Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia 2021 PDF
Document Details
Uploaded by SelfSufficientBronze
Universitas Syiah Kuala
2021
Tim Penyusun Revisi
Tags
Summary
Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2 Dewasa di Indonesia 2021 membahas panduan mengenai pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 pada orang dewasa di Indonesia. Buku ini membahas prevalensi, komplikasi, dan target pencapaian kontrol glikemik. Informasi ini bermanfaat bagi profesional kesehatan.
Full Transcript
CO PY R GH T Perkumpulan Endokrinologi Indonesia PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA 2021 tim penyusun revi...
CO PY R GH T Perkumpulan Endokrinologi Indonesia PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA 2021 tim penyusun revisi KETUA Dr. dr. Soebagijo Adi Soelistijo, SpPD,K-EMD, FINASIM, FACP ANGGOTA TIM Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. Dharma Lindarto, SpPD,K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr.Eva Decroli, SpPD,K-EMD, FINASIM Dr. dr. Hikmat Permana, SpPD,K-EMD, FINASIM dr. Krishna W Sucipto, SpPD,K-EMD, FINASIM dr. Yulianto Kusnadi, SpPD,K-EMD, FINASIM Dr. dr. Budiman, SpPD-KEMD, FINASIM dr. M. Robikhul Ikhsan, SpPD,K-EMD, M.Kes, FINASIM dr. Laksmi Sasiarini, SpPD,K-EMD, FINASIM Dr. dr. Himawan Sanusi, SpPD,K-EMD, FINASIM Dr. dr. K. Heri Nugroho HS, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Hermawan Susanto, SpPD, K-EMD, FINASIM Penerbit PB. PERKENI PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI i Perkumpulan Endokrinologi Indonesia PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI ii Perkumpulan Endokrinologi Indonesia daftar nama penandatangan revisi pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus dewasa tipe 2 di indonesia Prof. Dr. dr. A.A.G Budhiarta, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. FX Suharnadi, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. A.A Gede Budhitresna, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Gatut Semiardji, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. Achmad Rudijanto, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Hari Hendarto, SpPD, K-EMD, PhD, FINASIM Prof. Dr. dr. Agung Pranoto, SpPD, K-EMD, M.Kes, Prof. Dr. dr. Harsinen Sanusi, SpPD, K-EMD, FINASIM FINASIM dr. Hemi Sinorita, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Agus Parintik Sambo, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Hendra Zufry, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Ali Baswedan, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Harli Amir Mahmudji, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Alwi Shahab, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Hermawan Susanto, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Andi Makbul Aman, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Hermina Novida, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Andra Aswar, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Hikmat Permana, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. Ari Sutjahjo, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Himawan Sanusi, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Aris Wibudi, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Hoo Yumilia, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. Asdie H.A.H., SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Husaini Umar, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. Askandar Tjokroprawiro, SpPD, K-EMD, dr. Ida Ayu Made Kshanti, SpPD, K-EMD, FINASIM FINASIM dr. IGN Adhiarta, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. Asman Manaf, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. I Made Pande Dwipayana, SpPD, K-EMD dr. Augusta Y.L. Arifin, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. Imam Subekti, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Aywar Zamri, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Indra Wijaya, SpPD-KEMD, M. Kes, FINASIM dr. Bastanta Tarigan, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Jazil Karimi, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Med. Benny Santosa, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. Johan S. Masjhur, SpPD, K-EMD, SpKN, Prof. Dr. dr. Asman Boedisantoso Ranakusuma, SpPD, K- FINASIM EMD, FINASIM dr. Johanes Purwoto, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. R. Bowo Pramono, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. John MF Adam, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Budiman, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Jongky Hendro Prayitno, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Brama Ihsan Sazli, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. K. Heri Nugroho H.S, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Cornelia Wahyu Danawati, SpPD, K-EMD, PhD, dr. K. Herry Nursetiyanto, SpPD, K-EMD, FINASIM FINASIM Prof. Dr. dr. Karel Pandelaki, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Dante Saksono Harbuwono, SpPD, K-EMD, PhD, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, K-EMD, FINASIM FINASIM dr. Khomimah, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. Darmono, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Krishna Wardhana Sucipto, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Deasy Ardiany, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Laksmi Sasiarini, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Dewi Catur Wulandari, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Latif Choibar Caropeboka, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. Dharma Lindarto, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Leny Puspitasari, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Dian Anindita Lubis, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Libriansyah, SpPD, K-EMD, M.M, FINASIM dr. Diana Novitasari, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Lindawati, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Dicky L Tahapary, SpPD, K-EMD, PhD, FINASIM dr. Lita Septina, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Dinda Aprilia, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. Mardi Santoso, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. dr. Djoko Wahono Soetmadji, SpPD, K-EMD, dr. Mardianto, SpPD, K-EMD, FINASIM FINASIM Dr. dr. Made Ratna Saraswati, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. R.R. Dyah Purnamasari, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Marina Epriliawati, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. Dwi Sutanegara, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Melati Silvanni, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Em Yunir, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. M. Ikhsan Mokoagow, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. Eva Decroli, SpPD, K-EMD, FINASIM PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI iii Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Dr. dr. Fabiola MS Adam, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Fatimah Eliana, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Mohammad Robikhul Ikhsan, SpPD, K-EMD, M. Kes, Prof. dr. Slamet Suyono, SpPD, K-EMD, FINASIM FINASIM Dr. dr. Soebagijo Adi Soelistijo, SpPD, K-EMD, FINASIM, dr. Munirulanam, SpPD, K-EMD, FINASIM FACP dr. M. Aron Pase, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Soesilowati Soerachmad, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Myrna Martinus, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Sony Wibisono Mudjanarko, SpPD, K-EMD, dr. Nanang Miftah Fajari, SpPD, K-EMD, FINASIM FINASIM dr. Nanang Soebijanto, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. dr. Syafril Syahbuddin, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Nanny Natalia M. Soetedjo, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Sri Murtiwi, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Ndaru Murti Pangesti, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Suharko Soebardi, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Nenfiati, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Supriyanto Kartodarsono, SpPD, K-EMD, FINASIM dr N r Anna Calimah Sa diah SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Susie Setyowati, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Nurmilawati, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Tania Tedjo Minuljo, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Octo Indradjaja, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Teddy Ervano, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Olly Renaldi, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Tjokorda Gde Dalem Pemayun, SpPD, K-EMD, dr. Olivia Cicilia Walewangko, SpPD, K-EMD, FINASIM FINASIM dr. Pandji Muljono, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Tony Suhartono, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Putu Moda Arsana, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Vina Yanti Susanti, SpPD, K-EMD, PhD, FINASIM dr. Ratna Maila Dewi Anggraini, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Waluyo Dwi Cahyo, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Rochsismandoko, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Wardhana, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Pugud Samodro, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Wismandari, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Roy Panusunan Sibarani, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Wira Gotera, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Rulli Rosandi, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Yensuari, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Santi Syafril, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Yosephine Yossy, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. Sarwono Waspadji, SpPD, K-EMD, FINASIM Dr. dr. Yuanita Asri Langi, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Sebastianus Jobul, SpPD, K-EMD, FINASIM dr. Yulianto Kusnadi, SpPD, K-EMD, FINASIM Prof. Dr. dr. Sidartawan Soegondo, SpPD, K-EMD, FINASIM FACE PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI iv Perkumpulan Endokrinologi Indonesia KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan dapat diselesaikannya penyusunan buku Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus tipe 2 Dewasa ini. Saat ini prevalensi penyakit tidak menular yang didalamnya termasuk Diabetes Mellitus (DM) semakin meningkat di Indonesia. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 oleh Departemen Kesehatan, terjadi peningkatan prevalensi DM menjadi 10,9%. International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2019 menempatkan Indonesia sebagai negara peringkat ke 6 dalam jumlah penderita DM yang mencapai 10,3 juta. Prediksi dari IDF menyatakan akan terjadi peningkatan jumlah pasien DM dari 10, 7 juta pada tahun 2019 menjadi 13,7 juta pada tahun 2030. Perubahan gaya hidup dan urbanisasi nampaknya merupakan penyebab penting timbulnya masalah ini, dan akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Diperkirakan masih banyak (sekitar 50%) penyandang diabetes yang belum terdiagnosis di Indonesia. Selain itu hanya dua pertiga saja dari yang terdiagnosis yang menjalani pengobatan, baik non farmakologis maupun farmakologis. Dari yang menjalani pengobatan tersebut hanya sepertiganya saja yang terkendali dengan baik. Komplikasi dari DM terutama pada pembuluh darah baik makrovaskular maupun mikrovaskular, serta pada sistem saraf atau neuropati akan menyebabkan morbiditas dan mortalitas meningkat dan membawa dampak pembiayaan terhadap DM menjadi tinggi dan produktivitas pasien DM menjadi menurun. Bukti-bukti menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat dicegah dengan kontrol glikemik yang optimal, namun demikian di Indonesia sendiri target pencapaian kontrol glikemik masih belum tercapai secara memuaskan, sebagian besar masih di atas target yang diinginkan sebesar 7%. Oleh karena itu, diperlukan suatu pedoman pengelolaan yang dapat menjadi acuan dalam penatalaksanaan diabetus melitus. Mengingat sebagian besar penyandang diabetes adalah kelompok DM tipe 2 dewasa, sehingga pedoman pengelolaan ini disusun untuk pasien DM tipe 2 dewasa, sedangkan pedoman untuk DM tipe 1 dan DM gestasional akan dibicarakan pada buku panduan tersendiri. PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA di INDONESIA 2021 yang disiapkan dan diterbitkan oleh PERKENI ini diharapkan dapat memberikan informasi baru yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini dalam rangka pencapaian target kontrol glikemik yang optimal. Pedoman pengelolaan ini diharapkan memberikan jawaban terhadap permasalahan perkembangan penyakit DM yang berkaitan dengan beban pembiayaan, serta ditujukan untuk dokter di Indonesia. PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI v Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Dalam 2 tahun terakhir setelah diterbitkannya Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa di Indonesia pada tahun 2019, banyak penelitian yang dilakukan terkait dengan usaha pencegahan dan pengelolaan, baik untuk diabetes maupun komplikasinya. Dengan diketemukannya obat-obat baru selama kurun waktu tersebut memberikan kemungkinan pengendalian glukosa darah yang lebih baik. Namun demikian, dalam melakukan pemilihan regimen terapi harus selalu memperhatikan faktor keamanan, efektifitas, ketersediaan obat, harga dan toleransi pasien DM. Buku pedoman ini berisikan Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 yang merupakan revisi pedoman sebelumnya yang merupakan kesepakatan para pakar endokrinologi di Indonesia. Penyusunan buku panduan sudah mulai dirintis oleh PB Perkeni (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) sejak pertemuan tahun 1993 di Jakarta. Revisi buku Pedoman 2021 adalah revisi ke 7 kalinya setelah revisi terakhir tahun 2019. Pedoman ini disusun secara spesifik sesuai kebutuhan kesehatan di bidang diabetes di Indonesia tanpa meninggalkan kaidah-kaidah evidence-based. Penyusunan buku Pedoman dilakukan semata hanya untuk kepentingan penatalaksanaan DM tipe 2 dewasa di Indonesia dan bebas dari kepentingan siapapun. Terima kasih kepada Tim penyusun yang diketuai oleh Dr.dr. Soebagijo Adi Soelistijo, SpPD, K-EMD, FINASIM, FACP dan semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan buku Pedoman. Semoga buku ini bisa menjadi acuan penatalaksanaan Diabetes Melitus tipe 2 oleh para profesional kesehatan di seluruh Indonesia dalam pengelolaan diabetes melitus secara menyeluruh Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, K-EMD, FINASIM Ketua PB PERKENI PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI vi Perkumpulan Endokrinologi Indonesia KATA SAMBUTAN KETUA UMUM PB PAPDI A aa a aik W. Wb. Prevalensi diabetes melitus (DM) secara global terus meningkat hingga menjadi 3 kali lipat pada tahun 2030. Peningkatan ini sebenarnya telah diprediksi oleh World Health Organization (WHO) bahwa pada tahun 2030 akan mencapai 21,3 juta dan dari International Diabetes Federation (IDF) di tahun 2045 akan mencapai 16,7 juta. Kondisi di Indonesia tidak jauh berbeda, volume kejadian yang tinggi tentu saja diikuti dengan beban biaya yang tinggi pula. Diagnosis dini dan tatalaksana komprehensif pada penderita DM dapat menekan angka morbiditas dan mortalitas terhadap adanya penyakit komorbid ataupun komplikasinya. Namun, dalam upaya penatalaksanaan penderita DM masih terdapat kendala dari segi pasien, pelayanan ataupun pembiayaan kesehatan di Indonesia. Dalam upaya menurunkan prevalensi DM yang semakin meningkat di masa depan, peran dari berbagai pihak terkait sangatlah diharapkan. Salah satu unsur yang memegang peranan penting adalah dokter dan tenaga kesehatan yang menangani kasus diabetes tersebut. Diabetes dengan segala keterkaitannya dengan penyakit lain akibat komplikasi akut dan kronik, membutuhkan penatalaksaan yang komprehensif dan terintegrasi baik. Peran seorang dokter umum, dokter spesialis khususnya dokter spesialis penyakit dalam dan subspesialisasi endokrin, metabolik dan diabetes beserta dokter subspesialisasi lain yang terkait memegang peranan penting. Salah satu upaya tatalaksana yang komprehensif tersebut adalah dengan menyusun Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Dewasa tahun 2021 ini yang merupakan karya yang sangat berharga dan bermanfaat dari para Sejawat dari Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada para kontributor buku pedoman ini dan kepada Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB PERKENI) yang telah menyelesaikan edisi terbaru dari Buku Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI vii Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Melitus Tipe 2 di Indonesia. Semoga pedoman ini dapat bermanfaat dan menjadi panduan bagi para dokter di Indonesia dalam penanganan diabetes melitus secara komprehensif. Wa a a a aik W. Wb. Dr. dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP Ketua Umum PB PAPDI PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI viii Perkumpulan Endokrinologi Indonesia DAFTAR SINGKATAN A1C Hemoglobin-glikosilat/ HbA1c GIST Gastro Intestinal Stromal Tumor AACE American Associationof Clinical Endocrinologist GLP-1 RA Glucagon Like Peptide-1 Receptor Agonist ABI Ankle Brachial Index HCT Hydrochlorothiazide ACE Angiotensin converting enzyme HDL High Density Lipoprotein ADA American DiabetesAssociation HFrEF Heart Failure with reduced Ejection Fraction ADI Accepted Daily Intake HIV Human Immunodeficiency Virus ALT Alanine Aminotransferase IBS Irritable Bowel Syndrome APS Angina Pektori Stabil IDAI Ikatan Dokter Anak Indonesia ARB Angiotensin II Receptor Blocker IDF International DiabetesFederation ARV Antiretroviral IGF Insulin-like Growth Factor BB Berat Badan INH Isoniazid BBI Beran Badan Ideal IIEF International Index of Erectile Function CDC Centers for Disease Control and Prevention IMA Infark Miokard Akut CLI Critical Limb Ischemia IMT Indeks Massa Tubuh DE Disfungsi Ereksi ISK Infeksi Saluran Kemih DIT Dosis Insulin Total KAD Keto AsidosisDiabetik DHHS Department of Health and Human Services LDL LowDensity Lipoprotein DM DiabetesMelitus LFG Laju Filtrasi Glomerulus DMG DiabetesMelitusGestasional LED Laju Endap Darah DPP4-i Dipeptidyl Peptidase IVinhibitor MUFA MonoUnsaturated Fatty Acid EKG Elektrokardiogram NICE National Institute for Health and Clinical Excellent EF Ejection Fraction NICTH Non-Islet Cell Tumor Hypoglycemia ESRD End Stage Renal Disease NRTI Nukleosida Reverse Transcriptase Inhibitor FFA Free Fatty Acid NSTEMI Non-ST segment Elevation Myocardial Infarction GDP Glukosa Darah Puasa GIST Gastro Intestinal Stromal Tumor GDPP Glukosa Darah 2 JamPost Prandial GLP-1 RA Glucagon Like Peptide-1 Receptor Agonist GDPT Glukosa Darah Puasa Terganggu NYHA NewYork Heart Association GDS Glukosa Darah Sewaktu OAH Obat Antihipertensi GIP Glucose-Dependent Insulinotropic Polypeptide OHO Obat Hipoglikemik Oral PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI ix Perkumpulan Endokrinologi Indonesia PAD Peripheral Arterial Disease SAFA Saturated Fatty Acid PCOS Polycystic Ovary Syndrome SHH Status Hiperglikemia Hiperosmolar PERKENI Perkumpulan Endokrinologi Indonesia SIRS Systemic Inflammatory Response Syndrome PERSAIDA Persantuan Diabetes Indonesia STEMI ST-elevation Myocardial Infarction PGDM Pemantauan Glukosa Darah Mandiri SU Sulfonilurea PGD Penyakit Ginjal Diabetik TBC Tuberkulosis PGK Penyakit Ginjal Kronik TG Trigliserida PI Protease Inhibitor TGT Toleransi Glukosa Terganggu PJK Penyakit Jantung Koroner TIA Transient Ischemic Attack PKVAS Penyakit Kardiovaskular Aterosklerotik TTGO Tes Toleransi Glukosa Oral PPAR Peroxisome Proliferator Activated Receptor TZD Thiazolidinedion PPOK Panyakit Paru Obstruktif Kronik UACR Urinary Albumin toCreatinin Ratio PUFA Poly Unsaturated Fatty Acid WHO World Health Organization PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI x Perkumpulan Endokrinologi Indonesia DAFTAR ISI pendahuluan I.1 Latar Belakang 1 I.2 Permasalahan 3 I.3 Tujuan 3 Tujuan Umum 3 Tujuan Khusus 3 I.4 Sasaran 4 I.5 Metodologi 4 Penelusuran Kepustakaan 4 Penilaian Telaah Kritis 4 Peringkat Bukti Rekomendasi Praktik Klinis 4 definisi, patogenesis, klasifikasi II.1 Definisi Diabetes Melitus Tipe 2 6 II.2 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 6 II.3 Klasifikasi diabetes 10 pengelolaan diabetes melitus tipe 2 III.1 Diagnosis 11 III.2 Penatalaksanaan Diabetes Melitus 13 III.2.1 Langkah Penatalaksanaan Umum 14 III.2.2 Langkah Penatalaksanaan Khusus 15 Edukasi 15 Terapi nutrisi medis 17 Latihan fisik 22 Terapi farmakologis 23 Prinsip penatalaksanaan 31 Kriteria pengendalian 45 PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI xi Perkumpulan Endokrinologi Indonesia III.3 Pengelolaan Terintegrasi Risiko Kardiovaskular pada Diabetes Melitus 47 Dislipidemia 47 Hipertensi 48 Obesitas 50 Gangguan koagulasi 51 III.4 Penyulit Diabetes Melitus 52 Penyulit akut 52 Penyulit menahun 56 III.5 Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 57 Pencegahan primer 57 Pencegahan sekunder 60 Pencegahan tersier 61 masalah – masalah khusus IV.1 Diabetes dengan INFEKSI 62 IV.2 Diabetes dengan KAKI DIABETES 65 IV.3 Diabetes dengan OSTEOMIELITIS 69 IV.4 Diabetes dengan PENYAKIT PEMBULUH DARAH PERIFER 70 IV.5 Diabetes dengan SELULITIS dan FASITIS NEKROTIKAN 72 IV.6 Diabetes dengan NEFROPATI DIABETIK 73 IV.7 Diabetes dengan DISFUNGSI EREKSI 74 IV.8 Diabetes dengan KEHAMILAN 76 IV.9 Diabetes dengan IBADAH PUASA 78 IV.10 Diabetes dengan PENGELOLAAN PERIOPERATIF 83 IV.11 Diabetes dengan PENGGUNAAN STEROID 83 IV.12 Diabetes dengan RETINOPATI DIABETIK 84 IV.13 Diabetes dengan PENYAKIT KRITIS 85 sistem rujukan penutup PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI xii Perkumpulan Endokrinologi Indonesia DAFTAR TABEL 1. Peringkat Bukti Eekomendasi Praktis Klinis 4 2. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus 10 3. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus 11 4. Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes dan Prediabetes 12 5. Komponen Evaluasi Komprehensif Pasien Diabetes 14 6. Elemen Edukasi Perawatan Kaki 16 7. Profil Obat Antihiperglikemia Oral yang Tersedia di Indonesia 26 8. Klasifikasi Kategori Risiko Kardiovaskular pada Pasien Diabetes 35 9. Keuntungan, Kerugian dan Biaya Obat Anti Hiperglikemik 37 10. Prosedur Pemantauan Glukosa Darah 45 11. Sasaran Pengendalian Diabetes Melitus 45 12. Konversi Glukosa Darah Rerata ke Perkiraan HbA1c 46 13. Rekomendasi Pemberian Statin pada Pasien Diabetes 48 14. Tanda dan Gejala Hipoglikemia pada Orang Dewasa 53 15. Klasifikasi Hipoglikemia menurut ADA 2020 53 16. Klasifikasi Kaki Diabetes dengan Ulkus (Wagner) 67 17. Klasifikasi PEDIS pada Ulkus Diabetik 67 18. Derajat Infeksi pada Kaki Diabetes 68 19. Penilaian Hasil Pemeriksaan Ankle Brachial Index 71 20. Kuesioner Intenational Index of Erectile Function 5 75 21. Kategori Risiko terkait Puasa Ramadhan pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 79 PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI xiii Perkumpulan Endokrinologi Indonesia DAFTAR GAMBAR 1. The Egregious Eleven 7 2. Cara Pelaksanaan TTGO 12 3. Algoritma Pengobatan DM Tipe 2 32 4. Algoritma Inisiasi dan Intensifikasi Pengobatan Injeksi 40 5. Tata Kelola Diabetes Melitus di PPK 1 atau Dokter Umum 91 LAMPIRAN 1. Daftar Obat Antihiperglikemik Oral 2. Berbagai Jenis Sediaan Insulin Eksogen 3. Jenis Obat GLP-1 RA 4. Jenis Obat Kombinasi Insulin dengan GLP-1 RA PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI xiv Perkumpulan Endokrinologi Indonesia BAB I - PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Hiperglikemia adalah suatu kondisi medis berupa peningkatan kadar glukosa darah melebihi normal yang menjadi karakteristik beberapa penyakit terutama diabetes melitus di samping berbagai kondisi lainnya. Diabetes melitus (DM) saat ini menjadi salah satu ancaman kesehatan global. Berdasarkan penyebabnya, DM dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional dan DM tipe lain. Pada pedoman ini, hiperglikemia yang dibahas adalah yang terkait dengan DM tipe 2. Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe 2 di berbagai penjuru dunia. Organisasi WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah pasien DM tipe 2 yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. Badan kesehatan dunia WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien DM tipe 2 di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Prediksi International Diabetes Federation (IDF) juga menunjukkan bahwa pada tahun 2019 - 2030 terdapat kenaikan jumlah pasien DM dari 10,7 juta menjadi 13,7 juta pada tahun 2030. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa, dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah urban dan 7,2% pada daerah rural, sehingga diperkirakan pada tahun 2003 didapatkan 8,2 juta pasien DM di daerah rural. Berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%), maka diperkirakan terdapat 28 juta pasien diabetes di daerah urban dan 13,9 juta di daerah rural. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 oleh Departemen Kesehatan menunjukkan peningkatan prevalensi DM menjadi 8,5%. Peningkatan tersebut seiring dengan meningkatnya obesitas yang merupakan salah satu faktor risiko diabetes, yaitu 14,8 % pada data RISKESDAS tahun 2013 menjadi 21,8% pada tahun 2018. Hal ini seiring pula dengan peningkatan prevalensi berat badan lebih dari 11,5% menjadi 13,6%, dan untuk obesitas sentral (lingkar pinggang 90cm pada laki-laki dan 80cm pada perempuan) meningkat dari 26,6% menjadi 31%. Data-data di atas menunjukkan bahwa jumlah pasien DM di Indonesia PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 1 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia sangat besar dan merupakan beban yang berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis/subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga kesehatan. Komplikasi yang terjadi akibat penyakit DM dapat berupa gangguan pada pembuluh darah baik makrovaskular maupun mikrovaskular, serta gangguan pada sistem saraf atau neuropati. Gangguan ini dapat terjadi pada pasien DM tipe 2 yang sudah lama menderita penyakit atau DM tipe 2 yang baru terdiagnosis. Komplikasi makrovaskular umumnya mengenai organ jantung, otak dan pembuluh darah, sedangkan gangguan mikrovaskular dapat terjadi pada mata dan ginjal. Keluhan neuropati juga umum dialami oleh pasien DM, baik neuropati motorik, sensorik ataupun neuropati otonom. Penyakit DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan meningkatnya biaya kesehatan yang cukup besar, oleh karena itu semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah, sudah seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan DM, khususnya dalam upaya pencegahan. Pengelolaan penyakit ini memerlukan peran serta dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lain. Pada strategi pelayanan kesehatan bagi pasien DM, peran dokter umum menjadi sangat penting sebagai ujung tombak di pelayanan kesehatan primer. Kasus DM sederhana tanpa penyulit dapat dikelola dengan tuntas oleh dokter umum di pelayanan kesehatan primer. Pasien DM dengan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol perlu tatalaksana secara komprehensif sebagai upaya pencegahan komplikasi. Tatalaksana tersebut dapat dilaksanakan di setiap fasilitas layanan kesehatan dengan masyarakat. Peran pasien dan keluarga pada pengelolaan penyakit DM juga sangat penting, karena DM merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup. Oleh karena itu diperlukan edukasi kepada pasien dan keluarganya untuk memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit, dan penatalaksanaan DM. Hal ini akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan keluarga dalam usaha memperbaiki hasil pengelolaan. Keberadaan organisasi profesi seperti PERKENI dan IDAI, serta perkumpulam pemerhati DM seperti PERSADIA, PEDI, dan yang lain menjadi sangat dibutuhkan. Organisasi profesi dapat meningkatkan kemampuan tenaga profesi kesehatan dalam penatalaksanaan DM dan perkumpulan yang lain dapat membantu meningkatkan pengetahuan pasien DM tentang penyakitnya dan meningkatkan peran aktif mereka untuk ikut serta dalam pengelolaan dan pengendalian DM, sehingga dapat menekan angka kejadian PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 2 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia penyulit DM. Penyempurnaan dan revisi standar pelayanan harus selalu dilakukan secara berkala dan disesuaikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang berbasis bukti, sehingga dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi pasien DM. I.2 Permasalahan Data RISKESDAS 2018 menjelaskan prevalensi DM nasional adalah sebesar 8,5 persen atau sekitar 20,4 juta orang Indonesia terdiagnosis DM. Pasien DM juga sering mengalami komplikasi akut dan kronik yang serius, dan dapat menyebabkan kematian. Masalah lain terkait penanganan DM adalah permasalahan geografis, budaya, dan sosial yang beragam. Hal hal tersebut menjadi dasar bahwa penanganan diabetes memerlukan panduan nasional pelayanan kedokteran yang bertujuan memberikan layanan pada pasien atau masyarakat sesuai kebutuhan medis berdasarkan nilai ilmiah serta mempertahankan mutu pelayanan kedokteran di Indonesia. Organisasi IDF memperkirakan akan terjadi peningkatan pasien DM yang cepat di Indonesia. Hal ini harus ditanggapi dengan upaya pencegahan yang terstruktur dan terprogram secara nasional. Upaya kuratif dan preventif ini melibatkan berbagai disiplin ilmu sesuai dengan kompetensi dan penugasan klinis yang berlaku di Indonesia. Metoda penanganan dan pencegahan DM tipe 2 harus seragam dalam upaya meningkatkan keselamatan dan kualitas hidupnya. Keadaan inilah yang mendukung perlunya disusun Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 Dewasa. I.3 Tujuan I.3.1 Tujuan Umum Pedoman ini dibuat dengan tujuan untuk: 1. Memberikan rekomendasi yang berbasis bukti tentang pengelolaan DM tipe 2. 2. Pedoman untuk pengembangan sistem pelayanan kesehatan DM tipe 2 di tingkat layanan primer dan rujukan yang komprehensif dan terintegrasi di setiap fasilitas. I.3.2 Tujuan Khusus Menyajikan sumber-sumber dari kepustakaan dan data dari dalam dan luar negeri dalam upaya mewujudkan hal-hal sebagai berikut: 1. Sebagai standar penapisan, pemeriksaan dan pengelolaan DM Tipe 2 pada fasilitas pelayanan kesehatan primer dan rujukan. PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 3 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia 2. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi pasien DM tipe 2. 3. Standar acuan meningkatkan peran serta organisasi profesi. I.4 Sasaran Dokter yang memiliki kewenangan klinis sesuai dengan tingkat kompetensinya. I.5 Metodologi I.5.1 Penelusuran Kepustakaan Pedoman ini menggunakan sumber pustaka dari berbagai jurnal, termasuk jurnal elektronik seperti MedScape, PubMed, dengan menggunakan kata kunci penelusuran: Diabetes Care, Treatment of Diabetes. Penyusunan buku pedoman juga menggunakan konsensus dari American Diabetes Association (ADA), International Diabetes Federation (IDF), American Association of Clinical Endocrinologist (AACE) dan National Institute for Health and Clinical Excellent (NICE) sebagai rujukan. I.5.2 Penilaian – Telaah Kritis Pustaka Setiap bukti yang diperoleh telah dilakukan telaah kritis. Pada kasus tertentu melibatkan berbagai disiplin ilmu yang terkait, di antaranya spesialis anak, bedah vaskular, kedokteran fisik dan rehabilitasi, mata, urologi, kardiologi, ginjal, farmasi, patologi klinik, radiologi, dan lain-lain sehingga dapat dilakukan pendekatan yang multidisiplin. I.5.3 Peringkat Bukti untuk Rekomendasi Praktik Klinis Tabel 1. Peringkat Bukti untuk Rekomendasi Praktik Klinis Peringkat Penjelasan Bukti Bukti jelas yang didapatkan dari generalisasi percobaan klinis terandomisasi yang cukup mendukung dan dilakukan dengan baik, antara lain: 1. Bukti yang didapatkan dari percobaan multisenter yang dilakukan dengan baik. 2. Bukti yang didapatkan dari meta-analisis yang menggabungkan peringkat kualitas pada analisis. A Penarikan b k i nonek perimen al ai All or None dengan a ran ang dikembangkan oleh p a Evidence-Based Medicine di Universitas Oxford. Bukti pendukung yang didapatkan dari percobaan terandomisasi yang cukup mendukung dan dilakukan dengan baik, antara lain: 1. Bukti yang didapatkan dari percobaan yang dilakukan dengan baik pada satu atau lebih institusi. Bukti yang didapatkan dari meta-analisis yang menggabungkan peringkat kualitas pada analisis. Bukti pendukung yang didapatkan dari studi kohort yang dilakukan dengan baik. B 1. Bukti yang didapatkan dari studi kohort prospektif yang dilakukan dengan baik atau registri. PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 4 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia 2. Bukti yang didapatkan dari meta-analisis yang dilakukan dengan baik pada studi kohort. Bukti pendukung yang didapatkan dari kontrol yang buruk atau studi yang tidak terkontrol. 1. Bukti yang didapatkan dari percobaan klinis terandomisasi dengan satu atau lebih kesalahan major atau tiga atau lebih kesalahan minor pada metodologi yang dapat membuat hasil C tidak berlaku. C 2. Bukti yang didapatkan dari studi observasional dengan potensial bias yang tinggi (seperti case series dengan perbandingan historical controls). 3. Bukti yang didapatkan dari case series atau case reports. Bukti yang bertentangan dengan berat bukti yang mendukung rekomendasi. E Konsensus ahli atau pengalaman klinis Indonesia sampai saat ini belum menetapkan derajat rekomendasi berdasarkan bukti penelitian sendiri, sehingga derajat rekomendasi yang akan digunakan ini mengacu dari ADA 2019 dan 2020. PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 5 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia BAB. II DEFINISI, PATOGENESIS, KLASIFIKASI II.1 Definisi Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. II.2 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe 2 Resistensi insulin pada sel otot dan hati, serta kegagalan sel beta pankreas telah dikenal sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2. Hasil penelitian terbaru telah diketahui bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat dari yang diperkirakan sebelumnya. Organ lain yang juga terlibat pada DM tipe 2 adalah jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi inkretin), sel alfa pankreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan otak (resistensi insulin), yang ikut berperan menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Saat ini sudah ditemukan tiga jalur patogenesis baru dari ominous octet yang memperantarai terjadinya hiperglikemia pada DM tipe 2. Sebelas organ penting dalam gangguan toleransi glukosa ini (egregious eleven) perlu dipahami karena dasar patofisiologi ini memberikan konsep: 1. Pengobatan harus ditujukan untuk memperbaiki gangguan patogenesis, bukan hanya untuk menurunkan HbA1c saja 2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasarkan pada kinerja obat sesuai dengan patofisiologi DM tipe 2. 3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau memperlambat progresivitas kerusakan sel beta yang sudah terjadi pada pasien gangguan toleransi glukosa. Schwartz pada tahun 2016 menyampaikan, bahwa tidak hanya otot, hepar, dan sel beta pankreas saja yang berperan sentral dalam patogenesis pasien DM tipe 2 tetapi terdapat delapan organ lain yang berperan, disebut sebagai the egregious eleven (Gambar 1). PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 6 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Gambar 1. The Egregious Eleven SUMBER : Schwatrz SS, et al. The time is right for a new classification system for diabetes rationale and implications of the - cell-centric classification schema. Diabetes Care. 2016; 39: 179 - 86 Secara garis besar patogenesis hiperglikemia disebabkan oleh sebelas hal (egregious eleven) yaitu: 1. Kegagalan sel beta pankreas Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat berkurang. Obat anti diabetik yang bekerja melalui jalur ini adalah sulfonilurea, meglitinid, agonis glucagon-like peptide (GLP-1) dan penghambat dipeptidil peptidase-4 (DPP-4). 2. Disfungsi sel alfa pankreas Sel alfa pankreas merupakan organ ke-6 yang berperan dalam hiperglikemia dan sudah diketahui sejak 1970. Sel alfa berfungsi pada sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan produksi glukosa hati (hepatic glucose production) dalam keadaan basal meningkat secara bermakna dibanding individu yang normal. Obat yang menghambat sekresi glukagon atau menghambat reseptor glukagon meliputi GLP-1 receptor agonist (GLP-1 RA), penghambat DPP-4 dan amilin. PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 7 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia 3. Sel lemak Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas (free fatty acid/FFA) dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di hepar dan otot, sehingga mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini disebut sebagai lipotoksisitas. Obat yang bekerja dijalur ini adalah tiazolidinedion. 4. Otot Pada pasien DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang multipel di intramioselular, yang diakibatkan oleh gangguan fosforilasi tirosin, sehingga terjadi gangguan transport glukosa dalam sel otot, penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa. Obat yang bekerja di jalur ini adalah metformin dan tiazolidinedion. 5. Hepar Pada pasien DM tipe 2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu glukoneogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh hepar (hepatic glucose production) meningkat. Obat yang bekerja melalui jalur ini adalah metformin, yang menekan proses glukoneogenesis. 6. Otak Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang obese baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya resistensi insulin yang juga terjadi di otak. Obat yang bekerja di jalur Ini adalah GLP-1 RA, amilin dan bromokriptin. 7. Kolon/Mikrobiota Perubahan komposisi mikrobiota pada kolon berkontribusi dalam keadaan hiperglikemia. Mikrobiota usus terbukti berhubungan dengan DM tipe 1, DM tipe 2, dan obesitas sehingga menjelaskan bahwa hanya sebagian individu berat badan berlebih akan berkembang menjadi DM. Probiotik dan prebiotik diperkirakan sebagai mediator untuk menangani keadaan hiperglikemia. PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 8 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia 8. Usus halus Glukosa yang ditelan memicu respons insulin jauh lebih besar dibanding bilar diberikan secara intravena. Efek yang dikenal sebagai efek inkretin ini diperankan oleh 2 hormon yaitu glucagon-like polypeptide-1 (GLP-1) dan glucose-dependent insulinotrophic polypeptide atau disebut juga gastric inhibitory polypeptide (GIP). Pada pasien DM tipe 2 didapatkan defisiensi GLP-1 dan resisten terhadap hormon GIP. Hormon inkretin juga segera dipecah oleh keberadaan enzim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit. Obat yang bekerja menghambat kinerja DPP-4 adalah penghambat DPP-4. Saluran pencernaan juga mempunyai peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kinerja enzim alfa glukosidase yang akan memecah polisakarida menjadi monosakarida, dan kemudian diserap oleh usus sehingga berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan. Obat yang bekerja untuk menghambat kinerja enzim alfa glukosidase adalah acarbosa. 9. Ginjal Ginjal merupakan organ yang diketahui berperan dalam patogenesis DM tipe 2. Ginjal memfiltrasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Sembilan puluh persen dari glukosa terfiltrasi ini akan diserap kembali melalui peran enzim sodium glucose co-transporter -2 (SGLT-2) pada bagian convulated tubulus proksimal, dan 10% sisanya akan diabsorbsi melalui peran sodium glucose co-transporter - 1 (SGLT-1) pada tubulus desenden dan asenden, sehingga akhirnya tidak ada glukosa dalam urin. Pada pasien DM terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2, sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi glukosa di dalam tubulus ginjal dan mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah. Obat yang menghambat kinerja SGLT-2 ini akan menghambat reabsorbsi kembali glukosa di tubulus ginjal sehingga glukosa akan dikeluarkan lewat urin. Obat yang bekerja di jalur ini adalah penghambar SGLT- 2. Dapaglifozin, empaglifozin dan canaglifozin adalah contoh obatnya. 10. Lambung Penurunan produksi amilin pada diabetes merupakan konsekuensi kerusakan sel beta pankreas. Penurunan kadar amilin menyebabkan percepatan pengosongan lambung dan peningkatan absorpsi glukosa di usus halus, yang berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa postprandial. PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 9 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia 11. Sistem Imun Terdapat bukti bahwa sitokin menginduksi respon fase akut (disebut sebagai inflamasi derajat rendah, merupakan bagian dari aktivasi sistem imun bawaan/innate) yang berhubungan erat dengan patogenesis DM tipe 2 dan berkaitan dengan komplikasi seperti dislipidemia dan aterosklerosis. Inflamasi sistemik derajat rendah berperan dalam induksi stres pada endoplasma akibat peningkatan kebutuhan metabolisme untuk insulin. DM tipe 2 ditandai dengan resistensi insulin perifer dan penurunan produksi insulin, disertai dengan inflamasi kronik derajat rendah pada jaringan perifer seperti adiposa, hepar dan otot. Beberapa dekade terakhir, terbukti bahwa adanya hubungan antara obesitas dan resistensi insulin terhadap inflamasi. Hal tersebut menggambarkan peran penting inflamasi terhadap patogenesis DM tipe 2, yang dianggap sebagai kelainan imun (immune disorder). Kelainan metabolik lain yang berkaitan dengan inflamasi juga banyak terjadi pada DM tipe 2. II.3 Klasifikasi Klasifikasi DM dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus Klasifikasi Deskripsi Destruksi sel beta pankreas, umumnya berhubungan dengan defisiensi insulin absolut Tipe 1 - Autoimun - Idiopatik Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin Tipe 2 relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Diabetes yang didiagnosis pada trimester kedua atau ketiga kehamilan Diabetes melitus dimana sebelum kehamilan tidak didapatkan diabetes gestasional - Sindroma diabetes monogenik (diabetes neonatal, maturity onset diabetes of the young [MODY]) Tipe spesifik - Penyakit eksokrin pankreas (fibrosis kistik, pankreatitis) yang berkaitan - Disebabkan oleh obat atau zat kimia (misalnya penggunaan dengan penyebab glukokortikoid pada terapi HIV/AIDS atau setelah transplantasi lain organ) PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 10 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia BAB III. PENGELOLAAN DIABETES MELITUS TIPE 2 III.1 Diagnosis Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah dan HbA1c. Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Berbagai keluhan dapat ditemukan pada pasien DM. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti: Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. Tabel 3. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.(B) Atau Pemeriksaan glukosa plasma 200 mg/dL 2-jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram. (B) Atau Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL dengan keluhan klasik atau krisis hiperglikemia. Atau Pemeriksaan HbA1c 6,5% dengan menggunakan metode yang terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP) dan Diabetes Control and Complications Trial assay (DCCT). (B) Catatan: Saat ini tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standard NGSP, sehingga harus hati- hati dalam membuat interpretasi terhadap hasil pemeriksaan HbA1c. Pada kondisi tertentu seperti: anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2 - 3 bulan terakhir, kondisi-kondisi yang memengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal maka HbA1c tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis maupun evaluasi. Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria normal atau kriteria DM digolongkan ke dalam kelompok prediabetes yang meliputi toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma puasa antara 100 125 mg/dL dan pemeriksaan TTGO glukosa plasma 2-jam < 140 mg/dL; PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 11 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Toleransi Glukosa Terganggu (TGT): Hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 - jam setelah TTGO antara 140 199 mg/dL dan glukosa plasma puasa < 100 mg/dL Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT Diagnosis prediabetes dapat juga ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan HbA1c yang menunjukkan angka 5,7 6,4%. Tabel 4. Kadar Tes Laboratorium Darah untuk Diagnosis Diabetes dan Prediabetes. HbA1c (%) Glukosa darah Glukosa plasma 2 jam setelah puasa (mg/dL) TTGO (mg/dL) Diabetes 6,5 126 200 Pre-Diabetes 5,7 6,4 100 125 140 199 Normal < 5,7 70 99 70 139 Gambar 2. Cara Pelaksanaan TTGO (WHO, 1994) Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan (dengan karbohidrat yang cukup) dan 1. melakukan kegiatan jasmani seperti kebiasaan sehari - hari Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa 2. glukosa tetap diperbolehkan Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 3. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 g/kgBB (anak - anak), dilarutkan dalam air 4. 250 ml dan diminum dalam waktu 5 menit Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum 5. larutan glukosa selesai Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa 6. Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok 7. Pemeriksaan penyaring dilakukan untuk menegakkan diagnosis DM tipe 2 dan prediabetes pada kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan gejala klasik DM (B) yaitu: 1. Kelompok dengan berat badan lebih (Indeks Massa Tubuh [IMT] 23 kg/m2) yang disertai dengan satu atau lebih faktor risiko sebagai berikut : PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 12 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia a. Aktivitas fisik yang kurang. b. First-degree relative DM (terdapat faktor keturunan DM dalam keluarga). c. Kelompok ras/etnis tertentu. d. Perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4 kg atau mempunyai riwayat diabetes melitus gestasional (DMG). e. Hipertensi ( 140/90 mmHg atau sedang mendapat terapi untuk hipertensi). f. HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL. g. Wanita dengan sindrom polikistik ovarium. h. Riwayat prediabetes. i. Obesitas berat, akantosis nigrikans. j. Riwayat penyakit kardiovaskular. 2. Usia > 45 tahun tanpa faktor risiko di atas. Catatan: Kelompok risiko tinggi dengan hasil pemeriksaan glukosa plasma normal sebaiknya diulang setiap 3 tahun (E), kecuali pada kelompok prediabetes pemeriksaan diulang tiap 1 tahun (E). Pada keadaan yang tidak memungkinkan dan tidak tersedia fasilitas pemeriksaan TTGO, maka pemeriksaan penyaring dengan mengunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler diperbolehkan untuk patokan diagnosis DM. III.2 Penatalaksanaan Diabetes Melitus Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes. Tujuan penatalaksanaan meliputi : 1. Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut. 2. Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati. 3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara komprehensif. PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 13 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia III.2.1 Langkah-langkah Penatalaksanaan Umum Evaluasi pemeriksaan fisik dan komplikasi dilakukan di Pelayanan Kesehatan Primer. Jika fasilitas belum tersedia maka pasien dapat dirujuk ke Pelayanan Kesehatan Sekunder dan/atau Tersier. Tabel 5. Komponen Evaluasi Komprehensif Pasien Diabetes KUNJUNGAN KUNJUNGAN KONTROL PERTAMA BERIKUTNYA TAHUNAN (Kontrol Bulanan) Riwayat Diabetes o Karakteristik saat onset diabetes (usia dan gejala) √ o Riwayat pengobatan sebelumnya yang pernah diperoleh, termasuk √ terapi gizi medis dan penyuluhan o Pengobatan lain yang berpengaruh terhadap glukosa darah √ Riwayat Keluarga Riwayat o Riwayat diabetes dan penyakit endokrin lain dalam keluarga √ Penyakit dan Riwayat Komplikasi dan Penyakit Komorbid Pasien Riwayat o Riwayat komplikasi akut (KAD, SHH, atau hipoglikemia) √ √ √ o Komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular √ √ Keluarga o Riwayat infeksi sebelumnya (ineksi kulit, gigi dan traktus urogenital) √ √ o Kormobiditas (hipertensi, obesitas, penyakit jantung koroner atau √ √ abnormalitas kadar lemak darah) o Kunjungan ke spesialis √ √ √ Riwayat Interval o Perubahan riwayat pengobatan/riwayat keluarga sejak kunjungan √ √ terakhir Faktor Gaya o Pola makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan √ √ √ o Status aktifitas fisik dan pola tidur √ √ √ Hidup o Merokok, dan penggunaan alcohol √ √ Riwayat o Pengobatan yang sedang dijalani yaitu jenis obat, perencanaan √ √ √ makan dan program latihan jasmani Pengobatan o Pola pengobatan yang sedang dijalani √ √ √ dan Vaksinasi o Intoleransi dan efek samping terhadap pengobatan √ √ √ o Riwayat Vaksinasi √ √ Kondisi o Karakteristik budaya, psikososial, pendidikan dan status ekonomi √ √ Psikososial o Pengukuran tinggi dan berat badan √ √ √ o Pengukuran tekanan darah √ √ √ o Penilaian terhadap hipotensi ortostatik (pengukuran TD dalam √ posisi berdiri dan duduk) o Pemeriksaan jantung √ √ √ o Pemeriksaan funduskopi (rujuk ke spesialis mata) √ √ o Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid √ √ Pemeriksaan o Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun dengan stetoskop. √ √ √ Fisik o Pemeriksaan kaki komprehensif o Evaluasi integritas kulit, pembentukan kalus, deformitas atau ulkus √ √ o Evaluasi neuropati (dengan monofilament 10 gram) o Skrining PAD (pulsasi pedis – pemeriksaan ABI) √ √ √ √ o Pemeriksaan kulit (akantosis nigrikans, bekas luka, hiperpigmentasi, √ √ √ necrobiosis diabeticorum, kulit kering, dan bekas lokasi penyuntikan insulin). Pemeriksaan o Pemeriksaan kadar HbA1c √ √ √ o Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah TTGO √ √ √ Laboratorium Penapisan Komplikasi PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 14 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia dan o Profil lipid pada keadaan puasa: kolesterol total, High Density √ √ Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan trigliserida. Penunjang o Tes fungsi hati √ √ o Tes fungsi ginjal: Kreatinin serum dan estimasi LFG (Laju Filtrasi √ √ Glomerulus) o Tes urin rutin √ √ o Albumin urin kuantitatif √ √ o Rasio albumin-kreatinin sewaktu. √ √ o Elektrokardiogram √ √ o Foto Rontgen dada √ √ (bila ada indikasi: TBC, penyakit jantung kongestif). III.2.2 Langkah-langkah Penatalaksanaan Khusus Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Pada keadaan emergensi dengan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, atau adanya ketonuria, harus segera dirujuk ke pelayanan kesehatan sekunder atau tersier. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tersebut dapat dilakukan setelah mendapat pelatihan khusus. III.2.2.1 Edukasi Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik (B). Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. a. Materi edukasi pada tingkat awal dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Primer yang meliputi: Materi tentang perjalanan penyakit DM. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan. Penyulit DM dan risikonya. Intervensi non-farmakologi dan farmakologis serta target pengobatan. Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat antihiperglikemia oral atau insulin serta obat-obatan lain. Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika alat pemantauan glukosa darah mandiri tidak PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 15 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia tersedia). Mengenal gejala dan penanganan awal hipoglikemia Pentingnya latihan jasmani yang teratur Pentingnya perawatan kaki. Cara menggunakan fasilitas perawatan kesehatan (B) b. Materi edukasi pada tingkat lanjut dilaksanakan di Pelayanan Kesehatan Sekunder dan/atau Tersier, yang meliputi: Mengenal dan mencegah penyulit akut DM. Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM. Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain. Rencana untuk kegiatan khusus (contoh : olahraga prestasi) Kondisi khusus yang dihadapi (contoh : hamil, puasa, kondisi rawat inap) Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM. Pemerliharaan/perawatan kaki. (elemen perawatan kaki dapat dilihat pada Tabel 5) Tabel 6. Elemen Edukasi Perawatan Kaki Edukasi perawatan kaki diberikan secara rinci pada semua orang dengan ulkus maupun neuropati perifer dan peripheral arterial disease (PAD) 1. Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di pasir dan air. 2. Periksa kaki setiap hari dan dilaporkan pada dokter apabila kulit terkelupas, kemerahan, atau luka. 3. Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya. 4. Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, tidak basah, dan mengoleskan krim pelembab pada kulit kaki yang kering. 5. Potong kuku secara teratur. 6. Keringkan kaki dan sela sela jari kaki secara teratur setelah dari kamar mandi. 7. Gunakan kaos kaki dari bahan katun yang tidak menyebabkan lipatan pada ujung ujung jari kaki. 8. Kalau ada kalus atau mata ikan, tipiskan secara teratur. 9. Jika sudah ada kelainan bentuk kaki, gunakan alas kaki yang dibuat khusus. 10. Sepatu tidak boleh terlalu sempit atau longgar, jangan gunakan hak tinggi. 11. Hindari penggunaan bantal atau botol berisi air panas/batu untuk menghangatkan kaki. PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 16 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Perilaku hidup sehat bagi pasien DM adalah memenuhi anjuran : Mengikuti pola makan sehat. Meningkatkan kegiatan jasmani dan latihan jasmani yang teratur Menggunakan obat DM dan obat lainya pada keadaan khusus secara aman dan teratur. Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan hasil pemantauan untuk menilai keberhasilan pengobatan. Melakukan perawatan kaki secara berkala. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat. Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung dengan kelompok pasien diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan pasien DM. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi DM adalah: Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya kecemasan. Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang sederhana dan dengan cara yang mudah dimengerti. Melakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan simulasi. Mendiskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan pasien. Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium. Melakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima. Memberikan motivasi dengan memberikan penghargaan. Melibatkan keluarga/pendamping dalam proses edukasi. Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan pasien dan keluarganya. Gunakan alat bantu audio visual. III.2.2.2 Terapi Nutrisi Medis (TNM) Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DM secara komprehensif. (A) Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 17 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarganya). TNM sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap pasien DM agar mencapai sasaran. (A) Prinsip pengaturan makan pada pasien DM hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pasien DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri. A. Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari: Karbohidrat o Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45 65% total asupan energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi. o Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan. o Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga pasien diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain. o Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi. o Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan makanan selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari. Lemak o Asupan lemak dianjurkan sekitar 20 25% kebutuhan kalori, dan tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. o Komposisi yang dianjurkan: lemak jenuh (SAFA) < 7 % kebutuhan kalori. lemak tidak jenuh ganda (PUFA) < 10 %. selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) sebanyak 12-15% Rekomendasi perbandingan lemak jenuh: lemak tak jenuh tunggal: lemak tak jenuh ganda = 0.8 : 1.2: 1. o Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu fullcream. o Konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah < 200 mg/hari. PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 18 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Protein o Pada pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya bernilai biologik tinggi. o Pasien DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan protein menjadi 1 1,2 g/kg BB perhari. o Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe. Sumber bahan makanan protein dengan kandungan saturated fatty acid (SAFA) yang tinggi seperti daging sapi, daging babi, daging kambing dan produk hewani olahan sebaiknya dikurangi untuk dikonsumsi. Natrium o Anjuran asupan natrium untuk pasien DM sama dengan orang sehat yaitu < 1500 mg per hari. (B). o Pasien DM yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan pengurangan natrium secara individual (B). o Pada upaya pembatasan asupan natrium ini, perlu juga memperhatikan bahan makanan yang mengandung tinggi natrium antara lain adalah garam dapur, monosodium glutamat, soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit. Serat o Pasien DM dianjurkan mengonsumsi serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat. o Jumlah konsumsi serat yang disarankan adalah 20 35 gram per hari. Pemanis Alternatif o Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake/ADI). Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori. o Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol dan fruktosa. o Glukosa alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol. PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 19 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia o Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada pasien DM karena dapat meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada alasan menghindari makanan seperti buah dan sayuran yang mengandung fruktosa alami. o Pemanis tak berkalori termasuk aspartam, sakarin, acesulfame potasium, sukrose, neotame. B. Kebutuhan Kalori Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan pasien DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25 30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain. Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah sebagai berikut: Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang dimodifikasi: o Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg o Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi: Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm 100) x 1 kg BB normal : BB ideal ± 10 % Kurus : kurang dari BB ideal 10% Gemuk : lebih dari BB ideal + 10% Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus : IMT = BB (kg)/TB (m2) Klasifikasi IMT : o BB kurang < 18,5 o BB normal 18,5 22,9 o BB lebih 23,0 - Dengan risiko 23,0 24,9 - Obese I 25,0 29,9 - Obese II 30 PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 20 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia *) WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment. Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain : Jenis Kelamin Kebutuhan kalori basal perhari untuk perempuan sebesar 25 kal/kgBB sedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB. Umur o Pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk setiap dekade antara 40 dan 59 tahun. o Pasien usia di antara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%. o Pasien usia di atas usia 70 tahun, dikurangi 20%. Aktivitas Fisik atau Pekerjaan o Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. o Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada keadaan istirahat. o Penambahan sejumlah 20% pada pasein dengan aktivitas ringan : pegawai kantor, guru, ibu rumah tangga o Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang : pegawai industri ringan, mahasiswa, militer yang sedang tidak perang o Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani, buruh, atlet, militer dalam keadaan latihan o Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat berat : tukang becak, tukang gali. Stres Metabolik o Penambahan 10 30% tergantung dari beratnya stress metabolik (sepsis, operasi, trauma). Berat Badan o Pasien DM yang gemuk, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 20 30% tergantung kepada tingkat kegemukan. PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 21 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia o Pasien DM kurus, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20 30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. o Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 1200 kal perhari untuk wanita dan 1200 1600 kal perhari untuk pria. Secara umum, makanan siap saji dengan jumlah kalori yang terhitung dan komposisi tersebut di atas, dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (10 - 15%) di antaranya. Tetapi pada kelompok tertentu perubahan jadwal, jumlah dan jenis makanan dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk pasien DM yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyerta. III.2.2.3 Latihan Fisik Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Program latihan fisik secara teratur dilakukan 3 5 hari seminggu selama sekitar 30 45 menit, dengan total 150 menit per minggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut. (A). Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam latihan fisik. Latihan fisik selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan fisik yang dianjurkan berupa latihan fisik yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50 70% denyut jantung maksimal) seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. (A) Denyut jantung maksimal dihitung dengan cara mengurangi 220 dengan usia pasien. Pasien diabetes dengan usia muda dan bugar dapat melakukan 90 menit/minggu dengan latihan aerobik berat, mencapai > 70% denyut jantung maksimal. Pemeriksaan glukosa darah dianjurkan sebelum latihan fisik. Pasien dengan kadar glukosa darah < 100 mg/dL harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila > 250 mg/dL dianjurkan untuk menunda latihan fisik. Pasien diabetes asimptomatik tidak diperlukan pemeriksaan medis khusus sebelum memulai aktivitas fisik intensitas ringan-sedang, seperti berjalan cepat. Subyek yang akan melakukan latihan intensitas tinggi atau memiliki kriteria risiko tinggi harus dilakukan pemeriksaan medis dan uji latih sebelum latihan fisik PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 22 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Pada pasien DM tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis, hipertensi yang tidak terkontrol, retinopati, nefropati) dianjurkan juga melakukan resistance training (latihan beban) 2 3 kali/perminggu (A) sesuai dengan petunjuk dokter. Latihan fisik sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran fisik. Intensitas latihan fisik pada pasien DM yang relatif sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada pasien DM yang disertai komplikasi intesitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan dengan masing-masing individu. III.2.2.4 Terapi Farmakologis Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral (lampiran 1) dan bentuk suntikan. 1. Obat Antihiperglikemia Oral Berdasarkan cara kerjanya, obat anti-hiperglikemia oral dibagi menjadi 6 golongan: a. Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue) Sulfonilurea Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan fungsi hati dan ginjal). Contoh obat dalam golongan ini adalah glibenclamide, glipizide, glimepiride, gliquidone dan gliclazide. Glinid Glinid merupakan obat yang cara kerjanya mirip dengan sulfonilurea, namun berbeda lokasi reseptor, dengan hasil akhir berupa penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 23 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia. Obat golongan glinid sudah tidak tersedia di Indonesia. b. Peningkat Sensitivitas terhadap Insulin (Insulin Sensitizers) Metformin Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DM tipe 2. Dosis metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (LFG 30 60 ml/menit/1,73 m2). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa keadaan seperti LFG < 30 mL/menit/1,73 m2, adanya gangguan hati berat, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik), gagal jantung NYHA (New York Heart Association) fungsional kelas III-IV. Efek samping yang mungkin terjadi adalah gangguan saluran pencernaan seperti dispepsia, diare, dan lain-lain. Tiazolidinedion (TZD) Tiazolidinedion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma), suatu reseptor inti yang terdapat antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolidinedion menyebabkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA fungsional kelas III-IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah pioglitazone. c. Penghambat Alfa Glukosidase Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim alfa glukosidase di saluran pencernaan sehingga menghambat absorpsi glukosa dalam usus hal Penghamba gl ko ida e alfa idak dig nakan pada keadaan LFG 30 ml/min/1,73 m2, gangguan faal hati yang berat, irritable bowel syndrome (IBS). Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 24 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Guna mengurangi efek samping pada awalnya dapat diberikan dengan dosis kecil. Contoh obat golongan ini adalah acarbose. d. Penghambat enzim Dipeptidil Peptidase-4 Dipeptidil peptidase-4 (DPP-4) adalah suatu serin protease, yang didistribusikan secara luas dalam tubuh. Enzim ini memecah dua asam amino dari peptida yang mengandung alanin atau prolin di posisi kedua peptida N-terminal. Enzim DPP-4 terekspresikan di berbagai organ tubuh, termasuk di usus dan membran brush border ginjal, di hepatosit, endotelium vaskuler dari kapiler villi, dan dalam bentuk larut dalam plasma. Penghambat DPP-4 akan menghambat lokasi pengikatan pada DPP-4 sehingga akan mencegah inaktivasi dari glucagon-like peptide (GLP)-1. Proses inhibisi ini akan mempertahankan kadar GLP-1 dan glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dalam bentuk aktif di sirkulasi darah, sehingga dapat memperbaiki toleransi glukosa, meningkatkan respons insulin, dan mengurangi sekresi glukagon. Penghambat DPP-4 merupakan agen oral, dan yang termasuk dalam golongan ini adalah vildagliptin, linagliptin, sitagliptin, saxagliptin dan alogliptin. e. Penghambat enzim Sodium Glucose co-Transporter 2 Obat ini bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi glukosa di tubulus proksimal dan meningkatkan ekskresi glukosa melalui urin. Obat golongan ini mempunyai manfaat untuk menurunkan berat badan dan tekanan darah. Efek samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat ini adalah infeksi saluran kencing dan genital. Pada pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal perlu dilakukan penyesuaian dosis, dan tidak diperkenankan menggunakan obat ini bila LFG kurang dari 45 ml/menit. Hati-hati karena obat ini juga dapat mencetuskan ketoasidosis. PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 25 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Tabel 7. Profil Obat Antihiperglikemia Oral yang Tersedia di Indonesia Golongan Obat Cara Kerja Utama Efek Samping Penurunan Utama HbA1c Menurunkan produksi glukosa hati dan Dispepsia, diare, 1,0-1,3% Metformin meningkatkan sensitifitas terhadap insulin asidosis laktat Thiazolidinedione Meningkatkan sensitifitas terhadap insulin Edema 0,5-1,4% Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 0,4-1,2% Glinid Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 0,5-1,0% Penghambat 0,5-0,8% Menghambat absorpsi glukosa Flatulen, tinja lembek Alfa-Glukosidase Penghambat Meningkatkan sekresi insulin dan 0,5-0,9% Sebah, muntah DPP-4 menghambat sekresi glukagon Menghambat reabsorbsi glukosa di Infeksi saluran kemih 0,5-0,9% Penghambat SGLT-2 tubulus distal dan genital 2. Obat Antihiperglikemia Suntik Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, GLP-1 RA dan kombinasi insulin dan GLP-1 RA. a. Insulin Insulin digunakan pada keadaan : HbA1c saat diperiksa 7.5% dan sudah menggunakan satu atau dua obat antidiabetes HbA1c saat diperiksa > 9% Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang disertai ketosis Krisis hiperglikemia Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi Jenis dan Lama Kerja Insulin Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 6 jenis : Insulin kerja cepat (Rapid-acting insulin) Insulin kerja pendek (Short-acting insulin) PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 26 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin) Insulin kerja panjang (Long-acting insulin) Insulin kerja ultra panjang (Ultra long-acting insulin) Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menengah dan kerja cepat dengan menengah (Premixed insulin) Insulin campuran tetap, kerja ultra panjang dengan kerja cepat Jenis dan lama kerja masing-masing insulin dapat dilihat pada Lampiran-2. Efek samping terapi insulin : Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bagian komplikasi akut DM. Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin Dasar pemikiran terapi insulin: Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin diupayakan mampu menyerupai pola sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi. Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal (puasa/sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang, panjang atau ultrapanjang) Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan menambah 2 - 4 unit setiap 3 - 4 hari bila sasaran terapi belum tercapai. Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan HbA1c belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial (meal-related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) yang disuntikan 5 - 10 menit sebelum makan atau insulin kerja pendek (short acting) yang disuntikkan 30 menit sebelum makan. PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 27 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan obat antihiperglikemia oral untuk menurunkan glukosa darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose), atau metformin (golongan biguanid). Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian. Cara penyuntikan insulin : Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit. Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau drip. Insulin campuran (mixed insulin) merupakan kombinasi antara insulin kerja pendek dan insulin kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu, namun bila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat penyuntikkan. Penyuntikan insulin dengan menggunakan semprit insulin dan jarumnya sebaiknya hanya dipergunakan sekali, meskipun dapat dipakai 2 - 3 kali oleh pasien diabetes yang sama, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin. Penyuntikan insulin dengan menggunakan pen, perlu penggantian jarum suntik setiap kali dipakai, meskipun dapat dipakai 2 - 3 kali oleh pasien diabetes yang sama asal sterilitas dapat dijaga. Kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit) harus diperhatikan, dan dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100 unit/mL). Penyuntikan dilakukan pada daerah: perut sekitar pusat sampai ke samping, kedua lengan atas bagian luar (bukan daerah deltoid), kedua paha bagian samping luar. b. § Agonis GLP-1 /Incretin Mimetic PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2 DEWASA DI INDONESIA - 2021 PERKENI 28 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia Inkretin adalah hormon peptida yang disekresi gastrointestinal setelah makanan dicerna, yang mempunyai potensi untuk meningkatkan sekresi insulin melalui stimulasi glukosa. Dua macam inkretin yang dominan adalah glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dan GLP-1. GLP-1 RA mempunyai efek menurunkan berat badan, menghambat pelepasan glukagon, menghambat nafsu makan, dan memperlambat pengosongan lambung sehingga menurunkan kadar glukosa darah postprandial. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, Lixisenatide dan Dulaglutide. Penggunaan GLP-1 RA pada Diabetes GLP-1 RA adalah obat yang disuntikkan secara subkutan untuk menurunkan kadar glukosa darah, dengan cara meningkatkan jumlah GLP-1 dalam darah. Berdasarkan cara kerjanya golongan obat ini dibagi menjadi 2 yakni kerja pendek dan kerja panjang. GLP-1 RA kerja pendek memiliki waktu paruh kurang dari 24 jam yang diberikan sebanyak 2 kali dalam sehari, contohnya adalah exenatide, sedangkan GLP-1 RA kerja panjang diberikan 1 kali dalam sehari, contohnya adalah liraglutide dan lixisenatide, serta ada sediaan yang diberikan 1 kali dalam seminggu yaitu exenatide LAR, dulaglutide dan semaglutide. Dosis berbeda untuk masing-masing terapi, dengan dosis minimal, dosis tengah, dan dosis maksimal. Penggunaan golongan obat ini dititrasi perminggu hingga mencapai dosis optimal tanpa efek samping dan dipertahankan. Golongan obat ini dapat dikombinasi dengan semua jenis oral anti diabetik kecuali penghambat DPP-4, dan d