DIKTAT PRAKTIKUM KIMIA DASAR 2 PDF
Document Details
![FantasticArcticTundra5791](https://quizgecko.com/images/avatars/avatar-6.webp)
Uploaded by FantasticArcticTundra5791
Tags
Summary
This document is a practical guide for chemistry laboratory safety procedures, covering laboratory equipment, chemicals, and general safety precautions for students. It covers safety theory, safety protocols and practical tips for laboratory operations.
Full Transcript
Minggu Ke - 2 Keamanan dan Keselamatan Kerja dan Pengenalan Bahan Kimia – di Laboratorium Kimia Dasar I. Keamanan dan Keselamatan Kerja - Laboratorium Kimia 1.1. Tujuan Mempelajari dan menerapkan keamanan dan keselamatan kerja di laboratorium kimia dasar. 1.2. Dasar...
Minggu Ke - 2 Keamanan dan Keselamatan Kerja dan Pengenalan Bahan Kimia – di Laboratorium Kimia Dasar I. Keamanan dan Keselamatan Kerja - Laboratorium Kimia 1.1. Tujuan Mempelajari dan menerapkan keamanan dan keselamatan kerja di laboratorium kimia dasar. 1.2. Dasar Teori Dalam rangka meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja di laboratorium, beberapa aturan perlu diterapkan sehingga potensi kecelakaan saat beraktifitas di laboratorium dapat dikurangi. Potensi kecelakaan kerja di dalam laboratorium dapat berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal berasal dari individu yang bekerja, misalnya kelelahan, tidak fit, tidak fokus atau sulit konsentrasi, ceroboh, dan tidak serius dalambekerja. Sedangkan faktor eksternal meliputi (1) bahan kimia, (2) sumber energi (listrik, dan air), (3) fasilitas (meja, kursi, dll) dan peralatan (alat gelas, elektronik, instrumentasi, dll), (4) posisi/tata letak (ergonomis) dan tata ruang, dan (5) sistem kerja yang digunakan. Peran setiap individu dalam menjaga kesehatan dan stamina sangat penting dalam menurunkan pengaruh faktor internal, sementara faktor eksternal dapat dikondisikan melalui penerapan sistem K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang disesuaikan dengan kebutuhan Laboratorium Kimia Dasar. Misalnya lokasi dan tata letak untuk praktikum diusahakan sedemikian rupa sehingga tersedia cukup ruang untuk melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Terlalu banyak praktikan dalam satu area perlu dihindari. Peralatan yang tersedia juga harus memenuhi standar dan terjamin aman selama digunakan. Selain itu, penggunaan alat proteksi diri (APD) bersifat wajib dalam setiap kegiatan di Laboratorium Kimia Dasar yang berhubungan dengan bahan kimia secara langsung atau pekerjaan lainnya yang berpotensi bahaya. Secara sederhana yang dimaksud dengan APD, atau Personal Protective Equipment (PPE) adalah “seperangkat alat yang digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuhnya dari adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja”. APD merupakan suatu alat yang dipakai tenaga kerja dengan maksud menekan atau mengurangi resiko masalah kecelakaan akibat kerja yang akibatnya dapat timbul kerugian bahkan korban jiwa atau cedera. Alat pelindung diri sesuai dengan istilahnya, bukan sebagai alat pencegahan kecelakaan namun berfungsi untuk memperkecil tingkat cederanya. APD harus memiliki fungsi untuk melindungi pemakainya dalam melaksanakan pekerjaannya dan dapat memperkecil akibat/resiko yang mungkin timbul. APD yang digunakan bervariasi tergantung jenis pekerjaan dan potensi bahayanya. Setiap mahasiswa dan asisten yang akan praktikum luring di Laboratorium Kimia Dasar 4 wajib memenuhi standar minimal keselamatan kerja (Gambar 1), meliputi jas laboratorium lengan panjang, sepatu tertutup, dan kaca mata laboratorium. Individu yang berambut panjang wajib mengikat rambutnya sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalannya aktifitas di lab. Sarung tangan lab wajib digunakan saat bekerja dengan bahan kimia korosif, iritan, dan berbahaya, misalnya asam, basa, pelarut organik, garam transisi atau logam berat, dll. Aktifitas makan, minum, atau merokok dilarang di dalam laboratorium. Sangat disarankan untuk tidak menggunakan headset, bercanda secara berlebihan, atau melakukan aktifitas yang membahayakan diri sendiri atau rekan kerja saat beraktifitas di laboratorium. Selain itu, aktifitas khusus seperti pelarutan asam dari larutan yang pekat atau pengambilan pelarut organik (volatile) dari botol utama wajib dilakukan di dalam lemari asam untuk menghindari paparan kabut atau uap yang bersifat korosif dan berbahaya bagi kesehatan. Jas Lab – Lengan panjang Sepatu tertutup Kaca mata pengaman Sarung tangan Mengikat rambut panjang Tidak makan - minum Gambar 1. APD sebagai syarat masuk sebelum bekerja dan aturan yang harus dipenuhi saat praktikum di Laboratorium Kimia Dasar. Setiap wadah atau botol berisi bahan kimia yang digunakan dalam praktikum harus dilabeli dengan informasi yang lengkap untuk menjamin bahwa bahan yang digunakan adalah tepat dan tidak salah ambil. Selanjutnya, wadah atau botol tersebut harus ditutup dengan sempurna, ditempatkan di tempat yang mudah dijangkau, jauh dari sumber api, aman dari goncangan sehingga menurunkan resiko terjadinya tumpahan atau kebocoran wadah, misalnya pecah karena tersenggol. Informasi yang ditulis di botol meliputi: (1) nama bahan kimia, bila perlu rumus senyawanya, (2) konsentrasi, (3) label bahaya, (4) nama pemilik, dan (5) tanggal pembuatan. Kecelakaan kerja sangat tidak diharapkan dan harus dicegah secara sistematis. Ada dua hal penyebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu (1) terjadi secara kebetulan dan (2) kondisi kerja yang tidak aman. Kecelakaan yang terjadi secara kebetulan dianggap sebagai 5 kecelakaan dalam arti asli (genuine accident) sifatnya tidak dapat diramalkan dan berada di luar kendali manejemen laboratorium. Misalnya, praktikan menjatuhkan bahan kimia karena kaget saat terjadi gempa bumi. Sedangkan untuk kondisi kerja yang tidak aman meliputi faktor- faktor sebagai berikut: (a) peralatan yang tidak terlindungi secara benar, (b) peralatan yang rusak, (c) prosedur yang berbahaya di sekitar peralatan laboratorium yang tidak aman (misal karena terlalu penuh), (d) cahaya yang tidak memadai, suram, dan kurang penerangan, (e) ventilasi yang tidak sempurna, pergantian udara tidak cukup, atau sumber udara tidak murni. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor ini, kita dapat meminimalkan kondisi yang tidak aman, misalnya dengan cara membuat daftar kondisi fisik dan mekanik yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Faktor lain yang dapat meningkatkan potensi resiko kecelakaan kerja yaitu suhu, tekanan, dan konsentrasi bahan kimia yang digunakan. Ketika suhu yang tinggi diperlukan untuk melakukan suatu aktifitas maka harus dipastikan alat yang digunakan sudah terkalibrasi sehingga suhu yang digunakan sesuai dengan pengukuran. Area di sekitar alat tersebut juga harus dikondisikan aman, misalnya bahan kimia dijauhkan dan peralatan gelas atau ATK yang tidak dipakai dapat disingkirkan sehingga tidak mengganggu aktifitas tersebut. Apabila diperlukan, sarung tangan penahan panas dapat digunakan. Selain suhu, tekanan di atas 1 atm terkadang diperlukan untuk mempercepat reaksi, akan tetapi apabila tekanan sistem melampaui batas alat yang diperkenankan maka dapat terjadi letupan atau bahkan ledakan yang berakibat fatal. Sedangkan untuk konsentrasi bahan kimia, semakin tinggi konsentrasi yang digunakan, semakin tinggi pula resiko bahayanya. Meskipun di Praktikum Kimia Dasar hanya menggunakan konsentrasi yang relatif encer (maksimal 1M), saat menggunakan bahan tersebut kita tetap wajib memperhatikan potensi bahaya dari setiap bahan, misalnya korosif, mudah terbakar, penyebab iritan, dll. Oleh karena itu, penggunaan APD yang seperti kaca mata lab dan sarung tangan sangat disarankan. Pengambilan, pemindahan, dan pembuangan bahan kimia juga harus memperhatikan prosedur yang sudah ditetapkan. Apabila praktikan ragu, dapat berkomunikasi terlebih dahulu dengan asisten/laboran.dosen koordinator. Kondisi fisik dari peralatan dan laboratorium serta lingkungan sekitar juga berkontribusi terhadap terjadinya kecelakan kerja di laboratorium. Instalasi listrik yang ala kadarnya, modifikasi alat yang tidak sesuai standar, kondisi meja praktikum/lemari asam yang rusak, hingga polusi suara dapat mengganggu aktifitas dan konsentrasi praktikan. Penyediaan sarana dan prasarana yang aman dan kondusif adalah tanggung jawab manajemen laboratorium. Khusus di Laboratorium Kimia Dasar, setiap masuk waktu sholat, praktikan dan asisten harap mengkondisikan dirinya dengan suara yang keras karena lokasinya yang bersebelahan dengan masjid FMIPA. Setiap kejadian kecelakaan kerja, baik minor maupun mayor, termasuk kerusakan alat gelas, harus dilaporkan melalui asisten/laboran/dosen koordinator dan didokumentasikan untuk keperluan lebih lanjut. Informasi yang dicatat meliputi: (1) tanggal dan waktu kejadian, (2) nama korban/pelaku, (3) sumber kecelakaan dan penjelasan kejadian, (4) penangangan, dan (5) foto/video (khususnya bila skala mayor). Setiap informasi kecelakaan kerja dapat digunakan sebagai bahan evaluasi perbaikan manajemen K3 di laboratorium. Karena praktikan adalah mahasiswa baru, potensi kerusakan alat gelas 6 cukup tinggi sehingga asisten diharapkan lebih proaktif dalam mendampingi praktikan saat bekerja di laboratoium. Praktikan juga diharapkan berkonsentrasi saat praktikum dan sedapat mungkin menghindari aktifitas tidak penting lainnya misalnya bercanda, chatting, dll. Menurut NEPA dan NFPA (Amerika Serikat), setiap bahan kimia harus dilengkapi dengan diagram warna berbentuk belah ketupat (Gambar 2) yang menyatakan tingkat bahaya suatu bahan dari tingkat 0 (aman) sampai 4 (berbahaya). Setiap kode angka tersebut memiliki kondisi (a) bahaya kesehatan atau health (biru), (b) bahaya kebakaranatau fire (merah), dan (c) bahaya reaktifitas atau reactivity (kuning) yang berbeda-beda (Tabel 1). Semakin tinggi angka yang tertera maka potensi bahaya bahan kimia juga semakin tinggi. Selain itu, bahaya spesifik juga ditambahkan di bagian bawah diagram(putih), misalnya OXY (oxidizer), ACID (acid), ALK (alkali), COR (corrosive), dan W (use no water), BIO (biohazard), dll. Tabel 1. Simbol dan kode tingkat bahaya bahan kimia menurut NEPA-USA. Tingkat Bahaya kesehatan Bahaya kebakaran Bahaya reaktifitas (health) (fire) (reactivity) 0 Tidak berbahaya Tidak dapat terbakar Stabil LD50 > 2000 mg/Kg 1 Penyebab iritasi Dapat dibakar tapi Stabil pada suhu atau cedera ringan memerlukan normal tapi tidak LD50 = 500-2000 mg/Kg pemanasan terlebih stabil pada suhu dahulu tinggi 2 Pemaparan intensif dan Perlu sedikit pemanasan Tidak stabil, terus menerus sebelum bahan dapat bereaksi hebat berakibat serius, terbakar karena perubahan kecuali ada 38 < FP < 93 °C suhu dan tekanan, pertolongan tapi tidak meledak 3 Berakibat serius atau Cair atau padat, dapat Mudah meledak cedera permanen dinyalakan pada suhu karena sumber pada pemaparan biasa (ruang) yang kuat misal singkat meskipun ada FP < 23°C (BP ≥ 38°C) suhu tinggi atau pertolongan FP > 23°C (BP < 38°C) getaran LD50 = 5-50 mg/Kg 4 Penyebab kematian, Segera menguap dalam Mudah meledak cedera fatal, keadaan normal dan pada suhu normal, meskipun ada dapat terbakar secara sensitif terhadap pertolongan cepat panas dan LD50 ≤ 5 mg/Kg FP < 23°C (73°F) mekanik FP: flash point; BP: boiling point 7 Gambar 2. Beberapa contoh label dari bahan kimia berdasarkan NEPA-USA (dari kiri ke kanan: NaOH, H2C2O4, HNO3, benzamida). Berdasarkan sifat alamiahnya, bahan kimia juga dapat dikategorikan menjadi (Gambar 3) bahan kimia mudah meledak (explosive), mudah terbakar (flammable), mudah mengoksidasi (oxidise), korosif (corrosive), beracun (toxic), berbahaya untuk kesehatan (health hazard), mudah mengiritasi (irritant), berbahaya untuk lingkungan (environment hazard), dan gas bertekanan tinggi (pressured gas). Satu bahan kimia dapat memiliki lebih dari satu kategori bahaya misalnya: asam nitrat termasuk bahan korosif dan bersifat oksidator. Gambar 3. Piktogram sifat bahaya bahan kimia. 8 wajib memenuhi standar minimal keselamatan kerja (Gambar 1), meliputi jas laboratorium lengan panjang, sepatu tertutup, dan kaca mata laboratorium. Individu yang berambut panjang wajib mengikat rambutnya sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu jalannya aktifitas di lab. Sarung tangan lab wajib digunakan saat bekerja dengan bahan kimia korosif, iritan, dan berbahaya, misalnya asam, basa, pelarut organik, garam transisi atau logam berat, dll. Aktifitas makan, minum, atau merokok dilarang di dalam laboratorium. Sangat disarankan untuk tidak menggunakan headset, bercanda secara berlebihan, atau melakukan aktifitas yang membahayakan diri sendiri atau rekan kerja saat beraktifitas di laboratorium. Selain itu, aktifitas khusus seperti pelarutan asam dari larutan yang pekat atau pengambilan pelarut organik (volatile) dari botol utama wajib dilakukan di dalam lemari asam untuk menghindari paparan kabut atau uap yang bersifat korosif dan berbahaya bagi kesehatan. Jas Lab – Lengan panjang Sepatu tertutup Kaca mata pengaman Sarung tangan Mengikat rambut panjang Tidak makan - minum Gambar 1. APD sebagai syarat masuk sebelum bekerja dan aturan yang harus dipenuhi saat praktikum di Laboratorium Kimia Dasar. Setiap wadah atau botol berisi bahan kimia yang digunakan dalam praktikum harus dilabeli dengan informasi yang lengkap untuk menjamin bahwa bahan yang digunakan adalah tepat dan tidak salah ambil. Selanjutnya, wadah atau botol tersebut harus ditutup dengan sempurna, ditempatkan di tempat yang mudah dijangkau, jauh dari sumber api, aman dari goncangan sehingga menurunkan resiko terjadinya tumpahan atau kebocoran wadah, misalnya pecah karena tersenggol. Informasi yang ditulis di botol meliputi: (1) nama bahan kimia, bila perlu rumus senyawanya, (2) konsentrasi, (3) label bahaya, (4) nama pemilik, dan (5) tanggal pembuatan. Kecelakaan kerja sangat tidak diharapkan dan harus dicegah secara sistematis. Ada dua hal penyebab terjadinya kecelakaan kerja, yaitu (1) terjadi secara kebetulan dan (2) kondisi kerja yang tidak aman. Kecelakaan yang terjadi secara kebetulan dianggap sebagai 5 kecelakaan dalam arti asli (genuine accident) sifatnya tidak dapat diramalkan dan berada di luar kendali manejemen laboratorium. Misalnya, praktikan menjatuhkan bahan kimia karena kaget saat terjadi gempa bumi. Sedangkan untuk kondisi kerja yang tidak aman meliputi faktor-faktor sebagai berikut: (a) peralatan yang tidak terlindungi secara benar, (b) peralatan yang rusak, (c) prosedur yang berbahaya di sekitar peralatan laboratorium yang tidak aman (misal karena terlalu penuh), (d) cahaya yang tidak memadai, suram, dan kurang penerangan, (e) ventilasi yang tidak sempurna, pergantian udara tidak cukup, atau sumber udara tidak murni. Dengan mengidentifikasi faktor-faktor ini, kita dapat meminimalkan kondisi yang tidak aman, misalnya dengan cara membuat daftar kondisi fisik dan mekanik yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Faktor lain yang dapat meningkatkan potensi resiko kecelakaan kerja yaitu suhu, tekanan, dan konsentrasi bahan kimia yang digunakan. Ketika suhu yang tinggi diperlukan untuk melakukan suatu aktifitas maka harus dipastikan alat yang digunakan sudah terkalibrasi sehingga suhu yang digunakan sesuai dengan pengukuran. Area di sekitar alat tersebut juga harus dikondisikan aman, misalnya bahan kimia dijauhkan dan peralatan gelas atau ATK yang tidak dipakai dapat disingkirkan sehingga tidak mengganggu aktifitas tersebut. Apabila diperlukan, sarung tangan penahan panas dapat digunakan. Selain suhu, tekanan di atas 1 atm terkadang diperlukan untuk mempercepat reaksi, akan tetapi apabila tekanan sistem melampaui batas alat yang diperkenankan maka dapat terjadi letupan atau bahkan ledakan yang berakibat fatal. Sedangkan untuk konsentrasi bahan kimia, semakin tinggi konsentrasi yang digunakan, semakin tinggi pula resiko bahayanya. Meskipun di Praktikum Kimia Dasar hanya menggunakan konsentrasi yang relatif encer (maksimal 1M), saat menggunakan bahan tersebut kita tetap wajib memperhatikan potensi bahaya dari setiap bahan, misalnya korosif, mudah terbakar, penyebab iritan, dll. Oleh karena itu, penggunaan APD yang seperti kaca mata lab dan sarung tangan sangat disarankan. Pengambilan, pemindahan, dan pembuangan bahan kimia juga harus memperhatikan prosedur yang sudah ditetapkan. Apabila praktikan ragu, dapat berkomunikasi terlebih dahulu dengan asisten/laboran.dosen koordinator. Kondisi fisik dari peralatan dan laboratorium serta lingkungan sekitar juga berkontribusi terhadap terjadinya kecelakan kerja di laboratorium. Instalasi listrik yang ala kadarnya, modifikasi alat yang tidak sesuai standar, kondisi meja praktikum/lemari asam yang rusak, hingga polusi suara dapat mengganggu aktifitas dan konsentrasi praktikan. Penyediaan sarana dan prasarana yang aman dan kondusif adalah tanggung jawab manajemen laboratorium. Khusus di Laboratorium Kimia Dasar, setiap masuk waktu sholat, praktikan dan asisten harap mengkondisikan dirinya dengan suara yang keras karena lokasinya yang bersebelahan dengan masjid FMIPA. Setiap kejadian kecelakaan kerja, baik minor maupun mayor, termasuk kerusakan alat gelas, harus dilaporkan melalui asisten/laboran/dosen koordinator dan didokumentasikan untuk keperluan lebih lanjut. Informasi yang dicatat meliputi: (1) tanggal dan waktu kejadian, (2) nama korban/pelaku, (3) sumber kecelakaan dan penjelasan kejadian, (4) penangangan, dan (5) foto/video (khususnya bila skala mayor). Setiap informasi kecelakaan kerja dapat digunakan sebagai bahan evaluasi perbaikan manajemen K3 di laboratorium. Karena praktikan adalah mahasiswa baru, potensi kerusakan alat gelas 6 cukup tinggi sehingga asisten diharapkan lebih proaktif dalam mendampingi praktikan saat bekerja di laboratoium. Praktikan juga diharapkan berkonsentrasi saat praktikum dan sedapat mungkin menghindari aktifitas tidak penting lainnya misalnya bercanda, chatting, dll. Menurut NEPA dan NFPA (Amerika Serikat), setiap bahan kimia harus dilengkapi dengan diagram warna berbentuk belah ketupat (Gambar 2) yang menyatakan tingkat bahaya suatu bahan dari tingkat 0 (aman) sampai 4 (berbahaya). Setiap kode angka tersebut memiliki kondisi (a) bahaya kesehatan atau health (biru), (b) bahaya kebakaran atau fire (merah), dan (c) bahaya reaktifitas atau reactivity (kuning) yang berbeda-beda (Tabel 1). Semakin tinggi angka yang tertera maka potensi bahaya bahan kimia juga semakin tinggi. Selain itu, bahaya spesifik juga ditambahkan di bagian bawah diagram (putih), misalnya OXY (oxidizer), ACID (acid), ALK (alkali), COR (corrosive), dan W (use no water), BIO (biohazard), dll. Tabel 1. Simbol dan kode tingkat bahaya bahan kimia menurut NEPA-USA. Tingkat Bahaya kesehatan Bahaya kebakaran Bahaya reaktifitas (health) (fire) (reactivity) 0 Tidak berbahaya Tidak dapat terbakar Stabil LD50 > 2000 mg/Kg 1 Penyebab iritasi atau Dapat dibakar tapi Stabil pada suhu cedera ringan memerlukan pemanasan normal tapi tidak LD50 = 500-2000 mg/Kg terlebih dahulu stabil pada suhu FP > 93°C (200°F) tinggi 2 Pemaparan intensif dan Perlu sedikit pemanasan Tidak stabil, bereaksi terus menerus berakibat sebelum bahan dapat terbakar hebat karena serius, kecuali ada 38 < FP < 93 °C perubahan suhu dan pertolongan tekanan, tapi tidak LD50 = 50-500 mg/Kg meledak 3 Berakibat serius atau Cair atau padat, dapat Mudah meledak cedera permanen pada dinyalakan pada suhu biasa karena sumber yang pemaparan singkat (ruang) kuat misal suhu meskipun ada FP < 23°C (BP ≥ 38°C) tinggi atau getaran pertolongan FP > 23°C (BP < 38°C) LD50 = 5-50 mg/Kg 4 Penyebab kematian, Segera menguap dalam Mudah meledak cedera fatal, meskipun keadaan normal dan dapat pada suhu normal, ada pertolongan terbakar secara cepat sensitif terhadap LD50 ≤ 5 mg/Kg FP < 23°C (73°F) panas dan mekanik BP > 38°C (100°F) FP: flash point; BP: boiling point 7 Gambar 2. Beberapa contoh label dari bahan kimia berdasarkan NEPA-USA (dari kiri ke kanan: NaOH, H2C2O4, HNO3, benzamida). Berdasarkan sifat alamiahnya, bahan kimia juga dapat dikategorikan menjadi (Gambar 3) bahan kimia mudah meledak (explosive), mudah terbakar (flammable), mudah mengoksidasi (oxidise), korosif (corrosive), beracun (toxic), berbahaya untuk kesehatan (health hazard), mudah mengiritasi (irritant), berbahaya untuk lingkungan (environment hazard), dan gas bertekanan tinggi (pressured gas). Satu bahan kimia dapat memiliki lebih dari satu kategori bahaya misalnya: asam nitrat termasuk bahan korosif dan bersifat oksidator. Gambar 3. Piktogram sifat bahaya bahan kimia. 8 Beberapa hal penting berkaitan dengan penerapan K3 (luring) di laboratorium. 1. Pelajari dan kenali situasi dan lokasi di dalam dan sekitar laboratorium, misalnya zona kuning, zona merah, area limbah, lemari asam, pintu keluar, saklar listrik utama, lokasi kotak P3K, lokasi APAR, lokasi safety shower, emergency exit dan assembly point. Beberapa contoh rambu bahaya disajikan di Gambar 4. 2. Perhatikan individu-individu yang bekerja di laboratorium saat itu sehingga bisa saling menjaga diri. 3. Letakkan barang-barang pribadi anda dalam kondisi yang aman dan terjaga (dalam pengawasan anda) di lokasi yang sudah ditentukan. 4. Jangan memaksakan diri untuk bekerja di laboratorium apabila kondisi kesehatan fisik dan mental anda tidak prima atau sedang bermasalah. 5. Gunakan APD sesuai aturan dan kebutuhan; rambut panjang atau jilbab harus dirapikan sehingga tidak ada potensi mengganggu aktifitas misalnya terjeratperalatan atau terbakar api. 6. Pastikan emergency kits/contact mudah diakses. 7. Lemari asam digunakan untuk bekerja dengan bahan kimia konsentrasi pekat dan bahan berbahaya. Apabila memnungkinkan, jerap uap beracun yang keluar dari reaksi ke dalam air dengan bahan yang sesuai atau lakukan percobaan dalam lemari asam yang aktif. Asam pekat diencerkan dengan menuang asam pekat ke dalam air, tidak sebaliknya. 8. Limbah cairan dan padatan harus dibuang/dikumpulkan ke dalam wadah limbahyang sudah disediakan, sesuai dengan labelnya. Gambar 4. Contoh rambu bahaya di laboratorium kimia. II. Pengenalan Bahan Kimia – di Laboratorium Kimia Dasar Pengetahuan Dasar Bahan Kimia dan Limbah Laboratorium Bahan kimia ada yang cairan dan padatan. Bahan kimia ada yang murni (sesuai kondisi saat pembelian) dan bahan kimia hasil preparasi. Bahan kimia murni memiliki label informasi mengenai sifat dan kondisi bahan. Bahan kimia hasil preparasi biasanya memiliki konsentrasi yang lebih rendah dari bahan kimia murni dan disiapkan sesuai keperluan teknis praktikum di laboratorium. 9 Gambar 17. Contoh botol kemasan bahan kimia murni yang diperoleh dari supplier. Informasi rinci tentang sifat fisika-kimia, klasifikasinya dan potensi bahaya, cara penanganan dari setiap bahan kimia dapat diperoleh di MSDS (Material Safety Data Sheet) atau Lembar Keselamatan Bahan. Kode bahan kimia dan nomer kontak produsen juga tersedia di MSDS. Contoh hasil ringkasan dari MSDS tersaji di Gambar 18. Untuk prosedur penyimpanan, secara umum bahan kimia cair harus dipisahkan dengan bahan kimia padat. Pemisahan berdasarkan nama bahan sesuai urutan abjad hanya berlaku untuk kepentingan administrasi saja, tetapi tidak berlaku untuk prosedur teknis. Dalam konteks praktikum, mahasiswa tidak menerapkan prosedur penyimpanan tersebut, namun pengetahuan ini ini dapat membantu dalam pencegahan kecelakaan kerja. Baik bahan kimia cair maupun padat, penyimpanan harus memperhatikan kelas dan potensi bahaya sehingga bahan kimia yang tidak cocok (incompatible) tidak boleh disimpan dalam satu lokasi atau berdekatan, misalnya aseton tidak boleh disimpan berdekatan dengan asam sulfat, asam nitrat, basa kuat; asam asetat tidak boleh disimpan berdekatan dengan asam nitrat, asam perklorat, hidrogen peroksida, KMnO4, dll. Apabila dua atau lebih bahan yang incompatible disimpan dalam satu lokasi dan/atau berdekatan, maka potensi bahaya akan semakin tinggi sebagai akibat adanya reaksi spontan dari uap (atau sentuhan) bahan-bahan tersebut. Secara sederhana, acuan penyimpanan bahan kimia incompatible disajikan di Tabel 2. Tabel 2. Kondisi ketidakcocokan sifat bahan kimia saat penyimpanan Cairan Asam Asam Basa dan Bahan Sifat bahaya mudah terbakar organik anorganik Alkali pengoksidasi Cairan mudah X X X terbakar Asam organik X X X Asam X X X anorganik Basa dan Alkali X X X Bahan X X pengoksidasi (X) : jangan disimpan dalam satu lokasi dan/atau berdekatan Berikut adalah petunjuk teknis penggunaan bahan kimia saat praktikum (saat praktikum luring). Bahan kimia yang dipakai bersama disedikan di rak-rak di meja kerja masing-masing. Reagen-reagen khusus yang diperlukan dan tidak tersedia di meja kerja 20 akan dijelaskan oleh asisten (misalnya larutan asam berada di lemari asam). Setiap botol bahan kimia harus memiliki label yang menunjukkan isinya (nama bahan kimia dan konsentrasinya) dan tanda bahayanya. Dilarang menggunakan bahan kimia dari botol tak berlabel. Botol bahan yang telah dipakai harus dikembalikan ke rak. Tidak diperkenankan memindahkan botol dari tempat semula. Amonium Hidroksida (NH4OH) INFORMASI UMUM, PERLINDUNGAN DAN PENYIMPANAN Nama lain: ammonia solution, ammonium hydroxide. Data fisik: Cairan bening, titik leleh = -23.1C, larut dalam air, densitas = 0,94 g/mL. Informasi proteksi khusus/APD: Gunakan sarung tangan (karet atau PVC), jas lab, kacamata lab, pelindung wajah, jangan menghirup uapnya, hindari menggunakan lensa kontak. Standar penyimpanan bahan: Simpan di tempat yang sejuk, kering, berventilasi baik, jauh dari sinar matahari langsung. Jangan simpan di bawah permukaan tanah atau di ruang terbatas. Area penyimpanan harus diidentifikasi dengan jelas, bebas dari halangan dan hanya dapat diakses oleh personel terlatih dan berwenang. Hindarkan dari oksidator, garam, dan logam berat (perak, emas, timbal, merkuri, seng), klorin, tembaga, kuningan, aluminium, dimetilsulfat, akrolein. POTENSI BAHAYA Potensi bahaya api dan ledakan: Produk penguraian dapat mencakup oksida nitrogen, gas amonia terurai menjadi gas H 2 (mudah terbakar) dan N2 pada suhu sekitar 450-500 °C. Potensi bahaya kesehatan: Menyebabkan iritasi kulit/mata/saluran pernafasan, dosis sedang-tinggi dapat menyebabkan kerusakan bola mata (kebutaan), kerusakan saluran pencernaaan (muntah, diare), pingsan, bahkan bisa fatal pada dosis sangat tinggi. PROSEDUR PENANGANAN Prosedur tumpahan dan kebocoran: Tumpahan kecil → encerkan dengan air atau tutupi dengan tanah kering, pasir atau bahan tidak mudah terbakar lainnya. Kumpulkan bahan dan tempatkan ke dalam wadah plastik tertutup untuk dibuang nanti. Siram area dengan air. Tumpahan besar → tanggul dengan material lembam (pasir, tanah), netralkan dengan asam encer. Prosedur kebakaran: Gunakan bubuk kimia kering atau karbon dioksida untuk kebakaran kecil; gunakan semprotan air, fog atau foam untuk kebakaran besar. Prosedur keracunan: Tetesan di kulit/mata → bilas dengan air mengalir hingga efek iritasi berkurang signifikan. Terhirup → pindahkan korban ke tempat berudara segar dan baringkan dengan posisi yang nyaman untuk bernafas, bila perlu gunakan tabung oksigen Tertelan → bilas mulut hingga efek berkurang signifikan, jangan dipaksa untuk muntah. Gambar 18. Contoh ringkasan MSDS untuk keperluan teknis praktikum luring. 21 Setelah melakukan aktifitas (saat praktikum luring) di laboratorium, pastikan membersihkan peralatan gelas dan merapikan meja kerja. Sampah dibuang sesuai kategorinya masing-masing, yaitu sampah kaca, sampah kertas, dan limbah bahan kimia. Sebelum mencuci peralatan gelas, limbah cairan dan padatan harus dibuang/dikumpulkan ke dalam wadah limbah yang sudah disediakan, sesuai dengan labelnya. Limbah bahan kimia di laboratorium kimia dasar dipisah menjadi empat kategori, masing-masing ditampung dalam wadah terpisah, yaitu: A) Asam-basa, garam anorganik tak berbahaya, contoh: HNO 3, HCl, H2SO4, NaOH, KOH, NaCl, CaCl2, MgSO4, Na2SO4. B) Senyawa organik, contoh: aseton, metanol, etanol. C) Senyawa organoklorida, contoh: CHCl3, CH3Cl, C6H5Cl. D) Logam toksisitas tinggi, contoh: larutan yang mengandung ion Cd, Cr, Pb, Hg, Mo, Ni, Se, Ag, As, Co, Cu. Limbah asam-basa (A) dapat dibuang ke saluran pembuangan setelah pH limbah dinetralkan melalui penambahan NaOH atau HNO3 dan diperiksa dengan kertas pH. Limbah lainnya (B, C, D) tidak boleh dibuang ke saluran pembuangan. 2.5. Belajar Mandiri Jelaskan perbedaan fungsi dari peralatan berikut ini: a. Gelas ukur, labu ukur, dan pipet ukur b. Corong gelas dan corong Buchner c. Pipet tetes, pipet ukur, pipet volume d. Gelas arloji, cawan porselen, dan krus porselen Buatlah ringkasan MSDS dari bahan-bahan kimia berikut: asam nitrat, natrium hidroksida, metanol, tembaga(II) sulfat pentahidrat, sesuai Gambar 18. Gunakan MSDS dari supplier bahan kimia Sigma Aldrich, Merck, Fluka, atau Fisher Scientific. 22 Minggu Ke - 3 Pengenalan Alat Laboratorium Kimia Dasar 2.1. Tujuan Mempelajari fungsi dan cara kerja pemaakaian peralatan di laboratorium kimia dasar. 2.2. Dasar Teori Setiap peralatan gelas maupun non-gelas di laboratorium kimia memiliki fungsi dan cara kerja masing–masing. Penggunaan alat yang tidak sesuai dengan fungsinya maupun penggunaan alat yang tidak mengikuti standar cara kerja akan mengakibatkan ketidaktelitian atau kesalahan pengukuran, kesalahan analisa, ketidak-akuratan data, kerusakan alat, hingga kecelakaan kerja. Oleh karena itu, pemahamam tentang fungsi dan cara kerja alat sangat penting dalam aktifitas di laboratorium. Sedangkan pengetahuan dasar bahan kimia diperlukan untuk memastikan bahwa penanganan, penyimpanan, dan pembuangan bahan kimia tidak memberikan dampak negatif kepada manusia dan lingkungan sekitarnya. Pengetahuan bahan kimia yang memadai juga akan mengurangi setiap potensi bahaya yang bisa ditimbulkan oleh bahan tersebut. Dengan mengkombinasikan pengetahuan peralatan laboratorium dan bahan kimia, diharapkan pekerjaan di laboratorium akan semakin efektif dan aman bagi manusia dan lingkungan. 2.3. Peralatan Dasar Laboratorium. Berikut ini adalah fungsi dan cara kerja beberapa peralatan gelas dan non gelas yang seringkali digunakan di laboratorium kimia dasar. 2.3.1 Timbangan Timbangan (balance) dipakai untuk mengetahui massa suatu contoh/sampel bahan. Ada beberapa jenis timbangan yang umum digunakan di laboratorium kimia: timbangan triple beam, timbangan pembebanan atas / top loading balance, dan timbangan presisi Mettler (Gambar 5). Timbangan presisi (terkadang disebut dengan timbangan analitik) memiliki sensitivitas tinggi dan batas beban maksimum yang harus dipatuhi. Cara penggunaan timbangan presisi Mettler adalah sebagai berikut: Sebelum dan sesudah memakai neraca presisi ini, bersihkan ruang neraca dengan kuas yang telah tersedia. Atur kedudukan neraca dengan memutar - mutar knop kanan-kiri di bagian bawah alat, hingga gelembung udara waterpass tepat di tengah-tengah lingkaran. Tekan plat kontrol pada posisi ON, dan tunggu hingga panel menunjukkan angka 0,0000. Langkah penimbangan: siapkan botol timbang atau gelas arloji kosong yang bersih dan kering sebagai wadah bahan, kemudian tempatkan di atas piring timbang. Timbangan akan menunjukkan besarnya massa botol timbang atau gelas arloji 12 kosong. Bila diperlukan, massa wadah bahan ini dapat dicatat. Tekan plat kontrol untuk re-zero, panel akan kembali menunjukkan 0,0000. Lalu bahan dapat diletakkan di wadah sedikit demi sedikit. Tekan plat kontrol pada posisi OFF, dan bersihkan neraca dengan kuas. Gambar 5. Timbangan triple beam (kiri atas), timbangan top loading balance (kanan atas), dan timbangan presisi Mettler (bawah). 2.3.2 pH-meter Alat pH meter (Gambar 6) digunakan untuk mengukur derajat keasaman (pH) suatu larutan dengan rentang 0–14 dan ketelitian hingga angka desimal. Alat ini bisa berbentuk sederhana (seperti tongkat kecil) maupun berbentuk lebih kompleks (pH-meter bench-top) Alat ini dilengkapi dengan elektroda gelas yang tidak boleh dibiarkan kering, sehingga harus disimpan dalam kondisi basah. Sebelum dan sesudah digunakan, elektroda tersebut harus sudah dicuci bersih. Alat ini juga perlu dikalibrasi menggunakan larutan dengan pH tertentu yang diketahui (umumnya larutan penyangga). Saat penggunaan, elektrode dimasukkan ke dalam larutan namun tidak sampai menyentuh bagian bawah wadah gelas, pengamatan dilakukan hingga diperoleh angka yang relatif konstant. Gambar 6. pH-meter bench-top (kiri) dan indikator pH universal (kanan). Selain menggunakan pH-meter, pengukuran pH suatu larutan dapat dilakukan dengan menggunakan kertas indikator (misalnya indikator universal, kertas lakmus merah/biru), namun memiliki rentang ketelitian yang tidak terlalu spesifik. 11 2.3.3. Pipet Pipet merupakan salah satu alat gelas yang sering digunakan di laboratorium untuk mengambil/memindahkan sejumlah volume larutan. Terdapat empat jenis pipet yaitu pipet tetes, pipet volume, pipet ukur, dan micro-pipet. Pipet tetes tidak bersifat kuantitatif dan digunakan untuk keperluan seperti penambahan air tetes demi tetes saat penandabatasan larutan di labu ukur atau saat penandabatasan volume larutan dengan gelas ukur, penambahan reagen uji atau larutan indikator asam basa ke tabung reaksi, dll. Penggunaan pipet tetes (sebaiknya hanya sekali pakai) dilakukan dengan menekan karet udara, kemudian memasukkan ujung pipet ke dalam larutan dan melepaskan karet udara secara perlahan. Untuk mengeluarkan kembali isi larutan, karet udara tersebut ditekan kembali sesuai kebutuhan atau larutan di dalam pipet tetes tersebut habis. Pipet volume atau juga disebut dengan pipet gondok (volummetric pippete) digunakan untuk memindahkan zat cair sejumlah volume tertentu secara kuantitatif sesuai kapasitas alat dengan tingkat akurasi yang tinggi (Gambar 7). Setiap pipet volume memiliki hanya satu ukuran volume tanpa nilai antara, misalnya 1 mL, 5 mL, 10 mL. Zat cair atau larutan dipipet dengan cara menarik cairan ke dalam pipet menggunakan bola hisap (suction bulb). Untuk menggunakan pipet ini, pertama bilas dengan cairan yang akan diambil, lalu tarik cairan hingga 1-2 cm di atas tanda batas, cairan yang menempel di luar ujung pipet bawah dikeringkan. Cairan dibiarkan mengalir pelan sampai meniskus-bawah mencapai garis tanda. Dalam mengamati meniskus, pipet harus pada posisi vertical dan posisi penglihatan harus horisontal / sejajar (Gambar 8). Kemudian keluarkan cairan secara pelan sampai meniskus-bawah tepat pada tanda garis. Kemudian ketika menuangkan isinya, pipet harus dalam keadaan vertikal dan ujungnya menyentuh dinding wadah. Pada saat akhir, biarkan ujung pipet menempel pada sisi dalam erlenmeyer selama 15 detik untuk memberi kesempatan kepada zat cair yang masih di dalam pipet untuk keluar. Sisa zat cair yang ada di ujung pipet tidak boleh ditiup keluar. Gambar 7. Pipet volume (kiri) dan pipet ukur (kanan). Pipet ukur (graduated pipette) berbentuk tabung silinder panjang dengan penampang lubang seragam pada bagian memanjang yang diberi skala. Teknik pemakaiannya sama dengan pipet volume, namun volume yang dipindahkan dapat disesuaikan dengan skala. 12 Pipet ini memiliki beberapa ukuran volume dengan nilai antara sehingga umumnya pipet ukur memiliki tingkat akurasi yang lebih rendah dibandingkan pipet volume. Gambar 8. Cara membaca meniskus bawah 2.3.4 Bola Hisap Bola hisap (suction bulb) digunakan untuk menghisap cairan dari suatu wadah ke dalam pipet. Terdiri dari satu bola dengan ujung pendek di atas dan ujung panjang di bawah (berupa pipa sempit). Umumnya bola hisap terbuat dari karet dan berwarna oranye. Ujung bawah bercabang sedikit ke samping (Gambar 9). Sebelum dipakai menghisap, bola dikosongkan dengan menekan bagian utama bola dan ujung atas pipa (A). Selanjutnya, pasang ujung bawah pipa ke pipet. Pijit pipa bawah bola (S) untuk membiarkan cairan terhisap ke atas (jangan sampai larutan apa pun masuk ke bagiand alam bola hisap). Lepas pijitan, hisapan akan berhenti. Cairan dapat dikeluarkan dengan memijit pipa cabang (E). Pipet dimasukkan melalui ujung bawah dan jangan sampai melebihi pipa cabang. Sesudah menggunakan karet hisap ini, bola harus segera dilepaskan dari pipetnya dan udara dibiarkan masuk bola kembali. Pastikan ketika menekan bagian A, S, atau E tidak terlalu keras sehingga membuat bola kecil di bagian dalam keluar dari posisinya. Gambar 9. Skema bola hisap (posisi pipet volume/ukur berada di bawah S). 2.3.5. Buret Buret (burette) adalah suatu tabung silinder panjang, dengan ujung atas terbuka, dan ujung bawah dilengkapi kran pengatur tetesan dari gelas atau plastik (Gambar 10). Buret 13 digunakan sebagai tempat larutan pen-titer yang digunakan untuk men-titrasi suatu larutan sampel. Berdasarkan jenisnya, buret dapat berupa buret asam atau buret basa. Buret memiliki penunjuk volume dari 0 sampai angka tertentu, berupa tanda garis sepanjang tabung. Berdasarkan ketelitian / pembagian skala, ada 2 jenis buret yaitu buret makro dengan pembagian skala 0,05 - 0,10 mL dan buret mikro dengan pembagian skala 0,01 mL. Sedangkan berdasarkan bentuknya, terdapat 3 macam yaitu lurus dengan katup dari karet, bengkok, dan buret dengan kran dari gelas. Buret keran mudah tersumbat akibat endapan. Cara penggunaan buret yaitu: (a) bilas dengan aquades atau larutan yang akan dipakai, (b) periksa apakah kran / katup berfungsi dengan baik (tidak bocor), (c) letakkan buret secara vertical (dilihat dari beberapa arah sudut pantauan) dengan bantuan statif, tanda garis skala volume menghadap ke pengguna, posisi arah kran menyesuaikan (d) masukkan larutan pen-titer, gunakan corong gelas saat pengisian buret, corong dilepas saat titrasi dimulai (e) pastikan tidak ada gelembung udara di sepanjang cairan dalam kolom maupun di area katup bawah, (f) atur pengisian sehingga setelah pemakaian cairan tersisa minimal 20%, (g) pastikan titik awal (volume mula-mula) sebelum titrasi dapat terbaca sesuai standar, (h) buka katup secara perlahan saat titrasi, (i) baca titik akhir titrasi (volume akhir) sesuai standar, dan (j) setelah titrasi selesai, kosongkan isi buret kemudian dicuci dan selanjutnya dibilas dengan aquades beberapa kali. Untuk zat cair yang transparan, dasar pembacaan adalah miniskus-bawah zat cair pada dinding buret. Sedangkan untuk zat cair yang berwarna gelap, dasar pembacaan adalah permukaan atas zat cair pada dinding buret. Proses titrasi dilakukan dengan mengatur kran pada buret sehingga cairan keluar berupa tetesan-tetesan dengan laju tetap. Posisi tangan disiagakan sehingga praktikan siap menghentikan laju tetesan tiap saat. Buret dipasang secara vertikal pada statif dengan klem yang sesuai. Gambar 10. Buret bengkok (kiri), buret katup karet (tengah), buret kran (kanan). 2.3.6. Gelas ukur Gelas ukur (measuring glass) merupakan gelas silinder berskala dengan diameter silinder umumnya lebih besar dari pada labu ukur (Gambar 11). Alat ini tidak digunakan untuk pengukuran yang memerlukan akurasi tinggi. Dalam mengamati meniskus, gelas ukur harus pada posisi vertikal dan posisi penglihatan harus horisontal / sejajar (Gambar 8). 14 2.3.7. Labu ukur Labu ukur (volumetric glass) memiliki dasar rata dan leher sempit yang diperlengkapi dengan batas tanda volume (Gambar 11). Labu ini dipakai untuk membuat larutan dengan volume tertentu (misalnya 25, 50, 100, 250, 500 mL, dll) yang memerlukan ketelitian tinggi, misalnya pembuatan larutan standar atau pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu, melalui pengenceran maupun dari pelarutan padatan pada analisis seperti volumetrik dan spektrometri. Cara penggunaan: bilas dengan akuades terlebih dahulu → masukkan bahan kimia yang akan dilarutkan / diencerkan ke dalam labu takar dengan bantuan corong → tanpa memindahkan corong, tambahkan beberapa mL akuades / bahan pengencer lain yang diperlukan untuk membilas sisa-sisa bahan pada corong → tambahkan terus bahan pengencer sampai isi labu mencapai volumenya mencapai setengah atau tiga perempat- nya → tutup labu ukur dan lakukan pengocokan dengan menggoyang labu beberapa kali → diamkan di atas meja, buka tutupnya dan tambahkan bahan pengencer dengan perlahan (bila perlu dengan memakai pipet tetes) sehingga meniskus-bawah tepat pada garis tanda batas. Dalam mengamati meniskus, labu ukur harus pada posisi vertical dan posisi penglihatan harus horisontal / sejajar (Gambar 8). Gambar 11. Labu ukur (kiri) dan gelas ukur (kanan). 2.3.8. Erlenmeyer Dasar yang luas, datar, dan leher yang sempit membuat erlenmeyer (conical flask) mudah digunakan untuk menghomogenkan campuran dengan cara menggoyangkan gelas. Tanda skala volume yang ada merupakan taksiran kasar sehingga alat ini tidak digunakan untuk pengukuran volume dengan akurasi tinggi (Gambar 12). Erlenmeyer seringkali digunakan sebagai tempat menampung larutan yang akan dititrasi atau sebagai tempat penampungan filtrat saat penyaringan padatan dari larutan dengan bantuan corong gelas dan kertas saring. Terdapat dua jenis erlenmeyer yaitu erlenmeyer tanpa tutup (dipakai 15 untuk titrasi larutan yang tidak mudah menguap) dan erlenmeyer dengan tutup (dipakai untuk titrasi larutan yang mudah menguap, misalnya pada titrasi iodometri). 2.3.9. Gelas kimia Gelas kimia (beaker glass) digunakan untuk mengambil, menyimpan sementara reagen, melarutkan reagen secara kasar, dan untuk memindahkan larutan (Gambar 12). Tanda skala volume yang ada merupakan taksiran kasar sehingga alat ini tidak digunakan untuk pengukuran dengan akurasi tinggi, misalnya pembuatan larutan secara kuantitatif. Gambar 12. Erlenmeyer tanpa tutup (kiri) dan gelas kimia (kanan). 2.3.10. Tabung reaksi Tabung reaksi (test tube) dipakai untuk mereaksikan zat-zat kimia dalam jumlah sedikit, misalnya untuk uji kualitatif atau uji tes kimia. Tabung ini berbahan baku gelas, memiliki banyak ukuran diameter atau volume sesuai kebutuhan. Tabung dapat dipanaskan (tergantung bahan gelasnya) dan umumnya memerlukan rak tabung reaksi sebagai tempat. 2.3.11. Desikator Desikator (desiccator) merupakan wadah gelas kedap udara, terdiri dari badan dan tutup, yang digunakan sebagai tempat untuk menyimpan padatan yang telah kering (atau mendinginkan sampel setelah dari oven) untuk menghindari kontak padatan tersebut dengan uap air (Gambar 13). Bagian bawah desikator diisi dengan bahan pengering (dessicant), misalnya P2O5, CaCl2 anhidrat, atau gel silika berwarna, yang memiliki kemampuan mengikat uap air. Misalnya gel silika, berwarna biru bila kering dan berwarna merah muda apabila jenuh dengan uap air. Pada kondisi tersebut, gel silika gel harus dikeluarkan dari desikator dan dipanaskan pada suhu di atas 100°C beberapa jam sampai kering dan kembali berwarna biru. Tutup desikator dibuka/ditutup dengan cara menggeser ke samping. Antara tutup dengan badan desikator seringkali dilapisi dengan vaselin. Kapasitas desikator harus diperhatikan sehingga jumlah sampel yang ada di dalam desikator tidak berlebihan. Apabila melebihi kapasitas, proses pendinginan atau penyimpanan sampel menjadi tidak efektif, bahkan bisa jadi tutup desikator sulit dibuka. Beberapa desikator dilengkapi dengan katup saluran udara untuk menghindari hal tersebut. 2.3.12. Labu alat bulat 16 Sesuai namanya, labu alas bulat (round bottom flask) memiliki alas bulat dengan leher tabung tunggal atau bercabang (dua atau tiga). Labu alas bulat (Gambar 13) seringkali digunakan sebagai tempat mereaksikan zat kimia, misalnya saat destilasi, refluks, atau reaksi dengan pemanasan dan pengadukan. Leher tabung bisa langsung ditutup atau dihubungkan dengan peralatan gelas lain misalnya konektor atau kondensor air. Labu alas bulat memiliki banyak ukuran sesuai kebutuhan, misalnya 25, 50, 100, 250 mL, dll. Gambar 13. Desikator dengan katup (kiri), labu alas bulat leher tunggal (tengah) dan leher bercabang (kanan). 2.3.13. Lempeng panas Lempeng panas (hot plate) adalah salah satu instrumen peralatan laboratorium yang digunakan sebagai alat pemanas terkendali (Gambar 14). Alat ini terbuat dari logam berbentuk bulat pipih dan dipanaskan dengan energi listrik hingga mencapai suhu tinggi misalnya 250°C. Beberapa hot plate juga dilengkapi dengan pengaduk magnet (magnetic stirrer) meskipun tidak memerlukan pemanasan. Hot plate memiliki fungsi antara lain: (a) untuk memanaskan/menguapkan/memekatkan larutan dalam gelas kimia. (b) untuk memanaskan media reaksi (misalnya pasir atau minyak) sesuai suhu yang diinginkan, (c) untuk memanaskan reaksi kimia sesuai suhu yang diinginkan, (d) di pemanas yang dilengkapi pengaduk listrik, untuk mengaduk dan/atau memanaskan sekaligus mengaduk reaksi kimia. Cara pemakaian hot plate yaitu: pasang kabel power di lokasi yang tersedia dan nyalakan pemanas listrik (putar / klik tombol ON). Amati sebentar, untuk memastikan pemanas listrik menyala dengan baik dan aman digunakan → letakkan gelas kimia atau erlenmeyer berisi larutan di atas pemanas listrik di posisi tengah, hindari menggunakan lebih dari satu gelas kimia untuk setiap pemanas listrik → atur suhu sesuai kebutuhan dengan mengubah tombol pengatur suhu (di beberapa alat pemanas listrik hanya dalam satuan skala, bukan suhu yang sesungguhnya) → untuk pemanas yang juga dilengkapi dengan pengaduk listrik, atur kecepatan pengadukan dengan mengubah tombol pengatur kecepatan pengadukan secara perlahan sesuai kebutuhan (umumnya kecepatan pengadukan dalam satuan skala) → setelah reaksi selesai, secara berurutan matikan tombol pengatur kecepatan pengadukan, tombol pengatur suhu, dan ubah ON/OFF ke tombol OFF → pindahkan gelas kimia dari permukaan pemanas listrik (hati-hati: permukaan 17 dan gelas kimia panas) → setelah dingin, bersihkan pemanas listrik dari pengotor yang ada dengan kertas tisu atau lap kering. 2.3.14. Batang pengaduk Batang pengaduk dapat berbahan dasar logam, gelas, maupun magnet. Setiap jenis bahan memiliki fungsi dan persyaratan masing-masing, misalnya untuk pengaduk dari logam, tidak boleh digunakan untuk reaksi asam-basa. Batang pengaduk untuk reaksi kimia pada umumnya adalah dari bahan gelas dan pengadukannya dilakukan secara manual. Batang pengaduk gelas juga digunkanan untuk membantu dekantasi larutan dari suatu wadah ke wadah lain sementara padatan tetap tertinggal di wadah asal. Sedangkan untuk batang pengaduk dari magnet (magnetic stirrer bar), seringkali digunakan untuk mengaduk larutan secara otomatis selama reaksi berlangsung (misalnya saat refluks, destilasi, dll) dengan bantuan alat lain (magnetic stirrer + hot plate). Batang pengaduk magnet memiliki ukuran dan bentuk yang bervariasi sesuai kebutuhan dan bentuk wadah. Cara penggunaannya: batang magnet (Gambar 14) diletakkan di dalam wadah yang berisi larutan, misalnya erlenmeyer → erlenmeyer diletakkan di atas hot plate yang dilengkapi dengan magnetic stirrer → kecepatan putar diatur dengan tombol skala di alat → pastikan kecepatan putar tidak terlalu lemah atau terlalu kuat → setelah selesai, hentikan pengadukan dengan menurunkan tombol skala kecepatan putar. Gambar 14. Lempeng panas (kiri), batang pengaduk magnet (tengah), batang pengaduk gelas (kanan). 2.3.15. Cawan porselen Terdapat dua jenis cawan yaitu cawan penguapan (evaporating dish) dan krus (crucible). Umumnya keduanya terbuat dari bahan porselen (Gambar 15). Cawan biasa digunakan untuk mengeringkan bahan atau menguapkan cairan. Gunakan penjepit atau sarung tangan khusus saat memegang cawan setelah keluar dari oven atau tanur. 2.3.16. Gelas arloji Gelas arloji (watch glass) berbentuk bulat dan cekung ke bawah dengan diameter bervariasi dan digunakan sebagai wadah untuk menimbang bahan kimia yang berbentuk padatan (Gambar 15). Gelas arloji juga dapat digunakan untuk menghambat evaporasi suatu cairan atau larutan (tutup gelas kimia) atau sebagai alas kertas saring saat pengeringan suatu sampel did alam oven. 18 Gambar 15. Cawan penguapan (kiri), krus (tengah), gelas arloji (kanan). 2.3.17. Corong Corong gelas (plain funnels) biasanya terbuat dari gelas dan digunakan untuk membantu memasukkan cairan ke dalam suatu wadah dengan bukaan sempit, seperti botol, labu ukur, dan buret (Gambar 16). Corong gelas juga digunakan sebagai alas ketika melalukan pemisahan padatan dari larutan dengan kertas saring (filtrasi). Setelah penggunaan corong gelas, pastikan menarik corong secara vertikal keluar dari wadahnya untuk menghindari kerusakan (patah) pada bagian ujung bawah corong. Selain corong gelas, juga dikenal corong Buchner yang terbuat dari porselen dengan pinggiran lebih tinggi dan bagian alas tengah porselen yang berlubang. Corong ini digunakan dalam filtrasi di bawah tekanan rendah dengan labu Buchner (Gambar 16). Gambar 16. Corong gelas (kiri) dan seperangkat alat corong Buchner (kanan). 2.4. Pengetahuan Dasar Bahan Kimia dan Limbah Laboratorium Berdasarkan wujud zatnya, bahan kimia yang tersedia di laboratorium kimia dasar terbagi dalam bahan kimia cair dan bahan kimia padat. Sedangkan berdasarkan kemurniannya, bahan kimia terbagi atas bahan kimia murni (sesuai kondisi saat pembelian) atau bahan kimia hasil preparasi. Bahan kimia hasil preparasi biasanya memiliki konsentrasi yang lebih rendah dari bahan kimia murni dan disiapkan sesuai keperluan teknis praktikum di laboratorium. Sedangkan bahan kimia murni disimpan dalam wadah asli dari supplier (Gambar 17) dan umumnya memiliki label informasi sifat bahan, misalnya nama bahan, rumus kimia bahan, berat molekul (Mr), densitas, konsentrasi (%), dll. Sifat dan label bahaya bahan kimia sudah disajikan di pertemuan pertama dan dapat dilihat lebih lanjut di modul penunjang praktikum kimia dasar dan lembar MSDS setiap bahan kimia. 19 Minggu Ke - 4 Preparasi Larutan 3.1. Tujuan Mempelajari dan menyiapkan larutan dengan konsentrasi tertentu dari bahan kimia padat dan dari larutan konsentrasi tinggi. 3.2. Dasar Teori Preparasi larutan merupakan kegiatan yang seringkali dilakukan di laboratorium kimia. Preparasi larutan harus dilakukan secara tepat dan memperhatikan banyak hal supaya larutan yang dihasilkan memiliki konsentrasi dengan ketepatan yang tinggi. Preparasi larutan dengan konsentrasi dan volume tertentu dapat dimulai dari bahan padat maupun dari pengenceran larutan. Banyaknya massa senyawa (padatan) yang digunakan untuk menyiapkan larutan dengan konsentrasi dan volume tertentu dapat dihitung dari persamaan: Molaritas (mol/L) = Mol senyawa (mol) : Volume (L) Massa senyawa (gram) = Mol senyawa (mol) x Mr (gram/mol) Prosedur preparasi larutan meliputi: (a) penimbangan padatan, (b) pelarutan padatan dengan pelarut (air), dan (c) penandabatasan larutan. Penimbangan padatan harus tepat karena akan mempengaruhi ketepatan konsentrasi larutan. Untuk pelarutan padatan dengan pelarut, perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya reaksi endotermis atau eksotermis (pelajari sifat bahan yang akan dilarutkan!). Sedangkan untuk penandabatasan larutan, penambahan pelarut perlu dilakukan secara cermat dan perlahan supaya tidak melebihi tanda batas. Selain itu, sifat alami bahan (misal higroskopis, peka terhadap cahaya, dll) dan kualitas neraca analitik yang digunakan (misal kalibrasi alat, ketelitian alat (angka desimal), dll) juga dapat mempengaruhi ketepatan konsentrasi dari larutan yang dibuat. Preparasi larutan dari larutan dengan konsentrasi tinggi dikenal dengan istilah pengenceran. Jumlah mol zat terlarut sebelum (n1) dan sesudah (n2) pengenceran adalah sama sehingga volume larutan pekat yang diperlukan untuk menyiapkan larutan encer dapat dihitung dari persamaan: Mol sebelum pengenceran (n1) = Mol sesudah penenceran (n2) M1 x V1 = M2 x V2 Apabila faktor pengenceran (f) didefinisikan sebagai rasio konsentrasi akhir terhadap konsentrasi awal (f = M2/M1), maka volume larutan pekat yang dibutuhkan untuk preparasi larutan encer dapat dihitung dengan V1 = V2 x f. Sebagaimana preparasi larutan dari bahan kimia padat, proses pengenceran dapat melibatkan perubahan suhu (pelajari sifat bahan yang akan diencerkan!). Untuk zat-zat yang memiliki perubahan entalpi pelarutan yang bersifat eksotermis, seperti asam sulfat pekat, maka pengenceran dilakukan dengan cara menuangkan asam sulfat pekat sedikit demi sedikit ke dalam pelarut (akuades). Selain 23 pengaruh penandabatasan, ketepatan konsentrasi larutan encer yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh metoda pengambilan (pemipetan) larutan pekat. Gunakan alat ukur yang tepat (misal pipet volume atau pipet mikro) untuk meminimalkan kesalahan pengukuran. 3.3. Alat dan Bahan Alat: gelas arloji (1), pipet tetes (2), pipet ukur (1), pipet volume (1), gelas kimia 50 dan 100 mL (2), labu ukur 100 mL (2), batang pengaduk gelas (1), corong gelas (1), botol akuades (1), neraca analitik (1), bola hisap (1). Bahan: natrium hidroksida (NaOH), kalsium klorida (CaCl2), asam klorida (HCl), asam sulfat (H2SO4), dan akuades (H2O). 3.4. Prosedur Kerja Preparasi larutan 100 mL NaOH 0,1 M ▪ Timbang sejumlah padatan NaOH di atas gelas arloji dengan neraca analitik (terlebih dahulu hitung massa yang diperlukan untuk membuat 100 mL NaOH 0,1M). ▪ Larutkan padatan NaOH tersebut dengan akuades secukupnya, diamkan sebentar, kemudian tuangkan ke dalam labu ukur 100 mL dengan bantuan corong. ▪ Bilas corong dan tambahkan akuades di bawah tanda batas. ▪ Tutup labu takar dan kocok hingga homogen. ▪ Tambahkan kembali akuades menggunakan pipet tetes hingga tanda batas. Preparasi larutan 100 mL CaCl2 0,1 M ▪ Timbang sejumlah padatan CaCl2 anhidrat di atas gelas arloji dengan neraca analitik (terlebih dahulu hitung massa yang diperlukan untuk membuat 100 mL CaCl2 0,1M). ▪ Larutkan padatan CaCl2 tersebut dengan akuades secukupnya, diamkan sebentar, kemudian tuangkan ke dalam labu ukur 100 mL dengan bantuan corong. ▪ Bilas corong dan tambahkan akuades di bawah tanda batas. ▪ Tutup labu takar dan kocok hingga homogen. ▪ Tambahkan kembali akuades menggunakan pipet tetes hingga tanda batas. Preparasi larutan 100 mL H2C2O4 0,1 M ▪ Timbang sejumlah padatan H2C2O4 anhidrat di atas gelas arloji dengan neraca analitik (terlebih dahulu hitung massa yang diperlukan untuk membuat 100 mL H2C2O4 0,1M). ▪ Larutkan padatan H2C2O4 tersebut dengan akuades secukupnya, diamkan sebentar, kemudian tuangkan ke dalam labu ukur 100 mL dengan bantuan corong. ▪ Bilas corong dan tambahkan akuades di bawah tanda batas. ▪ Tutup labu takar dan kocok hingga homogen. ▪ Tambahkan kembali akuades menggunakan pipet tetes hingga tanda batas. Preparasi larutan 100 mL HCl 0,1 M ▪ Ambil sejumlah mL HCl 1M dengan pipet volume dan bola hisap (terlebih dahulu hitung volume yang diperlukan untuk membuat 100 mL HCl 0,1M). 24 ▪ Masukkan HCl tersebut ke dalam labu ukur 100 mL kemudian tambahkan akuades hingga tanda batas (gunakan pipet tetes ketika larutan sudah mendekati tanda batas). ▪ Tutup labu takar dan kocok larutan hingga homogen. Preparasi larutan 100 mL H2SO4 1 M ▪ Lakukan prosedur ini di lemari asam, siapkan 10 mL pelarut (akuades) ke dalam gelas kimia 100 mL. ▪ Ambil sejumlah mL H2SO4 pekat dengan pipet volume dan bola hisap (terlebih dahulu hitung volume yang diperlukan untuk membuat 100 mL H2SO4 1M). ▪ Masukkan H2SO4 tersebut ke dalam labu ukur 100 mL secara perlahan (jangan ditambahkan sekaligus), amati perubahan suhunya! ▪ Pindahkan larutan ke labu ukur, kemudian tambahkan akuades hingga tanda batas (gunakan pipet tetes ketika larutan sudah mendekati tanda batas). ▪ Tutup labu takar dan kocok larutan hingga homogen. 3.5. Latihan Soal / Pretes: 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan zat terlarut (solute), pelarut (solvent), dan larutan (solution)? 2. Mengapa air (H2O) sering digunakan sebagai pelarut dalam laboratorium kimia? 3. Apakah reaksi pelarutan zat padat dalam suatu pelarut termasuk dalam reaksi kimia? 4. Jelaskan perbedaan reaksi endotermis dan eksotermis dalam proses pelarutan! 5. Berapakah massa yang diperlukan untuk membuat 1M larutan NaOH (Mr = 40 g/moL)? 6. Berapakah molaritas larutan CaCl2 (Mr = 111 g/mol) yang dihasilkan dari pelarutan 11,1 gram dalam 250 mL air? 7. Mengapa pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu harus menggunakan labu ukur dan tidak menggunakan gelas ukur? 8. Jelaskan apa yang dimaksud dengan faktor pengenceran (f), ppm, dan molaritas (M)? 9. Gambarkan bola hisap dan jelaskan fungsi/makna dari setiap titik pijat! 10. Apakah reaksi pengenceran termasuk dalam reaksi kimia? 11. Berapakah volume yang diperlukan untuk membuat 250 mL HCl 1M (Mr = 36,5 g/moL) dari HCl 5M? 12. Berapakah volume yang diperlukan untuk membuat 250 mL H2SO4 1M (Mr = 98 g/moL) dari H2SO4 10M? 25 LEMBAR LAPORAN MNGGU KE - 4 Topik : Preparasi Larutan NILAI LAPORAN Nama : ……………………………………………… NIM : ……………………………………………… Jurusan / Kelas : ……………………………………………… Kelompok : ……………………………………………… (nama asisten) No Perlakuan Pengamatan 1. Massa yang ditimbang Massa NaOH (g) = untuk membuat larutan dari Warna dan bentuk NaOH# = padatan. Massa CaCl2 (g) = (nilai = 18) Warna dan bentuk CaCl2#= Massa H2C2O4 (g) = Warna dan bentuk H2C2O4# = 2. Volume yang diambil untuk Volume HCl (mL) = membuat larutan dengan Warna larutan HCl awal# = pengenceran. Volume H2SO4 (mL) = (nilai = 12) Warna larutan H2SO4 awal# = # 3. Termodinamika reaksi Apakah terjadi perubahan suhu secara signifikan saat preparasi larutan berikut? *) pilih salah satu NaOH = Ya / Tidak *) (nilai = 5) CaCl2 = Ya / Tidak *) H2C2O4 = Ya / Tidak *) HCl = Ya / Tidak *) H2SO4 = Ya / Tidak *) 4. Nilai faktor pengenceran HCl → M1 = M2 = f= (nilai = 9) H2SO4 → M1 = M2 = f= # gunakan studi pustaka Apakah perlu penambahan panas untuk melarutkan padatan tersebut, mengapa? (nilai 10) NILAI 26 Bagaimana cara memastikan bahwa larutan yang dibuat sudah homogen? (nilai 10) NILAI Mengapa pengenceran larutan asam sulfat harus dilakukan di lemari asam? (nilai 10) NILAI Mengapa di dalam wadah harus disiapkan pelarut (air) terlebih dahulu sebelum larutan asam sulfat pekat dimasukkan ke dalam wadah? (nilai 10) NILAI Bagaimana cara memastikan bahwa larutan yang anda buat memiliki konsentrasi sesuai dengan perhitungan anda? (nilai 16) NILAI 27 Minggu Ke - 5 Pembakuan Larutan 4.1. Tujuan Menentukan molaritas larutan baku sekunder menggunakan larutan baku primer dan menetapkan kadar asam cuka teknis secara volumetri. 4.2. Dasar Teori Penentuan konsentrasi zat atau larutan dengan cara mereaksikannya secara kuantitatif dengan suatu larutan lain pada konsentrasi tertentu merupakan metode analisis volumetri. Zat yang ditentukan konsentrasinya dititrasi dengan menggunakan larutan baku (titran) yang konsentrasinya diketahui, sampai terjadi reaksi sempurna dimana mol ekuivalen larutan baku sama dengan mol ekuivalen larutan yang dititrasi, yang disebut titik ekuivalen atau titik akhir teoritis. Larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara langsung, karena didapatkan dari hasil penimbangan/perhitungan disebut dengan larutan baku primer. Konsentrasinya dapat dinyatakan, salah satunya dalam satuan molaritas (mol/L). Syarat – syarat larutan baku primer antara lain: mempunyai kemurnian yang tinggi, rumus molekulnya pasti, tidak mengalami perubahan selama penimbangan, massa molekul (Mr) yang tinggi (agar deviasi saat penimbangan dapat ditoleransi), serta larutannya stabil dalam penyimpanan. Larutan baku primer yang dapat digunakan dalam titrasi asam - basa adalah asam oksalat, natrium tetraboraks (Na2B4O7), asam benzoat, Na2CO3, kalium hidrogen ptalat, kalium hidrogen iodat (KH(IO3)2). Sedangkan larutan baku sekunder yang dapat digunakan dalam titrasi asam - basa adalah NaOH, HCl, dll. Percobaan pembakuan larutan NaOH dengan larutan baku asam oksalat ini termasuk dalam golongan titrasi netralisasi/ asam - basa. Dalam titrasi asam - basa pH titik akhir titrasi (end point) ditentukan oleh banyaknya konsentrasi H+ yang berlebihan dalam larutan, yang besarnya tergantung pada sifat asam, basa dan konsentrasi larutan sehingga pada penambahan titran lebih lanjut pada titik ekuivaken akan menyebabkan perubahan pH yang cukup besar dan indikator yang digunakan harus berubah warna pada titik ekuivalen titrasi sehingga perubahan indikator indikator asam - basa tergantung pada pH titik ekuivalen. Dalam percobaan ini, data yang diperoleh dari hasil pembakuan larutan NaOH adalah volume titrasi larutan NaOH dan konsentrasi asam oksalat. Perhitungan konsentrasi (molaritas) hasil pembakuan larutan NaOH dilakukan sesuai persamaan: H2C2O4 + 2NaOH → Na2C2O4 + 2H2O Jumlah mol asam oksalat = 2 x mol NaOH atau (volume asam oksalat x molaritas asam oksalat) = 2 x (volume NaOH x molaritas NaOH), sehingga molaritas NaOH adalah mol asam oksalat dibagi (2 x volume NaOH). 28 Pada penentuan asam cuka, konsentrasi asam dapat diketahui dengan mengukur volume NaOH (yang sudah dibakukan konsentrasinya) yang dibutuhkan untuk tepat bereaksi, sesuai persamaan reaksi: CH3COOH + NaOH → CH3COONa + H2O Titik ekuivalen larutan yang dititrasi biasanya ditemukan dari volume larutan baku yang ditambahkan, dan dapat juga ditemukan dari penimbangan larutan baku. Jumlah mol asam cuka = jumlah mol NaOH atau (volume asam cuka x molaritas asam cuka) = (volume NaOH x molaritas NaOH), sehingga molaritas asam cuka adalah mol NaOH dibagi volume asam cuka. Berakhirnya titrasi ditandai dengan perubahan visual dari larutan (perubahan warna atau terbentuknya endapan) yang diberikan oleh indikator yang ditambahkan ke dalam larutan yang akan dicari konsentrasinya sebelum titrasi dilakukan. Titik pada saat indikator memberikan perubahan warna disebut titik akhir titrasi, dan pada saat ini titrasi harus dihentikan. Idealnya bila indikator dan kondisi titrasinya sesuai, maka titik akhir titrasi dan titik ekuivalen akan berhimpit/ sama atau setidaknya sedikit perbedaannya. 4.2. Alat dan bahan Alat: gelas arloji (1), labu ukur 100 mL (1), gelas kimia 50 mL (1), erlenmeyer 250 mL (3), buret + statif + klem (1 set), pipet tetes (1), pipet volume 10 mL (1), bola hisap (1), batang pengaduk gelas (1), corong gelas (1), botol akuades (1), neraca analitik (1). Bahan: NaOH, asam oksalat dihidrat, indikator PP (phenolpthalein), asam cuka komersial. 4.3. Prosedur kerja Pembakuan larutan NaOH 0,1 M dengan larutan asam oksalat ▪ Timbang sejumlah asam oksalat dihidrat dalam gelas arloji (msalnya 0,600 gram), kemudian masukkan dalam gelas kimia 50 mL, larutkan dengan 30 mL akuades. ▪ Pindahkan larutan ke labu ukur 100 mL, bilas sisa larutan di gelas kimia dan jadikan satu di labu ukur, tambahkan akuades sampai volume 100 mL (garis batas), kocok larutan sampai homogen. ▪ Pasang buret yang sudah dicuci dengan statif dan klemnya, isi buret dengan larutan NaOH 0,1 M yang dibuat dari pertemuan sebelumnya. Pastikan tidak ada rongga udara di sepanjang jalur buret. Catat posisi garis di buret sebagai volume awal. ▪ Ambil 10 mL larutan asam oksalat dengan pipet volume dan pindahkan ke dalam 3 erlenmeyer berbeda. Albil satu Erlenmeyer yang berisi larutan asam oksalat. Tambahkan 1-2 tetes indikator PP, kemudian lalukan titrasi dengan larutan NaOH hingga larutan berubah warna menjadi merah muda. Pastikan penambahan secara perlahan supaya titik akhir titrasi tidak melebihi yang seharusnya. ▪ Catat posisi garis di buret sebagai volume akhir. Hitung volume yang digunakan untuk titrasi (Vtitrasi = Vawal – Vakhir). Catat sebagai volume titrasi 1. ▪ Lakukan prosedur titrasi ini sejumlah tiga kali (triplo), kemudian hitung rata-rata volume titrasi yang diperoleh. ▪ Konsentrasi larutan NaOH hasil pembakuan dihitung menggunakan data rata-rata volume titrasi tersebut. 29 Penetapan konsentrasi larutan asam cuka komersial ▪ Ambil 10 mL larutan cuka komersial dengan pipet volume, masukkan ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan dengan akuades sampai tanda batas. ▪ Ambil 10 mL larutan encer tersebut dengan pipet volume, masukkan ke dalam tiga erlenmeyer 250 mL berbeda, masing-masing tambahkan 1 - 2 tetes indikator PP. ▪ Satu per satu titrasi larutan di erlenmenyer tersebut dengan larutan NaOH yang telah distandardisasi/dibakukan sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. ▪ Catat volume titrasi, kemudian hitung rata-rata volume titrasi yang diperoleh. ▪ Hitung kadar asam asetat dalam cuka tersebut (jangan lupa masukkan faktor pengenceran). 4.5. Latihan Soal / Pretes: 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan larutan baku primer dan larutan baku sekunder? Sebutkan syarat-syarat dan contoh larutan baku primer dan sekunder! 2. Apakah semua larutan harus dibakukan? Jelaskan alasan anda! 3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan analisa volumetri, berikan contohnya dua! 4. Apa sajakah tanda atau kondisi yang menunjukkan bahwa titrasi telah berakhir (mencapai titik ekivalen)? 5. Selain pp, sebutkan dua contoh indikator lain yang bisa digunakan untuk titrasi asam basa, sebutkan batasan indikator tersebut! 6. Selain asam cuka teknis, sebutkan dua bahan komersial lain yang bisa ditetapkan konsentrasinya dengan metode volumetri! 7. Adakah metode analisa lain yang bisa digunakan untuk membakukan larutan selain analisa volumetri? BIla ada, sebutkan satu saja! 8. Gambarkan skema alat titrasi yang digunakan di percobaan ini, meliputi buret, statif + klem, erlenmeyer! 9. Tuliskan nama IUPAC dari asam cuka dan asam oksalat! 10. Gambarkan struktur molekul dari asam cuka dan asam oksalat! 30 LEMBAR LAPORAN MINGGU KE - 5 Topik : Pembakuan Larutan NILAI LAPORAN Nama : ……………………………………………… NIM : ……………………………………………… Jurusan / Kelas : ……………………………………………… Kelompok : ……………………………………………… (nama asisten) No Perlakuan Pengamatan 1. Konsentrasi larutan asam Massa H2C2O4.2H2O (g) = 0,60. oksalat Warna dan bentuk H2C2O4# = (nilai = 10) Konsentrasi larutan asam oksalat (mol/L) = 2. Volume yang digunakan Volume H2C2O4 (mL) = 10,0. untuk titrasi Volume NaOH (mL): (nilai = 5) V1 = ; V2 = ; V3 = ; Vrata-rata = 3. Konsentrasi hasil Mol asam oksalat (mol) = M x V = pembakuan Molaritas NaOH (mol/L): (nilai = 10) mol asam oksalat : (2 x volume NaOH) = 4. Konsentrasi asam cuka Faktor pengenceran asam cuka = komersil Volume NaOH (mL): (nilai = 20) V1 = ; V2 = ; V3 = ; Vrata-rata = Konsentrasi asam cuka (mol/L) = Kadar asam cuka (gram/mL) = # gunakan studi pustaka Dalam analisa volumetri, mengapa harus dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali? (nilai 10) NILAI 31 Dalam pembakuan larutan NaOH dengan larutan asam oksalat, apakah bisa digunakan indikator lain? Jelaskan alasan anda! Bila iya, sebutkan indikator tersebut! (nilai 15) NILAI Mengapa larutan asam cuka harus diencerkan terlebih dahulu sebelum dititrasi dengan larutan NaOH? (nilai 10) NILAI Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 0l-3711-1995 tentang cuka makan, asam cuka berwujud cairan encer, jernih, dan tidak berwarna dengan sekitar 4%-12,5%. Apabila suatu asam cuka memiliki kadar 10%, hitunglah konsentrasi asam cuka tersebut dalam satuan gram/L (Ka = 10-5; Mr = 60.05 g/mol; densitas = 1,049 g/cm3)! (nilai 20) NILAI 32