimat) yang bisa dibaca dua bunyi, penulisannya disesuaikan dengan salah satu bunyinya. Di dalam Mushaf Utsmani penulisan kata semacam itu ditulis dengan menghilangkan alif. D. Kedudukan Rasm Al-Qur'an Para ulama berbeda pendapat tentang status atau kedudukan rasm alQurán atau rasm Utsmani. Perdebatan para ulama tentang ini adalah seputar hukum rasm al-Qur'an ini apakah dapat dihukumkan tauqifi, yaitu diajarkan langsung oleh Rasulullah saw., atau ini adalah hasil ijtihad para sahabat terdahulu. Perbedaan pendapat para ulama ini dibagi kepada tiga golongan antara lain. 1\. Golongan Pertama Para ulama yang mengakui bahwa rasm Utsmani itu bersifat tauqifi berpendapat, wajib mengikuti rasm Utsmani dalam penulisan al-Qur'an dan tidak dibolehkan menyalahinya. Pendapat ini diikuti oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan Imam Malik, keduanya mengharamkan penulisan al-Qur'an dengan selain rasm Utsmani. Mereka menyebutkan, Nabi pernah mengatakan pada Muawiyah, salah seorang penulis wahyu, "goreskan tinta, tegakkan huruf ya', bedakan sin, jangan kamu miringkan mim, baguskan tulisan lafal Allah, panjangkan Ar-Rahman, baguskan Ar-Rahim dan letakkan penamu pada telinga kirimu, karena yang demikian akan lebih dapat mengingatkan kamu". Rasm Utsmani mendapatkan hal-hal yang masing-masing pantas dihargai dan wajib diikuti. Hal itu adalah pengakuan Rasulullah saw. terhadapnya, perintah beliau dengan menggunakan undang-undang, kesepakatan sahabat yang jumlahnya lebih dari dua belas ribu orang dan kesepakatan umat setelah itu pada masa tabiin dan para imam mujtahid.2. Golongan Kedua Para ulama yang menyatakan rasm Utsmani itu bukan tauqifi tentu mereka membolehkan penulisan al-Qurán dengan selain rasm Utsmani.25 Banyak ulama berpendapat bahwa rasm Utsmani bukan tauqifi dari Nabi, tetapi hanya merupakan satu cara penulisan yang disetujui Utsman dan diterima umat dengan baik, sehingga menjadi suatu keharusan yang wajib dijadikan pegangan dan tidak boleh dilanggar. Ada beberapa argumentasi yang dikemukakan perihal rasm Utsmani bukan tauqifi antara lain: a. Tidak satupun dari dalil al-Qur'an maupun hadis yang secara eksplisit mengatur penulisan al-Qur'an dengan metode-metode tertentu, yang ada justru sebaliknya, al-Qur'an boleh ditulis dengan skrip manapun yang memudahkan. b\. Kondisi kebudayaan bangsa Arab awal Islam masih dalam fase-fase peralihan, artinya budaya tulis-menulis belumlah mencapai puncak kulminasinya. Hal ini terlihat dari banyakya para sahabat yang tidak memiliki kecakapan menulis (ummi) dan hampir mayoritas umat Islam mempelajari al-Qur'an dengan cara menghafalnya (sima'i). Secara teori, pendapat yang dibidani oleh Abdurrahman Ibn Khaldun, Abu Bakar al-Baqillani dapat diterima dan dibenarkan. Akan tetapi persoalannya adalah teks yang dimaksudkan telah menyatu dan terintegrasi dengan al-Qur'an, ia menjadi bagian integral dari suatu teks suci. Artinya, dalam konteks penulisan teks-teks Arab umum tentu tidak ada masalah dan sah-sah saja, namun bila pendapat ini diekspor tanpa batas, sehingga orang dengan semaunya sendiri menuliskan al-Qur'an dengan skrip apapun yang ia kehendaki, maka akan berakibat cukup serius. Skrip tulisan al-Qur'an akan dengan mudah berubah dan berganti edisi dalam tiap generasi seiring perkembangan zaman. Lambat laun, kandungan al-Qur'an yang terintegrasi dalam teks akan muncul sebagai sebuah kitab suci yang tidak lagi sakral, tak ubahnya seperti buku-buku cetak pada umumnya yang mudah direvisi dalam setiap edisi. Berdasarkan uraian mengenai pendapat rasm Utsmani tidak tauqifi dapat dipahami bahwa pendapat mereka lebih cenderung kepada penulisan al-Qur'an bebas dengan mengikuti kaidah Arab secara umum tanpa harus terikat denganrasm Utsmani.3. Golongan Ketiga Golongan ini mengatakan, bahwa al-Qur'an adalah bacaan umum, harus ditulis menurut kaidah arabiyyah dan sharfiyah, akan tetapi harus senantiasa ada Mushaf al-Qur'an yang ditulis dengan khat rasm Utsmani sebagai barang penting yang harus dipelihara, dijaga dan dilestarikan. Pendapat ini oleh Abu Muhammad al-Maliki disebutnya sebagai pendapat moderat (ra‟yu wasthin), dipelopori oleh Syaikh Izzudin bin Abdussalam, kemudian diikuti oleh pengarang kitab alBurhandan al-Tibyan. Kemudian diikuti oleh Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah dan alAzarqani. pendapat ketiga ini lebih moderat dan lebih sesuai dengan kondisi umat. Memang tidak ditemukan nash ditemukan nash yang jelas diwajibkan penulisan al-Qur'an dengan rasm Utsmani. Namun demikian, kesepakatan para penulis alQur'an dengan rasm Utsmani harus diindahkan dalam pengertian menjadikannya sebagai rujukan yang keberadaannya tidak boleh hilang dari masyarakat Islam. Sementara jumlah umat islam dewasa ini cukup besar dan tidak menguasai rasm Utsmani. Bahkan, tidak sedikit jumlah umat Islam yang tidak mampu membaca aksara arab. Mereka membutuhkan tulisan lain untuk membantu mereka agar membaca ayat-ayat al-Qur'an, seperti tulisan latin. Namun demikian, al-Qur'an dengan rasm Utsmani harus dipelihara sebaga standar. rujukan ketika dibutuhkan. Demikian juga tulisan ayat-ayat al-Qur'an dalam karya ilmiah, rasm Utsmani mutlak diharuskan karena statusnya sudah masuk dalam kategori rujukan dan penulisannya tidak mempunyai alasan untuk mengabaikannya. Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bahwa penulisan al-Qur'an pada pendapat ini lebih kepada bagaimana yang termudah bagi pembaca tapi rasm Utsmani harus tetap dipelihara sebagai standar rujukan ketika dibutuhkan. Dari ketiga pendapat di atas penulis lebih cenderung menyatakan, bahwa untuk penulisan al-Qur'an secara utuh sebagai kitab suci umat Islam, mesti mengikuti dan berpedoman kepada rasm Utsmani, hal ini mengingat pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 1. Agar umat Islam diseluruh dunia memiliki kitab suci yang seragam dalam pola penulisannya, sesuai dengan pedoman aslinya. 2. Pola penulisan al-Qur'an dengan rasm Utsmani, kalaupun tidak bersifat taufiqi minimal telah merupakan ijma' atau kesepakatan para sahabat Nabi. Ijla' sahabat memiliki kekuatan hokum tersebut yang wajib diikuti, termasuk dalam penulisan al-Qur'an dengan rasm Utsmani (bila dimaksudkan sebagai kitab suci secara utuh). BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa: 1. Rasm al-Qur'an adalah tata cara penulisan kalimat-kalimat dan hurufhuruf al-Qur'an yang dilakukan oleh para sahabat sesuai dengan kaidahkaidah yang disetujui oleh khalifah Utsman bin Affan. 2. Sejarah rasm al-Qur'an dari masa ke masa mengalami perkembangan yang signifikan. Mulai dari masa atau zaman Rasulullah saw. sampai dengan sekarang ini. Pada masa rasulullah ayat ayat al-Qur'an al-Qur'an ditulis pada benda-benda sederhana, seperti kepingan-kepingan batu, tulang-tulang kulit unta dan pelepah kurma. Tulisan al-Qur'an ini masih terpencar-pencar dan belum terhimpun dalam sebuah mushaf. Pada masa khalifah Abu Bakar, al-Qur'an di zaman Abu Bakar masih dalam rangka pemeliharaan agar jangan sampai ada yang terluput dari al-Qur'an. Pada masa khalifah Umar bin Khattab, hanya meneruskan bagaimana pemeliharaan al-Qur'an pada masa Khalifah Abu bakar yaitu dengan menjaga al-Qur'an dengan memberikan tugas kepada Hafshah untuk menyimpannya. Pada masa Utsman bin Affan, penulisan al-Qur'an ditulis dalam satu mushaf untuk mengatasi perbedaan logat bacaan yang dilakukan oleh umat Islam yang sudah menyebar di beberapa daerah di luar Arab. Pada masa Ali bin Abi Thalib terjadi perbaikan Al-Qur'an dengan pemberian harakat-harakat pada tulisan al-Qur'an berupa tanda titik. Perkembangan selanjutnya, penulisan al-Qur'an diberikan harakat berupa tanda-tanda baca yang dikenal saat ini, guna memudahkan umat Islam dalam membaca al-Qur'an. 3\. Al-Qur'an memiliki kaidah-kaidah penulisan. Kaidah atau aturan penulisan tersebut berkisar pada enam hal, yaitu penghapusan (al-hadzf ), penambahan (al-ziyadah), penulisan al-hamzah, penggantian (al-badal), persambungan dan pemisahan (al-washlu wa al-fashlu), dan tulisan atau kata yang bisa dibaca dua bunyi. 4. Para ulama berbeda pendapat tentang status atau kedudukan rasm alQurán atau rasm Utsmani. Perdebatan para ulama tentang ini adalah seputar hukum rasm al-Qur'an ini apakah dapat dihukumkan tauqifi, yaitu diajarkan langsung oleh Rasulullah saw., atau ini adalah hasil ijtihad para sahabat terdahulu. Perbedaan pendapat para ulama ini dibagi kepada tiga golongan. a. Golongan pertama mengatakan bahwa rasm Utsmani itu bersifat tauqifi berpendapat, wajib mengikuti rasm Utsmani dalam penulisan al-Qur'an dan tidak dibolehkan menyalahinya. Golongan ini berdasar pada Rasulullah saw. yang pernah memerintahkan kepada Muawiyah untuk menulis al-Qur'an berdasarkan penekanan-penekanan tertentu.b. Golongan kedua berpendapat bahwa rasm Utsmani itu bukan tauqifi, tentu mereka membolehkan penulisan al-Qurán dengan selain rasm Utsmani. Banyak ulama berpendapat bahwa rasm Utsmani bukan tauqifi dari Nabi, tetapi hanya merupakan satu cara penulisan yang disetujui Utsman dan diterima umat dengan baik. c\. Golongan ketiga beranggapan bahwa dalam penulisan al-Qur'an boleh menggunakan teknik penulisan sesuai dengan yang memudahkan tapi rasm Utsmani harus dipelihara sebagai standar rujukan ketika dibutuhkan. DAFTAR PUSTAKA Acep. Ulumul Qur'an. Cet. III; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016. Anshori. Ulumul Qur'an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan. Cet. III; Jakarta: Rajawali Pers, 2016. Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahannya. Cet. X; Bandung: Diponegoro, 2013.Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qur'an I. Cet. IV; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. Madzkur, Zainal Arifin. "Legalisasi Rasm Utsmani dalam Penulisan al-Qur'an", Journal of Qur'an and Hadith Studies, vol. 1 no. 2. (2012). http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/journal-of-quran-and-hadith/article/ download/1325/1178 (Diakses 1 Mei 2018). \-\-\-\-\-\--. "Urgensi Rasm Utsmani", Jurnal Khatulistiwa, vol. 1 no. 1 (Maret 2011). http://jurnaliainpontianak.or.id/index.php/khatulistiwa/article/download/ 176/138 (Diakses 1 Mei 2018). al-Qaththan, Syaikh Manna. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an. Cet. VI; Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011. Syuhbah, Muhammad bin Muhammad Abu. Studi Ulumul Quran. Cet. I; Bandung: Pustaka Setia, 2003. Usup, Djamilah. "Ilmu Rasm Al-Qur'an", Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah, vol. 5 no. 1 (2007). http://journal.iain-manado.ac.id/index.php/JIS/article/view/229/ 202 (Diakses 1 Mei 2018). al-Zarqani, Syeikh Muhammad Abdul Adzim. Manahil Al-'Urfan Fi Ulum AlQur'an. Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002.

Use Quizgecko on...
Browser
Browser