Laporan Studi Akhir - Pencegahan Banjir di Kecamatan Baleendah PDF
Document Details
Uploaded by SuccessfulLepidolite2358
Studio Proses Perencanaan A
Tags
Related
- Analisis Studi Kasus Kerugian Banjir Rob di Pekalongan 2024 (PDF)
- Tema 1 (1) PDF - Introducción a la Innovación
- Manajemen Bencana Banjir Genuk 2024 PDF
- Hindi PDF 1-31 dQÀfa¶fSXX, 2023
- Immune System Review PDF
- Astroglial Hmgb1 Regulates Postnatal Astrocyte Morphogenesis and Cerebrovascular Maturation PDF
Summary
This document is a report on flood prevention in Baleendah sub-district. It analyzes social impacts and mitigation strategies, focusing on the physical conditions, environmental hazards and community preparedness..
Full Transcript
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bandung memiliki letak yang strategis sebagai penyangga Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, dengan jarak 61,5 km dari Kota Bandung, dan sekitar 216 km d...
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Bandung memiliki letak yang strategis sebagai penyangga Ibu Kota Provinsi Jawa Barat, dengan jarak 61,5 km dari Kota Bandung, dan sekitar 216 km dari Pusat Pemerintahan Republik Indonesia di Jakarta. Secara umum, Kabupaten Bandung merupakan wilayah yang dinamis, berbagai dinamika pembangunan terus berlangsung baik di bidang politik, ekonomi, sosial maupun budaya, sehingga berbagai perkembangan terjadi pada hampir semua sektor. Gambar 1.1 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat Sumber: Revisi Rencana Tata Ruang Kabupaten Bandung 2007-2027, 2024 Visi pembangunan Kabupaten Bandung menurut RPJMD, tahun 2025 yaitu “Kabupaten Bandung yang Repeh Rapih Kerta Raharja Tahun 2025”, memiliki peran terhadap perwujudan visi Nasional Tahun 2025, yaitu Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur, serta visi Provinsi Jawa Barat Tahun 2025 yaitu Dengan Iman dan Taqwa, Tahun 2025. Visi tersebut didukung oleh enam misi, yaitu: 1. Mewujudkan Kabupaten Bandung yang Aman dan Tertib; 2. Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik; 3. Meningkatkan Daya Dukung dan Kualitas Lingkungan; 4. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia; 19 5. Menciptakan Pemerataan Pembangunan dan Berkeadilan; dan 6. Mewujudkan Perekonomian Masyarakat yang Berdaya Saing. Gambar 1.2 Peta Batas Administrasi Kecamatan Baleendah Sumber: Hasil Analisis, 2024 Kecamatan Baleendah merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kecamatan Baleendah memiliki luas wilayah sebesar 40.701 km², yang terdiri atas gabungan 5 kelurahan dan 3 desa dengan batas-batas wilayah sebagai berikut. Utara : Kecamatan Dayeuhkolot dan Kecamatan Bojongsoang Selatan: Kecamatan Arjasari dan Kecamatan Pameungpeuk Barat : Kecamatan Margahayu dan Kecamatan Katapang Timur : Kecamatan Ciparay Kecamatan Baleendah di Kabupaten Bandung merupakan salah satu wilayah administrasi yang memiliki kerentanan fisik tinggi, utamanya ketika menghadapi bencana banjir. Secara geografis, kecamatan ini berada di dataran rendah cekungan bandung yang dilintasi oleh Sungai Citarum, sehingga rentan terhadap genangan air dan luapan sungai, terutama saat musim hujan. Tingginya curah hujan dan kondisi topografi membuat wilayah ini menjadi salah satu kawasan yang paling terdampak oleh bencana banjir di Kabupaten Bandung. Kemudian hal ini diperparah dengan maraknya alih fungsi lahan pertanian menjadi permukiman yang terjadi. Menurut dokumen KLHS Tata Ruang dan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bandung, terdapat lonjakan jumlah kawasan pemukiman yang sangat signifikan. Pada RTRW 2016-2036, total kawasan pemukiman sebesar 33.458,53 ha. Kemudian naik menjadi 42.201,87 ha pada RTRW 20 2023-2043. Kenaikannya mencapai 8.743,34 ha, sedangkan lahan pertanian berkurang drastis dari 39.422,96 ha menjadi 34.068,35 ha. Dari data ini terlihat terjadi pengurangan lahan pertanian sebesar 5.354,61 ha. Hilangnya lahan resapan mengakibatkan air tidak bisa terserap dengan baik ke dalam tanah, mempercepat aliran permukaan, dan meningkatkan risiko banjir. Selain alih fungsi lahan pertanian, pencemaran lingkungan utamanya penumpukan sampah di sekitar aliran sungai menjadi isu yang serius di Kecamatan Baleendah karena memperburuk kondisi yang sudah terjadi. Sebagai kecamatan yang setiap tahunnya terjadi banjir di beberapa wilayahnya, Baleendah seharusnya mampu untuk memaksimalkan upaya mitigasi bencana untuk meminimalisasi dampak sosial yang ditimbulkan. Dampak sosial tersebut meliputi perubahan demografi dan tingkat kesejahteraan dari penduduk Kecamatan Baleendah pada kawasan rawan banjir. Mulai dari pertumbuhan penduduk, kesehatan, kemiskinan, kriminalitas, ketenagakerjaan, dan pendidikan yang dapat berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Masyarakat untuk menyatakan tingkat kesejahteraan. Untuk itu, diperlukan analisis untuk mengidentifikasi seberapa jauh dampak sosial yang ditimbulkan dari bencana banjir dan efeknya bagi perkembangan Kecamatan Baleendah. Akan ditinjau juga upaya yang sudah dilakukan terhadap masyarakat Kecamatan Baleendah pada kawasan rawan banjir untuk meminimalisasi dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari bencana banjir. Dengan jumlah penduduk sebesar 279.914 jiwa dan laju pertumbuhan penduduk terakhir pada angka 2,22% yang kian naik di tahun 2022, menunjukkan bahwa Kecamatan Baleendah akan terus mengalami pertumbuhan penduduk. Hal ini dapat menjadi potensi dan tantangan dengan potensinya adalah Sumber Daya Manusia yang memiliki ilmu mitigasi bencana banjir sehingga mampu mengurangi dampak sosial, dan sebagai tantangan bila masyarakat belum memiliki kesiapan untuk menghadapi bencana banjir yang dapat memperlambat proses pemulihan pasca bencana. Jika dilihat dari sudut pandang ekonomi wilayah, berdasarkan PDRB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Bandung selama 5 tahun terakhir (2019-2023), sektor industri pengolahan merupakan sektor yang menyumbang nilai terbesar. Menurut BPS 2024, terdapat 16 industri yang dikategorikan sebagai industri pengolahan, salah satunya adalah industri makanan dan minuman. Berdasarkan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bandung, industri makanan di Kecamatan Baleendah merupakan industri dengan jumlah paling banyak yaitu sebanyak 257 perusahaan. Kecamatan Baleendah sebagai kecamatan dengan jumlah penduduk paling banyak di Kabupaten Bandung masih sering dilanda bencana banjir tahunan. Bencana banjir bukan menjadi suatu hal yang asing terjadi. Dampak dari bencana banjir ini menimbulkan kerugian, baik 21 kerugian langsung maupun kerugian tidak langsung. Salah satu kerugian tidak langsung yang terjadi adalah kehilangan pendapatan. Bencana banjir menyebabkan aksesibilitas terganggu sehingga kegiatan ekonomi menjadi terhambat. Beberapa warga Baleendah pun memutuskan untuk tidak berkegiatan akibat banjir. Dalam aspek sarana dan prasarana, masih umumnya terjadinya banjir di Kecamatan Baleendah masih menjadi isu yang menghambat kinerja sarana dan prasarana lainnya, seperti banyaknya jalan yang rusak karena adanya banjir, banyak rumah masyarakat yang tenggelam, adanya kerusakan ekologi di berbagai lokasi wisata, rusaknya kendaraan masyarakat karena terendam banjir, dan lain sebagainya. Pemerintah baik pemerintah daerah hingga pemerintah nasional telah berupaya untuk menanggulangi isu ini dengan adanya pembangunan infrastruktur, dan pembangunan tersebut telah mengurangi intensitas banjir di Kecamatan Baleendah. Meskipun demikian terdapat banyak kasus dimana tampaknya infrastruktur penanggulangan banjir yang ada masih belum memadai, dari tanggul yang roboh, drainase atau sungai yang tertumpuk dengan sampah, drainase yang tidak tertutup, drainase yang kurang optimal, dan seterusnya. Dalam kelembagaan dan pembiayaan, sudah terdapat beberapa upaya dalam penanggulangan untuk bencana banjir yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Bandung maupun pemerintah kecamatan di Baleendah itu sendiri. Namun, apakah upaya-upaya yang direncanakan tersebut sebenarnya sudah optimal pelaksanaanya, yang pada kenyataannya masih saja terdapat beberapa program maupun kebijakan untuk memitigasi bencana tersebut belum optimal. Isu banjir ini sudah lama munculnya di Kecamatan Baleendah dan masyarakat pun sudah beberapa kali mencoba mengupayakan penanggulangan bencananya secara mandiri namun dampaknya masih skala kecil dan belum solusi jangka panjang. Hal ini membutuhkan intervensi dari pemerintah setempat untuk membuat kebijakan dan program sesuai karakteristik fisik maupun masyarakatnya dengan tujuan menjadikan Kecamatan Baleendah yang tangguh akan bencana banjir yang sudah dialaminya bertahun-tahun. Disanalah peran pemerintah dan masyarakat untuk saling membantu dan bekerja sama untuk menanggulangi bencana banjir, dengan memberdayakan sumber daya yang dimilikinya. Kondisi Kecamatan Baleendah yang mengalami bencana banjir rutin setiap tahun membuat berbagai pihak sudah mencoba dalam mengurangi dampaknya baik dengan mengadakan program dan fasilitas penanggulangan banjir. Akan tetapi, masih banyak aspek yang terdampak oleh banjir tahunan di kecamatan Baleendah walaupun sudah ada upaya penanggulangan tersebut. Maka dari itu ada urgensi 22 dalam mencari strategi terbaik dalam memitigasi bencana banjir di kecamatan Baleendah. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, fasilitas pencegahan banjir di kecamatan Baleendah sudah membuat waktu surut banjir lebih singkat. Akan tetapi, masih terdapat titik-titik tertentu yang terdampak banjir. Walaupun sudah membaik, penyusutan lahan pertanian dan lahan terbuka hijau karena alih fungsi lahan akibat pembangunan pemukiman meningkatkan resiko terjadinya banjir. Selain itu, silitas pencegahan banjir di Kecamatan Baleendah meliputi Kolam Retensi Andir dan Cieunteung, Oxbow Cisangkuy, Floodway Cisangkuy yang mengurangi potensi banjir dengan memindah aliran Sungai Cisangkuy untuk bermuara di Kecamatan Katapang. Terowongan Nanjung dibangun untuk memperlancar aliran Sungai Citarum di Curug Jompong dan mengurangi durasi dan luas genangan saat musim hujan di Baleendah dan Dayeuhkolot. Selain itu ada pula program berupa Normalisasi Sungai Citarum dengan pengerukan sedimentasi pada musim kemarau dan perubahan fungsi lahan tidak produktif di bantaran Sungai Citarum menjadi perkebunan sebagai daerah resapan air. Banjir yang terjadi di Kecamatan Baleendah juga menyebabkan kerusakan wisata ekologi dan wisata buatan di Baleendah. Hal ini disebabkan karena sistem drainase di Kecamatan Baleendah yang juga masih kurang memadai dan aktivitas ekonomi yang terhambat karena kualitas jalanan yang buruk karena banjir. Sehingga dari masalah-masalah tersebut, didapatkan isu mengenai belum optimalnya pencegahan banjir untuk meminimalisasi dampak negatif di Kecamatan Baleendah. 1.3 Tujuan dan Sasaran Dari rumusan masalah yang sudah ditentukan diturunkan tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Studio Proses Perencanaan A di Kecamatan Baleendah, yaitu “Mengidentifikasi strategi mitigasi bencana banjir untuk meminimalisasi dampak negatif di Kecamatan Baleendah”. Dari tujuan tersebut, diturunkan beberapa sasaran penelitian, antara lain: 1. Mengidentifikasi kondisi fisik serta pencemaran lingkungan yang terjadi di Kecamatan Baleendah; 2. Mengidentifikasi dampak sosial dan upaya peningkatan pengetahuan masyarakat Kecamatan Baleendah terhadap bencana banjir; 3. Menentukan strategi pengembangan sarana prasarana pencegah dan penanggulangan banjir di Kecamatan Baleendah; 23 4. Merumuskan strategi penguatan Usaha Kuliner (UMKM) di Kecamatan Baleendah dalam menghadapi dampak akibat bencana banjir; dan 5. Merumuskan strategi pengoptimalan sistem tata kelola kelembagaan dan pembiayaan dalam mitigasi bencana banjir di Kecamatan Baleendah. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup perencanaan terbagi ke dalam tiga bagian yaitu: ruang lingkup materi, waktu, dan wilayah. Berikut penjelasan dari ruang lingkup perencanaan. 1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah Gambar 1.3 Peta Batas Administrasi Kecamatan Baleendah Sumber: Hasil Analisis, 2024 Wilayah studi dalam Studio Proses Perencanaan Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat mencakup pengertian yang luas secara fungsional pada beberapa wilayah utamanya yang sering terdampak bencana banjir yang secara administratif berbatasan dengan Kecamatan Dayeuhkolot dan Kecamatan Bojongsoang di bagian utara, Kecamatan Arjasari dan Kecamatan Pameungpeuk di bagian selatan, Kecamatan Margahayu dan Kecamatan Katapang di bagian barat, serta Kecamatan Ciparay di bagian timur. 1.4.2 Ruang Lingkup Materi Ruang lingkup substansi dari Studio Proses Perencanaan Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat mencakup beberapa materi dan tinjauan seperti tinjauan pra survei, survei, fakta, analisis, dan interpretasi. Substansi tersebut terbagi menjadi beberapa aspek sebagai berikut: 24 Aspek fisik dan lingkungan, mencakup karakteristik umum fisik wilayah, analisis kesesuaian lahan, analisis daya dukung lingkungan, kebencanaan, dampak lingkungan, dan lain-lain; Aspek sosial kependudukan, mencakup pertumbuhan penduduk, kesehatan penduduk, ketenagakerjaan, serta pendidikan yang menyinggung pemahaman masyarakat akan mitigasi bencana banjir; Aspek sarana dan prasarana, mencakup gambaran umum, analisis sarana dan prasarana, dan lain-lain; Aspek ekonomi wilayah, mencakup gambaran umum, analisis sektor unggulan, analisis daya saing wilayah, proyeksi indikator-indikator perekonomian ke depan, dan lain-lain; Aspek kelembagaan dan pembiayaan, mencakup organisasi perangkat daerah, keuangan daerah, sumber daya manusia aparatur pemerintah, prioritas pembangunan, keterlibatan lembaga pusat, provinsi, daerah, non pemerintah dalam pembangunan, dan koordinasi kelembagaan. 1.4.3 Ruang Lingkup Waktu Studio Proses Perencanaan dilaksanakan selama 16 minggu. Pelaksanaan terhitung sejak September 2024 hingga Januari 2025. Berikut merupakan tabel waktu pelaksanaan Studio Proses Perencanaan: Tabel 1.1 Waktu Pelaksanaan Studio Bulan dan Minggu ke- Kegiatan No Topik Penunjang Sep Okt Nov Des Jan 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 1 Pengantar Penyusunan proses organisasi studio perencanaan wilayah dan kota; penentuan obyek perencanaan 2 Pengantar Diskusi awal survei dalam mengenai topik proses survei perencanaan wilayah dan kota; penentuan topik dan wilayah studi 3 Merumuskan Presentasi persoalan, gambaran umum 25 tujuan, dan topik studi, serta sasaran survei; isu dan pohon mendeliniasi masalah per wilayah survei aspek 4 Identifikasi Mengidentifikasi kebutuhan data, kebutuhan data meliputi jenis (kelompok), dan sumber menyiapkan data dan surat-surat informasi, perizinan survei termasuk data dan mulai spasial dan mengurus aspasial, serta perizinan survei, kualitas, dan kuliah tamu validitas, dan tentang reliabilitas data Kabupaten Bandung 5 Teknik Menyiapkan pengumpulan proposal teknis data primer dan dan monitoring sekunder, juga perkembangan pengumpulan perizinan survei data secara online (kuesioner online, FGD online,data mining, dan lain-lain); sampling probabilitas dan non-probabilisti k; panduan observasi, plotting, dan traffic counting 6 Perangkat Presentasi survei, kebutuhan data mencakup dan perangkat checklist data survei sekunder, pedoman wawancara dan FGD, serta kuesioner 7 Perangkat Pelaksanaan survei Rona awal 8 Persiapan Persiapan survei, perangkat survei 26 9 mencakup pilot Perangkat survei survei, final organisasi dan jadwal survei, serta kerangka analisis hasil survei 10 Pelaksanaan survei 11 Evaluasi survei Pengumpulan logbook harian survei 12 Kompilasi data, Kodifikasi data mencakup entri kualitatif dan data, Presentasi pengelompokan progres /coding, serta kompilasi data integrasi dan pengelolaan basis data 13 Mengolah dan Pengumpulan menyajikan kompilasi data data dalam teks, tabel, diagram, dan peta 14 Penyusunan Pengumpulan laporan, hasil analisis presentasi, dan 15 diskusi Presentasi gabungan 16 UAS Pengumpulan laporan akhir dan kompilasi data Sumber: Hasil Analisis, 2024 27 1.5 Alur Berpikir Berikut merupakan alur berpikir sederhana yang digunakan dalam pelaksanaan Studio A. Gambar 1.4 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung, Jawa Barat Sumber: Hasil Analisis, 2024 Kegiatan Studio A dibagi menjadi 3 tahap, dari Pra-Survei, Survei, dan Pasca Survei. Pra-Survei dimulai dengan membuat gambaran umum dimana setiap aspek 28 mencari temuan yang berkaitan dengan kecamatan Baleendah dan dari temuan-temuan tersebut, ditemukan beberapa persoalan yang pada akhirnya dijadikan isu studio. Isu studio kemudian diturunkan menjadi tujuan kami melakukan survei studio ini dan juga dijadikan sasaran yang disesuaikan setiap aspeknya. Setelah persiapan dari substansi kami sudah matang, kami melaksanakan survei untuk mengambil data primer dan sekunder untuk membuktikan isu studio kami. Setelah mendapatkan data-data tersebut, dilaksanakan analisis per aspeknya, dimana setiap aspek akan melakukan analisisnya seperti Fisik dan Lingkungan melakukan analisis spasial dan analisis skoring, Sosial dan Kependudukan melakukan analisis deskriptif dan Univariate Local Moran’s Analysis, Sarana dan Prasarana melakukan analisis kapabilitas jalan, analisis GAP Infrastruktur, analisis deskriptif dan analisis spasial, Ekonomi wilayah melakukan analisis LQ, Root Cause Analysis, dan SMART Analysis, serta Kelembagaan dan Pembiayaan melakukan Stakeholder Analysis dan Root Cause Analysis. Dari hasil analisis tersebut, dilakukan juga analisis SWOT untuk mencari strategi lintas aspek yang akan dijadikan menjadi sebuah rekomendasi studio. 1.6 Sistematika Penulisan Laporan Sistematika penulisan laporan ini dirancang untuk memberikan penjelasan yang terstruktur dan mendalam mengenai setiap bagian, sehingga memudahkan pembaca dalam memahami isi laporan. Adapun rincian sistematika penulisan adalah sebagai berikut: 1. Bab I Pendahuluan Bab ini berisi uraian mendetail mengenai berbagai hal yang menjadi dasar dari laporan ini. Penjelasan dimulai dengan latar belakang yang mengungkapkan alasan utama disusunnya laporan ini, dilanjutkan dengan perumusan masalah yang mencerminkan isu-isu penting yang perlu ditangani. Selain itu, dalam bab ini juga dipaparkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai berdasarkan berbagai aspek yang dikaji. Ruang lingkup penelitian dijelaskan secara komprehensif, mencakup ruang lingkup materi, ruang lingkup waktu yang menjelaskan rentang periode penelitian, serta ruang lingkup wilayah yang mendeskripsikan area geografis penelitian. Alur berpikir yang menjadi landasan dalam penyusunan laporan dijelaskan secara terstruktur, diakhiri dengan pemaparan mengenai sistematika penulisan laporan ini. 2. Bab II Konsep Teori Bab ini menyajikan penjelasan tentang berbagai konsep teori dan metode analisis yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan analisis data. 29 Setiap konsep teori yang diuraikan dirancang untuk menjawab kebutuhan masing-masing aspek kajian. Penjelasan dimulai dengan konsep teori yang berkaitan dengan aspek fisik dan lingkungan, diikuti dengan aspek sosial dan kependudukan, aspek ekonomi wilayah, aspek sarana dan prasarana, serta aspek kelembagaan dan pembiayaan. Semua konsep ini dikaji secara mendalam untuk memberikan pemahaman yang menyeluruh kepada pembaca mengenai landasan teoritis yang digunakan. 3. Bab III Metodologi Bab ini menguraikan metode yang diterapkan dalam pengumpulan data serta langkah-langkah analisis data yang dilakukan untuk setiap aspek kajian. Penjelasan mencakup metode yang digunakan untuk mendapatkan data primer dan sekunder, serta teknik analisis yang dirancang untuk mengolah data dari masing-masing aspek, yaitu aspek fisik dan lingkungan, aspek sosial dan kependudukan, aspek ekonomi wilayah, aspek sarana dan prasarana, serta aspek kelembagaan dan pembiayaan. Penjelasan dalam bab ini disusun sedemikian rupa sehingga memberikan gambaran jelas mengenai pendekatan yang digunakan dalam penelitian. 4. Bab IV Gambaran Umum Wilayah Studi Bab ini menjelaskan secara rinci mengenai gambaran umum wilayah penelitian, yaitu Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, yang menjadi fokus studi ini. Informasi yang disajikan mencakup deskripsi kondisi aktual wilayah berdasarkan kelima aspek kajian, yaitu aspek fisik dan lingkungan, aspek sosial dan kependudukan, aspek ekonomi wilayah, aspek sarana dan prasarana, serta aspek kelembagaan dan pembiayaan. Uraian ini bertujuan memberikan pemahaman menyeluruh mengenai karakteristik wilayah studi sebagai dasar untuk melakukan analisis lebih lanjut. 5. Bab V Analisis Bab ini menyajikan hasil analisis yang diperoleh dari proses pengolahan data primer dan sekunder. Analisis dilakukan menggunakan berbagai metode yang telah dijelaskan sebelumnya, disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing aspek. Penjelasan mencakup analisis untuk aspek fisik dan lingkungan, aspek sosial dan kependudukan, aspek ekonomi wilayah, aspek sarana dan prasarana, serta aspek kelembagaan dan pembiayaan. Selain itu, analisis SWOT juga diterapkan sebagai salah satu metode utama untuk merumuskan strategi dan rekomendasi yang relevan dengan isu-isu yang diangkat dalam studi ini. 30 6. Bab VI Penutup Bab terakhir ini berisi simpulan yang merangkum temuan utama dari analisis kelima aspek yang telah dibahas, yaitu aspek fisik dan lingkungan, aspek sosial dan kependudukan, aspek ekonomi wilayah, aspek sarana dan prasarana, serta aspek kelembagaan dan pembiayaan. Selain itu, bab ini juga menyajikan rekomendasi terkait isu-isu utama yang telah dianalisis, serta solusi yang dapat diimplementasikan untuk mengatasi kendala yang dihadapi selama pelaksanaan studi. Penulis berharap simpulan dan rekomendasi ini dapat memberikan manfaat praktis bagi masyarakat dan pihak-pihak terkait. 31 BAB II KONSEP TEORI 2.1 Konsep Fisik dan Lingkungan Aspek fisik dan lingkungan merujuk pada elemen-elemen alami yang membentuk kondisi fisik suatu wilayah serta interaksi antara komponen-komponen alam tersebut. Aspek ini mencakup berbagai faktor yang berperan dalam menentukan keadaan dan dinamika lingkungan di suatu area. Berikut merupakan konsep konsep teori dari aspek fisik dan lingkungan yang menjadi landasan dari analisis pada bagian berikutnya: 2.1.1 Tutupan Lahan Tutupan lahan merupakan perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam, dan sensor budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap objek tersebut (Townshend dan Justice, 1981). Guna lahan yang digunakan di analisis ini adalah: 2.1.1.1 Lahan Terbangun (Built Up Area) Lahan terbangun merupakan lahan yang sudah mengalami proses pembangunan atau perkerasan yang terjadi di atas lahan tersebut (Yuliastuti & Fatchurochman, 2011). 2.1.1.2 Lahan Pertanian Lahan pertanian sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu lahan pertanian basah dan lahan pertanian kering. Lahan pertanian basah merupakan wilayah atau lahan pertanian yang memiliki kondisi tanah jenuh dengan air baik yang bersifat menetap atau permanen maupun musiman. Sedangkan lahan pertanian kering merupakan lahan pertanian yang memiliki kandungan air yang rendah dan merupakan jenis lahan yang cenderung gersang, dan tidak memiliki sumber air yang pasti, seperti sungai, danau ataupun saluran irigasi (Pratama, 2019). 2.1.1.3 Ruang Terbuka Hijau (RTH) Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam (Dwiyanto, 2009). 32 2.1.1.4 Ladang Ladang adalah lahan kering (bukan sawah) yang ditanami dengan tanaman semusim bukan padi melainkan tanaman palawija seperti misalnya jagung, kedelai, kacang tanah, dan sebagainya. 2.1.1.5 Ruang Terbuka Non-Hijau Ruang terbuka non-hijau adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air (Dwiyanto, 2009). 2.1.2 Klimatologi Klimatologi merupakan cabang dari sains atmosfer yang merupakan sub bidang pada ilmu Geografi fisik. Klimatologi berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu Klima yang berarti wilayah atau zona dan Logia yang dapat diartikan sebagai Ilmu. Klimatologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang iklim dalam kaitanya dengan kondisi cuaca di suatu wilayah yang dirata ratakan selama periode yang panjang. Iklim sendiri merupakan peristiwa kompleks dan interaksi antara berbagai komponen seperti air laut, atmosfer, geosfer, kriosfer dan biosfer (Hanum, 2013). Klimatologi juga dapat diartikan suatu ilmu yang menunjukan gambaran tentang iklim dan cuaca di berbagai tempat di bumi yang berbeda-beda serta hubunganya dengan manusia, tumbuhan dan hewan dalam kehidupan sehari-hari. Cuaca sendiri merupakan seluruh kejadian di atmosfer bumi dalam jangka waktu yang pendek. Berbagai aspek cuaca biasanya diteliti oleh ahli klimatologi untuk mengetahui sejauh mana tanda-tanda perubahan iklim. Variabel klimatologi yang digunakan pada penelitian ini adalah: 2.1.2.1 Curah Hujan Curah hujan merupakan berkumpulnya ketinggian air hujan dalam tempat yang datar, tidak meresap, menguap, dan mengalir. Hujan terjadi karena lapisan atmosfer yang tebal dan suhu yang memenuhi diatas titik leleh es yang berada pada di atas permukaan bumi yang dipengaruhi oleh penambahan uap air ke udara. 2.1.2.2 Suhu Suhu udara adalah ukuran besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu udara lingkungan tersebut dan alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah termometer sebagai patokannya dengan besaran °C (Derajat Celsius). 33 2.1.2.3 Kelembapan Kelembaban adalah jumlah keseluruhan uap air yang berada dalam udara. Pengertian lain dari kelembaban itu sendiri adalah perbandingan antara jumlah uap air yang ada dalam udara pada suatu waktu tertentu dengan jumlah uap air maksimal pada udara pada tekanan dan temperatur suhu yang sama. 2.1.3 Hidrologi Hidrologi berasal dari bahasa Yunani, Hydrologia, yang berarti "ilmu air". Hidrologi adalah cabang ilmu geografi yang mempelajari pergerakan, distribusi, dan kualitas air di seluruh bumi, termasuk siklus hidrologi dan sumber daya air. Menurut Marta dan Adidarma (1983), hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik, kimia air serta reaksinya terhadap lingkungan dan hubungannya dengan kehidupan. Menurut U.S. Geological Survey (USGS), hidrologi mencakup studi tentang sistem air bumi, termasuk air permukaan, air tanah, dan siklus hidrologi. Ahli hidrologi menganalisis distribusi, sirkulasi, dan sifat fisik air, serta menangani masalah seperti ketersediaan air, kualitas air, dan dampak aktivitas manusia serta perubahan iklim terhadap sumber daya air. Air permukaan menjadi penting dalam siklus hidrologi, menyediakan air untuk kebutuhan manusia dan ekosistem, serta memainkan peran penting dalam pengelolaan sumber daya air dan kesehatan lingkungan. Menurut Soegianto (2005), air permukaan adalah air yang berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan tanah, sebagian menguap dan sebagian lainnya mengalir ke sungai, saluran air lalu disimpan di dalam danau, waduk dan rawa. Menurut jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Open Access Pub, air permukaan adalah komponen penting dalam siklus hidrologi bumi, memberikan layanan ekosistem yang penting seperti air untuk minum, irigasi, dan mendukung kehidupan akuatik. Penelitian di bidang ini menekankan pentingnya air permukaan dalam pengelolaan sumber daya air dan kesehatan lingkungan. Jenis-jenis air permukaan beragam, misalnya: sungai, danau, waduk, kolam retensi, rawa, laut, dan lain-lain. Pada penelitian ini akan dibahas jenis air permukaan seperti sungai, danau, danau tapal kuda, dan kolam retensi. 2.1.3.1 Sungai Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan yang menampung dan mengalirkan air, baik yang berasal dari 34 curah hujan maupun dari sumber-sumber lainnya, dari hulu ke hilir, termasuk di dalamnya sungai, anak sungai, kanal, drainase, dan waduk yang berfungsi untuk menampung dan mengalirkan air dari hulu ke hilir dalam satu kesatuan ekosistem sumber daya air. 2.1.3.2 Danau Menurut Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional, danau adalah wadah air di permukaan bumi dan ekosistemnya yang terbentuk secara alami yang dibatasi sekelilingnya oleh sempadan danau. 2.1.3.3 Danau Tapal Kuda (Oxbow Lake) Danau tapal kuda (oxbow lake) adalah badan air berbentuk U bekas spur yang ditinggalkan yang terbentuk ketika sungai yang berkelok-kelok menciptakan lengkungan besar yang akhirnya terputus dari saluran utama sungai. Proses ini dapat terjadi karena sungai secara alami mengikis tepi luar dan mengendapkan sedimen di tepi dalam, atau terbentuk karena pembangunan buatan dengan tujuan untuk mencegah luapan air sungai (Aditya, 2022). 2.1.3.4 Kolam Retensi Kolam retensi adalah fasilitas pengelolaan air hujan yang dirancang untuk mengelola dan mengolah limpasan dengan menampung air untuk jangka waktu yang lama (Travis dan Mays, 2008). Berbeda dengan kolam detensi yang hanya menampung air sementara, kolam retensi mempertahankan kolam air permanen dan menggunakan infiltrasi untuk mengelola air hujan. Menurut Davis dan De Wiest (1966), air tanah adalah air yang masuk secara bebas ke dalam sumur, baik dalam keadaan bebas (unconfined) maupun tertekan (confined). Siklus hidrologi merupakan perjalanan air secara terus menerus, kontinyu, seimbang di darat baik di atas muka tanah dan di dalam tanah, di laut dan di udara, di darat secara gravitasi air mengalir dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan, dataran tinggi) ke tempat yang rendah (dataran rendah, daerah pantai) dan bermuara ke wadah air (laut, danau), air meresap ke dalam tanah (infiltrasi dan mengalir secara gravitasi dari dalam tanah dengan elevasi yang lebih tinggi ke lebih rendah (Marjuanto, 2020). 35 2.1.4 Hidrogeologi Hidrogeologi adalah cabang ilmu geologi yang mempelajari distribusi, pergerakan, dan sifat air tanah di bawah permukaan bumi serta interaksinya dengan lapisan batuan (Suratman, 2006). Ilmu ini mengkaji bagaimana air tanah terbentuk, tersimpan, dan mengalir melalui pori-pori atau celah batuan dalam sistem akuifer (Wibowo, 2013). Dalam praktiknya, hidrogeologi digunakan untuk mengevaluasi potensi sumber daya air tanah, mengelola penggunaan air secara berkelanjutan, serta mengidentifikasi risiko pencemaran atau penurunan muka air tanah akibat aktivitas manusia (Hadi, 2017). Hidrogeologi memiliki peran yang penting dalam perencanaan wilayah terutama untuk memastikan keberlanjutan sumber daya air bagi kebutuhan domestik, pertanian, dan industri (Suratman, 2006). Penelitian hidrogeologi juga mencakup analisis kualitas air tanah, seperti kandungan kimia, tingkat keasaman, dan tingkat pencemarannya, yang sering dipengaruhi oleh aktivitas antropogenik seperti penggunaan pestisida, limbah industri, atau kebocoran tangki bahan bakar bawah tanah (Todd & Mays, 2005). Identifikasi sistem akuifer melalui survei geofisika, seperti metode resistivitas atau seismik, juga penting untuk menentukan letak dan karakteristik akuifer yang dapat dimanfaatkan (Freeze & Cherry, 1979). Selain itu, hidrogeologi juga berkontribusi pada mitigasi bencana, seperti kekeringan dan intrusi air laut yang dapat mempengaruhi pasokan air tanah di daerah pesisir. Dalam konteks perubahan iklim, hidrogeologi membantu memahami dampaknya terhadap siklus hidrologi dan cadangan air tanah. Dengan demikian, integrasi hidrogeologi dalam kebijakan tata ruang menjadi penting untuk mengurangi risiko krisis air di masa depan (Sutopo, 2012). 2.1.5 Geologi Geologi adalah ilmu yang mempelajari bumi, termasuk asal usul, struktur, komposisi, dan proses yang membentuk, serta mengubah bumi dari waktu ke waktu. Kata geologi berasal dari dua kata bahasa Yunani, yaitu geos (yang berarti bumi) dan logos (yang berarti ilmu). Jadi, geologi adalah studi mengenai bumi dan fenomena yang terjadi di dalamnya. Ilmu ini mempelajari dari benda-benda sekecil atom hingga ukuran benua, samudra, cekungan dan rangkaian pegunungan (Djauhari, 2012). 2.1.5.1 Sesar atau Patahan Sesar adalah patahan pada lapisan penyusun bumi yang mengalami pergerakan. Dua sisi dari sebuah sesar disebut footwall (dinding 36 dasar) dan hanging wall (dinding menggantung). Sesar gempa merupakan patahan yang dapat menyebabkan terjadinya gempa bumi dikarenakan pergerakan patahan itu sendiri. Sesar Lembang atau dapat disebut Patahan Lembang merupakan salah satu sumber bencana gempa bumi di Kabupaten Bandung maupun Kota Bandung. Patahan Lembang merupakan sesar aktif yang membentang mulai dari selatan Tangkuban Perahu Lembang-Maribaya hingga ke lereng bagian barat Gunung Malayang (Agung Muldjo dan Faisal Helmi, 2007). 2.1.5.2 Jenis Batuan Dalam konsep litologi, batuan dikategorikan menjadi tiga jenis utama (Maulana, 2011), yaitu: a. Batuan Sedimen Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dalam suatu siklus sedimentasi. Batuan sedimen terbentuk dari material yang lepas dan bahan terlarut hasil proses mekanis dan kimia dari batuan sebelumnya, dari cangkang binatang, dan sisa-sisa tumbuhan. Fungsi utama batuan sedimen, yaitu wadah fluida, untuk pengamatan geologi bumi, serta dalam penambangan minyak. Contoh batuan sedimen, antara lain: batu pasir, batu gamping, batu breksi. b. Batuan Beku Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah atau di atas permukaan bumi. Magma yang berada di dalam bumi mengalami pergerakan baik, yang disebut intrusi magma. Fungsi batuan beku, yaitu sebagai hiasan dan juga pondasi untuk membentuk suatu bangunan, seperti jembatan. Contoh batuan beku, antara lain: batu granit, batu apung, batu andesit. c. Batuan Metamorf Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari proses metamorfisme batuan-batuan sebelumnya karena perubahan temperatur dan tekanan. Batuan metamorf banyak digunakan dalam dekorasi atau hiasan, seperti lantai dan lainnya. Contoh batuan metamorf, antara lain: batu marmer, batu gamping, batu antrasit. 37 2.1.5.3 Jenis Tanah Tanah dibedakan atas ada tidaknya terjadi perkembangan profil tanah, susunan horison utama, berdasarkan warna, dan sifat fisik utama tanah (tekstur) pada kedalaman ±50 cm. Jenis tanah menurut Dudal dan Suparaptoharjo (1957) terdiri dari: 1. Latosol Tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dengan kandungan bahan organik, mineral primer, dan unsur hara rendah, bereaksi masam (pH 4.5-5.5), terjadi akumulasi seskui oksida, tanah berwarna merah, coklat kemerahan hingga coklat kekuningan atau kuning. Tanah terdapat mulai dari daerah pantai hingga 900 m dengan curah hujan antara 2500-7000 mm per tahun. 2. Andosol Tanah yang berwarna hitam sampai coklat tua dengan kandungan bahan organik tinggi, remah dan porous, licin (smeary) dan reaksi tanah antara 4.5-6.5. Tanah ini dijumpai pada daerah dengan bahan induk vulkanis mulai dari pinggiran pantai sampai 3000 m diatas permukaan laut dengan curah hujan yang tinggi serta suhu rendah pada daerah dataran tinggi. 3. Podsolik Merah Kuning Tanah sangat tercuci yang berwarna abu-abu muda sampai kekuningan pada horison permukaan sedang lapisan bawah berwarna merah atau kuning dengan kadar bahan organik dan kejenuhan basa yang rendah serta reaksi tanah yang masam sampai sangat masam (pH 4.2-4.8). Tanah ini dijumpai pada ketinggian antara 50-350 m dengan curah hujan antara 2500-3500 mm/tahun. 4. Mediteran Merah Kuning Tanah yang berkembang dari bahan induk batu kapur dengan kadar bahan organik rendah, kejenuhan basa sedang sampai tinggi, tekstur berat dengan struktur tanah gumpal, reaksi tanah dari agam masam sampai sedikit alkalis (pH 6.0-7.5). Tanah ini dijumpai pada daerah mulai dari muka laut sampai 400 m pada iklim tropis basah dengan bulan kering nyata dan curah hujan tahunan antara 800-2500 mm. 5. Regur Tanah yang berwarna kelabu tua sampai hitam, kadar bahan organik rendah, tekstur liat berat, reaksi tanah netral sampai alkalis. 38 Tanah ini ditemukan mulai dari muka laut sampai 200 m dengan iklim tropis basah sampai subtropis dengan curah hujan tahunan antara 800-2000 mm. 6. Podsol Tanah dengan bahan organik cukup tinggi yang terdapat di atas lapisan berpasir yang mengalami pencucian dan berwarna kelabu pucat atau terang. Tanah ini dijumpai mulai dari permukaan laut sampai 2000 m dengan curah hujan 2500-3500 mm/tahun. 7. Tanah Sawah Tanah ini disebut juga sebagai “paddy soil” yang mempunyai horison permukaan berwarna pucat karena terjadi reduksi Fe dan Mn akibat genangan air sawah. Sifat tanah sawah beragam tergantung dari bahan induk penyusunnya. Oleh sebab itu, istilah tanah sawah tidak lagi digunakan pada sistem klasifikasi tanah selanjutnya. 8. Hidrosol Tanah yang banyak dipengaruhi oleh kadar air tanah. Nama Hidrosol terlalu umum maka nama ini tidak lagi digunakan. Tanah yang termasuk Hidrosol ini dapat dibedakan atas glei humus, hidromorf kelabu, planosol, glei humus rendah dan laterit air tanah. Dasar pembeda dari jenis-jenis tanah ini adalah tinggi rendahnya kadar air tanah. 9. Calcisol Kelompok tanah yang kaya akan kalsium. Tanah dapat dibedakan menjadi: rendzina, brown forest soil, mediteran kalsi morfik. 10.Regosol Tanah muda yang berkembang dari bahan induk lepas (unconsolidated) yang bukan dari bahan endapan alluvial dengan perkembangan profil tanah lemah atau tanpa perkembangan profil tanah. Banyak terdapat di daerah lahan vulkanik berasal dari letusan gunung berapi berupa pasir mulai dari daerah pantai (Pulau Gunung Anak Krakatau) sampai puncak gunung berapi. 11.Litosol Tanah yang dangkal yang berkembang di atas batuan keras dan belum mengalami perkembangan profil akibat dari erosi. Tanah ini dijumpai pada daerah dengan lereng yang curam. 39 12.Aluvial Tanah yang berasal dari endapan aluvial atau alluvial muda dengan perkembangan profil tanah lemah sampai tidak ada. Sifat tanah beragam tergantung dari bahan induk yang diendapkannya serta penyebarannya tidak dipengaruhi oleh ketinggian maupun iklim. 13.Tanah Organik Tanah dengan kadar bahan organik tinggi dan lapisan gambut yang tebal. 2.1.6 Topografi Topografi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan fitur permukaan bumi, termasuk variasi elevasi dan kontur lahan. Pemetaan topografi bertujuan untuk menggambarkan secara detail kondisi permukaan tanah, baik fitur alami maupun buatan manusia, yang direpresentasikan dalam bentuk peta dengan garis kontur yang menunjukkan perbedaan ketinggian (Sinaga, 2019). Teknologi modern, seperti penggunaan Unmanned Aerial Vehicle (UAV) atau drone yang dilengkapi dengan kamera digital, telah meningkatkan efisiensi dalam pemetaan topografi. Drone dapat menjelajah wilayah yang luas dalam waktu singkat, menjadikannya alternatif yang efektif, murah, dan aman dibandingkan metode konvensional. Data yang diperoleh dari foto udara drone dapat dikoreksi menggunakan Ground Control Point (GCP) yang diukur dengan alat Total Station untuk meningkatkan akurasi pemetaan (Manoppo, 2022). 2.1.7 Rawan Bencana Banjir Rawan bencana adalah kondisi atau situasi yang memiliki potensi bahaya atau risiko bencana tertentu terhadap kehidupan manusia, lingkungan, maupun infrastruktur, yang disebabkan oleh faktor-faktor alam maupun non-alam. Oleh karena itu, rawan bencana banjir dapat didefinisikan kondisi atau situasi dimana suatu daerah memiliki risiko bencana banjir. Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia, khususnya daerah tropis yang bercurah hujan tinggi. Secara umum banjir adalah fenomena meluapnya air ke daratan yang seharusnya tidak tergenang. Banjir dipengaruhi intensitas curah hujan, kemampuan dan kapasitas daerah aliran sungai beserta inlet dan outlet sungai dalam menampung air limpasan, tutupan lahan, kelembaban tanah dan tingkat ketersediaan air di bawah tanah (Hengkelare dkk, 2021). 40 2.2 Konsep Sosial dan Kependudukan Aspek sosial dan kependudukan merupakan aspek fundamental yang melingkupi keadaan masyarakat beserta aktivitas sosial yang mengikutinya. Masyarakat sebagai subjek dan objek dalam pembangunan suatu wilayah menjadi vital untuk dikelola sehingga kondisi lingkungan yang menjadi faktor esensial dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari dalam bermukim akan semakin mendorong kesejahteraan masyarakat. Pada bagian ini akan dibahas konsep teori dari aspek-aspek sosial dan kependudukan yang akan dianalisis lebih lanjut untuk menjawab tujuan dan sasaran studio. 2.2.1 Kepadatan Penduduk Berdasarkan publikasi Badan Pusat Statistik, kepadatan penduduk adalah ukuran persebaran penduduk yang menunjukkan jumlah penduduk untuk setiap kilometer persegi luas wilayah. Kepadatan penduduk ini dapat memberikan gambaran tentang seberapa padat atau jarangnya suatu wilayah dihuni oleh manusia. 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝐾𝑒𝑝𝑎𝑑𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 = 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ 2.2.2 Laju Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan publikasi Badan Pusat Statistik, laju pertumbuhan penduduk adalah angka yang menunjukkan rata-rata tingkat pertumbuhan penduduk dalam jangka waktu tertentu, misalnya per bulan, atau per tahun. Angka ini dinyatakan sebagai persentase dari penduduk dasar. Terdapat tiga komponen yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk, yaitu kelahiran yang akan meningkatkan jumlah penduduk, kematian yang akan menurunkan jumlah penduduk, dan migrasi penduduk. Metode penghitungan laju pertumbuhan penduduk yang digunakan oleh BPS adalah metode geometrik. 2.2.3 Usia Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), usia (dalam kata lain umur) adalah lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan atau diadakan. Usia dalam konteks kependudukan dapat merujuk pada pembagian penduduk berdasarkan kelompok usia yang memiliki ciri karakteristik sosial, ekonomi, dan kesehatan yang berbeda. Menurut Departemen Kesehatan RI (2009), kependudukan berdasarkan usia dibagi menjadi beberapa kelompok, usia balita (0-5 tahun), usia kanak-kanak (5-11 tahun), usia remaja awal (12-16 tahun), usia remaja akhir (17-25 tahun, usia dewasa awal (25-35 tahun) usia dewasa akhir (36-45 tahun), usia lansia awal (46-55 tahun), usia lansia akhir (56-65 tahun), dan manula (65 tahun 41 ke atas). Pengelompokkan usia ini untuk memahami dinamika populasi dan perencanaan pembangunan. 2.2.4 Angka Harapan Hidup Angka Harapan Hidup (AHH) didefinisikan sebagai rata-rata jumlah tahun yang akan dijalani oleh seseorang setelah mencapai usia tertentu, dengan ukuran yang paling umum adalah AHH saat lahir. AHH mencerminkan kondisi kesehatan masyarakat dan dipengaruhi oleh faktor sosial seperti pendidikan, pendapatan, lingkungan, pekerjaan, dan akses layanan kesehatan. 2.2.5 Rasio Jenis Kelamin Berdasarkan publikasi Badan Pusat Statistik, Rasio jenis kelamin adalah perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan jumlah penduduk perempuan pada suatu daerah dan waktu tertentu, yang biasanya dinyatakan dalam banyaknya penduduk laki-laki per 100 penduduk perempuan. 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑙𝑎𝑘𝑖−𝑙𝑎𝑘𝑖 𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑚𝑖𝑛 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 × 100 Rasio jenis kelamin memiliki interpretasi RJK > 100 artinya penduduk laki-laki lebih banyak, RJK = 100 artinya jumlah penduduk laki laki jumlahnya sama dengan jumlah penduduk perempuan, dan RJK < 100 jumlah perempuan lebih banyak. 2.2.6 Migrasi Migrasi didefinisikan sebagai perpindahan individu atau kelompok dari satu lokasi ke lokasi lain dengan tujuan menetap sementara atau permanen. Secara umum, migrasi terbagi menjadi 2, yaitu migrasi masuk dan migrasi keluar. Migrasi masuk berarti seorang individu yang masuk atau datang ke suatu lokasi. Migrasi keluar yang berarti seorang individu keluar atau meninggalkan dari suatu lokasi. 2.2.7 Kesehatan 2.2.7.1 Pengertian Kesehatan Kesehatan dapat dipahami sebagai kondisi yang mencakup kesejahteraan fisik, jiwa, dan sosial, bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Pemahaman ini diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023, yang mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat seseorang secara fisik, jiwa, dan sosial, sehingga memungkinkan individu untuk hidup produktif. Definisi tersebut selaras dengan penjelasan dalam Kamus Besar 42 Bahasa Indonesia (KBBI), yang menggambarkan sehat sebagai kondisi baik seluruh tubuh beserta bagian-bagiannya, bebas dari rasa sakit, dan berada dalam keadaan waras. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 juga menekankan bahwa kesehatan merupakan keadaan sejahtera secara jasmani, rohani, dan sosial yang mendukung produktivitas individu dalam kehidupan sosial dan ekonomi. 2.2.7.2 Fasilitas Kesehatan Fasilitas kesehatan merupakan sarana yang dirancang untuk mendukung penyelenggaraan berbagai upaya pelayanan kesehatan, baik yang bersifat promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016, fasilitas pelayanan kesehatan mencakup alat dan/atau tempat yang digunakan untuk memberikan layanan kesehatan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat. Pemahaman ini sejalan dengan definisi dari Kementerian Kesehatan RI (2013), yang menjelaskan bahwa fasilitas kesehatan adalah sarana pelayanan kesehatan perorangan yang berfungsi untuk mendukung upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, serta pemulihan kesehatan. 2.2.7.3 Jaminan Kesehatan Jaminan kesehatan merupakan suatu sistem perlindungan yang dirancang untuk memberikan kepastian akses terhadap pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Di Indonesia, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diatur melalui Undang-Undang No. 40 Tahun 2004. JKN bertujuan untuk menjamin setiap individu memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan, dengan prinsip asuransi sosial yang bersifat wajib dan ekuitas, sehingga semua peserta, terlepas dari kemampuan finansialnya, dapat mengakses layanan kesehatan yang diperlukan. Program ini mencakup berbagai jenis pelayanan medis, mulai dari pencegahan hingga rehabilitasi, dan berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari risiko finansial akibat biaya perawatan kesehatan yang tinggi. 43 2.2.8 Ketenagakerjaan 2.2.8.1 Pengertian Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan merujuk pada segala aspek yang berkaitan dengan tenaga kerja, baik sebelum, selama, maupun setelah masa kerja berlangsung. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, ketenagakerjaan mencakup segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja, termasuk saat hubungan kerja berlangsung maupun setelah berakhirnya. Konsep ini mencakup berbagai jenis pekerjaan, baik yang menghasilkan barang maupun jasa. Ketenagakerjaan atau perburuhan juga dapat dipahami sebagai suatu himpunan aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang mengatur hubungan kerja di mana seseorang bekerja untuk orang lain dengan menerima upah (Imam Sopomo, 2006). 2.2.8.2 Rasio Ketergantungan Rasio ketergantungan adalah indikator demografis yang mengukur perbandingan antara jumlah penduduk yang dianggap tidak produktif secara ekonomi, seperti anak-anak di bawah usia 15 tahun dan orang lanjut usia di atas 65 tahun, dengan jumlah penduduk yang berada dalam usia produktif (15 hingga 64 tahun). Rasio ini memberikan gambaran tentang beban ekonomi yang harus ditanggung oleh individu yang bekerja untuk mendukung mereka yang tidak produktif, sehingga semakin tinggi rasio ketergantungan, semakin besar tekanan ekonomi yang dihadapi oleh generasi produktif. Dalam konteks kebijakan sosial dan ekonomi, rasio ketergantungan dapat mempengaruhi perencanaan dan pengambilan keputusan pemerintah terkait sistem pensiun, kesehatan, dan pendidikan, serta mencerminkan perubahan demografis dalam populasi. 2.2.8.3 Penyerapan Tenaga Kerja Menurut Ridwan (2014), penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang dibayar dan bekerja bagi setiap penduduk dalam usia kerja pada tahun tertentu, diukur dalam satuan jiwa. Penyerapan tenaga kerja memiliki beberapa faktor, yaitu: 1. Permintaan Tenaga Kerja: Penyerapan tenaga kerja terjadi ketika perusahaan berusaha untuk mengisi posisi yang terbuka. Semakin besar permintaan, semakin banyak tenaga kerja yang diserap. 44 2. Kondisi Ekonomi: Pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan tingkat pengangguran semuanya berdampak pada kapasitas penyerapan tenaga kerja di suatu wilayah. Peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sering dikaitkan dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja. 2.2.9 Pendapatan Menurut KBBI, pendapatan adalah jumlah uang atau nilai ekonomi yang diterima oleh individu, rumah tangga, perusahaan, atau entitas lain dalam periode tertentu. Pendapatan dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk gaji, keuntungan investasi, penjualan produk atau jasa, dll. Pendapatan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: 1. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan berdampak pada kemampuan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan penghasilan yang lebih tinggi. Pendidikan yang lebih tinggi sering dikaitkan dengan keterampilan yang lebih baik dan kesempatan kerja yang lebih luas. 2. Keterampilan dan Keahlian Keterampilan dan keahlian di bidang tertentu dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan. Individu dengan keahlian khusus cenderung dapat memperoleh upah yang lebih tinggi. 3. Kondisi Pasar Kondisi pasar, termasuk permintaan dan penawaran produk, sangat mempengaruhi pendapatan. Semakin tinggi permintaan suatu barang atau jasa, maka semakin meningkat pendapatan. 2.2.10 Pengeluaran Menurut Kamus Glosarium Bank Indonesia, pengeluaran didefinisikan sebagai pembayaran yang dilakukan saat ini untuk memenuhi kewajiban di masa depan dalam rangka memperoleh manfaat tertentu. Pengeluaran dapat dibagi menjadi tiga kategori: 1. Pengeluaran tetap: pengeluaran yang waktu dan jumlah pembayarannya tetap. Misalnya, cicilan pembayaran, biaya pengelolaan lingkungan, biaya sekolah, deposito berjangka, dan berbagai pengeluaran rutin lainnya. 45 2. Pengeluaran berkala: menyerupai pengeluaran tetap, tetapi lebih jarang terjadi dan jumlahnya bervariasi. Misalnya, hadiah untuk teman dekat dan keluarga saat ulang tahun atau pernikahan. 3. Pengeluaran tidak tetap: biaya yang memiliki waktu dan jumlah pembayaran yang tidak dapat diprediksi. Misalnya, biaya yang berkaitan dengan perawatan mobil, kegiatan rekreasi, pembelian pakaian, atau kebutuhan tak terduga lainnya.. 2.2.11 Pendidikan 2.2.11.1 Pengertian Pendidikan Dalam Perundangan-undangan tentang Sistem Pendidikan No 20 tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia (KBBI) kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ serta mendapatkan imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, kata ini merepresentasikan sebuah proses, cara, perbuatan mendidik. Sehingga pengertian dari Pendidikan adalah sebuah proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Definisi Pendidikan dalam arti luas Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung sepanjang hayat dalam segala lingkungan dan situasi yang memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan setiap individu, pendidikan itu berlangsung sepanjang hayat, sedangkan dalam artian sempit pendidikan merupakan hasil yang diusahakan lembaga terhadap terhadap peserta didik yang diserahkan untuk memiliki kompetensi yang baik terhadap hubungan dan permasalahan sosial. 2.2.11.2 Tingkat Pendidikan Dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2022 Pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa Tingkat Pendidikan atau Jenjang Pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat 46 perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Definisi lain dari tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir, yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan-tujuan umum. Tingkat Pendidikan dibagi menjadi 4 jenjang yang diatur pada Pasal 1 yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Kesetaraan. Masing-masing jenjang memiliki tujuan yang spesifik. PAUD bertujuan membentuk karakter dasar anak, sementara Pendidikan Dasar mengutamakan penguasaan kompetensi dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Pendidikan Menengah yang mencakup SMA dan SMK mempersiapkan peserta didik baik untuk melanjutkan pendidikan tinggi maupun untuk terjun ke dunia kerja. Adapun Pendidikan Kesetaraan memberikan kesempatan bagi mereka yang tidak menempuh pendidikan formal untuk memperoleh kompetensi setara dengan pendidikan formal melalui ujian paket. 2.2.11.3 Rata - Rata Lama Sekolah Menurut Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat definisi Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) adalah sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Cakupan penduduk yang dihitung RLS adalah penduduk berusia 25 tahun ke atas. RLS dihitung untuk usia 25 tahun ke atas dengan asumsi pada umur 25 tahun proses pendidikan sudah berakhir. Indikator Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) tidak hanya mencerminkan pencapaian individu dalam pendidikan formal, tetapi juga menjadi cerminan aksesibilitas terhadap pendidikan di suatu wilayah. RLS yang tinggi mengindikasikan kemajuan dalam pembangunan pendidikan, sementara RLS yang rendah menjadi tantangan bagi pemerintah untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pendidikan formal. Faktor yang mempengaruhi RLS antara lain adalah tingkat kemiskinan, jarak ke sekolah, serta kualitas tenaga pendidik. 2.2.11.4 Harapan Lama Sekolah Menurut Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat definisi Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) didefinisikan sebagai lamanya sekolah (dalam tahun) yang diharapkan akan dirasakan oleh anak 47 pada umur tertentu di masa mendatang. HLS dihitung pada usia 7 tahun ke atas karena mengikuti kebijakan pemerintah yaitu program wajib belajar. Harapan Lama Sekolah (HLS) adalah proyeksi waktu pendidikan formal yang diharapkan akan dijalani oleh anak-anak yang sedang tumbuh. Angka HLS biasanya menjadi indikator penting dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Peningkatan HLS mencerminkan keberhasilan program-program pendidikan yang dijalankan pemerintah, seperti pembangunan sekolah baru, peningkatan mutu kurikulum, serta penyediaan fasilitas penunjang pendidikan. Sebaliknya, HLS yang stagnan atau menurun dapat menjadi indikasi tantangan dalam sektor pendidikan, seperti kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan atau kendala ekonomi. 2.2.12 Kesejahteraan 2.2.12.1 Pengertian Kesejahteraan Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya. 2.2.12.2 Indeks Pembangunan Manusia Menurut Badan Pusat Statistik, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indikator komposit untuk mengukur capaian pembangunan kualitas hidup manusia. Komponen IPM, antara lain: AHH (Angka Harapan Hidup), HLS (Harapan Lama Sekolah), RLS (Rata-rata Lama Sekolah), dan pengeluaran. Cara menghitung IPM: 1. Hitung indeks kesehatan dengan rumus AHH (Angka Harapan Hidup) berikut: (𝐴𝐻𝐻−𝐴𝐻𝐻𝑚𝑖𝑛) 𝐼𝐾𝑒𝑠𝑒ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛 = (𝐴𝐻𝐻𝑚𝑎𝑥−𝐴𝐻𝐻𝑚𝑖𝑛) 2. Hitung indeks pendidikan dengan menggunakan rumus yang berkaitan HLS (Harapan Lama Sekolah) dan (RLS) Rata-rata Lama Sekolah berikut: 48 (𝐼𝐻𝐿𝑆+𝐼𝑅𝐿𝑆) 𝐼𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛 = 2 3. Hitung indeks pengeluaran dengan rumus berikut: ln(𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛)−ln(𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛𝑚𝑖𝑛) 𝐼𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 = ln(𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛𝑚𝑎𝑥)−ln(𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛𝑚𝑖𝑛) 4. Setelah mendapatkan ketiga data di tersebut, masukkan data-data tersebut ke rumus IPM berikut: 3 𝐼𝑃𝑀 = 𝐼𝑘𝑒𝑠𝑒ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛 × 𝐼𝑝𝑒𝑛𝑑𝑖𝑑𝑖𝑘𝑎𝑛 × 𝐼𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟𝑎𝑛 × 100 IPM dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Rendah (IPM 1, artinya wilayah tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam sektor tersebut. 3.2.7 Metode Analisis Root Cause Analysis (RCA) Menurut Doggett (2005), RCA atau Root Cause Analysis adalah suatu proses mengidentifikasi dan menentukan akar penyebab dari permasalahan tertentu dengan tujuan membangun dan mengimplementasikan solusi yang akan mencegah terjadinya pengulangan masalah. Terdapat beberapa metode RCA, diantaranya ialah Is/Is Not Comparative Analysis, 5 Whys Method, Fishbone Diagram, Cause and Effect Matrix, dan Root Cause Tree. Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode Root Cause Tree. Root Cause Tree adalah salah satu metode problem solving dari RCA yang berbentuk pohon masalah. Melalui metode ini, penulis dapat mengidentifikasi penyebab suatu masalah dan menemukan solusi yang tepat guna. 3.2.8 Metode Analisis Stakeholder Analisis Stakeholder merupakan proses identifikasi pemangku kepentingan utama suatu proyek, penilaian terhadap kepentingan mereka, dan bagaimana kepentingan-kepentingan ini mempengaruhi risiko dan 92 kelayakan proyek (ODA, 1995). Menurut Reed, terdapat tiga tahapan dalam Stakeholder Analysis, yaitu (1) Identifikasi stakeholder, (2) Pengelompokkan stakeholder berdasarkan matriks tingkat pengaruh dan tingkat kepentingan yang dimasukkan kedalam empat kelompok yaitu, subject (pengaruh rendah dengan kepentingan tinggi), key player (pengaruh dan kepentingan tinggi), crowd (pengaruh dan kepentingan rendah) dan context setter (pengaruh tinggi kepentingan rendah), dan (3) Menyelidiki korelasi/hubungan antar stakeholder. Gambar 3.1 Matriks Pengaruh Kepentingan Stakeholder Analysis Sumber: Ackermann & Eden ( Hidayat dkk, 2020) Peran-peran yang terdapat pada kuadran pengaruh kepentingan Analisis Stakeholder (Hidayat dkk, 2020) yaitu, 1. Key stakeholder merupakan stakeholder memiliki kepentingan sekaligus kewenangan paling besar secara legal. 2. Context setter merupakan stakeholder yang memiliki sedikit kepentingan terhadap kebijakan namun memiliki tingkat pengaruh yang tinggi. 3. Subjects merupakan stakeholder yang memiliki pengaruh yang rendah terhadap kebijakan akan tetapi memiliki kepentingan yang tinggi terhadap kebijakan yang sedang berjalan. Walaupun memiliki pengaruh yang rendah, stakeholder jenis ini jika beraliansi dengan stakeholder yang lain akan mengubah pengaruhnya semakin kuat. 4. Crowd merupakan stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang rendah terhadap sebuah program atau kebijakan. 93 Namun keberadaannya menjadi perimbangan oleh stakeholder yang lain. 3.2.9 Metode Analisis Cluster Menurut Supranto (2004), analisis cluster yaitu analisis untuk mengelompokkan elemen yang mirip sebagai objek penelitian menjadi cluster yang berbeda dan cluster saling meniadakan (mutually exclusive). Analisis cluster termasuk dalam analisis statistik multivariat metode interdependen. Analisis cluster merupakan salah satu alat analisis yang berguna sebagai peringkas data. Dalam meringkas data ini dapat dilakukan dengan jalan mengelompokkan objek-objek yang hendak diteliti. Tujuan utama analisis cluster adalah mengklasifikasi objek (kasus/elemen) seperti manusia, produk (barang), toko, perusahaan ke dalam kelompok-kelompok yang relatif homogen didasarkan pada suatu set variabel yang dipertimbangkan untuk diteliti. Objek di dalam kelompok harus relatif mirip/sama (relatively similar). Dinyatakan dalam variabel-variabel dan harus berbeda jauh dengan objek dari kelompok lain. Objek tersebut akan diklasifikasikan ke dalam satu atau lebih cluster sehingga objek–objek yang berada dalam satu cluster akan mempunyai kemiripan atau kesamaan karakter. Adapun ciri-ciri cluster adalah: 1. Homogenitas (kesamaan) yang tinggi antar anggota dalam satu cluster (within-cluster). 2. Heterogenitas (perbedaan) yang tinggi antar cluster yang satu dengan cluster yang lainnya (between-cluster). Dari dua hal di atas dapat disimpulkan bahwa sebuah cluster yang baik adalah cluster yang mempunyai anggota-anggota yang semirip mungkin satu dengan yang lain, namun sangat tidak mirip dengan anggota-anggota cluster yang lain. Analisis cluster merupakan suatu kelas teknik, dipergunakan untuk mengklasifikasi objek atau kasus ke dalam kelompok yang relatif homogen, yang disebut cluster. Objek dalam setiap cluster cenderung mirip satu sama lain dan berbeda jauh (tidak sama) dengan objek dari cluster lainnya. Pengelompokkan dilakukan berdasarkan kemiripan (similarity) antar objek. Kemiripan diperoleh dengan meminimalkan jarak antar objek dalam cluster (within-cluster) dan memaksimalkan jarak antar cluster (between-cluster). 3.2.10 Metode Analisis Local Moran’s I Analisis Local Moran’s I digunakan untuk mengukur autokorelasi spasial pada data, yaitu sejauh mana nilai-nilai dari suatu variabel di lokasi tertentu berkaitan dengan nilai-nilai di lokasi sekitarnya. Analisis ini 94 membantu mengidentifikasi pola distribusi spasial yang mungkin ada, seperti pengelompokan atau penyebaran variabel tertentu (Anselin, 1995). Metode ini dilakukan dengan software GeoDa yang memvisualisasikan autokorelasi spasial dalam bentuk peta. Local Moran’s I atau Local Indicator of Spatial Association (LISA) memungkinkan untuk mengidentifikasi area yang memiliki nilai tinggi (hot spots) atau rendah (cold spots) dibandingkan dengan wilayah tetangga terdekatnya (Anselin, 1995). Hasil klasifikasi pada peta akan menunjukkan 4 kategori: kluster “High-High” dan “Low-Low” yang menunjukkan signifikansi antar-wilayah, serta kluster “High-Low” dan “Low-High” yang menunjukkan spatial outlier. Gambar 3.2 Pewarnaan Kluster dalam GeoDa Sumber: GeoDa, 2024 3.2.11 Metode Analisis Strength Weakness Opportunity Threat (SWOT) Analisis SWOT adalah alat yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kelembagaan secara sistematis dengan tujuan mengevaluasi kondisi guna merumuskan strategi pembangunan yang tepat. Pendekatan ini berfokus pada kombinasi elemen SWOT untuk langkah-langkah strategis, seperti memanfaatkan kekuatan internal untuk peluang eksternal (S-O) atau mengurangi ancaman eksternal melalui kelemahan internal (W-T). Selain memandu langkah-langkah untuk mencapai tujuan organisasi dan individu, analisis ini juga membantu memantau kondisi yang ada, yang sangat penting untuk perencanaan daerah di masa depan. Dengan mempertimbangkan kondisi lokal, analisis SWOT memungkinkan perumusan strategi pembangunan yang lebih terarah dan efektif. (Sasoko & Mahrudi, 2022). Dalam perihal perencanaan wilayah dan kota, analisis SWOT dilakukan dengan mengumpulkan kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang yang ada tiap aspek dalam suatu daerah. Setelah itu, dilakukan penilaian serta digunakan rata - rata penilaian berdasarkan 95 urgensinya dan ditentukan kuadran kuantifikasi SWOT yang dapat menunjukkan kondisi eksisting di suatu wilayah dan strategi yang cocok untuk menanggulanginya. 96 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Baleendah Tinjauan secara umum mengenai Kecamatan Baleendah dilihat dari masing - masing aspek antara lain adalah sebagai berikut: 4.1.1 Kondisi Fisik dan Lingkungan 4.1.1.1 Batas Wilayah Kecamatan Baleendah terletak di selatan Cekungan Bandung di tepian sungai Citarum. Secara astronomis Kabupaten Bandung berada pada terletak pada 6°,41' - 7°,19' Lintang Selatan dan di antara 107°22' - 108°5' Bujur Timur. Kecamatan Baleendah berada pada ketinggian 600-715 mdpl. Dengan rincian batas wilayah administrasi, sebagai berikut: 1. Utara: Kecamatan Dayeuhkolot, Kecamatan Bojongsoang 2. Timur: Kecamatan Ciparay 3. Selatan: Kecamatan Arjasari, Kecamatan Pameungpeuk 4. Barat: Kecamatan Margahayu, Kecamatan Katapang Kecamatan Baleendah memiliki luas sebesar 40,701 km² dan terdiri atas 5 desa dan 3 kelurahan, dengan rincian sebagai berikut: Gambar 4.1 Peta Batas Administrasi Kecamatan Baleendah Sumber: Hasil Analisis, 2024 97 Tabel 4.1 Luas Wilayah Desa/Kelurahan di Kecamatan Baleendah Kelurahan Luas Wilayah (Km²) Persentase (%) Andir 3,98 9,78 Baleendah 7,32 17,98 Bojongmalaka 2,60 6,39 Jelekong 7,88 19,36 Malakasari 1,84 4,52 Manggahang 6,17 15,16 Rancamanyar 3,78 9,29 Wargamekar 7,13 17,52 KEC. BALEENDAH 40,7 100,00 Sumber: Ina-Geoportal, 2024 4.1.1.2 Tutupan lahan Kecamatan Baleendah memiliki luas wilayah 41,56 km2. Sampai tahun 2023, lebih dari setengah wilayah tersebut merupakan lahan terbangun (52.21%), dengan sisanya diisi oleh lahan pertanian, RTH, ladang, perairan, serta lahan terbuka non-hijau. Gambar 4.2 Peta Tutupan Lahan 2023 Sumber: ESRI, 2024 98 Gambar 4.3 Diagram Persentase Tutupan Lahan Kec. Baleendah 2023 Sumber: Hasil Analisis, 2024 Setelah lahan terbangun, Kecamatan Baleendah didominasi pertanian (25,05%), RTH (18,26%), ladang, (4,12%), perairan (0,3%), dan terakhir lahan terbuka non-hijau (0.07%). 4.1.1.3 Klimatologi 1. Curah hujan Gambar 4.4 Diagram Intensitas Curah Hujan Kab. Bandung 2023 Sumber: BPS Kabupaten Bandung, 2024 Menurut BMKG terdapat 4 kategori curah hujan dengan rincian klasifikasi sebagai berikut: Rendah (0 - 100 mm) Sedang (100 - 300 mm) Tinggi (300 - 500 mm) Sangat tinggi (> 500 mm) Kecamatan Baleendah termasuk ke dalam kecamatan dengan curah hujan sedang. Namun cenderung meningkat di rentang bulan April - Mei mencapai angka (275,5 - 268,5 mm/bulan) dan November - Desember (239,3 - 366 mm/bulan). Dikhawatirkan akan sering terjadi bencana banjir sekitar rentang bulan ini. 99 2. Suhu Gambar 4.5 Diagram Suhu Bulanan Kab. Bandung 2023 Sumber: BPS Kabupaten Bandung, 2024 Berdasarkan grafik yang datanya diperoleh dari BPS Kabupaten Bandung, diperoleh informasi berupa: Bulan terdingin adalah bulan Februari dengan rentang suhu 19.8°C - 30.2°C dan rata rata suhu paling rendah sebesar 23.4°C. Bulan terpanas adalah bulan Oktober dengan rentang suhu 18°C - 36°C dan rata rata suhu paling tinggi sebesar 25.9°C. Akhir tahun hingga awal tahun digolongkan sebagai musim dingin karena kecenderungan suhunya yang rendah pada rentang bulan Desember - Februari. Menuju akhir tahun pada rentang bulan September - Oktober dikategorikan sebagai musim hangat karena kecenderungan suhunya yang tinggi dan curah hujan yang rendah. 3. Kelembapan 100 Gambar 4.6 Diagram Kelembapan Kab. Bandung 2023 Sumber: BPS Kabupaten Bandung, 2024 Kelembaban rata-rata tinggi (78%–93%) pada rentang bulan November - April menunjukkan atmosfer yang kaya akan uap air, yang mendukung proses kondensasi dan pembentukan awan hujan. Kelembaban tinggi berkorelasi langsung dengan intensitas hujan. Pada bulan dengan kelembaban tinggi, curah hujan juga cenderung tinggi, yang meningkatkan risiko banjir di daerah rawan. Kelembaban rendah pada musim kemarau umumnya terjadi akibat berkurangnya sumber penguapan, seperti air dari sungai atau tanah basah, yang sejalan dengan penurunan curah hujan. 4.1.1.4 Hidrologi Gambar 4.7 Peta Hidrologi Sumber: Hasil Analisis, 2024 101 1. Sungai Kecamatan Baleendah dilewati oleh 14 anak sungai dengan Sungai Citarum di bagian Utara Baleendah sebagai hilirnya. Sungai-sungai tersebut meliputi Sungai Cikapundung, Cikawung, Cijambe, Cicangkudu, Cisangkuy, dan lain-lain. Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat dengan panjang sekitar 297 km. Hulu Sungai Citarum terletak di Gunung Wayang, Kabupaten Bandung dan bermuara di Laut Jawa. Sungai ini melewati 12 kabupaten/kota di Jawa Barat. Sungai Citarum yang besar ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar sebagai sumber air bersih, irigasi pertanian, PLTA, dan lain-lain. Tidak hanya dimanfaatkan oleh kabupaten/kota di Jawa Barat, namun juga dimanfaatkan sebagai sumber air baku air minum di Kota Jakarta. Sungai Cisangkuy merupakan salah satu sungai terbesar yang bermuara di Sungai Citarum. Sungai ini yang memiliki panjang sekitar 33,65 m ini menjadi salah satu faktor krusial yang menyebabkan banjir di Kecamatan Baleendah dan Dayeuhkolot. Penyebab banjir di hilir Sungai Cisangkuy selain dari debit air yang cukup besar adalah banyaknya sedimen yang mengendap di hilir Sungai Cisangkuy yang mengurangi penampang basah sungai tersebut (Kurniasih, 2002). 2. Danau Danau Situ Sipatahunan merupakan danau buatan dengan luas area sekitar 10 hektar yang berada di Kelurahan Baleendah, Kecamatan Baleendah. Pada awalnya di tahun 1971, danau ini dibangun untuk membantu pengairan sawah warga sekitar dan diselesaikan pembangunannya pada tahun 1975. Namun, seiring berjalannya waktu, danau ini dibendung dan dijadikan objek wisata. Danau ini menjadi berguna untuk masyarakat sebagai resapan air pada saat musim kemarau karena seringkali terjadi kekeringan pada sumur-sumur yang ada. Area Danau Situ Sipatahunan seluas 32 hektar merupakan milik pemerintah daerah, sedangkan pengelolaan airnya berada di bawah BBWS Citarum. Air Situ Sipatahunan berasal dari 2 aliran sungai yaitu Sungai Ci Gajah yang mengalir dari Gunung Gajahngamuk dan Sungai Ci Pancur yang mengalir dari Gunung Koromong. 3. Kolam Retensi Kolam retensi Andir, yang terletak di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, berfungsi sebagai penampungan 102 air sementara untuk mengurangi risiko banjir di daerah sekitarnya. Dengan luas sekitar 6 hektar, kolam ini dirancang untuk menampung air hujan dan limpasan air sungai, sehingga dapat mengurangi beban aliran air pada sistem drainase kota. Pembangunannya dimulai pada tahun 2017 dan selesai pada tahun 2018. Saat ini, pengelolaan kolam retensi Andir berada di bawah Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bandung. Kolam retensi Cieunteung, yang berlokasi di Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, juga berfungsi sebagai penampungan air sementara untuk mengatasi banjir yang sering melanda daerah sekitarnya. Dengan luas sekitar 4 hektar, kolam ini membantu mengendalikan aliran air dan mencegah banjir di wilayah sekitarnya dengan menampung air berlebih selama musim hujan. Pembangunan kolam retensi Cieunteung dimulai pada tahun 2016 dan selesai pada tahun 2017. Pengelolaannya juga berada di tangan Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bandung. 4. Oxbow Oxbow Cisangkuy adalah sebuah kolam alami yang terbentuk dari meander sungai yang terputus, yang berfungsi sebagai area penampungan air alami serta habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna. Kolam ini memiliki peran penting dalam pengendalian banjir dan konservasi keanekaragaman hayati di daerah sekitarnya. Selain itu, Oxbow Cisangkuy juga sering dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian dan edukasi lingkungan. Kolam ini terletak di Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dengan luas sekitar 4 hektar. Pembangunannya dimulai sebagai bagian dari upaya rehabilitasi dan konservasi lingkungan pada tahun 2016 dan selesai pada tahun 2017. Pengelolaan Oxbow Cisangkuy dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bandung melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bandung, bekerja sama dengan berbagai instansi terkait untuk menjaga dan memelihara kawasan ini. 103 4.1.1.5 Hidrogeologi Kondisi hidrogeologi Kecamatan Baleendah sangat dipengaruhi oleh kondisi litologi dan produktivitas akuifer yang beragam. Berikut merupakan kondisi hidrogeologi di Kecamatan Baleendah: 1. Litologi Akuifer Berdasarkan peta, dapat diidentifikasi adanya dua jenis litologi utama di Kecamatan Baleendah yaitu batuan vulkanik dan batu gamping. Wilayah dengan dominasi batuan vulkanik (ditandai dengan warna kuning muda) mencakup sebagian besar wilayah seperti Rancamanyar, Bojongmalaka, Andir, dan Baleendah. Sementara itu, wilayah dengan dominasi batu gamping (ditandai dengan warna coklat) berada di bagian selatan, mencakup Manggahang dan Jelekong. Secara hidrologi, batuan vulkanik umumnya memiliki porositas tinggi dan kemampuan menyimpan air yang baik, sehingga berpotensi menjadi akuifer produktif, terutama pada batuan yang telah mengalami pelapukan atau memiliki banyak retakan (Todd & Mays, 2005). Sementara itu, batu gamping juga dapat menjadi akuifer karst yang sangat produktif apabila terdapat rongga-rongga besar akibat pelarutan kimia, tetapi cenderung bersifat heterogen dalam distribusi airnya (Effendi, 1998). Wilayah dengan batuan vulkanik dapat dimanfaatkan untuk pengembangan sumur bor dangkal atau sumur artesis, sedangkan wilayah dengan batu gamping memerlukan kajian lebih mendalam terkait ketersediaan dan kualitas air karena potensi kontaminasi akibat infiltrasi langsung. Informasi ini penting dalam mengelola risiko banjir dan kekeringan, yang sering menjadi permasalahan di daerah ini (Bappeda Bandung, 2020). 104 Gambar 4.8 Peta Litologi Akuifer Kecamatan Baleendah Sumber: InaGeoportal, 2024 2. Produktivitas Akuifer Berdasarkan peta, produktivitas akuifer Kecamatan Baleendah terbagi menjadi dua kategori: produktivitas sedang (ditandai dengan warna hijau) dan produktivitas rendah (ditandai dengan warna oranye). Wilayah dengan produktivitas sedang meliputi Rancamanyar, Bojongmalaka, Andir, Malakasari, sebagian kecil Baleendah, dan Jelekong. Sementara itu, wilayah dengan produktivitas rendah mencakup sebagian besar Baleendah, Manggahang, dan sebagian Jelekong. Produktivitas akuifer yang sedang di wilayah-wilayah tersebut kemungkinan besar dipengaruhi oleh kehadiran batuan vulkanik yang memiliki porositas dan permeabilitas cukup baik. Batuan vulkanik, terutama yang telah mengalami pelapukan, mampu menyimpan dan mengalirkan air dengan efisien, meskipun kapasitasnya masih tergantung pada tingkat retakan atau pelapukan batuan tersebut (Todd & Mays, 2005). Sebaliknya, wilayah dengan produktivitas rendah diidentifikasi berada pada area batu gamping. Akuifer karst pada batuan gamping cenderung memiliki produktivitas rendah di daerah ini, yang mungkin disebabkan oleh distribusi rongga yang tidak merata atau sistem saluran air bawah tanah yang terfragmentasi (Effendi, 1998). Wilayah dengan produktivitas sedang dapat menjadi prioritas untuk pengembangan sistem pengelolaan air berskala besar, sedangkan wilayah dengan produktivitas rendah memerlukan pendekatan pengelolaan yang lebih spesifik, seperti konservasi atau pemanfaatan teknologi pengolahan air (Bappeda Bandung, 2020). 105 Gambar 4.9 Peta Produktivitas Akuifer Kecamatan Baleendah Sumber: InaGeoportal, 2024 4.1.1.6 Geologi Kondisi geologi Kecamatan Baleendah dilihat dari sesar atau patahan, batuan, dan jenis tanah. Berikut merupakan kondisi geologi Kecamatan Baleendah: 1. Sesar atau Patahan Terdapat 1 sesar aktif yang berada di bagian utara Cekungan Bandung, yaitu Sesar Lembang. Sesar Lembang merupakan salah satu patahan geser aktif yang membentang sepanjang 29 kilometer dari titik nol di ujung barat Kota Bandung (area Cimahi dan Kecamatan Ngamprah) hingga ke sisi timur Bandung (Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung dan sebagian area Jatinangor, Kabupaten Sumedang) (Muljo & Helmi, 2007). 2. Batuan Kecamatan Baleendah tersusun dari beberapa jenis batuan utama, di antaranya: Batu Gamping Terumbu, terdiri dari batuan sedimen non klastik. Formasi Beser, terdiri dari breksi vulkanik. Endapan Breksi dan Lahar Gunung Gede, terdiri dari batuan breksi dan lahar. Waringin-Bedil Andesit, terdiri dari batuan andesit. Berdasarkan peta geologi Kecamatan Baleendah, mayoritas wilayah di Kecamatan Baleendah terdiri dari Batu Gamping Terumbu. 106 Gambar 4.10 Peta Geologi Sumber: InaGeoportal,2024 3. Jenis Tanah Kecamatan Baleendah memiliki jenis tanah Kambisol Eutrik dan Fluvisol Eutrik. Jenis tanah kambisol merupakan tanah yang ada di atas batu kapur dan diklasifikasikan sebagai tanah yang dapat bekembang dengan baik pada iklim apapun. Sedangkan, jenis tanah fluvisol merupakan tanah yang berasal dari endapan-endapan baru. Berdasarkan peta jenis tanah Kecamatan Baleendah, wilayah Kecamatan Baleendah didominasi oleh jenis tanah Kambisol Eutrik. Gambar 4.11 Peta Jenis Tanah Sumber: InaGeoportal,2024 4.1.1.7 Topografi Klasifikasi kelas kemiringan Lereng berdasarkan Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah tahun 107 1986, kriteria kelas kelerengan tanah di Kecamatan Baleendah dibagi menjadi 5 kelas yaitu. Tabel 4.2 Klasifikasi Kelas Kemiringan Lereng No Persen Lereng Deskripsi Luas (km²) 1 0 - 8% Datar 3,37 2 8 - 15% Landai 19,57 3 15 - 25% Agak Curam 7,40 4 25 - 45% Curam 3,66 5 > 45% Sangat Curam 7,00 Sumber: Pedoman penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, 1986 Gambar 4.12 Peta Topografi Sumber: InaGeopartal, 2024 Kecamatan Baleendah memiliki kemiringan lahan yang bervariasi. Sebagian wilayahnya yang berada di bagian selatan merupakan daerah perbukitan sehingga memiliki kemiringan yang curam, kawasan ini memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai area konservasi, hutan lindung, atau ekowisata. Sedangkan wilayah lainnya cukup landai, cocok untuk aktivitas pemukiman, pertanian, atau pembangunan fasilitas umum seperti sekolah, pasar, dan pusat layanan masyarakat. Secara umum kemiringan yang dimiliki oleh Kecamatan Baleendah adalah landai hingga agak curam. 108 4.1.1.8 Rawan Bencana Kecamatan Baleendah memiliki beberapa kerawanan terhadap bencana, seperti bencana banjir, bencana kebakaran lahan dan hutan, bencana longsor, bencana cuaca ekstrim, bencana gempa bumi, dan bencana kekeringan. Namun, pada penelitian ini akan berfokus pada bencana banjir. 1. Rawan Bencana Banjir Kecamatan Baleendah memiliki risiko bencana banjir terpusat pada bagian atas atau utara. Termasuk didalamnya Desa Rancamanyar, Bojong Malaka, Andir, Malakasari, dan sebagian wilayah utara desa lainnya. Kecamatan ini juga bersinggungan langsung dengan Sungai Citarum pada bagian atas atau utara. Berdasarkan data Portal Satu Data Kabupaten Bandung, jumlah kejadian bencana banjir di Kecamatan Baleendah mengalami penurunan dari tahun 2021 dengan 17 kejadian ke tahun 2023 dengan kejadian. Gambar 4.13 Diagram Jumlah Kejadian Banjir Kecamatan Baleendah Sumber: Portal Satu Data Kabupaten Bandung, 2024 Gambar 4.14 Peta Risiko Bencana Banjir di Kecamatan Baleendah Sumber: Ina RISK BNPB, 2024 109 2. Rawan Bencana Cuaca Ekstrem Kecamatan Baleendah memiliki risiko bencana cuaca ekstrim dengan indeks risiko tinggi, hampir pada seluruh wilayah, terutama bagian utara Kecamatan Baleendah. Pada RTRW juga disebutkan bahwa Kecamatan Baleendah merupakan daerah dengan bahaya angin kencang. Jumlah kejadian angin kencang di Kecamatan Baleendah tertinggi terjadi pada tahun 2022 dengan jumlah 6 (enam) kejadian bencana angin kencang atau pohon tumbang. Gambar 4.15 Diagram Jumlah Kejadian Cuaca Ekstrim Kecamatan Baleendah Sumber: Portal Satu Data Kabupaten Bandung, 2024 Gambar 4.16 Peta Risiko Bencana Cuaca Ekstrim di Kecamatan Baleendah Sumber: Ina RISK BNPB, 2024 4.1.2 Kondisi Sosial dan Kependudukan 4.1.2.1 Demografi Berdasarkan Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung, jumlah penduduk di Kecamatan Baleendah pada tahun 2023 adalah sebanyak 270.306 jiwa dengan rasio jenis kelamin 102 yang artinya 110 jumlah penduduk laki-laki 2 persen lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan. Kecamatan Baleendah pada tahun 2023 memiliki Kepadatan Penduduk kurang lebih sebesar 7.909 jiwa/ Km2. Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kecamatan Baleendah Desa/Kelurahan Laki-Laki Perempuan Jumlah Jelekong 13.621 12.962 26.583 Manggahang 20.467 19.839 40.306 Baleendah 31.002 30.610 61.612 Andir 17.578 16.985 34.563 Malakasari 7.872 7.568 15.440 Bojongmalaka 12.662 12.261 24.923 Rancamanyar 21.667 21.229 42.896 Wargamekar 12.226 11.757 23.983 Kecamatan Baleendah 137.095 133.211 270.306 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2024 4.1.2.2 Kesehatan Berdasarkan Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, Kecamatan Baleendah memiliki fasilitas kesehatan yang mencakup rumah sakit, puskesmas, posyandu, dan tenaga medis seperti dokter, bidan, serta perawat yang cukup memadai untuk melayani masyarakat. Faktor sanitasi juga mendapat perhatian melalui program sanitasi berbasis masyarakat dan pengawasan kualitas air minum. Tabel 4.4 Jumlah Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Baleendah Jumlah Fasilitas Kesehatan Kelurahan Rumah Sakit Puskesmas Posyandu Jelekong - 1 41 Manggahang - - - Baleendah 1 1 40 Andir - - - 111 Malakasari - - - Bojongmalaka - - - Rancamanyar - 1 35 Wargamekar - - - Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, 2023 Tabel 4.5 Jumlah Tenaga Medis, Tenaga Keperawatan, Tenaga Kebidanan, dan Tenaga Kefarmasian di Kecamatan Baleendah Tenaga Medis Tenaga Kefarmasian Rumah Sakit Tenaga Tenaga / Puskesmas Dokter Dokter Keperawatan Kebidanan Teknis Apoteker Gigi Kefarmasian Rumah Sakit Al Ihsan 92 7 672 34 42 21 (Baleendah) Puskesmas 3 1 5 6 1 1 Jelekong Puskesmas 3 1 5 6 1 1 Baleendah Puskesmas 2 1 4 8 1 1 Rancamanyar Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, 2023 4.1.2.3 Pendidikan Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, sebanyak 55.396 murid yang sedang menempuh pendidikan semester ganjil tahun 2024/2025 di Kecamatan Baleendah. Rincian jumlah penduduk yang sedang menempuh jenjang pendidikan adalah sebagai berikut, TK sebanyak 1.859 orang, SD sebanyak 27.575 orang, SMP sebanyak 10.276 orang, SMA sebanyak 4.791 orang, SMK sebanyak 7.092 orang, dan SLB sebanyak 100 orang. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik penduduk ini tersebar menempuh pendidikan di 79 SD/Sederajat, 29 SMP/Sederajat, dan 25 SMA/Sederajat. Dari sisi tenaga pendidik, Kecamatan Baleendah memiliki jumlah guru sebanyak 1.842 orang. 4.1.2.4 Ketenagakerjaan Berdasarkan data Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung tahun 2024, penyerapan tenaga kerja penduduk Kecamatan 112 Baleendah terdapat 176.951 penduduk yang bekerja. Penyerapan tenaga kerja di Kecamatan Baleendah berada pada angka 65,46% dari keseluruhan jumlah penduduk. Tabel 4.6 Persebaran Penyerapan Tenaga Kerja Tiap Kelurahan Kelurahan Jumlah Penduduk Bekerja Baleendah 40.787 Andir 22.579 Manggahang 26.407 Jelekong 17.067 Wargamekar 15.100 Bojongmalaka 16.814 Rancamanyar 28.074 Malakasari 10.123 Jumlah 176.951 Sumber: Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung, 2024 4.1.2.5 Indeks Pembangunan Masyarakat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kecamatan Baleendah merupakan ukuran penting untuk menilai kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut. Sejak tahun 2010, komponen yang membentuk IPM mencakup angka harapan hidup saat lahir, harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran per kapita, yang mencerminkan aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi masyarakat (Kab. Bandung Dalam Angka 2023). Berdasarkan data yang tersedia, IPM Kecamatan Baleendah menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu 78,47 pada tahun 2014 dan meningkat menjadi 78,58 pada tahun 2015. Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Baleendah berada dalam kategori tinggi dengan rentang IPM Kabupaten Bandung antara 70-79, yang mencerminkan kemajuan dalam pembangunan sosial dan ekonomi di daerah tersebut. 4.1.2.6 Kebudayaan dan Agama Berdasarkan data dari dokumen Kabupaten Bandung dalam Angka Tahun 2024, di Kecamatan Baleendah terdapat 252.958 penduduk beragama Islam, 2.747 penduduk beragama Protestan, 667 penduduk beragama Katolik, 48 penduduk beragama Hindu, 55 penduduk beragama Buddha, 6 penduduk beragama Konghucu, dan 3 penduduk beragama lainnya. 113 Terdapat kampung seni di Kecamatan Baleendah yang terkenal dengan tradisi seni lukis dan wayang golek. Kampung tersebut adalah Kampung Jelekong. Di desa ini terdapat sekitar 200 kepala keluarga yang berprofesi sebagai pelukis yang turun-temurun. Sejak ditetapkan sebagai desa wisata pada tahun 2011, Jelekong telah menarik perhatian wisatawan lokal dan mancanegara. Daya tarik utama desa ini adalah kombinasi antara keindahan alam dan kekayaan budaya. Gambar 4.17 Lukisan Karya Penduduk Desa Jelekong Sumber: theglobal-review.com, 2024 4.1.3 Kondisi Ekonomi Wilayah 4.1.3.1 PDRB Kabupaten Bandung Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha, dalam periode lima tahun terakhir, sektor industri pengolahan menjadi sektor dengan rata-rata penyumbang nilai terbesar, yaitu sebesar 52,1% atau sebesar 44,6 miliar rupiah Gambar 4.18 PDRB ADHK Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Bandung 2019-2023 Sumber: Hasil Analisis, 2024 Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Pengeluaran, konsumsi rumah tangga selama lima tahun terakhir 114 mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 2020, terdapat penurunan konsumsi akibat COVID 19. Selama lima tahun terakhir, konsumsi rumah tangga menjadi sektor penyumbang terbesar berdasarkan pengeluaran apabila dibandingkan dengan sektor lainnya seperti konsumsi LNPRT, konsumsi pemerintah, dan PMTB. Gambar 4.19 PDRB ADHK Menurut Pengeluaran Kabupaten Bandung 2019-2023 Sumber: Hasil Analisis, 2024; Data BPS 2024 4.1.3.2 Analisis LQ Berdasarkan analisis LQ, sektor pertambangan dan penggalian menunjukkan rata-rata indikator LQ sebesar 1,27, mengindikasikan bahwa sektor ini memiliki keunggulan lokal yang kuat dibandingkan tingkat provinsi. Sementara itu, sektor industri pengolahan memiliki rata-rata LQ sebesar 1,22, menjadikannya sektor dengan indikator LQ terbesar kedua setelah pertambangan dan penggalian. Hal ini menegaskan peran penting sektor industri pengolahan dalam perekonomian daerah, baik sebagai penggerak utama ekonomi lokal maupun sebagai sektor strategis untuk mendorong pengembangan ekonomi lebih lanjut. Keunggulan ini memperlihatkan potensi besar industri pengolahan sebagai sektor krusial dalam mendukung daya saing wilayah di tingkat yang lebih luas. 115 Gambar 4.20 Bar Chart Indeks LQ Sektor Usaha di Kecamatan Baleendah Sumber: Hasil Analisis, 2024 4.1.3.3 Analisis Cluster Gambar 4.21 Bar Chart Nilai Produksi Sektor Unggulan Kecamatan Baleendah Terhadap Kabupaten Bandung, 2018. Sumber: Hasil Analisis, 2024; Data Masterplan Ekonomi Kabupaten Bandung, 2024 Berdasarkan dokumen Masterplan Ekonomi Kabupaten Bandung, Kecamatan Baleendah tergolong sebagai kecamatan dengan potensi sektor industri yang tinggi (High-High Cluster). Wilayah yang termasuk High-High Cluster memiliki jumlah sub-sektor unggulan industri yang lebih banyak dibandingkan wilayah lainnya Industri yang menjadi unggulan di Baleendah meliputi Industri Tekstil, Industri Pakaian Jadi, Industri Makanan, dan Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki. 4.1.4 Kondisi Sarana dan Prasarana 4.1.4.1 Kondisi Jaringan Drainase Kecamatan Baleendah memiliki beberapa jaringan drainase yang terdiri atas jaringan drainase primer, sekunder, dan tersier. Namun, yang menjadi salah satu fokus utama merupakan jaringan drainase tersier, yang merupakan salah satu jaringan drainase di Baleendah 116 yang tersebar secara masif dengan total panjang mencapai lebih dari 100 km (Hasil Observasi, 2024). Gambar 4.22 Peta Sebaran dan Lokasi Observasi Drainase di Kecamatan Baleendah Sumber: DPUTR Kabupaten Bandung, 2024; Hasil Analisis, 2024 Berdasarkan data primer berupa wawancara serta data sekunder dari DPUTR, sebaran drainase yang berada di Baleendah dianggap cukup dan memiliki kondisi yang sesuai standar. Namun, didapatkan juga penjelasan mengenai bagaimana masih terdapat beberapa drainase di Kecamatan Baleendah yang belum sesuai dengan standar, yaitu SNI 03-2406-1991. Dari semua jalur drainase yang terdapat di Baleendah, terdapat observasi lima titik utama yang akan menjadi acuan bagaimana kondisi drainase eksisting di Kecamatan Baleendah dengan hasil sebagai berikut: Tabel 4.7 Tabel Hasil Observasi Kondisi Eksisting Drainase Di Kecamatan Baleendah Titik K