Disungsi & Rehabilitasi pada Bowel Neurogenik PDF

Summary

Dokumen ini membahas disfungsi dan rehabilitasi pada bowel neurogenik, berfokus pada gejala, epidemiologi, neuroanatomi, dan mekanisme defekasi. Memahami fase holding, inisiasi, dan komplit sangat penting dalam penanganan masalah bowel tersebut. Isu-isu seperti inkontinensia fekal dan konstipasi juga dibahas.

Full Transcript

STRUCTURE DISFUNGSI & REHABILITASI pada BOWEL NEUROGENIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO Pendahuluan Disfungsi bowel neurogenik: masalah yang kurang mendapat perhatian krn biasanya tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dg defisit fungsi organ lain...

STRUCTURE DISFUNGSI & REHABILITASI pada BOWEL NEUROGENIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO Pendahuluan Disfungsi bowel neurogenik: masalah yang kurang mendapat perhatian krn biasanya tidak berdiri sendiri, melainkan berkaitan dg defisit fungsi organ lain. Sebagian dari pasien memerlukan bantuan keluarga dlm fungsi bowel shg keluarga pasien juga harus dilibatkan dlm penanganan masalah ini. Dlm program pengendalian fungsi bowel ini, pasien diharapkan dapat mengatasi masalah disabilitas di bidang vokasional & sosial. DISFUNGSI BOWEL hilangnya kemampuan mengontrol defekasi secara sadar disebabkan oleh rusaknya kontrol saraf ekstrinsik (simpatis, parasimpatis/ somatik) & mekanisme anorektal menyebabkan inkontinensia fekal, konstipasi & kesulitan dlm evakuasi feses (gangguan ini dapat berupa bentuk lesi upper motor neuron (UMN) maupun lower motor neuron (LMN) Bowel neurogenic: hilangnya fungsi kontrol motorik/ sensori motorik secara langsung, dg atau tanpa kerusakan persarafan simpatik & parasimpatik Bowel program: intervensi rehabilitasi interdisiplin yg fokus pada menetapkan rencana manajemen yg menyeluruh untuk mempertahankan fungsi bowel Bowel care: membantu defekasi Bowel program & teknik pelatihan bowel care semestinya disertakan lebih efektif selama pasien direhabilitasi. EPIDEMIOLOGI  Prevalensi dari inkontinensia fekal & konstipasi: 0,3 - 5% pada populasi masyarakat umum. Prevalensi dari inkontinensia fekal: 43% pada pasien SCI 29% pada pasien SCI rawat jalan 10-50% pada lansia yang dirawat di RS / panti jompo  Prevalensi dari difficulty with evacuation: 10 - 50% diantara pasien lanjut usia yang dirawat di rumah sakit Gejala yang umum : fekal inkontinensia, konstipasi & difficulty with evacuation. Disfungsi bowel neurogenik dapat menjadi disabilitas & handicap yang utama pada pasien dg cedera medula spinalis, stroke, amyotrophic lateral sclerosis (ALS), multiple sclerosis, diabetes mellitus (DM), myelomeningocele & muscular dystrophy. Sasaran pokok dari program bowel yang diterapkan pada keseluruhan kasus adalah: 1. mencegah pergerakan usus yg tidak direncanakan 2. me↑ efisiensi & efektifitas bowel care 3. mencegah komplikasi Neuroanatomi Colon & mekanisme anorektal menerima persarafan simpatik, parasimpatik, somatik & memiliki enteric nervus system (ENS) intrinsik diantara lapisan otot & di bawah lapisan mukosa. Ketika utuh, intrinsik ENS melanjutkan pengintegrasian & pengaturan fungsi bowel, meskipun tanpa input sistem saraf otonom & somatik. ENS - merupakan kunci untuk memelihara dengan baik fungsi dari traktus gastrointestinal secara menyeluruh - terletak pada dua lapisan utama, pleksus submukosa (Meissner’s) & pleksus myenterik (Auerbach’s) intramuskuler - dibantu pertimbangan oleh sistem saraf otonom: Saraf simpatik :meningkatkan fungsi penyimpanan dengan meningkatkan tonus anal & menghambat kontraksi colon. Saraf parasimpatik:meningkatkan pergerakan colon. Simpatis Otonom Parasimpatis Serabut Eferen Somatis n. Vagus Serabut Aferen Ganglion simp prevertebra Interneuron dinding saluran GI A. Serabut-serabut eferen 1. eferen-eferen otonom a. eferen-eferen simpatis yang berasal dari T11-L2 melintas Sepanjang ganglion pelvikus & 2. eferen-eferen somatis pleksus hipogastrik - dibawah kontrol eferen simpatis &  meningkatkan kontraksi IAS; kontrol volunter dari korteks yang berasal dari L1-L2 melintas ganglion - S2-S4 (melalui n. pudendus) mesenterik inferior menghambat menginervasi EAS kontraksi sal.GI bawah - cab langsung S1-S5 otot-otot b. eferen2 parasimpatis meningkatkan puborektal motilitas sal.GI n. Vagus (n.cranialis X) colon ascendens & transv n. Splachnikus (S2-S4) GI bawah (saraf splanknik pelvis/ saraf erigentes) B. Serabut-serabut aferen Impuls-impuls aferen diproses di 3 tempat: - SSP melalui n. vagus - ganglion simpatis prevertebral - interneuron-interneuron di dlm dinding sal.GI FUNGSI KOLON pembentukan feses & defekasi gudang penimbunan & penyimpanan sepanjang tekanan di dalam colon masih lebih rendah daripada tekanan dari mekanisme sfingter anal lingkungan pertumbuhan bakteri tertentu reabsorbsi cairan Fase - Fase Pengosongan Bowel A. Fase kolonik kontraksi kolon mendorong feces ke dalam rektum B. Fase defekasi volunter Fase holding Fase inisiasi fase akhir Fisiologi 3 Fase : Holding, Inisiasi, Complete Fase Holding Fase ini dimulai saat feses memasuki rektum. Saat itu terjadi pengembangan dari dinding rektum krn relaksasi dari sebagian otot-otot IAS shg timbul perasaan ingin BAB. Rektum pada fase ini bertindak sbg penampungan sementara dari feses, sementara itu otot-otot puborektalis & EAS berkontraksi atas koordinasi dari korteks untuk menahan keinginan BAB. Fase Inisiasi Fase ini mulai saat rektum mulai teregang oleh feses, saat volume peregangan rektum mencapai 100 - 150 ml, keinginan untuk defekasi semakin besar. Saat seseorang memutuskan untuk BAB, terjadi relaksasi otot-otot puborektal & EAS. Keadaan relaksasi ini di kombinasikan dengan posisi duduk maupun jongkok akan membuat sudut anorektal lebih lurus, shg jalan keluar feses mudah. Proses ini dipercepat dengan manuver valsava. Selama manuver valsava, otot-otot EAS berkontraksi untuk mencegah terjadinya inkontinensia dari feses (dinamakan reflek vesikoanal). Fase komplit Terjadi saat tekanan rektum ↓ & diikuti dg tonus otot IAS & EAS yg kembali ke keadaan semula. Gastrocolik reflek Berhubungan dengan peningkatan aktivitas colon (GMC & pergerakan massa ) yang terjadi dalam 30-60 menit setelah makan Peningkatan aktivitas colon ini tampaknya diatur oleh efek hormonal, dari pelepasan peptida dari traktus gastrointestinal atas (gastrin, motilin, cholecystokinin), yang meningkatkan kontraktilitas otot polos colon Stimulasi reseptor gastrointestinal atas juga mengakibatkan peningkatan aktivitas di dalam colon, berkaitan dengan peningkatan aktivitas efferen parasimpatik dan dapat juga hanya diperantarai oleh enteric nervus system (ENS). Respon gastrocolik sering menjadi terapi yang digunakan, termasuk pada pasien dengan cedera medula spinalis, untuk meningkatkan bowel evakuasi dalam kerangka waktu 30-60 menit postprandial. Makanan tertentu dapat bertindak sebagi makanan pemicu yang mungkin sekali khusus untuk merangsang evakuasi bowel segera setelah dikonsumsi. MEKANISME BAB Defekasi dicegah oleh : 1. IAS 2. m. puborektalis 3. efek mekanik dari sudut anorektal akut 4. EAS: reflek & kendali kesadaran DEFEKASI - Reflek yang terpicu oleh distensi rektosigmoid. - Reflek rektorektal terjadi dimana usus proksimal (smp bagian yang terdistensi oleh feces) berkontraksi & dinding usus bagian distal relaksasi, shg memungkinkan untuk pendorongan feces lebih ke arah kaudal. - Reflek relaksasi dari sfingter interna (reflek inhibitory rektoanal) juga terjadi, yg diperkuat, tapi tidak harus memerlukan, suplai saraf ekstrinsik. Relaksasi ini berhubungan dengan keinginan yang diberi nama ‘panggilan untuk berak’ (the call to stool). - Seseorang kemudian dapat dg kemauan kesadaran mengkontraksikan levator ani untuk membuka kanal anal proksimal & merelaksasikan sfingter eksterna & musculus puborektalis. Hal ini menyediakan jalan anorektal yg terbuka, lurus & pendek, yg memungkinkan feses utk lewat. - Me↑ tekanan intra abdominal dg jongkok & manuver valsalva dpt membantu pengeluaran feses.