Referat Kista dan Abses Bartholin 2024 PDF

Summary

This document is a medical referat on Bartholin cysts and abscesses, covering anatomy, etiology, and other relevant aspects. It is specifically aimed at medical students.

Full Transcript

***REFERAT*** **KISTA DAN ABSES BARTHOLIN** Oleh **dr.** **(Semester )** Pembimbing **dr. Eriana Melinawati Sp.OG, Subsp. FER** **PPDS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI** **FAKULTAS KEDOKTERAN - UNIVERSITAS SEBELAS MARET** **RSUD DR. MOEWARDI** **SURAKARTA** **2024** **LEMBAR PENGESAHAN** Telah D...

***REFERAT*** **KISTA DAN ABSES BARTHOLIN** Oleh **dr.** **(Semester )** Pembimbing **dr. Eriana Melinawati Sp.OG, Subsp. FER** **PPDS OBSTETRI DAN GINEKOLOGI** **FAKULTAS KEDOKTERAN - UNIVERSITAS SEBELAS MARET** **RSUD DR. MOEWARDI** **SURAKARTA** **2024** **LEMBAR PENGESAHAN** Telah Dipresentasikan Referat: **KISTA DAN ABSES BARTHOLIN** Dipresentasikan Oleh : **dr.** **(Semester )** Surakarta, 2024 Pembimbing **dr. Eriana Melinawati Sp.OG, Subsp. FER** **\ ** DAFTAR ISI ========== HALAMAN JUDUL i LEMBAR PENGESAHAN ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR v BAB I PENDAHULUAN 1 A. LATAR BELAKANG 1 B. RUMUSAN MASALAH 2 C. TUJUAN PENULISAN 2 D. MANFAAT PENULISAN 2 BAB II TINJAUAN TEORI 2 A. **KELENJAR BARTHOLIN** 3 I. **Anatomi Kelenjar Bartholini 3** II. **Histologi dan Fisiologi 4** B. ***KISTA BARTHOLIN*** 4 I. **Definisi 4** II. **Etiologi 5** III. **Epidemiologi 5** IV. **Patofisiologi 6** V. **Gejala klinis 7** VI. **Diagnosis 8** VII. **Tatalaksana 11** VIII. **Prognosis 16** C. ***ABSES BARTHOLIN*** 16 I. **Definisi 16** II. **Epidemiologi 16** III. **Etiologi 17** IV. **Patofisiologi 18** V. **Manifestasi klinis 19** VI. **Diagnosis 20** VII. **Tatalaksana 20** VIII. **Prognosis 22** BAB III PENUTUPAN 23 A. KESIMPULAN 23 B. SARAN 23 BAB IV DAFTAR PUSTAKA 24 ***\ *** **DAFTAR GAMBAR** Gambar 1. Anatomi kelenjar Bartholini 3 **Gambar 2. Kista bartolini** 5 **Gambar 3. Bakteriologi kista dan abses kelenjar Bartholin** 7 **Gambar 4. Hasil Histopatologi Kista Bartholin** 9 **Gambar 5. CT Scan Kista Bartholin** **9** **Gambar 6. MRI Kista Bartholin 10** Gambar 7. Diagnosis Diferensial Lesi Kistik dan Lesi Vulva Padat 10 Gambar 8. Perbandingan Prosedur Tatalaksana Kista dan Abses Bartholin 11 Gambar 9. Ilustrasi Prosedur Marsupialisasi 12 Gambar 10. Ilustrasi Eksisi Kista 13 Gambar 11. Penempatan Word Catheter pada Kista Bartholin 14 Gambar 12. Abses Bartholin 16 **\ ** BAB I ===== PENDAHULUAN =========== A. Latar Belakang ----------------- B. **RUMUSAN MASALAH** Bagaimana penjelasan mengenai kista dan absen Bartholin C. **TUJUAN PENULISAN** 1. **Tujuan Umum :** Membuat rangkuman mengenai kista dan abses Bartholin dari literatur. 2. **Tujuan Khusus :** - Mengenal tentang definisi hingga prognosis abses dan kista bartholin. - Mengerti tentang definisi hingga prognosis abses dan kista bartholin. - Memahami tentang definisi hingga prognosis abses dan kista bartholin. D. **MANFAAT PENULISAN** 1. Manfaat praktis Penulisan artikel referat ini diharapkan dapat memberi informasi kepada pembaca agar dapat diaplikasikan dalam proses anamnesis untuk penegakkan diagnosis pada pasien. 2. Manfaat teoritis Tulisan ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi atau rujukan untuk penulisan materi serupa ataupun dengan tema yang sama, baik dalam bentuk penelitian ataupun bukan. BAB II ====== TINJAUAN TEORI ============== Kelenjar Bartholin ------------------ I. **Anatomi Kelenjar Bartholini** Kelenjar Bartolini adalah salah satu organ dari genitalia eksternal, yang juga dikenal sebagai glandula vestibularis major. Terdapat dua kelenjar ini yang berbentuk bundar dan terletak di bagian dorsal bulbus vestibuli. Saluran keluarnya terhubung dengan celah antara labium minus pudendi dan tepi hymen. Kelenjar ini setara dengan glandula bulbourethralis yang terdapat pada pria. Saat berhubungan intim, kelenjar ini tertekan dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi dan melicinkan permukaan vagina di area bagian caudal. Kelenjar Bartolini mendapatkan aliran darah dari arteri bulbi vestibuli dan mendapat innervasi dari nervus pudendus serta nervus hemoroidal inferior (Quaresma dan Sparzak, 2023). Sebagian dari kelenjar Bartolini terdiri dari jaringan erektil bulbus, yang menjadi lebih sensitif saat terjadi rangsangan seksual, sehingga kelenjar ini mampu mengeluarkan sekres mukoid yang berfungsi sebagai pelumas. Drainase dari kelenjar ini melalui saluran sepanjang sekitar 2 cm yang terbuka ke arah orifisium vagina di sebelah lateral hymen. Dalam keadaan normal, kelenjar Bartolini tidak dapat dirasakan saat pemeriksaan palpasi (Quaresma dan Sparzak, 2023). II. **Histologi dan Fisiologi** Kelenjar bartolini dibentuk oleh kelenjar racemose dibatasi oleh epitel kolumnair atau kuboid. Duktus dari kelenjar bartolini merupakan epitel transisional yang secara embriologi merupakan daerah transisi antara traktus urinarius dengan traktus genital (Quaresma dan Sparzak, 2023). Kelenjar Bartholini berfungsi mensekresikan cairan ke permukaan vagina. Mukosa kelenjar dilapisi oleh sel-sel epitel kubus. Cairan ini mengalir ke dalam duktus sepanjang 2,5 cm dan dilapisi oleh sel-sel epitel transisional. Duktus ini bermuara diantara labia minor dan hymen dan dilapisi pada bagian ini terdiri atas epitel skuamosa. Oleh karena itu, kelenjar ini dapat berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa atau adenokarsinoma. Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina. Kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita (Quaresma dan Sparzak, 2023). Kista Bartholin --------------- I. **Definisi** Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartholin terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartholini bisa tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi (Lee dan Witler, 2023). ![Bartholin\'s Cyst - University Hospitals Sussex NHS Foundation Trust](media/image3.png) http://komud.com/wp-content/uploads/2012/07/KISTA-BARTOLINI-1.png II. **Etiologi** Infeksi kelenjar bartholini terjadi oleh infeksi *gonokokus,* pada bartholinitis kelenjar ini akan membesar, merah, dam nyeri kemudian isinya akan menjadi nanah dam keluar pada duktusnya, karena adanya cairan tersebut maka dapat terjadi sumbatan pada salah satu duktus yang dihasilkan oleh kelenjar dan terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan menbentuk suatu kista (Shariff et al, 2022). III. **Epidemiologi** Kista Bartolini, kista yang paling sering tumbuh di dalam vulva tepatnya di labia minora. Sebesar 2% perempuan mengalami kista atau abses kelenjar Bartolini yang terjadi beberapa kali dalam hidup mereka. Abses hampir tiga kali terjadi dibandingkan dengan kista. Sebuah penelitian case-control dilaporkan bahwa dibandingkan dengan perempuan Hispanik, perempuan kulit putih dan hitam lebih sering mengalami kista atau abses Bartolini. Perempuan dengan paritas yang tinggi berada pada resiko paling rendah. Kejadian yang bertahap dari kelenjar Bartolini dapat terjadi menurut waktu pada perempuan sampai usia 30 tahun. Frekuensi kejadian kista dan abses kelenjar Bartolini lebih sering selama usia produktif, khususnya antara usia 20 -- 30 tahun (Anozie et al, 2016). Sebuah penelitian lainnya dilakukan penelusuran mengenai keadaan demografis yang potensial untuk terjadinya kista Bartolini, dengan menggunakan pemeriksaan MRI terhadap 430 sampel kontrol. Didapatkan kista Bartolini terjadi pada 3% perempuan dewasa. Kista ini mengenai perempuan dalam skala yang luas dari usia dan paritas. Perempuan dengan kista Bartolini secara demografis sama dengan perempuan tanpa kista Bartolini (Anozie et al, 2016). IV. **Patofisiologi** Kista Bartholin terbentuk ketika ostium dari duktus tersumbat, sehingga  menyebabkan distensi dari kelenjar dan tuba yang berisi cairan. Sumbatan ini biasanya  merupakan akibat sekunder dari peradangan nonspesifik atau trauma. Kista bartholin  dengan diameter 1-3 cms seringkali asimptomatik. Sedangkan kista yang berukuran  lebih besar, kadang menyebabkan nyeri dan dispareunia. Abses Bartholin merupakan akibat dari infeksi primer dari kelenjar, atau kista  yang terinfeksi. Sebagian besar abses kelenjar Bartholin adalah kultur bakteri positif dengan Escherichia coli sebagai patogen yang umum. Ketika menentukan pilihan pengobatan antibakteri, penting untuk menghubungkan temuan mikrobiologis dengan anti-biogramnya (Lee et al, 2015). ![](media/image5.png) **Gambar 3.** Bakteriologi kista dan abses kelenjar Bartholin V. **Gejala klinis** Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada waktu koitus. Bila kista bartholini berukuran besar dapat menyebabkan rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk (Lee dan Wittler, 2023). Tanda kista bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pambengkakan pada daerah vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva. Jika kista terinfeksi, gajala klinik berupa (Lee dan Wittler, 2023): - Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual. - Umumnya tidak disertai demam kecuali jika terifeksi dengan organisme yang ditularkan melalui hubungan seksual. - Dispareunia. - Biasanya ada secret di vagina. - Dapat terjadi ruptur spontan. Bila pembesaran kistik tidak disertai infeksi lanjutan atau sekunder, umumnya tidak akan menimbulkan gejala -- gejala khusus dan hanya dikenali lewat palpasi. Sementara itu, infeksi akut disertai penumbatan, indurasi, dan peradangan. Gejala akut inilah yang membawa penderita untuk memeriksakan dirinya. Gejala utama akibat infeksi biasanya berupa nyeri sentuh dan dispareunia. Pada tahap supuratif, dinding kista berwarna kemerahan, tegang, dan nyeri. bila sampai pada tahap eksudatif di mana sudah terjadi abses, maka rasa nyeri dan ketegangan dinding menjadi sedikit berkurang disertai penipisan dinding di area yang lebih putih dari sekitarnya. Umumnya hanya terjadi gejala dan keluhan lokal dan tidak menimbulkan keluhan sistemik apabila terjadi infeksi yang berat dan luas (Wiknjosastro, 2014). VI. **Diagnosis** Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis. Pada anamnesis dinyatakan tentang gejala seperti panas, gatal, Sudah berapa lama gejala berlangsung, kapan mulai muncul, Apakah pernah berganti pasangan seks, keluhan saat berhubungan, riwayat penyakit menulat seksual sebelumnya, riwayat penyakit kelamin pada keluarga (Omole et al, 2019). Kista bartholini di diagnosis melalui pemeriksaan fisik. Pada pemeriksaan dengan posisi litotomi, terdapat pembengkakan pada kista pada posisi jam 5 atau jam 7 pada labium minus posterior. Jika kista terinfeksi, maka pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasi jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tahu tidaknya infeksi menular (Omole et al, 2019). Apabila pasien dalam kondisi sehat, tidak ada demam, tes laboratorium darah tidak diperlukan untuk mengevaluasi abses tanpa komplikasi atau kista. Kultur bakteri dapat bermanfaat dalam menentukan kuman dan pengobatan yang tepat bagi abses Bartholini. Terdapat beberapa pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis kista Bartholin, berupa (Omole et al, 2019): 1. **Biopsi** **Biopsi merupakan metode yang efektif untuk membedakan antara kista kelenjar Bartolini dan diagnosis pembandingnya. Cairan eksudat dari kelenjar Bartolini dapat diperoleh dengan melakukan pemijatan di sepanjang duktus. Pengambilan cairan/sekret dapat dilakukan dari vagina, uretra, endoserviks, dan rektum untuk kultur dan uji sensistivitas.** **Perempuan usia di atas 40 tahun dengan pembesaran kelenjar membutuhkan biopsi untuk menyingkirkan adenokarsinoma** **kelenjar Bartolini (Lee et al, 2015).** 2. **Radiografi (MRI dan CT-scan)** ![](media/image7.png)Kista paravulvar secara kebetulan ditemukan oleh MRI dan CT pelvis. Kista vulvar termasuk kista duktus Bartolini adalah yang paling sering. Kista duktus Bartolini biasanya memiliki panjang 1-4cm dan dapat dideteksi dengan ultrasound : kista yang kecil dan asimptomatik tidak membutuhkan pengobatan. Pada MRI, kesan T2 pada kista duktus Bartolini biasanya memperlihatkan sinyal intensitas yang tinggi, meskipun pada T1 memperlihatkan berbagai sinyal intensitas (Ferreira et al. 2015). Beberapa lesi vulva meniru kista saluran Bartholin dan abses kelenjar. Diagnosis banding dari kista Bartholin adalah sebagai berikut: **Gambar 7.** Diagnosis Diferensial Lesi Kistik dan Lesi Vulva Padat VII. **Tatalaksana** Penatalaksanaan ditentukan oleh ukuran kista, gejala, usia pasien, dan riwayat kekambuhan. Kista asimtomatik pada wanita berusia kurang dari 40 tahun dapat dibiarkan tanpa pengobatan, sedangkan kista yang lebih besar dan abses mungkin memerlukan prosedur pembedahan minor dan eksisi. Pengobatan antibiotik pada kista duktus Bartholin dan abses kelenjar sederhana tidak diperlukan apabila tidak terdapat infeksi menular seksual, infeksi saluran kemih, atau selulitis (Omole et al, 2019). ![](media/image10.gif) **Gambar 8.** Perbandingan Prosedur Tatalaksana Kista dan Abses Bartholin 1. **Tindakan Operatif, b**eberapa prosedur yang dapat digunakan a. **Marsupialisasi** Prosedur ini tidak boleh dilakukan  ketika terdapat tanda-tanda abses akut. Marsupialisasi dapat digunakan untuk kista saluran Bartholin dan abses kelenjar dan merupakan pengobatan yang lebih disukai untuk lesi yang berulang (Omole et al, 2019) b. **Eksisi (Bartholinectomy)** Eksisi dari kelenjar Bartholin dapat dipertimbangkan pada pasien yang tidak  berespon terhadap drainase, namun prosedur ini harus dilakukan saat tidak ada infeksi aktif. Eksisi kista bartholin karena memiliki risiko perdarahan, maka sebaiknya dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan anestesi umum (Kallam et al, 2017). Pasien ditempatkan dalam posisi dorsal lithotomy. Lalu dibuat insisi kulit berbentuk linear yang memanjang sesuai ukuran kista pada vestibulum dekat ujung medial labia minora dan sekitar 1 cm lateral dan parallel dari hymenal ring. Hati -- hati saat melakukan insisi kulit agar tidak mengenai dinding kista. Struktur vaskuler terbesar yang memberi supply pada kista terletak pada bagian posterosuperior kista. Karena alasan ini, diseksi harus dimulai dari bagian bawah kista dan mengarah ke superior. Bagian inferomedial kista dipisahkan secara tumpul dan tajam dari jaringan sekitar. Alur diseksi harus dibuat dekat dengan dinding kista untuk menghindari perdarahan plexus vena dan vestibular bulb dan untuk menghindari trauma pada rectum. Setelah diseksi pada bagian superior selesai dilakukan, vaskulariasi utama  dari kista dicari dan diklem dengan menggunakan hemostat. Lalu dipotong dan diligasi dengan benang chromic atau benang delayed  absorbable 3-0. c. *Word catheter* *Word catheter* seringkali digunakan untuk menangani kista Bartolini dan abses kelenjar. Setelah insisi dilakukan, *Word catheter* dimasukkan, dan ujung balon dikembangkan dengan salin 2-3 ml diinjeksi melalui ujung kateter. Balon yang mengembang menyebabkan kateter tetap berada di dalam rongga kista. Balon kecil yang ditiup di ujung kateter dapat menahan sekitar 3 ml larutan salin atau garam. Setelah persiapan steril dan anestesi local, dinding kista atau abses dijepit dengan forsep kecil, dan mata pisau no 11 digunakan untuk membuat sayatan 5 mm (menusuk) kedalam kista atau abses. Sayatan harus berada dalam introitus hymenalis eksternal terhadap daerah dilubang saluran. Jika sayatan terlalu besar, kateter word akan jatuh keluar. Setelah dibuat sayatan, kateter word dimasukkan, dan ujung balon di kembangkan dengan 2-3 ml larutan garam yang disuntikkan melalui pusat kateter yang memungkinkan balon kateter untuk tetap berada di dalam rongga kista atau abses. Ujung bebas kateter dapat di tempatkan dalam vagina. Untuk memungkinkan ephitelialisasi dari pembedahan saluran di ciptakan, kateter word dibiarkan pada tempatnya selama empat sampai enam minggu, meskipun epithelialisasi dapat terjadi segera setelah tiga sampai empat minggu. Jika kista bartolini atau abses terlalu dalam, penempatan kateter tidak praktis, dan pilihan lain harus di pertimbangkan. Setelah dipasang, kateter word ini dibiarkan selama 4 minggu, dan penderita dianjurkan untuk tidak melakukan aktifitas seksual, sampai kateter dilepas. Setelah 4 minggu akan terbentuk saluran drainase baru dari kista bartholin, secara kosmetik hasilnya cukup bagus karena orifisiumnya akan mengecil dan hampir tidak kelihatan. Ini menahan rongga terbuka dan membantu pengaliran berikutnya. Angka rekurensi dari tindakan *word cateter* sebesar 3-17% (Lee dan Wittler 2019). **Gambar 11.** Penempatan Word Catheter pada Kista Bartholin d. *CO~2~ Laser Vaporization* Teknik konvensional seperti marsupialisasi atau eksisi, mempunyai nilai rekurensi rendah tapi biasanya membutuhkan anestesi umum dan berkaitan dengan perdarahan, infeksi, *delayed scarring* dan dispareunia. Alternatif lain yang kurang invasif dan harga efektif telah dikembangkan. Akhir-akhir ini, pasien kista Bartolini rawat jalan dengan *CO~2~ Laser Vaporization* menunjukkan teknik alternatif yang aman dan efektif (Speck et al, 2016). e. *Ablasi Perak Nitrat* *Untuk cara ini, insisi dan drainase dilakukan lalu batang perak nitrat sepanjang dan berdiameter 0,5 cm dipasang di dasar di dalam ruangan kista atau abses dan luka ditutupi dengan kain tipis. Pasien diminta untuk kembali memeriksakan diri dalam 48 jam, di mana saat insisi tempat tersebut dibersihkan dan jaringan nekrosis diangkat dengan sisa partikel perak nitrat. Efek samping meliputi nyeri, luka bakar kimia pada daerah sekitar, edema labium, ekimosis, keluar cairan dalam beberapa hari, dan jaringan parut (Omole et al, 2019).* 2. **Pengobatan Medikamentosa.** Antibiotik sebagai terapi empirik untuk pengobatan penyakit menular seksual biasanya digunakan untuk mengobati infeksi *gonococcal* dan *chlamydia*. Idealnya, antibiotik harus segera diberikan sebelum dilakukan insisi dan drainase. Terapi antibiotik harus dipertimbangkan bagi mereka yang mengalami kegagalan insisi dan drainase awal dengan pemasangan kateter Word, pasien dengan gejala sistemik termasuk demam, pasien yang dicurigai menderita sepsis, dan mereka yang dianggap berisiko tinggi mengalami kekambuhan. Beberapa antibiotik yang digunakan dalam pengobatan (Lee et al, 2015) a. **Ceftriaxone.** Ceftriaxone adalah sefalosporin generasi ketiga dengan efisiensi broad spectrum terhadap bakteri gram-negatif, efficacy yang lebih rendah terhadap bakteri gram-positif, dan  efficacy yang lebih tinggi terhadap bakteri resisten. Dengan mengikat pada satu atau lebih penicillin-binding protein, akan menghambat sintesis dari dinding sel bakteri dan menghambat pertumbuhan bakteri. Dosis yang dianjurkan: 125 mg IM sebagai single dose. b. **Ciprofloxacin.** Sebuah monoterapi alternatif untuk ceftriaxone. Merupakan antibiotik tipe bakterisida yang menghambat sintesis DNA bakteri dan, oleh sebab itu akan menghambat pertumbuhan bakteri dengan menginhibisi DNA-gyrase pada bakteri. Dosis yang dianjurkan: 250 mg PO 1 kali sehari. c. **Doxycycline** Menghambat sintesis protein dan replikasi bakteri dengan cara berikatan  dengan 30S dan 50S subunit ribosom dari bakteri. Diindikasikan untuk *Ctra chomatis.* Dosis yang dianjurkan: 100 mg PO 2 kali sehari selama 7 hari. Prognosis ========= Untuk mencegah terjadinya kista Bartolini, dapat mengurangi paparan terhadap penyakit menular seksual dan trauma vulva. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah dispareunia dan inflamasi rekuren. Prognosis untuk penyakit ini adalah rekuren yang terjadi dalam 5-10% dari pasien yang menjalani marsupialisasi (Lee dan Wittler, 2023). ================================================================================================================================================================================================================================================================================================================================================ Abses Bartholin --------------- I. **Definisi** Abses Bartolini didefinisikan sebagai penghasilan pus yang membentuk bengkak pada satu dari kelenjar Bartolini yang terletak di samping labia pada alat kelamin wanita. Abses Bartolini biasa terjadi sendiri karena infeksi pada kelenjar Bartolini ataupun dari infeksi sekunder yang berlaku pada kista Bartolini (Lee dan Witler, 2023). ![](media/image16.png) **Gambar 12.** Abses Bartholin II. **Epidemiologi** Dua persen wanita mengalami abses Bartolini atau kista kelenjar pada suatu saat dalam kehidupannya. Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista. Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan hitam yang lebih cenderung untuk mengalami abses bartolini atau kista bartolini daripada wanita hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terendah. Involusi bertahap dari kelenjar Bartolini dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun. Hal ini mungkin menjelaskan lebih seringnya terjadi abses Bartolini dan kista selama usia reproduksi. Sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista Bartolini atau abses di dalam hidup mereka. Jadi, hal ini adalah masalah yang perlu dicermati. Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia antara 20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda (Kessous et al, 2013). III. **ETIOLOGI** Abses Bartolini biasa terjadi sendiri karena infeksi pada kelenjar Bartolini ataupun dari infeksi sekunder yang berlaku pada kista Bartolini (Kessous et al, 2013): a. Infeksi langsung pada kelenjar Bartolini Berlaku disebabkan organisme *piokokkus* seperti *gonokokkus* dan *Chlamydia Trachomatis*. Bisa juga disebabkan oleh *Staphylococcus, Escheria Coli*, atau *Streptococcus faecalis*. b. Infeksi sekunder pada kista Bartolini Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan abses atau kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Abses kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut. Infeksi pada kelenjar ini disebabkan oleh kuman gram negatif, yaitu golongan *staphylococcus* dan golongan *gonococcus*. IV. **PATOGENESIS** Kista adalah kantung yang berisi cairan atau bahan semisolid yang terbentuk di bawah kulit atau di suatu tempat di dalam tubuh. Kista kelenjar Bartolin terjadi ketika kelenjar ini menjadi tersumbat. Kelenjar Bartolini biasanya tersumbat karena berbagai alasan, seperti infeksi, peradangan atau iritasi jangka panjang. Apabila saluran kelenjar ini mengalami infeksi maka saluran kelenjar ini akan melekat satu sama lain dan menyebabkan timbulnya sumbatan. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar ini kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi (Krissi et al, 2016). Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore (*Neisseria Gonorrhea*) serta bakteri yang biasanya ditemukan disaluran pencernaan, seperti *Escherichia coli*. Meskipun *Neisseria gonorrhoeae* adalah mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. *Chlamydia trachomatis* juga mungkin menjadi organisme kausatif. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme (Krissi et al, 2016). Karena kelenjar terus menerus menghasilkan cairan, maka lama kelamaan sejalan dengan membesarnya abses, tekanan di dalam abses semakin besar. Dinding kelenjar mengalami peregangan dan meradang. Demikian juga akibat peregangan pada dinding abses/kista, pembuluh darah pada dinding abses/kista terjepit mengakibatkan bagian yang lebih dalam tidak mendapatkan pasokan darah sehingga jaringan menjadi mati (nekrotik). Dibumbui dengan kuman, maka terjadilah proses pembusukan, bernanah dan menimbulkan rasa sakit. Karena letaknya di vagina bagian luar, abses akan terjepit terutama saat duduk dan berdiri menimbulkan rasa nyeri yang terkadang disertai dengan demam. Pasien berjalan mengegang ibarat menjepit bisul diselangkangan (Krissi et al, 2016). V. **MANIFESTASI KLINIS** Keluhan pasien pada umumnya adalah demam, malais, benjolan, nyeri, dan dispareunia. Penyakit ini bisa menjadi ringan sampai sering terjadi rekurens. Bengkak pada mula infeksi abses Bartolini cepat membesar dalam jangka waktu beberapa jam hingga beberapa hari. Pada abses Bartholini kelenjar merah, nyeri,dan lebih panas dari daerah sekitarnya. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui duktusnya, atau jika duktusnya tersumbat, mengumpul di dalamnya dan menjadi abses yang kadang-kadang dapat menjadi sebesar telur bebek (Long et al, 2021). Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkembang menjadi abses Bartholini dengan gejala klinik berupa (Krissi et al, 2016): - Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan mikroorganisme yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai dengan adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal. - Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari. - Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca pembengkakan, terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui hubungan seksual. - Dapat terjadi ruptur spontan. - Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras. Indurasi biasa terjadi pada sekitar kelenjar, dan aktivitas seperti berjalan, duduk atau melakukan hubungan seksual bisa menyebabkan rasa nyeri pada vulva. Kista duktus Bartholini dan abses glandular harus dibedakan dari massa vulva lainnya. Karena kelenjar Bartholini biasanya mengecil saat menopause, pertumbuhan vulva pada wanita postmenopause harus dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya keganasan, khususnya jika massa irregular, nodular dan indurasi persisten (Krissi et al, 2016). VI. **DIAGNOSIS** Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis. Pada anamnesis ditanyakan tentang gejala seperti panas, gatal, sudah berapa lama gejala berlangsung, kapan mulai muncul, faktor yang memperberat gejala, apakah pernah berganti pasangan seks, keluhan saat berhubungan, riwayat penyakit menular seks sebelumnya, riwayat penyakit kulit dalam keluarga, riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin, riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi, serta riwayat pengobatan sebelumnya (Long et al, 2021). Abses Bartholini didiagnosis melalui pemeriksaan fisik, khususnya dengan pemeriksaan dermatologi pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan posisi litotomi, kista terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi pembengkakan yang eritem pada posisi jam 4 atau 8 pada labium minus posterior. Pemeriksaan gram dan kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksual seperti *Gonorrhea* dan *Chlamydia*. Untuk kultur diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak dapat menunda pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui antibiotik yang tepat yang perlu diberikan (Long et al, 2021). Selain itu direkomendasi dilakukan biopsi pada wanita lanjut usia untuk mengeliminasi tumor atau keganasan. Jika terdapat sekret vagina atau drainase cairan, spesimen ini dapat dihantar ke laboratorium untuk pemeriksaan lanjut (Long et al, 2021). VII. **TATALAKSANA** Tujuan penanganan abses bartholini adalah memelihara dan mengembalikan fungsi dari kelenjar bartholini. Metode penanganan kista bartholini yaitu insersi word catheter untuk kista dan abses kelenjar bartholini dan marsupialisasi untuk kista kelenjar bartholini yang rekuren menjadi abses (Long et al, 2021). a. Insisi dan drainase abses: Tindakan ini dilakukan bila terjadi abses bartholin simptomatik dan jika sering terjadi rekurensi b. Drainase definitif menggunakan word kateter: Word catheter biasanya digunakan ada penyembuhan kista duktus bartholin dan abses bartholin. Proses epithelisasi pada tindakan bedah terjadi setelah 4-6 minggu, word catheter akan dilepas setelah 4-6 minggu, meskipun epithelisasi biasa terbentuk pada 3-4 minggu. Bedrest selama 2-3 hari mempercepat penyembuhan. c. Marsupialisasi: Digunakan juga untuk abses kelenjar bartholin karena memberi hasil yang sama efektifnya. Marsupialisasi adalah suatu tehnik membuat muara saluran kelenjar bartholin yang baru sebagai alternatif lain dari pemasangan word kateter. Komplikasi berupa dispareuni, hematoma, infeksi. - Antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab yang diketahui secara pasti dari hasil pewarnaan gram maupun kultur pus dari abses kelenjar bartholin - Infeksi *Neisseria gonorrhoe*: Ciprofloxacin 500 mg dosis tunggal atau Ofloxacin 400 mg dosis tunggal atau Cefixime 400 mg oral (aman untuk anak dan ibu hamil) atau Cefritriaxon 200 mg IM (aman untuk anak dan ibu hamil) - Infeksi *Chlamidia trachomatis*: Tetrasiklin 4 X500 mg/ hari selama 7 hari, PO atau Doxycyclin 2 X100 mg/ hari selama 7 hari, PO - Infeksi *Escherichia coli*: Ciprofoxacin 500 mg oral dosis tunggal, atau Ofloxacin 400 mg oral dosis tunggal atau Cefixime 400 mg dosis tunggal. - Infeksi *Staphylococcus* dan *Streptococcus*: Penisilin G Prokain injeksi 1,6-1,2 juta IU IM, 1-2 x hari, Ampisilin 250-500 mg/ dosis 4x/hari, atau Amoksisillin 250-500 mg/dosis 3x/hari PO VIII. **PROGNOSIS** BAB III ======= PENUTUPAN ========= A. **KESIMPULAN** 1. Kelanjar Bartolini terletak bilateral di dalam vestibulum kira-kira pada posisi pukul empat dan delapan berhubungan dengan orifisium vagina. Kista dan abses merupakan gangguan yang paling sering dari kelenjar Bartolini, terjadi 2% pada perempuan; karsinoma dan tumor benigna jarang. 2. Kista Bartolini biasanya asimtomatis atau sedikit mengganggu, sedangkan abses sangat lunak dan dapat berfluktuasi. 3. Intervensi tidak dibutuhkan untuk kista bartolin asimtomatis, kecuali pada perempuan di atas usia 40 tahun di antaranya dengan drainase dan biopsi harus dilakukan untuk menyingkirkan karsinoma. Pemberian antibiotic pada abses dapat didasarkan dari hasil kultur bakteri. 4. Terdapat beberapa pilihan terapi untuk tatalaksana kista dan abses bartholin, hal tersebut bergantung dari ukuran, gejala, usia pasien, riwayat rekurensi. Marsupialisasi memiliki tingkat rekurensi yang lebih rendah. Pemasangan word catheter memiliki tingkat kepuasan pasien yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan pemasangan jacobi ring ataupun marsupialisasi 5. Edukasi berupa manajemen higiene, tatalaksana penyerta seperti infeksi genital, sitzbath, serta edukasi kemungkinan rekurensi perlu diberikan pada pasien B. Saran 1. Diagnosis dini serta tatalaksana yang adekuat dapat menurunkan tingkat rekurensi serta meningkatkan kepuasan pasien. 2. **Dorong penelitian dan pengembangan lebih lanjut untuk meningkatkan manajemen terbaik untuk tatalaksana kista dan abses bartholin.** 3. **Sarankan program edukasi bagi pasien mengenai pentingnya manajemen hygiene untuk menurunkan kemungkinan rekurensi** **BAB IV** **DAFTAR PUSTAKA**

Use Quizgecko on...
Browser
Browser