Neuroimune (Myastenia Gravis) PDF

Document Details

DistinctiveHexagon

Uploaded by DistinctiveHexagon

Universitas Udayana

dr. I KOMANG ARIMBAWA

Tags

Myasthenia Gravis Neurological Disorder Medical Presentation Disease

Summary

This document is a presentation on Myasthenia Gravis, a rare autoimmune disorder characterized by fluctuating muscle weakness. It covers various aspects including epidemiology, pathophysiology, symptoms, diagnosis, and treatment of Myasthenia Gravis. Key topics include neuromuscular junction, ocular symptoms, bulbar symptoms, and crisis management.

Full Transcript

MYASTHENIA GRAVIS dr. I KOMANG ARIMBAWA, Sp.S(K) DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN, UNIVERSITAS UDAYANA RSUP PROF. DR. I.G.N.G. NGOERAH PENDAHULUAN Miastenia gravis (MG) adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan kelemahan fluktuatif pada...

MYASTHENIA GRAVIS dr. I KOMANG ARIMBAWA, Sp.S(K) DEPARTEMEN NEUROLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN, UNIVERSITAS UDAYANA RSUP PROF. DR. I.G.N.G. NGOERAH PENDAHULUAN Miastenia gravis (MG) adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan kelemahan fluktuatif pada otot- otot ekstra okular, bulbar, dan otot-otot proksimal. Melzer N 2016 MG disebabkan oleh adanya autoantibodi pada membran pascasinaps pada taut saraf otot (neuromuscular- junction). Saat ini diketahui antibodi lain yang terdapat pada pasien MG, yakni muscle- specific kinase (MuSK) dan low-density lipoprotein receptorrelated protein (LRP4). Melzer N et al,2016 EPIDEMIOLOGI MG termasuk penyakit yang jarang. Insidensnya hanya sekitar 1,7-21,3 per 1.000.000, dapat terjadi di semua usia dan jenis kelamin. Pada usia < 50 tahun, lebih banyak perempuan dengan rasio 7:3. Sedangkan pada usia > 50 tahun ditemukan laki laki dengan rasio 3:2. Howard JF et al ,2018 Struktur Neuromuscular junction Conti-Fine et al.. 2006 Conti-Fine et al.. 2006 reseptor ACH 1. Antibodi aktifkan kaskade MAC AChR hancur 2. Antibodi aktifkan endositosis AChR degradasi AChR pascasinaps 3. Antibodi blok Ach ⇏ ikatan dgn AChR Hakim, 2017 Preston, David C. Electromyography and neuromuscular disorders. 3rd ed. GEJALA DAN TANDA KLINIS Gejala Okular melihat 1 objek menjadi 2 ❑ Ptosis dan diplopia yang asimetris merupakan gejala okular yang paling sering ditemukan. Gejala okular akan menetap pada 10-16% pasien MG dalam masa 3 tahun pertama dan menjadi sekitar 3-10% setelah 3 tahun. kesulitan berbicara Gejala Bulbar karena melemahnya otot otot untk berbicara ❑ Disfoni dan disartria yang muncul setelah berbicara beberapa lama, suara serak sering terjadi pada onset pertama kali. ❑ Disfagia (gangguan menelan) muncul setelah penderita memakan makanan padat Penderita dapat mengalami kesulitan menggerakan rahang bawah saat mengunyah makanan, sehingga harus dibantu oleh tangan (tripod position). ❑ Kelumpuhan otot-otot wajah sering tidak disadari oleh penderita, baru diketahui setelah orang lain melihat menurunnya ekspresi wajah atau senyumannya tampak datar (myasthenic snarl). Leher dan Ekstremitas ❑ Leher terasa kaku, nyeri, dan sulit untuk menegakkan kepala (dropped head) akibat kelemahan pada otot ekstensor leher. ❑ Ekstremitas, kelemahan lebih sering terjadi pada ektremitas atas dan mengenai otot-otot proksimal (deltoid dan triseps). Pada keadaan yang berat, kelemahan dapat terjadi juga pada otot-otot distal. Gangguan Pernapasan ❑ Sering terjadi pada MG tipe general. Penderita merasakan kesulitan menarik napas akibat kelemahan otot-otot bulbar dan pernapasan. kelemahan otot mata kelemahan otot lain Klasifikasi MGFA Test Wartenberg DIAGNOSIS Test Berhitung Simple Clinical Test Placing the ice pack over RNS Study the eye Single Fiber EMG 2-5 minutes Assessing for improvement Electrophysiological in ptosis Test Ice Pack Test Edrophonium Chloride Acetylcholinesterase inhibitor Antibody antiAChR Adm. Intravenously Antibody anti MuSK Obs improvement eyelid Antibody anti Striated muscle ptosis (Anti-SM) Rontgen polos CT Scan Tensilon Test MRI Serologi Radiologi Test Wartenberg Test Berhitung Simple Clinical Test Tes Wartenberg: penderita diminta untuk melihat ke atas bidang datar dengan sudut kurang lebih 30 derajat selama 60 detik, positifbila terjadi ptosis. Tes hitung, penderita diminta untuk menghitung 1- 100, positif hila suara menjadi sengau (suara nasal) atau suara menghilang. Placing the ice pack over the eye 2-5 minutes Assessing for improvement in ptosis Ice Pack Test Ice pack eye test; celah antara kedua kelopak mata yang mengalami ptosis akan diukur terlebih dahulu kemudian dengan es yang terbalut kain akan ditempelkan ke kelopak mata penderita. Celah antara kedua kelopak mata yang bertambah Iebar setelah penempelan es selama 2 menit dianggap positif. Edrophonium Chloride Acetylcholinesterase inhibitor Adm. Intravenously Obs improvement eyelid ptosis Tensilon Test neostigmin metilsulfat Uji Tensilon, bermanfaat untuk konfirmasi diagnosis dan respons terhadap pengobatan. Hasil positif bila ditemukan perbaikan gejala kelemahan motorik secara cepat, tetapi dalam waktu singkat. Apabila pemeriksaan ini tidak tersedia, pemberian obat enghambatenzimAChE oral seperti piridostigmin pemesah ACH dapat diberikan, namun perbaikan gejala lebih lambat, baru terlihat setelah 1 "2 jam. Antibody antiAChR Antibody anti MuSK Antibody anti Striated muscle (Anti-SM) Serologi Antibodi reseptor anti-asetilkolin, postitif pada 70- 95% penderita MG generalisata dan 50-75% penderita miastenia okular murni. Pada pasien timoma tanpa MG sering kali terjadi false positive antibodi antiAChR. Anti-Muscle-specific Kinase (MuSK) antibodies, hampir 50% penderita MG yang menunjukkan hasil antiAChR, Ab negatif (MG seronegatif), menunjukkan hasil yang positif untuk antiMuSKAb RNS Study Single Fiber EMG Electrophysiological Test a. Repetitive nerve stimulation (RNS), untuk mendeplesi vesikel ACh sehingga terjadi penurunan compound motor action potential (CMAP) progresif dan menilai adanya blok Hasil yang diharapkan pada penderita MG adalah penurunan minimal lebih dari 10%. Nilai sensitivitas dan spesifisitas bervariasi bergantung dari teknik peme-riksaan. b. Single fiber electromyography (SFEMG); mencatat instabilitas sebelum adanya blok neuromuskular. SFEMG memiliki nilai spesifisitas yang sangat tinggi, tetapi sensitivitasnya tidak mencapai 100%. Rontgen polos CT Scan MRI Radiologi Radiologi, pemeriksaan CT scan, atau MRI torak dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya timoma. tumor pada timus Krisis Miastenik Krisis Miastenik yaitu keadaan dimana dibutuhkan antikolinesterase yang lebih banyak. Keadaan ini dapat terjadi pada kasus yang tidak memperoleh obat secara cukup atau dapat dicetuskan oleh infeksi, beberapa jenis obat yg dapat memperburuk MG, gangguan emosional, operasi besar Tanda dan gejala Krisis Miastenik : a. Meningkatnya tekanan darah b. Takikardia (irama detak jantung cepat) c. Gelisah d. Ketakutan e. Meningkatnya sekresi bronkhial, air mata dan keringat f. Kelemahan otot umum g. Kehilangan refleks batuk h. Kesulitan bernafas, menelan dan bicara i. Penurunan output urine Tindakan terhadap kasus demikian adalah sebagai berikut : – Kontrol jalan napas – Pemberian antikolinesterase – Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis/IVIg Bila pada krisis miastenik pasien Menggunakan alat bantu pernapasan (Ventilator), obat-obat antikolinesterase dapat tidak diberikan terlebih dahulu, karena obat-obat ini dapat memperbanyak sekresi saluran pernapasan dan dapat mempercepat terjadinya krisis kolinergik. Setelah krisis terlampaui, obat-obat dapat mulai diberikan secara bertahap, dan seringkali dosis dapat diturunkan. Krisis Kolinergik Krisis Kolinergik yaitu keadaan yang diakibatkan oleh kelebihan obat antikolinesterase (contoh mestinon/prostigmin). Hal ini mungkin disebabkan karena pasien tidak sengaja telah minum obat berlebihan, atau mungkin juga dosis menjadi berlebihan karena terjadi remisi spontan. Golongan ini sulit dikontrol dengan obat-obatan dan batas terapeutik antara dosis yang terlalu sedikit dan dosis yang berlebihan sempit sekali. Respons mereka terhadap obat-obatan seringkali hanya parsial. Tanda dan gejala Krisis kolinergik : a. Menurunnya tekanan darah b. Bradikardia (irama detak jantung melamban) c. Gelisah d. Ketakutan e. Meningkatnya sekresi bronkhial ,air mata dan keringat f. Kelemahan otot umum g. Kesulitan bernapas, menelan dan bicara h. Mual, muntah i. Diare j. Kram abdomen Tindakan terhadap kasus demikian adalah sebagai berikut: Kontrol jalan napas Penghentian antikolinesterase untuk sementara waktu, dan dapat diberikan atropine 1 mg intravena dan dapat diulang bila perlu. menghambat aktivasi saraf parasimpatis Jika diberikan atropine, pasien harus diawasi secara ketat, karena secret saluran napas dapat menjadi kental sehingga sulit dihisap atau mungkin gumpalan lendir dapat menyumbat bronkus, menyebabkan atelektasis. Kemudian antikolinesterase dapat diberikan lagi dengan dosis yang lebih rendah. Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis/IVIg Diagnosis Banding 1. Adanya ptosis atau strabismus dapat juga disebabkan oleh lesi nervus III pada beberapa penyakit selain MG, an tara lain: a. Meningitis basalis (tuberkulosis atau luetika) b. Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring c. Aneurisma di sirkulus arteriosus Willisi d. Paralisis pascadifteri e. Pseudoptosis pada trakoma 2. Apabila terdapat suatu diplopia yang transient maka kemungkinan adanya suatu sklerosis multipleks 3. Sindrom Lambert-Eaton (Lambert-Eaton Myasthenic Syndrome) Penyakit ini dikarakteristikkan dengan adanya kelemahan dan kelelahan pada otot anggota tubuh bagian proksimal dan disertai dengan kelemahan relatif pada otot-otot ekstraokular dan bulbar. Pada LEMS, Peningkatan tenaga kontraksi volunter, terjadi hiporefleksia, mulut kering, dan sering kali dihubungkan dengan suatu karsinoma terutama oat cell carcinoma pada paru. TATA LAKSANA Tujuan tata laksana adalah untuk mengendalikan gejala (simtomatik), mencegah progresiftsitas, dan mencegah komplikasi. 1. Acethylcholinesterase Inhibitor (Penghambat AChE) piridostigmin bromida (Mestinon®) 30-120mg/3-4 jam/oral. 2. Kortikosteroid Prednison dosis awal 10-20mg, dinaikkan bertahap (5- 10mg/minggu) 1x sehari selang sehari, maksimal 120mg/6jam/oral, kemudian diturunkan sampai dosis minimal efektif. 3. Azatioprin Dosis 2-3mg/kgBB/hari/oral selama 8 minggu pertama. Cek SGPT/SGOT perminggu 4. Plasma Exchange Menghilangkan antibodi reseptor dari sirkulasi, sering digunakan pada krisis miastenia dan sebelum dilakukan operasi timektomi. 5. Intravenous Immunoglobulin (MG) Dosis 400mg/KgBB/hari selama 5 hari berturut-turut. 6. Timektomi Pengangkatan kelenjar timus dapat mengurangi gejala pada 70% penderita dengan timoma atau displasia kelenjar timus. MG Composite scale Thank you!

Use Quizgecko on...
Browser
Browser