Prosedur Job Safety Analysis

Suatu proses untuk menganalisis potensi bahaya dan risiko dalam suatu pekerjaan sebelum pekerjaan tersebut dilakukan.

Untuk memastikan semua pekerjaan di area PT.Cipta Kridatama dan Sub Kontraktor-nya dilakukan dengan aman.

Pekerjaan yang tidak biasa dilakukan, pekerjaan berisiko tinggi (rutin atau non-rutin), pekerjaan baru atau yang dimodifikasi dengan risiko tinggi, pekerjaan yang memiliki riwayat kecelakaan LTI atau fatal, dan pemeriksaan berkala untuk memastikan keefektifan.

Kegiatan yang dilakukan sebagai bagian dari JSA, meliputi: identifikasi bahaya, analisis risiko, dan pengendalian risiko.

Aturan dan standar yang digunakan sebagai referensi dalam melaksanakan JSA.

Mengacu pada Peraturan Menteri ESDM No. 26 tahun 2018 tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Minerba.

Penilaian secara sistematis terhadap potensi bahaya dan risiko yang terkait dengan pekerjaan.

Mengurangi risiko kecelakaan dan meningkatkan keselamatan pekerja

Sumber energi, situasi, atau tindakan yang berpotensi menyebabkan cidera, penyakit akibat kerja, atau kerusakan properti.

Teknik manajemen keselamatan yang fokus pada identifikasi dan pengendalian bahaya dalam rangkaian pekerjaan.

Dampak dari ketidakpastian suatu sasaran.

Proses untuk mengenali bahaya yang ada dan mendefinisikan sifat-sifatnya.

Proses mengevaluasi risiko yang timbul dari adanya bahaya dengan mempertimbangkan pengendalian yang ada.

Keseringan terjadinya kejadian berbahaya atau terpapar bahaya.

Kemungkinan terjadinya insiden atau dampak yang merugikan akibat bahaya.

Keparahan dari cidera, PAK, kerusakan harta benda atau dampak lingkungan yang merugikan akibat bahaya.

Tim yang bertanggung jawab untuk membuat analisis keselamatan pekerjaan (JSA).

Dokumen yang digunakan untuk merekam informasi tentang potensi bahaya dan kontrol yang digunakan dalam pekerjaan.

Tahap pertama dalam proses JSA, melibatkan pembentukan tim yang terdiri dari berbagai pihak, seperti pekerja, pengawas, dan ahli keselamatan.

Proses mengidentifikasi potensi bahaya dalam pekerjaan dan menentukan tindakan pengendalian yang diperlukan.

Proses mengevaluasi JSA yang telah dibuat untuk memastikan bahwa semua potensi bahaya telah diidentifikasi dan tindakan pengendalian yang efektif telah diterapkan.

Tahap akhir dalam pembuatan JSA, melibatkan persetujuan dari pihak terkait, seperti manajer proyek dan departemen keselamatan kerja.

Proses menyebarkan informasi tentang JSA kepada semua pekerja yang terlibat dalam pekerjaan yang dibahas.

Penerapan JSA dalam praktik untuk memastikan bahwa tindakan pengendalian yang telah diidentifikasi diterapkan dengan benar.

Anggota tim JSA harus memahami proses yang dianalisis dalam JSA dan memiliki kemampuan dalam pembuatan JSA. Mereka harus mendapatkan pelatihan JSA dari lembaga terakreditasi atau perusahaan.

Tim pembuat JSA terdiri dari pekerja yang terlibat, pengawas, perwakilan dari Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (OSHE), dan ahli dari departemen lain.

Pembuatan JSA dilakukan dengan narasumber yang memahami aktivitas terkait untuk mengidentifikasi bahaya dan menilai risiko.

Identifikasi bahaya dan aspek K3L (Kesehatan dan Keselamatan Kerja Lingkungan) dilakukan dengan membagi kegiatan operasi atau pekerjaan menjadi beberapa aktivitas.

Tindakan yang diambil untuk mengendalikan risiko berdasarkan K3L dan hirarki pengendalian risiko, termasuk eliminasi, substitusi, rekayasa engineering, administratif, dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).

JSA yang dibuat oleh Sub-Contractor harus mendapat persetujuan dari pengawas PT. Cipta Kridatama sebelum diajukan ke Departemen OSHE PT. Cipta Kridatama.

Panduan pembuatan JSA dapat dilihat dalam tabel.

Membagi tugas menjadi beberapa langkah yang detail dan mudah dipahami. Pastikan kata kerja yang digunakan jelas, dan dapatkan persetujuan dari karyawan.

Identifikasi semua potensi bahaya yang ada di setiap langkah pekerjaan, lalu tentukan tingkat risikonya. Faktor yang dipertimbangkan adalah kemungkinan, frekuensi, dan keparahan bahaya.

Menentukan langkah-langkah pengendalian risiko, sesuai dengan hirarki pengendalian risiko. Mulai dari eliminasi hingga penggunaan APD.

Metode untuk menentukan tingkat risiko dengan mempertimbangkan kemungkinan kejadian, frekuensi kejadian, dan keparahan dampaknya.

Mengenai tingkat kemungkinan kejadian bahaya terjadi.

Mengenai seberapa sering bahaya terjadi dalam jangka waktu tertentu.

Mengenai tingkat keparahan dampak bahaya jika terjadi.

Urutan langkah pengendalian risiko mulai dari yang paling efektif hingga yang paling dasar. Metode ini membantu dalam membuat solusi yang tepat.