Bauran Kebijakan Bank Sentral - PDF

Summary

Presentasi ini membahas bauran kebijakan Bank Sentral pasca krisis keuangan global 2008/2009. Materi ini mencakup topik-topik seperti paradigma baru kebijakan Bank Sentral, keterkaitan sistem keuangan dan makroekonomi, dan tujuan pembelajaran. Outline pengajaran juga disertakan.

Full Transcript

Logo Universitas Bauran Kebijakan Bank Pertemuan ke-9 Sentral 1. Mahasiswa memiliki pemahaman atas kompleksitas permasalahan Bank Sentral pasca krisis global dan paradigma baru kebijakan Bank Sentral. 2. Mahasiswa memahami konsep dasar keterkaitan sistem keuanga...

Logo Universitas Bauran Kebijakan Bank Pertemuan ke-9 Sentral 1. Mahasiswa memiliki pemahaman atas kompleksitas permasalahan Bank Sentral pasca krisis global dan paradigma baru kebijakan Bank Sentral. 2. Mahasiswa memahami konsep dasar keterkaitan sistem keuangan dengan makroekonomi (macro- financial linkage) serta pentingnya bauran Tujuan kebijakan Bank Sentral untuk mencapai mandat ganda stabilitas harga dan mendukung stabilitas Pembelajaran sistem keuangan. 3. Mahasiswa memiliki pemahaman yang terintegrasi dan komprehensif atas kebijakan dan kegiatan yang dilakukan Bank Sentral dalam menjaga stabilitas moneter, stabilitas sistem keuangan dan memperlancar kegiatan sistem pembayaran dan pengelolaan uang Rupiah. OUTLINE PENGAJARAN 01 02 03 Pendahuluan Paradigma Kebijakan Bank Sentral Linkage Stabilitas Moneter dan Sistem Pasca Krisis Keuangan Global Keuangan dan Bauran Instrumen 2008/2009 Kebijakan Bank Sentral 04 05 Implikasi pada Mandat Bauran Kebijakan Bank Kebijakan Bank Sentral Indonesia 1 PENDAHULUAN Pendahuluan Sebelum krisis keuangan global 2008/2009, fokus dari bank sentral di seluruh dunia adalah stabilitas harga (inflasi), disamping stabilitas nilai tukar (Juhro, 2020). – Untuk mewujudkan tujuan ini, bank sentral memiliki tugas kebijakan moneter, sistem pembayaran, dan pengawasan bank. Pasca krisis keuangan global 2008/2009, terdapat perubahan tujuan dan praktik kebijakan bank sentra. – ITF tidaklah gagal, bahkan berhasil menurunkan inflasi, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan suku bunga (Berg dkk., 2013). – Namun perhitungan risiko krisis yang muncul dari keterkaitan sistem keuangan dengan makroekonomi (macro-financial linkages) sangat kurang. Pendahuluan Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, bank sentral perlu juga mendukung sistem keuangan melalui kebijakan makroprudensial. – Ketidakstabilan keuangan merupakan konsekuensi dari kenaikan harga asset dan akumulasi utang yang tidak terkendali. – Periode boom mendorong agen-agen perekonomian untuk semakin banyak memperdagangkan asset dan modal untuk membiayai investasi. – Jika investor spekulatif semakin mendominasi dan kemudian mereka merugi, maka akan terjadi ketidakstabilan keuangan (”stability is destabilizing”). Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, bank sentral melakukan tiga tugas: kebijakan moneter untuk mencapai stabilitas harga-stabilitas nilai tukar dan stabilitas sistem keuangan melalui kebijakan makroprudensial Macroeconomic Stability Openness and Integration Dynamic Global (GDP Growth and Inflation) Environment Trade Channel World GDP Real Sector World Inflation Risk Taking Financial (Commodity Behaviour Accelerator Prices) Financial Sector World Interest Financial Channel Rate Financial Stability Geopolitics (Credit Growth, Asset Price, Default Risk) Sumber: Juhro (2020) Kebijakan Bank Indonesia Pra dan Pasca Krisis Keuangan 2008/2009 Pre Global Crisis BANK INDONESIA Monetary Policy Payment System Banking Policy Policy Pre OJK Payment System Individual Bank Monetary Stability Macro Risk Systemic Soundness Stability Risk (Idiosyncratic Risk) OJK Post Global Crisis – Monetary Policy PaymentSystem Macroprudential Microprudential Policy Policy Policy Post OJK Monetary Payment System Financial Stability Financial Institution Stability Stability (Systemic Risk) Soundness PARADIGMA KEBIJAKAN 2 BANK SENTRAL PASCA KRISIS KEUANGAN GLOBAL 2008/2009 Krisis keuangan global berdampak negatif terhadap sistem keuangan, perekonomian, beban fiskal, dan kesejahteraan masyarakat—disebabkan oleh prosklisitas property bubble dan credit boom dan aspek multidimensi dari krisis nilai tukar, utang, dan sistem keuangan (Juhro, 2020). Reformasi tujuan dan struktur kelembagaan sejumlah otoritas yang independen dilakukan agar dapat dilakukan pemfokusan satu instrumen untuk satu tujuan (Kaidah Tinbergen). Tapi, perlu dibentuk mekanisme koordinasi. Kebijakan Fiskal Kebijakan Moneter Pengawasan Lembaga (stabilitas harga dan nilai tukar) Keuangan Tinbergen High Policy rate Principle Inflation Policy rate Macroprudential tools Macroprudential tools Price Stability Kebijakan Kebijakan Policy rate Policy rate Moneter Makroprudensial Macroprudential tools Macroprudential tools Low inflation Low credit Financial Stability High credit growth growth Stabilitas Stabilitas Moneter (Harga) Keuangan Sumber: Juhro (2020) Tugas Bank Sentral Pasca Krisis Keuangan Global 2008/2009 Selain stabilitas harga dan nilai tukar, bank sentral bertugas mendukung stabilitas sistem keuangan (SSK). Ketidakseimbangan makro-finansial dari prosiklisitas keuangan dan risiko sistemik (systemic risk) tidak dapat diatasi melalui kebijakan suku bunga atau kebijakan mikroprudensial (Juhro, 2020). Mengelola aliran modal asing yang volatilitasnya semakin tinggi sejak krisis global terjadi. Terdapat tiga jenis risiko dari aliran modal asing (Kawai dan Lamberte, 2010): 1. risiko makroekonomi, 2. risiko ketidakstabilan sistem keuangan, 3. risiko sudden-stops Risiko Sistemik Sudden Stop Risiko disebabkan menurunnya Turunnya aliran masuk bersih seluruh/sebagian fungsi sistem keuangan modal asing dalam jumlah besar dan berpotensi berdampak negatif bagi sehingga menimbulkan krisis perekonomian (Juhro, 2020) ekonomi, krisis finansial, krisis nilai tukar, dan krisis pembayaran (Juhro, 2020) Kedua risiko dapat muncul dan menyebar ke dalam perekonomian jika terdapat keterkaitan sistem keuangan (interconnectedness). Semakin kompleks jejaring keuangan, semakin cepat perambatannya. Transmisi Resiko Perekonomian (Xu dan Bricco, 2019; Cai dkk., 2018): 1. Interbank Channel – Jalur ini timbul dari transaksi pinjaman antar bank di pasar uang antar bank (PUAB) dan penempatan antar bank dalam bentuk seperti deposito, negotiable certificate deposits (NCD), medium term notes (MTN), dan obligasi bank. 2. Holdings Channel/Common Asset Exposures – Timbul melalui aset yang tidak dapat diperdagangkan (non traded assets atau jalur kredit), dan melalui aset yang diperdagangkan (traded assets atau jalur marked to market). Penciptaan interkoneksi pada jalur kredit terjadi melalui kredit sindikasi ataupun kredit bilateral namun dengan banyak bank (risk sharing). Transmisi Resiko Perekonomian (Xu dan Bricco, 2019; Cai dkk., 2018): 3. Financial Market Infrastructure (FMI) – Fungsi FMI untuk memfasilitasi kliring, penyelesaian atau pencatatan pembayaran, surat berharga, aset derivatif atau transaksi keuangan lainnya (Contoh: Sistem Kliring Nasional, RTGS, SWIFT) membuat proses FMI tidak boleh terganggu. 4. Information Channel (Persepsi Pasar) – Timbul biasanya karena kemiripan karakteristik antar bank, misalnya model bisnis dari perbankan. Jika ada satu bank bermasalah, maka bank lain yang memiliki karakteristik yang sama secara tidak langsung akan terkena dampaknya dengan penarikan dana oleh masyarakat. Mandat Ganda Bank Sentral: 1.Mencapai stabilitas harga dan 1.Mendukung stabilitas sistem nilai tukar melalui kebijakan keuangan (SSK) melalui moneter, makroprudensial, dan pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran makroprudensial Mekanisme koordinasi kebijakan antar kelembagaan: Bank Indonesia-Kementerian Keuangan-OJK-Lembaga Penjamin Simpanan. Bank sentral bertugas mengatur makroprudensial karena memiliki kapasitas surveillance makroekonomi, makro-finansial, dan instrument kebijakan makroprudensial (Kawai dan Morgan, 2012). Bauran kebijakan (policy mix) bank sentral adalah integrasi antara kebijakan moneter, makroprudensial, dan MAM. Bauran kebijakan memiliki cakupan yang lebih luas dari Flexible Inflation Targeting Framework (Juhro, 2020) 2 5 Mengintegrasikan Memperkuat koordinasi kebijakan moneter kebijakan antara Bank dan makroprudensial Indonesia dengan 1 4 Pemerintah Melanjutkan kerangka Memperkuat strategi kebijakan untuk komunikasi kebijakan mencapai target inflasi sebagai bagian dari sebagai tujuan utama 3 instrumen kebijakan dari kebijakan moneter Mengelola dinamika arus modal dan nilai tukar Tiga Konsep dalam Bauran Kebijakan Bank Sentral: 1. Kebijakan moneter diarahkan untuk mencapai stabilitas harga dengan memberi pertimbangan yang lebih pada harga aset (finansial dan properti). 2. Kebijakan makroprudensial mencakup pengaturan dan pengawasan terhadap lembaga jasa keuangan dari perspektif makro dan fokus pada risiko sistemik untuk menjaga SSK. 3. Manajemen aliran modal asing diarahkan untuk memitigasi risiko prosiklisitas dan risiko sistemik yang muncul dari akumulasi utang luar negeri dan volatilitas aliran modal asing. Bauran Kebijakan Moneter dan Makroprudensial (Instrumen) Menjaga otonomi kebijakan moneter dalam mencapai kestabilan harga Menetapkan suku bunga kebijakan untuk memberikan sinyal dan mengelola ekspektasi inflasi; Mengoptimalkan instrumen makroprudensial untuk mengelola likuiditas, mencegah risiko sektor keuangan. Manajemen Nilai Tukar Manajemen Arus Modal Menstabilisasi pergerakan nilai tukar sejalan Mengelola dinamika arus modal dalam dengan fundamentalnya mendukung stabilitas makroekonomi Konsisten dengan pencapaian sasaran Utilisasi instrumen makroprudensial untuk inflasi; mengelola pergerakan arus modal dan Intervensi nilai tukar untuk mengurangi mencegah risiko sektor eksternal; volatilitas jangka pendek; Mempromosikan pendalaman keuangan Mencari keseimbangan optimal antara pasar valuta asing; menyediakan ruang untuk apresiasi/ Mendukung manajemen cadangan devisa depresiasi dan mengelola kecukupan sebagai bentuk self-insurance cadangan devisa. Sumber: Juhro (2020) LINKAGE STABILITAS MONETER 3 DAN SISTEM KEUANGAN DAN BAURAN INSTRUMEN KEBIJAKAN BANK SENTRAL Tinjauan Hubungan Stabilitas Moneter dan Stabilitas Keuangan Stabilitas keuangan adalah suatu kondisi yang menjamin pencapaian stabilitas harga, yaitu harga yang rendah dan stabil, harga aset stabil dan tidak ada krisis keuangan (Issing, 2003). Hubungan antara stabilitas moneter dan stabilitas keuangan: 1. Pandangan konvensional: stabilitas moneter mendukung stabilitas keuangan, inflasi merupakan asumsi utama karena dimungkinkan menyebabkan lender-borrower asymmetric information. 2. Hubungan keduanya berkebalikan. Inflasi mendorong fluktuasi harga dan krisis perbankan. Twin crises sistem perbankan dan nilai tukar akan menghasilkan kebijakan moneter yang unusual, bahkan terbalik (Goldfajn dan Gupta, 2003). Tinjauan Teoretikal Stabilitas Moneter dan Stabilitas Keuangan ”New Environment” Hypothesis: terdapat trade off antara stabilitas moneter dan stabilitas keuangan, dimana pengendalian inflasi dapat menumbuhkan optimisme terhadap perekonomian yang mengakibatkan peningkatan transaksi di pasar aset dan kredit sehingga mendorong harga aset dan kredit meningkat sepanjang terjadinya inflasi. Issing (2003): trade off mungkin muncul dalam jangka pendek selama periode disinflasi yang mendadak, yang kemudian mendorong penurunan suku bunga nominal dan menimbulkan asset price bubble. Altunbas dkk. (2009): tingkat suku bunga yang sangat rendah selama periode waktu yang panjang menyebabkan peningkatan bank risk taking. Tinjauan Teoretikal Stabilitas Moneter dan Stabilitas Keuangan De Nicolo dkk. (2010): suku bunga kebijakan moneter longgar akan meningkatkan pengambilan risiko, tergantung pada kesehatan sistem perbankan. Borio dan Zhu (2012): terdapat saluran baru, yaitu risk taking channel. 1. Penurunan suku bunga akan meningkatkan persepsi harga aset dan potensi keuntungannya, 2. Penurunan suku bunga akan meningkatkan ilusi uang terjadap kepemilikan aset yang disebabkan oleh sticky rate return, 3. Transparansi bank sentral akan mengurangi ketidak pastian di masa depan dan menurunkan premi risiko. Perilaku Sektor Keuangan dan Efektivitas Kebijakan Moneter Sektor keuangan berperan penting dalam stabilitas makro karena perilakunya yang memicu prosiklisitas. Karakteristik prosiklikal disebabkan beberapa faktor (Juhro, 2020): Asymmetric information dipasar keuangan memicu akselerator keuangan yang diperburuk dengan respon nonproporsional dari pelaku pasar dalam memahami risiko. Proklisitas juga dapat muncul sejalan dengan karakteristik dari regulasi sektor keuangan (yang pada dasarnya bersifat prosiklikal) Basel II adalah aturan sektor perbankan untuk memperkuat manajemen risiko bank. Basel II secara tidak langsung mendorong bank untuk tidak mengakumulasi tambahan modal saat kondisi perbankan dan ekonomi perspektif. Standar akuntansi berkontribusi terhadap terjadinya prosiklisitas Pendekatan nilai pasar: Jika ekonomi membaik, nilai aset/kinerja bank dianggap membaik sehingga bank tidak menerapkan persyaratan/ketentuan modal yang tinggi sehingga bank melakukan langkah ekspansi. Sebaliknya jika ekonomi sedang kontraksi. Siklus Bisnis Siklus Risk Taking Siklus Keuangan Fase Stabilitas Kepercayaan dan Nilai risiko turun (interest rate Ekspansi makroekonomi optimisme naik spread narrower) Peningkatan Risk taking naik Harga aset naik, peningkatan pertumbuhan Permintaan kredit naik nilai kolateral ekonomi Leverage naik Arus modal asing naik Perpanjangan kredit naik Fase Volatilitas makro Kepercayaan pasar Bank deleveraging Kontraksi tinggi turun Pengadaan kerugian Aktivitas Menghindari risiko pinjaman naik ekonomi Permintaan kredit Spread suku bunga meluas menurun turun Perpanjangan kredit turun Arus masuk modal turun Sumber: Juhro (2020) Prosiklisitas dapat dilihat dari korelasi antara rata- Negara Koefisien Korelasi rata pertumbuhan kredit dan pertumbuhan ekonomi Indonesia 0,82 Craig dkk. (2005): pertumbuhan kredit akan melebihi pertumbuhan PDB selama periode Malaysia 0,51 ekspansi dan melambat selama penurunan ekonomi. Filipina 0,33 Hubungan antara stabilitas moneter dan Thailand 0,32 stabilitas keuangan: perilaku prosiklikal berdampak pada efektivitas transmisi kebijakan Australia 0,26 moneter—kebijakan moneter akan lebih efisien di periode krisis dibanding periode normal Jepang 0,48 (Mishkin, 2009). China 0,31 Pasokan kredit bank dipengaruhi kebijakan moneter, dan dampak interaksi antara stance Hong Kong SAR 0,30 kebijakan moneter dan bank loses lebih kuat selama periode krisis. Sumber: Juhro (2020) Keterkaitan Stabilitas-Moneter-Keuangan dan Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Kerangka Stabilitas Keuangan Policy mix Macroprudential policy Kebijakan Kebijakan feedback rule Mikroprudensial Makroprudensial Persepsi Risiko Suku Bunga Stabilitas Keuangan (Risk Taking) Nilai Tukar Kredit (pinjaman) Linkage Neraca Keuangan Stabilitas Moneter Sistem Keuangan : Harga Aset Kebijakan Moneter Intermediasi Uang Strategi, Respon, Resiliensi Instrumen Efisiensi Hasil Agregat Permintaan Agregat Lainnya: Saving/Investasi Pertumbuhan Ekonomi, Ekspektasi Kesempatan Kerja (Contoh : Inflasi, Kondisi Keuangan) Penawaran Agregat Kesempatan Kerja Monetary policy feedback rule Upah & Pengaturan Harga Sumber: Juhro (2020) Implementasi Kebijakan Makroprudensial di Beberapa Negara Permasalahan Instrumen Makroprudensial Negara Leverage (potensi Penyesuaian bobot risiko dalam aturan permodalan India, Indonesia, Malaysia, Estonia, Irlandia, prosiklisitas) Portugal, Norwegia Penerapan rasio permodalan terhadap aktiva India, Bulgaria, Kroasia, Estonia, Australia tertimbang menurut risiko Kredit (keterkaitan dan Penerapan countercyclical provisioning (provisi China, India karakteristik debitur, untuk jenis kredit tertentu) tekanan pada stabilitas Pembatasan loan to value ratio untuk sektor-sektor China, Hong Kong, Korea Selatan, Singapura, makro) tertentu (yang berpotensi bubble) Malaysia, Thailand, Bulgaria, Norwegia, Portugal, Rumania Pembatasan kredit ke sektor-sektor tertentu Korea Selatan, Malaysia, Filipina, Singapura, (property, kartu kredit, dll) Thailand, Rumania Perubahan reserve requirement, secara across the China, India, Indonesia, Korea Selatan, Malaysia, board atau target tertentu Finlandia, Estonia Likuiditas (potensi risiko Penerapan buffer yang dgunaan untuk mengurangi India, Korea Selatan, Filipina, Singapura pada aspek tertentu) ketergantungan terhadap sumber pendanaan berisiko Penerapan loan to deposit ratio China, Indonesia, Korea Selatan Sumber: Juhro (2020) Integrasi Kebijakan Moneter dan Makroprudensial Kebijakan makroprudensial adalah instrumen regulasi prudensial yang ditujukan untuk stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, bukan lembaga keuangan secara individu (kebijakan mikroprudensial). Kebijakan ini membatasi risiko apabila pasar keuangan mengalami tekanan dalam periode yang lama, yang menyebabkan anjloknya output riil (Borio dan Zhu, 2003). Instrumen makroprudensial memberikan fleksibilitas dalam mengendalikan inflasi, makroekonomi, dan SSK, serta mengatasi potensi konflik/trade off antara penargetan stabilitas moneter dan SSK. Upswing Kebijakan Moneter Kebijakan Makroprudensial Stabilitas Stabilitas Sistem Moneter Keuangan Kebijakan Kebijakan Moneter Makroprudensial (stabilitas harga) (risiko sistemik) Siklus yang diharapkan Loan to Value (LTV) Suku bunga Countercyclical GWM, etc Capital Buffer etc Downswing Sumber: Juhro (2020) Syarat Agar Integrasi Kebijakan Moneter dan Makroprudensial Berjalan dengan Baik: 1. Perlu koordinasi kebijakan moneter, kebijakan makroprudensial, dan kebijakan mikroprudensial untuk menghindari konflik dalam mencapai stabilitas makroekonomi 2. Mekanisme kerja transmisi kebijakan moneter dan makroprudensial dalam perekonomian, khususnya sektor keuangan 3. Pengukuran indikator perilaku risiko yang tepat dalam systemic risk monitoring dan analisis mekanisme transmisi risk taking channel. Fokus Asesmen Ketidakseimbangan Makro-Finansial Asset Bubbles Dalam kerangka bauran kebijakan, (finansial Credit Boom asesmen mengenai dan ketidakseimbangan makro-finansial properti) perlu difokuskan pada empat prosiklisitas dan risiko sistemik yang sering menjadi penyebab krisis. Akumulasi Volatilitas Utang Luar Aliran Modal Negeri Asing Sumber: Juhro (2020) Pertimbangan Variasi Penggunaan Bauran Instrumen Kebijakan moneter berfokus pada inflasi yang rendah dan stabil sedangkan kebijakan makroprudensial berfokus pada stabilitas sistem keuangan, dengan memitigasi risiko sistemik dan kecenderungan prosiklikalitas (Juhro, 2020; Claessens dan Kose, 2013). Interaksi Kebijakan Efektivitas Kebijakan Indikator Tujuan Kebijakan Kebijakan moneter Kebijakan moneter berkontribusi Stabilitashargalebih mudah Moneter berpengaruh across the menciptakanketidakstabilan sistem didefinisikandandiukurdlm bentuk board, bekerja dalam kondisi keuangan. Contoh: sukubungarendah indikator, indeks, dll; asimetrik, membuat menciptakan insentif bagi perbankan pencapaian atassebuah utk berani mengambil risiko dan target dapatmenimbulkan ekspansi kredit yang berlebih sehingga masalah dalampencapaian menciptakan penggelembungan harga target yanglain aset & jebakan utang. Kebijakan Kebijakan makroprudensial Kebijakan makroprudensialbisa Stabilitassistemkeuangan jauhlebih Makroprudensial dapatdikustomisasi untuk diformulasikan utkmencapaitujuan sulit diukur: akumulasirisiko bekerja pada target yang spesifik sistemik, kesalahan atau spesifik. penggelembunganhargaaset, yang tidakmudahuntukdikuantifikasi. Efek Kebijakan Moneter pada SSK dan Instrumen-instrumen Makroprudensial untuk Mengatasinya Sumber: Nier dan Kang (2016) Pertimbangan Variasi Penggunaan Bauran Instrumen Bauran instrumen: memitigasi ketidaksempurnaan pasar, seperti kesehatan perbankan, likuiditas pasar uang, hingga gejolak pasar yang berlebihan. 1.Adaptasi Untuk mencapai 1.Pencapaian instrumen dan tujuan kebijakan 1.Adaptasi tujuan prosedur operasi lain yang dianggap terhadap pengendalian sejalan dengan penting dan lingkungan moneter dalam kendala sekaligus kebijakan ekonomi mengatasi gejolak kelembagaan yang mendorong makro, terutama permintaan dan memengaruhi efektivitas tipe rezim moneter penawaran reserve kinerja suatu transmisi kebijakan dan nilai tukar. perbankan. instrument. moneter Sumber: Juhro (2020) Permasalahan dan Variasi Respons Bauran Kebijakan Perubahan Kebijakan Ekses Likuiditas Transmisi ke Sektor Riil Permasalahan Struktural Pasar Keuangan Kredit Tekanan Inflasi Nilai Tukar Sisi Moneter Uang Beredar Cadangan Devisa Capital Inflow Strategi kebijakan pengendalian likuiditas (internal imbalances) Strategi kebijakan untuk mengelola capital inflows Instrumen moneter: (external imbalances) suku bunga Instrumen moneter: Instrumen makroprudensial: Intervensi valuta asing 1. Reserve requirement 2. Loan to value ratio Instrumen makroprudensial: 3. Aturan perkreditan 1. Reserve requirement 2. Net foreign position Sumber: Juhro (2020) Aspek-Aspek Teknis dalam Implementasi (Juhro, 2020) Sinyal yang Perlu Direspons Dalam perspektif forward looking, respons kebijakan diarahkan untuk mengantisipasi sinyal potensi gangguan pada keseimbangan makroekonomi. Beberapa indikator/analisis dapat digunakan sebagai early warning system. – Contoh: indikator ketahanan sistem keuangan, indikator ketahanan makroekonomi, indikator risiko sitemik. Ketepatan respons kebijakan bergantung pada kinerja indikator dalam “memprediksi” kemungkinan ketidakseimbangan makroekonomi. Indikator tersebut juga tidak mudah untuk dikonstruksi. – Contoh: sulit mengetahui kapan tren pertumbuhan kredit akan mengganggu keseimbangan ekonomi Aspek-Aspek Teknis dalam Implementasi (Juhro, 2020) Karakteristik Respons Perumusan kebijakan makroprudensial mempertimbangkan apakah respons akan menggunakan sebuah aturan atau diskresi (rules vs discretion) dan akan ada tradeoff antara keduanya. (+) Memberi kepastian kepada pelaku pasar dan kredibilitas kepada bank sentral Rules (-) Terlalu kaku untuk merespon perubahan struktural maupun ketidakpastian dalam pasar keuangan (+) Memberi ruang gerak bagi bank sentral untuk melihat dampak kebijakan terhadap sistem keuangan dan perekonomian serta melakukan penyesuaian pendekatan. Discretion (-) Menimbulkan ketidakpastian sehingga pelaku pasar cenderung berhati-hati dengan menjaga rasio modal melebihi yang diperlukan sehingga biaya kredit menjadi mahal (-) Mendorong terjadinya forbearance jika keputusan tidak popular harus diambil Aspek-Aspek Teknis dalam Implementasi (Juhro, 2020) Timing Implementasi dan Prosiklisitas Timing penerapan kebijakan selama siklus ekonomi perlu karena suatu peraturan makroprudensial sering bersifat prosiklikal. Isu lain yang berkaitan dengan penerapan kerangka makroprudensial yang bersifat countercyclical: Berapa bobot yang diberikan untuk Siapa yang harus menilai siklus Ketepatan waktu tindakan menstabilkan siklus ekonomi (e.g (sektor publik atau swasta). Siklus dan rasio kehati-hatian GDP) dibandingkan dengan ekonomi bersifat unobservable harus tetap atau bergerak mengelola sektor keuangan (e.g. dan metode untuk dengan siklus. Contoh: kredit dan harga aset). memperkirakannya berkaitan menetapkan kisaran dengan uncertainty stabilitas untuk target GDP. Aspek-Aspek Teknis dalam Implementasi (Juhro, 2020) Efektivitas dan Kalibrasi Langkah Kebijakan Efektivitas instrumen kebijakan akan mempengaruhi kalibrasi pilihan langkah kebijakan yang sesuai. Kebijakan makroprudensial belum memiliki kerangka teoritis sehingga ketidakpastian dari dampak suatu instrumen membuat bank sentral perlu bersikap pragmatis dalam penggunaannya. 1. Barrel dkk. (2013): studi kasus negara OECD, kebijakan makroprudensial dapat digunakan untuk mengatasi risiko ekonomi makro di perbankan sekaligus menurunkan probabilitas terjadinya krisis. 2. Antipa dkk. (2011): studi kasus Inggris dan AS, kebijakan makroprudensial efektif untuk mengelola (smoothing) siklus kredit dan mencegah dampak krisis keuangan global yang lebih dalam. Aspek-Aspek Teknis dalam Implementasi (Juhro, 2020) Komunikasi Kebijakan Sulitnya menyampaikan “pesan” kepada pasar bahaya berkembangnya ketidakseimbangan di sektor keuangan ketika kondisi ekonomi sedang baik. Perlu komunikasi yang persuasif tentang menjaga stabilitas jangka panjang. Komunikasi kebijakan moneter perlu menyesuaikan dengan dinamika sistem keuangan yang sedang terjadi. Ketidakpastian ekonomi di masa depan yang sangat tinggi, terutama selama periode turning point dalam siklus ekonomi, merupakan tantangan bagi komunikasi kebijakan. IMPLIKASI PADA MANDAT 4 KEBIJAKAN BANK SENTRAL Komplikasi Tata Kelola Kebijakan Bank Sentral Belum adanya pemahaman dan tolak Tanggung jawab untuk Keputusan terkait ukur terhadap tujuan menjaga SSK bersifat dengan SSK cenderung stabilitas keuangan yang multidimensi. sensitif secara politis. tegas dan terkuantifikasi. Bank sentral selain harus menjaga stabilitas perekonomian, juga harus menempatkan stabilitas sistem keuangan agar tidak terjadi krisis yang disebabkan risiko sistemik serta resolusi sistem keuangan jika terjadi krisis. Sumber: Juhro (2020) Alternatif dalam Menempatkan Mandat untuk Menjaga SSK pada Kerangka Kebijakan Moneter Menjadikan kestabilan harga sebagai unsur utama dengan perluasan, yaitu mengakomodasi indikator kestabilan keuangan dan memiliki horizon forward looking yang panjang. Menetapkan pengelolaan SSK sebagai salah satu mandat kebijakan moneter, di samping menjaga stabilitas harga. Sumber: Juhro (2020) Tata Kelola Otoritas Makro-Mikroprudensial dan Sistem Keuangan Bank sentral memerlukan instrumen pengawasan makroprudensial dan pengawasan mikroprudensial. 1. Pengawasan makroprudensial memantau indikator-indikator makro untuk memitigasi risiko terhadap SSK dan ekonomi riil serta risiko sistemik keuangan. 2. Pengawasan mikroprudensial untuk menjaga kesehatan institusi keuangan (Juhro, 2020). Kesinambungan arus pertukaran informasi antara pengawasan mikroprudensial dan makroprudensial sangat penting, mengingat fungsi keduanya bersifat komplemen. Tata Kelola Otoritas Makro-Mikroprudensial dan Sistem Keuangan Resolusi sistem keuangan selalu membutuhkan anggaran pemerintah/dana publik dalam jumlah yang besar dan membutuhkan persetujuan dari lembaga legislatif. Pelonggaran ketentuan (regulatory forbearance) juga dilakukan dalam resolusi krisis untuk pemulihan sistem perbankan secara perlahan ke arah penerapan yang makin ketat (Juhro, 2020). Indonesia, dalam menangani krisis, melibatkan “tripartite” (Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan DPR) yang memiliki kompleksitas. – Terjadi perbedaan persepsi di KSSK (Kementerian Keuangan, BI, OJK, LPS). – UU No. 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). BAURAN KEBIJAKAN BANK 5 INDONESIA Tantangan dari Domestik dan Eksternal Terkait Implementasi ITF Fleksibel (Juhro dan Goeltom, 2015): Ekonomi Indonesia bergantung pada komoditas sehingga menghadapi gejolak inflasi dari volatilitas harga pangan dan ketidakseimbangan neraca pembayaran  koordinasi kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal dan reformasi struktural [Pertemuan ke- 10] Sistem keuangan masih didominasi perbankan dengan pasar keuangan yang belum maju sehingga terdapat akselerasi siklus keuangan  mitigasi prosiklisitas dan risiko sistemik melalui kebijakan makroprudensial. Ekonomi Indonesia relatif kecil dengan sistem neraca modal yang sangat terbuka  kebijakan MAM diperlukan untuk menghindari ketidakseimbangan ekonomi. Monetary Policy Interest rate Monetary Liquidity Stability Interest rate Exchange rate Intervention Capital flows M Reserve Requirement Foreign exchange flows Credit growth International reserve Funding & lending interest A management rate Exchange rate Macroprudential Bank liquidity C Policy Systemic risk R Leverage Ratio Lending imbalances CCB, Capital Surcharge Intermediary & financial access Financial O LTV,DTI The efficiency of the financial System Stability GWM-LDR LCR, NSFR system S SBDK, LKD. Liquidity risk Payment System & Access to financial system T Currency Management Settlement risk Policy Intraday liquidity facility A smooth transaction A The efficiency of the payment Less Cash Policy Payment System system Sufficient amount of Rupiah (cash) Public confidence in the Stability B payment system The use of the Rupiah I Sumber: Juhro (2020) Bagaimana bauran kebijakan PRAKIRAAN RISIKO STABILITAS HARGA merespon berbagai risiko atas Tinggi Rendah pencapaian sasaran inflasi dan SSK? Kuadran II Kuadran IV Moneter Tinggi Moneter Ketat Netral/Leaning Makroprudensial Makroprudensial Ketat Ketat PRAKIRAAN RISIKO STABILITAS SISTEM KEUANGAN (SSK) Kuadran I Kuadran III Moneter Rendah Moneter Ketat Netral/Longgar Makroprudensial Makroprudensial Netral/Leaning Netral/Longgar Sumber: Juhro (2020) Instrumen Bauran Kebijakan Bank Indonesia (Juhro, 2020; Warjiyo, 2013): 1. Kebijakan suku bunga untuk mengarahkan agar prakiraan inflasi ke depan berada dalam kisaran sasaran tertentu. 2. Kebijakan nilai tukar untuk menjaga stabilitas pergerakan nilai tukar di pasar sejalan dengan fundamental agar konsisten dengan pencapaian sasaran inflasi ke depan serta untuk mengelola volatilitasnya agar tidak menimbulkan instabilitas makroekonomi dan SSK. 3. Kebijakan manajemen aliran modal asing (MAM) dilakukan untuk mendukung kebijakan nilai tukar, stabilitas makroekonomi dan SSK, khususnya dalam periode aliran masuk modal atau pembalikan modal asing yang besar. 4. Kebijakan makroprudensial diarahkan untuk mendukung SSK dan efektivitas transmisi kebijakan moneter. Kebijakan Manajemen Aliran Modal Asing (MAM) Intervensi Minimum Naikkan RR Rp. and Pendalaman Memitigasi dampak Kebijakan Moneter Manajemen Capital Flows Kebijakan Makroprudensial Kebijakan Struktural Sterilized FX Holding periods FX dan Secondary RR Pasar Keuangan negatif aliran modal market untuk pinjaman Batasi eksposur (FX market, asing terhadap Intervensi jangka pendek pinjaman bank jangka bonds market stabilitas nilai tukar, Ganda (FX and (CB bills): pendek (e.g. 30% and money moneter, dan SSK bonds perpanjang capital) market) Diterapkan selektif intervention durasi saat Manajemen risiko Export proceed pada jenis aliran simultanously) inflows dan pinjaman LN regulation modal asing,aliran Pengaturan kurangi durasi korporasi (hedging jangka pendek dan Inflasi dan Suku saat outflows requirement, FX aliran spekulatif Bunga liquidity req, credit Open capital account Akumulasi rating) regime Cadangan LDR-linked reserve Devisa requirement Loan To Value Ratio for Housing Loans and Down Payment Rule for Automotive Loans Sumber: Juhro (2020), Matheron dan Antipa (2014) Kebijakan Suku Bunga dan Intervensi Valuta Asing dengan Kebijakan Makroprudensial 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 5,75% 7,5% 5,5%-4,75% 4,75%-4,25% Suku Bunga 6,5% 6,5% 7,5% 7,5% (↓75bps) (↑175bps) (BI 7DRR) (BI 7DRR) Intervensi di Pasar Valuta Jual Beli Beli Jual Jual Beli Beli Beli Asing Aktual Inflasi 6,96% 3,8% 4,3% 8,38% 8,36% 3,35% 3,02% 3,61% (Target Inflasi) (5+1%) (5+1%) (4,5+1%) (4,5+1%) (4,5+1%) (4+1%) (4+1%) (4+1%) Giro Wajib 7,5% 6,5% 5% 5% 8% 8% 8% 8% Minimum (↓50bps) (↓100bps) (↓150bps) Pertumbuhan Kredit >22% >22% >22% 21,4% 11,58% 10,44% 7,87% 8,1% Perbankan Pertumbuhan 6,4% 6,5% 6,2% 5,78% 5,02% 4,8% 5,2%-5.6% 5,3%-5,7% Ekonomi Sumber: Juhro (2020); Bank Indonesia (2020) Kebijakan Manajemen Aliran Modal Asing (MAM) dengan Kebijakan Makroprudensial 2010-2013 2014-2017 Sebelum Fed tapper tantrum, pengaturan Memperkuat manajemen risiko atas MAM diperketat dalam bentuk six month utang luar negeri dengan: holding period untuk Sertifikat Bank 1. Currency hedging ratio minimum 25%* Indonesia (SBI) dan limitasi pinjaman luar 2. Liquidity ratio minimum 50%* negeri jangka pendek bank 30% 3. Credit rating minimum satu tingkat di Pasca Fed tapper tantrum, pengaturan bawah peringkat investasi (investment diperlonggar dalam bentuk one month grade) holding period untuk SBI  mengendalikan aliran modal asing jangka *dari kewajiban valuta asing neto 3-6 bulan pendek mendatang Sumber: Juhro (2020) Bank Indonesia dan Koordinasi Kebijakan SSK Bank Indonesia, terkait koordinasi kebijakan moneter dan fiskal, berkoordinasi dengan pemerintah dalah perumusan APBN (Juhro, 2020). Terdapat tiga komite pengambilan keputusan dalam Bank Indonesia yang masing- masing diketuai oleh deputi gubernur: 1. Komite Kebijakan Moneter, 2. Komite Stabilitas Sistem Keuangan, 3. Komite Sistem Pembayaran. Bank Indonesia, terkait SSK, berkoordinasi melalui Komite Kebijakan Stabilitas Keuangan (KKSK) yang diketuai oleh Menteri Keuangan dengan anggota-anggota Gubernur Bank Indonesia, Ketua OJK, dan Ketua LPS. Koordinasi Kebijakan antara Bank Indonesia dan Lembaga-Lembaga lain, baik dalam negeri maupun luar negeri akan dibahas pada pertemuan berikutnya [Pertemuan 10]. Altunbas, Y., Gambacorta, L., & Marqués, D. (2008). Securitisation and the bank lending channel. Roma: Banca dItalia. Antipa, P., Mengus, E., Mojon, B. (2011). Would macroprudential policy have prevented the Great Recession? Mimeo: Banque de France. Barrel, R., & Karim, D. (2013). What should we do about (Macro) Pru? Macro prudential policy and credit. London: Brunel University Bank Indonesia. (2020, April). Inflasi. https://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/data/Default.aspx Bank Indonesia. (2020, April). BI 7-day (Reverse) Repo Rate. https://www.bi.go.id/id/moneter/bi-7day-RR/data/Contents/Default.aspx Berg, A., Charry, L.,. Portillo, R., & Jan Vlcek. (2013). The monetary transmission DAFTAR mechanism in the tropics: A narrative approach. DC, Washington: IMF Staff Papers PUSTAKA Borio, C., & Zhu, H. (2008). Capital regulation, risk-taking and monetary policy: a missing link in the transmission mechanism? Basel: Bank for International Settlements, Monetary and Economic Department. Cai, J., Eidam, Frederik., Saunders, A., & Steffen, S. (2018). Syndication, interconnectedness, and systemic risk. Journal of Financial Stability, 34, 105- 120 Claessens, S., & Kose, Ayhan M. (2013). Financial crises explanations, types, and implications. DC, Washington: IMF Staff Papers De Nicolo, G., Dell’ariccia, G., Laeven, L., & Valencia, Fabian. (2010). Monetary policy and bank risk taking. DC, Washington: IMF Staff Papers Goldfajn, I., & Gupta, P. (2003). Does Monetary Policy Stabilize the Exchange Rate Following a Currency Crisis?. DC, Washington: IMF Staff Papers Issing, O. (2003). Monetary and financial stability: Is there a trade-off?. Basel: Bank for International Settlements, Monetary and Economic Department. Juhro, Solikin M., & Goeltom, M. (2015). The monetary policy regime in Indonesia. Macro-Financial Linkages in Pacific Region, Akira Kohsaka (Ed.), Routledge. Juhro, Solikin M. (2020), forthcoming. Kawai, M., & Mario, L. (2010). Managing capital flows: The search for a framework. Cheltenham: Edward Elgar and Asian Development Bank Institute. Kawai, M., & Morgan, Peter. J (2012). Central banking for financial stability in Asia. Manila: Asian Development Bank Institute. Matheron, J. & Antipa, P., (2014) Interactions between monetary and DAFTAR macroprudential policies. Financial Stability Review, Banque de France, 18, 225- 240 Minsky, Hyman P. (1982). The financial-instability hypothesis: capitalist processes PUSTAKA and the behaviour of the economic. New York: Levy Economics institute of Bard College. Dong He, Erlend Nier and Heedon Kang. (2016). Monetary and macroprudential policies—exploring interactions. BIS Papers No 86. Retrieved from: https://www.bis.org/publ/bppdf/bispap86e.pdf UU No 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) Warjiyo, Perry (2013). Indonesia: Stabilizing the Exchange Rate Along its Fundamental. Basel: Bank for International Settlements, Monetary and Economic Department. Xu, T., & Bricco, J. (2019). Interconnectedness and Contagion Analysis: A Practical Framework. DC, Washington: IMF Staff Papers

Use Quizgecko on...
Browser
Browser