ASESMEN BERBASIS KOMUNITAS PS1WP094 PDF
Document Details
UKRIDA
Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog
Tags
Summary
This document provides an introduction to community psychology, outlining the concept of community and different types of communities, focusing on a local community perspective.
Full Transcript
ASESMEN BERBASIS KOMUNITAS PS1WP094 Dr.Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 1 Asesmen komunitas yang peka budaya PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 1; Asesmen...
ASESMEN BERBASIS KOMUNITAS PS1WP094 Dr.Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 1 Asesmen komunitas yang peka budaya PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 1; Asesmen Berbasis Komunitas Yang Peka Budaya I. Pengantar Memahami manusia tidak terlepas dari usaha memahami komunitasnya - ingat Teori Ekologikal Bronfenbrenner. Meski berada pada level yang berbeda, hubungan antara level dalam Teori Ekologikal Bronfenbrenner saling kait mengait, misalnya: komunitas kelas ada di dalam sekolah, yang sering digambarkan sebagai populasi dari suatu lokasi yang spesifik, yaitu lokasi sekolah. Dalam skala yang lebih besar, sistem makro seperti ekonomi dan politik juga memengaruhi komunitas tempat kerja, sekolah, dan keluarga. Lalu, sampai batas mana, sebuah perkumpulan disebut sebagai komunitas? Agar batasan komunitas menjadi jelas, maka dalam mata kuliah ini, hubungan dengan keluarga dan teman tidak dapat disebut sebagai komunitas, tetapi disebut sebagai jaringan sosial atau relasi sosial, bukan komunitas. II. Apa itu komunitas? a. Pengertian Komunitas dapat didefinisikan sebagai kelompok individu berjumlah besar, yang mungkin tidak saling mengenal dengan baik anggota yang lain, namun saling berbagi komitmen bersama (sense of mutual commitment). Sebagai contoh, di pedesaan; anggota komunitas pedesaan saling mengenal satu sama lain, termasuk juga perannya dalam komunitas dan menjaga hubungan/relasi tersebut. Contoh yang lain adalah komunitas anti-bullying di internet, yang tidak saling mengenal satu sama lain tetapi memiliki komitmen bersama untuk mengatasi bullying. Komunitas juga mengacu pada hubungan yang multidimensional dan bermakna, dan tidak mudah berakhir. Komunitas terjadi ketika kamu melakukan sesuatu untuk orang lain atau menghabiskan waktu dengan orang lain, murni karena kamu menghargai orang tersebut dan hubungan yang ada di antara kalian. Hal ini membuat komunitas tidak hanya terbatas pada letak geografis saja. 1 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 1; Asesmen Berbasis Komunitas Yang Peka Budaya b. Tipe komunitas 1. Locality-Based Community Ini adalah konsep tradisional tentang komunitas. Komunitas yang terbentuk karena lokasi, karena letak geografis. Jika penduduk/ warga merasa memiliki komunitasnya, maka ia akan mengidentifikasi dirinya berdasarkan lokasi, dan teman-temannya adalah tetangganya. 2. Relational Community Komunitas yang terbentuk berdasarkan hubungan interpersonal dan perasaan berkomunitas, tidak terbatas pada letak geografis. Misalnya: group diskusi di internet, atau komunitas di sosial media adalah contoh komunitas yang tidak dibatasi oleh letak geografis. c. Siapakah yang menetapkan sebuah komunitas? Komunitas menetapkan dirinya sendiri sebagai komunitas, namun perlu diingat bahwa hal ini membutuhkan usaha dan waktu. Selain itu, keberadaan sistem eksternal juga sangat memengaruhi proses terbentuknya komunitas – ingat kaitannya dengan level ekologi. Video contoh pengakuan sistem ekesternal terhadap komunitas klik di sini. !! Sebelum melanjutkan, silakan ingat kembali: 1. Apa prinsip utama Teori Ekologikal Bronfenbrenner? 2. Apa pengertian komunitas? 3. Sebutkan dua tipe komunitas! 2 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 1; Asesmen Berbasis Komunitas Yang Peka Budaya III. Sense of community Saat mempelajari komunitas menggunakan sudut pandang Psikologi, kita harus memerhatikan kekuatan relasi/ikatan antara anggota komunitas, atau psychological sense of community. Sense of community adalah perasaan antara anggota komunitas bahwa mereka saling memiliki, merasa bahwa anggota yang satu memiliki makna bagi anggota yang lain dan juga bagi komunitas itu sendiri, dan mereka saling berbagi keyakinan bahwa kebutuhan setiap anggota dapat terpenuhi melalui komitmen bersama. Empat elemen perasaan berkomunitas (sense of community) Ada empat elemen kualitas sense of community. Keempatnya tidak berdiri sendiri namun merupakan satu kesatuan yang saling menguatkan, yaitu: 1. Keanggotaan/membership Anggota komunitas merasa sebagai anggota komunitas karena ketertarikan pribadi dan merasa ikut memiliki komunitas tersebut. Ada 5 atribut di dalamnya, yaitu: a) Boundaries Batasan antara anggota dan bukan anggota komunitas. b) Common symbols Simbol yang membantu menentukan batasan identitas anggota. c) Emotional safety Merasa aman berada dalam komunitas, merasa dekat, berbagi perasaan dan perhatian dalam komunitas. Kedekatan emosional ini merupakan proses saling membuka diri dan membutuhkan penerimaan dari anggota lain dalam komunitas. d) Personal investment Adanya komitmen jangka panjang untuk menjadi bagian dari komunitas tersebut. e) Sense of belonging and identification with community Individu diterima oleh anggota lain dalam komunitas dan menetapkan identitas komunitas sebagai bagian dari identitas personalnya. 3 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 1; Asesmen Berbasis Komunitas Yang Peka Budaya 2. Pengaruh Pengaruh yang saling menguntungkan antara komunitas dengan individu. Pengaruh ini menggambarkan kekuatan yang dimiliki oleh individu dalam membentuk komunitas dan kekuatan komunitas dalam memengaruhi individu. Individu akan lebih tertarik bergabung dengan komunitas yang dirasa paling memberi pengaruh pada dirinya. 3. Integrasi dan pemenuhan kebutuhan Jika pengaruh (poin III.2) dapat memperkuat hubungan antara individu dengan komunitas (relasi vertikal), maka integrasi menguatkan hubungan horizontal antar anggota komunitas. Dua aspek integrasi: a. Berbagi nilai kelompok Saling berbagi nilai. Hal ini tampak dari keterlibatan dalam komunitas, misalnya mengikuti ibadah karena merasa memiliki nilai-nilai yang sama. b. Pemuasan kebutuhan dan bertukar sumber daya Setiap anggota komunitas berpartisipasi dalam komunitas karena kebutuhan individualnya dapat terpenuhi dalam komunitas tersebut. Kebutuhan tersebut dapat berbentuk kebutuhan fisik, misalnya keamanan, maupun kebutuhan psikologis, seperti kebutuhan dukungan emosional, kebutuhan bersosialisasi, dll. 4. Berbagi hubungan/ikatan emosional Ini adalah elemen dasar sebuah komunitas yang sebenarnya. Anggota komunitas dapat mengenali ikatan ini melalui perilaku, perkataan, dan isyarat-isyarat tertentu, misalnya dengan peringatan hari penting, dan ritual khusus. Meski demikian, ikatan tersebut tidak hanya sebatas perilaku namun lebih mendalam, misalnya berbagi perasaan, termasuk juga ikatan spiritual, saling berbagi ikatan emosional yang hanya dapat dapat dikenali oleh anggota yang melakukannya. Ikatan emosional ini akan menjadi semakin kuat melalui pengalaman komunitas yang penting, seperti perayaan, berbagi kisah komunitas, atau pengalaman penting lainnya – suka maupun duka. 4 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 1; Asesmen Berbasis Komunitas Yang Peka Budaya IV. Konsep-konsep lain yang berkaitan dengan Sense of Community Ada berbagai konsep lain yang berkaitan dengan sense of community, yang akan dibahas di sini hanya sebagian saja. 1. Bertetangga Relasi informal dan bantuan yang terjadi antara tetangga. Bertetangga mengacu pada interaksi yang terjadi antar tetangga, bukan pada keterlibatan aktif dalam kegiatan sosial, misalnya di lingkungan RT atau RW. 2. Kelekatan dengan tempat Mengacu pada ikatan emosional terhadap lingkungan fisik tertentu dan biasanya berkaitan dengan ikatan sosial di tempat tersebut. Kelekatan terhadap tempat tertentu biasanya terjadi pada tipe komunitas yang berbasis lokasi (locality-based community). 3. Partisipasi anggota Anggota komunitas memiliki hak suara dan pengaruh dalam proses pengambilan keputusan komunitas, bukan sekedar berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Sense of community dapat menjadi prediktor yang kuat untuk mengukur partisipasi anggota dalam komunitas. Meski demikian, anggota bisa saja berpartisipasi dalam keputusan komunitas meskipun ia tidak memiliki sense of community. 4. Dukungan sosial Komunitas dengan sense of community yang kuat akan menyediakan dukungan sosial bagi anggotanya. Dukungan ini merupakan salah satu aspek dalam elemen integrasi dan pemenuhan kebutuhan (poin III.3). !! Sebelum melanjutkan, silakan ingat kembali: 1. Sebutkan empat elemen sense of community! 2. Apa saja konsep-konsep lain yang berkaitan dengan sense of community? 5 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 1; Asesmen Berbasis Komunitas Yang Peka Budaya V. Kompleksitas komunitas Perlu dipahami kembali bahwa komunitas memegang peran penting dalam kehidupan kita semua dengan cara yang rumit - ingat penjelasan mengenai sense of community dan konsep lainnya. Di satu sisi, konsep tentang komunitas adalah konsep yang sederhana, namun di sisi lain, konsep komunitas sangatlah kompleks. Berbagai konsep tentang komunitas terkadang tumpang tindih. Selain sisi positif, terkadang ada konflik serta akibat negatif dari keanggotaan seseorang dalam komunitas atau masyarakat tertentu. Sebuah komunitas yang kuat memiliki tuntutan untuk anggotanya. Sense of community membuat seseorang menginvestasikan/ memberikan sesuatu bagi kelompoknya, dan komunitas mengharapkan sesuatu dari anggotanya dan seringkali akan memengaruhi sumber daya pribadi, misalnya waktu, atau tenaga. Keanggotaan dalam sebuah komunitas berarti bahwa individu menerima bahwa sebuah komunitas dapat memengaruhi perilaku, keyakinan, dan bahwa identitas pribadi seseorang. Meskipun berbagai penelitian menunjukkan aspek positif berkomunitas, namun tidak dapat dihindari bahwa komunitas terkadang dapat mengekang perkembangan dan kebebasan seseorang. a. Berbagai komunitas dalam kehidupan seseorang Seseorang dapat menjadi anggota beberapa komunitas sekaligus sehingga individu pun membentuk identitas yang bervariasi sebagai anggota dari komunitas yang beragam tersebut, seperti identitas sebagai mahasiswa, sebagai jemaat gereja, sebagai tetangga, dll. Meskipun menjadi anggota di beberapa komunitas dapat menyemangati dan memotivasi, menyediakan beragam sumber daya, dan energi bagi individu untuk terlibat dalam komunitas lainnya, namun tidak jarang, berbagai komunitas ini menuntut waktu dan tenaga seseorang sehingga terjadi konflik. Kunci utama untuk dapat menyeimbangkan keanggotaan yang beragam ini adalah dengan memahami peran komunitas tersebut bagi hidup individu. Itulah sebabnya, keanggotaan seseorang dalam suatu komunitas terus berubah sepanjang hidupnya seiring dengan berubahnya hal yang penting menurut kehidupan individu tersebut. 6 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 1; Asesmen Berbasis Komunitas Yang Peka Budaya b. Konflik dan perubahan dalam komunitas Karena anggota komunitas juga berpartisipasi dalam komunitas lainnya dan memiliki berbagai identitas, maka hubungan antara komunitas menjadi kompleks dan saling berinteraksi. Interaksi antara komunitas ini menunjukkan beragamnya orang yang terlibat dalam komunitas tersebut. Meski dapat memperkuat hubungan, namun relasi antara komunitas yang berbeda pun dapat menyebabkan konflik. Konflik ini dapat membuat seseorang meninggalkan komunitasnya dan dapat pula mengubah komunitas. Perubahan merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari, terutama karena sense of community merupakan sebuah proses dan bisa berubah - ingat kembali poin III dan V.a. c. Relasi dengan komunitas yang lain Jika sense of community terus diperkuat, maka bisa muncul potensi konflik antarkomunitas, terutama jika sense of community dibangun dengan membangun prasangka buruk atau permusuhan dengan orang atau komunitas lain. Jika dibangun dengan cara ini, maka sense of community yang kuat dalam komunitas dapat membuat anggota komunitas mengkambinghitamkan orang yang bukan anggota, atau mengistimewakan komunitasnya, serta bertindak tidak adil kepada orang lain di luar komunitas. Hal lain yang dapat terjadi jika sense of community dibangun dengan prasangka dan permusuhan adalah ada anggota yang dikeluarkan dari komunitas. Hal ini akan menyakitkan bagi individu tersebut terutama jika komunitas memiliki makna yang mendalam baginya. - ingat kembali poin IV. Itulah sebabnya: sebuah komunitas dipengaruhi dan memengaruhi komunitas lainnya, serta dipengaruhi pula oleh sistem yang lebih besar/ sistem makro. - ingat Teori Ekologikal Bronfenbrenner. Video contoh pengaruh sistem yang lebih besar terhadap komunitas klik di sini. d. Dukungan sosial Dukungan sosial adalah sumber daya utama untuk memperkuat kesejahteraan pribadi dan kemampuan koping seseorang. Dukungan sosial bukanlah konsep yang sederhana, sebab mewakili kumpulan proses sosial, emosional, kohesi/kelekatan, dan perilaku yang terjadi dalam hubungan pribadi seseorang dengan orang lain dan juga dengan jejaring sosialnya. 7 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 1; Asesmen Berbasis Komunitas Yang Peka Budaya Dukungan umum dan khusus: 1. Dukungan umum/generalized support. 2. Dukungan khusus/ specific support/enacted support. Sebuah hubungan yang akrab dapat menyediakan kedua jenis hubungan tersebut. Kedua bentuk dukungan ini pun tidak selalu berdiri sendiri, tetapi dapat saling berkaitan, misalnya stressor seperti kehilangan pekerjaan akan membutuhkan kedua jenis dukungan ini. Dalam memberikan dukungan kepada orang lain, perlu juga memerhatikan budaya dan konteks lingkungan sosial budaya penerima dukungan. Sebagai contoh: menerima bantuan yang diberikan secara terang-terangan dapat menimbulkan rasa malu pada orang yang menerima bantuan di budaya tertentu, sehingga ketika memberikan bantuan tidak diliput oleh media TV, atau tidak ditampilkan di media sosial. e. Konteks hubungan dalam memberi dukungan Dukungan sosial dapat terjadi ketika ada hubungan dengan orang lain sebab dukungan sosial dapat terbentuk dari dinamika relasi yang ada. Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa hubungan yang dekat dan saling timbal balik memiliki pengaruh terhadap dukungan sosial yang tinggi, dan tingginya kepuasan hidup serta rendahnya perasaan kesepian. Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa sebuah hubungan juga dapat menjadi stressor. VI. Referensi Kloos, B., Hill, J., Thomas, E., Wandersman, A., Elias, M. J., & Dalton, J. H. (2012). Community Psychology: Linking Individuals and Communities. (3rd ed.). Belmont, CA: Cengage Learning. 8 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 1; Asesmen Berbasis Komunitas Yang Peka Budaya !! Materi Pertemuan 1 sudah selesai! Silakan ingat kembali: 1. Teori Ekologikal Bronfenbrenner 2. Apa pengertian komunitas? 3. Sebutkan dua tipe komunitas! 4. Sebutkan empat elemen sense of community! 5. Apa saja konsep-konsep lain yang berkaitan dengan sense of community? 6. Mengapa sense of community penting? 7. Mengapa mempelajari komunitas dapat menjadi sangat kompleks? 9 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 1; Asesmen Berbasis Komunitas Yang Peka Budaya Topik diskusi Topik diskusi yang dapat digali lebih lanjut secara personal: 1. Sense of community i. Apakah sense of community selalu positif? Adakah sense of community yang negatif? ii. Apakah empat elemen pada poin III adalah cara terbaik untuk menjelaskan elemen dasar sense of community? Atau adakah temuan yang lain yang berbeda? iii. Apakah sense of community hanya dapat diukur melalui perasaan individu saja? Bagaimana dengan komunitas secara keseluruhan? iv. Manakah yang lebih tepat, psychological sense of community atau sense of community? Apakah keduanya berbeda? 2. Konsep lain terkait sense of community i. Apa saja konsep lain yang tidak dibahas dalam materi ini? 3. Mengapa kehidupan berkomunitas sangat rumit? 4. Apa pendapatmu tentang komunitas online? 10 THEORIES AND THEORIST Born: 1917 Urie Bronfenbrenner Died: 2005 Russian American Urie Bronfenbrenner, was born in Russia in 1917. He migrated with his parents to America when he was just 6 years old. When he was at university in America he studied both music and psychology, but he is best remembered for his work in child development. His view of child development was revolutionary. Urie’s theory is often called Ecological Systems Theory. It is an important part of our understanding of child development for early childhood programs and is also important for all work that involves children, families and communities. In America, Bronfenbrenner, and his ideas, were involved in Head Start, one of the longest running and most successful programs to improve outcomes for children from poor backgrounds. Sesame Street was one of the strategies developed from Head Start. HE TAUGHT US THAT: Children grow and develop within a number of different relationship systems that we can imagine as being one inside another like a series of nested Russian dolls. The child is affected by, and affects each system. Each system affects and is affected by the other systems—it is all connected and interconnected. Each system contains risks and opportunities for children’s development and more strong, positive connections between systems the better for kids. BRONFENBRENNER’S SYSTEMS WHAT WE DO: In the Microsystem: The Child is at the centre Help support families to be and feel strong, connect them to services and resources so they Microsystem: it is the inner system, it is can support their kids really well closest to the child and consists of groups Make our services places that value and like family, local community, playgroups, support kids not as future adults– but as kids childcare or schools. now—support their Being In Mesosystems: Warmly welcome families, including extended Mesosystem: it consists of the relationships families into our services, and do this in many between different Microsystems such as: ways. This is obviously really important for between family and childcare, and childcare Aboriginal families. This helps kids build a and community. sense of Belonging. Connect the children’s service to the community. This too can (and should) happen Exosystem: it consists of relationships that in lots of ways to give kids that sense of affect the child indirectly, such as parents Belonging and feeling safe wherever they are. work places and family policies. In Exosystems Help support staff in their parenting. Offer workplace arrangements that help parents and Macrosystem: it is made up of the beliefs families to do their job well. and values of a society as they affect In the Macrosystem children, such as viewing children as Advocate for policies, laws and ways of thinking valuable, having the right to be safe to be that value and support kids and families. loved, to grow and do well. This Resource Sheet has been prepared by the Yorganop Indigenous Professional Support Unit WA. © Yorganop The Yorganop Indigenous Professional Support Unit is an initiative of the Inclusion and Professional Support Programme, funded by the Australian Government.” URIE BRONFENBRENNER ECOLOGICAL THEORY - sociocultural view of development % five environmental systems ranging from fine-grained inputs of direct interactions with social agents to broad-based inputs of culture & MICROSYSTEM < setting in which an individual lives < family, peers, school, neighborhood < most direct interactions with agents < individual helps construct settings, not passive < most research has focused on microsystem & MESOSYSTEM < relations between microsystems, connections between contexts < relation of family experiences to school experiences, school to church, family to peers < example: child who experiences parental rejection may have difficulty with school; certain peer influences may cause family turmoil & EXOSYSTEM < experiences in a social setting in which an individual does not have an active role but which nevertheless influence experience in an immediate context < example: a parent's job experiences will affect family life which, in turn, will affect children—travel requirements, job stress, amount of pay < example: governmental agencies fund parks, libraries that create microsystem environments & MACROSYSTEM < attitudes/ideologies of the culture in which individuals live < Judeo-Christian ethic, democracy, ethnicity & CHRONOSYSTEM < the patterning of environmental events and transitions over the life course; effects created by time or critical periods in development < example: disruptive effects of divorce peak one year after the divorce, with effects more negative for sons that for daughters (Hetherington, 1989) < sociohistorical conditions EVALUATION & comprehensive model of environmental influences on development & sociocultural emphasis (see Vygotsky) & failure to adequately account for influence of biological and cognitive processes ASESMEN BERBASIS KOMUNITAS PS1WP094 Dr.Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2 Pendekatan asesmen komunitas PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Pendekatan asesmen komunitas Pembelajaran psikologi yang sebelumnya dipelajari lebih banyak berpusat pada individu (psikologi klinis mikro). Namun, pendekatan yang berbeda digunakan dalam mata kuliah ini sebab mahasiswa diajak untuk lebih banyak berfokus pada identifikasi dan analisis persoalan komunitas (pendekatan makro, bukan individu) – ingat kaitannya dengan level ekologi dan materi Asesmen komunitas peka budaya. Materi belajar ini berfokus pada pendekatan komunitas dan catatan penting ketika melakukan pengambilan data di lingkungan yang lebih besar, pada komunitas, pada aras makro. I. Terapan psikologi klinis Seperti yang telah dipelajari dalam berbagai mata kuliah pada semester awal perkuliahan, psikologi klinis lebih banyak diterapkan dalam konteks individual dengan pendekatan individual pula. Padahal, pada masa kini, psikologi klinis tidak hanya berperan untuk kesehatan mental personal saja, tetapi juga dalam bidang lain, seperti bertindak sebagai saksi ahli dalam persidangan, berperan dalam komunitas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, hingga pada pembuatan dan penyusunan kebijakan. Selain itu, peran psikologi klinis dalam berbagai penelitian dan pelayanan juga sangat penting, baik untuk individu, keluarga, komunitas, dan organisasi lain yang lebih luas. Oleh karena itu, pengembangan psikologi klinis tidak hanya mengarah pada individu tetapi juga pada kelompok dan komunitas. Secara umum, penerapan psikologi klinis berkaitan erat dengan kegiatan assesment (pengiraan) dan treatment (penanganan/ tindakan). Pada psikologi klinis mikro yang berfokus pada individu, psikotes dan pengukuran dilakukan melalui laporan diri (self-assessment). Cara ini telah menjadi kelebihan sekaligus kelemahan penerapan ilmu psikologi. Kelebihannya adalah seseorang lebih mengerti tentang dirinya sendiri daripada orang lain. Sedangkan kekurangannya adalah self-asessment adalah persepsi individu terhadap contoh perilakunya sendiri sehingga unit analisisnya adalah perorangan. Pada asesmen berbasis komunitas, unit analisisnya menjadi lebih luas, yaitu keluarga, kelompok, organisasi, ataupun masyarakat. Meski unit analisisnya lebih luas, namun yang diukur dalam asesmen berbasis komunitas tetaplah individu, namun dalam wilayah yang lebih luas. 1 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Pendekatan asesmen komunitas II. Dari terapan mikro ke komunitas Perkembangan psikologi klinis yang berkembang pesat membawa perubahan cara pandang dalam memberikan pelayanan; yang awalnya memberi pelayanan perorangan menjadi pelayanan publik/umum. Cara pandang ini mengganti fokus yang awalnya dari psikopatologi menjadi kesejahteraan perorangan atau masyarakat. – baca psikologi positif. Pendekatan yang beralih fokus tersebut dirasa tepat untuk menjawab isu kesehatan mental di Indonesia. Hal ini terutama karena situasi masyarakat Indonesia yang tidak sepenuhnya dapat ditangani dengan pendekatan psikologi klinis mikro. Sebagai contoh, klien yang miskin dan mengalami depresi. Jika menggunakan pendekatan psikologi klinis mikro, psikolog akan mengajarkan cara berpikir, atau berperilaku tertentu. Padahal, sumber depresi ada di luar dirinya, misalnya kurangnya lapangan pekerjaan yang membuat klien depresi. Pendekatan psikolog klinis mikro dirasa kurang adil karena klien masih dibebani untuk mengubah dirinya, tanpa ada usaha untuk mengubah situasi di luar diri klien. Cara yang lebih tepat -tentu- dengan usaha mengentaskan kemiskinannya. Atau paling tidak, psikolog ikut berperan dalam mengubah kebijakan publik terutama dalam menangani kemiskinan yang menjadi sumber depresi atau kecemasan tersebut. Contoh di atas untuk memberikan gambaran bahwa persoalan individu juga terkait dengan persoalan publik. Penting untuk melihat bahwa masalah pribadi juga berkaitan dengan masalah umum yang dihadapi oleh banyak orang di masyarakat. Dengan sudut pandang yang berbeda ini, ilmu psikologi dapat berperan lebih besar dalam kehidupan masyarakat daripada perorangan. – ingat Teori Ekologikal Bronfenbrenner dan kaitan antarlevel ekologi. Penjelasan di atas tidak berarti bahwa praktik perorangan, seperti konseling individu dapat ditinggalkan begitu saja, tetapi perlu untuk melihat masalah individu dari kacamata yang lebih luas, dan menggunakan lebih banyak waktu untuk kegiatan makro seperti terapan untuk masyarakat dan kebijakan publik. Apalagi banyak sekali teori, konsep, metode, dan teknik dalam psikologi klinis dapat diterapkan dalam konteks komunitas. 2 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Pendekatan asesmen komunitas Pengukuran untuk terapan mikro pada perorangan telah banyak tersedia dan sudah banyak dipakai dan dikembangkan, misalnya pengukuran kecemasan, inteligensi, kecemasan, dan lain-lain. Namun pengukuran tersebut lebih berorientasi pada psikopatologi. Pada asesmen berbasis komunitas, perlu pendekatan yang berbeda, termasuk pengukuran yang berbeda. Oleh karena itu, tidak terpatok pada psikopatologi – baca psikologi positif. Berkaitan dengan hal tersebut, pendekatan kualitatif yang dapat dikuantifikasi juga akan sangat berguna. Artinya, tidak hanya pengukuran dengan skala interval saja, tetapi penggunaan skala rasio juga dapat digunakan, misalnya berapa orang yang mendukung usulan PSBB dan berapa yang tidak mendukung, berapa kali masyarakat melakukan musyawarah untuk kesejahteraan bersama, dan lain-lain. Selain itu, pendekatan kualitatif murni seperti wawancara mendalam, pengamatan/ observasi, diskusi, atau analisis narasi akan sangat berguna untuk dikembangkan menjadi bahan survei yang bersifat kuantitatif. Tentu saja tes psikologi tetap diperlukan untuk individu yang mengalami gangguan kesehatan mental sesuai dengan kriteria psikopatologi. Contoh pendekatan kualitatif yang dapat dikuantifikasi adalah pengukuran pada Rukun Tetangga (RT). Pertama, dilakukan pengamatan/observasi, wawancara, analisis dokumen, atau hasil diskusi. Lalu, hasil temuan disusun ke dalam survei atau skala seperti yang selama ini banyak ditemui. Memang ada argumentasi bahwa pengukuran seperti di atas, tetap saja mengukur individu – ingat poin I. Terapan psikologi klinis. Namun secara makro, psikologi klinis dapat menyumbang konsep-konsep mikro untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Baca contoh pendekatan kualitatif pada artikel ini dan ini; contoh lain pada video ini. III. Ciri psikologi makro: a. Unit kerja Unit kerja asesmen berbasis komunitas lebih besar dan luas dibandingkan dengan psikologi klinis mikro, seperti organisasi, masyarakat, dan kebijakan. Konsep pendekatan tentu perlu disesuaikan dengan unit yang diteliti atau dilayani. b. Model yang dikembangkan 3 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Pendekatan asesmen komunitas Model yang dikembangkan dalam asesmen berbasis komunitas dapat diadopsi oleh orang lain, bukan hanya oleh peneliti atau psikolog saja. Model ini dapat diterapkan oleh komunitas lain dengan penyesuaian yang tepat untuk dapat menjawab kebutuhan komunitas tersebut – baca pentingnya pendekatan yang peka budaya di sini hal. 9-12. c. Kerjasama dan sekutu Dalam menerapkan prinsip psikologi klinis pada konteks makro, kerjasama menjadi sangat penting. Kerjasama yang dimaksud, bukan hanya dengan disiplin ilmu yang lain, tetapi juga dengan para pengambil kebijakan, politis, dan anggota masyarakat tempat kita melakukan kegiatan. Oleh karena itu, kita perlu sekutu. Sekutu adalah seseorang yang punya kekuatan di suatu tempat yang mendukung ide perubahan yang kita tawarkan. Tanpa sekutu, psikologi klinis makro tidak dapat dilaksanakan atau memberi hasil yang maksimal, sama seperti bila tidak ada kerjasama antara klien dengan terapis – baca pentingnya membentuk sekutu atau koalisi di sini hal. 66-67, dan 79-82. IV. Psikologi klinis dan psikologi komunitas Psikologi klinis makro dapat disamakan atau menjadi bagian dari psikologi komunitas. Persamaannya ada pada sistem di luar individu yang menjadi unit kerja dan unit analisis. Sedangkan perbedaannya adalah pada pemindahan konsep dalam psikologi klinis untuk sistem di luar perorangan, sedangkan psikologi komunitas berasal dari psikologi sosial. PSIKOLOGI KLINIS MAKRO PSIKOLOGI KOMUNITAS Unit analisis/kerja: Unit analisis/kerja: Sistem makro di luar perorangan, Komunitas keluarga, dan kelompok. Memindahkan teori, konsep, Menggunakan landasan psikologi metode, dan teknik dalam psikologi sosial pada komunitas. klinis untuk sistem di luar perorangan, keluarga, dan kelompok. Diterapkan untuk ciptaan manusia, Diterapkan untuk organisme dalam yaitu masyarakat, lembaga, masyarakat, lembaga, organisasi, 4 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Pendekatan asesmen komunitas organisasi, jejaring kerja. jejaring kerja. Psikolog Intervensi krisis, tindakan prevensi memindahkan/menyederhanakan primer, pelibatan dalam kebijakan penggunaan teori, konsep, metode, dikerjakan oleh psikolog. dan teknik dalam psikologi klinis ke masyarakat, lalu masyarakat dapat menerapkannya sendiri. Tabel perbandingan antara psikologi klinis makro dan psikologi komunitas. !! Sebelum melanjutkan, silakan ingat kembali: 1. Pembeda psikologi klinis mikro dengan asesmen berbasis komunitas. 2. Kaitan antara asesmen berbasis komunitas dengan teori Ekologikal Bronfenbrenner. 3. Ciri asesmen berbasis komunitas. 4. Pentingnya kerjasama dan sekutu. V. Etika penerapan dan penelitian asesmen berbasis komunitas Sangatlah jelas bahwa prinsip utama penerapan dan penelitian psikologi menekankan pada melakukan tindakan tanpa mencelakai pihak yang dilayani dan diteliti – ingat materi pada mata kuliah kode etik psikologi. Salah satu cara yang paling umum dilakukan adalah pemberian informed consent – baca Lampiran4 hal. 2317. Hal yang sama juga harus dilakukan dalam penelitian makro. Tetap perlu ada kontrak dan persetujuan dengan tanda tangan warga yang terlibat dalam penelitian – baca Lampiran5 dan 6. Di Indonesia, Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) juga sudah mengatur kode etik psikologi dalam buku Kode Etik Psikologi Indonesia (2010). VI. Elemen kunci pendekatan makro 5 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Pendekatan asesmen komunitas Dalam pelaksanaannya, kegiatan yang dilakukan dalam konteks masyarakat haruslah mengutamakan dua elemen kunci, yaitu pemberdayaan dan partisipasi komunitas/masyarakat. a. Pemberdayaan Pemberdayaan komunitas adalah perasaan yang dimiliki oleh masyarakat bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengubah situasi yang sedang mereka hadapi. Pemberdayaan sering diartikan dalam konteks individu, dan digunakan untuk mempromosikan pencapaian diri tanpa ada keterlibatan dengan lingkungan yang lebih luas. Namun pemberdayaan sesungguhnya dapat memperkuat posisi dan sumber daya seseorang dalam kelompok. Itulah sebabnya pemberdayaan sebenarnya sangat kompleks. Pemberdayaan harus kontekstual karena adanya perbedaan sejarah dan pengalaman para anggota komunitas sehingga pemberdayaan pun sangat tergantung pada bentuk organisasi, lokasi, serta budaya yang ada dalam komunitas. Oleh karena itu, pemberdayaan pun terus berkembang dalam proses yang dinamis karena konteks lingkungan dan waktunya terus berubah. Pemberdayaan menjadi proses berkelanjutan yang berpusat pada komunitas dan sesuatu yang harus dengan sengaja dilakukan, termasuk juga saling hormat, refleksi kritis, perhatian, dan partisipasi kelompok. Contoh pemberdayaan yang dapat dilakukan adalah memberi kesempatan kepada komunitas untuk menetapkan tujuan serta membuat keputusan mengenai cara untuk melakukan perubahan dalam komunitas mereka sendiri. b. Partisipasi komunitas/masyarakat Partisipasi adalah keterlibatan anggota komunitas dalam proses pengambilan keputusan untuk menyusun program demi perbaikan komunitas itu sendiri. Anggota masyarakat dilibatkan dalam seluruh proses kegiatan, mulai dari mencari akar masalah, menggali harapan dan kebutuhan komunitas, serta menyusun rencana program, melaksanakan dan mengevaluasi program tersebut. Dengan demikian, program perbaikan dapat dengan sendirinya menjawab kebutuhan masyarakat. – ingat materi Asesmen komunitas peka budaya. 6 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Pendekatan asesmen komunitas Baca pentingnya dua elemen kunci tersebut di sini hal. 8-9. Contoh video pemberdayaan bisa dilihat di sini dan di sini. VII. Referensi Prawitasari, J.E. (2011). Psikologi Klinis: Pengantar Terapan Mikro dan Makro. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sokang, YA., Westmaas, A.H., & Kok, G. (2019) From Physical to Spiritual: A Qualitative Study of Jakartans Health & Sickness. Int. J. Environ. Res. Public Health, 16, 3564. https://www.mdpi.com/1660-4601/16/19/3564 Sokang, YA., Westmaas, A.H., & Kok, G. (2019). Jakartans’ Perceptions of Health Care Services. Front. Public Health, 7,277. https://doi.org/10.3389/fpubh.2019.00277 Sokang, Y. A. (2020). A Starting Mark of Health Promotion in Jakarta: Voicing the Community’s Perspective. Maastricht University. https://doi.org/10.26481/dis.20200528as 7 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Pendekatan asesmen komunitas Materi Pertemuan 2 sudah selesai! Silakan ingat kembali: 1. Pembeda psikologi klinis mikro dengan asesmen berbasis komunitas. 2. Kaitan antara asesmen berbasis komunitas dengan teori Ekologikal Bronfenbrenner. 3. Ciri asesmen berbasis komunitas ro. 4. Pentingnya kerjasama dan sekutu. 5. Etika dalam melakukan pendekatan makro. 6. Elemen kunci dalam melakukan pendekatan makro. !! 8 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Pendekatan asesmen komunitas Topik diskusi Topik diskusi yang dapat digali lebih lanjut secara personal: Pemberdayaan dan partisipasi: 1. Bagaimana menjaga agar program terus memberdayakan anggota komunitas? 2. Apakah partisipasi merupakan cara mencapai tujuan, atau merupakan tujuan akhir? 3. Apakah pemberdayaan dan partisipasi dapat meningkatkan sense of community dan konsep lain yang terkait? Atau justru menurunkan sense of community? 4. Apa saja karakteristik orang yang sudah diberdayakan (empowered person) dan diajak berpartisipasi? 5. Bagaimana kita dapat mengetahui apakah komunitas sudah memberdayakan dan mengajak anggotanya berpartisipasi? 6. Apa saja dilema yang sering ditemui ketika melakukan pemberdayaan komunitas? 9 ASESMEN BERBASIS KOMUNITAS PS1WP094 Dr.Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2 Konsep utama asesmen berbasis komunitas PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Konsep utama asesmen berbasis komunitas I. Pengantar Pada materi pembelajaran Pendekatan asesmen komunitas, telah dipaparkan ciri asesmen berbasis komunitas, etika penerapan dan penelitian, serta elemen kunci pendekatan makro – ingat materi Pendekatan asesmen komunitas. Pada materi belajar ini, pembelajaran berfokus pada cara mempersiapkan dan merencanakan asesmen dalam komunitas, terutama asesmen kebutuhan /need assessment. Protokol Intervention Mapping/Pemetaan Intervensi (Bartholomew Eldredge et al., 2016) II. Asesmen kebutuhan Dalam konteks makro, asesmen kebutuhan mengacu pada kebutuhan sebuah komunitas, bukan lagi individu – ingat materi Pendekatan asesmen komunitas. Asesmen terhadap kebutuhan komunitas sangat diperlukan sebelum praktisi* melakukan kegiatan dalam komunitas. Asesmen kebutuhan/need assessment harus menjadi titik awal dalam setiap rencana kegiatan intervensi komunitas. Asesmen kebutuhan dapat dilakukan pada kelompok populasi tertentu dalam komunitas, misalnya remaja, anak, orangtua tunggal, atau ibu rumah tangga, dan lain-lain. *Praktisi: sebutan yang akan digunakan dalam Asesmen Berbasis Komunitas untuk menyebut orang yang akan/sedang 1 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Konsep utama asesmen berbasis komunitas melakukan kegiatan intervensi komunitas, misalnya psikolog, ilmuwan psikologi, praktisi kesehatan, dll. Sebelum melakukan pengambilan data atau intervensi dalam sebuah komunitas, praktisi harus merencanakan cara yang akan dilakukan untuk menggali kebutuhan atau isu yang ingin disasar. Proses ini harus dilakukan secara sistematik dan terarah agar dapat mengumpulkan informasi mengenai isu apa yang harus diprioritaskan. Proses sistematik ini disebut sebagai asesmen kebutuhan. Langkah pertama dalam protokol Pemetaan Intervensi, yaitu membuat logika munculnya masalah/logic model of problem. Proses sistematik ini disebut sebagai asesmen kebutuhan. Gambar logika terjadinya masalah 1. Tujuan asesmen kebutuhan Perlu diingat, fokus utama asesmen kebutuhan adalah untuk lebih mengenal (kelebihan dan kekurangan) komunitas sasaran dengan memahami sudut pandangan komunitas terhadap isu yang ingin diintervensi. Asesmen kebutuhan untuk menggali kesenjangan/jarak/gap yang ada antara situasi yang terjadi dengan harapan komunitas. 2. Menentukan kebutuhan Ketika melakukan asesmen kebutuhan di komunitas, praktisi perlu memberikan penilaian yang obyektif, serta harus membicarakan isu yang muncul dengan anggota kelompok, misalnya isu apa yang ingin diprioritaskan, dan tujuan yang mana yang ingin diraih. Praktisi perlu memastikan: 2 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Konsep utama asesmen berbasis komunitas a) sikap dan pendapat anggota komunitas mengenai isu yang dihadapi; b) sikap dan pendapat anggota komunitas mengenai pelaksanaan kegiatan untuk memastikan keamanan dan keselamatan anggota tim pelaksana dan partisipan yang terlibat. 3. Kekuatan komunitas Perlu diingat bahwa ketika melakukan asesmen kebutuhan, praktisi tidak hanya menggali hambatan dan masalah komunitas, tetapi juga harus menggali kelebihan, kekuatan, dan sumber daya yang ada di komunitas, seperti relasi antar anggota komunitas, dan lingkungan fisik. Asesmen juga perlu dilakukan terhadap norma, aturan, dan nilai-nilai yang tidak tertulis, serta nilai-nilai budaya yang ada di dalam komunitas. Menggali kelebihan komunitas dapat digunakan untuk memberdayakan komunitas saat program dilakukan – ingat materi Pendekatan asesmen komunitas. Memahami sudut pandang anggota komunitas melalui asesmen komunitas dapat membantu praktisi untuk memahami penyebab dan juga kemungkinan jalan keluar dari isu yang sedang dihadapi oleh komunitas. 4. Bentuk evaluasi Asesmen kebutuhan juga menjadi sebuah bentuk evaluasi untuk melihat apakah program, layanan, dan kebijakan tertentu yang sudah ada di masyarakat mampu menjawab kebutuhan komunitas atau belum. Hasil asesmen kebutuhan juga sangat berguna sebagai data awal yang dapat digunakan dalam evaluasi akhir program; untuk melihat apakah kondisi yang tergali dalam asesmen kebutuhan sudah mengalami perbaikan atau tidak. 5. Pelaksanaan Dalam pelaksanaannya, asesmen kebutuhan tidak selalu dilakukan secara formal. Tidak jarang, asesmen kebutuhan dilakukan dalam seting yang informal dan dalam situasi yang lebih santai. Tempat pelaksanaan pun dapat dilakukan pada tempat yang membuat anggota masyarakat merasa nyaman, misalnya ibu-ibu rumah tangga merasa nyaman jika diskusi dilakukan di rumah ibu RT, sedangkan para bapak lebih nyaman melakukan diskusi di balai desa. 3 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Konsep utama asesmen berbasis komunitas III. Melakukan asesmen kebutuhan Pelaksanaan asesmen kebutuhan harus disesuaikan dengan skala kegiatan yang ingin dilakukan. Misalnya, intervensi berskala besar tentu harus melibatkan lebih banyak anggota masyarakat, lebih banyak pemangku kepentingan, dan lebih banyak kelompok masyarakat. Sedangkan untuk intervensi berskala kecil, asesmen kebutuhan dapat dilakukan dengan sumber daya yang lebih sedikit, misalnya anggota masyarakat yang lebih sedikit, biaya dan waktu yang lebih sedikit. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya – ingat poin 1, proses melakukan asesmen kebutuhan adalah sebuah proses yang sistematis. Sebelum membuat perencanaan, praktisi perlu menetapkan cakupan asesmen yang akan dilakukan. Cara penetapannya dapat diarahkan dengan beberapa pertanyaan berikut: 1. Tujuan asesmen kebutuhan Perlu menetapkan tujuan detail asesmen kebutuhan: apa yang ingin digali dalam asesmen kebutuhan? Mengapa hal tersebut perlu digali? Apakah isu yang digali sesuai dengan kebutuhan masyarakat? Kebutuhan masyarakat yang mana yang sesuai dengan isu yang digali tersebut? 2. Cakupan asesmen kebutuhan Tentukan cakupan asesmen kebutuhan yang akan dilakukan; apakah dalam skala kecil, sedang, atau besar? Dalam skala kecil, biasanya melibatkan anggota komunitas yang spesifik, misalnya ibu-ibu rumah tangga. Dalam skala sedang, melibatkan anggota komunitas yang lebih besar, misalnya warga RT 04. Dalam skala besar, melibatkan anggota komunitas yang luas, biasanya bersifat regional atau nasional. Semakin besar cakupan asesmen, maka semakin banyak pihak yang perlu diajak dalam asesmen kebutuhan. Semakin banyak pihak yang berpartisipasi, maka semakin banyak pula kepentingan yang dibawa. Oleh karena itu, sangat penting untuk membatasi cakupan asesmen kebutuhan sesuai dengan tujuan awal asesmen sehingga tujuan akhir menjadi lebih realistis untuk dicapai. Selain terkait jumlah partisipan, cakupan topik yang akan dibahas dalam asesmen kebutuhan juga perlu ditetapkan. Sebagai contoh, tidak ada 4 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Konsep utama asesmen berbasis komunitas gunanya menggali pandangan politik masyarakat jika tujuannya adalah menggali kebutuhan kesehatan. Perlu diingat, ketika menentukan cakupan, seluruh proses perlu dicatat sehingga alur prosesnya dapat dikenali. Catatan ini juga berfungsi untuk mengarahkan praktisi dalam proses asesmen agar tidak menyimpang dari tujuan awal yang ingin dicapai. 3. Identifikasi sekutu Dalam merancang asesmen kebutuhan, praktisi perlu mengidentifikasi sekutu. Sekutu yang dimaksud adalah orang atau beberapa orang yang memiliki pengaruh di komunitas tujuan, serta mendukung perubahan yang akan dilakukan. Sekutu inilah yang akan kita ajak untuk bekerja sama, misalnya orang yang disegani/dituakan (ulama, pendeta, dll), pengambil kebijakan (kepala desa, ketua RT, dll), orang yang dikenal dan disegani dalam komunitas (ketua PKK, anggota karang taruna,guru mengaji, guru sekolah minggu, dll). Pada cakupan yang lebih luas, jejaring kerjasama bisa dilakukan dengan sekutu dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota partai, politisi, atau bahkan artis. Kehadiran sekutu sangat penting karena merekalah yang akan menjadi jalan pembuka bagi praktisi untuk masuk dan dapat diterima oleh komunitas. Diskusi dan mengakrabkan diri dengan sekutu juga dapat menjadi jalan agar praktisi mendapatkan kepercayaan dari anggota komunitas untuk berbagi informasi. Sekutu dapat membantu praktisi untuk melihat sejauh mana masyarakat telah siap menghadapi perubahan. Sekutu dapat membantu ketika pengambilan data dan juga ketika melaksanakan intervensi dalam komunitas. Praktisi perlu melibatkan sekutu sejak menyusun rencana asesmen komunitas hingga evaluasi kegiatan – tidak hanya ketika akan mengambil data atau intervensi saja. 4. Sumber daya yang tersedia Ingat bahwa sumber daya yang dimaksud dalam Asesmen Berbasis Komunitas, adalah uang, waktu, tenaga, keterampilan, pengetahuan, jejaring, serta nilai tambah lainnya, termasuk relasi antar anggota komunitas, serta nilai budaya. 5 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Konsep utama asesmen berbasis komunitas Praktisi perlu realistis dalam melihat sumber daya yang dimiliki. Asesmen kebutuhan berskala besar membutuhkan investasi sumber data yang besar, sedangkan jika sumber daya yang tersedia terbatas sebaiknya praktisi melakukan asesmen kebutuhan berskala kecil agar lebih sesuai dengan sumber daya yang ada. Jika tim membutuhkan sumber daya dari pihak lain, maka praktisi perlu mempertimbangkan agar tidak ada konflik kepentingan yang terlibat. 5. Melibatkan komunitas – ingat materi Pendekatan asesmen komunitas, poin VI. Kunci utama kegiatan dalam konteks makro adalah pemberdayaan dan partisipasi komunitas/masyarakat. Kedua hal ini harus dilakukan sejak penyusunan rencana asesmen kebutuhan; salah satu caranya adalah dengan melibatkan sekutu - ingat poin III.1.c. Dengan melibatkan anggota komunitas dalam proses asesmen, praktisi akan memiliki pemahaman yang lebih menyeluruh tentang kebutuhan dan sumber daya yang ada dalam komunitas. Pelibatan anggota komunitas juga dapat memperkuat relasi yang ada antara anggota komunitas, dan relasi komunitas dengan pihak luar, seperti pemangku kepentingan, pengambil kebijakan, dll. Meski membawa manfaat bagi komunitas, praktisi tetap harus memerhatikan agar kontribusi sekutu dan anggota masyarakat tetap dihargai secara pantas. Bentuk penghargaan tidak harus dalam bentuk uang, tetapi juga penghargaan lain yang sesuai. 6. Pengambil keputusan Praktisi perlu menetapkan siapa saja yang akan bertanggung jawab untuk mengambil keputusan akhir dalam rencana dan pelaksanaan kegiatan. Hal ini dapat didiskusikan bersama dengan sekutu dan anggota masyarakat, juga jejaring yang terlibat dalam perencanaan. Tim yang mengambil keputusan biasanya adalah tim yang sejak awal telah terlibat sejak perencanaan asesmen kebutuhan. Tim tersebut dapat pula disebut tim inti, yaitu praktisi, sekutu, penyedia dana, dll. Hal yang perlu dicatat adalah seluruh tahapan persiapan harus didokumentasikan dengan rapi, baik proses maupun keputusan akhirnya. 6 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Konsep utama asesmen berbasis komunitas Sebagai contoh, proses penentuan cakupan dan keputusan akhir cakupan asesmen kebutuhan, dll. IV. Referensi Bartholomew Eldredge, L. K., Markham, C. M., Ruiter, R. A. C., Fernandez, M. E., Kok, G., & Parcel, G. S. (2016). Planning health promotion programs: an Intervention Mapping approach (Fourth). San Francisco, CA, USA: Jossey-Bass. Atau https://interventionmapping.com/ atau video ini. Sokang, Y. A. (2020). A Starting Mark of Health Promotion in Jakarta: Voicing the Community’s Perspective. Maastricht University. https://doi.org/10.26481/dis.20200528as Prawitasari, J.E. (2011). Psikologi Klinis: Pengantar Terapan Mikro dan Makro. Jakarta: Penerbit Erlangga. Sumber lain yang dapat dieksplorasi untuk melihat contoh persiapan dan langkah-langkah asesmen kebutuhan: Keluarga dan anak. Community tool box. 7 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 2; Konsep utama asesmen berbasis komunitas Materi Pertemuan 3 sudah selesai! Silakan ingat kembali: 1. Apa yang dimaksud dengan asesmen kebutuhan? 2. Hal apa saja yang harus diperhatikan ketika menyusun rencana asesmen kebutuhan? 3. Pertanyaan apa saja yang perlu dijawab agar asesmen kebutuhan dapat memberi hasil yang maksimal? !! Topik diskusi Video yang dapat ditonton lebih lanjut secara personal: Asesmen kebutuhan dalam seting perusahaan. Asesmen kebutuhan dalam seting pendidikan. 8 ASESMEN BERBASIS KOMUNITAS PS1WP094 Dr.Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 3 Konsep teknik observasi dan wawancara dalam seting komunitas PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 3; Konsep teknik observasi dan wawancara dalam seting komunitas I. Pengantar Saat melakukan asesmen kebutuhan, praktisi membutuhkan banyak sumber data karena akan digunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan dan juga mengumpulkan semua sudut pandang agar dapat melihat isu yang dihadapi secara lebih menyeluruh. Penggalian informasi dari berbagai sumber data harus dilakukan secara sistematis dan sesuai dengan kaidah ilmiah agar hasil yang diperoleh juga dapat dipertanggungjawabkan. Cara melakukan pengumpulan data untuk asesmen kebutuhan komunitas akan berbeda dengan pengumpulan data untuk asesmen kebutuhan individual, terutama karena unit analisisnya lebih luas – ingat materi Pendekatan asesmen komunitas. II. Jenis data Ada dua jenis data yang dapat digunakan oleh praktisi, yaitu data pertama (primary data) dan kedua (secondary data). 1. Data pertama (primary data) Data pertama adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh praktisi untuk kepentingan asesmen kebutuhan. Data pertama dapat dikumpulkan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Meskipun dapat memberikan informasi terbaru dan dapat langsung digunakan untuk menjawab pertanyaan yang ingin digali, namun untuk dapat mengumpulkan data pertama, praktisi haruslah memiliki rencana, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan pengumpulan data. 2. Data kedua (secondary data) Data kedua adalah data yang sudah dikumpulkan oleh orang lain, disebut juga data arsip (archival data). Data ini biasanya dikumpulkan untuk tujuan yang lain, tetapi informasi yang ada dapat digunakan untuk asesmen kebutuhan. Data kedua seringkali berupa data kuantitatif. Mengumpulkan data kedua lebih mudah dan murah karena sudah tersedia. Di sisi lain, praktisi harus teliti melihat kaitan antara data yang sudah tersedia dengan isu yang diangkat, misalnya jumlah responden, metode yang digunakan, 1 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 3; Konsep teknik observasi dan wawancara dalam seting komunitas apakah data cukup menggambarkan situasi terkini, apakah data dikumpulkan oleh sumber terpercaya, dan lain-lain. Contoh data kedua adalah data survei atau sensus penduduk, data jumlah rumah sakit dan puskesmas, data perekonomian, dan lain-lain. III. Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data dipilih sesuai dengan tujuan kegiatan pengambilan data dan sumber daya yang ada – ingat materi Konsep utama asbekom, poin III. Hal ini sangat penting diperhatikan agar ada keselarasan antara tujuan, desain, pengumpulan data, dan analisis data – baik untuk keperluan penelitian maupun untuk kepentingan praktis. Pengambilan data dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif, dan juga dengan kombinasi keduanya atau sering disebut sebagai mixed methods. Meskipun penggunaan metode kombinasi ini memiliki tantangannya tersendiri karena menyatukan berbagai jenis data namun kombinasi metode ini mampu menjawab kebutuhan asesmen secara lebih menyeluruh – ingat point I. 1. Metode kuantitatif Pengumpulan data dengan metode kuantitatif berkaitan dengan angka dan jumlah; biasanya berhubungan dengan data administrasi yang ada di komunitas sasaran. Data yang bisa dikumpulkan, misalnya jumlah penduduk, jumlah remaja, jumlah orang yang bekerja, jumlah tindakan kejahatan, jumlah kecelakaan, dan lain-lain. Informasi lain yang juga dapat dikumpulkan dengan metode kuantitatif adalah kondisi ekonomi, kondisi kesehatan, tingkat pendidikan, dan lain-lain. – ingat bahwa informasi yang dikumpulkan harus sesuai dengan materi Konsep utama asbekom, poin III. Data kuantitatif yang terkumpul dapat dibandingkan dengan data dari komunitas atau kelompok lain untuk menilai seberapa penting isu tersebut untuk diangkat, misalnya jumlah tingkat kejahatan di komunitas A lebih tinggi dari tingkat kejahatan di komunitas B. Meski demikian, praktisi harus memahami konteks yang ada di komunitas A sehingga tidak hanya 2 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 3; Konsep teknik observasi dan wawancara dalam seting komunitas membandingkan angkanya saja. Untuk memahami konteks yang ada di komunitas, praktisi perlu melakukan pengumpulan data dengan metode kualitatif. 2. Metode kualitatif Metode kualitatif berfokus untuk memahami sudut pandang anggota komunitas, termasuk pengalaman, nilai budaya, adat istiadat, dan lain-lain. Ketika melakukan pengumpulan data dengan metode kualitatif, praktisi harus mampu mengesampingkan sudut pandang pribadinya agar dapat melihat cara pandang anggota komunitas. Dengan begitu, praktisi dapat menerima perspektif anggota komunitas dan melihatnya secara objektif. Metode pengumpulan data secara kualitatif dapat dilakukan kepada sekutu – ingat materi Pendekatan asesmen komunitas, poin III.c. Selain itu, sangat penting untuk melibatkan anggota masyarakat karena merekalah yang benar-benar mengalami situasi yang ada di dalam komunitas. Selain melibatkan sekutu dan anggota masyarakat dalam pengumpulan data, praktisi juga perlu melibatkan mereka dalam seluruh kegiatan agar dapat memberi masukan yang sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan – ingat materi Pendekatan asesmen komunitas, poin VI. Untuk dapat mengumpulkan data dengan benar, praktisi harus memiliki sumber daya yang sesuai, misalnya mengumpulkan data demografis komunitas dengan melibatkan peneliti kuantitatif, dan mengumpulkan informasi mengenai sudut pandang masyarakat dengan melibatkan peneliti kualitatif – ingat materi Konsep utama asbekom, poin III. Integrasi antara metode kualitatif dan kuantitatif atau mixed methods dapat dilakukan dengan beberapa model seperti dalam gambar di bawah ini. 3 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 3; Konsep teknik observasi dan wawancara dalam seting komunitas Gambar model mixed methods IV. Memilih metode yang akan digunakan Pemilihan metode pengumpulan data harus mempertimbangkan berbagai hal – ingat materi Konsep utama asbekom, poin III. Pemilihan metode dapat dilakukan dengan menjawab beberapa pertanyaan, seperti: informasi seperti apa yang dibutuhkan? Siapa yang memiliki keterampilan dan kemampuan untuk mengumpulkan data? Siapa yang memiliki keterampilan dan kemampuan untuk melakukan analisis data? Penyusunan rencana secara teliti sebelum melakukan pengumpulan data menjadi sangat penting. Demikian pula dengan dokumentasinya. Contoh dari Unicef. 4 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 3; Konsep teknik observasi dan wawancara dalam seting komunitas Sebelum melanjutkan, silakan ingat kembali: Jenis-jenis data. Metode dalam mengumpulkan data. Model mixed methods yang dapat dilakukan. Cara memilih metode yang akan digunakan. Ingat kembali materi belajar pertemuan 2 dan 3. !! V. Teknik pengumpulan data Ada berbagai teknik pengumpulan data yang bisa dilakukan untuk asesmen kebutuhan. Dalam materi belajar pertemuan 4 ini, teknik yang akan dibahas adalah teknik yang sering digunakan, serta yang akan dilakukan simulasi sederhananya dalam beberapa pertemuan ke depan. 1. Pengamatan/observasi Pengamatan adalah metode yang banyak digunakan dalam ilmu pengetahuan, entah menggunakan panca indra manusia ataupun menggunakan alat, misalnya menggunakan fMRI (functional magnetic resonance imaging). Pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data yang tidak bisa dikumpulkan oleh metode lainnya. a. Cara melakukan pengamatan 1) Sampling waktu atau time sampling, dilakukan dalam jarak waktu yang tetap, misalnya satu kali setiap satu jam. 5 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 3; Konsep teknik observasi dan wawancara dalam seting komunitas 2) Sampling peristiwa Hanya mengamati aktivitas tertentu, misalnya interaksi saat makan. 3) Kombinasi Kombinasi sampling waktu dan peristiwa, misalnya pengamatan dilakukan satu kali setiap 10 menit saat makan. b. Bentuk pengamatan 1) Sederhana Mencatat hasil pengamatan di lapangan, misalnya: mencatat semua hal yang berkaitan dengan kehidupan warga sebagai hasil pengamatan. 2) Canggih Menggunakan teknologi ketika melakukan pengamatan agar hasil amatan lebih tepat dan akurat, misalnya menggunakan rekaman audiovisual. c. Jenis pengamatan Berdasarkan keterlibatan pengamat: participatory dan non-participatory. Berdasarkan tempat: natural dan laboratorium. Pengamatan yang biasanya dilakukan dalam seting komunitas adalah participatory – natural, yaitu mengamati tingkah laku spontan di tempat aslinya, misalnya praktisi hidup di komunitas tersebut selama satu tahun untuk dapat mengamati karakteristik komunitas dan perilaku individu di dalamnya. Meski bisa mengumpulkan banyak data, namun cara ini sering dianggap kurang efektif karena terlalu banyak informasi yang harus dicatat, sehingga alternatif yang lebih praktis adalah melakukan pengamatan secara periodik/berkala, tidak terus menerus. Alternatif lain adalah menggunakan teknologi, seperti rekaman audio, video dan foto yang 6 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 3; Konsep teknik observasi dan wawancara dalam seting komunitas menjadi bukti asli hasil pengamatan lapangan dan dapat dianalisis. Sebelum melanjutkan, silakan ingat kembali: Cara memilih metode pengumpulan data. Cara melakukan pengamatan. Bentuk pengamatan. Jenis pengamatan. !! 2. Wawancara Pengumpulan data dalam seting komunitas sangat membutuhkan wawancara dalam mengumpulkan data untuk asesmen kebutuhan. Wawancara dilakukan oleh dua pihak atau lebih dengan maksud untuk mengumpulkan data. Dalam wawancara, ada pihak yang ingin mencari informasi (pewawancara/interviewer) dan pihak lain yang menjadi sumber informasi (orang yang diwawancarai/interviewee). Wawancara digunakan untuk menggali data mendalam yang tidak bisa didapatkan melalui metode kuantitatif. Jenis pertanyaan, cara bertanya, kemampuan mendengarkan, dan interaksi antara interviewer dan interviewee menjadi sangat penting dalam wawancara agar informasi yang terkumpul dapat berguna. Hal ini membuat percakapan dalam wawancara berbeda dengan percakapan sehari-hari. Pertimbangan etis dan perlindungan kepada partisipan juga harus menjadi perhatian praktisi. Meskipun data wawancara adalah bukti pandangan atau pendapat partisipan terhadap suatu isu, namun tanggapan ini dapat pula dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti apakah interviewer memengaruhi interviewee, baik secara langsung ataupun tidak langsung; apakah ada kepercayaan antara satu sama lain; apakah ada relasi dan interaksi yang baik antara keduanya, dan lain-lain. Hal ini dapat diatasi jika interviewer memiliki keterampilan dalam melakukan wawancara. 7 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 3; Konsep teknik observasi dan wawancara dalam seting komunitas a. Jenis wawancara Wawancara dapat dilakukan dengan struktur yang jelas dan kaku seperti ketika melakukan survei, atau dengan struktur yang lebih longgar dengan menggunakan panduan pertanyaan secara garis besar. 1) Wawancara tertutup Wawancara tertutup memiliki struktur yang jelas dan cenderung kaku. Panduan wawancara tertutup berisi pertanyaan dengan jawaban tertentu. Interviewer tidak boleh menambah atau mengurangi pertanyaan yang diberikan. Interviewee tinggal memilih jawaban mana yang sesuai dengan informasi yang akan dimilikinya. Wawancara tertutup bisa diwawancarakan (ditanyakan secara verbal), atau ditulis sendiri oleh pemberi informasi. Lihat contoh di sini. Data yang didapat dari wawancara tertutup dapat betul-betul sesuai dengan apa yang ingin digali karena pertanyaannya sudah disiapkan dengan baik dan dengan jelas. Namun jawaban dari responden tidak dapat digali lebih dalam. 2) Wawancara terbuka Wawancara terbuka dapat dilakukan dalam struktur yang agak longgar dan sangat longgar. Panduan wawancara dalam struktur yang agak longgar biasanya berisi pertanyaan garis besar dengan beberapa pertanyaan tertutup. Pada wawancara dengan struktur yang sangat longgar, panduan wawancara hanya berisi pertanyaan garis besar. Arah wawancara terbuka akan mengikuti jawaban interviewee. Wawancara terbuka digunakan untuk memperoleh data secara lebih mendalam sehingga disebut wawancara mendalam atau in-depth interview. Pertanyaan dalam wawancara terbuka dimulai dengan kata ‘bagaimana’ dan ‘mengapa’. Lihat contoh di sini. Data yang diperoleh dari wawancara terbuka sangat mendalam, sebab interviewer dapat melakukan konfirmasi jika ada pernyataan yang multitafsir, membingungkan, atau tidak jelas. Wawancara dapat diulang kepada interviewee yang sama jika data belum terpenuhi. 8 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 3; Konsep teknik observasi dan wawancara dalam seting komunitas Namun interviewer harus memiliki keterampilan yang baik agar dapat memahami pernyataan yang diungkapkan oleh interviewee, melihat kaitan antara informasi tersebut dengan tujuan pengambilan data, dan menjaga agar wawancara bisa menjawab isu yang ingin digali. Selain itu, interviewer juga perlu terampil untuk mengulang pertanyaan yang sama dengan kalimat berbeda untuk melihat konsistensi jawaban interviewee. b. Seting wawancara Wawancara dapat dilakukan dalam berbagai seting, namun materi belajar ini akan berfokus pada wawancara perorangan dan diskusi terarah. 1) Wawancara perorangan Cara ini digunakan untuk menggali pandangan, pengalaman, dan pemikiran seseorang mengenai isu yang diangkat. Wawancara perorangan dapat memberikan data yang mendalam karena interviewer berfokus pada satu interviewee saja ketika wawancara dilakukan. Dalam konteks asesmen kebutuhan komunitas, wawancara perorangan biasanya dipilih ketika isu yang akan dibicarakan merupakan isu yang sensitif. 2) Wawancara kelompok Wawancara kelompok akan dibahas secara detail pada materi belajar Konsep teknik observasi dan wawancara. 9 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 3; Konsep teknik observasi dan wawancara dalam seting komunitas Sebelum melanjutkan, silakan ingat kembali: 1. Jenis-jenis wawancara. 2. Seting wawancara. 3. Kelebihan dan kekurangan DKT. !! VI. Referensi Bartholomew Eldredge, L. K., Markham, C. M., Ruiter, R. A. C., Fernandez, M. E., Kok, G., & Parcel, G. S. (2016). Planning health promotion programs: an Intervention Mapping approach (Fourth). San Francisco, CA, USA: Jossey-Bass. Atau https://interventionmapping.com/ atau video ini. Prawitasari, J.E. (2011). Psikologi Klinis: Pengantar Terapan Mikro dan Makro. Jakarta: Penerbit Erlangga. Carrington, P. J., & John, S. Stanley Wasserman, eds. 2005. Models and Methods in Social Network Analysis. Materi Pertemuan 3 sudah selesai! Silakan ingat kembali: 1. Jenis data dan metode pengumpulannya. 2. Memilih metode yang akan digunakan. 3. Teknik pengamatan: cara, bentuk, dan jenisnya. 4. Teknik wawancara: jenis, seting. 5. Kelebihan dan kekurangan DKT. !! disusi 10 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 3; Konsep teknik observasi dan wawancara dalam seting komunitas Video cara pengumpulan data lainnya yang dapat ditonton lebih lanjut secara personal: Psikodrama Photovoice Diari dan photovoice Reviu literatur 11 ASESMEN BERBASIS KOMUNITAS PS1WP094 Dr.Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 6 Konsep teknik diskusi kelompok terarah dalam seting komunitas PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 6; Konsep teknik diskusi kelompok terarah dalam seting komunitas I. Wawancara kelompok Wawancara kelompok banyak dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam konteks makro. Salah satu bentuk yang banyak dikenal adalah Focus Group Discussion/Diskusi Kelompok Terarah (FGD/DKT), yaitu wawancara kelompok yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi (pendapat, pandangan, dll) dari suatu kelompok tertentu mengenai isu yang ingin digali. FGD terdiri dari 8 – 12 orang. Jika jumlah partisipan lebih dari 12, FGD menjadi tidak efektif karena perhatian fasilitator atau pemandu menjadi buyar. a) Kelebihan FGD 1. Lebih murah dan cepat dibandingkan dengan wawancara perorangan. 2. Bisa mengumpulkan data nonverbal dari pengamatan selama FGD. 3. Lebih interaktif karena partisipan dapat ditanyai kembali jika ada pernyataan yang kurang jelas. 4. Bisa mengumpulkan data yang banyak dan kaya karena format yang terbuka. Fasilitator FGD dapat menggali makna pernyataan partisipan dan membuat hubungan antara satu pernyataan dengan pernyataan lainnya. 5. Lentur dan dapat digunakan dalam berbagai konteks serta dapat digunakan untuk membicarakan berbagai topik. 6. Bisa digunakan untuk menggali informasi dari kelompok anak-anak dan kelompok buta huruf. b) Kekurangan DKT 1. Transkrip verbatim kurang praktis dan terlalu panjang. 2. FGD tidak dapat diulang sama persis. 3. Analisis data tidak boleh dipengaruhi oleh pendapat pribadi praktisi. 4. Kualitas hasil FGD ditentukan oleh tingkat keterampilan fasilitator, misalnya menerima pernyataan partisipan dengan terbuka, peka melihat komunikasi nonverbal partisipan, tegas tapi halus dalam memotong anggota yang dominan, menjaga agar diskusi tetap mengarah pada topik yang ingin digali. Fasilitator yang kurang terampil akan membuat data yang terkumpul kurang mendalam atau 1 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 6; Konsep teknik diskusi kelompok terarah dalam seting komunitas melebar. Beberapa ahli mengatakan bahwa partisipan FGD yang ideal adalah orang yang tidak saling mengenal. Namun dalam konteks Indonesia, cukup sulit mencari anggota kelompok yang tidak saling mengenal satu sama lain; apalagi jika berasal dari satu wilayah yang sama. Oleh karena itu, yang terpenting adalah partisipan FGD bersifat homogen, misalnya remaja, perempuan, memiliki minat yang sama, atau status sosial ekonomi sama. Menganalisis hasil FGD harus dilakukan secara hati-hati karena hasil tersebut hanya khusus dari kelompok yang terlibat saja, tidak bisa digunakan untuk menggambarkan kelompok yang lain. Akan lebih baik jika hasil FGD diperiksa dan diperkuat dengan menggunakan kuesioner dan diberikan kepada populasi atau kelompok yang lebih besar. Lihat contoh pelaporan FGD di sini. II. Referensi Bartholomew Eldredge, L. K., Markham, C. M., Ruiter, R. A. C., Fernandez, M. E., Kok, G., & Parcel, G. S. (2016). Planning health promotion programs: an Intervention Mapping approach (Fourth). San Francisco, CA, USA: Jossey-Bass. Atau https://interventionmapping.com/ atau video ini. Prawitasari, J.E. (2011). Psikologi Klinis: Pengantar Terapan Mikro dan Makro. Jakarta: Penerbit Erlangga. Carrington, P. J., & John, S. Stanley Wasserman, eds. 2005. Models and Methods in Social Network Analysis. 2 PS1WP094; Dr. Yasinta Astin Sokang, M.Psi., Psikolog Materi pertemuan 6; Konsep teknik diskusi kelompok terarah dalam seting komunitas Materi Pertemuan 6 sudah selesai! Silakan ingat kembali: 1. Jenis data dan metode pengumpulannya. 2. Memilih metode yang akan digunakan. 3. Teknik pengamatan: cara, bentuk, dan jenisnya. 4. Teknik wawancara: jenis, seting. 5. Kelebihan dan kekurangan DKT. !! 3