PP Nomor 6 Tahun 2021 PDF
Document Details
Uploaded by Deleted User
2021
Tags
Summary
The document is a regulation for business licensing in Indonesia, issued in 2021. It details the procedures and processes for obtaining business licenses electronically.
Full Transcript
SALINAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2O2I TENTANG PBNYE...
SALINAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2O2I TENTANG PBNYELENGGARAAN PERIZINAN BERUSAHA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a bahwa untuk memberikan kepastian hukum dalam berusaha, meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha serta menjaga kualitas perizinan yang dapat dipertanggungjawabkan, perlu didukung penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah yang cepat, mudah, terintegrasi, transp aran, efisien, efektif, dan akuntabel; b bahwa penyelenggaraan perizinan berusaha di daerah dilaksanakan secara terintegrasi merarui elektronik berdasarkan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat; C bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serti untuk mengoptimalkan pelaksanaan ketentuan pasal 176 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah; Mengingat I Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang SK No 069130A PRESIDEN REPUBLIK INBONESIA -2- 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2OI4 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol4 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2OI5 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol5 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O2O Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); MEMUTUSKAN: Menetapkan PERATU RAN PEM E RI NTAH TENTAN G PENYELEN GGARAAN PERIZINAN BERUSAHA DI DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah adalah kegiatan perizinan berusaha yang proses pengelolaannya secara elektronik mulai dari tahap permohonan sampai dengan terbitnya dokumen yang dilakukan secara terpadu dalam satu pintu. 2. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha danf atau kegiatannya. 3. Pertzinan Berusaha Berbasis Risiko adalah Perizinan Berusaha berdasarkan tingkat risiko kegiatan usaha. 4. Pelayanan. SK No 069131 A PRESIDEN REFUBLIK INDONESIA -3- 4 Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahapan permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan terpadu satu pintu. 5 Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat DPMPTSP adalah perangkat daerah Pemerintah Daerah provinsi atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan daerah. 6 Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara pemerintahan daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyej ahterakan masyarakat. 7 Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut sebagai Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal. 8 Sistem Perrzinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submlssion) yang selanjutnya disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh Lembaga OSS untuk penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. 9 Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu. 1O. Peraturan. SK No 069247 A PRES IDEN R.EFUBL!K INDONESIA -4- 10. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan nama lain adalah Perda Provinsi dan Perda Kabupaten/ Kota. 1 1. Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah Peraturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Wali Kota. 12. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 13. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. 15. Hari adalah hari kerja sesuai dengan yang ditetapkan oleh Pemerintah Fusat. Pasal 2 Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi: a. kewenangan Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah; b. pelaksanaanPerizinan Berusaha di daerah; c. Perda dan Perkada mengenai Perizinan Berusaha; d. pelaporan Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah; e. pembinaan. SK No 069133 A PRES IDEN REFUBL|K TNDONESIA -5- e. pembinaan dan pengawasan; f. pendanaan; dan g. sanksi administratif. BAB II KEWENANGAN PENYELENGGARAAN PERIZINAN BERUSAHA DI DAERAH Pasal 3 Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupatenlkota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 (1) Gubernur mendelegasikan kewenangan Pemerintah Daerah provinsi dalam Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah kepada kepala DPMPTSP provinsi. (21 Pendelegasian kewenangan oleh gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penyelenggaraan Perizinan Berusaha yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan b. penyelenggaraan Perizinan Berusaha yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang dilimpahkan kepada gubernur berdasarkan asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Pasal 5... SK No 069134 A PRESIDEN REFUBLIK it.iDONESIA -6- Pasal 5 (1) Bupati/wali kota mendelegasikan kewenangan Pemerintah Daerah kabupatenlkota dalam Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah kepada kepala DPMPTSP kabupaten/ kota. (21 Pendelegasian kewenangan oleh bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penyelenggaraan Perizinan Berusaha yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. penyelenggaraan Perizinan Berusaha yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang dilimpahkan kepada bupati/wali kota berdasarkan asas tugas pembantuan. BAB III PELAKSANAAN PERIZINAN BERUSAHA DI DAERAH Bagian Kesatu Umum Pasal 6 (1) Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah dilakukan untuk meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha. (2) Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Perrzinan Berusaha Berbasis Risiko; b. persyaratan dasar Perizinan Berusaha; dan c. Perrzinan Berusaha sektor dan kemudahan persyaratan inve stasi. (3) Perizinan. SK No 069135 A PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -7 - (3) Perizinan Berusaha Berbasis Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan berdasarkan penetapan tingkat risiko dan peringkat skala usaha kegiatan usaha. (4) Persyaratan dasar Pertzinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi: a. kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang; b. persetujuan lingkungan; dan c. persetujuan bangunan gedung dan sertifikat laik fungsi. (5) Perrzinan Berusaha sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c yang diselenggarakan di daerah terdiri atas sektor: a. kelautan dan perikanan; b. pertanian; c. lingkungan hidup dan kehutanan; d. energi dan sumber daya mineral; e. ketenaganukliran; f. perindustrian; g. perdagangan; h. pekerjaan umum dan perumahan ralryat; i. transportasi; j. kesehatan, obat dan makanan; k. pendidikan dan kebudayaan; 1. pariwisata; m. keagamaan; n. pos, telekomunikasi, penyiaran, dan sistem dan transaksi elektronik; o. pertahanan dan keamanan; dan p. ketenagakerjaan. (6) Sektor... SK No 069165 A PRES IDEN ,QEFUBLIK i^{DONESt.A, -8- (6) Sektor ketenaganukliran, keagamaan serta pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf e, huruf m, dan huruf o merupakan kewenangan Pemerintah Pusat yang proses p errzinannya terinte grasi den gan p elayana n P erizinan Berusaha di daerah. (7) Dalam rangka meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha pada sektor sebagaimana dimaksud pada ayat (5), kepada Pelaku Usaha diberikan kemudahan persyaratan investasi dan Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. (8) Perrzinan Berusaha Berbasis Risiko, persyaratan dasar Pertzinan Berusaha, dan Perizinan Berusaha sektor dan kemudahan persyaratan investasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan peraturan perundang- undangan di bidang tata ruang, lingkungan hidup, dan bangunan gedung. Bagian Kedua Manaj emen Penyelenggaraan Pasal 7 Penyelenggaraan Pertzinan Berusaha di Daerah provinsi dilaksanakan oleh DPMPTSP provinsi dan Penyelenggaraan Pertzinan Berusaha di Daerah kabupatenlkota dilaksanakan oleh DPMPTSP kabupaten/kota. Pasal 8 SK No 069137 A PRES IDEN REFUBUK INDONESIA -9 - Pasal 8 (1) DPMPTSP melakukan pengintegrasian PTSP antara perangkat daerah dan instansi vertikal di daerah sesuai dengan kewenangannya. (2) Pembinaan DPMPTSP dalam menyelenggarakan Pertzinan Berusaha dalam satu pintu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri. Pasal 9 (1) DPMPTSP dalam melaksanakan pelayanan Perrzinan Berusaha wajib menerapkan manajemen Penyelen ggaraan P erizinan B eru saha di D aerah. (2) Manajemen Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pelaksanaan pelayanan; b. pengelolaanpengaduanmasyarakat; c. pengelolaan informasi; d. penyuluhan kepada masyarakat; e. pelayanan konsultasi; dan f. pendampingan hukum. Pasal 10 (1) Pelaksanaan pelayanan Perizinan Berusaha oleh DPMPTSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal g ayat (2) huruf a sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. (2) Pelaksanaan SK No 069138 A PRES I D EN REPUBLiK {}IDONESI.A. -10- (2) Pelaksanaan pelayanan Perizinan Berusaha di daerah wajib menggunakan Sistem OSS yang dikelola oleh Pemerintah Fusat terhitung sejak Sistem OSS berlaku efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. (3) Pelaksanaan pelayanan Perizinan Berusaha di daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan layanan khusus bagi kelompok rentan, lanjut usia, dan penyandang disabilitas dalam mendapatkan j asa pelayanan P erizinan Beru saha. (4) Pemerintah Daerah dapat mengembangkan sistem pendukung pelaksanaan Sistem OSS sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan Pemerintah Pusat. Pasal 1 1 (1) Pelayanan Sistem OSS pada Perizinan Berusaha di daerah dilakukan secara mandiri oleh Pelaku Usaha. (21 Pelayanan secara mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan perangkat/fasilitas sendiri atau yang disediakan oleh DPMPTSP. (3) Dalam hal pelayanan Sistem OSS belum dapat dilaksanakan secara mandiri, DPMPTSP melakukan: a. pelayanan berbantuan; dan/atau b. pelayanan bergerak. (4) Pelayanan berbantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan secara interaktif antara DPMPISP dan Pelaku Usaha. (5) Pelayanan bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilakukan dengan mendekatkan keterjangkauan pelayanan kepada Pelaku Usaha dengan menggunakan sarana transportasi atau sarana lainnya. Pasal12... SK No 059139 A PRESIDEilI REPUBLIK INDONESIA - 11- Pasal 12 (1) Pelayanan berbantuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) huruf a juga dilakukan apabila pelayanan Sistem OSS: a. belum tersedia; atau b. terjadi gangguan teknis. (2) Dalam hal diperlukan pelayanan berbantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPMPTSP berkoordinasi dengan Lembaga OSS agar pelayanan tetap berlangsung. (3) Dalam hal pelayanan Sistem OSS belum tersedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a pelayanan berbantuan dilakukan dengan tahapan: a. Pelaku Usaha dapat mengajukan permohonan Perizinan Berusaha secara luring kepada petugas DPMPTSP; b. petugas DPMPTSP menghubungkan pertzinan luring sebagaimana dimaksud dalam huruf a ke dalam Sistem OSS pada DPMPTSP terdekat; dan c. persetujuan atau penolakan diterbitkannya dokumen Perizinan Berusaha diinformasikan kepada Pelaku Usaha melalui sarana komunikasi. (4) Dalam hal pelayanan Sistem OSS terjadi gangguan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pelayanan berbantuan harus tersedia paling lama 1 (satu) Hari sejak dinyatakan terjadinya gangguan teknis. (5) Pernyataan terjadinya gangguan teknis pelayanan Sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada masyarakat oleh kepala DPMPTSP. Pasal 13.. SK No 069140 A PRES iDEN REPUEUK ;!$DONESIA -12- Pasal 13 (1) Bagi Pelaku Usaha di daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan/atau wilayah yang belum memiliki aksesibilitas yang memadai, permohonan Pertzinan Berusaha dapat diajukan di kantor kecamatan atau kantor kelurahan/desa atau nama lain. (21 Selain mengajukan di kantor kecamatan atau kantor kelurahan/desa atau nama lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pelaku Usaha dapat mengajukan permohonan Perizinan Berusaha pada pelayanan bergerak yang diselenggarakan oleh DPMPTSP. (3) PengajuanPerizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21, didaftarkan di Sistem OSS oleh perangkat kecamatan atau perangkat kelurahan/desa atau nama lain dengan menggunakan hak akses yang dimiliki oleh Pelaku Usaha paling lama 3 (tiga) Hari setelah diterima dari Pelaku Usaha yang memberi kuasa pengajuan Perizinan Berusaha di daerah. Pasal 14 (1) Pelaksanaan pelayanan Perizinan Berusaha oleh DPMPTSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal g ayat (21huruf a tidak dipungut biaya. (2) Pertzinan Berusaha tertentu pada DPMPTSP dikenakan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undan gan. (3) DPMPTSP tidak dibebani target penerimaan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (21. (4) Dalam hal pelaksanaan pelayanan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) menyebabkan berkurangnya pendapatan asli daerah, Pemerintah Pusat memberikan dukungan insentif anggaran kepada daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 15 SK No 069141 A PRES IDEN REPUBLIK XNDONESIA -13- Pasal 15 (1) Pengelolaan pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b, dilakukan secara cepat, tepat, transparan, adil, tidak diskriminatif, dan tidak dipungut biaya. (2) Pengelolaan pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tahapan: a. menerima dan memberikan tanda terima; b. memeriksa kelengkapan dokumen; c. mengklasifikasi dan memprioritaskan penyelesaian; d. menelaah dan menanggapi; e. menatausahakan; f. melaporkan hasil; dan g. memantau dan mengevaluasi. (3) Durasi waktu pengelolaan pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Pelaksanaan pengelolaan pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terintegrasi dengan kementerian/lembaga dan perangkat daerah melalui Sistem OSS. Pasal 16 (1) DPMPTSP wajib menyediakan sarana pengaduan untuk mengelola pengaduan masyarakat terkait pelayanan P erizinan Berusaha. (2) Sarana pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mudah diakses dan dijangkau oleh masyarakat dengan mengupayakan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Pasal 17 SK No 069142 A PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -14- Pasal 17 (1) Pengelolaan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf c, dilakukan secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat. (21 Pelaksanaan pengelolaan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit: a. menerima permintaan layanan informasi; dan b. menyediakan dan memberikan informasi terkait layanan P erizinan Berusaha. Pasal 18 (1) Penyediaan dan pemberian informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b dilakukan melalui subsistem pelayanan informasi dalam Sistem OSS. (21 Selain pelayanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah dapat menyediakan dan memberikan informasi lainnya, paling sedikit memuat: a. profil kelembagaan perangkat daerah; b. standar pelayanan Perizinan Berusaha di daerah; dan c. penilaian kinerja PTSP. (3) Layanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui media elektronik dan media cetak. (4) Penyediaan dan pemberian informasi kepada masyarakat tidak dipungut biaya. (5) Pelaksanaan pemberian informasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19 (1) Penyuluhan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf d, meliputi: a.hak.. SK No 069143 A PRESiDEN RTPUBL'Ti iNDONESIA -15- a. hak dan kewajiban Pemerintah Daerah dan masyarakat terhadap pelayanan Perizinan Berusaha; b. manfaat Perizinan Berusaha bagi masyarakat; c. persyaratan dan mekanisme layanan Perizinan Berusaha; d. waktu dan tempat pelayanan; dan e. tingkat risiko kegiatan usaha. (2) Penyelenggaraan penyuluhan kepada masyarakat dilakukan melalui: a. media elektronik; b. media cetak; dan/atau c. pertemuan. (3) Pelaksanaan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh DPMPTSP berkoordinasi dengan perangkat daerah teknis secara periodik. Pasal 20 (1) Pelayanan konsultasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf e, paling sedikit: a. konsultasi teknis jenis layanan Pertzinan Berusaha; b. konsultasi aspek hukum Pertzinan Berusaha; dan c. pendampingan teknis. (2) Pelayanan konsuitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di ruang konsultasi yang disediakan dan f atau daring. (3) Layanan konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh DPMPTSP berkoordinasi dengan perangkat daerah teknis secara interaktif. Pasal 21 SK No 069144 A PRES IDEN REPUELIK iNDONESIA -16- Pasal 21 (1) Pendampingan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf f dilakukan dalam hal terdapat permasalahan hukum dalam proses dan pelaksanaan perrzinan yang melibatkan DPMPTSP. (21 Pendampingan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh perangkat daerah yang membidangi hukum. Bagian Ketiga Sarana dan Prasarana Pasal22 (1) Penyelenggaraan Perizinan Berusaha pada DPMPTSP harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana sesuai standar pelayanan. (2) Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit: a. kantor depan; b. kantor belakang; c. ruang pendukung; dan d. alat/fasilitas pendukung. (3) Sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pelayanan secara elektronik, paling sedikit: a. koneksi internet; b. pusat data dan seruer aplikasi; c. telepon pintar; dan d. sistem keamanan teknologi informasi dan komunikasi. (4) Pusat data dan seruer aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat berbagi pakai dengan Pemerintah Fusat dan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian SK No 069145 A PRES IDEN REPUELiK tr.iDONESIA -t7- Bagian Keempat Sumber Daya Manusia Aparatur Pasal 23 (1) Penyelenggaraan Perizinan Berusaha pada DPMPTSP harus didukung oleh aparatur sipil negara yang merupakan pelaksana tugas dan fungsi pelayanan Perizinan Berusaha yang disediakan secara proporsional untuk mendukung kinerja DPMPTSP. (2) Dalam rangka meningkatkan kualitas, jangkauan, dan akses yang lebih luas kepada masyarakat, DPMPTSP dapat mendayagunakan aparatur sipil negara di kecamatan atau kelurahan/desa atau nama lain atau perangkat kelurahan/desa atau nama lain. Pasal24 (1) Aparatur sipil negara yang ditugaskan pada DPMPTSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) harus memenuhi standar kualifikasi dan kompetensi yang ditetapkan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian teknis. (2) Kompetensi aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditingkatkan melalui pengembangan kompetensi oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian teknis. (3) Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dalam menyelenggarakan pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri. (4) Pegawai negeri sipil sebagai pelaksana tugas dan fungsi pelayanan Perizinan Berusaha di daerah pada DPMPTSP dapat dimutasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah mendapatkan rekomendasi dari kepala DPMPTSP. Pasal 25 SK No 069146 A PRES iDEN REPUBLIK iNDONESIA -18- Pasal 25 Dalam rangka meningkatkan kinerja pelayanan Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah, gubernur lbupatilwali kota dapat memberikan tambahan penghasilan pegawai kepada aparatur sipil negara pada DPMPTSP sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kelima Tata Hubungan Kerja Pasal 26 DPMPTSP dalam melaksanakan tugas memiliki hubungan kerja yang meliputi: a. hubungan kerja DPMPTSP dengan lembaga pemerintah yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal selaku Lembaga OSS; b. hubungan kerja DPMPTSP provinsi dengan perangkat daerah provinsi; c. hubungan kerja DPMPISP kabupatenlkota dengan perangkat daerah kabupaten/kota, termasuk kecamatan dan kelurahan/desa atau nama lain; dan d. hubungan kerja DPMPTSP provinsi dengan DPMPTSP kabupaten/kota yang berada di wilayah provinsi setempat. Pasal 27 (1) Hubungan kerja DPMPTSP dengan Lembaga OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, dilakukan secara fungsional dalam melaksanakan Perrzinan Berusaha di daerah. (2) Hubungan kerja secara fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pendampingan SK No 069147 A PRES REPUBLIK INDONESIA 'DEN -19- a. pendampingan pelaksanaanPertzinan Berusaha; b. verifikasi usulan Perizinan Berusaha; c. pengembangan kompetensi sumber daya manusia; d. pengadaan perangkat keras dan perangkat lunak untuk mendukung pelaksanaan Sistem OSS; dan e. penanganan pengaduan layanan Perizinan Berusaha di daerah. Pasal 28 (1) Hubungan kerja DPMPTSP provinsi dengan perangkat daerah provinsi dan hubungan kerja DPMPTSP kabupaten/kota dengan perangkat daerah kabupaten lkota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b dan huruf c dilakukan secara fungsional dan koordinatif dalam Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah. (2) Hubungan kerja secara fungsional dan koordinatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pelaksanaan Perizinan Berusaha sesuai dengan kewenan gan masing-masing; b. verifikasi Perizinan Berusaha; c. monitoring dan evaluasi dalam rangka pengawasan Perizinan Berusaha; d. fasilitasi penyelesaian permasalahan Perrzinan Berusaha; dan e. sinergi program dan kegiatanPerizinan Berusaha. Pasal 29 Selain hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), hubungan kerja DPMPTSP kabupaten/kota dengan perangkat daerah kabupaten I kota dilakukan dalam rangka pemberian dukun gan Perizinan Berusaha di wilayah kecamatan dan kelurahan/desa atau nama lain. Pasal30... SK No 069148 A PRESIDEhI REFUBL'K iNDONESIA -20- Pasal 30 (1) Hubungan kerja DPMPTSP provinsi dengan DPMPISP kabupaten/kota yang berada di wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d, dilakukan secara fungsional dan koordinatif. (2) Hubungan kerja secara fungsional dan koordinatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. fasilitasi penyelesaian permasalahan Pertzinan Berusaha; dan b. pengawasan Perizinan Berusaha. BAB IV PERDA DAN PERKADA MENGENAI PERIZINAN BERUSAHA Pasal 31 (1) Penlrusunan Perda dan Perkada dalam rangka Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam negeri dan melibatkan ahli dan/atau instansi vertikal di daerah yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang- undangan. (2) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan agar Perda dan Perkada tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, asas materi muatan peraturan perundang-undangan, dan putusan pengadilan. (3) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 32 SK No 069149 A PRESIDEN REPUBLIK INDONESI.A -2r- Pasal 32 (1) Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan daerah mengenai rencana tata ruang yang mendukung Penyelenggaraan P erizinan Berusaha di Daerah. (2) Kebijakan daerah mengenai rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Perda mengenai rencana tata ruang wilayah provinsi; b. Perda mengenai rencana tata rLrang wilayah kabupaten/kota; dan c. Perkada mengenai rencana detail tata ruang. (3) Perda dan Perkada mengenai rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dan ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V PELAPORAN PENYELENGGARAAN PERIZINAN BERUSAHA DI DAERAH Pasal 33 (1) Bupati/wali kota menyampaikan laporan Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah kabupaten/kota kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. (2) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyampaikan laporan Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah provinsi dan kabupatenlkota kepada Menteri. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit memuat: a. jumlah perizinan yang diterbitkan; b. rencana dan realisasi investasi; dan c. kendala dan solusi. (4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan. (5) Laporan. SK No 069150 A PRES IDEN REPUBLIK iNDONESIA -22- (5) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai bahan evaluasi dan pembinaan untuk meningkatkan kinerja DPMPTSP yang dilakukan oleh Menteri dan/atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 34 (1) Pembinaan dan pengawasan Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah dilakukan dengan cara terkoordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. (2) Pembinaan dan pengawasan Penyelenggaraan Perrzinan Berusaha di Daerah: a. provinsi, dilakukan oleh: 1. Menteri untuk pembinaan dan pengawasan umum; dan 2. menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian untuk pembinaan dan pengawasan teknis; b. kabupatenf kota, dilakukan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat di daerah untuk pembinaan dan pengawasan umum dan teknis, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. BAB VII SK No 069151A PRES IDEN REPUELIK iNDONESIA -23_ BAB VII PENDANAAN Pasal 35 (1) Pendanaan Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah pada Pemerintah Fusat dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara. (2) Pendanaan Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah provinsi dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi. (3) Pendanaan Penyelenggaraan Perrzinan Berusaha di Daerah kabupaten/kota dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota. (4) Selain pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), pendanaan Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah dapat berasal dari sumber lain yang sah dan tidak mengikat. BAB VIII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 36 DPMPTSP yang tidak memberikan pelayanan perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dalam jangka waktu yang ditetapkan, kewenangan penerbitan perizinan diambil alih oleh Lembaga OSS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Pasal37... SK No 069152 A trRESIDEN REFUBLiK.NDONESIA -24- Pasal 37 (1) Gubernur/bupati/wali kota dikenai sanksi administratif apabila DPMPTSP dalam memberikan pelayanan Perizinan Berusaha tidak menggunakan Sistem OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2). (2\ Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa teguran tertulis kepada gubernur oleh Menteri dan kepada bupatilwali kota oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Fusat. (3) Menteri teknis atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang membina dan mengawasi Perrzinan Berusaha sektor dapat memberikan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa teguran tertulis kepada gubernur setelah berkoordinasi dengan Menteri. (4) Dalam hal teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) telah disampaikan 2 (dua) kali berturut-turut dan tetap tidak dilaksanakan oleh gubernur/ bupati/ wali kota: a. menteri teknis atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang membina dan mengawasi Perizinan Berusaha sektor mengambil alih kewenangan Perizinan Berusaha yang menjadi kewenangan gubernur; atau b. gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mengambil alih kewenangan Perizinan Berusaha yang menjadi kewenangan bupati/wali kota. (5) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. (6) Pengambilalihan SK No 069153 A PRESIDEN REPUBLIK iNDONESIA -25- (6) Pengambilalihan kewenangan Perizinan Berusaha oleh menteri teknis atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, dilakukan setelah berkoordinasi dengan Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Pengambilalihan kewenangan Perrzinan Berusaha oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, dilaporkan kepada Menteri dengan tembusan menteri teknis atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 38 (1) Ketentuan dan tata cara pembentukan DPMPISP provinsi dan DPMPTSP kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dikecualikan dari ketentuan Pasal 18 dan Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OL6 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5887) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol9 Nomor 187, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6402). (2) Pemerintah.. SK No 069154 A PRESiDEi.t REPUBilK. :NDoNESIA -26- (2) Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menyesuaikan DPMPTSP provinsi dan DPMPTSP kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak Sistem OSS berlaku efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Pasal 39 (1) Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku Perda dan Perkada yang mengatur Perizinan Berusaha di daerah wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini paling larna 2 (dua) bulan terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk Perda dan Perkada yang jangka waktu penyesuaiannya ditentukan lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 40 Peraturan pelaksanaan sebagai pedoman Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah yang ada sebelum Peraturan Pemerintah ini diundangkan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 4 1 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar SK No 069155 A PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -27 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Februari 2O2l PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Februari2O2I MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2O2I NOMOR 16 Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETAzuAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA Deputi Bidang Perundang-undangan dan istrasi Hukum, vanna Djaman SK No 086200 A PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2O2I TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN BERUSAHA DI DAERAH I. UMUM Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja (Undang-Undang Cipta Kerja) diundangkan dalam rangka mendukung cipta kerja yang memerlukan penyesuaian berbagai aspek pengaturan yang berkaitan dengan kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan kesejahteraan pekerja. Dalam rangka meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, Undang-Undang Cipta Kerja telah memperbarui beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2074 tentang Pemerintahan Daerah yang diarahkan untuk memperkuat peran dan komitmen pemerintahan daerah dalam rangka Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko. Penguatan peran Pemerintah Daerah dalam Undang-Undang Cipta Kerja antara lain diaturnya kewajiban gubernur/bupati/wali kota untuk memberikan pelayanan Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, pelayanan Perizinan Berusaha di daerah yang dilaksanakan oleh DPMPTSP wajib menggunakan Sistem OSS yang dikelola oleh Pemerintah Pusat, dan pemberian peluang bagi Pemerintah Daerah untuk mengembangkan sistem pendukung pelaksanaan Sistem OSS sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan Pemerintah Pusat. Guna mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan Perizinan Berusaha di daerah, Peraturan Pemerintah ini memuat pengaturan kewenangan Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah, pelaksanaan Perizinan Berusaha di daerah, Perda dan Perkada mengenai Perizinan Berusaha, pelaporan Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah, pembinaan dan pengawasan serta pendanaan. Di samping itu, untuk mengefektifkan Penyelenggaraale Perizinan Berusaha di Daerah sesuai semangat Undang- Undang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah ini juga mempertegas ketentuan pemberian sanksi administratif kepada gubernur/bupati/wali kota yang tidak memberikan pelayanan Perizinan Berusaha atau tidak menggunakan Sistem OSS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan me ngenai penyelenggaraan P ertzinan Berus aha Berbasis Risiko. Berdasarkan... SK No 086198 A PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -2- Berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, DPMPISP provinsi dan DPMPTSP kabupatenlkota dibentuk untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Urusan Pemerintahan di bidang penanaman modal, tidak merumpun atau dirumpunkan dengan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah lainnya, dengan tujuan untuk mengoptimalisasikan Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah. DPMPTSP di seluruh daerah diharapkan mampu menyelenggarakan manajemen Perrzinan Berusaha secara cepat, mudah, terintegrasi, transparan, efisien, efektif, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, yang pada gilirannya memberikan kepastian hukum, meningkatkan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha serta menjaga keberlangsungan kinerja pelayanan Perizinan Berusaha di daerah sesuai dengan tujuan dan maksud diundangkannya Undang-Undang Cipta Kerja. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Kewenangan Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Perizinan Berusaha sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerj a. Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat(2)... SK No 069166 A PRESIDEN REPUBLIK INDONESI.A -3- Ayat (2) Kewenangan Pemerintah Daerah kabupatenlkota dan Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan Perizinan Berusaha sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Dalam rangka optimalisasi Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah, DPMP|SP provinsi dan DPMFTSP kabupaten/kota menyelenggarakan tugas dan fungsi Urusan Pemerintahan di bidang penanaman modal, tidak merumpun atau dirumpunkan dengan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah lainnya. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal t2 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal I4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) SK No 069167 A PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -4- Ayat (2) Jenis retribusi Perizrnan Berusaha tertentu meliputi: a. retribusi Persetujuan Bangunan Gedung; b. retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol; c. retribusi lzinTrayek; dan d. retribusi Izin Usaha Perikanan. Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalah peraturan perundang-undangan mengenai pajak daerah dan retribusi daerah dalam rangka mendukung kemudahan berusaha dan layanan daerah. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal t7 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal T9 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 2t Cukup jelas. Pasal22 St( No 069168 A PRESIDEN REPUBLIK TNDONESIA -5 Pasal22 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Kantor depan paling sedikit terdiri atas loket penerimaan, loket penyerahan, loket pembayaran, ruang/tempat iayanan informasi, ruang/tempat layanan pengaduan, dan ruang layanan konsultasi. Huruf b Kantor belakang paling sedikit terdiri atas ruang rapat dan ruang pemrosesan. Huruf c Ruang pendukung paling sedikit terdiri atas ruang tunggu, ruang laktasi, ruang penyandang disabilitas dan manula, ruang arsip dan perpustakaan, tempat ibadah, tempat parkir, dan toilet. Huruf d Alat/fasilitas pendukung paling sedikit terdiri atas seragam pelayanan, formulir, telepon, mesin faksimili, perangkat komputer, printer, alat pemindai (scanner), mesin antrian, alat pengukur kepuasan layanan, kotak pengaduan, mesin fotokopi, kamera pengawas, koneksi internet, laman/situs web, surat elektronik, alat penyedia daya listrik atau uninterntptible pouer supplg, alat pemadam kebakaran, pendingin ruangan, televisi, brosur, banner, dan petunjuk arah lokasi. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 23 SK No 069169 A PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -6- Pasal 23 Cukup jelas Pasal24 Cukup jelas Pasal 25 Yang dimaksud dengan "tambahan penghasilan pegawai kepada aparatur sipil negara" adalah tambahan penghasilan pegawai berdasarkan beban kerja dan target investasi yang diberikan kepada aparatur sipil negara yang dibebani pekerjaan untuk menyelesaikan tugas yang dinilai melampaui beban kerja normal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan keuangan daerah. Pasal 26 Cukup jelas Pasal2T Cukup jelas Pasal 28 Ayat (1) Hubungan kerja DPMPISP provinsi dengan perangkat daerah provinsi dan hubungan kerja DPMPTSP kabupatenlkota dengan perangkat daerah kabupaten/kota yang dilakukan secara fungsional dan koordinatif adalah sinergitas hubungan kerja antara DPMPTSP dan perangkat daerah lainnya sesuai dengan kewenangan, tugas, dan fungsinya masing-masing untuk saling mendukung dan melengkapi dalam rangka percepatan dan optimalisasi Penyelenggaraan Perrzinan Berusaha di Daerah untuk mewujudkan kepuasan masyarakat. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 SK No 069170 A PRESIDEN REPUBUK INDONESTA Pasal 30 Ayat (i) Hubungan kerja DPMPTSP provinsi dengan DPMPTSP kabupatenlkota yang dilakukan secara fungsional dan koordinatif adalah sinergitas hubungan kerja antara DpMpTSp provinsi dan DPMPTSP kabupaten/kota sesuai dengan kewenangan, tugas, dan fungsinya masing-masing untuk saling mendukung dan melengkapi dalam rangka percepatan dan optimalisasi Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah untuk mewujudkan kepuasan masyarakat. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalah peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan penataan ruang. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 SK No 069171 A PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -8- Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal +1 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6618 SK No 086199 A