Modul Auditing 1 PDF
Document Details
Uploaded by ExcitedConnemara6224
Universitas Terbuka
Sumiyana dkk
Tags
Summary
This module provides a fundamental understanding of auditing concepts, focusing on the roles of public accountants and different types of auditing services. It discusses the definition of auditing, the importance and roles of public accountants, the process and standards of audit, and the audit report.
Full Transcript
Tutor : Yessi Fitri, MSi ,Ak, CA AUDITING 1 EKSI 4308 ( 3 SKS ) Penulis : Sumiyana dkk. Tutor : : Yessi Fitri, MSi ,Ak, CA MODUL 1 KONSEP DASAR AUDITING Konsep Profesi Akuntan Publik A. PROFESI AKUNTAN PUBLIK DAN YANG TERKAIT Sumber:...
Tutor : Yessi Fitri, MSi ,Ak, CA AUDITING 1 EKSI 4308 ( 3 SKS ) Penulis : Sumiyana dkk. Tutor : : Yessi Fitri, MSi ,Ak, CA MODUL 1 KONSEP DASAR AUDITING Konsep Profesi Akuntan Publik A. PROFESI AKUNTAN PUBLIK DAN YANG TERKAIT Sumber: Mulyadi (2001) Struktur hubungan antara manajemen perusahaan, profesi akuntan publik, dan pihak luar perusahaan yang terdiri dari investor, kreditur, dan pihak luar lain. B. JASA YANG DIHASILKAN OLEH PROFESI AKUNTAN PUBLIK 1. Jasa Assurance 2. Jasa Atestasi 3. Jasa-jasa Lain C. HUBUNGAN JASA ASSURANCE, ATESTASI, DAN JASA NONASSURANCE Sumber: Boynton (2006) Hubungan Jasa Assurance, Atestasi, dan Jasa Nonassurance D. DEFINISI AUDITING 1. Pengertian Auditing Auditing adalah suatu proses sistematik pemerolehan dan pengevaluasian bukti terkait dengan asersi terhadap tindakan-tindakan dan kejadian- kejadian ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dan mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Boynton, 2006). Ciri dari auditing: 1. Suatu proses yang sistematis 2. Secara objektif memperoleh dan mengevaluasi bukti 3. Pernyataan terhadap tindakan atau kejadian ekonomi 4. Tingkat kesesuaian antara pernyataan dan kriteria yang ditetapkan 5. Mengomunikasikan hasil kepada pihak yang berkepentingan 6. Pihak-pihak yang berkepentingan 2. Hakikat Auditing Adanya potensi konflik kepentingan (conflict of interest), di antara penyedia informasi dan pemakai informasi menimbulkan permintaan adanya pihak penengah atau perantara yang dapat memastikan kredibilitas dari informasi tersebut. Pihak perantara itu adalah auditor yang melaksanakan fungsinya untuk memastikan kredibilitas informasi melalui aktivitas pengauditan. 3. Keterbatasan Audit Laporan Keuangan Suatu audit laporan keuangan memiliki sejumlah keterbatasan yang melekat. Salah satunya adalah bahwa auditor bekerja dalam suatu batasan ekonomi yang wajar. Berikut ini adalah beberapa batasan ekonomi tersebut (Boynton, 2006). a. Biaya yang memadai b. Jumlah waktu yang memadai c. Prinsip akuntansi alternatif d. Estimasi akuntansi 2. Laporan Akuntan Publik A. AUDITING DITINJAU DARI SUDUT PROFESI AKUNTAN PUBLIK Ditinjau dari sudut profesi akuntan publik, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut. Ditinjau dari definisi umum auditing pemeriksaan yang dilaksanakan oleh auditor independen ditujukan terhadap pernyataan atas kegiatan ekonomi, yang disajikan oleh suatu organisasi dalam laporan keuangannya. Pemeriksaan ini dilakukan oleh auditor independen. B. PERAN PROFESI AKUNTAN PUBLIK DALAM PEREKONOMIAN NEGARA Profesi akuntan publik dalam perekonomian negara memiliki manfaat ekonomik berikut ini. 1. Akses ke Pasar Modal 2. Kos (Cost) Modal yang Lebih Rendah 3. Penangguhan Ketidakefisienan dan Kecurangan 4. Peningkatan Pengendalian dan Operasional C. TIPE-TIPE AUDIT Ditinjau dari jenis pemeriksaan, audit dapat dibedakan menjadi: 1. Audit Laporan Keuangan (Financial Statement Audit) 2. Audit Operasional (Operational Audit) 3. Audit Kepatuhan (Compliance Audit) 4. Audit Sistem Informasi 5. Audit Kecurangan (Fraud Audit) Ditinjau dari ruang lingkup pemeriksaan, audit dapat dibedakan menjadi: 1. Audit Umum (General Audit) 2. Audit Khusus (Special Audit) D. LAPORAN AUDITOR 1. Laporan Standar → memuat pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualizied opinion) Laporan audit baku terdiri dari tiga paragraf dan satu paragraf penjelas tambahan. Paragraf pendahuluan dicantumkan sebagai paragraf utama laporan audit baku. Terdapat tiga fakta yang diungkapkan oleh auditor dalam paragraf pengantar (Mulyadi, 2002): (1) tipe jasa yang diberikan oleh auditor, (2) objek yang diaudit, (3) pengungkapan tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan dan tanggung jawab auditor atas pendapat yang diberikan atas laporan keuangan berdasarkan hasil auditnya. Paragraf lingkup berisi pernyataan ringkas tentang lingkup audit yang dilaksanakan oleh auditor; dan paragraf pendapat berisi pernyataan ringkas atas pendapat auditor tentang kewajaran laporan keuangan auditan; paragraf tambahan berisi penjelasan terhadap pengendalian internal perusahaan. 2. Penyimpangan dari Laporan Standar – Penyimpangan dari laporan standar tergolong dalam salah satu dari dua kategori berikut ini. a. Laporan standar dengan bahasa penjelasan. b. Jenis-jenis pendapat lain. 3. Elemen-elemen Dasar Laporan Standar Auditor Judul laporan : Mencantumkan kata independen. Alamat : Dewan Direksi dan atau Pemegang Saham Entitas. Paragraf Pendahuluan Paragraf Ruang Lingkup Audit Paragraf pendapat Paragraf penjelas Tanda tangan kantor akuntan publik: Manual atau tercetak. Tanggal Laporan: Hari terakhir pekerjaan lapangan 4. Laporan Standar dengan Bahasa Penjelas Karakteristik berbeda yang ada dalam kategori jenis laporan ini adalah bahwa paragraf pendapat tetap menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified), karena laporan keuangan sesuai dengan PABU. Namun, terdapat beberapa kondisi yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan (explanatory paragraf) atau bahasa penjelasan lain pada laporan standar. 5. Jenis-Jenis Pendapat Lain Kategori kedua penyimpangan dari laporan standar adalah apabila terjadi salah satu kondisi berikut ini (Boynton, 2006). a. Laporan standar mengandung penyimpangan yang material dari PABU. b. Auditor tidak mampu mendapatkan bukti kompeten yang cukup berkenaan dengan satu atau lebih asersi manajemen, sehingga memiliki dasar yang memadai untuk memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan secara keseluruhan. Pada permasalahan ini, auditor dapat menyatakan salah satu pendapat dari keempat jenis pendapat berikut ini. a. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion) yang menyatakan bahwa kecuali dampak dari hal-hal yang berkaitan dengan pengecualian tersebut, laporan keuangan menyajikan secara wajar……… sesuai dengan PABU. b. Pendapat tidak wajar (adverse opinion) yang menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar………sesuai PABU. c. Menolak memberikan pendapat (disclaimer of opinion) yang menyatakan bahwa auditor tidak memberikan pendapat atas laporan keuangan. Opini Auditor Standar A. JENIS-JENIS PENDAPAT AUDITOR 1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion) 2. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian dengan Bahasa Penjelas (Unqualified Opinion With Explanatory Paragraf) 3. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Qualified Opinion) 4. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion) 5. Menolak Memberikan Pendapat (Disclaimer of Opinion) 6. Keraguan yang Besar Tentang Going Concern B. LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN MANAJEMEN Manajemen bertanggung jawab untuk menyusun laporan keuangan, sedangkan auditor bertanggung jawab untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Auditor menekankan adanya pembagian tanggung jawab tersebut pada paragraf pendahuluan laporan standar auditor C. KECENDERUNGAN YANG MEMPENGARUHI TANGGUNG JAWAB AUDITOR 1. Teknologi Informasi 2. Assurance Services 3. Konsep-konsep Dasar dalam Melaksanakan Audit Laporan Keuangan 4. Memahami Auditee 5. Risiko Audit 6. Materialitas 7. Bukti Atas Asersi Manajemen 8. Perbedaan Tanggung Jawab Auditor Independen dengan Tanggung Jawab Manajemen ***** SELAMAT BELAJAR ***** Tutor: Yessi Fitri, MSi,Ak, CA AUDITING 1 EKSI 4308 ( 3 SKS ) Penulis : Sumiyana dkk. MODUL 2 PROFESI AKUNTAN Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Setiap anggota profesi dikehendaki untuk memiliki keahlian atau kapabilitas dalam sebuah bidang keilmuan dan pengetahuan tertentu. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. PERKEMBANGAN PROFESI AKUNTAN A. TIMBUL DAN BERKEMBANGNYA PROFESI AKUNTAN PUBLIK Manajemen perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga agar pertanggung jawaban keuangan yang disajikan kepada pihak luar dapat dipercaya, sedangkan pihak luar perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga untuk memperoleh keyakinan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen perusahaan dapat dipercaya sebagai dasar keputusan-keputusan yang diambil oleh mereka. Baik manajemen perusahaan maupun pihak luar perusahaan yang berkepentingan terhadap perusahaan memerlukan jasa pihak ketiga yang dapat dipercaya. Tanpa menggunakan jasa auditor independen, manajemen perusahaan tidak mampu untuk dapat meyakinkan pihak luar perusahaan bahwa laporankeuangan yang disajikan berisi informasi yang dapat dipercaya. B. PERAN DAN POSISI PROFESI AKUNTANSI Peran dan posisi profesi akuntansi sudah sejak lama menjadi sasaran kritik masyarakat pada umumnya dan khususnya dunia usaha. Pada masa yang lalu, yang menjadi sasaran utama adalah profesi akuntan publik berhubung dengan keterlibatannya dalam mekanisme pengendalian sosial yang sarat dengan konflik- konflik kepentingan ekonomi dan politik. C. SUMBER KEMEROSOTAN CITRA AKUNTAN DAN USAHA PERBAIKAN Ada beberapa hal yang dapat menurunkan citra profesi. Ketidakmantapan peran yang diemban oleh profesi akuntan publik yang telah berlangsung sedemikian lama dapat timbul karena empat kesenjangan persepsian, yaitu sebagai berikut : 1. Kesenjangan harapan (the expectation gap). 2. Kesenjangan ragam jasa (the scope of service gap). 3. Kesenjangan persaingan intraprofesional (the intraprofessional gap). 4. Kesenjangan ambiguitas peran (the role ambiguity gap). D. MEMANDANG KE DEPAN 1. Apa Artinya Menjadi Profesional Buku John Carey yang berjudul The Rise of the Accounting Profession: From Technician to Professional (Bangkitnya Profesi Akuntan: Dari Teknisi Menjadi Profesi), mengidentifikasi adanya tujuh kriteria yang membedakan profesi dari lainnya yang bukan profesi. 2. Tujuan Inti Tujuan inti CPA adalah untuk menjadikan perubahan dunia yang kompleks menjadi sesuatu yang masuk akal. Sementara hal ini dapat diterima oleh profesional lainnya, CPA menempatkan dirinya terpisah dari profesional lain dalam proses ini melalui nilai, kompetensi, dan jasa inti yang dapat diberikan pada situasi ini. 3. Misi Misi dari dibentuknya IAI adalah sebagai berikut : 1. Memelihara integritas, komitmen, dan kompetensi anggota dalam pengembangan manajemen bisnis dan publik yang berorientasi pada etika, tanggung jawab, dan lingkungan hidup. 2. Mengembangkan pengetahuan dan praktik bisnis, keuangan, atestasi, non-atestasi, dan akuntansi bagi masyarakat. 3. Berpartisipasi aktif di dalam mewujudkan ketatakelolaan perusahaan yang baik (good governance) melalui upaya organisasi yang sah dan dalam perspektif nasional dan internasional. 4. Visi Visi IAI adalah menjadi organisasi profesi terdepan dalam pengembangan pengetahuan dan praktik akuntansi, manajemen bisnis dan publik, yang berorientasi pada etika dan tanggung jawab sosial, serta lingkungan hidup dalam perspektif nasional dan internasional. E. NILAI INTI Nilai inti yang terdapat dalam proyek visi CPA mencerminkan penghargaan publik yang sangat tinggi pada apa yang telah dicapai oleh CPA. Nilai-nilai ini kebanyakan dikembangkan dari keterkaitan para CPA dengan audit laporan keuangan. Dewasa ini CPA memiliki reputasi yang kuat tentang prinsip-prinsip etika, dalam hal integritas dan objektivitas. Selain itu, CPA adalah pihak yang lebih dahulu melihat pentingnya pendidikan berkelanjutan dan pembelajaran seumur hidup. F. KOMPETENSI INTI Dewasa ini, auditor seringkali mendapatkan kritikan yang tajam terhadap komunikasi yang kaku berdasarkan standar, laporan bentuk tunggal yang multiguna, lebih berperan sebagai pelapor ketimbang sebagai penyelesai masalah, terlampau mementingkan standar serta lebih berfokus pada angka-angka dan ukuran. Pada CPA yang tergabung dalam proyek Visi CPA menyadari adanya isu-isu tersebut dan sampai pada konsensus atas serangkaian kompetensi yang membekali para CPA dan auditor untuk memasuki persaingan pada Tahun 2011 dan selanjutnya. Para auditor memerlukan kemampuan berkomunikasi yang unggul agar dapat meminta keterangan yang tepat dari manajemen dan menyampaikan temuan- temuan kepada manajemen, dewan direksi, dan pihak ketiga. Oleh karena teknologi mempengaruhi cara auditor berkomunikasi maka auditor kurang menekankan penggunaan laporan-laporan standar namun harus lebih mampu mengomunikasikan dengan jelas lingkup kerja, temuan, dan kesimpulan. Keterampilan berpikir strategis dan kritis menjadi penting bagi semua auditor. Gambar 2.2. Rantai Nilai Akuntan Sumber: Boynton (2006) KB.2. Jenis Auditor A. KERANGKA KERJA PENGATURAN UNTUK MEYAKINKAN MUTU JASA Kerangka kerja pengaturan untuk meyakinkan mutu jasa dilakukan oleh profesi karena adanya tindakan melanggar hukum (illegal act). Tindakan melanggar hukum meliputi pembayaran suap, mengambil bagian dalam kegiatan politik yang melanggar hukum, pelanggaran ketentuan pemerintah dan hukum tertentu lainnya. Sementara itu, profesi harus memiliki karakteristik profesi yang dalam bentuk-bentuk : 1. Keterampilan yang berdasar pada pengetahuan teoretis 2. Asosiasi profesional 3. Pendidikan yang ekstensif 4. Ujian kompetensi 5. Pelatihan institusional 6. Lisensi 7. Otonomi kerja 8. Kode etik 9. Mengatur diri 10. Layanan publik dan altruisme 11. Status dan imbalan yang tinggi Gambar 2.3. Mekanisme Peningkatan Kualitas Audit dan Profesionalisme Auditor Kerangka Kerja Pengaturan Untuk Meyakinkan Mutu Jasa Mutu jasa merupakan hal yang penting untuk meyakinkan bahwa profesi telah memenuhi tanggung jawabnya kepada klien, masyarakat umum, serta pemerintah. Untuk membantu meyakinkan mutu kinerja audit serta jasa-jasa profesional lainnya, profesi telah mengembangkan kerangka kerja. Ada empat kelompok besar kerangka kerja untuk meyakinkan mutu jasa audit ini, yaitu sebagai berikut ini : 1. Penetapan Standar. 2. Pengaturan oleh Kantor Akuntan Publik. 3. Pengaturan Sendiri atau Sejawat. 4. Pengaturan oleh Pemerintah. B. JENIS-JENIS AUDITOR Orang yang melaksanakan tindakan dan kejadian ekonomis pengauditan bagi suatu perusahaan atau organisasi disebut dengan auditor. Ada beberapa jenis auditor, yaitu berikut ini : 1. Auditor Eksternal sering disebut sebagai auditor independen atau besertifikat akuntan publik (BAP). 2. Auditor Internal. Auditor internal adalah auditor yang dipekerjakan oleh suatu perusahaan, persekutuan, badan pemerintah, individu dan entitas lainnya. 3. Auditor Pemerintah (government auditor). Auditor pemerintah diperlukan untuk menentukan ketaatan dengan hukum, peraturan perundangan, kebijakan dan prosedur. Di Indonesia aktivitas pemeriksaan lembaga-lembaga pemerintah dilakukan oleh BPK dan pengawasan dilakukan oleh BPKP. Hubungan-hubungan Auditor Independen Dalam audit laporan keuangan, auditor memelihara hubungan profesional dengan empat kelompok penting berikut ini : 1. Manajemen. 2. Dewan Direksi dan Komite Audit. 3. Auditor Internal. 4. Pemegang Saham. C. PROFESI AKUNTAN PUBLIK DAN PIHAK-PIHAK YANG TERKAIT Akuntan publik adalah seorang praktisi dan gelar profesional yang diberikan kepada akuntan di Indonesia yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan RI untuk memberikan jasa audit umum dan review atas laporan keuangan, audit kinerja dan audit khusus serta jasa dalam bidang non-atestasi lainnya seperti jasa konsultasi, jasa kompilasi, dan jasa-jasa lainnya yang berhubungan dengan akuntansi dan keuangan. D. KANTOR AKUNTAN PUBLIK (KAP) Kantor Akuntan Publik berdasarkan SK. Menkeu No. 470/KMK.017/1999 tertanggal 4 Oktober 1999 didefinisikan sebagai lembaga yang memiliki izin dari Menteri Keuangan sebagai wadah bagi akuntan publik dalam melakukan pekerjaannya. Ada empat kategori kantor akuntan publik : 1. Perusahaan Internasional KAP Big Four 2. Perusahaan Nasional 3. Perusahaan Wilayah dan Perusahaan Lokal Besar 4. Perusahaan Lokal Kecil KB. 3. Struktur Kantor Akuntan Publik A. AKTIVITAS KANTOR AKUNTAN PUBLIK Selain menyediakan jasa audit dan jasa assurance lainnya, selain itu kantor akuntan publik juga menyediakan jasa yang meliputi : 1. Jasa Akuntansi dan Bookkeeping 2. Jasa Pajak 3. Jasa Konsultasi Manajemen 1. Struktur KAP Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi struktur kantor akuntan publik, yaitu : 1. Meningkatnya risiko litigasi yang dihadapi auditor. 2. Pentingnya suatu struktur untuk mendorong kompetensi. 3. Kebutuhan terhadap independensi oleh klien. Terdapat enam bentuk struktur organisasi Kantor Akuntan Publik, yaitu sebagai berikut : 1. Perusahaan perorangan 2. Partnership 3. Korporasi Umum 4. Korporasi Profesional 5. Partnership dengan Kewajiban Terbatas 6. Perusahaan dengan Kewajiban Terbatas Hierarki kepemimpinan dalam Kantor Akuntan Publik pada dasarnya hampir sama, yaitu meliputi: 1. partner atau pemegang saham; 2. para manajer; 3. supervisor; 4. auditor senior; 5. asisten/auditor yunior. 2. AICPA dan IAI Di Amerika Serikat terdapat organisasi profesional yang mempengaruhi dan menaungi para akuntan publik yang ada di Negara tersebut, yaitu American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). Di Indonesia, organisasi profesional yang menaungi para akuntan publiknya adalah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) terutama Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Organisasi profesional inilah yang biasanya menetapkan persyaratan profesional bagi seorang akuntan publik, menyelenggarakan penelitian, dan menerbitkan bahan bacaan dalam pelbagai bidang yang berkaitan dengan akuntansi, audit, konsultasi manajemen, dan perpajakan. Anggota IAI-KAP terbatas pada anggota-anggota IAI yang bekerja pada kantor akuntan publik. IAI mempunyai tiga fungsi utama, yaitu: a. Menetapkan standar dan aturan Ada empat bidang utama yang IAI berwenang menetapkan standar dan membuat aturan, yaitu: 1) Standar auditing 2) Standar kompilasi dan penelaahan laporan keuangan 3) Standar atestasi lainnya 4) Kode etik profesional b. Melaksanakan penelitian dan publikasi c. Menyelenggarakan pendidikan lanjutan bagi para akuntan publik Tutor : Yessi Fitri, MSi, Ak. CA AUDITING 1 EKSI 4308 ( 3 SKS ) Penulis : Sumiyana dkk Tutor : Yessi Fitri, MSi, Ak. CA MODUL 3 STANDAR AUDITING Standar audit bertindak untuk membimbing dan mengukur kualitas kinerja auditor. Standar audit membantu memastikan bahwa audit laporan keuangan dilaksanakan secara mendalam dan sistematis sehingga dapat menghasilkan kesimpulan yang handal. Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). PSA merupakan penjabaran lebih lanjut dari masing- masing standar yang tercantum di dalam standar auditing. PSA berisi ketentuan-ketentuan dan pedoman utama yang harus diikuti oleh Akuntan Publik dalam melaksanakan penugasan audit. Kepatuhan terhadap PSA yang diterbitkan oleh IAPI ini bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI. Termasuk di dalam PSA adalah Interpretasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA), yang merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh IAPI terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh IAPI dalam PSA. IPSA memberikan jawaban atas pernyataan atau keraguan dalam penafsiran ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSA, dengan kata lain IPSA merupakan perluasan berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi seluruh anggota IAPI sehingga pelaksanaannya bersifat wajib. KB.1. Standar Audit A. PROSES PENETAPAN STANDAR AUDIT Standar Audit disusun oleh IAPI dan standar ini harus dipatuhi oleh anggota IAPI. Dewan penyusunan standar ini selalu memperhatikan kepentingan masyarakat dan mempertimbangkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan dan tanggung jawab auditor. Standar dan prosedur menetapkan sifat dan luas tanggung jawab auditor, serta menyediakan pedoman untuk melakukan tugas audit. Dewan standar juga harus selalu mempertimbangkan besarnya biaya atas pembuatan standar dan prosedur yang ditanggung oleh masyarakat berkaitan dengan perkiraan manfaat yang dapat diperoleh dari fungsi audit. B. IMPLEMENTASI DAN APLIKASI Dewan penyusunan standar menetapkan sifat dan luas tanggung jawab auditor dan menyediakan pedoman untuk melakukan tugas audit. Standar yang disusun oleh 1. Standar umum. Dewan 2. Standar pekerjaan lapangan. penyusunan 3. Standar pelaporan. standar terdiri dari : C. PENERAPAN STANDAR AUDITING Standar auditing dapat diterapkan pada setiap audit laporan keuangan oleh seorang auditor independen tanpa memandang skala ukuran kegiatan klien, bentuk organisasi bisnis, jenis industri, atau apakah tujuan entitas adalah mencari laba atau nirlaba. Konsep materialitas dan risiko mempengaruhi aplikasi seluruh standar, khususnya pada standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Materialitas berkaitan dengan arti penting relatif sesuatu hal (benda, jasa, atau nilai). D.HUBUNGAN ANTARA STANDAR AUDITING DAN PROSEDUR AUDITING Prosedur auditing (auditing procedures) adalah metode-metode yang digunakan serta tindakan yang dilakukan oleh auditor selama audit berlangsung. Prosedur auditing meliputi langkah-langkah seperti, menghitung kas kecil, memeriksa rekonsiliasi bank yang disusun oleh klien, mengamati penghitungan persediaan serta menginspeksi keabsahan kendaraan bermotor yang dibeli perusahaan. Berbeda dengan standar auditing yang dapat diterapkan pada setiap audit laporan keuangan, maka prosedur auditing dapat berbeda antara satu klien dengan klien yang lainnya, karena adanya perbedaan dalam skala kegiatan suatu entitas dengan entitas lainnya, perbedaan karakteristik, serta sifat dan kompleksitas operasi dan sebagainya. E. STANDAR ATESTASI Atestasi (attestation) adalah suatu pernyataan pendapat atau pertimbangan yang diberikan oleh seorang yang independen dan kompeten yang menyatakan apakah asersi (assertion) suatu entitas telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Asersi adalah suatu pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain, contoh asersi dalam laporan keuangan historis adalah adanya pernyataan manajemen bahwa laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Standar atestasi membagi tiga tipe perikatan atestasi (1) pemeriksaan (examination), (2) review, dan (3) prosedur yang disepakati (agreed-upon procedures). F. KEYAKINAN YANG DISEDIAKAN OLEH AUDIT Pengguna laporan keuangan auditan mengharapkan auditor untuk : 1. melaksanakan audit dengan kompetensi teknis, integritas, independensi, dan objektivitas; 2. mencari dan mendeteksi salah saji yang material,baik yang disengaja maupun yang tidak; 3. mencegah penerbitan laporan keuangan yang menyesatkan. KB.2. Audit Internal A. AUDIT ATAS PENGENDALIAN INTERNAL Sistem pengendalian internal terdiri atas kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan kepada manajemen kepastian yang layak bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasarannya. Kebijakan dan prosedur ini seringkali disebut pengendalian, dan secara kolektif membentuk pengendalian internal di dalam entitas tersebut. Biasanya manajemen memiliki tiga tujuan umum untuk merancang sistem pengendalian internal yang efektif, yaitu sebagai berikut : 1. Reliabilitas pelaporan keuangan. 2. Efisiensi dan efektivitas operasi. 3. Ketaatan pada hukum dan peraturan Tanggung jawab atas pengendalian internal berbeda antara manajemen dan auditor. Manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan dan menyelenggarakan pengendalian internal entitas. Manajemen juga harus melaporkan secara terbuka atas keefektifan pelaksanaan pengendalian tersebut. Sebaliknya, tanggung jawab auditor mencakup memahami dan menguji pengendalian internal atas pelaporan keuangan. Auditor juga diwajibkan untuk menerbitkan laporan audit tentang penilaian manajemen atas pengendalian internalnya, termasuk pendapat auditor atas keefektifan pelaksanaan pengendalian tersebut. B. KOMPONEN PENGENDALIAN INTERNAL (COSO) Auditor berfokus pada pengendalian yang dirancang untuk mencegah atau mendeteksi salah saji material dalam laporan keuangan. Komponen pengendalian internal meliputi hal-hal berikut ini. 1. Lingkungan Pengendalian (Control Environtment) 2. Penilaian Risiko (Risk Assessment) 3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities) 4. Informasi dan Komunikasi 5. Pemantauan (Monitoring) C. INDEPENDENSI AUDITOR Independensi merupakan dasar dari profesi auditing. Hal itu berarti bahwa auditor dapat bersikap netral terhadap entitas. Oleh karena itu, auditor dapat bersikap objektif. Publik dapat mempercayai fungsi audit karena auditor bersikap tidak memihak serta mengakui adanya kewajiban untuk bersikap adil. D. KEYAKINAN YANG MEMADAI Auditor bertanggung jawab dalam merencanakan dan melaksanakan audit untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan telah bebas dari salah saji yang material. Akan tetapi, konsep keyakinan yang memadai tidak dapat memastikan atau menjamin akurasi laporan keuangan. KB.3. Fraud Audit A. PERTIMBANGAN ATAS KECURANGAN DALAM AUDIT LAPORAN KEUANGAN Pada SA Seksi 110 (PAS No. 01) menjelaskan Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen, menyatakan bahwa “Auditor bertanggung jawab dalam merencanakan dan melaksanakan audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan dan kecurangan.” Seksi ini memberikan panduan bagi auditor untuk memenuhi tanggung jawab tersebut, yang berkaitan dengan kecurangan, dalam audit terhadap laporan keuangan yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. b. DETEKSI KECURANGAN Ada beberapa jenis salah saji yang berkaitan dengan kecurangan, yaitu berikut ini : 1. Kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent Financial Reporting) 2. Penyalahgunaan aset (misappropriation of assets ) Pada SA seksi 316 menyebutkan bahwa faktor risiko yang berkaitan dengan salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu berikut ini : a. Karakteristik dan pengaruh manajemen atas lingkungan pengendalian. Faktor risiko ini berkaitan dengan kemampuan, tekanan, gaya, dan sikap manajemen atas pengendalian intern dan proses pelaporan keuangan. b. Kondisi industri. Faktor risiko ini mencakup lingkungan ekonomi dan peraturan dalam industri yang menjadi tempat beroperasinya entitas. c. Karakteristik operasi dan stabilitas keuangan. Faktor risiko ini berkaitan dengan sifat dan kekompleksan entitas dan transaksinya, keadaan keuangan entitas, dan kemampuan entitas dalam menghasilkan laba. Apabila auditor menyimpulkan bahwa ternyata laporan keuangan mengandung unsur Tanggung jawab auditor untuk salah saji yang material dan bahwa laporan mendeteksi kecurangan ataupun keuangan tidak disajikan sesuai dengan PABU maka auditor harus mendesak agar kesalahan-kesalahan yang tidak manajemen melakukan revisi atas laporan disengaja, diwujudkan dalam keuangan tersebut. perencanaan dan pelaksanaan Apabila manajemen menyetujuinya, auditor audit untuk mendapatkan dapat menerbitkan suatu laporan audit keyakinan yang memadai standar yang menyatakan pendapat wajar tentang apakah laporan tanpa pengecualian. keuangan bebas dari salah saji Namun, apabila laporan keuangan tersebut ternyata tidak direvisi, auditor harus material yang disebabkan oleh memodifikasi laporan standar untuk kesalahan ataupun kecurangan. penyimpangan dari PABU serta mengungkapkan semua alasan penting yang menyertainya dalam laporan audit. C. KEYAKINAN TENTANG KELANGSUNGAN USAHA KLIEN Tujuan utama audit adalah untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan PABU. Para pengguna laporan keuangan harus menggunakan laporan keuangan tersebut untuk pengambilan keputusan mereka sendiri tentang risiko melakukan usaha dengan suatu perusahaan atau untuk melakukan investasi dalam suatu perusahaan. D.PENGENDALIAN MUTU Bagi sebuah KAP, pengendalian mutu terdiri dari metode-metode yang digunakan untuk memastikan bahwa kantor itu memenuhi tanggung jawab profesionalnya kepada klien dan pihak-pihak lain. Metode-metode ini meliputi struktur organisasi KAP itu serta prosedur yang ditetapkannya. Sebagai contoh, sebuah KAP mungkin memiliki struktur organisasi yang menjamin dilakukannya review teknis atas setiap penugasan oleh partner yang ahli dalam industri klien. Cara memastikan bahwa standar audit yang berlaku umum diikuti dalam setiap audit, KAP mengikuti prosedur pengendalian mutu khusus yang membantu memenuhi standar-standar itu secara konsisten pada setiap penugasan. Oleh karena itu, pengendalian mutu ditetapkan untuk KAP secara keseluruhan, sedangkan SPAP dapat diterapkan pada setiap penugasan. Tutor : Yessi Fitri, MSi, Ak, CA AUDITING 1 EKSI 4308 ( 3 SKS ) Penulis : Sumiyana dkk. Tutor: Yessi Fitri, MSi, Ak, CA MODUL 4 ETIKA PROFESI KB.1. Etika dan Moralitas Etika Secara Umum Etika (ethics) berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti karakter, sedangkan moralitas berasal dari bahasa Latin mores, yang berarti kebiasaan. Moralitas berpusat pada benar dan salah dalam perilaku manusia (Boynton et al., 2001). Pengertian etika kemudian berkembang dan hingga saat ini yang memiliki pengertian yang sangat beragam. Etika dapat diartikan sebagai suatu perangkat prinsip moral yang dipegang oleh individu atau kelompok yang difungsikan untuk mengatur dan menentukan tingkah laku individu atau kelompok tersebut. Dalam beberapa literatur banyak disimpulkan bahwa etika itu sendiri tidak sama dengan moralitas. Tercermin dari arti mores yang berarti kebiasaan, moralitas dapat didefinisikan sebagai standar seorang individu atau kelompok tentang apa yang dikatakan benar dan salah. Moral standar juga merupakan suatu tonggak pengukur etika bisnis dengan menyediakan suatu dasar pengambilan keputusan suatu tindakan benar atau salah (Fritzsche, 2005). Sebagian besar orang mendefinisikan perilaku tidak etis sebagai tindakan yang berbeda dengan apa yang mereka anggap tepat untuk dilakukan dalam situasi dan kondisi tertentu. Kita dapat memutuskan apakah suatu perilaku dianggap tidak etis bagi diri sendiri maupun orang lain. Kita harus memahami penyebab orang–orang bertindak dengan cara yang kita anggap tidak etis. Setidaknya terdapat dua alasan mengapa seseorang bertindak tidak etis yang dikutip dari Arens et al.(2008), yaitu berikut ini : 1. Standar etika seseorang berbeda dengan masyarakat umum. 2. Orang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri. Dilema etika dapat didefinisikan sebagai situasi yang dihadapi seseorang yang ia harus mengambil keputusan atas tindakan yang tepat (Arens et al., 2008). Pertimbangan etis dapat dimanfaatkan dalam mengatasi masalah-masalah kompleks. Seseorang atau kelompok seharusnya berpikir jernih dan menggunakan pertimbangan etisnya dengan bijak dalam mengambil keputusan sesuai kondisi. Duska et al. (2003) menyajikan beberapa pertanyaan yang dapat memberikan fokus pada apakah tindakan yang diambil telah mendasarkan pada etika, seperti pertanyaan-pertanyaan berikut ini. 1.Apakah tindakan tersebut baik untuk saya? 2.Apakah tindakan tersebut baik atau menyakiti masyarakat? 3.Apakah tindakan tersebut adil? 4.Apakah suatu tindakan tersebut melanggar hak-hak orang lain? 5.Sudahkah saya membuat komitmen, secara tersirat (implisit), atau secara tersurat (eksplisit)? Untuk menentukan perilaku yang tepat setidaknya ada beberapa cara alternatif untuk menyelesaikan suatu dilema etika. Namun, kita harus berhati-hati untuk menghindari metode yang merasionalkan perilaku tidak etis (Arens et al., 2008). Metode-metode tersebut adalah sebagai berikut : 1. Setiap orang melakukannya 2. Kemungkinan penemuan dan konsekuensinya 3. Jika sah menurut hukum, seseorang menyimpulkan bahwa hal itu etis. Boynton et al. (2001) mengemukakan bahwa tidak adanya standar yang universal yang digunakan dalam menentukan pilihan perilaku yang tepat. Ketiadaan ini membuat beberapa ahli etika mengembangkan suatu kerangka kerja etika umum untuk pengambilan keputusan, yang disebut kinerja enam langkah sebagai berikut : 1. Mendapatkan fakta yang relevan untuk pengambilan keputusan. 2. Mengidentifikasi masalah-masalah etika dari fakta yang relevan tersebut. 3. Menentukan siapa saja yang dapat dipengaruhi oleh keputusan tersebut dan bagaimana masing-masing dipengaruhi. 4. Mengidentifikasi alternatif pengambil keputusan 5. Mengidentifikasi konsekuensi setiap alternatif. 6. Membuat pilihan yang beretika KB.2. Profesi Akuntan dan Kode Etik A. PROFESI AKUNTAN Etika dalam suatu profesi umumnya tertuang dalam kode etik profesi. Profesi itu sendiri memiliki karakteristik. Karakteristik profesi dalam Duska et al. (2003) menurut Commission on Standards of Education and Experience for Certified Public Accountants (CPA), yaitu sebagai berikut : 1. Sebuah bentuk pengetahuan khusus. 2. Sebuah proses pendidikan formal yang diakui untuk syarat memperoleh pengetahuan khusus. 3. Standar kualifikasi profesional yang menentukan penerimaan profesi. 4. Standar yang mengatur hubungan praktisi dengan klien, kolega dan publik. 5. Pengakuan status. 6. Melekatkan tanggung jawab sosial yang berkaitan dengan pekerjaan yang mendukung kepentingan publik.. 7. Sebuah organisasi yang mengabdikan diri demi kemajuan kelompok. Bidang jasa akuntan publik dan KAP adalah atestasi dan hanya diberikan oleh akuntan publik yang meliputi : 1. jasa audit umum atas laporan keuangan; 2. jasa pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif; 3. jasa pemeriksaan atas pelaporan informasi keuangan proforma; 4. jasa review atas laporan keuangan; dan 5. jasa atestasi lainnya sebagaimana tercantum dalam SPAP. Selain jasa tersebut, Akuntan Publik dan KAP dapat memberikan jasa audit lainnya dan jasa yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan konsultasi sesuai dengan kompetensi Akuntan Publik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 17/PMK.01/2008). B. KODE ETIK PROFESI Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional dan merupakan seperangkat alat yang berfungsi “membimbing” para praktisi dalam melaksanakan tugas profesionalnya (Duska et al., 2003). Tujuan kode etik adalah agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik melindungi perbuatan yang tidak profesional. Dengan demikian, tenaga profesional merasa bila dia melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya rusak dan yang rugi adalah dia sendiri. Implementasi kode etik dapat berjalan optimal jika kode etik itu disusun oleh organisasi profesi sendiri. Selain itu, perlu adanya pengawasan terus menerus dalam pelaksanaannya. Jika terjadi pelanggaran oleh siapa pun yang terlibat dengan kode etik maka dapat dilakukan evaluasi dan ditindak sesuai Badan Peradilan khusus yang menanganinya. Beberapa manfaat kode etik menurut Duska et al. (2003), sebagai berikut : 1. Suatu kode dapat memotivasi, digunakan sebagai panutan, dengan harapan dapat mengatur tingkah laku akuntan dan harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. 2. Suatu kode dapat menjadi panduan yang stabil untuk mengatur benar atau salah atau kesinambungan pembuatan keputusan. 3. Suatu kode dapat menjadi panduan terutama dalam keadaan yang rancu. 4. Suatu kode tidak hanya memandu yang tingkah laku karyawan tapi dapat juga mengendalikan kuasa-kuasa karyawan yang otokratis. 5. Suatu kode dapat membantu menetapkan tanggung jawab sosial. 6. Suatu kode dengan jelas dalam kepentingan bisnisnya sendiri, untuk menjaga ketertiban bisnis secara etis. Akuntan publik memiliki tanggung jawab etis terhadap dirinya, keluarga, profesi, klien, perusahaan tempatnya bekerja. Akuntan publik harus mengerjakan tugas secara etis sesuai dengan janji ketika masuk profesi atau memperoleh pekerjaan. Pekerjaan seorang akuntan publik jelas melibatkan ekspektasi publik terhadap kepercayaan informasi keuangan perusahaan. Ekspektasi publik pada kinerja perusahaan juga tidak terlepas dari profesi akuntan. Sebagai akuntan profesional sudah seharusnya fokus pada loyalitas kepentingan publik dan menjalankan prinsip independensi dalam penilaian, objektivitas, dan integritas. Tanggung jawab kepercayaan seorang akuntan profesional seharusnya pada publik atau berdasarkan kepentingan publik. Akuntan profesional harus menjamin suatu nilai etis, perilaku terbaik dalam menjalankan perannya, menjaga kredibilitas, dan mendukung profesinya. 1. Kode Etik Profesi IAI Dalam kode etik IAI terdapat tiga bagian, yaitu prinsip etika, aturan etika, dan interpretasi etika. Di dalam Prinsip Etika IAI dimuat beberapa prinsip, antara lain berikut ini : 1. Tanggung jawab Profesi. 2. Kepentingan Publik. 3. Integritas. 4. Objektivitas. 5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional. 6. Kerahasiaan. 7. Perilaku Profesional. 8. Standar Teknis. 2. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) Berdirinya Institut Akuntan Publik Indonesia adalah respons terhadap dampak globalisasi, di mana Drs. Ahmadi Hadibroto sebagai Ketua Dewan Pengurus Nasional IAI mengusulkan perluasan keanggotaan IAI selain individu. Hal ini telah diputuskan dalam Kongres IAI X pada tanggal 23 November 2006. Keputusan inilah yang menjadi dasar untuk merubah IAI – Kompartemen Akuntan Publik menjadi asosiasi yang independen yang mampu secara mandiri mengembangkan profesi akuntan publik. IAPI diharapkan dapat memenuhi seluruh persyaratan International Federation of Accountants (IFAC) yang berhubungan dengan profesi dan etika akuntan publik, sekaligus untuk memenuhi persyaratan yang diminta oleh IFAC sebagaimana tercantum dalam Statement of Member Obligation (SMO). a. Kode etik profesi IAPI Kode Etik Profesi Akuntan Publik (Kode Etik) terdiri dari dua bagian, yaitu Bagian A dan Bagian B. Bagian A dari Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar etika profesi dan memberikan kerangka konseptual untuk penerapan prinsip tersebut. Bagian B dari Kode Etik ini memberikan ilustrasi tentang penerapan kerangka konseptual tersebut pada situasi tertentu. Kode Etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang harus diterapkan oleh setiap individu dalam kantor akuntan publik (KAP) atau Jaringan KAP, baik yang merupakan anggota IAPI maupun yang bukan merupakan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional yang meliputi jasa assurance dan jasa selain assurance seperti yang tercantum dalam standar profesi dan kode etik profesi. Untuk tujuan Kode Etik ini, individu tersebut di atas selanjutnya disebut ”Praktisi.” Anggota IAPI yang tidak berada dalam KAP atau Jaringan KAP dan tidak memberikan jasa profesional seperti tersebut di atas tetap harus mematuhi dan menerapkan Bagian A dari Kode Etik ini. Suatu KAP atau Jaringan KAP tidak boleh menetapkan kode etik profesi dengan ketentuan yang lebih ringan daripada ketentuan yang diatur dalam Kode Etik ini. Dalam Kode Etik Seksi 100.1 dijelaskan bahwa salah satu hal yang membedakan profesi akuntan publik dengan profesi lainnya adalah tanggung jawab profesi akuntan publik dalam melindungi kepentingan publik. Tanggung jawab profesi akuntan publik tidak hanya terbatas pada kepentingan klien atau pemberi kerja. Ketika bertindak untuk kepentingan publik, setiap Praktisi harus mematuhi dan menerapkan seluruh prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik. Prinsip-prinsip dasar yang dimuat pada Kode Etik Seksi 100.4 bahwa setiap praktisi wajib mematuhi prinsip dasar berikut ini: 1. Prinsip integritas 2. Prinsip Objektivitas 3. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional (professional competence and due care). 4. Prinsip kerahasiaan 5. Prinsip perilaku profesional Dalam mengevaluasi kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi, Praktisi mungkin diharuskan untuk menyelesaikan masalah dalam penerapan prinsip dasar etika profesi. Ketika memulai proses penyelesaian masalah yang terkait dengan etika profesi, baik secara formal maupun informal, setiap Praktisi baik secara individu maupun bersama-sama dengan koleganya, harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1) Fakta yang relevan. 2) Masalah etika profesi yang terkait. 3) Prinsip dasar etika profesi yang terkait dengan masalah etika profesi yang dihadapi. 4) Prosedur internal yang berlaku. 5) Tindakan alternatif. 3. Kode Etik Profesi IFAC International Federation of Accountants (IFAC) merupakan organisasi profesi akuntansi seluruh dunia IFAC terdiri dari 159 anggota dan membentuk hubungan pada 124 negara seluruh dunia, mewakili sekitar 2,5 juta akuntan pada praktik publik, industri, dan komersial, sektor publik, dan pendidikan. Tidak ada lembaga akuntansi di dunia dan beberapa organisasi lainnya yang memiliki dukungan internasional luas seperti karakter IFAC. Lembaga kuasa IFAC, staf dan relawan berkomitmen pada nilai integritas, transparansi, dan keahlian. IFAC juga berusaha untuk memperkuat kepatuhan akuntan profesional terhadap nilai-nilai melalui kode etik untuk akuntan profesional (Code of Ethics for Professional Accountants) yang dikeluarkan oleh International Ethics Standards Board for Accountants (IESBA). Kode Etik Akuntan Profesional (Code of Ethics for Professional Accountants) atau IESBA Code edisi 2010 dikeluarkan oleh International Ethics Standards Board of Accountants (IESBA). IESBA Code revision berlaku efektif pada 1 Januari 2011. 4. Kode Etik Profesi AICPA Prinsip-prinsip dalam Kode Etika perilaku profesional yang dikeluarkan oleh AICPA (American Institute of Certified Public Accountants) menyatakan bahwa profesi mengakui tanggung jawabnya kepada masyarakat, klien, dan kolega. AICPA merupakan asosiasi profesi akuntan publik di Amerika Serikat. Prinsip-prinsip ini menjadi pedoman bagi para anggota untuk melaksanakan tanggung jawab profesionalnya serta menyatakan ajaran dasar etika dan perilaku profesional. Untuk menjalankan prinsip-prinsip ini diperlukan komitmen yang teguh agar menjadi perilaku yang terhormat, bahkan dengan mengorbankan keuntungan pribadi (Boynton et al., 2001). C. PENUTUP Pada dasarnya, konsep dalam modul ini menengarai bahwa kode etik harus tertanam dalam jiwa profesi Akuntan Publik. Enam prinsip etika yang terdapat dalam kode etik adalah sebagai berikut: 1. Tanggung jawab. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara profesional, anggota harus melatih sensitive professional dan moral judgments dalam setiap aktivitas. Kode berada dalam tiga area yaitu: untuk meningkatkan art of accounting, untuk menjaga kepercayaan publik, dan untuk membawa tanggung jawab profesional dalam pelaksanaan. 2. Melayani kepentingan publik. Anggota harus menerima kewajiban untuk melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen pada profesionalisme. 3. Integritas. Untuk menjaga dan memperluas kepercayaan publik setiap anggota harus menunjukkan tanggung jawab profesional dengan integritas yang tinggi. 4. Objektivitas dan Independensi. Anggota harus menjaga objektivitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Akuntan dalam praktiknya harus independence in fact dan independence in appereance ketika memberikan jasa audit dan jasa atestasi lainnya. 5. Kecermatan (due care). Anggota harus mengamati teknikal profesi dan standar etik, bekerja keras secara terus menerus untuk meningkatkan kompetensi dan kualitas pelayanan, dan menunjukkan tanggung jawab sebagai kemampuan anggota yang terbaik. 6. Lingkup dan sifat jasa. Anggota dalam praktiknya harus mengikuti prinsip code of conduct profesional dalam menentukan lingkup dan bentuk jasa yang diberikan. Tutor: Yessi Fitri ,MSi, Ak, CA AUDITING 1 EKSI 4308 ( 3 SKS ) Penulis : Sumiyana Tutor: Yessi Fitri, MSi, Ak, CA MODUL 7 Perencanaan Audit dan Prosedur Analitis KB.1. Perencanaan Audit a. MANFAAT DARI SEBUAH KASUS Kejatuhan Enron Kebangkrutan Enron Corporation merupakan kejatuhan perusahaan terbesar dalam sejarah Amerika,. Kejatuhan Enron melaporkan kerugian kwartalan yang mengejutkan sebesar USD618 juta, yang diduga akibat persekutuan misterius dan tersembunyi antara pihak yang terkait dengan orang dalam perusahaan itu. Kerumitan dan ketidakpastian mengelilingi bisnis Enron serta laporan keuangannya juga telah membodohi para auditor. Auditor Enron tiba-tiba menghadapi serangan hebat, tuntutan hukum class action dan tuntutan kriminal yang akhirnya membuat kantor akuntan itu ditutup. Pada kesaksiannya di depan kongres bulan Desember 2001, CEO kantor akuntan mengakui bahwa penilaian profesional kantor mereka ternyata salah dan mereka keliru membiarkan Enron mempertahankan entitas terkait secara terpisah, padahal seharusnya dikonsolidasi. Pelajaran yang dapat diambil dari bencana kejatuhan Enron ini adalah pentingnya bagi auditor untuk memahami bisnis dan industri perusahaan → untuk mengidentifikasi risiko bisnis yang dominan berpengaruh karena dapat meningkatkan risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan (Sumber: diadopsi dari Bethany McLean, “Why Enron Bust,” Fortune, 24 Desember 2001, hal. 58-68). B. PERENCANAAN AUDIT Pada standar pekerjaan lapangan yang pertama disebutkan bahwa: Auditor wajib merencanakan pekerjaan lapangan secara memadai dan mengawasi semua asisten sebagaimana mestinya. Standar pekerjaan lapangan ini mensyaratkan bahwa auditor wajib merencanakan pekerjaan lapangan dengan sebaik-baiknya. Tujuannya agar biaya audit dapat terkendali dengan baik, serta menjaga hubungan dengan klien agar tidak terjadi kesalahpahaman yang menyebabkan nama baik auditor dapat tercemar karena ketidakprofesionalan auditor dalam menjalankan tugasnya. Standar pekerjaan lapangan mensyaratkan bahwa auditor wajib merencanakan pekerjaan lapangan dengan sebaik-baiknya. Tujuannya agar biaya audit dapat terkendali dengan baik, serta menjaga hubungan dengan klien agar tidak terjadi kesalahpahaman yang menyebabkan nama baik auditor dapat tercemar karena ketidakprofesionalan auditor dalam menjalankan tugasnya. Menurut Arens (2010), tiga alasan utama mengapa auditor wajib merencanakan penugasan dengan tepat: 1. auditor dapat memperoleh cukup bukti kompeten untuk kondisi yang ada, 2. membantu dan menjaga agar biaya audit yang dikeluarkan tetap wajar, serta 3. menjaga atau menghindari agar tidak terjadi kesalahpahaman dengan klien. KB.2. Prosedur Analitis Audit A. MENERIMA KLIEN DAN MELAKUKAN PERENCANAAN AUDIT AWAL Pada perencanaan audit awal (initial audit planning), ada empat hal yang wajib dilakukan terlebih dulu di dalam audit (Arens, 2010), yakni dalam hal berikut ini : 1. Auditor memutuskan apakah dapat menerima klien baru atau terus melayani klien yang ada sekarang. 2. Auditor mengidentifikasi mengapa klien menginginkan atau membutuhkan audit. 3. Untuk menghindari kesalahpahaman, auditor wajib memahami syarat-syarat penugasan yang ditetapkan oleh klien. 4. Auditor mengembangkan strategi audit secara keseluruhan, termasuk staf penugasan dan setiap spesialis audit yang diperlukan. Gambar 8.1. Perencanaan Audit dan Perancangan Pendekatan Audit Menerima klien dan melakukan perencanaan audit awal Memahami bisnis dan industri klien Melaksanakan prosedur analitis pendahuluan Menetapkan materialitas, dan menilai risiko audit yang dapat diterima serta risiko inheren Memahami pengendalian internal dan menilai risiko pengendalian Mengumpulkan informasi untuk menilai risiko kecurangan Mengembangkan perencanaan audit dan program audit secara keseluruhan Sumber: Arens (2010) Langkah-langkah Penerimaan Suatu Audit Mengevaluasi Mengidentifikasi Menilai integritas managemen kondisi khusus dan kompetensi untuk risiko yang tidak melaksanakan biasa audit Mengevaluasi Keputusan untuk Membuat surat independensi menerima atau perikatan menolak perikatan Sumber: Boynton (2006) Langkah-langkah penerimaan suatu audit : 1. Mengevaluasi Integritas Manajemen 2. Mengidentifikasi Kondisi Khusus dan Risiko yang Tidak Biasa 3. Mengidentifikasi Pemakai Laporan yang Telah Diaudit 4. Menilai Stabilitas Keuangan dan Hukum Calon Klien 5. Mengidentifikasi Pembatasan Lingkup 6. Mengevaluasi Sistem Pelaporan Keuangan Entitas dan Kemampuan untuk Audit 7. Menilai Kompetensi untuk Melaksanakan Audit 8. Mengidentifikasi Tim Audit 9. Mempertimbangkan Kebutuhan untuk Konsultasi dan Penggunaan Spesialis 10. Evaluasi terhadap Independensi Auditor 11. Mempersiapkan Surat Perikatan B. MEMPEROLEH PEMAHAMAN TENTANG BISNIS DAN INDUSTRI KLIEN Auditor wajib memahami terhadap usaha apa yang dijalankan oleh klien. Hal ini sangat penting untuk melaksanakan audit yang memadai. Pada standar pekerjaan lapangan yang kedua menyatakan : Auditor wajib memperoleh pemahaman yang memadai tentang entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internalnya, untuk menilai risiko salah saji yang material dan laporan keuangan baik karena kekeliruan maupun kecurangan, dan untuk merancang sifat, penetapan waktu, serta luas prosedur audit selanjutnya. Sifat bisnis klien dan industri klien mempengaruhi risiko bisnis klien serta risiko salah saji material dalam laporan keuangan. Beberapa faktor telah meningkatkan arti penting dari pemahaman atas bisnis dan industri klien (Arens, 2010). 1. Teknologi informasi yang menghubungkan perusahaan klien dengan pelanggan dan pemasok utama. 2. Klien telah memperluas operasinya secara global, yang sering kali melalui joint venture atau aliansi strategis. 3. Teknologi informasi mempengaruhi proses internal klien, yang meningkatkan mutu dan ketepatan waktu informasi akuntansi. 4. Semakin pentingnya tenaga kerja dan aktiva tidak berwujud lainnya telah meningkatkan kerumitan akuntansi serta pentingnya penilaian dan estimasi manajemen. 5. Auditor membutuhkan pemahaman yang lebih baik atas bisnis dan industri klien untuk memberikan jasa bernilai tambah kepada klien. C. MELAKSANAKAN PROSEDUR ANALITIS SA Seksi 329 paragraf dua menyebutkan, prosedur analitik merupakan bagian penting dalam proses audit dan terdiri dari evaluasi terhadap informasi keuangan yang dibuat dengan mempelajari hubungan yang masuk akal antara data keuangan yang satu dengan data keuangan lainnya, atau antara data keuangan dengan data non keuangan Prosedur analitik mencakup perbandingan yang paling sederhana hingga model yang rumit yang mengaitkan berbagai hubungan dan unsur data. Asumsi dasar penerapan prosedur analitik adalah bahwa hubungan yang masuk akal di antara data dapat diharapkan tetap ada dan berlanjut, kecuali jika timbul kondisi yang sebaliknya SA Seksi 329 paragraf empat menyebutkan tujuan prosedur analitik yaitu: 1. membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit lainnya 2. sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi 3. sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada tahap review akhir audit Arens (2006) berpendapat bahwa prosedur analitis dapat dilaksanakan pada salah satu dari ketiga waktu selama penugasan. 1. Prosedur analitis diwajibkan dalam tahap perencanaan untuk membantu menentukan sifat, luas, dan penetapan waktu prosedur audit. 2. Prosedur analitis sering kali dilakukan selama tahap pengujian audit sebagai pengujian substantif untuk mendukung saldo akun. 3. Prosedur analitis juga diwajibkan selama tahap penyelesaian audit. Pada pengujian prosedur analitis dapat menggunakan rasio-rasio tentang kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Rasio keuangan yang diperoleh dari hasil penghitungan tahun ini, dibandingkan dengan rasio keuangan pada tahun lalu untuk menguji terdapatnya salah saji material pada laporan keuangan. Tutor : Yessi Fitri, MSi ,Ak, CA AUDITING 1 EKSI 4308 ( 3 SKS ) Penulis : Sumiyana dkk. Tutor : Yessi Fitri, MSi ,Ak, CA MODUL 8 Konsep Materialitas dan Risiko Audit KB.1. Konsep Materialitas A. MATERIALITAS Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. 1. Konsep Materialitas Financial Accounting Standars Board mendefinisikan materialitas (materiality) sebagai: Besarnya suatu pengabaian salah saji informasi akuntansi yang dengan memperhitungkan situasinya, menyebabkan seseorang yang mengandalkan informasi tersebut mungkin berubah atau terpengaruh oleh penghapusan atau salah saji tersebut. SA Seksi 312 Risiko Audit dan Materialitas Audit memberikan panduan bagi auditor dalam mempertimbangkan risiko dan materialitas pada saat perencanaan dan pelaksanaan audit atas laporan keuangan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Risiko audit dan materialitas mempengaruhi penerapan standar auditing, khususnya standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan, serta tercermin dalam laporan auditor bentuk baku. Risiko audit dan materialitas, bersama dengan hal-hal lain, perlu dipertimbangkan dalam menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta dalam mengevaluasi hasil prosedur tersebut. Jumlah yang material antara satu entitas dan entitas lainnya adalah berbeda- beda. Sehingga auditor diharapkan memahami betul dari segi pergerakan bisnis entitas, sifat serta ukuran entitas bukan disamakan dengan entitas lain meskipun bergerak pada bisnis yang sama. Konsep materialitas ini penting karena auditor tidak dapat menjamin kepada klien atau pemakai laporan keuangan bahwa laporan keuangan auditan tersebut akurat. Hal tersebut disebabkan oleh auditor tidak memeriksa seluruh transaksi. Hanya berdasarkan sampling saja. Gambar 8.1. Langkah-langkah dalam Menentukan Materialitas Menetapkan pertimbangan Langkah pendahuluan tentang materialitas 1 Merencanakan luas pengujian Langkah Mengalokasikan pertimbangan 2 pendahuluan tentang materialitas ke segmen-segmen Langkah Mengestimasi total salah saji dalam 3 segmen Langkah Memperkirakan salah saji gabungan Mengevaluasi 4 hasil-hasil Langkah Membandingkan salah saji gabungan 5 dengan pertimbangan pendahuluan atau yang direvisi tentang materialitas Sumber: Arens (2006) 2. Pertimbangan Pendahuluan atas Materialitas Penilaian ini seringkali disebut sebagai materialitas perencanaan (planning materialiy). Materialitas ini berbeda dari tingkat meterialitas yang digunakan pada penyelesaian audit dalam mengevaluasi temuan audit, karena : (1) situasi yang ada di sekitarnya mungkin berubah (2) informasi tambahan klien yang diperoleh selama pelaksanaan audit. Contoh→ pada awalnya auditor meragukan keberlangsungan usaha klien. Namun, ternyata selama audit berlangsung klien memperoleh sumber pembelanjaan untuk melanjutkan usahanya, sehingga bisa dipastikan bahwa solvabilitas klien menjadi meningkat pada tahun tersebut. Pada kasus ini tentu saja pada akhirnya auditor menentukan tingkat materialitas yang lebih tinggi ketimbang sebelumnya (pada materialitas perencanaan). Boynton (2006) merumuskan bahwa pada perencanaan audit, auditor harus menilai materialitas pada dua tingkat sebagai berikut : 1. Tingkat laporan keuangan, karena opini auditor atas kewajaran meluas sampai ke laporan keuangan secara keseluruhan. 2. Tingkat saldo akun, karena auditor menguji saldo akun dalam memperoleh kesimpulan keseluruhan atas kewajaran laporan keuangan. 3. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan Materialitas laporan keuangan (financial statement materiality) adalah saji agregat minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting untuk mencegah laporan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi berlaku umum (PABU). Boynton (2006) menyimpulkan bahwa, pada perencanaan audit, auditor harus mengakui bahwa terdapat lebih dari satu tingkat materialitas yang berhubungan dengan laporan keuangan. Setiap laporan pada kenyataannya, dapat memiliki beberapa tingkatan. Bagi laporan laba-rugi, materialitas dapat dihubungkan dengan total pendapatan, laba operasi, laba sebelum pajak, atau laba bersih. Bagi neraca, materialitas dapat didasarkan pada total aktiva, aktiva lancar, modal kerja, atau ekuitas pemegang saham. Perlu diingat bahwa, materialitas memiliki hubungan terbalik dengan bukti audit. Semakin kecil tingkat materialitas yang ditetapkan oleh auditor, maka semakin banyak pula bukti yang diperlukan. Sebaliknya, semakin besar tingkat materialitas yang ditentukan, maka semakin sedikit bukti yang diperlukan. Pertimbangan materialitas juga melibatkan pertimbangan kualitatif dan kuantitatif. Berikut ini disajikan contoh kuantitatif dan kualitatif yang dilakukan oleh auditor dalam mempertimbangkan materialitas. 1. Faktor kualitatif, hubungan salah saji dengan jumlah kunci dalam laporan, dalam bentuk: a. laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan; b. total aktiva dalam neraca; c. total ekuitas pemegang saham dalam neraca. 2. Faktor kualitatif, dalam bentuk: a. kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum; b. kemungkinan terjadinya kecurangan; c. syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit dari bank yang mengharuskan klien untuk mempertahankan beberapa rasio keuangan pada tingkat minimum tertentu; d. adanya gangguan dalam kecenderungan pertumbuhan laba; e. sikap manajemen atas integritas laporan keuangan. 4. Materialitas pada Tingkat Saldo Akun Materialitas saldo akun (account balance materiality) adalah salah saji minimum yang dapat muncul dalam suatu saldo akun hingga dianggap salah saji material. Salah saji tingkat tersebut dikenal sebagai salah saji yang dapat ditolerir (tolerable misstatement). Konsep materialitas pada tingkat saldo akun tidak boleh dicampuradukkan dengan istilah saldo akun material. Saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan pamakai informasi keuangan. Saldo akun yang tercatat umumnya mencerminkan batas lebih saji (overstatement) dalam akun tersebut. Oleh karena itu, akun dengan saldo yang lebih kecil dibandingkan dengan materialitas seringkali disebut tidak material terhadap risiko salah saji. Namun, tidak terdapat batasan terhadap jumlah saldo akun yang diduga kurang saji (understatement) yang mungkin secara individual tidak material, atau dapat melampaui batas materialitasnya. Auditor harus mempertimbangkan hubungan antara materialitas pada saldo akun dan materialitas pada tingkat laporan keuangan ketika membuat pertimbangan atas materialitas pada tingkat saldo akun. Pertimbangan ini harus mengarahkan auditor bahwa apabila ditemukan akun individu tidak mengandung salah saji secara material, namun ketika digabungkan akun tersebut mengandung salah saji yang material terhadap laporan keuangan secara keseluruhan. 5. Mengalokasikan Pertimbangan Pendahuluan Mengalokasikan pertimbangan pendahuluan atas materialitas ke seluruh segmen-segmen yang salah saji dapat ditoleransi perlu dilakukan. Dalam melakukan alokasi materialitas, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi akun tersebut. 6. Mengestimasi Salah Saji Mengestimasi salah saji dilakukan dengan cara membandingkannya dengan pertimbangan pendahuluan. Ketika melaksanakan prosedur audit untuk setiap segmen audit, auditor membuat kertas kerja untuk mencatat semua salah saji yang ditemukan. Salah saji yang ditemukan dalam suatu akun dapat dibedakan menjadi dua jenis (Arens, 2006), yakni salah saji yang diketahui dan salah saji yang mungkin terjadi. Salah saji yang diketahui (known misstatement) adalah salah saji dalam akun yang jumlahnya dapat ditentukan oleh auditor. Tabel 8.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Materialitas Perencanaan Faktor utama yang mempengaruhi keputusan atas Menentukan tingkatan salah saji yang dapat materialitas keseluruhan dan salah saji yang dapat mempengaruhi alasan seseorang yang mempercayai ditoleransi laporan keuangan tersebut faktor kedua yang mempengaruhi keputusan terhadap Pertimbangan biaya-manfaat. Pengalokasian jumlah salah materialitas keseluruhan dan salah saji yang dapat saji yang dapat ditoleransi kepada akun yang ditoleransi membutuhkan biaya audit yang mahal (namun tidak lebih mempengaruhi alasan seseorang yang mempercayai laporan keuangan tersebut) Sumber : Boynton (2006) 7. Hubungan antara Materialitas dan Bukti Audit Materialitas merupakan satu di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor terhadap kecukupan bukti audit. Perlu diingat, jumlah bukti audit memiliki hubungan terbalik dengan materialitas. Semakin kecil tingkat materialitas yang ditetapkan, maka diperlukan bukti audit yang banyak. Namun sebaliknya, apabila tingkat materialitas yang ditetapkan adalah besar maka, bukti audit yang diperlukan adalah sedikit. B. RISIKO AUDIT SPAP Seksi 312 mendefinisikan risiko audit sebagai risiko yang terjadi dalam hal auditor tanpa disadari tidak mampu memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Standar pekerjaan lapangan yang kedua mengharuskan auditor memahami entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internalnya, untuk menilai risiko salah saji yang material dalam laporan keuangan klien. Auditor menggunakan model risiko audit untuk mengidentifikasi lebih jauh salah saji yang potensial dalam laporan keuangan secara keseluruhan serta saldo akun khusus, kelas transaksi, dan pengungkapan dalam hal salah saji paling mungkin terjadi (Arens, 2006). 1. Penentuan Risiko Kecurangan Pada pembahasan kali ini dibahas sedikit terhadap kecurangan (fraud) karena risiko audit memiliki keterkaitan dengan risiko kecurangan. Auditor tidak dapat menemukan adanya salah saji material pada laporan keuangan entitas mungkin saja disebabkan oleh adanya praktik kecurangan dalam entitas tersebut. Oleh karena itu, sebelum kita membahas model risiko audit dan jenis-jenis risiko audit, sebaiknya kita mengenali dulu apa yang dimaksud dengan praktik kecurangan (fraud) itu. Meskipun kecurangan merupakan pengertian yang luas dari segi hukum, kepentingan auditor secara khusus berkaitan dengan tindakan curang yang menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan (SA Seksi 312). 2. Definisi Kecurangan Menurut SA Seksi 316, salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. Kecurangan dalam laporan keuangan dapat menyangkut tindakan seperti: manipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan; representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan; salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan. SA 316 mengungkapkan hal-hal menyebabkan kecurangan itu terjadi. Kecurangan seringkali menyangkut hal berikut ini : 1.Suatu tekanan atau suatu dorongan untuk melakukan kecurangan. 2.Suatu peluang yang dirasakan ada untuk melaksanakan kecurangan. 3. PENGGELAPAN ASET Survei KPMG pada Tahun 2003 memberikan hasil bahwa masalah yang berfrekuensi tinggi seperti kecurangan vendor (kebanyakan melalui kolusi pegawai), kecurangan pegawai, manajemen dan perbuatan jahat pegawai, dan kecurangan komputer. Tujuan dari perilaku ini selalu kepada penggelapan aset (Boynton, 2006). Auditor tidak dapat memperoleh keyakinan absolut bahwa salah saji material dalam laporan keuangan dapat terdeteksi, hal itu disebabkan oleh berikut ini : Aspek penyembunyian kegiatan kecurangan termasuk fakta bahwa kecurangan seringkali mencakup kolusi atau pemalsuan dokumentasi, dan Kebutuhan untuk menerapkan pertimbangan profesional dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor risiko kecurangan dan kondisi lain, walaupun audit yang direncanakan dan dilaksanakan dengan baik mungkin tidak dapat terdeteksi salah saji material yang diakibatkan oleh kecurangan. 4. Pengauditan untuk Kecurangan SA Seksi 316 menyebutkan bahwa jika auditor telah menentukan bahwa salah saji merupakan atau mungkin merupakan kecurangan, namun dampaknya tidak material terhadap laporan keuangan, meskipun demikian auditor harus mengevaluasi implikasinya, terutama yang berkaitan dengan posisi dalam organisasi orang atau orang-orang yang terlibat. Auditor harus menilai kembali penaksiran salah saji material sebagai akibat dari kecurangan dan dampaknya terhadap: a. sifat, saat, dan luasnya pengujian terhadap saldo dan transaksi; b. penentuan efektivitas pengendalian bila risiko pengendalian ditaksir di bawah maksimum; c. penugasan personel sesuai dengan tuntutan keadaan tersebut. Jika kecurangan tersebut berdampak material terhadap laporan keuangan atau auditor tidak dapat menentukan apakah salah saji akibat kecurangan itu berdampak material maka auditor harus (SA Seksi 316) : a. mempertimbangkan implikasi terhadap aspek audit yang lain; b. membicarakan masalah tersebut dan pendekatan untuk menyelidiki lebih lanjut dengan tingkat manajemen yang semestinya, yaitu paling tidak satu tingkat di atas orang yang terlibat dan dengan manajemen senior; c. mencoba memperoleh bukti audit tambahan untuk menentukan apakah kecurangan material telah terjadi atau kemungkinan telah terjadi, dan jika demikian, dampaknya terhadap laporan keuangan dan laporan auditor atas laporan keuangan tersebut; d. jika berlaku, menyarankan klien untuk berkonsultasi dengan penasihat hukumnya. 5. Model Risiko Audit Model risiko audit membantu auditor untuk memutuskan seberapa banyak dan jenis bukti apa yang harus mereka kumpulkan dalam setiap siklusnya. Model risiko audit yang digunakan adalah sebagai berikut (Arens, 2006): PDR = AAR IR x CR di mana: PDR = risiko deteksi yang direncanakan (planned detection risk) AAR = risiko audit yang dapat diterima (acceptabel audit risk) IR = risiko inheren (inherent risk) CR = risiko pengendalian (control risk) Contoh pengkalkulasian IR = 100% CR = 100% AAR = 5% PDR atau 5% 6. Risiko Audit pada Tingkat Laporan Keuangan dan Tingkat Saldo Akun Risiko audit, seperti materialitas dibagi menjadi dua bagian: a. risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai keseluruhan; b. risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang dicantumkan dalam laporan keuangan. 7. Risiko Audit Keseluruhan Pada tahap perencanaan audit, auditor harus menentukan risiko audit keseluruhan yang direncanakan (overall planned audit risk), yang merupakan besarnya risiko yang dapat ditanggung oleh auditor dalam menyatakan pendapat wajar atas laporan keuangan padahal mengandung salah saji material. 8. Jenis-jenis Risiko Risiko deteksi yang direncanakan (planned detection risk) → risiko bahwa bukti audit untuk suatu segmen menjadi gagal untuk mendeteksi salah saji yang melebihi salah saji yang dapat ditoleransi (Arens, 2006). Risiko bawaan → adalah kerentanan suatu asersi terhadap salah saji material, dengan mengasumsikan tidak terdapat pengendalian (Boynton, 2006). Penilaian risiko bawaan memerlukan pertimbangan terhadap hal-hal yang mungkin memiliki dampak mendalam terhadap asersi-asersi untuk semua atau pada akun tertentu. Risiko pengendalian (control risk) → adalah risiko bahwa salah saji material yang dapat terjadi di dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi dengan tepat waktu oleh pengendalian inheren entitas. Risiko audit yang dapat diterima (acceptabel audit risk) → adalah ukuran kesediaan auditor untuk menerima bahwa laporan keuangan mungkin mengandung salah saji yang material setelah audit selesai, dan pendapat wajar tanpa pengecualian telah dikeluarkan (Arens, 2006). 9. Perbedaan antara Risiko-Risiko dalam Model Risiko Audit Menurut Arens (2006), ada perbedaan yang penting dalam hal bagaimana auditor menilai keempat faktor risiko dalam model risiko audit Untuk risiko audit yang dapat diterima, auditor memutuskan risiko yang bersedia diambil kantor akuntan publik bahwa laporan keuangan disalah sajikan setelah audit selesai, berdasarkan faktor-faktor yang terkait dengan klien tertentu KB.2. Menilai Resiko Audit A. MENILAI RISIKO AUDIT YANG DAPAT DITERIMA Auditor sebaiknya harus memutuskan risiko audit yang dapat diterima yang tepat bagi suatu audit selama perencanaan audit. Pertama, auditor memutuskan risiko penugasan dan kemudian menggunakan risiko penugasan dan kemudian menggunakan risiko penugasan ini untuk memodifikasi risiko audit yang dapat diterima (Arens, 2006). Risiko penugasan (engagement risk) adalah risiko bahwa auditor atau kantor akuntan publik dapat menderita kerugian setelah audit selesai, walaupun laporan audit sudah benar (Arens, 2006). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima adalah sebagai berikut (Arens, 2006) : 1. Derajat ketergantungan pemakai eksternal pada laporan keuangan. Ada beberapa faktor yang merupakan indikator yang baik terhadap derajat ketergantungan pemakai ekstern pada laporan keuangan. a. Ukuran klien. b. Distribusi kepemilikan. c. Sifat dan jumlah kewajiban. 2. Kemungkinan bahwa klien mengalami kesulitan keuangan setelah laporan audit dikeluarkan. Namun, ada beberapa faktor yang merupakan indikator yang baik bahwa probabilitasnya meningkat: a. Posisi likuiditas. b. Laba (rugi) tahun-tahun sebelumnya. c. Metode pembiayaan pertumbuhan. Jika klien demikian mengandalkan d. Sifat operasi klien. e. Kompetensi manajemen. 3. Evaluasi auditor atas integritas manajemen. Gambar 8.2. Hubungan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko dengan Risiko dan Risiko dengan Bukti yang Direncanakan Faktor-faktor yang Risiko Bukti audit mempengaruhi risiko Ketergantungan pemakai eksternal Risiko audit Kemungkinan kegagalan yang dapat keuangan diterima Integritas managemen Sifat bisnis Hasil audit sebelumnya L L T Penugasan awal versus penugasan berulang Pihak-pihak yang terkait Risiko T Risiko T Bukti audit Transaksi nonrutin bawaan deteksi yang direncanakan Pertimbangan yang diperlukan terencana Unsur-unsur populasi Faktor-faktor yang berkaitan dengan salah saji yang T L timbuklakibat pelaporan yang curang * Kerentanan asset terhadap penggelapan * Risiko Efektivitas pengendalian internal pengendalian Rencana pengandalan L = hubungan langsung; T = Hubungan terbalik *) faktor risiko kecurangan. Mungkin juga mempengaruhi risiko audit yang dapat diterima dan risiko pengendalian Sumber: Arens (2006) Dalam menerapkan model risiko audit, auditor sangat memperhatikan masalah overauditing dan underauditing. Sebagian besar auditor lebih mengkhawatirkan hal yang terakhir, karena underauditing membuat kantor akuntan publik rentan terhadap kewajiban hukum serta hilangnya reputasi professional. Oleh karena berusaha menghindari underauditing, para auditor umumnya menilai risiko secara konservatif. Pada Tabel 8-8 ini digambarkan pengukuran umum yang biasanya digunakan oleh auditor. Tabel 8.3. Hubungan Risiko dengan Bukti Risiko Audit yang Dapat Risiko Deteksi yang Jumlah Bukti yang Situasi Risiko Bawaan Risiko Pengendalian Diterima Direncanakan Dibutuhkan 1 Tinggi Rendah Rendah Tinggi Rendah 2 Rendah Rendah Rendah Sedang Sedang 3 Rendah Tinggi Tinggi Rendah Tinggi 4 Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang 5 Tinggi Rendah Sedang Sedang Sedang Sumber: Arens (2006) Tutor : Yessi Fitri, MSi, Ak, CA AUDITING 1 EKSI 4308 ( 3 SKS ) Penulis : Sumiyana dkk. Tutor : Yessi Fitri, MSi, Ak, CA MODUL 9 Struktur Pengendalian Internal dan Evaluasinya KB.1. StrukrurPengendalian Internal (SPI) A. Definisi Pengendalian Internal SA Seksi 319 mendefinisikan pengendalian internal sebagai suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel lain yang didesain untuk memberikan keyakinan yang memadai terhadap pencapaian tiga golongan tujuan sebagaimana berikut ini : 1. Keandalan pelaporan laporan keuangan. 2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. 3. Efektivitas dan efisiansi operasi. Menurut Boynton (2001), laporan COSO mengidentifikasi lima komponen pengendalian internal yang saling berhubungan yaitu : 1. Lingkungan pengendalian (control environment) 2. Penilaian risiko (risk assessment) 3. Aktivitas pengendalian (control aktivities) 4. Informasi dan komunikasi (information dan communication) 5. Pemantauan (monitoring) Tujuan Pengendalian Internal Pengendalian internal merupakan tindakan yang dilakukan oleh manajemen dalam suatu entitas untuk menjamin keandalan laporan keuangan. Tujuan umum yang dimiliki oleh manajemen dalam merancang sistem Pengendalian Internal yang efektif menurut Arens (2006) adalah sebagai berikut : 1. Realibilitas pelaporan keuangan. 2. Efisiensi dan efektivitas operasi. 3. Ketaatan pada hukum dan peraturan. Tanggung Jawab Manajemen dan Auditor atas Pengendalian Internal Tanggung jawab atas pengendalian internal adalah tanggung jawab manajemen dan auditor. Auditor Manajemen bertanggungjawab untuk bertanggungjawab menenerbitkan laporan audit untuk menetapkan terhadap penilaian dan manajemen atas menyelenggarakan pengendalian internalnya termasuk pendapat auditor pengendalian atas keefektifan pelaksanaan internal pengendalian tersebut Menurut Arens (2006), ada dua konsep utama yang melandasi perancangan dan implementasi pengendalian internal yaitu : 1. Kepastian yang layak. 2. Keterbatasan melekat. Keterbatasan Pengendalian Internal Suatu Entitas AU 319-18, Consideration of Internal Control In a Financial Statement Audit mengidentifikasi keterbatasan yang melekat (inhernt limitations). Sebaik apapun pengendalian internal dirancang dan dioperasikan hanya dapat menyediakan keyakinan yang memadai berkenaan dengan pencapaian tujuan pengendalian suatu entitas, penyebabnya antara lain adalah: 1. Kesalahan dalam pertimbangan. 2. Kemacetan. 3. Kolusi. 4. Pengabaian oleh manajemen. 5. Biaya versus manfaat. Peran dan Tanggung Jawab Pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengendalian internal di entitas adalah sebagai berikut : 1. Manajemen 2. Dewan Komisaris dan Komite Audit 3. Auditor Internal 4. Personel Entitas lainnya 5. Auditor Independen 6. Pihak luar lain Tabel Komponen Pengendalian Internal Komponen Uraian Komponen Pembagian Lebih Lanjut (Jika dapat diterapkan) Lingkungan Pengendalian Tindakan, kebijakan, dan prosedur Subkomponen lingkungan pengendalian : yang mencerminkan sikap 1. Integritas dan nilai etis manajemen puncak , direktur, dan 2. Komitmen pada kompetensi pemilik entitas secara keseluruhan 3. Partisipasi dewan komisaris dan komite audit tentang pengendalian internal dan 4. Filosofi dan gaya operasi manajemen arti pentingnya. 5. Struktur organisasi 6. Kebijakan dan praktik sumberdaya manusia Penilaian Risiko Pengidentifikasian dan analisis Proses penilaian risiko : oleh manajemen terhadap risiko 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi risiko. yang relevan dengan penyusunan 2. Menilai signifikansi risiko dan kemungkinan terjadinya laporan keuangan yang sesuai 3. Menentukan tidakanyang diperlukan untuk mengelola risiko dengan PABU 4. Kategori asersi manajemen yang harus dipenuhi 5. Asersi tentang kelas transaksi dan peristiwa lain 6. Asersi tentang saldo akun 7. Asersi tentang penyajian dan pengungkapan Tabel Komponen Pengendalian Internal Komponen Uraian Komponen Pembagian Lebih Lanjut (Jika dapat diterapkan) Aktivitas Pengendalian Kebijakan dan prosedur yang telah Jenis aktivitas pengendalian khusus : ditetapkan manajemen untuk mencapai 1. Pemisahan tugas yang memadai tujuannya bagi pelaporan keuangan 2. Otorisasi yang tepat atas transaksi dan aktivitas 3. Dokumen dan catatan yang memadai 4. Pengendalian fisik atas aset dan catatan 5. Pemeriksaan independen atas kinerja Informasi dan Komunikasi Metode yang digunakan untuk memulai, Tujuan audit yang berhubungan dengan transaksi yang mencatat, memproses, dan melaporkan harus dicapai , yaitu : keterjadian, kelengkapan, keakuratan, transaksi entitas serta mempertahankan posting dan pengikhtisaran, klasifikasi, dan penetapan akuntabilitas aset terkait waktu. Pemantauan Penilaian berkelanjutan dan periodik Tidak dapat diterapkan. oleh manajemen terhadap pelaksanaan pengendalian internal untuk menentukan apakah pengendalian telah berjalan seperti yang dimaksud dan dimodifikasi bila perlu K.B. 2 Pemahaman Atas SPI dan Komponen Pengendalian Internal Tabel Proses untuk Memahami Pengendalian Internal dan Menilai Risiko Pengendalian Memperoleh dan mendokumentasikan pemahaman tentang Tahap 1 pengendalian internal : rancangan dan operasi Menilai risiko pengendalian Tahap 2 Merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pengujian pengendalian Tahap 3 Memutuskan risiko deteksi yang direncanakan dan pengujian Tahap 4 substantif Sumber : Arens (2006) 1. Memperoleh dan mendokumentasikan pemahaman tentang pengendalian internal Secara umum, auditor perlu memperoleh pemahaman terhadap pengendalian internal kliennya untuk melakukan perencanaan auditnya. Secara khusus, pemahaman auditor tentang pengendalian internal yang berkaitan dengan suatu asersi adalah untuk digunakan dalam kegiatan berikut ini (Mulyadi, 2002) : 1. Kemungkinan dapat atau tidaknya audit dilaksanakan 2. Salah saji material yang potensial dapat terjadi 3. Risiko deteksi 4. Perancangan pengujian substantif Biasanya auditor dalam memperoleh dan mendokumentasikan pemahamannya terhadap perancangan pengendalian internal menggunakan dokumen berikut ini (Arens, 2006) : a. Naratif b. Bagan Alir c. Kuisioner Pengendalian Internal d. Mengevaluasi pengimplementasian pengendalian internal. e. Memutakhirkan dan mengevaluasi pengalaman auditor sebelumnya dengan entitas. f. Melakukan tanya jawab dengan personel klien. g. Menelaah dokumen dan catatan. h. Mengamati aktivitas dan operasi entitas. i. Melakukan penelusuran sistem akuntansi. 2. Menilai risiko pengendalian Auditor harus memahami perancangan dan pengimplementasian pengendalian internal untuk melakukan penilaian pendahuluan atas risiko pengendalian sebagai bagian dari penilaian risiko salah saji yang material secara keseluruhan. Auditor menggunakan penilaian pendahuluan atas risiko pengendalian ini untuk merencanakan audit bagi setiap kelas transaksi yang material. Akan tetapi, dalam beberapa kasus auditor mungkin mengetahui bahwa defisiensi pengendalian sangat signifikan sehingga laporan keuangan klien mungkin tidak bisa diaudit. Ada dua faktor utama yang menentukan kemampuan laporan keuangan untuk diaudit yaitu integritas manajemen dan memadainya catatan akuntansi. Banyak auditor menggunakan matriks risiko pengendalian untuk membantu proses penilaian risiko pengendalian. Tujuannya adalah untuk menyediakan cara yang mudah untuk mengatur penilaian risiko pengendalian bagi setiap tujuan audit. Berikut ini beberapa langkah dalam penilaian risiko pengendalian (Arens, 2006) : a. Mengidentifikasi tujuan audit b. Mengidentifikasi pengendalian yang ada c. Mengidentifikasi dan mengevaluasi defisiensi pengendalian d. Menghubungkan defisiensi yang signifikan dengan tujuan audit e. Menilai risiko pengendalian untuk setiap tujuan audit yang terkait f. Komunikasi dengan pihak yang memikul tanggungjawab tata kelola g. Surat manajemen 3. Merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pengujian pengendalian Selama tahap pemahaman, auditor sudah harus mengumpulkan sejumlah bukti audit yang mendukung perancangan pengendalian dan implementasinya dengan menggunakan prosedur untuk memperoleh pemahaman. Untuk mendukung keefektifan pelaksanaan pengendalian internal, terdapat empat buah prosedur yang digunakan dalam audit (Arens, 2006), yaitu : 1. Mengajukan pertanyaan kepada personil klien yang tepat. 2. Memeriksa dokumen, catatan, dan laporan. 3. Mengamati aktivitas yang terkait dengan pengendalian. 4. Melaksanakan kembali prosedur klien. 4. Memutuskan risiko deteksi yang direncanakan dan pengujian substantif Auditor menggunakan penilaian risiko pengendalian dan hasil pengujian pengendalian untuk menentukan risiko deteksi yang direncanakan serta pengujian substantif terkait untuk audit atas laporan keuangan. Auditor melakukannya dengan menghubungkan penilaian risiko pengendalian dengan tujuan audit yang berkaitan dengan empat tujuan penyajian dan pengungkapan. Tingkat risiko deteksi yang tepat untuk setiap tujuan audit yang berhubungan dengan saldo kemudian diputuskan dengan menggunakan model risiko audit.