E-BOOK Fitoterapi PDF - Perkembangan & Manfaat Obat Herbal

Summary

Buku ini membahas perkembangan dan manfaat obat herbal sebagai fitoterapi. Buku ini mencakup sejarah obat herbal, potensi rempah-rempah, dan khasiat tanaman obat untuk berbagai penyakit. Buku ini juga memberikan informasi tentang pemasaran dan pengembangan produk obat tradisional.

Full Transcript

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/366951058 PERKEMBANGAN & MANFAAT OBAT HERBAL Book ยท September 2022 CITATIONS READS 0...

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/366951058 PERKEMBANGAN & MANFAAT OBAT HERBAL Book ยท September 2022 CITATIONS READS 0 6,250 3 authors: Godeliva Adriani Hendra Fibe Yulinda Cesa Ma Chung University Ma Chung University 19 PUBLICATIONS 8 CITATIONS 15 PUBLICATIONS 26 CITATIONS SEE PROFILE SEE PROFILE Rollando Rollando Ma Chung University 111 PUBLICATIONS 365 CITATIONS SEE PROFILE All content following this page was uploaded by Godeliva Adriani Hendra on 08 January 2023. The user has requested enhancement of the downloaded file. Penerbit PERKEMBANGAN & MANFAAT OBAT HERBAL SEBAGAI FITOTERAPI Waode Munaeni, Meillisa Carlen Mainassy, Dian Puspitasari, Leni Susanti, Nur Cholis Endriyatno, Ari Yuniastuti, Ni Ketut Wiradnyani, Prima Nanda Fauziah, Adriani, Ami Febriza Achmad, Martina Kurnia Rohmah, Ilham Fadhilah Rahman, Reina Yulianti, Fibe Yulinda Cesa, Godeliva Adriani Hendra, Rollando PERKEMBANGAN DAN MANFAAT OBAT HERBAL SEBAGAI FITOTERAPI Penulis Waode Munaeni, Meillisa Carlen Mainassy, Dian Puspitasari, Leni Susanti, Nur Cholis Endriyatno, Ari Yuniastuti, Ni Ketut Wiradnyani, Prima Nanda Fauziah, Adriani, Ami Febriza Achmad, Martina Kurnia Rohmah, Ilham Fadhilah Rahman, Reina Yulianti, Fibe Yulinda Cesa, Godeliva Adriani Hendra, Rollando Editor Mika Tri Kumala Swandari Maic Audo Eybi Mayer Penerbit TOHAR MEDIA i Perkembangan Dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapi Penulis : Waode Munaeni, Meillisa Carlen Mainassy, Dian Puspitasari, Leni Susanti, Nur Cholis Endriyatno, Ari Yuniastuti, Ni Ketut Wiradnyani, Prima Nanda Fauziah, Adriani, Ami Febriza Achmad, Martina Kurnia Rohmah, Ilham Fadhilah Rahman, Reina Yulianti, Fibe Yulinda Cesa, Godeliva Adriani Hendra, Rollando ISBN : 978-623-5603-81-0 Editor : Mika Tri Kumala Swandari, Maic Audo Eybi Mayer Desain Sampul dan Tata Letak Ai Siti Khairunisa Penerbit CV. Tohar Media Anggota IKAPI No. 022/SSL/2019 Redaksi : JL. Rappocini Raya Lr 11 No 13 Makassar JL. Hamzah dg. Tompo. Perumahan Nayla Regency Blok D No.25 Gowa Telp. 0852-9999-3635/0852-4352-7215 Email : [email protected] Website : https://toharmedia.co.id Cetakan Pertama Juni 2022 Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronik maupun mekanik termasuk memfotocopy, merekam atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (Tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (Lima Miliar Rupiah) 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dipidana paling lama 5 (lima tahun) dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah ii KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga buku yang berjudul โ€œPerkembangan Dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ telah selesai ditulis. Buku ini bermanfaat untuk siapapun yang ingin menambah wawasan tentang obat herbal atau sebagai referensi. Dalam karya ilmiah ini sudah terdapat sejarah perkembangan obat herbal, potensi rempah dan herbal, preparasi baham tumbuhan dan ekstraksi, pemasaran produk obat tradisional, pengembangan produk obat tradisional, penggolongan tumbuhan obat berdasarkan kandungan dan khasiatnya, tanaman obat untuk penyakit hormonal, diabetes dan obesitas, potensi tanaman obat local dalam mencegah dan mengobati saluran kemih, tanaman obat yang berkhasiat antikanker, tanaman obat yang berefek sebagai imunomodulator, tanaman obat berefek antioksidan, tanaman obat berkhasiat sebagai antiinflamasi, tumbuhan toksik (halusinogenik, alergenik dan teratogenik), mekanisme zat aktif berkhasiat dan interaksinya, penilaian dan evaluasi rasionalitas komposisi produk bahan herbal untuk terapi penyakit, dan interaksi tanaman herbal dengan obat. Sehingga buku ini dapat dibaca untuk menambah wawasan atau sebagai referensi. iii Penulis menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan buku ini. Kritik dan saran kami hargai demi perbaikan penulisan serupa dimasa yang akan datang. Besar harapan penulis, semoga buku ini dapat bermanfaat dan dapat bernilai bagi semua pihak yang membutuhkan. Cilacap, Agustus 2022 Penulis iv DAFTAR ISI Halaman Depan _i Halaman Penerbit _ii Kata Pengantar _iii Daftar Isi _iv Bab 1. Sejarah Perkembangan Obat Herbal _1 1.1. Pengantar _1 1.2. Sejarah Penggunaan Herbal dari Beberapa Peradaban _3 1.3. Sejarah Tanaman Obat Indonesia _8 1.4. Perkembangan Obat Herbal di Bidang Akuakultur Dan Peternakan Unggas _13 1.5. Penutup _16 Bab 2. Potensi Rempah dan Herbal _17 2.1. Pengantar _17 2.2. Rempah-Rempah Dalam Sejarah _19 2.3. Herba Indonesia _23 2.4. Sebaran dan Pemanfaatan Rempah dan Herba Global _26 2.5. Potensi Tanaman Rempah dan Obat Indonesia Sebagai Sumber Pangan Fungsional _28 2.6. Prospek PengembanganPangan Fungsional Berbasis Tanaman Rempah dan Obat Indonesia _33 2.7. Kendala dan Strategi Pengembangan Pangan Fungsional Berbasih Tanaman Rempah dan Obat di Indonesia _34 2.8. Penutup _35 Bab 3. Preparasi Bahan Tumbuhan dan Ekstraksi _37 3.1. Pengantar _37 3.2. Perlakuan Sampel Tumbuhan _40 3.3. Definisi Ekstraksi _42 3.4. Jenis dan Sifat Pelarut Ekstraksi _46 3.5. Metode Ekstraksi _49 3.6. Pemilihan Metode Ektraksi _49 3.7. Penutup _52 v Bab 4. Pemasaran Produk Obat Tradisional _55 4.1. Pengantar _55 4.2. Konsep Iklan _61 4.3. Cara Memasarkan Obat Tradisional _63 4.4. Analisis SWOT _65 4.5. Business Model Canvas (BMC) _70 Bab 5. Pengembangan Produk Obat Tradisional _81 5.1. Pengantar _81 5.2. Obat Bahan Alam di Indonesia _82 5.3. Tujuan Pemakaian Obat Tradisional _84 5.4. Pengembangan Obat Tradisional _84 5.5. Kekuatan dan Kekurangan Pengembangan Obat Tradisional _92 5.6. Strategi Pengembangan Obat Tradisional _93 5.7. Penutup _93 Bab 6. Penggolongan Tumbuhan Obat Berdasarkan Kandungan dan Khasiatnya _95 6.1. Pengantar _95 6.2. Sejarah Tanaman Obat _95 6.3. Kandungan Senyawa Bioaktif Tanaman (Flavanoid, Isoflavon, Steroid, dll) _97 6.4. Khasiat Senyawa Bioaktif Tanaman _99 6.5. Penggolongan Tumbuhan Obat _102 6.6. Penutup _111 Bab 7. Tanaman Obat Penyakit Hormonal, Diabetes, dan Obesitas _113 7.1. Pengantar _113 7.2. Tanaman Obat Untuk Penyakit Hormonal _115 7.3. Tanaman Obat Untuk Penyakit Diabetes dan Obesitas _122 7.4. Penutup _129 Bab 8. Potensi Tanaman Obat Lokal Dalam Mencegah dan Mengobati Infeksi Saluran Kemih _131 8.1. Infeksi Saluran Kemih _131 8.2. Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih _134 vi 8.3. Potensi Infusum Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) sebagai Pengganti Antibiotik pada Infeksi Saluran Kemih _135 8.4. Potensi Jahe (Zingiber officinale) dalam Menghambat Pertumbuhan Uropathogenic Escherichia coli (UPEC) dan menurunkan ISK Asimtomatis _140 8.5. Potensi Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) dalam Mengatasi Prostatitis _142 8.6. Tanaman Obat untuk Mengatasi Gangguan Batu Saluran Kemih _145 8.7. Potensi Infusum Daun Alpukat (Persea americana Mill.) dan Ekstrak Daun Pandan (Pandanus amarrylifolius Roxb) dalam Mengobati Batu Ginjal _147 8.8. Penutup _148 Bab 9. Tanaman Obat Yang Berkhasiat Antikanker _151 9.1. Definisi Kanker _151 9.2. Tanaman Obat Yang Berkhasat Antikanker _152 Bab 10. Tanaman Herbal Yang Berefek Sebagai Imunomodulator _165 10.1. Pengantar _165 10.2. Definisi Imunomodulator _166 10.3. Senyawa Bioaktif Tanaman Herbal _167 10.4. Efek Farmakologis Tanaman Herbal Sebagai Imunomodulator _171 10.5. Penutup _177 Bab 11. Tanaman Obat Berefek Antioksidan _179 11.1. Pengantar _179 11.2. Antioksidan Alami _180 11.3. Antioksidan dari Buah dan Sayur _183 11.4. Antioksidan dari Limbah Buah dan Sayur _185 11.5. Antioksidan dari Jamur _188 11.6. Antioksidan dari Tanaman Obat dan Rempah _189 vii 11.7. Antioksidan dari Tanaman Laut _193 Bab 12. Tanaman Obat Berkhasiat Sebagai Antiinflamasi _197 12.1. Pengantar _197 12.2. Antiinflamasi _199 12.3. Senyawa Bioaktif Sebagai Antiinflamasi _205 12.4. Jenis Tanaman Sebagai Antiinflamasi _207 12.5. Penutup _208 Bab 13. Tumbuhan Toksik (Halusinogenil, Alergenik, dan Teratogenik _209 13.1. Pengantar Tumbuhan Toksik _209 13.2. Mekanisme Senyawa Toksik Tanaman _211 13.3. Tumbuhan Alergenik _213 13.4. Tumbuhan Halusinogenik _216 13.5. Tumbuhan Teratogenik _219 13.6. Penutup _221 Bab 14. Mekanisme Zat Aktif Berkhasiat dan Interaksinya _223 14.1. Pengantar _223 14.2. Mekanisme Zat Aktif Berkhasiat dan Interaksinya _225 14.3. Penutup _234 Bab 15. Penilaian dan Evaluasi Rasionalitas Komposisi Produk Bahan Herbal Untuk Terapi Penyakit _235 15.1. Pengantar _235 15.2. Sejarah Obat Herbal atay Jamu _237 15.3. Materi Penilaian dan Evaluasi Rasionalitas Komposisi Produk Bahan Herbal untuk Terapi Penyakit _240 15.4. Resiko dan Efek Saming yang Diketahui dari Tanaman Obat yang Digunakan Dalam Obat/Jamu _252 15.5. Penutup _253 viii Bab 16. Interaksi Tanaman Herbal Dengan Obat _255 16.1. Pengantar _255 16.2. Enzim dan Protein Pembawa Pemetabolisme Obat _256 16.3. Hypericum perforatum (St. John's Wort) _260 16.4. Ginkgo biloba L. (Ginko) _264 16.5. Allium sativum L. (Bawang putih) _267 16.6. Panax ginseng c.a.meyer (Ginseng asia) _270 16.7. Penutup _272 Daftar Pustaka _274 Biografi _315 ix PERKEMBANGAN DAN MANFAAT OBAT HERBAL SEBAGAI FITOTERAPI Penulis Waode Munaeni, Meillisa Carlen Mainassy, Dian Puspitasari, Leni Susanti, Nur Cholis Endriyatno, Ari Yuniastuti, Ni Ketut Wiradnyani, Prima Nanda Fauziah, Adriani, Ami Febriza Achmad, Martina Kurnia Rohmah, Ilham Fadhilah Rahman, Reina Yulianti, Fibe Yulinda Cesa, Godeliva Adriani Hendra, Rollando Editor Mika Tri Kumala Swandari Maic Audo Eybi Mayer x Bab 1 Sejarah Perkembangan Obat Herbal 1.1 Pengantar Penggunaan tanaman obat merupakan warisan nenek moyang yang telah digunakan selama beraba-abad lamanya. Penggunaan ini tentu tidak terlepas dari khasiat yang diperoleh untuk pengobatan penyakit. Manusia berusaha mengetahui tentang tanaman di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya seperti makanan, tempat tinggal, dan pakaian. Penemuan bahan obat herbal tidak hanya berdasarkan pengalaman-pengalaman pribadi dari waktu ke waktu secara turun temurun, namun juga berdasarkan eksperimental atau kajian secara ilmiah. Beberapa referensi menunjukkan bahwa penggunaan tanaman obat setua peradaban manusia. Dengan demikian, tanaman obat sangat dimungkinkan penggunaannya sejak zaman prasejarah. Bukti terdokumentasi tertua dari peradaban Mesir, Kuno, Yunani, Romawi, Arab, Cina. Obat herbal atau dikenal pula dengan obat tradisonal telah menjadi sangat populer di seluruh dunia karena sifatnya yang efektif dan kuratif untuk penyakit kronis dengan toksisitas yang lebih rendah. Beberapa negara telah mengembangkan Materia Medica (sekarang dikenal dengan istilah Farmakologi), mengumpulkan rincian tentang berbagai tumbuhan yang digunakan untuk tujuan pengobatan. Penggabungan farmakope โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 1 manusia yang berasal dari alam tentu merupakan perkembangan luar biasa di bidang ilmu kedokteran modern. Hal ini memberikan landasan bagi revolusi yang sangat dibutuhkan dalam sistem pengobatan yang ada di dunia (Khan, 2014). Di Indonesia, penggunaan โ€œobat herbalโ€ digunaakan untuk mengganti istilah โ€œobat tradisionalโ€ dengan pertimbangan istilah โ€œobat herbalโ€ telah lazim digunakan secara global (Kemenkes RI, 2017). Pengembangan obat herbal kemudian dikelompokkan menjadi 3 yaitu โ€œjamuโ€, obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka. Pengelompokkan ini bertujuan untuk menjaga mutu, khasiat, dan keamanan obat herbal. Jamu menggunakan bahan baku yang tidak terstandar, sedangkan OHT menggunakan bahan baku terstandardisasi. Obat herbal โ€œjamuโ€ merupakan warisan budaya bangsa Indonesia yang telah terbukti secara turun temurun secara empirik dan telah digunakan secara luas. Selain itu, produk jamu memiliki keunggulan komparatif, terbukti beberapa produk jamu asli Indonesia mampu menembus pasar internasional. Dengan demikian, penggunaan obat herbal tidak hanya bermanfaat untuk kesehatan, tetapi juga berdampak pada ekonomi, sosial, dan budaya. Modernitas atau revolusi budaya tidak mengubah paradigma medis dari tanaman obat, sehingga tidak ada sistem kedokteran modern yang dapat mengklaimnya. Sistem pengobatan obat herbal berbeda dengan sistem pengobatan alopati, obat Cina, ayurveda, dan homeopati dalam konsep dan protokol penggunaannya (Gurib-Fakim, 2006). Permintaan dari pengguna obat herbal terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data FAO (2011), sekitar 80% populasi di Afrika, Asia, dan Amerika Latin sangat bergantung pada obat herbal untuk membantu memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan utama karena mudah didapat dengan harga terjangkau. Selain itu, obat herbal digunakan sebagai bagian dari sistem kepercayaan yang lebih luas dan dianggap sebagai bagian 2 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ integral dari kehidupan sehari-hari. Sementara itu, di Australia, Eropa, dan Amerika Utara, obat herbal digunakan sebagai pengobatan komplementer dan alternatif dan semakin banyak digunakan secara paralel dengan pengobatan alopati, terutama untuk mengobati penyakit kronis. Peningkatan ini tidak hanya mempertimbangkan khasiat, tetapi juga keamanan penggunaan obat herbal, kekhawatiran tentang efek samping obat-obatan kimia, keinginan untuk perawatan kesehatan yang lebih personal, akses publik yang lebih besar terhadap informasi kesehatan, serta dorongan kesadaran pola hidup sehat (WHO, 2002). Hingga tahun 2011, lebih dari 100 juta orang Eropa menggunakan obat-obat herbal (FAO, 2011). Tanaman obat juga menjadi satu-satunya sumber pengobatan pada masyarakat tradisional yang tinggal di daerah pedalaman atau pedesaan. Tanaman obat tidak hanya digunakan untuk manusia, namun telah diaplikasikan juga pada hewan akuatik dan ternak unggas. 1.2. Sejarah Penggunan Herbal dari Beberapa Peradaban 1.2.1 Peradaban Mesir Berdasarkan sejarah Mesir kuno, penggunaan tanaman obat diperkirakan sekitar 1500 SM. Penggunaan obat herbal termasuk dalam peradaban Mesir kuno yang telah digunakan oleh tabib pada zaman Firaun. Orang Mesir Kuno telah menggunakan ramuan obat secara ekstensif dimana tidak hanya dengan magis, tetapi juga didasarkan pada hasil eksperimen. Profesi medis kuno menggunakan tumbuhan obat seperti bawang putih, jintan, lidah buaya, safflower, dan delima. Karya medis kuno Mesir yang terkenal yaitu โ€œPapyrus Ebersโ€ (1550 SM) (Gambar 1.1) dan โ€œPapirus Edwin Smithโ€ (1600 SM). Teori maupun praktik dari peradaban Mesir mempengaruhi peradaban Yunani, yang kemudian digunakan oleh dokter-dokter di Kekaisaran Romawi. โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 3 Gambar 1.1 Teks โ€œPapyrus Ebersโ€ Sumber : (Ursin et al., 2018) 1.2.2 Peradaban Yunani Kuno Dokumentasi mengenai penggunaan obat dari peradaban Yunani merupakan yang tertua setelah peradaban Mesir. Peradaban Yunani tidak hanya dikenal dengan peradaban ilmu filsafat tetapi juga dikenal dengan ilmu pengobatan medis secara ilmiah seperti fitofarmaka. Beberapa nama yang dikenal telah berkontribusi dalam ilmu farmasi dan menggambarkan penggunaan obat herbal seperti: (1) Aristoteles menunjukkan 500 jenis obat mentah; (2) Hippocrates (460-337 SM) menunjukkan hampir 400 jenis bahan obat dari tumbuhan; (3) Theophrastus (370-287 SM) seorang murid Aristoteles menyebutkan 500 obat mentah dalam bukunya; (4) Claudius Galen Pergamum menemukan obat nabati dengan menggunakan teknik ekstraksi berbeda yang disebut dengan Galenicals dan telah berhasil menulis sekitar 300 buku tentang tanaman serta memperkenalkan konsep formulasi obat terapeutik yang stabil dan efektif. Hingga saat ini, deskripsi pemanfaatan dari puluhan jenis obat herbal โ€œGreek Medicineโ€ (Gambar 1.2) dapat diakses pada laman http://www.greekmedicine.net/introduction.html. 4 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ Gambar 1.2. Salah Satu Jenis Tanaman Herbal โ€œGreek Medicineโ€ Sumber : http://www.greekmedicine.net/introduction.html 1.2.3 Peradaban Romawi Kuno Pedianos Dioscorides, juga dikenal sebagai Pedanius Dioskourides, (40-90 SM) pada masa Kaisar Romawi Nero dan Vespasianus berkebangsaan Yunani Kilikia yang lahir di Anazarbos (Kekaisaran Romawi, sekarang masuk daerah Turki). Dioscorides merupakan dokter militer Romawi. Saat menjalankan tugasnya, Dioscorides mengumpulkan dan mengidentifikasi tanaman obat serta menggambarkan kualitas dan efek penyembuhannya. Dioscorides memiliki akses ke perpustakaan di Alexandria. Salah satu buku fenomenal yang berkontribusi besar terhadap farmakope tanaman herbal adalah โ€œDe Materia Medicaโ€. Buku karya Dioscorides banyak menjelaskan sekitar 1000 pengobatan dengan menggunakan sekitar 600 tanaman termasuk genus Aconitum, Aloe, Colchicum opium, dan lain sebagainya. Buku yang ditulis tidak hanya menggambarkan efek dari suatu tanaman, tetapi juga morfologi hidup tanaman seperti akar, daun, dan bunga (Gambar 1.3). โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 5 Gambar 1.3. Salah Satu Isi Buku โ€œDe Materia Medicaโ€. Sumber : https://www.themorgan.org/manuscript/143825. 1.2.4 Peradaban Bangsa Arab Peradaban Arab merupakan pelopor dalam praktik farmasi dasar, termasuk deskripsi pekerjaan dokter dalam mendiagnosa penyakit, pendirian toko obat, dan apoteker untuk mengekstraksi dan memformulasi obat. Abu Ali Al Hussan Ibn Sina (Avicenna, 980-932 M) adalah pendiri sekolah kedokteran. Beberapa buku karangannya menjelaskan lebih dari 1000 obat digunakan di kedokteran Eropa. Selain itu, bangsa Arab juga menggambarkan racun dari berbagai tanaman dan obat penangkalnya (Khan, 2014). Meskipun demikian, perkembangan penggunaan obat herbal pada peradaban bangsa Arab juga dipengaruhi oleh otoritas Yunani-Romawi. Hal ini dibuktikan dengan adanya buku โ€œDe Materia Medicaโ€ karangan Dioscorides yang ditulis dalam Bahasa Arab (Gambar 1.4). Akan tetapi, secara bertahap beberapa dokter dan ahli botani menulis obat herbal dari tanah mereka sendiri. Di antara buku-buku Arab yang paling dikenal adalah "as-Saydanah fit-Tibb" dari Al-Biruni, dokter di abad ke- 11. Kemudian, pada abad ke-13, seorang ahli botani yang 6 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ terkenal, Ibn Al-Baytar, menulis lebih luas dengan mengutip sekitar 150 dari penulis lain dan menjelaskan sekitar 2000 zat obat yang berasal dari tumbuhan, hewan, dan mineral (Masic et al., 2017). Gambar 1.4. Buku โ€œDe Materia Medicaโ€ yang ditulis dalam Bahasa Arab Sumber : (Masic et al., 2017) 1.2.5 Peradaban Cina Kuno Cina memiliki sejarah panjang dalam memanfaatkan herbal untuk mengobati berbagai penyakit, salah satunya yaitu buku pengobatan Cina "Pen T'Sao" yang ditulis oleh Kaisar Shen Nung (Gambar 1.5). Sebanyak 365 obat yang terdiri dari bagian kering tanaman obat seperti akar, batang, daun serta rerumputan termuat dalam buku tersebut. Banyak diantaranya masih digunakan hingga saat ini seperti ginseng, kulit kayu manis, beberapa sediaan simplisia dari genus Folium, serta masih banyak lagi tanaman lainnya. Cina masih mempertahankan pengobatan โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 7 herbal di zaman modern karena menyimpan banyak buku medis kuno. Menurut teori pengobatan tradisional Cina, penyakit manusia disebabkan oleh ketidakseimbangan "Yin-Yang" pasien. Dokter pengobatan tradisional Cina memerangi pola gejala sakit seperti demam, batuk, dan defisiensi imun dengan memperkuat, memodulasi, dan mengimbangi "Yin-Yang" yang rusak dalam tubuh manusia dengan ramuan herbal. Gambar 1.5. Buku "Pen T'Sao," yang ditulis oleh Kaisar Shen Nung Sumber : (Alejandra & Gonzรกlez, 2017). 1.3 Sejarah Tanaman Obat Indonesia Penggunaan obat herbal di nusantara telah menjadi tradisi warisan budaya secara turun temurun. Bukti sejarah penggunaan obat herbal ini terlihat pada relief Candi Borobudur (850 M) (Gambar 1.6). Beberapa sumber juga menyatakkan adanya relief pada candi lainnya seperti Penataran (1200 M) dan Sukuh (1437 M). Data terdokumentasi dari tanaman obat Indonesia berupa buku ada dalam karangan Willem Piso (1658) dengan judul โ€œDe 8 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ Indiae Untrisquere Nuturali et Medicaโ€ (Gambar 7). Di buku ini berisi belasan tulisan tanaman obat dari India Timur, Brazil, dan Indonesia. Terdapat 6 tulisan yang menggambarkan ilmu pengetahuan alam serta tanaman obat yang ada di Pulau Jawa. Gambar 1.6. Bukti Sejarah Penggunaan Obat Herbal Pada Relief Candi Borobudur Sumber : https://www.kompasiana.com/ โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 9 Gambar 1.7. Buku De Indiae Untrisquere Nuturali et Medica karya Willem Piso (1658). Sumber : https://www.elsevier.com/books/de-indiae-utriusque- re-naturali-et-medica-libri-quatuordecim. Data terdokumentasi lainnya adalah buku karangan Georgius Everhardus Rumphius (1627โ€“1702), Herbarium Amboinense (1741โ€“1750) (Gambar 7) dan Herbarii Amboinensis Auctuarium (1755). Karya tersebut diterbitkan di Belanda setelah kematian Rumphius oleh Johannes Burman (Director of the Amsterdam Botanic Garden). Buku ini memberikan deskripsi dan ilustrasi terperinci tentang berbagai jenis tumbuhan termasuk tanaman obat yang ada di pulau Ambon. Karya tersebut muncul sebelum Species Plantarum karya Carl Linnaeus (1753) dimana penggunaan nama binomial diperkenalkan (Jarvis 2019). 10 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ Gambar 1.8. Buku โ€œHerbarium Amboinenseโ€ Karangan Georgius E. Rumphius Sumber : https://www.bonhams.com/auctions/21764/lot/38/ Perkembangan pengobatan tradisional menggunakan tanaman herbal jamu telah diperkenalkan sejak zaman penjajahan Belanda, Inggris, dan Jepang (Tabel 1). Tanaman obat Indonesia (saat itu Hindia Belanda) didokumentasikan dibeberapa buku seperti buku โ€œPractical Observations on a Number of Javanese Medicationsโ€ karangan dr. Carl Waitz dan โ€œMateria Indicaโ€ karya dr. Cornelis L. van der Burg. Setelah masa penjajahan, perkembangan obat herbal didukung oleh pemerintah melalui kebijakan seperti pembentukan โ€Balai Tanaman Obat-obatanโ€ oleh Kementerian Pertanian (1951), pembentukan Badan Perancana Penggunaan Obat Asli oleh Kementerian Kesehatan (1963), Ditjen POM (1980) dengan memperkenalkan ide โ€Apotik Hijauโ€ yang kemudian diganti menjadi โ€Taman Obat Keluargaโ€ atau โ€Togaโ€. โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 11 Tabel 1.1 Perkembangan Obat Herbal Pada Abad Ke 18-20. Tahun Perkembangan Obat Herbal 1829 Buku karangan dr. Carl Waitz dengan judul โ€œPractical Observations on a Number of Javanese Medicationsโ€, yang menggambarkan penggunaan obat herbal Indonesia dapat menggantikan penggunaan obat Eropa. 1850 Geerlof Wassink seorang ahli kesehatan membuat kebun tanaman obat dan menggunakannya sebagai obat yang kemudian dipublikasikan di โ€œMedical Journal of the Dutch East Indiesโ€. 1887 dr. Cornelis L. van der Burg menulis buku โ€œMateria Indicaโ€ (menyalin judul buku Whitelaw Ainslie). Buku ini berisi tanaman obat Hindia Belanda. 1892 Willem Gerbrand direktur โ€œKebon Raya Bogorโ€ mampu mengisolasi senyawa aktif tanaman 1930 dr. Abdul Rasyid dan dr. Seno Sastroamijoyo menganjurkan penggunaan obat herbal โ€œjamuโ€ 1939 IKatan Dokter Indonesia (IDI) tertarik untuk mempelajari 12 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ pengobatan tradisional kemudian mengadakan konferensi tentang โ€œjamuโ€ 1940 Perkumpulan โ€Taman Ibuโ€ mengadakan pameran โ€Jamu Asli Indonesiaโ€ di Yogyakarta 1944 Dibentuk โ€Panitia Jamu Asli Indonesiaโ€ yang kemudian dikenal โ€Badan Penghimpoen Ramoean Djamoeโ€ 1951 Kementerian Pertanian membentuk โ€Balai Tanaman Obat- Obatanโ€ 1963 Kementerian Kesehatan membentuk Badan Perancana Penggunaan Obat Asli 1966 Konferensi ke-2 โ€œjamu diadakan lagi >1966 Banyak berdiri industri โ€œjamuโ€ Sumber : (Purwaningsih, 2013); (Kepala BPOM, 2017) Memasuki abad ke-21, perkembangan jamu mendapatkan titik terang. Tanggal 27 Mei 2008 diresmikan sebagai Hari Kebangkitan Jamu Indonesia. Beberapa kebijakan dari Kementerian Kesehatan juga dikeluarkan terkait kebijakan obat herbal seperti : penyelenggaraan pengobatan komplementer- alternatif, farmakope herbal Indonesia Edisi I, saintifikasi jamu dalam penelitian berbasis pelayanan kesehatan. Selain itu, tahun 2012, BPOM mengevaluasi dan menyusun pedoman uji klinik khusus jamu/obat tradisional Indonesia. โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 13 1.4 Perkembangan Obat Herbal di Bidang Akuakultur dan Peternakan Unggas Indonesia memiliki sumber daya alam yang potensial, karena memiliki keanekaragaman tumbuhan yang tinggi sehingga dijuluki negara biodiversitas setelah Brazil. Sebanyak 30.000 spesies tanaman, 9.600 diantaranya bermanfaat, dan sebanyak 300 jenis tanaman digunakan sebagai bahan baku obat terstandar (Kemenkes RI, 2019). Perkembangan obat herbal dalam negeri tidak terlepas dari dukungan pemerintah. Kebijakan Kementerian Kesehatan bertujuan mendorong pemanfaatan sumber daya alam nusantara beserta ramuan obat herbal yang telah menjadi warisan budaya yang berkelanjutan. Salah satu kebijakan yang telah memberikan dampak positif adalah penggunaan obat terstandardisasi sehingga menjamin kualitas bahan herbal yang dihasilkan. Bahkan saat ini pemerintah mencanangkan industri farmasi yang salah satunya dari bahan obat herbal. Beberapa jenis obat herbal โ€œjamuโ€ Indonesia telah mampu menembus pasar internasional. Adanya keinginan untuk kembali menggunakan obat alam menjadi faktor meningkatnya permintaan dari obat herbal. Alasan ini tidak hanya pada manusia, tetapi juga untuk hewan akuatik maupun unggas. Tingginya minat pengguna obat herbal terhadap kualitas dan mutunya, meningkatkan pula minat peneliti diberbagai bidang seperti pertanian, kimia, biologi, farmasi, kedokteran, akuakultur, dan peternakan. Pemanfaatan obat herbal untuk organisme akuatik dan unggas yang diberikan melalui pakan juga telah dilakukan sejak lama dan terus mengalami peningkatan. Meskipun penggunaan obat herbal pada hewan akuatik dan unggas tidak berkembang pesat seperti penggunaannya pada manusia, namun penggunaannya menjadi alternatif untuk pencegahan dan pengobatan penyakit. Berbeda dengan manusia, penggunaan obat herbal saat ini mulai digunakan dalam bentuk ekstrak, namun penggunaan obat herbal dalam bentuk serbuk pada hewan akuatik dan unggas 14 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ dinilai lebih ekonomis. Hal ini berkaitan dengan proses pembuatan ekstrak memerlukan biaya lebih besar. Hasil penelitian (Munaeni et al., 2020) merekomendasikan untuk digunakan dalam bentuk serbuk simplisia. Menurut (Pu et al., 2017) penggunaan obat herbal Cina untuk akuakultur telah banyak dilakukan dan memberikan mafaat, namun perlu kajian untuk metode ekstraksi yang lebih ekonomis. Jenis obat herbal yang digunakan untuk hewan akuatik maupun ternak unggas, telah lama digunakan untuk manusia dan diketahui khasiatnya. Contohnya adalah bawang hutan atau dikenal bawang Dayak yang berasal dari suku Dayak dan telah digunakan turun temurun sejak lama. Saat ini beberapa riset menunjukkan penggunaan ekstrak atau serbuk simplisia bawang hutan dapat mencegah penyakit vibriosis pada udang. Umbi dari tanaman ini memiliki kandungan senyawa yang bersifat antimikroba, prebiotic, dan juga antioksidan tinggi. Selain itu, obat herbal juga mampu meningkatkan respon imun organisme budidaya (ikan dan udang). Beberapa jenis tanaman herbal lainnya yang telah digunakan pada budidaya ikan seperti bawang putih, bawang merah, kunyit, daun lamtoro, kirinyuh, daun jarak, paci-paci, temulawak, jintan, daun kelor, dan lain sebagainya. Seperti halnya penggunaan obat herbal pada manusia, penggunaan obat herbal pada ikan dan unggas juga mempertimbangkan standardisasi yang mengacu pada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Hal ini bertujuan untuk menjamin kualitas dan mutu dari obat herbal yang digunakan. Menurut Sachan (2016), standarisasi formulasi herbal sangat penting lakukan untuk menilai kualitas suatu jenis tanaman obat. Penilaian ini berdasarkan pada konsentrasi senyawa aktifnya, metode ekstraksi, fisik, kimia, fitokimia, dan standardisasi terhadap uji in vitro dan uji in vivo serta parameternya. Adanya standardisasi ini karena perbedaan pertumbuhan, lokasi geografis, dan waktu panen. โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 15 Berdasarkan data (Kementerian Pertanian, 2019), penggunaan herbal untuk ungas sudah dilakukan sejak tahun 1900-an. Aplikasi diberikan dalam bentuk bubuk maupun cair melalui pakan dan air minum pada ayam broiler, ayam petelur, dan ayam kampung. Obat herbal mampu berperan sebagai imunostimulan, koksidiostat, meningkatkan produksi telur dan kualitas kuning telur, antivirus (seperti penyakit tetelo dan flu burung), obat batuk, obat cacing, dan obat diare. Beberapa jenis tanaman yang digunakan seperti jahe, temulawak, daun dan buah mengkudu, sambiloto, kunyit, temuireng, lempuyang, dan jahe merah. 1.5 Penutup Obat herbal merupakan warisan budaya yang telah digunakan secara turun temurun. Bukti terdokumentasi tertua dari peradaban Mesir, Kuno, Yunani, Romawi, Arab, dan Cina. Di Indonesia bukti sejarah penggunaan obat herbal terdapat pada relief beberapa candi dan buku. Obat herbal telah menjadi sangat populer di seluruh dunia karena sifatnya yang efektif dan kuratif untuk penyakit kronis dengan toksisitas yang lebih rendah. Penggunaan โ€œobat herbalโ€ digunaakan untuk mengganti istilah โ€œobat tradisionalโ€ dengan pertimbangan istilah โ€œobat herbalโ€ telah lazim digunakan secara global. Pengembangan obat herbal dikelompokkan menjadi 3 yaitu โ€œjamuโ€, obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka. Pengelompokkan ini bertujuan untuk menjaga mutu, khasiat, dan keamanan obat herbal. Saat ini, obat herbal tidak hanya digunakan untuk manusia, namun telah berkembang pada hewan akuatik dan ternak unggas. 16 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ Bab 2 Potensi Rempah Dan Herbal 2.1 Pengantar Indonesia adalah salah satu negara dengan potensi kekayaan biodiversitas yang tinggi, terutama flora. Kondisi geografis yang terletak pada kawasan tropis menyebabkan Indonesia memiliki iklim yang stabil, dilalui dua pusat distribusi biota (Oriental dan Australia), serta pulau-pulau kecil dengan keunikan biotanya. Dalam hal ini, Indonesia dikenal sebagai penghasil rempah-rempah, sebagaimana ditunjukkan oleh kedatangan orang-orang Eropa. Bangsa Portugis adalah orang Eropa pertama yang datang ke Indonesia, dan pada tahun 1514 perdagangan rempah-rempah dilakukan di Maluku di pimpin oleh d'Abreu (Hafis, 2019). Menurut FAOStat (2005) dari tahun 2010 hingga 2018, Indonesia menempati peringkat keempat dunia sebagai produsen rempah-rempah. Rempah dan herba termasuk kekayaan alam yang bermanfaat dalam kehidupan manusia. Rempah biasanya dipergunakan dalam bentuk kering atau basah, meskipun sebagian besar berupa bumbu kering. Menurut Hakim (2015), rempah merupakan bagian tanaman yang memiliki sifat aromatis sebagai pengharum makanan dan dipakai sebagai bahan penyedap. Sedangkan menurut FAO (2005), rempah adalah bagian tanaman yang dimanfaatkan secara terbatas โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 17 sebagai penambah rasa makanan dan pengawet. Bagian tumbuhan dapat berupa akar, batang, daun, kulit batang, umbi, rimpang, biji, bunga, atau bagian lainnya. Bagian tumbuhan ini mengandung senyawa bioaktif sebagai produk akhir proses metabolisme. Contoh rempah dari biji tanaman antara lain jinten dan ketumbar. Contoh rempah dari rimpang antara lain jahe, kunyit, lengkuas, dan temulawak. Rempah berbahan baku daun tumbuhan biasa digunakan untuk meningkatkan rasa dan aroma makanan seperti daun jeruk purut, daun salam, parsley, dan daun pandan (Simmonds et al., 2002). Asia Tenggara dikenal sebagai sentra rempah dunia. Terdapat 275 jenis rempah di Asia Tenggara. Rempah yang berasal dari Asia Tenggara antara lain kapulaga Jawa, kayu manis, cengkeh, jahe, pala, dan lada hitam. Beberapa tumbuhan rempah Indonesia merupakan tanaman introduksi negara- negara seperti Eropa, Amerika, India dan China. Bangsa Eropa turut berperan untuk mengenalkan rempah ke wilayah Indonesia. Saat ini masyarakat memanfaatkan pekarangan rumah untuk menanam rempah, namun banyak juga yang diambil dari habitat aslinya di hutan. Secara umum herba merupakan tumbuhan yang dikenal pemanfaatannya dapat menjaga vitalitas dan kesehatan tubuh serta mengobati berbagai penyakit. Penggalian potensi obat herbal sebagai tumbuhan obat kini semakin mengukuhkan manfaat herba dalam dunia kesehatan. Banyak tumbuhan herba diketahui memiliki manfaat kesehatan dan dapat digunakan sebagai tumbuhan obat. Kekayaan alam yang melimpah, aspek intelektual, dan tradisi sosial meningkatkan pemahaman masyarakat tentang tumbuhan herbal dan pemanfaatannya dalam mencegah serta mengobati penyakit. Penggunaan herbal dalam dunia kesehatan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu: jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu adalah obat tradisional yang digunakan secara 18 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ turun temurun berdasarkan pengalaman dan menggunakan bahan baku dari alam. Obat tradisional (OT) termasuk salah satu warisan budaya bangsa Indonesia yang telah digunakan sejak dahulu untuk pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pencegahan dan pengobatan penyakit. Berdasarkan bukti secara turun menurun dan pengalaman (empiris), OT sampai saat ini masih digunakan oleh masyarakat di Indonesia dan di banyak negara lain. Sebagai warisan budaya bangsa yang telah terbukti banyak memberikan kontribusi pada pemeliharaan kesehatan, jamu perlu dilestarikan dan dikembangkan. Jamu adalah perpaduan bahan-bahan alami yang diolah untuk meningkatkan sistem kekebalan atau mengatasi masalah kesehatan. Jamu dapat diolah melalui proses perebuasan bagian-bagian tumbuhan (daun atau rimpang) secara bersama. Obat herbal terstandar merupakan pengembangan sediaan baru yang berkhasiat dan keamanannya sudah terbukti secara ilmiah melalui uji pra-klinik dan proses pembuatan yang terstandarisasi. Uji pra-klinik merupakan suatu metode pengujian keamanan obat dengan menggunakan hewan coba (in vivo) atau sel (in vitro). Fitofarmaka adalah hasil pengembangan jamu atau obat herbal terstandar yang khasiat dan keamanannya sudah dibuktikan melalui uji klinik. Herba juga dapat dimanfaatkan sebagai rempah, seperti kelompok empon-emponan dan umbi lapis. Jahe dan lengkuas merupakan contoh tumbuhan yang memiliki manfaat sebagai herbal dan rempah. Bawang merah dan bawang putih merupakan tumbuhan umbi lapis yang sering dimanfaatkan sebagai herbal dan rempah. Sementara kelompok biji-bijian yang juga dimanfaatkan sebagai tumbuhan herbal dan rempah diantaranya lada dan ketumbar. Pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan tersebut sebagai herbal dan rempah sering dijumpai dalam kehidupan masyarakat Indonesia. โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 19 2.2 Rempah-Rempah Dalam Sejarah Rempah termasuk salah satu sumberdaya alam yang telah dikenal turun menurun dan bermanfaat dalam kehidupan masyarakat. Pada perekonomian dunia rempah ikut andil dalam menimbulkan persaingan di antara negara Eropa. Rempah memiliki daya tarik sehingga memengaruhi bangsa Eropa untuk melakukan perjalanan lintas benua menjelajahi samudera demi menemukan lokasi pusat penghasil rempah. Penjelajahan negara-negara barat menyebabkan timbulnya persaingan dagang dan kompetesi persenjataan, penemuan dunia baru, pemahaman dunia timur, penyebaran keyakinan beragama, dan penjajahan penduduk lokal serta pengetahuan mengenai keanekaragaman tumbuhan obat dan rempah (Balick dan Cox, 1996). Rempah memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga termasuk dalam kegiatan perdagangan antar penduduk. Kegiatan perdagangan rempah pertama kali tahun 2600 hingga 2100 sebelum Masehi. India Utara termasuk sentra untuk mengimpor rempah bagi negara lainnya pada saat itu. Hasil olahan rempah menjadi minyak digunakan bangsa Mesir untuk mengawetkan jasad yang dikenal sebagai โ€˜mummyโ€. Sementara bangsa Yunani memiliki hubungan dengan negara-negara di Asia melalui jalur perdagangan rempah untuk memproduksi pewangi dan kebutuhan lainnya termasuk kesehatan. Tingginya ketertarikan masyarakat pada rempah menimbulkan peningkatan permintaan sehingga memengaruhi invasi bangsa Eropa untuk mencari pusat rempah. Kunjungan Cosmas Indicopleustes dari Alexandria ke India dan Ceylon sekaligus merupakan bangsa barat pertama yang membuka jalur ke dunia timur. Menurut Cosmas pada tahun 548 Ceylon termasuk kawasan penting bagi perdagangan rempah. Penemuan jalur perdagangan rempah berkembang luas dan menjadi awal ekspedisi samudera oleh bangsa Eropa (Balick dan Cox, 1996). 20 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ Tabel 2.1 Rempah-Rempah Dalam Sejarah Masa Catatan Sejarah 4M Deskripsi manfaat lada oleh Theophrastus 40an Perdagangan lada diawasi oleh Roma yang telah menguasai Mesir 40-90an Deskripsi peranan lada dalam dunia kesehatan dan kedokteran oleh Dioscorides 197 Alexandria mengimpor lada hitam 540 Lada sebagai rempah berhasil diidentifikasi di Malabar, India 851 Pengolahan lada hitam oleh pedagang Cina 1200 India dan Jawa mengekspor lada hitam ke Cina 1280 Deskripsi lada di pulau Jawa oleh Marcopolo 1430-1440 Deskripsi perdagangan lada di Kolam dan Kozhikkodu oleh Nicolo Contai dari Malabar dan pengolahan pala di Pulau Sumatera 1498 Penemuan jalur pelayaran menuju India dan Kalkuta oleh Vasco da Gama 1500 Pedro Alvares Capral tiba Kalkuta dan menjadikan Portugal sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas pedagangan rempah- rempah โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 21 1511 Albuquerque membuka jalur pelayaran ke ke Malaka, dan menjadi titik awal Portugis berkuasa atas perdagangan lada hitam 1600 Inggris tiba di India dan membentuk British East India Company bagi perdagangan rempah. 1602 Perdagangan lada hitam di Sumatera oleh British East India Company 1635 Eksport rempah-rempah dari Malabar oleh Inggris 1641 Malaka dikuasai oleh Belanda dan memegang kontrol perdagangan lada di kawasan Timur 1664 Belanda menggeser Portugis di Cochin dan Cannonore, dan berkuasa atas perdagangan rempah 1795-1800 Amerika bergabung dalam transaksi ekonomi rempah dunia 938-1954 Introduksi lada ke Brazil dan beberapa wilayah di Afrika 1952-1953 Pembukaan stasiun penelitian lada pertama di Kerala, India 1972 Pendirian organisasi International Pepper Community di Jakarta (Indonesia) 1986 Pembentukan National Research Centre for Spices (NRCS) 22 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 1996 Peningkatan kapasitas NRCS menjadi Indian Institute of Sciece Research (IISR) Sumber: Hakim, 2015 Rempah merupakan salah satu daya tarik Nusantara sehingga menjadi titik awal penyebab invasi bangsa Eropa untuk berkuasa dan menjalankan politik dominannya. Portugis adalah bangsa Eropa pertama yang datang untuk mengeksplorasi kekayaan alam rempah Indonesia. Ekspedisi Portugis mengarungi samudera merupakan misi pelayaran untuk mencari pusat sumber rempah. Dalam perjalanannya Portugis melewati Afrika, menuju India dan berlabuh di Malaka. Melalui Malaka, Portugis tiba di Indonesia. Bangsa Portugis tiba di pulau Jawa dan memperkokoh kedudukannya di Asia Tengara serta mengawali kerjasama dagang dengan kerajaan Sunda pada abad 15. Bangsa Eropa kedua adalah Spanyol yang melewati perairan Indonesia dan tiba di Maluku tahun 1521 melalui jalur Filipina (Kartodirdjo, 1987; Ricklefs, 2008). Bangsa Eropa ketiga yaitu Belanda masuk melalui jalur pelayaran yang ditemukan oleh Cornelis de Houtman. Cornelis de Houtman membuka jalur pelayaran ke Banten untuk menguasai rempah-rempah menggunakan ekspedisi kapal Amsterdam, Hollandia, Mauritus, dan Duyfken. Kekuasaan Belanda mulai terasa sejak awal abad 16 dan abad 17-18 Perusahaan Hindia Timur Belanda (Verenigde Oostindicche Compagnie, VOC) menjajah Indonesia serta mengendalikan perdagangan rempah Nusantara. Taktik monopoli VOC menyebabkan perang dengan penduduk pribumi. Akhirnya sistem tanam paksa (cultuurstelsel) diberlakukan tahun 1830 untuk mempertahankan praktik monopoli dan perluasan areal pertanian. Rempah dan kekayaan alam Indonesia memberikan pengaruh selama 350 tahun kerajaan Belanda menguasai Indonesia (Kartodirdjo, 1987). โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 23 2.3 Herba Indonesia Pemanfaatan herba dalam menjaga stamina tubuh dan pengobatan penyakit telah berlangsung sejak jaman dulu. Penggunaan herba biasanya dalam bentuk segar, juga dalam bentuk kering dan telah diawetkan, yang sering disesuaikan dengan kondisi tertentu. Herba yang diawetkan menjadi bahan baku obat merupakan awal mula munculnya kata โ€œdrugโ€, yang berasal dari kata Anglo-Saxon โ€œdriganโ€ yang artinya mengeringkan. Pemanfaatan herba sebagai tumbuhan obat karena memiliki kemampuan menyembuhkan secara empirik. Masyarakat timur telah menjadi pusat penggunaan herba sebagai tumbuhan obat yang semakin dikenal luas oleh dunia (Bown, 1995). Secara harafiah dalam bahasa Inggris, herba disebut โ€œherbโ€, sementara menurut bahasa Sansekerta โ€œbharbโ€ yang artinya โ€œuntuk dimakanโ€. Kata herba juga berasal dari bahasa Latin โ€œherbaโ€, artinya rumput atau pakan (fodder). Defenisi herba dalam kamus Merriam Webster Dictionary adalah โ€œtumbuhan berbiji annual, binnial, atau perennial tanpa jaringan berkayu atau tidak memiliki kulit batangโ€. Defenisi lainnya adalah โ€œtumbuhan farmaka sebagai rempah atau aromatikโ€. Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan baku obat berdasarkan pengalaman empiris dan pemahaman bahwa tumbuhan mempunyai kemampuan menghasilkan suatu zat kimia yang memiliki fungsi biologis tertentu. Secara alamiah, tumbuhan memiliki senyawa kimia yang dihasilkan melalui proses metabolisme. Senyawa kimia yang dihasilkan umumnya dikenal sebagai senyawa metabolit sekunder yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap organisme pengganggu seperti jamur dan mamalia pemakan tumbuhan (herbivora). Tercatat sekitar 12.000 senyawa kimia yang berhasil diisolasi dari tumbuhan, dan hanya 10% potensi kimiawi yang diduga terdapat dalam tumbuhan (Bown, 1995). 24 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ Pemanfaatan herba dapat secara langsung sebagai pangan fungsional dan tidak langsung sebagai tumbuhan obat. Herba sering ditanam sekitar halaman rumah sebagai koleksi tumbuhan obat yang sering dikenal sebagai โ€œapotik hidupโ€ dan dimanfaatkan dalam pencegahan dan pengobatan penyakit (De Padua et al., 1999). Pemanfaatan herba sebagai minuman tradisional oleh masyarakat telah berlangsung sejak dulu. Beberapa minuman tradisional berbahan baku herba misalnya wedang jahe, bandrek, ronde, dan sekoteng. Selain itu, herba diolah oleh masyarakat menjadi jamu yang dapat dikonsumsi secara langsung. Olahan herba menjadi jamu misalnya beras kencur, kunyit asam, temulawak, dan lain-lain. Belakangan ini, masyarakat mengembangkan kegiatan kreativitas untuk mengolah herbal menjadi minuman kesehatan, seperti wedang jahe, teh melati, ronde kolang kaling, dan wedang jahe jeruk nipis. Sementara minuman kesehatan olahan herba kreasi baru seperti wedang apel, wedang asem, wedang tomat, dan wedang kacang. Minuman-minuman tersebut dapat memengaruhi kesehatan menjadi lebih baik, menyehatkan badan, dan menjadi penyegar. Susenas tahun 2007 mengklasifikasikan penduduk Indonesia yang mengalami gangguan kesehatan sebanyak 28,15%, dimana 65,01% melakukan pengobatan sendiri dan 38,30% memilih pengobatan tradisional. Sehingga asumsinya jika penduduk Indonesia 220 juta jiwa, maka 23,7 juta jiwa menggunakan pengobatan tradisional. Menurut Undang-undang No. 36/2009 tentang Kesehatan, pengobatan tradisional merupakan bahan alam seperti tumbuhan, hewan, mineral, sari-sarian, atau campuran bahan alam yang dipergunakan dalam pengobatan sejak jaman dulu. Hal ini sesuai dengan pasal 100 ayat (1) dan (2) bahwa sumber obat tradisional yang berkhasiat dan aman harus dilestarikan dan terjamin pengelolaan serta ketersediaannya oleh pemerintah. โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 25 Jamu telah dicanangkan oleh pemerintah sebagai Brand Indonesia tahun 2007 meskipun belum melalui tahapan pengujian secara ilmiah di laboratorium. Secara perlahan dunia kedokteran Indonesia mulai menerima herbal sebagai pengobatan tradisional yang dibuktikan dengan munculnya organisasi seperti Badan Kajian Kedokteran Tradisional dan Komplementer Ikatan Dokter Indonesia pada Muktamar IDI XXVII tahun 2009, Persatuan Dokter Herbal Medik Indonesia [PDHMI], Persatuan Dokter Pengembangan Kesehatan Timur [PDPKT] dan lainnya. Memasuki tahun 2010, Badan Litbang Depkes membuat model โ€œRumah Sehatโ€ atau โ€œKlinik Jamuโ€, yang merupakan langkah awal pemanfaatan jamu sebagai obat dokter. Hal ini menjadi harapan adanya dukungan regulasi pemerintahan terhadap pengobatan tradisional. Dokter sebagai penanggungjawab Rumah Sehat ini bekerja sama dengan GP Jamu (Gabungan Pengusaha Jamu) sebagai penyedia bahan baku. 2.4 Sebaran dan Pemanfaatan Rempah dan Herba Global Pada dasarnya beberapa jenis rempah dan herba merupakan tumbuhan endemik di suatu daerah, namun upaya konservasi dan introduksi ke daerah lain menyebabkan distribusi tumbuhan rempah dan herba menyebar luas. Penyebaran rempah dan herba sebagai tumbuhan ekonomis menyebabkan beberapa jenis rempah dan herba dapat ditemukan jauh dari habitat aslinya. Salah satu contoh rempah yang berasal dari wilayah Indonesia timur namun distribusinya sampai pulau Jawa, Sumatera, dan kawasan lainnya. Herba lainnya yaitu adas yang kemungkinan berasal dari benua Afrika, Asia bagian iklim temperate, dan Eropa namun banyak dijumpai di Tengger, Jawa Timur. 26 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ Jenis rempah lainnya seperti kapulaga, kayu manis, cengkeh, jahe, lombok, dan kunir diduga berasal dari wilayah oriental tropik. Tanaman vanili diduga berasal dari benua Amerika namun penyebarannya luas sebagai tanaman budidaya, bahkan kualitas vanili terbaik dunia berasal dari Madagaskar dan Reunion, Tonga, dan Indonesia. Saat ini vanili menjadi salah satu tumbuhan bernilai ekonomis penting bagi masyarakat pada berbagai daerah. Tumbuhan rempah dan herba lain seperti ketumbar, jinten, adas, mustards, dan rosemary berasal dari daerah mediterania seperti Eropa selatan, Afrika utara, dan Timur tengah. Lada termasuk jenis tumbuhan rempah yang telah dibudidayakan di 26 negara, mayoritas negara pada benua Asia dan kemungkinan merupakan tumbuhan asli pegunungan India barat. Sejak 300 tahun sebelum masehi lada telah diperkenalkan sebagai tumbuhan rempah bernilai ekonomis penting. Sejak tahun 500an kegiatan transaksi jual beli rempah-rempah mulai terkenal luas. Lada mulai diperkenalkan ke Nusantara oleh bangsa Belanda pada abad 17, sementara pala diperkenalkan ke Malaysia dan Serawak pada abad 19 oleh Inggris. Sampai sekarang India dikenal sebagai negara pusat penghasil rempah- rempah, diikuti oleh Indonesia, Brazilia, Malaysia, dan Srilanka. Budidaya lada meningkat pesat di Vietnam, Thailand, Kamboja, dan beberapa wilayah Cina setelah perang dunia kedua. โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 27 Tabel 2.1 Distribusi beberapa spesies rempah dan habitat asalnya Rempah- Distribusi Habitus dan Lokasi Tumbuh Rempah Asal Cengkeh Maluku Tumbuhan tahunan, dapat hidup pada daerah beriklim tropik Kayu manis Sri Langka, Pepohonan, dapat hidup India, Asia dengan kondisi iklim tropik Timur basah Lada Pegunungan Tumbuhan memanjat pada Barat India tanaman berkayu, dapat hidup pada iklim tropik basah Pala Maluku, PNG Tumbuhan tahunan, dapat hidup pada daerah dataran rendah tropik Panili Meksiko Tumbuhan herba dengan daun berdaging (fleshy), membutuhkan panas yang cukup, dapat hidup pada daerah beriklim panas basah Sumber: Hakim, 2015 2.5 Potensi Tanaman Rempah Dan Obat Indonesia Sebagai Sumber Pangan Fungsional Masyarakat Indonesia telah lama menggunakan rempah- rempah dan tumbuhan obat sebagai bahan campuran makanan atau untuk mengobati dan pencegahan timbulnya berbagai penyakit. Senyawa kimia dalam tumbuhan obat dan rempah 28 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ diketahui memiliki manfaat dalam memelihara kesehatan. Terdapat beberapa tumbuhan rempah dan obat yang dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan pangan fungsional seperti jahe, kunyit, kapulaga, legetan warak, mahkota dewa, dan jambu biji. ๏‚ท Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Di Indonesia, distribusi jahe merata hampir pada semua daerah dengan nama yang berbeda misalnya jae (Jawa tengah), goraka (Manado), dan lali (Papua), dengan wilayah penyebaran terbanyak di Jawa Barat, Banten, dan Jawa Tengah (Hapsoh et al., 2010). Jahe sering dimanfaatkan sebagai pengharum dan pemberi rasa makanan, dan telah digunakan dalam produksi obat-obatan, parfum, kosmetik, serta jamu (Winarti dan Nurdjanah, 2005). Klasifikasi jahe berdasarkan morfologi, ukuran, dan warna yaitu jahe putih/jahe gajah, jahe kecil/jahe emprit, dan jahe merah/jahe sunti. Kandungan senyawa kimia jahe diantaranya oksalat, gingerin, lemak, karbohidrat, vitamin (A, B, dan C), senyawa flavonoid, polifenol, zingiberin (Hapsoh et al., 2010). Senyawa flavonoid dan polifenol pada jahe memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi dan antioksidan. Ekstrak jahe dilaporkan dapat mengatasi diare dan meningkatan imunitas terhadap sel patogen atau virus (Winarti dan Nurdjanah, 2005; Hapsoh et al., 2010). Selain itu, aktivitas anti-tirosinase dan antibiofilm yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut serta kosmetik dihasilkan melalui ekstrak daun tanaman jahe (Batubara et al., 2016a; Batubara et al., 2019). ๏‚ท Kunyit (Curcuma domestica Val.) Kunyit termasuk tumbuhan temu-temuan yang berasal dari wilayah Indo-Malaysia dan terdistribusi pada banyak wilayah seperti Cina, Taiwan, India, Sri-Langka, Malaysia, dan Indonesia. Distribusi kunyit di Indonesia hampir pada semua wilayah dengan pusat produksi di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Kunyit sering digunakan masyarakat sebagai rempah โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 29 dan tumbuhan obat dengan penamaan yang berbeda pada setiap wilayah seperti kunir (Jawa), koneng/kunyir (Sunda), janar (Banjar), dan konyet (Madura). Kunyit dimanfaatkan sebagai campuran bahan masakan, penyedap rasa, minuman, pewarna makanan, antimikroba, antiparasit, diare, dan asma (Hartati, 2013). Kunyit mengandung kurkuminoid (3-5%) dan minyak atsiri (2.5-6%). Selain itu, kunyit memiliki kandungan protein, lemak, karbohidrat, fosfor, zat besi, kalsium, damar, resin, dan kamfer (Chattopadhya et al., 2004). Senyawa kurkumin pada kunyit memiliki aktivitas antioksidan, antiinflamasi, antibakteri, antiparasit, antivirus, dan menghambat replikasi virus HIV (antivirus) (Chattopadhya et al., 2004; Hartati, 2013). Tepung kunyit juga telah dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pakan hewan budidaya seperti unggas dan ikan yang memiliki khasiat hepatoprotektor pada sel hati. Selain itu, aktivitas anti-biofilm, antioksidan, dan antiglikasi yang bermanfaat sebagai bahan kosmetik dan menjaga kesehatan mulut diperoleh melalui ekstrak daun kunyit (Batubara et al., 2016b; Batubara et al., 2016c). ๏‚ท Kapulaga (Amomum cardamomum Auct. Non L) Kapulaga termasuk dalam famili Zingiberaceae, dan terdapat dua jenis di Indonesia yaitu Elettaria dan Amomum. Genus Amomum merupakan kapulaga lokal yang banyak dibudidayakan dan kemungkinan berasal dari Jawa Barat. Berdasarkan morfologi dan warna buah, terdapat 3 jenis kapulaga yaitu buah putih, buah merah besar, dan buah merah kecil. Jenis buah merah besar merupakan kapulaga yang banyak dibudidayakan dan terdistribusi merata di seluruh Indonesia dan pusat pengolahan di Jawa Tengah, Jawa Tengah, dan Sumatra Barat. Kapulaga sering dimanfaatkan masyarakat sebagai obat tradisional jamu atau bahan baku pembuatan obat. Masyarakat banyak memanfaatkan buah dan biji kapulaga dalam mengobati batuk, menghilangkan bau tak sedap pada mulut, radang 30 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ tenggorokan, kembung, dan menghilangkan rasa sakit. Selain dalam pengobatan, kapulaga digunakan sebagai bumbu dapur, pemberi rasa pada roti, permen, dan pengharum (Suratman et al., 1997). Kandungan kimiawi kapulaga antara lain minyak atsiri, protein, lemak dan gula (Suratman et al., 1997). Kapulaga dilaporkan memiliki sifat antimikroba dan antioksidan serta berpotensi dalam mengobati penyakit asma (Silalahi, 2017). Sedangkan daun dan rimpang mengandung vitamin C dan senyawa flavonoid yang berpotensi dalam pengobatan diabetes dan menurunkan bobot pada hewan coba tikus diabetes (Winarsi et al., 2013). ๏‚ท Legetan warak (Adenostemma lavenia [L].O. Kuntze) Tumbuhan ini termasuk dalam family Asteraceae dan terdistribusi luas dari India, Cina hingga Australia dan Asia Tenggara. Daun tumbuhan ini mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, terpenoid dan polifenol serta dimanfaatkan dalam pengobatan demam, sakit kepala, batuk, diare, imunostimulan, dan pneumonia (Kusumawati et al., 2003; Wiart, 2006). Daun legetan warak memiliki kandungan minyak atsiri dengan senyawa aktif cubebene, caryophyllene dan ฮณ-elemen (Yong-li et al., 2007). Hasil ekstrak daun tumbuhan ini mempunyai kemampuan antibakteri dan antimelanogenik (Kusumawati et al., 2003; Hamamoto et al., 2020). Hasil ekstraksi tumbuhan ini juga mempunyai aktivitas antioksidan dan antiglikasi (Budiarti et al., 2019). Hasil riset lain menggambarkan kemampuan antipenuaan pada hewan model khamir yang diberikan senyawa ent-11ฮฑ-hydroxy-15-oxo-kaur-16-en-19-oic acid yang diisolasi dari daun tumbuhan ini. Senyawa ent-11ฮฑ-hydroxy-15-oxo-kaur-16-en-19-oic acid dapat menginduksi ekspresi gen antioksidan Heme Oxigenase (HO-1) melalui jalur transkripsi NRF2 pada sel melanoma mencit (Batubara et al., 2020). Mekanisme bioseluler gen HO-1-NRF2 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 31 diusulkan menjadi salah satu target bagi terapi pasien COVID-19 (McCord et al., 2021). ๏‚ท Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) Mahkota dewa termasuk dalam tumbuhan asli Indonesia yang kemungkinan berasal dari Papua. Tumbuhan ini dikenal dengan sebutan โ€œsi raja obatโ€ atau tanaman berjuta manfaatโ€ karena hampir semua bagiannya bermanfaat bagi kesehatan. Buah mahkota dewa merupakan obat tradisional dalam penyembuhan tumor. Tumbuhan ini tersebar merata di seluruh Indonesia dan pusat produksi di Jawa Timur, Yogyakarta, dan Jawa Tengah (Harmanto, 2005). Buah mahkota dewa sering digunakan dalam pengobatan penyakit kanker, diabetes, gagal ginjal, jantung, gangguan liver, flu, dan asma. Sementara daging buah atau biji dapat diolah menjadi bahan pembuatan minuman kesehatan, stamina atau bahan baku pengobatan tradisional (Hendra, 2012) dan memiliki aktivitas antioksidan yang kuat (Harmanto, 2005). Daging dan kulit buah mahkota dewa mengandung kelompok senyawa seperti flavonoid, saponin, alkaloid, polifenol, tanin, terpenoid dan resin. Kelompok senyawa bioaktif tersebut memiliki aktivitas antioksidan, antimikroba, dan menurunkan kolesterol serta lemak darah, antidiabetes, antihipertensi, antialergi, antivirus, dan imunostimulan (Harmanto, 2005). Selain itu, buah mahkota dewa dilaporkan mengandung senyawa turunan benzofenon yang memiliki aktivitas antitumor terhadap sel murin leukemia P-388. Ekstrak daging buah mahkota dewa juga mempunyai khasiat antikanker pada sel HeLa, MDA-MB-231 dan MCF-7 (berpotensi dalam pengobatan kanker payudara) (Hendra, 2012). ๏‚ท Jambu Biji (Psidium guajava L.) Tumbuhan jambu biji termasuk dalam famili Myrtaceae, yang berasal dari Amerika selatan dan tengah serta terdistribusi mulai dari benua Amerika, Asia dan Australia. Di Indonesia 32 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ terdapat pada semua wilayah dengan pusat produksi di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Umumnya masyarakat memanfaatkan daun dan buah jambu biji untuk konsumsi dan mengobati penyakit seperti diare, sariawan, kolesterol, demam berdarah serta diabetes. Menurut Parimin (2007) buah jambu biji dapat diolah menjadi manisan, dodol, sirup, selai, bahan perasa makanan dan minuman. Senyawa flavonid dan tanin pada daun jambu biji memiliki aktivitas antibakteri, antioksidan, sitotoksik terhadap sel kanker payudara T47D, menghambat replika Human Immunodeficiency Virus (HIV)/antivirus dan mampu meningkatkan trombosit (Arianingrum, 2013; Dwitiyanti, 2015). Sementara itu, buah jambu biji mengandung vitamin C, senyawa flavonoid dan tanin yang mampu mengobati diare, meningkatkan imunitas, menghambat replikasi virus penyebab demam berdarah, dan meningkatkan jumlah trombosit (Fartiwi, 2015; Prasetio, 2015). Hasil riset terbaru oleh tim peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Indonesia (UI) menunjukkan bahwa senyawa bioaktif seperti myricetin, quercetin, luteolin, kaempferol, dan hesperidin mampu menghambat dan mencegah replikasi virus SARS-CoV-2 sehingga dapat dikembangkan dalam pencegahan atau meminimalisir dampak COVID-19 (KEMENRISTEK/BRIN, 2020). 2.6 Prospek Pengembangan Pangan Fungsional Berbasis Tanaman Rempah Dan Obat Indonesia Di Indonesia pengolahan pangan fungsional dapat dikembangkan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan hidup dan perkembangan ilmu pengetahuan tentang makanan sehat serta berkhasiat dalam pengobatan tradisional. Hal ini bertolak belakang dengan kenyataan bahwa aturan dan standarisasi produk pangan fungsional belum dikeluarkan pihak berwenang. โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 33 Saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) hanya mengeluarkan regulasi tentang pengawasan merk dan iklan pengolahan pangan melalui peraturan kepala BPOM No.13/2016 dan disempurnakan melalui peraturan BPOM nomor 1 tahun 2018 tentang pengawasan pangan bergizi khusus. Hal ini berdampak kurang tersedia data tentang pengembangan pengolahan pangan fungsional di Indonesia (Marsono, 2008; Kusuma et al. 2020). Namun, masyarakat umum nampak lebih memperhatikan kesehatan yang tergambar dari peningkatan kebutuhan suplemen kesehatan. Euromonitor Internasional (2018) melaporkan bahwa data penjualan vitamin dan suplemen kesehatan mengalami peningkatan yang signifikan di Indonesia. Kesadaran masyarakat terhadap kesehatan melalui peningkatan konsumsi suplemen dapat menjadi acuan pengembangan pengolahan pangan fungsional. Tumbuhan rempah dan herbal merupakan salah satu sumber pangan fungsional yang berpotensi untuk dikembangkan secara luas. 2.7 Kendala dan strategi pengembangan pangan fungsional berbasis tanaman rempah dan obat di Indonesia Pemanfaatan tumbuhan rempah dan obat sebagai pangan fungsional telah dibuktikan melalui berbagai riset memiliki khasiat dalam memperbaiki kesehatan baik dalam upaya pencegahan penyakit maupun pengobatan. Namun, terdapat kendala yang menjadi tantangan sehingga membutuhkan kerjasama berbagai pihak dalam pengembangan tumbuhan rempah dan obat di Indonesia menjadi pangan fungsional. Pervical dan Turner (2001) melaporkan beberapa permasalahan dalam mengembangkan pangan fungsional berbahan dasar tumbuhan sebagai berikut: ๏‚ท Standardisasi produksi agar tidak mengurangi senyawa bioaktif dalam pangan fungsional. ๏‚ท Jaminan keamanan bahan baku dalam proses produksi agar tidak mengurangi nilai efikasi. 34 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ ๏‚ท Penetapan jenis tumbuhan serta ketepatan proses panen hingga pengolahan sebagai standarisasi mutu. Selain itu, organoleptik menjadi salah satu masalah dalam pengolahan tumbuhan rempah dan obat karena selera masyarakat yang berbeda terhadap ciri khas senyawa metabolit sekunder seperti bau menyengat, rasa pahit, atau asam. Oleh sebab itu dibutuhkan strategi pengolahan tumbuhan rempah dan obat yang menyesuaikan dengan permintaan pasar. Faktor lainnya adalah pelabelan khasiat produk olahan pada kemasan harus bersifat informatif serta tidak berlebihan dan sesuai dengan hasil riset terbaru. Permasalahan penting dalam upaya pengolahan pangan fungsional berbahan dasar tumbuhan rempah dan obat adalah aturan dan kebijakan pemerintah. Terdapat peraturan kepala BPOM Nomor 13 Tahun 2016 tentang pengawasan klaim pada label dan iklan pangan olahan. BPOM juga membuat peraturan nomor 1 tahun 2018 tentang pengawasan pangan olahan untuk keperluan gizi khusus. Peraturan yang dikeluarkan pemerintah dengan kecenderungan berganti-ganti dianggap menjadi kurang efisien dalam mengelola produksi pangan fungsional di Indonesia. Hal ini menyebabkan kurangnya informasi mengenai pangan fungsional di Indonesia. 2.8 Penutup Pemerintah melalui Departemen Kesehatan dan BPOM diharapkan memberikan dukungan kepada para petani sehingga menghasilkan produk herbal berkualitas tinggi dan menciptakan asumsi positif tentang Pengobatan Tradisional bukan Pengobatan Alternatif biasa. Kalangan akademisi menjadi proaktif dalam melakukan eksperimen efikasi tumbuhan obat. Indonesia memiliki keaneragaman sumber daya alam yang dapat dugunakan sebagai bahan pangan fungsional. Penggunaan tumbuhan rempah dan obat oleh masyarakat telah ada sejak dahulu kala, oleh sebab itu dukungan akademisi dalam โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 35 pembuktian efikasi dan isolasi senyawa bioaktif sangat diperlukan. 36 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ Bab 3 Preparasi Bahan Tumbuhan Dan Ekstraksi 3.1 Pengantar Karbon, nitrogen dan energi sebagian besar dimanfaatkan untuk menyusun molekul utama yang disebut metabolit primer (seperti karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat), dimana sebagian kecilnya digunakan untuk mensistesis molekul organik yang disebut metabolit sekunder (gambar 3.1). Metabolit sekunder pada tumbuhan memiliki fungsi yang bersifat sangat spesifik dan tidak berefek pada kematian jika dalam jangka waktu pendek tidak diproduksi. Biosintesis metabolit sekunder dapat terjadi pada semua organ tumbuhan seperti pada biji, daun, buah, bunga, pucuk, dan akar. Tumbuhan memiliki keterbatasan dalam bergerak. Apabila berada dilingkungan yang kurang menguntungkan, maka untuk mempertahankan hidupnya memanfaatkan metabolit sekunder. Sebagai contoh, tanaman pada lahan yang tercemar, akan membentuk dan memanfaatkan metabolit sekunder untuk mempertahankan hidupnya. Tanaman tembakau akan memproduksi asam salisilat dalam jumlah yang besar apabila ada serangan virus. Secara umum, metabolit sekunder dibagi menjadi 3 (tiga) golongan yaitu fenolik (seperti asam fenolat, kumarin, lignan, stilbena, flavonoid, tanin, dan lignin), alkaloid (seperti โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 37 glukosinolat) dan terpenoid (seperti volatil, glikosida kardiak, karotenoid, dan sterol). Sedangkan metabolit intermediet yaitu reaksi diantara metabolit primer dan metabolit sekunder, yang dapat menghasilkan energi untuk berlangsungnya suatu reaksi. Metabolisme Tumbuhan Metabolisme Primer Metabolisme Sekunder Metabolit Primer: Metabolit sekunder: ๏‚ท Karbohidrat ๏‚ท Fenolik ๏‚ท Protein ๏‚ท Alkaloid ๏‚ท Lipid ๏‚ท Terpenoid ๏‚ท Asam Nukleat Gambar 3.1 Jenis Metabolisme Tumbuhan (Julianto, 2019) Jumlah metabolit sekunder dari tumbuhan yang telah ditemukan hingga saat ini mencapai puluhan ribu jenis senyawa. Walaupun tidak memiliki peran yang penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan dari tumbuhan, akan tetapi metabolit sekunder pada tumbuhan memiliki beberapa fungsi: a. Pertahanan diri dari bakteri, fungi/jamur dan virus, tumbuhan kompetitor serta herbivora b. Atraktan (seperti: bau, rasa dan warna) c. Perlindungan (seperti dari sinar UV, penyimpanan-N, polusi, dan kekeringan karena kemarau) d. Menarik organisme lain yang menguntungkan seperti pada proses penyerbukan 38 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ Metabolisme sekunder terhubung dengan metabolisme primer yaitu terkait hal senyawa pembangun dan enzim dalam biosintesis. Metabolisme primer membentuk semua proses fisiologis sehingga menyebabkan tumbuhan mengalami pertumbuhan dengan cara menerjemahkan kode genetik yang menghasilkan protein, karbohidrat dan asam amino. Hasil dari metabolisme ini disebut metabolit primer. Metabolit sekunder adalah hasil metabolisme yang tidak dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Konsep metabolisme ini yaitu metabolisme bahan alam yang terbentuk karena terbatasnya nutrisi maupun mekanisme pertahanan molekul regulator. Keseimbangan terbaik dapat terjadi, apabila produk dari metabolisme primer dan metabolisme sekunder dimanfaatkan secara berkesinambungan sesuai kebutuhan. Seperti digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan optimal tumbuhan serta untuk mengatasi kondisi lingkungan yang sering berubah. Gambar 3.2 Skema Hubungan Biosintesis Metabolit Primer Menjadi Metabolit Sekunder (Najib, A., 2018) โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 39 Skema dari gambar 3.2 menunjukkan hubungan hasil biosintesis metabolit primer dengan metabolit sekunder. Selain itu, terlihat proses metabolisme yang terjadi pada suatu pembentukan senyawa dan ada reaksi pembentukan serta penguraian senyawa-senyawa sederhana menjadi senyawa- senyawa kompleks atau sebaliknya. Fotosintesis merupakan awal terbentuknya metabolit yang menghasilkan gula dan terakumulasi pada bagian-bagian tertentu pada tumbuhan dalam bentuk pati. Pati merupakan contoh dari metabolit primer pada tanaman tertentu dan bertransformasi menjadi metabolit sekunder yang berupa glikosida, polisakarida kompleks, dan antibiotik amino glikosida. Fotosintesis merupakan contoh metabolisme pada tumbuhan. Metabolisme dapat diartikan sebagai keseluruhan perubahan kimia yang terjadi didalam sel makhluk hidup yang terdiri dari pembentukan dan penguraian suatu senyawa kimia, yaitu menyusun senyawa sederhana menjadi senyawa kompleks maupun sebaliknya. Proses pembentukan disebut anabolisme dan proses penguraian disebut sebagai katabolisme dan kedua proses ini melibatkan enzim. Berdasarkan skema gambar 3.2, contoh dari proses anabolisme yaitu fotosintesis. Fotosintesis pada tumbuhan memanfaatkan CO2, uap air, klorofil pada daun dan sinar matahari dari lingkungan. Sedangkan contoh dari proses katabolisme yaitu perubahan gula menjadi fosfoenol piruvat melalui proses glikolisis dan dari proses glikolisis sampai ke siklus asam trikarboksilat. 40 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 3.2 Perlakuan Sampel Tumbuhan Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila dikaitkan dengan perlakuan sampel tumbuhan, yaitu: a. Pengumpulan sampel tumbuhan Tumbuhan yang akan dijadikan sampel didapatkan dari alam maupun herbarium. Risiko sampel yang diperoleh dari alam liar yaitu identifikasinya kurang tepat, sedangkan kelebihannya yaitu bebas dari kandungan pestisida. Sampel tumbuhan yang sudah dikumpulkan kemudian dibersihkan. Tujuan dari membersihkan sampel adalah untuk meminimalkan terjadinya kerusakan kandungan atau senyawa kimia tertentu di dalam tumbuhan. b. Pencucian sampel tumbuhan Sampel tumbuhan dibersihkan melalui tahapan yang tepat. Selain itu, untuk memperoleh hasil yang sesuai harapan, maka sampel tumbuhan dibersihkan menggunakan tangan. Langkah-langkah pembersihan seperti membersihkan, mencuci, dan mengupas. c. Preparasi sampel tumbuhan Jaringan tumbuhan yang sesuai untuk analisis kimia seperti fitokimia adalah jaringan yang masih segar. Jaringan ini dilarutkan menggunakan alkohol, kemudian disimpan. Akan tetapi, terkadang sampel tumbuhan yang akan dipelajari berada di tempat berbeda dengan tempat analisis. Oleh karena itu, upaya untuk menghindari kerusakan senyawa metabolit sekunder dalam tumbuhan, dilakukan proses pengeringan sampel. Metode mengeringkan sampel tumbuhan ada 4 (empat) cara yaitu pengeringan udara (Air Drying), pengeringan microwave, pengeringan oven, dan pengeringan beku (Freeze Drying). Waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan udara sekitar 3-7 hari, dan โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 41 bisa mencapai beberapa bulan bahkan tahunan. Hal ini bergantung pada jenis sampel, seperti daun dan biji. Cara pengeringan ini yaitu dengan menggantung daun tumbuhan beserta batang yang diikat bersama dan digantung. Pengeringan udara membutuhkan suhu rendah untuk mengeringkan bahan tumbuhan, sehingga bahan aktif yang bersifat kurang tahan terhadap panas tidak rusak dan terjaga kualitasnya. Kelemahan dari pengeringan udara yaitu waktu untuk mengeringkan bahan tumbuhan yang lebih lama apabila dibandingkan dengan metode pengeringan yang lain serta mudah terkontaminasi apabila kondisi suhunya tidak stabil. Pengeringan microwave membutuhkan waktu yang lebih cepat dibandingkan pengeringan udara. Sumber energinya dari radiasi elektromagnetik yang mengandung medan listrik dan magnet. Kelemahan dari metode ini yaitu menyebabkan degradasi senyawa kimia dalam jaringan tumbuhan. Pengeringan oven menggunakan energi panas untuk menghilangkan uap air dari sampel bahan tumbuhan. Metode ini sebagai salah satu cara mempertahankan senyawa kimia pada bahan tumbuhan dengan proses termal yang mudah dan cepat. Pengeringan beku menggunakan prinsip sublimasi. Proses pengeringan ini yaitu dengan cara membekukan sampel pada suhu -80 0C sampai -20 0C. Setelah dibekukan dalam waktu sekitar 12 jam, maka sampel diserbukkan untuk menghindari cairan beku dalam sampel meleleh. Kadar fenolik dengan metode pengeringan beku lebih tinggi jika dibandingkan dengan metode pengeringan udara, karena kondisi senyawa kimia bahan tumbuhan terjaga dengan baik. Kekurangan dari pengeringan beku yaitu metode yang rumit dan biayanya lebih mahal jika dibandingan dengan ketiga metode pengeringan yang lain. Pengeringan beku biasanya diaplikasikan untuk bahan yang halus, labil terhadap suhu dan memiliki nilai tinggi. 42 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 3.3 Definisi Ekstraksi Ekstraksi dapat didefinisikan sebagai suatu proses pemisahan dengan berdasar pada perpindahan massa komponen kimia dari sampel bahan alam seperti tumbuhan ke dalam suatu pelarut organik. Cara kerjanya yaitu dinding sel tumbuhan akan ditembus oleh pelarut organik, kemudian masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan terlarut dan berdifusi masuk ke dalam pelarut organik. Proses ini akan berhenti apabila telah terjadi kesetimbangan konsentrasi zat aktif, antara yang berada di dalam sel dan di luar sel. Hasil dari proses ekstraksi dinamakan ekstrak. Ekstrak dapat diartikan sebagai sediaan cair, kental atau kering yang merupakan hasil proses ekstraksi menurut cara yang sesuai. Proses ekstraksi telah dilakukan sejak lama dengan cara tradisional dan dalam kehidupan sehari-hari, proses ini juga telah dilakukan. Sebagai contoh, pada saat menyeduh teh dan kopi (gambar 3.3). Caranya dengan mencampurkan bubuk teh dan bubuk kopi dengan air bersuhu tinggi, dan disini air berperan sebagai pelarut. Hasil akhirnya yaitu ditandai dengan perubahan warna pada air dan ini menandakan telah diperolehnya senyawa-senyawa kimia seperti tannin, theobromine, polyphenol dan kafein. Contoh lain dari ekstraksi yaitu pembuatan bubuk herbal dari daun suatu tanaman dan dimanfaatkan sebagai jamu. Caranya yaitu dengan merebus daun tanaman herbal menggunakan air sehingga semua bahan aktif larut didalam air. Selanjutnya memisahkan serat daun dari campurannya dan didapatkan jus herbal. Air rebusan dari jus herbal ini dikeringkan dan diawetkan sebagai bubuk herbal. โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 43 01 Masukkan filter 0 Tambahk an bubuk 0 Tuangk an 0 Biarkan 4-8 2 teh 3 Waktu 4-8 menit Gambar 3.3 Contoh Proses Ekstraksi Pada Kehidupan Sehari- hari (Marjoni, 2021) Apabila akan melakukan proses ekstraksi dari bagian tertentu pada tanaman, seperti daun, maka tujuannya untuk menarik komponen-komponen tertentu yang terdapat pada daun. Bahan utama ekstraksi adalah bahan padat seperti daun yang memiliki bahan aktif didalamnya. Bahan utama (daun) diletakkan di wadah dan dicampur dengan pelarut (sebagai bahan cair). Pelarut ini berfungsi untuk menarik bahan aktif dari bahan utama (daun) sampai diperoleh ekstrak. Molekul Zat aktif BAHAN CAIR Pelarut BAHAN PADAT Bagian tanaman PADAT/Cair Proses pemisahan tanaman Sisa Bahan Padat EKSTRAK Gambar 3.4 Grafik Ekstraksi Tanaman (Marjoni, 2021) 44 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ Istilah umum yang sering digunakan dalam kegiatan ekstraksi, yaitu: Ekstraktan/ menstrum : pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi Rafinat : larutan senyawa atau bahan yang akan diekstraksi Linarut : senyawa atau zat yang diharapkan terlarut dalam rafinat Artefak : zat lain yang diperoleh selain zat yang terkandung di dalam sampel Proses ekstraksi dapat diterapkan menggunakan beberapa metode dan ini disesuaikan dengan sifat dan tujuannya. Tujuan dilakukannya proses ekstraksi yaitu untuk menarik semua zat aktif maupun komponen kimia pada simplisia. Beberapa pertimbangan ketika akan melakukan proses ekstraksi antara lain: a. Jumlah simplisia yang akan diekstrak Jumlah simplisia berbanding lurus dengan jumlah pelarut yang digunakan. Apabila simplisia digunakan dalam jumlah besar, maka volume pelarut yang digunakan juga besar. b. Derajat kehalusan simplisia Proses ekstraksi akan berjalan optimal, jika simplisia yang digunakan dalam bentuk yang halus. c. Jenis pelarut yang dipilih Pemilihan pelarut tergantung pada tingkat kepolarannya. Senyawa akan mudah larut, apabila memiliki tingkat kepolaran yang sama dengan pelarut. d. Waktu ekstraksi Waktu berkaitan dalam menentukan jumlah senyawa yang akan terekstrak. โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 45 e. Metode ekstraksi Proses ekstraksi dapat menggunakan berbagai metode, sebagai upaya untuk menarik bahan aktif yang terdapat di simplisia. f. Kondisi proses ekstraksi Pada saat melakukan ekstraksi, beberapa prosedurnya membutuhkan keadaan dan kondisi tertentu, seperti terlindung dari cahaya, maupun pada saat ekstraksi perlu dilakukan pengadukan. 3.4 Jenis dan Sifat Pelarut Ekstraksi Tahap pertama ketika akan melakukan ekstraksi yaitu memilih pelarut. Pelarut merupakan zat yang terdapat pada larutan dan memiliki jumlah yang besar. Zat yang lain dalam larutan tersebut disebut zat terlarut. Pelarut yang dipilih harus dapat memisahkan zat aktif dari simplisia. Beberapa contoh pelarut yaitu air, etanol, metanol, gliserin/gliserol, eter, heksana, aseton, dan kloroform. Hasil akhir proses ini yaitu ekstrak yang didalamnya terkandung sebagian besar dari zat aktif yang dikehendaki. Beberapa kriteria dalam memilih pelarut, yaitu: a. Mudah diperoleh dan harganya murah b. Sifatnya stabil baik secara fisika maupun kimia c. Tidak bereaksi terhadap senyawa dari simplisia yang diekstrak d. Tidak beracun e. Tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar f. Selektif g. Mampu mengekstrak senyawa di dalam simplisia h. Tidak bertentangan dengan peraturan i. Kestabilan kimia dan panas 46 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ j. Kesesuaian dengan zat terlarut Pelarut dalam proses ekstraksi dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu: a. Berdasarkan fungsinya, dibagi lagi menjadi 5 antara lain: True solvent Pelarut yang berperan dalam melarutkan zat aktif dalam proses ekstraksi, pemurnian, pembuatan emulsi dan suspensi. Diluent Pelarut yang berfungsi sebagai pengencer. Latent solvent Pelarut yang dapat meningkatkan daya larut aktif dari suatu pelarut. Media reaksi Pelarut yang berfungsi sebagai media reaksi. Reaksi akan berlangsung lebih cepat jika berada dalam fase cair. Paint remover Pelarut yang dimanfaatkan sebagai pembersih atau penghilang cat. b. Berdasarkan kepolarannya, dibagi menjadi 3 antara lain: Pelarut polar Tingkat kepolarannya tinggi sehingga bersifat universal. Hal ini karena dapat menarik senyawa yang bersifat polar maupun senyawa dengan tingkat kepolaran yang lebih rendah dan memiliki rumus senyawanya ROH. Contoh pelarutnya yaitu air, metanol, etanol dan asam asetat. โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 47 Pelarut semipolar Pelarut yang tidak memiliki ikatan O โ€“ H dan memiliki ikatan dipol besar. Ikatan dipol merupakan ikatan rangkap antara karbon dengan oksigen atau nitrogen. Tingkat kepolaran pelarut jenis ini lebih rendah jika dibandingkan pelarut polar dan juga berperan dalam melarutkan senyawa yang bersifat semipolar dari tumbuhan. Contoh pelarut semipolar yaitu aseton, etil asetat, diklorometan, dan DMSO. Pelarut nonpolar Pelarut jenis ini tidak larut dalam air dan memiliki konstanta dielektrik yang rendah. Contohnya yaitu heksana dan eter. c. Berdasarkan densitas Pelarut dengan densitas lebih rendah dari air Pelarut yang merupakan sebagian besar senyawa organik, seperti dietil eter, etil asetat, dan hidrokarbon. Pelarut dengan densitas lebih tinggi dari air Pelarut yang mengandung senyawa klorin seperti diklorometan Penentuan dan pemilihan pelarut biasanya berdasarkan pada interaksi antara pelarut dengan zat terlarut. Pemilihan pelarut untuk proses ekstraksi ada beberapa cara yaitu: a. Berdasarkan Tabel Robin (Robin Chart) Sistem pemilihan pada Tabel Robin didasarkan oleh komposisi kimianya. Tabel ini menampilkan deviasi dari interaksi zat terlarut terhadap larutan ideal. b. Berdasarkan parameter kelarutan Hildebrand 48 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ Aturan kimia like dissolves like merupakan parameter dasar dalam memilih pelarut pada proses ekstraksi. c. Berdasarkan pertimbangan kriteria pelarut Pertimbangan kriteria pelarut ini meliputi pertimbangan selektivitas dan recovery pelarut. Pemilihan selektif yaitu pelarut yang digunakan hanya melarutkan zat aktif yang diinginkan dari suatu bahan. Tujuan dari penggunaan pelarut ini untuk mendapatkan ekstrak yang lebih murni. Sedangkan recovery pelarut bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomis dari proses ekstraksi. 3.5 Metode Ekstraksi Metode ekstraksi dapat dibagi menjadi beberapa aspek yaitu suhu, proses ekstraksi sampel oleh pelarut dan ragam metode khusus. Aspek pertama adalah suhu, yang berkaitan dengan karakter komponen kimia sampel. Sifat komponen kimia yaitu thermolabile dan thermostabile, yang berarti tidak tahan terhadap panas ataukah tahan terhadap panas. Jika sifat komponen kimia tahan terhadap panas, maka akan digunakan metode yang melibatkan pemanasan dan demikian pula sebaliknya. Aspek kedua yaitu proses tersarinya sampel. Proses ini berkaitan dengan pelarut yang digunakan pada ekstraksi. Apakah pelarut yang digunakan bekerja secara berkesinambungan ataukah tidak. Aspek ketiga adalah metode khusus. Metode ini hanya digunakan terhadap senyawa- senyawa yang berasal dari sampel yang mengandung minyak menguap. Metode ekstraksi dengan cara panas dapat dibagi berdasarkan pelarut yang digunakan yaitu menggunakan air dan pelarut organik (seperti methanol, etanol). Metode ekstraksi secara panas dengan pelarut air yaitu: โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 49 a. Infusa Pelarut yang digunakan berupa air dan dipanaskan pada suhu 900C selama 15-20 menit. Sampel direndam dalam bejana dengan kondisi segar maupun dalam bentuk simplisia. b. Dekok Proses penyarian menggunakan air pada suhu 900C dan durasi waktunya 30 menit. c. Destilasi Sampel yang akan disuling kontak langsung dengan air mendidih. Sampel mengapung diatas air atau terendam secara sempurna, tergantung jenisnya. Ciri khas dari metode ini yaitu kontak langsung antara sampel dan air mendidih. d. Seduhan Metode ekstraksi yang paling sederhana, yaitu merendam simplisia dengan air panas dalam waktu tertentu (seperti 5 sampai 10 menit). e. Coque (Penggodogan) Caranya yaitu dengan menggodok simplisia menggunakan api langsung. Hasilnya dapat langsung digunakan, baik secara keseluruhan termasuk ampasnya maupun tanpa ampasnya. Metode ekstraksi dengan cara panas pada pelarut organik yaitu: a. Digesti Cara maserasi menggunakan suhu rendah, berkisar pada suhu 400C โ€“ 500C. Proses pemanasan dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi pelarut dalam menyari sampel. b. Refluks Ekstraksi ini menggunakan pelarut pada titik didihnya, dengan waktu dan jumlah pelarut tertentu. Metode ini 50 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ menggunakan kondensor dan dilakukan pengulangan sebanyak 3 sampai 5 kali. Cara ini tergolong proses ekstraksi yang sudah cukup sempurna. c. Soxhlet Metode ini menggunakan alat khusus yang dinamakan ekstraktor soxhlet. Suhu yang digunakan lebih rendah jika dibandingkan dengan metode refluks. Metode ekstraksi secara dingin antara lain: a. Maserasi Proses ekstraksi ini dilakukan dengan cara merendam simplisia dalam suatu pelarut maupun campurannya. Suhu yang digunakan adalah suhu kamar, dengan kondisi terlindung dari cahaya dan waktu tertentu. b. Perkolasi Metode ini dilakukan dengan cara mengalirkan pelarut secara terus menerus pada simplisia dengan waktu tertentu. Selain yang sudah disebutkan diatas, terdapat metode ekstraksi yang lain antara lain: a. Lawan Arah (Counter Current) Cara kerjanya mirip metode perkolasi. Akan tetapi, perbedaannya terletak pada simplisia yang bergerak berlawanan arah dengan pelarut. Metode counter current banyak diaplikasikan pada ekstraksi herbal pada skala besar. b. Ultrasonik Metode ini menggunakan gelombang elektronik pada frekuensi 20-20.000 kHz, dan menyebabkan permeabilitas dinding sel meningkat serta mengeluarkan isi didalamnya. Nilai frekuensinya berpengaruh terhadap hasil ekstraksi. โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 51 c. Gelombang Mikro (Microwave Assisted Extraction) Gelombang mikro yang digunakan sebesar 2450 MHz dan digunakan pada senyawa yang memiliki dipol polar. Kelebihan metode ini yaitu lebih hemat waktu dan pelarut. d. Ekstraksi Gas Superkritis (Supercritical Gas Extraction) Cara ini menggunakan gas karbondioksida pada tekanan tinggi dan banyak diaplikasikan pada ekstraksi minyak atsiri, senyawa yang bersifat mudah menguap dan termolabil. Kelebihan dari teknik ini yaitu bersifat inert, minim toksisitasnya, harga lebih murah dan tidak mudah terbakar. 3.6 Pemilihan Metode Ekstraksi Pemilihan metode ekstraksi pada dasarnya ada 2 aspek yaitu berdasarkan tekstur dari sampel dan sifat polaritas dari senyawa yang disari. Aspek pertama yaitu tekstur dari sampel yang akan disari. Jenis ekstraksi yang akan dipilih dapat dilihat dari tekstur sampel. Sampel dengan tekstur yang keras dapat diekstraksi menggunakan metode panas. Metode dingin diterapkan untuk ekstraksi pada sampel yang memiliki tekstur lunak. Aspek kedua adalah sifat polaritas dari senyawa. Pelarut dengan sifat kepolaran yang tinggi akan menarik komponen yang bersifat polar, sedangkan komponen non polar akan ditarik pelarut dengan tingkat kepolaran yang rendah. Prinsip pada teknik ekstraksi yaitu like dissolves like. Hal ini merupakan istilah yang digunakan dalam menjelaskan mekanisme bekerjanya suatu pelarut dan ini mengacu pada polaritas dari pelarut dan zat terlarut. Contohnya adalah air tidak dapat melarutkan minyak, karena tingkat kepolarannya berbeda. Jenis ekstraksi yang akan digunakan dapat ditentukan dengan mengetahui tingkat kepolaran dari komponen kimia pada sampel. Keuntungan cara ini yaitu memungkinkan kandungan kimia pada sampel seperti bahan tumbuhan akan dapat tersari lebih banyak. 52 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 3.7 Penutup Metabolisme primer membentuk semua proses fisiologis sehingga menyebabkan tumbuhan mengalami pertumbuhan. Hasil metabolisme ini berupa protein, karbohidrat dan asam amino. Sedangkan metabolit sekunder adalah hasil metabolisme yang tidak dimanfaatkan untuk pertumbuhan. Metabolit sekunder pada tanaman biasanya dimanfaatkan untuk pertahanan diri. Akan tetapi, metabolit sekunder ini juga memiliki peran yang besar untuk manusia karena memiliki kandungan senyawa bioaktif. Kandungan senyawa bioaktif pada tanaman, bisa didapatkan dengan cara ekstraksi. Berbagai metode ekstraksi dapat diterapkan dengan beberapa pertimbangan seperti sifat senyawa, jenis pelarut dan alat yang tersedia. โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 53 54 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ Bab 4 Pemasaran Produk Obat Tradisional 4.1 Pengantar Manusia telah mengkonsumsi obat-obatan tradisional atau biasa juga disebut obat herbal untuk memenuhi kebutuhan dasarnya untuk mengobati penyakit dan menghilangkan rasa sakit sejak zaman dahulu (Mutunda, 2018; Sharifi, Bazaee, & Heydari, 2019). Obat herbal telah memiliki sejarah yang panjang. Dokumen yang diperoleh dari dokter penduduk asli Amerika, Cina, Mesir, dan Persia menunjukkan bahwa beberapa tanaman digunakan untuk mengobati banyak penyakit. Saat itu, tanaman herbal menjadi satu-satunya pengobatan alami. Pada abad terakhir, dengan perkembangan obat-obatan sintetis, mekanisme industri obat dan obat-obatan telah mengalami perubahan total, dan obat-obatan kimia terutama tersedia untuk mengobati penyakit. Munculnya obat sintetik menyebabkan keberadaan tanaman untuk obat tradisional mulai dilupakan akan peran dan pentingnya tanaman obat. Namun, kesadaran akan efek samping obat kimia serta efek sampingnya secara bertahap mengakibatkan popularitas dan keinginan obat herbal (Chen & Burgers, 2017). โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ 55 Dalam satu abad terakhir, mengenai perkembangan industri obat kimia, mekanisme industri farmasi telah berkembang. Seiring waktu, kesadaran akan efek samping obat kimia pada obat herbal telah meningkat pesat. Oleh karena itu, di era sekarang ini, industri obat tradisional merupakan salah satu dari sedikit industri yang mengalami pertumbuhan sebanyak dua digit (Roediger & Ulrich, 2015). Obat tradisional pada dasarnya adalah tanaman atau bagian tanaman yang digunakan dalam pengobatan, karena aroma, rasa, atau sifat terapeutiknya. Obat-obatan tradisional adalah jenis suplemen makanan. Mereka memanfaatkan tanaman atau bagian tanaman, untuk mengobati penyakit dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan umum. Alasan utama konsumen China, Jerman, dan Amerika untuk percaya pada obat tradisional adalah karena 42,9% dari mereka menyatakan bahwa produk tersebut sehat untuk manusia (Sevil, 2016). Menurut Ayazi (2017), masyarakat Iran bersedia menggunakan obat tradisional dan permintaan obat herbal tradisional terus bertumbuh. Di sisi lain, jumlah produsen obat- obatan tradisional juga semakin meningkat. Terlepas dari peningkatan jumlah pengguna obat tradiosional serta produksi obat tradisional di dalam negeri, sayangnya pangsa pasar obat ini kurang dari 0,3% dari total penjualan obat, sehingga tidak memberikan kontribusi yang efektif atas obat kimia (Jamshidi, 2016). Untuk menjadi yang terdepan di pasar global, perusahaan perlu mengembangkan produk melalui proses inovatif yang dapat meningkatkan efisiensi biaya dan kemampuan untuk beradaptasi dengan permintaan pasar yang berubah, memfasilitasi akses dan pertumbuhan di pasar baru terutama di pasar tradisional (Chang, Memili, Chrisman, & Welsh, 2011). Agar perusahaan memiliki keunggulan kompetitif, perusahaan harus memiliki kemampuan (kemampuan untuk menciptakan hubungan yang stabil dengan distributor, pemasok atau mitra kerja) dan sumber daya berkualitas yang memadai untuk dapat 56 โ€œPerkembangan dan Manfaat Obat Herbal Sebagai Fitoterapiโ€ bertahan di tengah persaingan yang kompleks (Edelman, Brush, & Manolova, 2005; Gimeno-Gascon, Folta, Cooper, & Woo, 1997). Menurut Vergamini (2019) keunggulan kompetitif dapat dicapai dengan meningkatkan daya beli dan meningkatkan produktivitas karyawan. Strategi ini mampu menghasilkan kelangkaan karena upaya peningkatan produktivitas karyawan mampu mempertahankan harga yang lebih tinggi. Ditter dan Brouard (2014) menggunakan strategi kepemimpinan biaya untuk mengelola dan meningkatkan skala ekonomi. Inovasi produk juga perlu untuk dilakukan sebagai strategi untuk mengatasi kejenuhan pelanggan terhadap sebuah produk dan mengembangkan produk yang lebih baik sesuai harapan konsumen (Yulia, Nurcholidah, & Sari, 2021). Persaingan global memaksa perusahaan lokal dan regional untuk mengembangkan kompetensi khasnya untuk mencapai keunggulan kompetitif, terutama dalam mengatasi perusahaan dengan strategi diferensiasi (Vergamini, 2019). Pemilihan strategi yang tepat dapat mengantarkan perusahaan mencapai kinerja yang lebih baik. Beberapa penelitian menyatakan bahwa strategi pemasaran perusahaan mempengaruhi pasar dan kinerja perusahaan melalui penerapan pola-pola tertentu dari perencanaan sumber daya untuk mencapai tujuan pemasaran di pasar sasaran. Menurut Al- Dawalibi, A-Dali & Alkhayyal (2020) banyak perusahaan menghadapi tantangan dalam mengidentifikasi strategi pemasaran yang terbaik karena rencana pemasaran melibatkan sejumlah besar strategi (faktor) yang dapat mempengaruhi respon pendapatan penjualan. Segmentasi pasar yang merupakan salah satu tahapan terpenting dalam penerapan pemasaran bertarget telah dilupakan. Berdasarkan segmentasi pasar yang efektif, dimungkinkan untuk mengidentifikasi atribusi pelanggan dan memilih sektor yang tepat untuk m

Use Quizgecko on...
Browser
Browser