Masa Bani Abbasiyah I PDF

Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

Summary

The document discusses the economic thoughts of the fuqaha and philosophers of the Abbasid dynasty. It details the history of the Abbasid Caliphate, emphasizing the roles of certain caliphs like Abu Ja'far al-Manshur and al-Mahdi, and focusing on economic developments during the first period. It also examines the significant contributions of various scholars such as Yahya bin Adam al-Qarasyi, Imam al-Syafi’i, and others. The different aspects of Islamic economic thought during this era are outlined.

Full Transcript

MASA BANI ABBASIYAH I Anriza Witi Nasution, SE., M.Si PEMIKIRAN EKONOMI PARA FUKAHA DAN AHLI FILSAFAT ZAMAN DAULAH ABBASIYAH I ◼ Sekilas Sejarah Khilafah Bani Abbasiyyah I ◼ Perkembangan pemikiran Ekonomi para Fukaha di masa Daulah Bani Abbasiyyah ◼ Berakhirnya Ma...

MASA BANI ABBASIYAH I Anriza Witi Nasution, SE., M.Si PEMIKIRAN EKONOMI PARA FUKAHA DAN AHLI FILSAFAT ZAMAN DAULAH ABBASIYAH I ◼ Sekilas Sejarah Khilafah Bani Abbasiyyah I ◼ Perkembangan pemikiran Ekonomi para Fukaha di masa Daulah Bani Abbasiyyah ◼ Berakhirnya Masa Pemerintahan Bani Abbasiyyah I Sekilas Sejarah Khilafah Bani Abbasiyyah I ◼ Latar Belakang Berdirinya Daulah Abbasiyah adalah karena rasa tidak puas dan rasa tertekan pada keturunan Ali dan Bani Hasyim yang selalu diperlakukan tidak baik oleh Bani Umayyah ◼ Kekuasaan Khilafah Bani Abbasiyyah berlangsung dalam rentang waktu yang cukup panjang yaitu selama 524 tahun, dari tahun 132 H – 656 H (750 M – 1258 M). ◼ Pola pemerintahan Bani Abasiyyah yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya yang ada Sekilas Sejarah Khilafah Bani Abbasiyyah I ◼ Periode Pemerintahan Bani Abasiyyah dibagi dalam lima periode, yaitu: 1. Periode pertama tahun 132 H – 232 H (750 M – 847 M), disebut periode Pengaruh Persia Pertama 2. Periode kedua tahun 232 H – 344 H (847 M – 945 M), masa pengaruh Turki Pertama 3. Periode ketiga tahun 344 H – 447 H (945 M – 1055 M), masa kekuasaaan Dinasti Buwaih dalam pemerintahan Khilafah Abasiyyah. Masa ini Disebut Masa Pengaruh Persia kedua. 4. Periode keempat tahun 447 H – 590 H (1055 M – 1194 M), masa kekuasaan dinasti Saljuk. Disebut Masa Pengaruh Turki kedua. 5. Periode kelima tahun 590 H – 656H (1194 M – 1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain , tetapi kekuasaannya hanya efktif disekitar kota Bagdad. Sekilas Sejarah Khilafah Bani Abbasiyyah I ◼ terdapat 52 orang khalifah yang pernah memerintah pada masa Daulah Bani Abbasiyyah ◼ Khilafah Bani Abbasiyyah mencapai masa kejayaannnya pada periode pertama ◼ Khalifah pertama Bani Abbasiyah adalah Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbass bin Abdul Muthalib ◼ Khalifah yang memiliki peran yang menonjol pada periode pertama pemerintahan Daulah Bani Abbasiyyah adalah Abu Ja’far al- Manshur (756=775) ◼ Melakukan pemindahan ibukota negara ke Baghdad ◼ Hal penting yang dilakukannya: ◼ Mengangkkat sejumlah personal untuk duduk di badan legislatif dan yudikatif ◼ Mengangkat wazir (menteri) sebagai kordinator departemen (Khalid bin Barmak dari Balkh, Persia adalah wazir pertama ◼ Membentuk lembaga protokoler negara ◼ Mengangkat sekretaris negara ◼ Membentuk angkatan kepolisian negara ◼ Membenahi angkatan bersenjata negara ◼ Membentuk lembaga kehakiman negara dan mengangkat Muhammad bin Abur Rahman sebagai hakim negara ◼ Meningkatkan peran jawatan pos untuk menghimpun seluruh informasi di daerah kekuasaan ◼ Menugaskan para direktur jawatan pos untuk menghimpun informasi tentang gubernur dan menyampaikan pada khalifah ◼ Pada periode pertama ini Khalifah yang juga memiliki peran penting adalah al-Mahdi (775-785) ◼ Perekonomian negara mengalami peningkatan disektor pertanian (irigasi) dan pertambangan (emas, perak, tembaga, besi) ◼ Kota Basrah menjadi pelabuhan transit perdagangan penting antara timur dan barat yan banyak menghasilkan kekayaan ◼ Pada masa ini orang mengejar berbagai profesi dalam kehidupan. Profesi yang berkembang pada waktu itu antara lain industrialisasi, pengrajin, sastrawan, ahli tekhnik. ◼ Popularitas Khilafah Bani Abbasiyyah mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid (786-809 M) dan putranya al-Makmun (813-833 M). ◼ Peradaban kaum muslim jauh lebih baik dibandingkan peradaban kaum kristen ◼ Orang barat akan engingat buku thousand and one night yang dinisbatkan sebagai Harun Al Rasyid ◼ Setelah wafat, khalifah Harun Ar-rasyid meninggalkan kekayaan negara dalam kas sebanyak 900.000.000 dirham ◼ Universitasnya menjadi tempat berkumpul para sarjana yang menuntut ilmu dari eropa dan daerah lainnya ◼ Bahasa Arab menjadi bahasa terdepan ◼ Ilmuwan bani abbasiyah merupakan sosok terkemuka dan jadi referensi ilmuwan barat dan timur ◼ Bidang ilmu pengetahuan tumbuh subur seperti ilmu kedoteran, anatomi, astronomi, optik, matematika dan lainnya ◼ Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, sastra sangat terdepan ◼ Daulah Islam menempatkan diri sebagai negara terkuat dan tak tertandingi Perkembangan pemikiran Ekonomi para Fukaha di masa Daulah Bani Abbasiyyah 1. Yahya Ibnu Adam al-Qarasyi (w. 203 H/818 M) membahas mengenai keuangan negara dan telah menghasilkan karya Kitab al-Kharaj yaitu kitab yang berisi manajemen keuangan negara. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris namun kurang mendapat perhatian para ekonom saat ini. 2. Imam al-Syafi’i (150-204H/767-820M) - penolakan terhadap kebebasan menggunakan maslahah sebagai acuan dan pemikiran analogi demi kepentingan barang pribadi atau barang publik (istihsan). - Ia menekankan bahwa ketentuan (legislation) yang didasarkan atas maslahah hanya berlaku apabila kepentingan kepentingan publik yang relevan atau kegunaan (utility) pribadi dikenal secara eksplisit dalam al-qur’an atau sunnah melalui ijma’(consensus). 3. Abu ‘Ubayd al-Qasim Ibn Sallam (w. 224H/838M) ◼ menghasilkan karya Kitab al- Amwal (kumpulan harta-harta) yang merupakan suatu karya lengkap mengenai keuangan negara (keuangan publik) dalam Islam. ◼ Isinya: - tentang jenis harta yang dikelola penguasa untuk kepentingan subyek yang basisnya adalah Kitab Allah dan Sunnah - pengumpulan dan pembayaran tiga jenis penerimaan pengumpulan zakat (termasuk ushr), 1/5 dari rampasan perang, dan dari harta peninggalan/terpendam serta harta fai termasuk kharaj, jizyah dan penerimaan lain misalnya harta temuan yang hilang, kekayaan yang ditinggalkan tanpa ahli waris dan lain-lain 4. Imam Ahmad bin Hanbal (164-241H/780-855M) ◼ pernah dihukum cambuk dan dipenjara karena keteguhannya memegang keyakinan yang bertentangan dengan faham muktazillah yang menganggap bahwa Al- Qur’an adalah mahluk yang pada saat itu adalah paham resmi pemerintah. ◼ memiliki pembahasan rinci tentang maslahah, tujuan syariah, serta kebebasan menerima cara-cara untuk tujuan ini sebagai yang tidak dilarang dalam Syariah. ◼ memiliki pandangan yang Islami dalam hal memelihara persaingan yang adil di pasar ◼ mengusulkan adanya campur tangan Pemerintah dalam persoalan monopoli ◼ cenderung membebaskan maksimum kontrak dan usaha sehingga metodenya lebih mendukung untuk kepentingan yang lemah dan membutuhkan 5. Harith Bin Asad Al-Muhasibi, (w. 243 H/859 M) ◼ menghasilkan sejumlah karya seminar tentang tasauf termasuk makalah pendek tentang cara- cara memperoleh pendapatan untuk suatu mata pencaharian dengan judul “Al-Makasib”. ◼ Ia menekankan untuk menghindari semua laba dan upah yang menyangkut perbuatan yang tidak dikehendaki. ◼ Ia sangat menentang pedagang di zamannya yang berperilaku tidak percaya Hari Pengadilan dan berperilaku melanggar hukum. 6. Junaid Baghdadi (w. 297 H/910 M) ◼ seorang sufi utama yang hidup sebagai seorang pedagang yang menghabiskan sebagian besar hartanya untuk teman- teman sufi lain yang miskin. ◼ Inti dari tasauf itu sendiri adalah membuang motivasi kepentingan diri sendiri untuk melatih kualitas spiritual, mengabdikan diri pada pengetahuan yang benar, dan melakukan yang terbaik dalam kaitan dengan keabadian dan mengharapkan kebajikan bagi seluruh masyarakat sebagai manisfestasi dari hamba yang benar-benar beriman kepada Tuhan dan mengikuti Nabi dalam hal syariah. 7. Qudamah bin Ja’far (w. 337 H/948 M) ◼ Beliau menghasilkan karya berupa Kitab Al- Kharaj yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, namun sangat disayangkan sampai saat ini belum ada analisa ekonomi Beliau yang dibahas dari isi ekonominya yang kaya. 8. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) ◼ Karya Ibn Miskawih tentang filosofi etik adalah suatu upaya memadukan pandangan Aristotle tentang subyek yang sama dengan ajaran Islam. Diantaranya adalah pertukaran dan peranan uang. ◼ Ia memandang bahwa emas menjadi dapat diterima secara universal atau, dengan kalimatnya sendiri: “standar untuk semua jenis pekerjaan dan lapangan kerja serta pengganti untuk semuanya” melalui konvensi. ◼ Konvensi ini memiliki alasan yaitu kualitas hakiki suatu logam tertentu, tahan lama, mudah dibawa-bawa, tidak dapat dikorup, dikehendaki semua orang 9. Abu Ja’far al-Dawudi (w. 402 H/1012 M) Al-Dawudi diperkirakan hidup di masa Khalifah Ath-Tha’i (363 H/974 M) sampai Khalifah Al-Qadir (381 H/991 M). Al-Dawudi adalah penulis lain dari Kitab Al-Amwaal. 10. Mawardi 364-450H/ 974-1075M) ◼ Mawardi hidup semasa Khalifah Ath-Tha’i (363 H/741 M) sampai Khalifah Al-Qa’im (422 H/1031 M). Kitab Al-Ahkam al-Sultaniyyah dari Mawardi adalah suatu makalah tentang pemerintahan dan administrasi yang berhubungan dengan, diantaranya: kewajiban penguasa, penerimaan dan pengeluaran publik, tanah publik, hak prerogatif negara untukmenghibahkan tanah dan mengawasi pasar. ◼ Kitab Adab al-Din wal Duniya dari Mawardi kaya dengan pendangan ekonomi karena memusatkan pada perilaku individu muslim, yang membahas pertanian, peternakan, perdagangan dan industri, sebagai empat cara utama untuk suatu mata pencaharian. Selanjutnya Ia membahas tentang pendekatan yang mungkin untuk meperoleh penghasilan ◼ Mawardi juga meninggalkan karya yang sangat besar tentang fiqih, Al-Hawi, yang suatu bagian dari padanya saat ini telah diterbitkan dengan judul Al-Mudharabah yang merupakan suatu studi perbandingan terhadap berbagai aliran Hukum Islam mengenai bagi hasil (profit sharing) 11. Ibn Hazm (384-456H/ 994-1064 M) ◼ seorang hakim besar dengan pendekatan yang unik terhadap hukum Islam dimana Beliau menolak pemikiran analogi sebagaimana halnya istihsan ◼ memiliki pandangan yang jelas tentang tanggung jawab kolektif dalam masyarakat Islam. ◼ memiliki pandangan tentang penghapusan kemiskinan dan memelihara keadilan sosial serta kewajiban pemerintah Islam yang berkaitan dengan masalah ini. ◼ satu-satunya ahli hukum yang melarang menyewakan tanah pertanian sehingga pemilik tanah tinggal memiliki dua pilihan yaitu menggarap sendiri tanahnya atau memasuki suatu perjanjian bagihasil tanah dengan penggarap. 12. Al-Sarakhsi (w.483 H/1090 M) Beliau adalah seorang ahli hukum terkemuka dari aliran Hanbali yang karya besarnya Al- Mabsut terkenal karena wawasan analitisnya terhadap bagi hasil (profit sharing) dan sifat keuntungan itu sendiri. Sayangnya sejauh ini karya tersebut belum ditelusuri bagi keperluan analisa dan gagasan ekonominya 13. Nizam al-Mulk al-Tusi (408-485 H/1018-1093 M) ◼ Sebagai perdana Menteri selam 30 tahun sepanjang dinasti Saljuq Turki. ◼ Ia memiliki pengetahuan yang luas tentang semau persoalan administrasi terutama yang berkaitan tentang tanah ◼ Kebijakan tentang tanah lazim dibahas pada masa itu dan hal yang berhubungan dengan tanah dijelaskan dalam Kitab Siasat Nameh, yang menampilkan sebuah gambaran yang seleuruhnya berbeda dengan feodalisme Eropa ◼ Menurut Tusi yang menguasai tanah adalah penguasa dan bukan tuan tanah ◼ tuan tanah hanyalah sebagai pengumpul pajak, mereka bahkan tidak memiliki hak untuk menetapkan jumlah pajak karena penetapan jumlah pajak merupakan hak mutlak pemerintah. ◼ Tusi ingin mengurangi kekuasaan dan hak mutlak para tuan tanah dan menjadikan pemerintah lebih berkuasa. 14. Nasiruddin Tusi (597-672 H/1201- 1274 M) ◼ Tusi dihargai karana risalahnya tentang keuangan negara. Ia merekomendasikan pengurangan beban pajak dan menentang semua pajak yang tidak secara eksplisit ditentukan oleh syariah. Ia menekankan pertanian dan menganggap perdagangan dan kegiatan lain sebagai nomor dua ◼ membahas perilaku ekonomi individu. Ia menekankan pentingnya simpanan dan menyarankan agar pengeluaran tidak dipergunakan untuk perhiasan dan tanah yang tidak digarap. ◼ membahas tentang pembagian kerja dan kesejahteraan umum. Ia mengecam keras konsumsi yang berlebihan. Ia menghendaki penguasa Mongol untuk merealisasikan bahwa pertanian adalah fondasi untuk keseluruhan perekonomian dan kemakmuran yang dibutuhkan sehingga keberadaan manusia dapat dijamin. 15. Abu Ubaid (154 – 224 H) Filosofi Hukum Dari sisi Ekonomi ◼ Menekankan keadilan sebagai prinsip utama. Pengimlementasian dari prinsip ini membawa pada kesejahteraan ekonomi dan keselarasan sosial. ◼ Tarif pajak kontraktual tidak dapat dinaikkan tapi bisa diturunkan apabila terjadi ketidakmampuan membayar serius. Kepemilikan dan Perbaikan Pertanian ◼ Sumber dari publik, seperti sumber air, padang rumput penggembalaan dan tambang minyak tidak boleh dionopoli seperti pada hima (tanam pribadi). Dikotomi Masyarakat Desa dan Kota Membedakan kaum badui, kaum urban atau perkotaan dalam hal: ◼ Ikut serta dalam keberlangsungan negara dengan berbagi kewajiban administrasi dari semua muslim ◼ Memelihara dan memperkuat pertahanan sipil melalui mobilisasi jiwa dan harta mereka ◼ Menggalakkan pendidikan dan pengajaran melalui pembelajaran dan pengajaran al-Qur’an dan Sunnah dengan diseminasi (penyebaran) keunggulan kualitas isinya ◼ Melakukan kontribusi terhadap keselarasan sosial melalui pembelajaran dan penerimaan hudud ◼ Memberi contoh universalisme Islam dengan shalat berjamaah pada waktu Jum’at dan Ied. Pertimbangan Kepentingan ◼ Besaran seseorang berhak menerima zakat adalah berdasarkan suatu batas tertinggi (ceiling) terhadap penerimaan perorangan. Maksudnya adalah dapat memenuhi kebutuhan dasar seberapapun besarnya. ◼ Pentingnya distribusi kekayaan melalui zakat. Makna Uang ◼ Fungsi uang menurutnya ada 2 yaitu: ◼ Sebagai standar dari nilai pertukaran ◼ Sebagai media pertukaran ◼ Fungsi uang sebagai alat penyimpan nilai tidak disebutkan secara eksplisit tetapi hal ini terkandung maksud yang sama ketika beliau mengulas tentang jumlah tabungan minimun tahunan yang wajib kena zakat dan jumlah zakatnya. 16. Ibnu Hazm (994 – 1064 M) ◼ Sewa Tanah dan Pemerataan Kesempatan ◼ Perintis ekonomi sosial yang Islami. Adanya keseimbangan dan keadilan sosial berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. ◼ Menurut beliau menyewakan tanah sama sekali tidak dibolehkan, baik untuk bercocok tanam, perkebunan, mendirikan bangunan, ataupun segala sesuatu, baik untuk jangka pendek, jangka panjang ataupun tanpa batas waktu tertentu, baik dengan imbalan dinar ataupun dirham. Bila hal ini terjadi maka hukum sewa-menyewa batal selamanya” ◼ Solusinya adalah melalui muzaraah (penggarapan tanah dengan sistem bagi- hasil), mugharasah (kerjasama penanaman). ◼ Jaminan Sosial bagi Orang Tak Mampu ◼ Pemenuhan kebutuhan pokok dan pengentasan kemiskinan ◼ Kewajiban mengeluarkan harta selain zakat. Hal ini selama zakat dan kas negara tidak cuup untuk menanggung kebutuhan. ◼ Persoalan Pajak ◼ Sistem pengumpulan pajak secara alamai, tanpa kekerasan dan eksploitatif. 17. Nizham Al-Mulk (L. 308 H) ◼ Prinsip Maslahah dalam Administrasi ◼ Mengamankan kesejahteraan dapat meningkatkan produktivitas yang diharapkan dan tingkat efisiensi. ◼ Pemuas Kebutuhan Pokok dan Stabilitas Nasional ◼ Stabilitas nasional dapat diraih dengan memastikan bahwa kebutuhan pokok masyarakat diamankan dan dipenuhi secukupnya. ◼ Negara bertanggung jawab dalam menyediakan pasokan cukup selama terjadi serangan hama atau gagal panen. ◼ Kesempatan Kerja dan Keamanan Nasional ◼ Optimalisasi kesempatan kerja buruh tidak terbatas pada pertimbangan variabel ekonomi saja tetapi juga non-ekonomi seperti keamanan nasional. ◼ Peranan dan Kriteria Muhtasib (pelaksana lembaga hisab) ◼ Tugas utama lembaga hisab adalah menyelesaikan kasus pelanggaran terhadap prinsip dasar amar ma’ruf nahi munkar. ◼ Muhasib bisa berbentuk perorangan dan bersifat suka-rela dan bisa juga lembaga yang dibentuk pemerintah. ◼ Muhtasib yang suka-rela bersifat ajakan tdak mengikat dan prefentif sedangkan muhtasib petugas pemerintah berwenang menjatuhkan sanksi. Berakhirnya Masa Pemerintahan Bani Abbasiyyah I ◼ Faktor-faktor penting yang menjadi penyebab kemuduran Khilafah Bani Abbasiyyah I sehingga banyak daerah yang melepaskan diri adalah: - Luasnya wilayah kekuasaan Bani Abbasiyyah sehingga sulit dilakukan komunikasi antara pusat dan aderah sehingga rasa saling percaya diantara para pelaksana pemerintahan mulai berkurang - Kebijakan pemerintah dengan melakukan profesionalisasi pada angkatan bersenjata membuat ketergantungan khalifah kepada militer sangat tinggi. - Keuangan Negara mengalami kesulitan karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat besar. ◼ Dengan jatuhnya kota Bagdad ke tangan bangsa Mongol pada tahun 1258 m maka berakhirlah masa kekuasaan bani Abbasiyyah I yang telah berkuasa selama 508 tahun yang juga merupakan awal dari masa kemunduran politik dan peradaban Islam.

Use Quizgecko on...
Browser
Browser