Revisi Tugas Kelompok 2 Desinfeksi, Sterilisasi, Teknik Asepsis PDF

Document Details

TalentedComprehension8683

Uploaded by TalentedComprehension8683

Universitas Padjadjaran

2024

Afiatul Mukarromah, Elva Noris Meirisa, Puspa Puspita Lasminingrum, Yodi Oktobiano, Riviera Putri S.W

Tags

desinfeksi sterilisasi teknik asepsis kesehatan gigi

Summary

This document is a student assignment on disinfection, sterilization, and aseptic techniques in dentistry. It details various aspects of the topic including decontamination, disinfection, sterilization techniques, and antiseptic methods. The document covers different types of medical instruments and their disinfection process.

Full Transcript

DESINFEKSI, STERILISASI, DAN TEKNIK ASEPSIS MAKALAH TUGAS KELOMPOK 2 Disusun Oleh: Afiatul Mukarromah (160521240001) Elva Noris Meirisa (160521240003) Puspa Puspita Lasminingrum (160521240004) Yodi Oktobian...

DESINFEKSI, STERILISASI, DAN TEKNIK ASEPSIS MAKALAH TUGAS KELOMPOK 2 Disusun Oleh: Afiatul Mukarromah (160521240001) Elva Noris Meirisa (160521240003) Puspa Puspita Lasminingrum (160521240004) Yodi Oktobiano (16052124007) Riviera Putri S.W (16052124010) Dosen Pengajar: drg. Felisha PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS PERIODONSIA UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI BANDUNG 2024 DAFTAR ISI DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................... 4 2.1 Dekontaminasi....................................................................................................... 4 2.1.1 Desinfeksi....................................................................................................... 7 2.2.1 Sterilisasi...................................................................................................... 15 2.2 Teknik Asepsis.................................................................................................... 17 BAB III KESIMPULAN................................................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 28 BAB I PENDAHULUAN Kontrol infeksi dalam kedokteran gigi adalah masalah yang terus berkembang. Pasien gigi memiliki risiko tinggi dalam hal potensi mereka untuk menularkan maupun tertular penyakit infeksi. Kekhawatiran yang sama telah ditunjukkan untuk kontaminasi silang dan penularan penyakit dari pasien ke pasien. Dalam menangani masalah ini, terdapat dua pertimbangan yang dapat diidentifikasi: (1) bagaimana dokter gigi dan stafnya dapat dilindungi dari tertular penyakit dan menghindari penularan penyakit ke pasien, serta (2) langkah-langkah apa yang perlu diambil untuk membantu meminimalkan kontaminasi silang melalui instrumen. Bahaya kontaminasi silang yang terus-menerus dalam praktik kedokteran gigi antara pasien, dokter gigi, dan staf tambahan telah disoroti oleh Murray dan Slack; mereka melaporkan bahwa pledget kapas penyerap, alat semprot udara, pelat kaca, dan handuk tangan dapat menjadi sumber kontaminasi. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), dalam pedoman kontrol infeksinya, menunjukkan bahwa cetakan gigi adalah sumber potensial kontaminasi silang dan harus ditangani dengan cara yang mencegah paparan bagi praktisi, pasien, dan lingkungan. Berdasarkan data dan peraturan yang telah dikonfirmasi di wilayah tertentu, standar yang baik untuk Kontrol Infeksi Gigi dan Keselamatan Kerja harus diikuti oleh tim kedokteran gigi untuk keselamatan pasien dan perawatan kesehatan gigi. Awalnya, praktik kedokteran gigi dilakukan tanpa perlengkapan pelindung, tetapi setelah tahun 1991, personel gigi diharuskan mengenakan sarung tangan, masker, gaun, dan kacamata pelindung. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dekontaminasi Pada tahun 1968 Spaulding mengusulkan tiga kategori risiko berpotensi infeksi untuk menjadi dasar pemilihan praktik atau proses pencegahan yang akan digunakan (seperti sterilisasi peralatan medis, sarung tangan dan perkakas lainnya) sewaktu merawat pasien. Kategori Spaulding adalah sebagai berikut: a) Kritikal Bahan dan praktik ini berkaitan dengan jaringan steril atau sistem darah sehingga merupakan risiko infeksi tingkat tertinggi. Kegagalan manajemen sterilisasi dapat mengakibatkan infeksi yang serius dan fatal. b) Semikritikal Bahan dan praktik ini merupakan terpenting kedua setelah kritikal yang berkaitan dengan mukosa dan area kecil di kulit yang lecet. Pengelola perlu mengetahui dan memiliki keterampilan dalam penanganan peralatan invasif, pemrosesan alat, Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), pemakaian sarung tangan bagi petugas yang menyentuh mukosa atau kulit tidak utuh. c) Non-kritikal Pengelolaan peralatan/ bahan dan praktik yang berhubungan dengan kulit utuh yang merupakan risiko terendah. Walaupun demikian, pengelolaan yang buruk pada bahan dan peralatan non-kritikal akan dapat menghabiskan sumber daya dengan manfaat yang terbatas (contohnya sarung tangan steril digunakan untuk setiap kali memegang tempat sampah atau memindahkan sampah. 2 Dalam dekontaminasi peralatan perawatan pasien dilakukan penatalaksanaan peralatan bekas pakai perawatan pasien yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh (pre- cleaning, cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi) sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO) sebagai berikut:2 a) Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan detergen atau enzyme lalu dibersihkan dengan menggunakan spons sebelum dilakukan disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi. b) Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus didekontaminasi terlebih dulu sebelum digunakan untuk pasien lainnya. c) Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan sesuai prinsip pembuangan sampah dan limbah yang benar. Hal ini juga berlaku untuk alat yang dipakai berulang, jika akan dibuang. d) Untuk alat bekas pakai yang akan di pakai ulang, setelah dibersihkan dengan menggunakan spons, di DTT dengan klorin 0,5% selama 10 menit. e) Peralatan nonkritikal yang terkontaminasi, dapat didisinfeksi menggunakan alkohol 70%. Peralatan semikritikal didisinfeksi atau disterilisasi, sedangkan peralatan kritikal harus didisinfeksi dan disterilisasi. f) Untuk peralatan yang besar seperti USG dan X-Ray, dapat didekontaminasi permukaannya setelah digunakan di ruangan isolasi. Pembersihan Awal (pre-cleaning): Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh petugas sebelum di bersihkan(umpamanya menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV) dan mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi.2 Pembersihan: Proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan benda mati ataupun membuang sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air atau menggunakan enzim, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.Jangan menggunakan pembersih yang bersifat mengikis, misalnya Vim®atau Comet® atau serat baja atau baja berlubang, karena produk produk ini bisa menyebabkan goresan. Goresan ini kemudian menjadi sarang mikroorganisme yang membuat proses pembersihan menjadi lebih sulit serta meningkatkan pembentukan karat.2 Gambar 1. Alur Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien 2.1.1 Desinfeksi2 Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) merupakan proses menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek, dengan merebus, menguapkan, atau memakai disinfektan kimiawi. Prosedur pengelolaan infeksi silang umumnya mengikuti pedoman yang ditetapkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC). Dalam praktik kedokteran gigi, langkah-langkah pencegahan standar terdiri dari enam hal utama : evaluasi pasien, perlindungan diri, pemrosesan instrumen (sterilisasi), asepsis dan disinfeksi permukaan, 3 penggunaan peralatan sekali pakai dan pembuangan limbah medis. Disinfeksi adalah proses eliminasi mikroorganisme patogen menggunakan metode fisik atau kimia, yang bertujuan untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi. Tansmisi infeksi dimungkinkan dari instrumen medis seperti handpiece dan air water syringe yang keduanya berada di kursi dental pasien yang terkontaminasi bakteri sehingga berpotensi untuk menyebabkan infeksi rekuren dan penyakit nosokomial, salah satunya adalah bakteri biofilm Streptococcus aureus.4 a) Bahan – bahan Disinfeksi Environmental Protection Agency (EPA) mendeskripsikan desinfektan sebagai pestisida antimikroba dan zat yang berfungsi untuk mengendalikan, mencegah, serta menghancurkan mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan jamur pada permukaan benda mati. Standar dari CDC (Centers for Disease Control and Prevention) mengharuskan desinfektan ideal memiliki spektrum luas, tidak korosif pada logam, rendah toksisitas, cepat bekerja, mudah digunakan, larut dalam air, stabil, ramah lingkungan, kompatibel dengan bahan rumah tangga, serta tidak merusak karet, plastik, atau kayu.4 Desinfektan dapat dikelompokan berdasarkan kekuatannya antara lain 4 : 1. High-level disinfectants adalah jenis desinfektan yang dapat membunuh semua mikroorganisme, termasuk spora bakteri, namun efektivitasnya bergantung pada konsentrasi dan durasi paparan yang tepat. 2. Disinfektan level menengah (Intermediete – levels) adalah jenis desinfektan yang mampu membunuh bakteri vegetatif, termasuk virus dan jamur, tetapi tidak efektif dalam membunuh spora bakteri. 3. low-level disinfectants, merupakan level desinfektan yang mampu membunuh semua bakteri vegetatif, berbagai virus, dan beberapa jamur, akan tetapi belum dapat membunuh spora bakteri. Septalkan, Terralin, dan Alkohol 70% memiliki efektivitas yang setara dalam membunuh mikroba. Efek ini disebabkan oleh kandungan kimiawi yang dimiliki oleh ketiga jenis desinfektan tersebut. 4 I. Septalkan  Efektifitas : Larut dalam air, sangat efektif menghilangkan bau dan tidak merusak kulit, merusak dinding sel dan mengubah permeabilitas membran sel protein mikroorganisme, menghancurkan lapisan ganda fosfolipid sel. II. Terallin  Efeksifitas : Kandungan surfaktan dapat menyebabkan kotoran mudah lepas karena minyak dan air tercampur, memiliki aroma yang tidak menyengat dan aman digunakan, memiliki keunggulan water beading. III. Alkohol  Efektifitas : Membunuh mikoorganisme pathogen, tetapi tidak bisa digunakan secara luas untuk semua material di kedokteran gigi, efektif dalam mengurangi mikoorganisme di kulit dan mudah didapatkan, merusak membran dan mendenaturasi proteion dari sel bakteri secara cepat, jika protein dalam sel bakteri ini larut dalam air maka alkohol akan bekerja lebih baik. Selain ketiga bahan diatas, ada juga bahan desinfektan lainnya yang cukup umum digunakan, yaitu : A. Aldehid Aldehid berperan melalui alkilasi amino, grup carboxyl-or hydroxyl, sehingga memungkinkan penghancuran asam nuclei. Ia memiliki aktivitas mikrobiosidal yang luas, sporosidal, serta fungisidal. Bahan yang paling populer dari sub grup ini adalah formaldehid dan glutaraldehid. 40% formaldehid (formalin) digunakan untuk desinfeksi permukaan. 10% formalin dengan 0.5% tetraborate digunakan untuk membersihkan instrumen metal. 2% glutaraldehid digunakan untuk mensterilkan thermometer, alat-alat anestesi, sentifuge, dan sebagainya. Kerugian dari material ini adalah uapnya bersifat iritatif dan harus dinetralkan oleh ammonia, penetrasi buruk, meninggalkan residu non volatil, aktivitasnya dapat mengurangi kadungan protein. Beberapa bakteri telah berkembang dan menjadi kebal terhadap glutaraldehid, serta telah ditemukan juga bahwa glutaraldehid dapat menyebabkan asma dan bahaya kesehatan lainnya.5 B. Halogen Contoh halogen adalah kompon klorin (klorin, pemutih, hipoklorit) dan kompon iodine (tincture iodine, iodofor) yang merupakan agen oksidasi dan menyebabkan kerusakan oleh oksidasi grup enzim sulfydryl. Klorin bereaksi terhadap air dan membentuk asam hipoklorus (mikrobisidal). Aplikasi grup ini adalah tincture iodine (2% iodine dalam 70% alcohol) sebagai antiseptik. Iodofor bersifat slow release dan menurunkan iritasi akibat antiseptik. Untuk cuci tangan, dapat digunakan iodofor yang dilarutkan dalam 50% alkohol. Gunakan campuran 1:10 pada kasus kontaminasi material infeksius. Kerugian material ini adalah cepat menjadi inaktif, korosif, dan staining. 5 C. Hidrogen Peroksida Berperan pada mikroorganisme dengan melepaskan oksigen nascent. Hydrogen peroksida menghasilkan hydroxyl-free radikal yang menghancurkan protein dan DNA. Hydrogen peroksida banyak digunakan di rumah sakit untuk mendesinfeksi permukaan. Konsentrasi 6% digunakan untuk dekontaminasi instrument dan alat-alat seperti ventilator. Campuran yang kuat dapat bersifat sporisidal. Hydrogen peroksida lebih sering dipilih karena ia jarang 5 menimbulkan reaksi alergi dibandingkan material desinfektan lainnya. D. Etilen Oksida Ini merupakan agen alkilating. Ia berperan sebagai alkylating sulfydryl, amino, karboksil, dan grup hidroksil. Ini merupakan material kemisterilan yang efektif, dapat membunuh spora dengan cepat. Namun, ia mudah terbakar, memiliki bau yang khas, mengiritasi mata dan kulit, sangat toksik, mutagenik, dan karsinogenik. 5 E. Phenol Phenol berperan sebagai agen desinfektan pada konsentrasi tinggi dan agen antiseptik pada konsentrasi rendah. Mereka bersifat bakterisidal, fungisidal, mikrobakterial, namun tidak efektif melawan spora dan banyak virus. Klorhexidine dapat digunakan pada solusi isopropanol untuk desinfeksi kulit, atau sebagai solusi cair untuk irigasi luka. Klorhexidine dapat digunakan sebagai obat kumur dan irigasi saluran akar. Chloroxylenol lebih tidak iritatif, lebih efektif digunakan untuk melawan bakteri gram positif dibandingkan bakteri gram negatif, mycobacteria, jamur, dan virus. 5 F. Quaternary ammonium kompon Ini merupakan salah satu agen aktif untuk permukaan, memiliki konsentrasi interface diantara lemak yang mengandung sel bakteri dan dikelilingi oleh medium cair. Mekanisme aksinya berupa mengganggu membran sehingga menghasilkan kebocoran pada konstituen sel. Detergennya dapat bersifat anionik atau kationik. Secara umum, ia kurang efektif untuk membunuh virus tak berenvelop seperti norovirus, rotavirus, atau virus polio. Namun, formulasi terbaru dengan alcohol rendah sangat efektif sebagai desinfektan spektrum luas dengan waktu kontak yang cepat (3-5 menit) melawan bakteri, virus berenvelop, jamur patogenik, dan mikobakteria. Material ini banyak digunakan sebagai desinfektan dalam dilusi 1-2% untuk penggunaan domestik di rumah sakit. Subgroup desindektan ini memiliki kerugian 5 berupa sulit dihilangkan oleh air, detergen anionic dan material organik. G. Eco-Enzyme Eco-enzyme adalah penemuan inovatif oleh Dr. Rosukon Poompanvong dari Thailand. Eco- enzyme menawarkan banyak keuntungan, menggunakan limbah organik sebagai bahan utama, dikombinasikan oleh gula palem dan air. Proses fermentasi menghasilkan gas O₃ (ozon), Sehingga menghasilkan cairan pembersih dan pupuk yang tidak merusak lingkungan. Seperti yang dapat diketahui, Eco-Enzyme mengandung Asam Asetat (H₃COOH) yang memiliki kemampuan membasmi bakteri, kuman, dan virus. Apalagi enzim yang ada seperti Tripsin, Amilase, dan Lipase efektif membasmi atau menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Berdasarkan penelitian beragam manfaat eco-enzyme berkaitan dengan karakteristik atau senyawa yang terkandung didalamnya. Keberadaan asam asetat mampu menghancurkan organisme sehingga secara fungsional dapat sebagai pestisida. Adanya kandungan flavonoid, alkaloid dan saponin membuat eco-enzymemampu berperan sebagai antibakteri.6 Hasil dari penelitian menjelaskan cairan eco-enzyme dari limbah kulit buah asam dengan konsentrasi 5% dapat menurunkan angka kuman sebesar 35,43% sedangkan eco-enzyme dari limbah kulit buah manis dengan konsentrasi 5% dapat menurunkan angka kuman sebesar 53,33% sampai dengan konsentrasi yang paling tinggi yaitu 80% pada eco-enzyme limbah kulit buah asam mampu menurunkan angka kuman sebesar 78,29% sedangkan eco-enzyme kulit buah asam mampu menurunkan angka kuman sebesar 85,16%. 6 Efektivitas desinfektan dalam membunuh mikroorganisme dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor-faktor tersebut meliputi : 4 a) Jumlah mikroorganisme dapat bertambah seiring waktu, sehingga proses eliminasinya membutuhkan waktu tertentu. b) Spesies mikroorganisme yaitu karakteristik masingmasing spesies yang berbeda dan tidak semua desinfektan dapat efektif pada bakteri yang sama sehingga dibutuhkan pemilihan desinfektan yang tepat. c) Resistensi mikroorganisme yaitu sifat yang dimiliki mikroorganisme terhadap antibiotik atau germisida. d) Lokasi mikroorganisme yaitu lokasi tempat mikroorganisme tinggal sangat mempengaruhi efektifitas desinfektan. e) Konsentrasi desinfektan yaitu semakin besar konsentrasi pada desinfektan maka akan semakin tinggi kemampuan desinfektan dalam membunuh mikroorganisme. f) Waktu paparan yaitu lama tidaknya waktu paparan desinfektan dapat mempengaruhi efektifitas desinfektan dalam membunuh mikroorganisme. g) Tegang permukaan yaitu tegangan permukaan benda yang diilakukan desinfeksi dapat terganggu jika terdapat benda yang menghalanginya seperti oli, feses, atau tanah yang menempel pada permukaan tersebut. h) Degradasi larutan yaitu desinfektan dapat mengalami degradasi ketika sudah digunakan sebelumnya sehingga perlu untuk mengganti larutan desinfektan yang baru pada setiap harinya. b) Penatalaksanaan Linen2 Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi. Linen terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya, termasuk juga benda tajam. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-hati. Kehatian- hatian ini mencakup penggunaan perlengkapan APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur sesuai pedoman kewaspadaan standar dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: i. Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat SPO penatalaksanaan linen. Prosedur penanganan, pengangkutan dan distribusi linen harus jelas,aman dan memenuhi kebutuhan pelayanan.Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung tangan rumah tangga, gaun, apron, masker dan sepatu tertutup). ii. Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi cairan tubuh, pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya oleh perawat atau petugas. iii. Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi ke udara dan petugas yang menangani linen tersebut. Semua linen kotor segera dibungkus/dimasukkan ke dalam kantong kuning di lokasi penggunaannya dan tidak boleh disortir atau dicuci di lokasi dimana linen dipakai. iv. Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya harus dibungkus, dimasukkan kantong kuning dan diangkut/ditranportasikan secara berhati-hati agar tidak terjadi kebocoran. v. Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces ke washer bedpan, spoelhoek atau toilet dan segera tempatkan linen terkontaminasi ke dalam kantong kuning/infeksius. Pengangkutan dengan troli yang terpisah, untuk linen kotor atau terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantong kuning. Pastikan kantong tidak bocor dan lepas ikatan selama transportasi.Kantong tidak perlu ganda. vi. Pastikan alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai di laundry TERPISAH dengan linen yang sudah bersih. vii. Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi seyogyanya langsung masuk mesin cuci yang segera diberi disinfektan.Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen dilakukan melalui 2 tahap yaitu menggunakan deterjen dan selanjutnya dengan Natrium hipoklorit (Klorin) 0,5%. Apabila dilakukan perendaman maka harus diletakkan di wadah tertutup agar tidak menyebabkan toksik bagi petugas. Gambar 2. Linen Siap Pakai Gambar 3.Gambar Pengangkutan Linen terkontaminasi; Kantong Linen terkontaminasi c) Pembersihan Area Sekitar Pasien: viii. Pembersihan permukaan sekitar pasien harus dilakukan secara rutin setiap hari, termasuk setiap kali pasien pulang/keluar dari fasyankes (terminal dekontaminasi). ix. Pembersihan juga perlu dilaksanakan terhadap barang yang sering tersentuh tangan, misalnya: nakas disamping tempat tidur,tepi tempat tidur dengan bed rails,tiang infus, tombol telpon, gagang pintu, permukaan meja kerja, anak kunci, dll. x. Bongkaran pada ruang rawat dilakukan setiap 1 (satu) bulan atau sesuai dengan kondisi hunian ruangan. 2.2.1 Sterilisasi2 Strerilisasi merupakan proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi dan parasit) termasuk endospora menggunakan uap tekanan tinggi (autoclave), panas kering (oven), sterilisasi kimiawi, atau radiasi. Sterilisasi dilakukan pada peralatan kritis, yaitu peralatan yang masuk ke dalam pembuluh darah atau jaringan tubuh lainnya. (Permenkes). a. Sterilisator Uap Tekanan Tinggi (autoclave):2 Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode sterilisasi yang efektif, tetapi juga paling sulit untuk dilakukan secara benar. Pada umumnya sterilisasi ini adalah metode pillihan untuk mensterilisasi instrumen dan alat-alat lain yang digunakan pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Bila aliran listrik bermasalah, maka instrumen-instrumen tersebut dapat disterilisasi dengan sebuah sterilisator uap non-elektrik dengan menggunakan minyak tanah atau bahan bakar lainnya sebagai sumber panas. Atur agar suhu harus berada pada 121°C; tekanan harus berada pada 106 kPa; selama 20 menit untuk alat tidak terbungkus dan 30 menit untuk alat terbungkus. Biarkan semua peralatan kering sebelum diambil dari sterilisator. Set tekanan kPa atau lbs/in² mungkin berbeda tergantung pada jenis sterilisator yang digunakan. Jika memungkinkan, cara pemakaian mengikuti rekomendasi pabrik. b. Sterilisator Panas Kering (Oven):2 Baik untuk iklim yang lembab tetapi membutuhkan aliran listrik yang terus menerus, menyebabkan alat ini kurang praktis pada area terpencil atau pedesaan. Selain itu sterilisasi panas kering yang membutuhkan suhu lebih tinggi hanya dapat digunakan untuk benda- benda dari gelas atau logam–karena akan melelehkan bahan lainnya. Letakkan instrumen di oven, panaskan hingga 170°C, selama 1 (satu) jam dan kemudian didinginkan selama 2- 2,5 jam atau 160°C selama 2 (dua) jam.Perlu diingat bahwa waktu paparan dimulai setelah suhu dalam sterilisator telah mencapai suhu sasaran. Tidak boleh memberi kelebihan beban pada sterilisator karena akan mengubah konveksi panas. Sisakan ruang kurang lebih 7,5 cm antara bahan yang akan disterilisasi dengan dinding sterilisator. 2.2 Teknik Asepsis 2.2.1 Teknik Asepsis Pada Pasien2 Selain pencegahan infeksi daerah operasi diatas, pencegahan infeksi sebelum tindakan dapat di lakukan dengan penerapan, yaitu : a) Pencukuran rambut, dilakukan jika mengganggu jalannya operasi dan dilakukan sesegera mungkin sebelum tindakan operasi. b) Antibiotika profilaksis, diberikan satu jam sebelum tindakan operasi dan sesuai dengan empirik. c) Temperatur tubuh, harus dalam kondisi normal. d) Kadar gula darah, pertahankan kadar gula darah normal. Pemberian antibiotik profilaksis pada pasien dapat berupa: 2 a) Profilaksis bedah pada beberapa operasi bersih (misalnya kraniotomi, mata) dan semua operasi bersih terkontaminasi adalah penggunaan antibiotik sebelum, selama, dan paling lama b) 24 jam pasca operasi pada kasus yang secara klinis tidak memperlihatkan tanda infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi daerah operasi. Pada prosedur operasi terkontaminasi dan kotor,pasien diberi terapi antibiotik sehingga tidak perlu ditambahkan antibiotik profilaksis. c) Terapi antibiotik empirik yaitu penggunaan antibiotik pada kasus infeksi atau diduga infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Terapi antibiotik empirik ini dapat diberikan selama 3-5 hari. Antibiotik lanjutan diberikan berdasarkan data hasil pemeriksaan laboratorium dan mikrobiologi. Sebelum pemberian terapi empirik dilakukan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan mikrobiologi. Jenis antibiotik empirik ditetapkan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan antibiotik setempat. d) Terapi antibiotik definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan kepekaannya terhadap antibiotik. e) Contoh asepsis oral untuk pasien : berkumur dengan Klorheksidin (merupakan antiseptik yang biasa digunakan dalam perawatan gigi, sebagai obat kumur, gel, dan sebagai terapi antimikroba yang diberikan secara lokal).2 2.3.1 Teknik Asepsis Pada Operator2 a) Teknik Mencuci Tangan Kebersihan tangan dapat dilaksanakan dengan mencuci menggunakan sabun di air mengalir ataupun dengan menggunakan handrub. Kebersihan kuku operator juga perlu diperhatikan dengan rutin memotong kuku serta tidak memakai kuku palsu. Kemudian pemakaian perhiasan tidak digunakan saat melaksanakan kebersihan tangan. Dalam pelaksanaan kebersihan tanga nada lima momen yang perlu diperhatikan untuk melaksanakan kebersihan tangan. Momen tersebut adalah momen sebelum kontak dengan pasien, momen sebelum tindakan aseptic, momen setelah kontak dengan darah serta cairan tubuh, momen setelah kontak dengan pasien dan yang terakhir adalah momen setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien. Selain itu dalam melaksanakan kebersihan tangan telah ditetapkan Langkah-langkah dalam cuci tangan sehingga dapat mencapai kebersihan tangan yang optimal untuk mencegah terjadinya infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah kontaminasi Lama waktu yang dibutuhkan untuk cuci tangan dengan sabun di air mengalir menurut WHO selama 40-60 detik, sedangkan dengan handrub membutuhkan waktu 20-30 detik. Dengan menerapkan 6 langkah dalam cuci tangan. 6 langkah tersebut mulai dari telapak tangan, punggung tangan, sela-sela jari, jari-jari kedua tangan saling mengunci, gosok ibu jari kiri dan kanan, dan gosok dengan memutar ujung- ujung jari. Gambar 4. Cara mencuci tangan dengan sabun dan air Gambar 5. Cara mencuci tangan dengan handrub b) Alat Pelindung Diri (APD) Alat Pelindung Diri adalah pakaian khusus operator dalam memberikan proteksi diri dari bahan infeksius. Tujuannya adalah melindungi kulit dari risiko terkena cairan tubuh, darah, secret, eksreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lender dari pasien ke petugas ataupun sebaliknya. Pemakaian APD memiliki indikasi tertentu sesuai dengan kebutuhan operator dan sesuai dengan risiko yang dihadapi oleh operator dalam melakukan suatu Tindakan. Jenis-jenis APD terdiri dari sarung tangan, masker, gaun pelindung, pelindung mata, Sepatu pelindung dan penutup kepala. Gambar 6. Alat Pelindung Diri Langkah- Langkah pemakaian APD : 1. Pakai Sepatu pelindung dengan tujuan untuk melindungi operator dari percikan darah atau cairan tubuh pasien, serta mencegah kemungkinan terjadinya tusukan benda tajam. 2. Cuci tangan 6 langkah 3. Pakai gaun dengan menutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung serta ikat di bagian belakang leher dan pinggang. Gambar 7. Pemakaian gaun pelindung 4. Pasang masker dengan memgang pada bagian tali kemudian dikaitkan pada telinga lalu tekan klip tipis fleksibel sesuai lekuk tulang hidung dengan kedua ujung jari tengah atau telunjuk lalu betulkan masker agar melekat erat pada wajah dan di bawah dagu dengan baik. Setelah periksa ulang bahwa masker telah melekat dengan baik dan benar. Gambar 8. Pemakaian masker 14 5. Pasang pelindung mata secara baik dan benar agar dapat melindungi mata dari percikan cairan tubuh pasien maupun darah Gambar 2.19 Memakai google 6. Pasang pelindung kepala untuk mencegah jatuhnya mikroorganisme di rambut dan kulit kepala terhadap daerah steril atau daerah Lokasi pembedahan. Gambar 2.20 Pelindung kepala 15 7. Pasang sarung tangan dengan baik dan benar Gambar 9. Pemasangan sarung tangan Langkah-langkah Pelepasan APD : 1. Lepaskan sarung tangan dengan memegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, kemudian selopkan jari yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah sarung tangan yang belum dilepas di pergelangan tangan dan lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama. Gambar 10. Melepaskan sarung tangan 2. Lakukan cuci tangan 6 langkah 3. Lepaskan pelindung mata dengan memegang karet atau gagang google dan letakkan pada wadah yang telah disediakan Gambar 11. Melepaskan google atau perisai wajah 4. Lepaskan gaun pelindung dengan melepas tali pengikat gaun, Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung Saja Gambar 12. Melepas gaun pelindung 5. Lepaskan pelindung kepala 6. Lepaskan masker dengan melepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali / karet bagian atas Gambar 2.25 Melepas masker 7. Lepaskan pelindung kaki 8. Lakukan cuci tangan 6 langkah BAB III KESIMPULAN Dalam melakukan perawatan kedokteran gigi, diperlukan desinfeksi ruangan dan alat yang steril (sterilisasi), termasuk persiapan operator yang benar dan steril, sangat penting untuk mencapai hasil perawatan yang optimal. Menjaga kondisi tetap steril, dapat mencegah terjadinya infeksi silang dan menunjang penyembuhan pasien yang optimal. Karenanya, dokter gigi harus memahami teknik yang tepat untuk diterapkan dalam praktik sehari-hari sehingga dapat meminimalkan kerusakan jaringan dan mempercepat penyembuhan. DAFTAR PUSTAKA 1. Upendran A, Gupta R, Geiger Z. Dental Infection Control. In Treasure Island (FL); 2024. 2. Hendrawati. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017. In: Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Permenkes Republik Indonesia; 2017. 3. Rusdy H, Siregar D, Riza A, Siregar IB, Sari NM. Comparison of 70% alcohol and 2% glutaraldehyde effectiveness to the amount of bacterial colonies on the dental chair unit In Department of Oral and Maxillofacial Surgery Faculty of Dentistry University of Sumatera Utara. J Dentomaxillofacial Sci. 2020;5(1):39–41. 4. Andriyanto A, Irfanto RD, Dedy Kusuma Yulianto H. Uji komparasi desinfektan septalkan, terralin, dan alkohol 70% terhadap daya sterilisasi permukaan kursi dental. J Teknosains. 2023;12(2):199. 5. Rahimi S, Milani AS, Ghasemi N, Shahi S. Antibacterial agents in dental treatments. Intech [Internet]. 2016;11(tourism):13. Available from: https://www.intechopen.com/books/advanced-biometric-technologies/liveness- detection-in-biometrics 6. Sawitri DD, Rahmawati, Erminawati. Uji efektivitas cairan eco enzyme sebagai desinfektan dalam menurunkan angka kuman pada lantai di ruang rawat inap rumah sakit ratu zalecha martapura. Seroja Husada J Kesehat Masy [Internet]. 2024;1(5):337– 47. Available from: https://doi.org/10.572349/verba.v2i1.363

Use Quizgecko on...
Browser
Browser