Naskah Tesis _TIP_Siti Aminatu Zuhria PDF
Document Details
Uploaded by LowRiskNovaculite318
Institut Pertanian Bogor
2021
Siti Aminatu Zuhria
Tags
Related
Summary
This thesis, titled 'Life Cycle Assessment of Agar and Carrageenan Flour Product (Case Study in PT XYZ Pasuruan)' examines the environmental impact of agar and carrageenan flour production. It identifies key environmental impacts, such as global warming, acidification, and eutrophication, and proposes solutions for improvement through changes in cultivation, transportation, and production procedures. The study, conducted within the scope of the cradle to gate, aims to reduce environmental damages using LCA methodology, and provides specific scenarios and measures to decrease impact.
Full Transcript
PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT) PRODUK TEPUNG AGAR DAN KARAGENAN (STUDI KASUS DI PT XYZ PASURUAN) SITI AMINATU ZUHRIA TEKNIK INDUSTRI PERTANIAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2021...
PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT) PRODUK TEPUNG AGAR DAN KARAGENAN (STUDI KASUS DI PT XYZ PASURUAN) SITI AMINATU ZUHRIA TEKNIK INDUSTRI PERTANIAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2021 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Produk Tepung Agar dan Karagenan (Studi Kasus di PT XYZ Pasuruan)” adalah karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2021 Siti Aminatu Zuhria F351190231 i RINGKASAN SITI AMINATU ZUHRIA. Penilaian Daur Hidup Produk Tepung Agar dan Karagenan (Studi Kasus di PT XYZ Pasuruan). Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI dan MOHAMAD YANI. Rumput laut Indonesia menguasai lebih dari separuh rumput laut dunia. Indonesia menempati peringkat kedua sebagai produsen jenis rumput laut Gracilaria sp terbesar dunia dan posisi pertama sebagai produsen jenis rumput laut Eucheuma cottonii. Gracilaria sp dan Eucheuma cottonii termasuk jenis rumput laut alga merah (Rhodophyceae). Gracilaria sp dimanfaatkan menjadi sumber bahan baku tepung agar, sedangkan Eucheuma cottonii dimanfaatkan menjadi sumber bahan baku tepung karagenan. Tepung agar dan karagenan banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan industri baik pangan maupun non pangan, sehingga memacu pengembangan industri rumput laut di Indonesia. Pengembangan industri rumput laut tidak hanya memberikan dampak positif berupa keuntungan, tetapi juga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan. Dampak lingkungan berasal dari penggunaan bahan material berupa bahan baku dan bahan tambahan berupa bahan kimia dan bahan kemasan, penggunaan energi dan limbah yang dihasilkan oleh unit proses. Dampak lingkungan yang dihasilkan berpotensi mencemari udara, air dan tanah. Metode yang dapat digunakan untuk menganalisis dampak lingkungan dari suatu produk adalah Life cycle assessment (LCA). LCA merupakan teknik untuk menilai aspek lingkungan yang terkait dengan siklus hidup suatu produk. Kajian LCA ini bertujuan untuk mengindentifikasi input, output dan dampak lingkungan dari daur hidup produk tepung agar dan karagenan di PT XYZ. Batasan ruang lingkup yang dikaji yaitu cradle to gate dari mulai pengadaan bahan baku, transportasi dan produksi di industri. Tahapan kajian LCA dilakukan berdasarkan ISO 14040 : 2016 yang terdiri dari empat tahapan diantaranya penentuan tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori, analisis dampak lingkungan dan interpretasi hasil untuk upaya perbaikan. Dampak lingkungan yang dikaji ada tiga kategori yaitu pemanasan global, asidifikasi dan eutrofikasi. Berdasarkan analisis kajian LCA pada daur hidup produk tepung agar dan karagenan, untuk 1 kg tepung agar memberikan dampak lingkungan pemanasan global, asidifikasi dan eutrofikasi masing-masing sebesar 26,28 kg-CO2eq ; 0,18 kg-SO2eq dan 0,03 kg-PO4eq dan 1 kg tepung karagenan menghasilkan dampak lingkungan pemanasan global, asidifikasi dan eutrofikasi masing-masing sebesar 47,73 kg-CO2eq ; 0,30 kg- SO2eq dan 0,06 kg-PO4eq. Unit proses produksi pada daur hidup produk tepung agar dan karagenan menghasilkan sumber emisi terbesar pada ketiga kategori dampak. Skenario perbaikan dirumuskan pada setiap unit proses pada daur hidup produk untuk mengurangi dampak lingkungan. Skenario perbaikan pada unit proses budi daya rumput laut Gracilaria sp yaitu mengganti penggunaan pupuk urea dengan pupuk NPK 15:15:15. Skenario perbaikan pada unit budi daya rumput laut memberikan persentase perbaikan dengan penurunan dampak pemanasan global, asidifikasi dan eutrofikasi masing-masing sebesar 70,73 ; 71,98 dan 62,19 %. Skenario perbaikan pada unit proses transportasi bahan baku yaitu mengganti supplier terdekat ke industri. Skenario ii perbaikan pada unit transportasi daur hidup produk tepung agar memberikan persentase perbaikan dengan penurunan dampak pemanasan global, asidifikasi dan eutrofikasi masing-masing sebesar 43,74 ; 39,31 dan 45,61 % , dan daur hidup produk tepung karagenan memberikan persentase perbaikan dengan penurunan dampak pemanasan global, asidifikasi dan eutrofikasi masing-masing sebesar 84,44 ; 84,86 dan 84,61%. Skenario perbaikan pada unit proses produksi yaitu mengganti penggunaan batu bara dengan bahan bakar gas alam berupa Compressed Natural Gas (CNG). Skenario perbaikan pada unit produksi tepung agar memberikan persentase perbaikan dengan penurunan dampak pemanasan global, asidifikasi dan eutrofikasi masing-masing sebesar 63,18 ; 71,46 dan 25,85 % , dan unit produksi tepung karagenan memberikan persentase perbaikan dengan penurunan dampak pemanasan global, asidifikasi dan eutrofikasi masing-masing sebesar 44,29 ; 58,34 dan 11,11%. Kata kunci : asidifikasi, eutrofikasi, pemanasan global, penilaian daur hidup, tepung agar, tepung karagenan. iii SUMMARY SITI AMINATU ZUHRIA. Life Cycle Assessment of Agar and Carrageenan Flour Product (Case Study in PT XYZ Pasuruan). Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI and MOHAMAD YANI. Indonesian seaweed controls more than half of the world's seaweed. Indonesia ranks second as the largest producer of Gracilaria sp seaweed globally and first position as the producer of Eucheuma cottonii seaweed. Gracilaria sp and Eucheuma cottonii are types of red algae seaweed (Rhodophyceae). Gracilaria sp utilizes the raw material source of agar flour, while Eucheuma cottonii utilizes the raw material source of carrageenan flour. Agar and carrageenan flour are widely used to meet the needs of both food and non-food industries, thus encouraging the development of the seaweed industry in Indonesia. The development of the seaweed industry has a positive impact on profits and harms the environment. The environmental impact comes from the use of raw materials and additives namely chemicals and packaging materials, the use of energy, and waste generated by the process unit. The resulting environmental impacts have the potential to pollute air, water and soil. The method that can be used to analyze the environmental impact is life cycle assessment (LCA). LCA is a technique for assessing environmental aspects related to the life cycle of a product. This LCA study aimed to identify the inputs, outputs, and environmental impacts of the life cycle of agar and carrageenan products at PT XYZ. The scope limitation studied was cradle to gate starting from the procurement of raw materials, transportation, and production in the industry. The stages of the LCA study are carried out based on ISO 14040: 2016, which consists of four stages of goal and scope definition, inventory analysis, environmental impact analysis, and interpretation of results for improvement. There are three categories of environmental impacts studied, namely global warming, acidification, and eutrophication. Based on LCA analysis on the life cycle of agar and carrageenan flour product, for 1 kg of agar flour, the environmental impact of global warming, acidification, and eutrophication respectively by 26.28 kg-CO2eq; 0.18 kg-SO2eq and 0.03 kg-PO4eq and 1 kg of carrageenan flour resulted in environmental effects of global warming, acidification, and eutrophication respectively by 47.73 kg-CO2eq,; 0.30 kg-SO2eq and 0.06 kg-PO4eq. The production process unit in the life cycle of agar and carrageenan flour product produced the largest source of emissions in the three impact categories. The improvement scenarios were formulated for each product life cycle process unit to reduce environmental impact. The scenario for improvement in the Gracilaria sp seaweed cultivation process unit was replacing urea fertilizer with NPK fertilizer 15:15:15. The improvement scenario in the seaweed cultivation unit showed improvement with a decrease in the impact of global warming, acidification, and eutrophication respectively by 70.73; 71, 98, and 62, 19%. The scenario for improvement in the raw material transportation process unit was replacing the closest supplier to the industry. The Scenarios of improvement in the transportation unit of the agar flour product life cycle provided the improvement with a reduction in the impact of global iv warming, acidification, and eutrophication respectively by 43.74; 39.31 and 45.61%, and the life cycle of carrageenan flour product provided the improvement with a decrease in the impact of global warming, acidification, and eutrophication respectively by 84.44; 84.86 and 84.61%. The scenario for improvement in the production process unit was replacing coal fuel with natural gas fuel namely Compressed Natural Gas (CNG). The scenario of improvement in agar flour production unit to provide a percentage of improvement with a decrease in the impact of global warming, acidification, and eutrophication respectively by 63.18; 71.46 and 25.85%, and the carrageenan flour production unit to provide a percentage of improvement with a decrease in the impact of global warming, acidification and eutrophication respectively by 44.29; 58.34 and 11.11%. Keywords: acidification, agar flour, carrageenan flour, eutrophication, global warming, life cycle assessment. v © Hak Cipta milik IPB, tahun 2021 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB. vi PENILAIAN DAUR HIDUP (LIFE CYCLE ASSESSMENT) PRODUK TEPUNG AGAR DAN KARAGENAN (STUDI KASUS DI PT. XYZ PASURUAN) SITI AMINATU ZUHRIA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknik pada Program Studi Teknik Industri Pertanian TEKNIK INDUSTRI PERTANIAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2021 vii Penguji pada Ujian Tesis : Dr.Andes Ismayana S.TP, M.T viii Judul Tesis : Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Produk Tepung Agar dan dan Karagenan (Studi Kasus di PT. XYZ Pasuruan) Nama : Siti Aminatu Zuhria NIM : F351190231 Disetujui oleh Pembimbing 1: Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti __________________ Pembimbing 2: Dr.Ir.Mohammad Yani, M.Eng __________________ Diketahui oleh Ketua Program Studi: Dr. Ir. Illah Sailah, MS __________________ NIP 19580521198112001 Dekan Sekolah Pasca Sarjana Prof. Dr. Ir. Anas Miftah Fauzi, M.Eng __________________ NIP.1960041911985031002 Tanggal Ujian: Tanggal Lulus: ix PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanaahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus sampai bulan November 2020 ini ialah penilaian dampak lingkungan dari siklus hidup produk industri dengan judul “Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Produk Tepung Agar dan Karagenan (Studi Kasus di PT. XYZ Pasuruan). Terima kasih penulis ucapkan kepada ketua komisi pembimbing Prof.Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti dan anggota komisi pembimbing Dr.Ir.Mohammad Yani, M.Eng yang penuh kesabaran dalam membimbing, mengarahkan, mendukung serta memberi saran dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Ungkapan terimakasih yang tulus juga disampaikan kepada keluarga tercinta, Ayah M. Munif dan Ibunda Siti Saodah yang senantiasa tanpa henti terus memberikan dukungan dan mendoakan dalam setiap sujudnya dan lantunan doa beliau, begitu juga dengan adik tersayang ABD. Basith Isnaini Yulath dan Silvi Nor Aini serta seluruh keluarga besar penulis atas semua doa, dukungan, cinta kasih sayang, kesabaran dan pengorbanan untuk penulis selama kuliah hingga menyelesaikan tesis ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Nora Herdiana Panjaitan,DEA selaku moderator seminar dan Dr.Andes Ismayana S.TP, M.T yang telah berkenan menjadi penguji luar komisi atas semua saran dan masukannya untuk kesempurnaan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Pak Saiful, Pak Junaidi sebagai responden petani rumput laut, Pak Hamzah dan karyawan PT. XYZ Kab. Pasuruan Jawa Timur yang telah membantu dalam pengambilan data selama proses penelitian ini. Ucapan terima kasih banyak teruntuk kak Bunga, kak Silmy dan kak Faizal PSL yang telah memberikan pemahaman dan penggunaan software Simapro serta bimbingan dan sharing pengalamannya terkait LCA. Sahabat seperjuanagan Program Studi TIP IPB 2019 khusunya Afifah, Ida, Kak Majes, Buge, Glory, Kak Firda, Roza, Amal, Afaz, dan Sukma, teman-teman organisasi khususnya kak Aini, Rara dan Sri, teman LPDP 2019 khususnya Edo, Dina, Fitrah dan Anisa, Kadept AP FW Cemerlang Fikri MU, adek Laila, mbak ita serta sahabat dekatku Neng Rizqiyah terima kasih atas persahabatan, kekeluargaan, kesabaran, nasehat, doa dan dukungannya untuk saling menguatkan, diskusi berbagi ilmu dan pengetahuan hingga penyelesaian tesis ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada LPDP Kementerian Keuangan RI atas beasiswa pendidikan yang diberikan dan kepada Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian (TIP) beserta jajarannya. Akhirnya hanya Allah subhanaahu wa ta’ala pemilik segala kesempurnaan, segala kekurangan dalam penulisan ini hanyalah kekhilafan penulis. Kritik dan saran ke arah yang lebih baik sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan berkontribusi untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Bogor, November 2021 Siti Aminatu Zuhria i DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ii DAFTAR GAMBAR iii DAFTAR LAMPIRAN iv I. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Perumusan Masalah 3 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat Penelitian 4 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 5 2.1 Industri Rumput Laut 5 2.2 Agar 7 2.3 Karagenan 8 2.4 Life Cycle Assessment (LCA) 10 III. METODE PENELITIAN 14 3.1 Kerangka Pemikiran 14 3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian 16 3.3 Jenis dan Sumber Data 16 3.4 Metode Pengumpulan Data 16 3.5 Tahapan Penelitian 17 3.6 Pengolahan dan Penyajian Data 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4.1 Gambaran Umum Industri PT XYZ 22 4.2 Analisis Daur Hidup Tepung Agar 23 4.3 Analisis Daur Hidup Tepung Karagenan 44 4.4 Perbandingan Proses Produksi Tepung Agar dan Karagenan 64 di PT XYZ 4.5 Interpretasi dan Skenario Perbaikan 69 V. SIMPULAN DAN SARAN 75 5.1 Simpulan 75 5.2 Saran 75 DAFTAR PUSTAKA 76 LAMPIRAN 82 RIWAYAT HIDUP 89 ii DAFTAR TABEL 1 Kandungan gizi rumput laut Gracilaria sp 8 2 Kajian LCA pada berbagai produk berbasis rumput laut 13 3 Data penelitian 17 4 Nilai konversi dampak pemanasan global 20 5 Nilai konversi dampak asidifikasi 20 6 Nilai konversi dampak eutrofikasi 21 7 Data inventori proses budi daya rumput laut Gracilaria sp 33 8 Data inventori proses transportasi dari supplier ke PT XYZ 34 9 Data inventori proses produksi tepung agar di PT XYZ tahun 2019 35 10 Konsumsi listrik pada produksi tepung agar 36 11 Besaran nilai dampak lingkungan pada unit proses budi daya rumput laut Gracilaria sp 37 12 Besaran nilai dampak lingkungan pada unit transportasi bahan baku 38 13 Besaran dampak pemanasan global, asidifikasi dan eutrofikasi pada unit produksi tepung agar di PT XYZ berdasarkan sumber emisi 38 14 Besaran nilai dampak lingkungan pada unit produksi produk 39 15 Total nilai dampak lingkungan per 1 kg tepung agar 39 16 Besaran nilai dampak pemanasan global berdasarkan sumber emisi pada daur hidup tepung agar 40 17 Besaran nilai dampak asidifikasi berdasarkan sumber emisi pada daur hidup tepung agar 41 18 Besaran nilai dampak eutrofikasi berdasarkan sumber emisi pada daur hidup tepung agar 42 19 Data inventori proses budi daya rumput laut Ecuheuma cottonii 53 20 Data inventori proses transportasi dari supplier ke PT XYZ 54 21 Data inventori proses produksi tepung karagenan di PT XYZ tahun 2019 55 22 Konsumsi listrik pada produksi tepung karagenan 56 23 Besaran nilai dampak lingkungan pada unit transportasi menggunakan kapal laut 57 24 Besaran nilai dampak lingkungan pada unit transportasi menggunakan truk 58 25 Total besaran nilai dampak lingkungan pada unit transportasi 58 26 Besaran dampak pemanasan global, asidifikasi dan eutrofikasi untuk produksi tepung karagenan di PT XYZ berdasarkan sumber emisi 58 27 Besaran nilai dampak lingkungan pada unit produksi produk 59 28 Total nilai dampak per 1 kg tepung karagenan 59 29 Besaran nilai dampak pemanasan globerdasarkan sumber emisi pada daur hidup tepung karagenan 60 30 Besaran nilai dampak asidifikasi berdasarkan sumber emisi pada daur hidup tepung karagenan 61 31 Besaran nilai dampak eutrofikasi berdasarkan sumber emisi pada daur hidup tepung karagenan 62 iii 32 Perbedaan tahapan proses produksi tepung agar dan karagenan di PT XYZ 64 33 Kandungan limbah padat di industri rumput laut 66 34 Karakteristik limbah cair hasil produksi di PT XYZ 67 35 Identifikasi skenario perbaikan pada hotspot disetiap unit proses 70 36 Perubahan besaran nilai dampak lingkungan dari penggunaan jenis pupuk NPK 15:15:15 72 37 Perubahan besaran nilai dampak lingkungan dari pemilihan supplier terdekat ke industri pada daur hidup tepung agar 72 38 Perubahan besaran nilai dampak lingkungan dari pemilihan supplier terdekat ke industri pada daur hidup tepung karagenan 72 39 Perubahan besaran nilai dampak lingkungan dari penggunaan CNG pada daur hidup tepung agar 74 40 Perubahan besaran nilai dampak lingkungan dari penggunaan CNG pada daur hidup tepung karagenan 74 DAFTAR GAMBAR 1 Peta potensi budi daya rumput laut di Indonesia 5 2 Klasifikasi pengembangan produk di industri rumput laut 6 3 Dua fraksi utama penyusun agar 7 4 Rumput laut Gracilaria sp 7 5 Tiga fraksi struktur karagenan 9 6 Rumput laut Eucheuma cottonii 9 7 Tahapan LCA 11 8 Kerangka pemikiran penelitian 15 9 Aliran input output pada unit proses 18 10 Industri rumput laut PT XYZ 22 11 Rumput laut Gracilaria sp kering 26 12 Bahan kemasan produk tepung agar 28 13 Diagram alir produksi tepung agar 31 14 Ruang lingkup kajian LCA produk tepung agar 32 15 Batasan sistem kajian LCA produk tepung agar 32 16 Persentase konsumsi energi listrik produksi tepung agar 35 17 Persentase jenis polutan penyebab pemanasan global 40 18 Persentase jenis polutan penyebab asidifikasi 41 19 Persentase jenis polutan penyebab eutrofikasi 42 20 Kontribusi relatif dari setiap unit proses pada kategori dampak 43 21 Rumput laut Eucheuma cottonii kering 46 22 Bahan kemasan produk tepung karagenan 47 23 Diagram alir produksi tepung karagenan 48 24 Ruang lingkup kajian LCA tepung karagenan 52 25 Batasan sistem kajian LCA tepung karagenan 52 26 Persentase konsumsi listrik pada produksi tepung karagenan 55 iv 27 Persentase jenis polutan penyebab dampak pemanasan global 60 28 Persentase jenis polutan penyebab asidifikasi 61 29 Persentase jenis polutan penyebab eutrofikasi 62 30 Kontribusi relatif dari setiap unit proses pada kategori dampak 63 31 Perbandingan konsumsi energi listrik pada produksi tepung agar dan karagenan 65 32 Lokasi penimbunan limbah padat di PT XYZ 65 33 Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di PT XYZ 67 34 Perbandingan dampak lingkungan pada produksi tepung agar dan karagenan 68 35 Sumber emisi penyebab dampak lingkungan produksi tepung agar 69 36 Sumber emisi penyebab dampak lingkungan produksi tepung karagenan 69 DAFTAR LAMPIRAN 1 Layout tempat produksi di PT XYZ 83 2 Diagram hasil analisis dampak pemanasan global pada produk tepung agar 84 3 Diagram hasil analisis dampak asidifikasi pada produk tepung agar 85 4 Diagram hasil analisis dampak eutrofikasi pada produk tepung agar 86 5 Diagram hasil analisis dampak pemanasan global pada produk tepung karagenan 87 6 Diagram hasil analisis dampak asidifikasi pada produk tepung karagenan 87 7 Diagram hasil analisis dampak eutrofikasi pada produk tepung karagenan 88 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumput laut atau seaweed adalah salah satu jenis biota perairan yang menjadi komoditas unggulan di perairan Indonesia. Rumput laut merupakan makro algae dan termasuk dalam divisi thallophyta, yaitu tumbuhan yang mempunyai struktur kerangka tubuh yang terdiri dari batang/thallus dan tidak memiliki daun serta akar (Sudarwati et al. 2020). Indonesia merupakan negara kepulauan yang potensial untuk pengembangan budi daya rumput laut (Erlania dan Radiarta 2017). Potensi luas areal budi daya rumput laut yang tercatat pada tahun 2018 mencapai 1,1 juta ha atau 9% dari seluruh luas kawasan potensial laut sebesar 12.123.383 ha. Adapun tingkat pemanfaatannya diperkirakan baru mencapai 25% (KKP 2019). Perairan Indonesisa memiliki kurang lebih 555 jenis rumput laut (Syamdidi et al. 2011). Klasifikasi rumput laut berdasarkan pigmennya terdiri empat kelas yaitu rumput laut merah (Rhodophyta), rumput laut hijau (Chlorophyta), rumput laut coklat (Phaeophyta) dan rumput laut pirang (Chrysophyta) (Suparmi dan Sahri 2013). Beragam jenis rumput laut tersebut dibudidayakan, dikembangkan dan diperdagangkan secara luas di Indonesia. Proses budi daya rumput laut di Indonesia menyesuaikan dengan kebutuhan biologis dan pertumbuhan rumput laut, sehingga mampu menghasilkan rumput laut yang kaya akan polisakarida, phaephyceae dan chlorophyceae. Rumput laut Indonesia dikenal dengan kualitasnya yang baik dan diminati oleh banyak industri karena mengandung sumber agar, karagenan dan alginate yang cukup tinggi (KKP 2018). Potensi rumput laut memiliki peranan penting dalam meningkatkan pendapatan masyarakat daerah, khususnya masyarakat pesisir di Indonesia (Mariño et al. 2019). Rumput laut memiliki nilai ekonomi pasar yang kompetitif baik di pasar domestik maupun ekspor (Tombolotutu et al.2019). Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor besar produk rumput laut di di dunia. Data yang dilaporkan oleh International Trade Center (ITC) pada tahun 2018, nilai ekpor rumput laut mencapai USD 294 509 000 atau setara dengan Rp 3,98 triliun (Kurs USD 1 = Rp. 13 500) dengan volume ekspor 689 456 ton (Ditjen Penguatan Daya Produk Kelautan dan Perikanan 2019). Jenis rumput laut yang cukup potensial untuk diperdagangkan dan banyak dijumpai di perairan Indonesia adalah yaitu Gracilaria sp (Susilowati et al. 2019) dan Eucheuma cottonii (Buschmann et al. 2017; Wijayanto et al. 2020). Gracilaria sp termasuk jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) yang menjadi sumber bahan baku produk olahan rumput laut berupa produk agar (Ashila et al. 2021), sedangkan Eucheuma cottonii merupakan jenis rumput laut merah yang banyak dikembangkan sebagai bahan baku utama untuk produk karagenan (Distantina et al. 2013). Rumput laut Indonesia menguasai lebih dari separuh rumput laut dunia (Darmawan et al. 2013). Indonesia menempati peringkat kedua terbesar dunia sebagai produsen Gracilaria sp (Salim dan Ernawati 2015; Purnomo et al. 2020) dan posisi pertama sebagai produsen Eucheuma cottonii (Waldron et al. 2021). Potensi rumput laut Indonesia yang cukup besar, banyak dimaafaatkan di berbagai industri diantaranya 2 industri pangan, farmasi, kosmetik, pakan, pupuk, kertas dan bionergi (Gomez et al. 2019). Berbagai pemanfaatan olahan rumput laut untuk memenuhi berbagai kebutuhan industri baik pangan maupun non pangan memacu pengembangan industri rumput laut di Indonesia. Berdasarkan Peta Panduan (Roadmap) Pengembangan Industri Rumput laut Nasional Tahun 2018-2021, menurut Kementerian Perindustrian terdapat 14 perusahaan produksi agar dengan kemampunan produksi 7.658 ton/tahun dan terdapat 23 perusahaan produksi karagenan dengan kemampunan produksi 25.992 ton/tahun (Perpres No 33 Tahun 2019). Produksi agar menyerap rumput laut sebesar 18%, sedangkan produksi karagenan menyerap rumput laut sebesar 17% (Sudarwati et al. 2020). Pengembangan budi daya rumput laut dengan pendekatan industri dimulai dari hulu (budi daya) sampai hilir (produk jadi). Kegiatan pengolahan rumput laut di industri bertujuan untuk menciptakan suatu produk baru yang memiliki nilai tambah lebih tinggi dari sekedar bahan mentah. Hilirisasi rumput laut memicu peluang bisnis di industri yang memproduksi produk turunan dari rumput laut seperti agar dan karagenan. Produksi agar dapat meningkatkan nilai tambah hingga 9 kali lipat dari bahan baku sedangkan produksi karagenan dapat meningkatkan nilai tambah hingga 12 kali lipat (KKP 2018). PT XYZ merupakan salah satu industri rumput laut yang mengolah rumput laut Gracilaria sp untuk produksi tepung agar, dan rumput laut Eucheuma cottonii untuk produksi tepung karagenan. Produksi tepung agar dan karagenan tidak hanya menghasilkan produk, namun juga menghasilkan limbah dan emisi. Limbah yang dihasilkan berupa limbah cair, limbah padat dan emisi udara yang berpotensi mencemari lingkungan. Limbah cair dihasilkan dari proses pencucian dan presipitasi ekstrak rumput laut. Limbah cair dari produk olahan rumput laut karagenan memiliki karakteristik berwarna cokelat kehitaman dengan pH sangat tinggi sekitar 12-13 dan mengandung kadar kalium tinggi sekitar 1-7% (Ariani et al. 2015). Limbah padat berasal dari pemisahan ekstrak rumput laut dari padatanya, sedangkan emisi udara berasal dari beberapa proses produksi seperti proses pembakaran pada boiler dan proses pengeringan rumput laut. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis dampak lingkungan dari kegiatan produksi tepung agar dan karagenan. Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui dampak lingkungan dari suatu produk adalah life cycle assessment (LCA). LCA merupakan teknik untuk menilai aspek lingkungan yang terkait dengan siklus hidup suatu produk (Muralikrishna dan Manickam 2017). Metode LCA membutuhkan beberapa data diantaranya data input dan output secara lengkap meliputi data bahan baku, proses produksi, transportasi, hasil samping, dan dampak lingkungan. Menurut SNI ISO 14040 : 2016, kajian LCA terdiri atas empat tahapan yaitu penentuan tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori, analisis dampak dan. Penggunaan metode LCA tersebut mampu mengevaluasi dampak lingkungan secara terperinci, karena memungkinkan adanya langkah kerja analitis dalam penerapannya untuk mengkaji keseluruhan dampak lingkungan seperti adanya limbah cair, limbah padat, emisi udara serta pemanfaatan dari limbah hasil proses produksi agar dan karagenan. Metode LCA telah banyak dilakukan di berbagai negara sebagai metode penilaian daur hidup dari suatu produk atau jasa. Standar LCA di Indonesia, telah 3 diadopsi menjadi SNI 14040:2016 dan SNI 14044:2017. Hal ini merupakan bentuk komitmen pemerintah Indonesia dalam penerapan LCA dan mendukung program penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup (PROPER) yang tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No 1 Tahun 2021. Kajian LCA berbasis rumput laut sebagian besar telah dilakukan untuk produk biofuel (Nakhate dan Meer 2021) seperti biomassa, biodesel, biogas, biomethane dan single cell oil (Urban dan Bakshi 2009; Cappelli et al. 2015; Gnansounou dan Kenthorai 2016; Czyrnek et al. 2017; Parsons et al. 2019), sedangkan produk olahan rumput laut berupa tepung masih minim dilakukan. Produk tepung agar dan karagenan merupakan produk hasil olahan rumput laut yang sebagian besar dimanfaatkan untuk produk olahan makanan dan minuman. Hal ini menjadi celah riset dilakukannya kajian LCA berbasis rumput laut untuk produk tepung agar dan karagenan. Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai informasi yang sangat bermanfaat dalam pengembangan produk turunan dari tepung agar dan karagenan secara komprehensif, sehingga mewujudkan industri produk olahan rumput laut yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. 1.2 Rumusan Masalah Produk tepung agar dan karagenan merupakan produk hasil ektraksi rumput laut merah yang banyak dimanfaatkan untuk berbagai produk hilir. Proses produksi tepung agar dan karagenan menghasilkan dampak lingkungan dari siklus hidupnya dari mulai proses budi daya rumput laut, transportasi bahan dan proses produksi. Dampak lingkungan dihasilkan dari penggunaan bahan material, sumber energi dan limbah yang dihasilkan. Penggunaan bahan dan sumber energi menjadi input yang akan mempengaruhi output berupa limbah dan emisi yang menimbulkan dampak lingkungan suatu produk, karena hasil perhitungan dampak bergantung dari jumlah input yang digunakan. Kajian LCA yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan rekomendasi perbaikan untuk produk atau proses produksi, dan meminimalisisr limbah dalam penurunan emisi dan dampak lingkungan yang dihasilkan dari suatu produk. Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi input (sumber daya dan energi) dan output (produk, produk samping, emisi dan limbah) yang dihasilkan pada daur hidup tepung agar dan karagenan? 2. Berapa nilai dampak lingkungan dan sumber dampak potensial (hotspot) yang dihasilkan dari daur hidup tepung agar dan karagenan? 3. Apa saja skenario rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan untuk menurunkan dampak lingkungan dari daur hidup tepung agar dan karagenan? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis daur hidup produk tepung agar dan karagenan menggunakan metode Life Cycle Assessment (LCA) dengan persepktif cradle to gate. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 4 1. Mengidentifikasi input (sumber daya dan sumber energi) yang digunakan dan output (produk, produk samping, emisi dan limbah) yang dihasilkan dari produksi produk tepung agar dan karagenan. 2. Menghitung nilai dampak lingkugan dari daur hidup tepung agar dan karagenan dan menentukan hotspotnya. 3. Merekomendasikan skenario perbaikan untuk mengoptimalkan proses atau produk, dan mengurangi dampak lingkungan dari daur hidup tepung agar dan karagenan. 1.5 Manfaat Penelitian Penerapan LCA di industri pengolahan rumput laut diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Memberikan informasi terkait input dan output yang digunakan pada daur hidup tepung agar dan karagenan dan dampak yang dihasilkan. 2. Memberikan informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengoptimalkan proses produksi dan pengendalian terhadap hotspot dampak lingkungan yang dihasilkan. 3. Memberikan rekomendasi perbaikan sebagai bahan dasar dalam mengambil kebijakan untuk mengembangkan berbagai program peningkatan kinerja dari produk turunan berbasis tepung agar dan karagenan, dan mewujudkan agroindustri olahan rumput laut yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah : 1. Penelitian yang dilakukan bersifat studi kasus yang dibatasi pada kegiatan budi daya rumput laut, transportasi bahan baku ke unit pengolahan dan proses produksi di industri rumput laut. 2. Produk yang dikaji berupa tepung agar dari rumput laut jenis Gracilaria sp dan tepung karagenan dari rumput laut jenis Eucheuma cottonii. 3. Perhitungan dampak dilakukan dengan menggunakan software SIMAPRO versi 9.1.1.7 Faculty metode CML 2001-IA baseline V3.06. 4. Dampak lingkungan yang dikaji yaitu pemanasan global, asidifikasi dan eutrofikasi. 5. Skenario perbaikan dilakukan berdasarkan hasil diskusi dengan stakeholder terkait dan studi literature dari hasil penilaian LCA yang telah dikaji. 5 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Rumput Laut Rumput laut atau yang lebih di kenal dengan seaweed merupakan tumbuhan berklorofil dimana seluruh bagian tanaman dapat menyerupai akar, batang, daun, atau buah yang semuanya disebut talus. Indonesia merupakan negara yang potensial untuk pengembangan budi daya dan industri pengolahan rumput laut (KKP 2018). Potensi luas areal budi daya rumput laut tercatat 1,1 juta Ha atau 9% dari seluruh luas kawasan potensial budi daya laut yang sebesar 12.123.383 Ha (KKP 2019). Potensi areal budi daya rumput laut di Indonesia tersebar di 23 provinsi. Budi daya rumput laut jenis Eucheumaa cottonii tersebar di 20 provinsi, sedangkan budi daya rumput laut jenis Gracilaria sp tersebar di 11 provinsi. Peta potensi budi daya rumput laut dapat dilihat pada Gambar 1. Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) 2018 Gambar 1 Peta potensi budi daya rumput laut di Indonesia Indonesia memiliki sekitar 555 jenis rumput laut dari sekitar 8000 jenis yang ada di dunia dan dapat tumbuh dengan baik di wilayah Indonesia. Rumput laut Indonesia yang paling berpotensi untuk dibudidayakan, dikembangkan dan diperdagangkan adala : 1. Eucheuma cottonii : penghasil karagenan 2. Gracilaria sp : penghasil agar 3. Eucheuma spinosum : penghasil karagenan 4. Caulerpa sp : antioksidan, anti hipertensi, pencegah rematik, antimikroba, anti tumor dan meningkatkan stamina. Potensi rumput laut yang cukup besar membuat pemerintah berkomitmen untuk menjadikan kelautan sebagai salah satu sumber pangan nasional, serta keinginan untuk mendorong adanya hilirisasi rumput laut membuat peluang bisnis di industri rumput laut (KKP 2018). Pengembangan rumput laut dengan pendekatan industri dimulai dari 6 hulu (budi daya). Pada tahap selanjutnya, pengolahan produk dasar menjadi produk formulasi menghasilkan produk turunan yang sangat banyak baik produk pangan maupun non-pangan. Pengembangan produk di industri rumput laut membutuhkan pasar baik lokal maupun ekspor. Jenis produk olahan rumput laut disesuaikan dengan kebutuhan pasar dan menggunakan teknologi yang tepat. Klasifikasi pengembangan produk di industri rumput laut dari produk hulu sampai hilir dapat dilihat pada Gambar 2. Sumber : Perpres RI No 33 Tahun (2019) Gambar 2 Klasifikasi pengembangan produk di industri rumput laut Produk olahan dan produk turunan di industri rumput laut memberikan andil dalam memberdayakan kehidupan masyarakat di Indonesia khususnya wilayah pesisir. Pengembangan usaha industri rumput laut dapat dilakukan dalam skala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), koperasi maupun skala besar. Industri rumput laut memiliki peran sebagai lokomotif dalam penciptaan kesempatan kerja (pro-job), kesejahteraan masyarakat (pro-poor), pendorong pertumbuhan ekonomi (pro-growth) dan pelestarian lingkungan (pro-environment) (Perpres RI No 33 Tahun 2019). 7 2.2 Agar Agar merupakan polisakarida yang disusun dari dua fraksi utama yaitu agarosa dan agaropektin (Gambar 3). Agarosa adalah polisakarida netral dengan struktur linier dari ulangan unit agarobiosa yaitu disakarida terdiri dari D-galaktosa dan 3,6 –anhidro-L-galaktosa. Agaropektin adalah polisakarida asam berisi gugus sulfat, asam pirufat dan D-glukuronat asam yang terkonjugasi pada agarobiosa (Torres et al. 2019). Gambar 3 Dua fraksi utama penyusun agar (Kazłowski et al. 2008; Torres et al. 2019) Agar diperoleh dari hasil ekstraksi salah satu dinding ganggang merah (Rhodophyta) genus Gracilaria sp (Gambar 4) (Hendri et al. 2017). Rumput laut Gracilaria sp merupakan jenis rumput laut yang paling banyak digunakan dalam produksi agar (Ashila et al. 2021). Hal ini karena Gracilaria sp mudah diperoleh, harga yang ekonomis dan jauh lebih mudah dalam pengolahannya (Yulistiana et al. 2020). Menurut Anggadiredja et al. (2006) klasifikasi rumput laut jenis Gracilaria sp adalah sebagai berikut : Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigatinales Famili : Gracilariaceae Genus : Gracilaria Spesies : Gracilaria sp Gambar 4 Rumput laut Gracilaria sp 8 Budi daya rumput laut jenis Gracilaria sp memanfaatkan lahan tambak dengan sistem budi daya secara polikultural (udang, bandeng dan rumput laut) (Marzuki et al.2014). Metode untuk budi daya rumput laut jenis Gracilaria sp dapat dilakukan dengan metode tebar, lepas dasar, dan rawai (long line) (Hendri et al. 2017). Ketiga metode budi daya tersebut, umumnya yang banyak digunakan yaitu metode tebar yang biayanya lebih murah dan dilakukan di tambak dengan sistem polikultur dengan udang dan bandeng. Keuntungan budi daya rumput laut di tambak salah satu fungsinya menghasilkan oksigen dalam air sebagai filter. Apabila dilihat dari masa atau waktu produksi untuk budi daya rumput laut Gracilaria sp membutuhkan waktu yang relatif singkat sekitar 45 hari (Perpres RI Nomor 33 Tahun 2019). Rumput laut jenis Gracilaria sp memiliki kandungan gizi yang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Kandungan gizi rumput laut Gracilaria sp Komposisi Satuan Hasil Kadar air %bb 88,65 Kadar abu %bk 17,09 Kadar lemak %bk 3,17 Kadar protein %bk 16,83 Kadar karbohidrat %bk 62,91 Serat kasar %bk 1,10 Serat pangan total %bb 11,20 Iodium ppm, bk 54,27 Keterangan : bb = basis basah, bk = basis kering Sumber : Amalia (2016) Gracilaria sp merupakan salah satu spesies dari rumput laut kelas Rhodophyceae yang memiliki nilai ekonomis dan banyak dimanfaatkan untuk bahan baku produksi agar. Agar yang diekstraksi dari rumput laut merah dapat diolah menjadi bentuk tepung, lembaran atau batangan (KKP 2018). Sekitar 90% produk agar dimanfaatkan di industri makanan dan minuman sebagai penstabil, pengental dan pembentuk gel, sedangkan 10% lainnya dimanfaatkan sebagai media bakteriologi, elektroforesis gel, kromatografi, imunologi dan imobilisasi enzim (Reddy et al. 2018). Secara umum, prosses produksi agar meliputi pra perlakuan, ekstraksi, filtrasi, konsentrasi dan dehidrasi (Hernández et al. 2013). 2.3 Karagenan Karagenan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer (Torres et al. 2019). Karagenan terdapat pada dinding sel rumput laut dengan komponen penyusun terbesar dibandingkan dengan komponen yang lain. Berdasarkan strukturnya, karagenan dapat dibagi menjadi tiga fraksi diantaranya kappa, iota dan lamda karagenan (Gambar 5). 9 Gambar 5 Tiga fraksi sturuktur karagenan (Pereira et al. 2013; Torres et al. 2019) Tepung karagenan diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah jenis Eucheuma cottonii (Distantina et al. 2013). Menurut Amora dan Sukesi (2013) taksonomi rumput laut jenis Eucheuma cottonii (Gambar 6) adalah sebagai berikut. Kingdom : Plantae Divisi : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieriaceae Genus : Eucheuma Spesies : Eucheuma cottonii Gambar 6 Rumput laut Eucheuma cottonii Eucheuma cottonii merupakan salah satu jenis rumput laut alga merah yang cukup potensial dan banyak dibudi dayakan di perairan Indonesia. Eucheuma cottonii memiliki nilai ekonomis dan nilai jual yang tinggi (Wijayanto et al. 2011). Budi daya rumput laut jenis Eucheuma cottonii dilakukan dengan sistem monokultur di perairan laut. Metode untuk proses budi daya rumput laut jenis Eucheuma cottonii dapat 10 dilakukan dengan lima metode diantaranya lepas dasar, rakit apung, rawai (long line), jalur (kombinasi) dan kantong jaring (Perpres RI No 33 Tahun 2019). Rumput laut jenis Eucheuma cottonii mengandung air 76,15 %, abu 5,62%, protein 2,32%, lemak 0,11% dan karbohidrat 15,80% dengan senyawa bioaktif yang terdiri dari flavonoid, fenol, hidrokuinon triterpenoid (Maharany et al. 2017; Safia et al. 2020). Salah satu pemanfaatan hasil ekstraksi rumput laut Eucheuma cottonii adalah produk karagenan yang dimanfaatkan sebagai stabilisator (stabilizer), bahan pengental (thickener), pembentuk gel dan pengemulsi (Fathmawati et al. 2014; KKP 2018). Secara umum metode ekstraksi untuk proses produksi karagenan dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode alkohol dan metode tekan atau press (Dewi et al. 2012). Proses produksi karagenan didasarkan pada beberapa tahapan meliputi tahap pencucian untuk menghilangkan kotoran seperti pasir, ekstraksi, filtrasi, presipitasi, pengeringan dan penggilingan (Torres et al. 2019). 2.4 Life Cycle Assessment (LCA) Life Cycle Assessment atau penilaian siklus hidup adalah metodologi holistik yang mengidentifikasi dampak sistem produksi pada lingkungan. Hasil LCA dapat digunakan untuk mengidentifikasi proses tertentu yang dapat ditingkatkan untuk meminimalkan dampak dan mengoptimalkan produksi (Seghetta dan Goglio 2018). Menurut SNI ISO 14040 : 2016, LCA dapat membantu dalam beberapa hal diantaranya mengidentifikasi peluang untuk memperbaiki kinerja lingkungan dari produk di berbagai titik dalam daur hidupnya, menginformasikan kepada pengambil keputusan di industri, pemilihan indikator yang relevan dari kinerja lingkungan dan pemasaran. Metode LCA membahas aspek lingkungan dan dampak lingkungan potensial misalnya penggunaan sumber daya dan konsekuensi lingkungan dari lepasan. LCA mengidentifikasi sepanjang daur hidup produk dari akuisisi bahan baku, produksi, penggunaan, pengolahan akhir, daur ulang dan pembuangan akhir. Prinsip – prinsip dalam melakukan kajian LCA diantaranya : 1. Perspektif daur hidup, LCA mempertimbangkan keseluruhan daur hidup produk, mulai dari proses ekstraksi dan akuisisi bahan baku, produksi, penggunaan hingga pengolahan dan pembuangan akhir. 2. Fokus lingkungan, LCA membahas aspek dan dampak lingkungan dari produk. 3. Pendekatan relatif dan unit fungsi, yaitu LCA adalah pendekatan relatif yang terstruktur berdasarkan unit fungsi. Unit fungsi mendefinisikan hal yang dikaji. 4. Pendekatan berulang, setiap tahapan dalam LCA menggunakan hasil dari tahapan lainnya. 5. Transparansi, LCA bersifat kompleks dan transparansi menjadi prinsip penting dalam memandu pembuatan LCA untuk memastikan bahwa interpretasi hasil dapat dilakukan dengan cara yang sesuai. 6. Komprehensif, LCA mempertimbangkan semua atribut atau aspek lingkungan alam, kesehatan manusia dan sumber daya. 7. Prioritas pendekatan ilmiah, keputusan dalam LCA lebih diinginkan didasarkan pada kaidah ilmu alam, apabila tidak memungkinkan maka keputusan boleh diambil berdasarkan pilihan nilai, sesuai dengan keperluannya. 11 Berdasarkan Principles and Framework LCA pada SNI ISO 14040 : 2016 ada empat tahapan dalam kajian LCA yaitu penentuan tujuan dan ruang lingkup (Goal and scope definition), analisis inventori (inventory analysis), penilain dampak lingkungan (Life cycle impact assessment) dan interpretasi(interpretation). Hubungan antar tahapan LCA tersebut dapat dilihat pada Gambar 7. Kerangka kerja penilaian daur hidup Definisi tujuan dan Aplikasi langsung ruang lingkup - Perbaikan dan pengembangan Interpretasi produk Analisis inventori - Perencanaan strategis - Pemasaran Penilaian dampak - Lainnya Gambar 7 Tahapan LCA (Sumber : SNI ISO 14040 : 2016) 1) Penentuan tujan dan ruang lingkup (Goal and scope definition) Tahapan awal dari kajian LCA adalah menentukan tujuan dan ruang lingkup yang akan dikaji, dan unit (satuan) fungsi yang akan digunakan. Menurut GaBi (2011) ada empat pilihan utama untuk menentukan ruang lingkup atau batasan sistem yang akan digunakan pada kajian LCA yaitu : a. Cradle to grave : mencakup semua proses dari mulai proses ekstraksi bahan baku (termasuk bahan dan energi dari semua proses) melalui tahap produksi, transportasi dan penggunaan hingga produk akhir dalam siklus hidupnya. b. Cradle to gate : mencakup semua proses dari mulai proses ekstraksi bahan baku hingga tahap produksi (proses di pabrik), yang digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari proses produksi suatu produk. c. Gate to grave : mencakup semua proses dari penggunaan setelah proses produksi hingga tahap akhir siklus hidup suatu produk, digunakan untuk menentukan dampak lingkungan suatu produk setelah keluar dari pabrik. d. Gate to gate : mencakup proses dari tahap produksi saja, digunakan untuk menentukan dampak lingkungan dari suatu langkah atau proses produksi. 2) Analisis inventori Tahapan analisis inventori dimulai dari mengidentifikasi proses yang relevan dalam sistem produk, selanjutnya mengumpulkan data dari input dan output pada setiap proses untuk setiap unit fungsional yang telah ditentukan. Pengumpulan data disesuaikan dengan unit suatu proses menggunakan tabel inventori dan diagaram alir proses untuk mengetahui input dan output. Data input meliputi penggunaan sumber 12 daya dan energi, sedangkan data output meliputi produk samping, limbah atau emisi (Finnveden dan Potting 2014). 3) Penilaian dampak lingkungan atau Life Cycle Impact Assessment (LCIA) Penilaian dampak lingkungan atau Life Cycle Impact Assessment bertujuan untuk memberikan informasi dan mengetahui dampak lingkungan yang mungkin terjadi selama siklus hidup dari suatu produk. Besaran nilai dampak lingkungan diperoleh berdasarkan identifikasi dari input dan output dari sistem produk pada tahapan analisis inventori. Besaran dampak dari suatu sistem merupakan nilai selisih antara kualitas lingkungan tanpa adanya proyek dengan kondisi kualitas lingkungan sebagai akibat adanya proyek (Baumann dan Tillman 2013). Pada tahap LCIA terbagi menjadi beberapa tahapan analisis yaitu (Vogtländer 2010; Windrianto et al. 2016) : a. Klasifikasi dan karakterisasi Klasifikasi merupakan langkah untuk mengidentifikasi dan mengelompokkan substansi yang berasal dari LCI ke dampak yang heterogen, sedangkan karakterisasi merupakan penilaian besarnya substansi yang berkontribusi pada kategori. b. Normalisasi Tahapan untuk menunjukkan kontribusi relatif dari semua kategori dampak pada seluruh masalah lingkungan untuk menciptakan satuan yang seragam, untuk semua kategori impact dengan mengalikan nilai karakterisasi dengan nilai normal. c. Pembobotan Pembobotan didapatkan dengan mengalikan katergori impact dengan faktor pembobotan dan ditambahkan untuk mengdapatkan nilai total. d. Single score Pengklasifikasian nilai kategori impact berdasarkan suatu aktivitas atau proses. Nilai single score akan menunjukkan aktivitas yang memiliki kontribusi terhadap lingkungan. Beberapa kategori dampak lingkungan yang dapat dikaji dalam kajian LCA diantaranya perubahan iklim akibat gas rumah kaca, asidifikasi, eutrofikasi, penipisan ozon, toksisitas manusia, partikulat, radiasi pengion, oksidan fotokimia, toksisitas terhadap lingkungan, penggunaan lahan, penggunaan air dan penggunaan sumber daya abiotik (Klopffer dan Grahl 2014). 4) Interpretasi hasil dan rekomendasi perbaikan Tahapan ini bertujuan untuk mendapatkan hasil akhir kajian berdasarkan hasil analisis inventori dan penilaian dampak. Interpretasi hasil digunakan sebagai dasar untuk merekomendasikan usulan perbaikan atau pengambilan kesimpulan sesuai dengan definisi tujuan dan ruang lingkup kajian yang telah di tentukan. Kajian LCA telah banyak dilakukan untuk beberapa industri seperti industri kelapa sawit, industri tebu, industri gula dan lainnya. LCA berbasis rumput laut telah dilakukan dengan jenis rumput laut, ruang lingkup dan variabel yang berbeda. Akan 13 tetapi, kajian LCA produk olahan rumput laut berbentuk tepung masih terbatas, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Kajian LCA berbasis rumput laut untuk produk makanan masih terbatas, karena LCA berbasis rumput laut banyak difokuskan untuk produk bahan bakar atau biofuel (Nakhate dan Meer 2021). Beberapa penelitian yang mengkaji dampak lingkungan dengan metode LCA untuk produk berbasis rumput laut dapat di lihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kajian LCA pada berbagai produk berbasis rumput laut Unit Ruang Penulis Kajian LCA Dampak Fungsi Lingkup Oirschot et al. LCA for system 1 ton protein Cradle-to- OLD, HTP, (2017) design of Seaweed production Gate FAETP, cultivation and drying from dried MAETP, TETP, seaweed AD, EP, CC Gnansounou LCA of Algal Biodiesel 1 kg Cradle-to- Land use, GHG, & Kenthorai and co-products Biodiesel Grave FD (2016) Cappelli et al. LCA of Biogas 1 m3 of Cradle-to- CC, ME, FD, (2015) production from co- biogas Grave FWE, Land use digestion of macroalgae Czyrnek et al. LCA of Seaweed into 1 MJ of Cradle-to- GWP, AP, (2017) Biomethane compressed Gate FAETP, TETP, Biomethane MAETP Parsons et al. LCA of Macroalgae 1 t single Cradle-to- CC, FAETP, (2019b) derived single cell oil cell oil Gate MAETP, HT, TETP, WD Keterangan : OLD(Ozone Layer Depletion), HTP(Human Toxicity Potential), FAETP(Fresh Aquatic Eco-toxicity Potential), MAETP (Marine Aquatic Eco-toxicity Potential), AD(Abiotic Depletion), EP (Eutrophication Potential), CC (Climate Change), GHG (Green House Gas),GWP (Global Warming Potential), ME (Marine Eutrophication), FD (Fossil Depletion), FEW(Fresh Water Eutrophication), TETP(Terrestrial Eco- toxicity Potential), HT(Human Toxicity), WD (Water Depletion). 14 III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Indonesia menguasai lebih dari separuh rumput laut dunia. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai penghasil utama rumput laut dunia. Perdagangan komoditas rumput laut di pasar dunia, Indonesia menjadi peringkat kedua sebagai produsen jenis rumput laut Gracilaria sp dan menempati posisi pertama sebagai produsen jenis rumput laut Eucheuma cottonii. Jenis rumput laut Gracilaria sp dan Eucheuma cottonii tumbuh subur di sebagian besar wilayah Indonesia. Gracilaria sp merupakan kelompok agarofit sebagai penghasil produk agar, sedangkan Eucheuma cottonii merupakan kelompok karagenofit sebagai penghasil produk karagenan. Produk olahan rumput laut berupa produk agar dan karagenan banyak dimanfaatkan untuk berbagai macam produk hilir baik berupa produk pangan maupun non pangan, yang memacu berkembangnya industri rumput laut. Pemerintah berkomitmen mendorong dibangunnya industrialisasi rumput laut nasional baik yang dibangun oleh pemerintah maupun swasta, sehingga memiliki nilai tambah ekonomi yang lebih tinggi. Proses pengolahan rumput laut harus terus dikembangkan untuk mendapatkan produk terbaik, diantaranya dari segi kualitas produk, kuantitas produk yang memadai dan kontinuitas produk tanpa mengabaikan aspek ekologis atau lingkungan. Hal ini juga sesuai dengan kebijakan pemerintah pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No 1 Tahun 2021 terkait “Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER)”. Produksi agar dan karagenan mengkonsumsi sumber daya, energi dan menghasilkan dampak lingkungan berupa limbah dan emisi. Oleh karena itu, diperlukan metode penilaian dampak lingkungan dan analisis efisiensi penggunaan energi dari produk agar dan karagenan, sehingga dapat diidentifikasi peluang dan penyusunan rekomendasi skenario perbaikannya. Jumlah besaran dampak yang dihasilkan sesuai dengan jumlah input yang digunakan dalam memproduksi suatu produk. Data input dan output diinventarisasi pada setiap masukan dan keluaran dari produk tepung agar dan karagenan, untuk dilakukan analisis penilaian dampak dari produk tepung agar dan karagenan. Penilaian dampak suatu produk dapat dihitung menggunaan metode LCA (Life Cycle Assessment). LCA merupakan metode yang mampu memberikan gambaran dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan dari suatu siklus hidup produk dan menghasilkan alternatif atau rekomendasi usulan perbaikan berdasarkan hasil dari analisis ineventori dan analisis dampak lingkungan. Interpretasi hasil LCA dijadikan sebagai acuan untuk menyusun skenario alternatif perbaikan untuk menurunkan dampak lingkungan dari produk tepung agar dan karagenan. Hal tersebut dapat membantu mewujudkan industri olahan produk turunan dari tepung agar dan karagenan menjadi industri yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8. 15 Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Produk Tepung Agar dan Karaginan Analisis Potensi Analisis Pasar Analisis Peluang Industri Potensi luas areal budidaya dan Peta Panduan (Road Map) wilayah perairan Indonesia yang Indonesia menguasai separuh Pengembangan Industri Rumput sangat mendukung untuk rumput laut dunia Laut Nasional budidaya rumput laut (Perpres No 33 Tahun 2019) Analisis Kebijakan Pemerintah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) (Permen LHK No 1 Tahun 2021 LCA Tepung Agar LCA Tepung Karagenan Penentuan tujuan dan ruang lingkup Interpretasi Analisis inventori Analisis dampak SNI ISO 14040 : 2016 Rekomendasi skenario perbaikan untuk mengurangi dampak lingkungan Gambar 8 Kerangka pemikiran penelitian 16 3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai November 2020. Lokasi penelitian di laksanakan di tambak budi daya rumput laut Gracilaria sp di Pulokerto Pasuruan, di Pulau Karimunjawa untuk budi daya Eucheuma cottonii dan di industri rumput laut PT XYZ Pasuruan Jawa Timur. 3.3 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapang, hasil wawancara dengan petani dan pengepul rumput laut Gracilaria sp dan Eucheuma cottonii, serta beberapa pegawai terkait di PT XYZ seperti kepala bagian produksi, kepala bagian pengelolaan limbah, pegawai bagian pengadaan bahan baku, pegawai adiministrasi dan pemilik industri. Data sekunder didapatkan dari dokumentasi PT XYZ berupa data penggunaan bahan baku, bahan kimia tambahan, bahan kemasan, energi, air, mesin dan peralatan pada setiap tahapan proses produksi dan beberapa refrensi hasil penelitian yang sudah dipublikasikan sebelumnya. Data yang digunakan yaitu data produksi produk tepung agar dan karagenan pada Tahun 2019. Data bahan baku dari petani atau pengepul rumput laut menyesuaikan dengan data kebutuhan bahan baku untuk proses produksi tepung agar dan karagenan di PT XYZ. 3.4 Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder untuk menjawab tujuan dari penelitian. Metode pengumpulan data dilakukan dengan tiga cara yaitu : 1. Observasi lapang Observasi lapang dilakukan untuk memperoleh data primer dengan mengobservasi secara langsung rangkaian kegiatan atau proses yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan. Observasi dilakukan di tempat budi daya rumput laut dan industri rumput laut PT XYZ. Observasi juga dilakukan untuk mendapatkan data primer yang tidak terdapat pada data sekunder dari hasil studi pustaka terkait. 2. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan dan menganalisis data sekunder yang diperoleh dari pihak-pihak terkait penelitian, buku-buku acuan, jurnal, tesis, disertasi dan literatur lainnya untuk melengkapi data penelitian. Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari dan memahami terkait konsep kajian LCA, budi daya rumput laut Gracilaria sp dan Eucheuma cottonii, proses produksi tepung agar dan karagenan, proses penanganan limbah industri, analisis dampak emisi dari proses tepung agar dan karagenan. 3. Wawancara Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi dari stakeholder terkait, untuk memperoleh informasi tambahan terkait daur hidup tepung produk agar dan karagenan serta mengkonfirmasikan hasil temuan penelitian dan hal-hal yang berkaitan 17 dengan tema kajian penelitian. Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak terkait baik pada proses budi daya rumput laut dan proses produksi di industri PT XYZ. Pada tahap wawancara juga dilakukan diskusi dengan pakar untuk membantu menyusun skenario perbaikan sebagai upaya penurunan dampak lingkungan dan strategi meningkatkan efisiensi produksi. Data penelitian yang digunakan pada penelitian berdasarkan jenis, sumber dan metode pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Data penelitian Data Jenis Sumber Metode pengumpulan data data data Budi daya rumput laut Primer Petani Wawancara Gracilaria sp Pengepul Budi daya rumput laut Primer Petani Wawancara Eucheuma cottonii Pengepul Transportasi bahan baku Primer Supplier Wawancara Maps Aliran material Primer Supervisor Wawancara (bahan baku dan bahan produksi Observasi lapang tambahan) dan penggunaan energi Hasil produk samping Primer Pegawai Wawancara Studi pustaka Neraca massa dan neraca Primer Supervisor Wawancara energi produksi Observasi lapang Analisis inventori Primer, Pegawai, Wawancara Sekunder Pakar Observasi lapang Studi pustaka Analisis dampak Sekunder Analisis Studi pustaka inventori Skenario rekomendasi Sekunder Analisis Studi pustaka perbaikan dampak 3.5 Tahapan Penelitian Metode LCA dilakukan dengan memperhitungkan semua aliran input-output (exchange flow) dari sistem ke lingkungan di dalam tahapan daur hidup produk yang telah ditetapkan ruang lingkup batasannya. Pelaksanaan metode LCA ini mengacu pada pedoman pelaksanaan LCA menurut Framework SNI ISO 14040 : 2016 yang terdiri atas empat tahapan yaitu penentuan tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori, analisis dampak lingkungan dan interpretasi hasil. 3.5.1 Penentuan tujuan dan ruang lingkup LCA (Goal and scope definition) Penentuan tujuan dan ruang lingkup merupakan tahapan awal dalam melakukan analisis LCA. Tahap ini bertujuan untuk melakukan kajian LCA yang lebih sistematis 18 dengan mengacu pada batasan yang telah ditentukan. Pada tahap ini, juga dilakukan penetuan satuan unit fungsional yang akan digunakan pada kajian LCA. Tujuan kajian LCA ditentukan dengan melakukan studi pustaka dari berbagai kajian dan mencari celah risetnya. Ruang lingkup yang dikaji menyesuaikan dengan sumber refrensi terkait batasan ruang lingkup untuk kajian LCA dan kondisi lapang untuk pengambilan data penelitian. Ruang lingkup yang dikaji pada penelitian ini yaitu cradle-to-gate dimulai dari proses pengadaan bahan baku, proses transportasi dan proses produksi tepung agar dan karagenan di industri. Tahapan ini juga menentukan unit fungsi yang digunakan sebagai acuan normalisasi pada masukan (input) dan keluaran (output). Unit fungsi yang digunakan pada kajian ini yaitu 1 kg rumput laut tepung agar dan per kg tepung karagenan. 3.2.2 Analisis Inventori Tahap analisis inventori dilakukan untuk mengidentifikasi siklus hidup produk, pengumpulan data yang dibutuhkan dan pengkuantifikasian data untuk proses analisis dampak pada tahapan penelitian selanjutnya. Data inventori terdiri atas data primer (foreground) dari data masukan dan keluaran pada proses budi daya rumput, transportasi dan proses produksi di industri PT XYZ, sedangkan data sekunder (background) dari studi pustaka. Pengambilan data menyesuaikan dengan tujuan dan batasan yang sudah di tentukan pada tahapan sebelumnya. Pada tahapan analisis inventori dilakukan beberapa hal diantaranya. a. Pengumpulan Data Data yang dibutuhkan pada penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan cara observasi secara langsung di lapangan dan wawancara ke pihak terkait, sedangkan data sekunder diperoleh berdasarkan data-data yang sudah dimiliki perusahaan dan publikasi hasil penelitian terkait yang telah dipublikasikan sebelumnya. Pengumpulan data dilakukan dengan menggambarkan diagram aliran input dan output dari setiap unit proses dengan penjelasan setiap faktor yang mempengaruhinya. Konsep untuk analisis aliran input output pada setiap unit proses dapat dilihat pada Gambar 9. Emissions to air Raw (intermediate) Material inputs Intermediate product Ancillary material Unit Process inputs Coproduct Energy inputs Emissions Emissions Waste for to water to land treatment Gambar 9 Aliran input output pada unit proses (ISO 2000) b. Pendeskripsian input, proses dan output Siklus hidup produk yang diperoleh digambarkan menggunakan diagram alir untuk mendapatkan gambaran sistem produksi tepung agar dan karagenan secara jelas 19 dan terperinci, baik dari segi input, proses dan output. Pendeskripsian diagram alir digambarkan dari pengadaan bahan baku hingga proses selesai. c. Perhitungan data secara kuantitatif Proses perhitungan data secara kuantitatif dilakukan dengan mengidentifikasi input, proses dan output yang sudah dilakukan, yang kemudian dilakukan perhitungan terkait neraca massa dan neraca energi. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran aliran bahan secara jelas dan terperinci yang digunakan pada tahapan LCA selanjutnya yaitu tahapan analisis dampak lingkungan. 3.2.3 Penilaian Dampak Lingkungan (Life Cycle Impact Assessment/LCIA) Penilaian dampak lingkungan dilakukan untuk mengkaji atau mengevaluasi dampak lingkungan potensial dari suatu produk dalam daur hidupnya berdasarkan hasil analisis inventori. Profil LCIA memberikan informasi tentang isu lingkungan dari suatu produk berdasarkan masukan dan keluaran dari sistem produk. Perhitungan LCIA memiliki tahapan wajib dan opsional. Tahapan wajib LCIA meliputi : a) kategori dampak, yaitu mengidentifikasi kategori dampak lingkungan yang relevan, b) klasifikasi, yaitu melakukan penetapan dan penggabungan awal data inventori kedalam beberapa kelompok dampak, c) karakterisasi, yaitu menterjemahkan hasil data inventori ke ciri-ciri atau kriteria deskripsi dampak. Tahapan opsional LCIA diantaranya: a) normalisasi, yaitu melakukan perhitungan besaran hasil indikator relati terhadap informasi yang dijadikan pembanding, b) pengelompokkan, yaitu memilah dan menentukan peringkat untuk indikator yang dikaji, c) pembobotan, yaitu memberikan gambaran utama dari dampak potensial yang paling penting. Kategori dampak yang dikaji pada penelitian ini yaitu ada tiga kategori dampak diantaranya pemanasan global, asidifikasi dan eutrofikasi. Penentuan tiga kategori dampak yang dikaji berdasarkan pada jenis polutan yang dikeluarkan selama kegiatan daur hidup produk tepung agar dan karagenan. Jenis polutan yang dihasilkan diklasifikasi berdasarkan kategori dampak seperti jenis polutan CO2, CH4 dan N2O diklasifikasi dan dikarakterisasi untuk dampak pemanasan global, jenis polutan SO2, NOx, SO3, NO dan NH3 diklasifikasi dan dikarakterisasi untuk dampak asidifikasi dan jenis polutan NOX, PO4, N2O dan nutrient (N dan P) diklasifikasi dan dikarakterisasi untuk dampak eutrofikasi. Perhitungan analisis dampak lingkungan dilakukan dengan menggunakan software Simapro® dengan metode metode Centere of Environmental Science of Leiden Universitu Impact Assessment (CML -IA ) baseline V 3.06, dengan data masukan dan keluaran berdasarkan hasil analisis inventori dimasukkan sesuai dengan database Ecoinvent 3 yang ada di Simapro. Beberapa kategori dampak yang dikaji dianalisis dan ditentukan dampak terbesar dari masing-masing unit proses mulai proses budi daya, transportasi dan proses produksi produk. Kategori dampak yang dikaji untuk setiap unit meliputi : a. Pemanasan global atau global warming Kategori dampak lingkungan yang akan dikaji adalah pemanasan global yang disebabkan oleh emisi gas rumah kaca (GRK). GRK merupakan emisi yang dapat meningkatan temperatur bumi dan menyebabkan adanya pemanasan global (France et al. 2007). Kegiatan produksi tepung agar dan karagenan di Industri rumput laut PT XYZ menggunakan bahan tambahan kimia, sumber energi dan menghasilkan limbah yang berkontribusi menyebabkan pemanasan global. Beberapa jenis polutan yang 20 berperan menimbulkan dampak pemanasan global diantaranya karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan dinitrogen oksida (N2O). Sumber emisi penyebab pemanasan global sebagian besar berasal dari penggunaan batu bara sebagai sumber bahan bakar boiler, listrik untuk menghidupkan alat dan mesin untuk produksi serta lampu untuk penerangan, bahan kimia sebagai bahan tambahan produksi produk, penggunaan solar untuk bahan bakar transportasi di dalam industri misalnya untuk pengangkutan limbah padat ke tempat penampungan limbah yang berlokasi di belakang pabrik, dan kandungan gas metan dari limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi produk tepung agar dan karagenan. Besaran dampak lingkungan dari jenis polutan N2O dan CH4 memiliki nilai besaran Global Warming Potential (GWP) yang memiliki nilai relatif sama dengan CO2 dengan satuan CO2-eq. Perhitungan dampak pemanasan global dari pembentukan CO2-eq memiliki nilai konversi yang dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Nilai konversi dampak pemanasan global Pemanasan global Nilai konversi (CO2eq) Karbondioksida (CO2) 1 Metana (CH4) 28 Dinitrogen oksida (N2O) 298 Sumber : Database Ecoinvent Simparo 9.1.1.7 b. Asidifikasi Asidifikasi merupakan salah satu dampak lingkungan yang terjadi akibat adanya proses pengasaman air. Beberapa jenis polutan yang menyebabkan dampak asidifikasi pada daur hidup produk tepung agar dan karagenan adalah sulfur monooksida(SO), sulfur dioksida (SO2), sulfur trioksida (SO3), nitrogen oksida (NOX), nitrogen monooksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), ammonia (NH3). Sumber emisi penyebab asidifikasi sebagian besar berasal dari penggunaan bahan kimia tambahan berupa NaOH, listrik dan pupuk. Hasil perhitungan dari setiap jenis polutan, selanjutnya dikonversikan menjadi SO2-eq untuk mengetahui potensi asidifikasinya. Nilai konversi setiap jenis polutan penyebab asidifikasi dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai konversi dampak asidifikasi Emisi gas asidifikasi Nilai konversi (SO2eq) Sulfur dioksida(SO2) 1,20 Sulfur trioksida (SO3) 0,96 Nitrogen oksida (NOX) 0,50 Nitrogen monooksida (NO) 0,76 Amonia(NH3) 1,60 Sumber : Database Ecoinvent Simparo 9.1.1.7 c. Eutrofikasi Eutrofikasi merupakan permasalahan lingkungan yang terjadi di ekosistem akuatik yang mengakibatkan penipisian oksigen yang dapat merusak ekosistem perairan yang disebabkan oleh hilangnya fosfor (Liu dan Chen 2018). Beberapa jenis 21 polutan yang menyebabkan eutrofikasi pada daur hidup tepung agar dan karagenan adalah fosfat (PO4), nitrogen oksida (NOx) , dinitrogen oksida (N2O) dan nutrient (N dan P). Sumber emisi penyebab eutrofikasi sebagian besar dihasilkan dari penggunaan listrik dan penggunaan pupuk. Hasil perhitungan dari masing-masing jenis polutan penyebab dampak eutrofikasi dikonversikan menjadi PO4eq untuk mengetahui potensi dampak eutrofikasinya. Nilai konversi setiap jenis polutan penyebab eutrofikasi dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Nilai konversi emisi gas eutrofikasi Emisi Eutrofikasi Nilai konversi Eutrofikasi (PO4eq) Fosfat (PO4) 1 Nitrogen oksida (NOx) 0,13 Dinitrogen oksida (N2O) 0,27 Nitrat (N) 0,1 Fosfor (P) 3,06 Sumber : Database Ecoinvent Simparo 9.1.1.7 3.2.4 Interpretasi hasil Tahapan terakhir dari LCA yaitu interpretasi hasil dengan mengevaluasi analisis dampak lingkungan yang terjadi pada siklus daur hidup sebagai upaya untuk merekomendasikan perbaikan dan mengurangi dampak lingkungan. Pada tahap ini dilakukan proses identifikasi untuk menentukan proses yang berpengaruh signifikan dari sumber dampak potensial (hotspot) terhadap dampak lingkungan, kemudian dilakukan analisis perbaikan dengan beberapa skenario rekomendasi perbaikan yang memungkinkan diterapkan. Skenario perbaikan bertujuan untuk mengurangi dampak lingkungan seperti perbaikan proses dan pemanfaatan limbah. Skenario perbaikan dilakukan pada setiap unit proses pada daur hidup produk yang dikaji berdasarkan hotspot pada masing-masing unit proses. Skenario perbaikan diharapkan dapat mengurangi dampak pemanasan global, asidifikasi, dan eutrofikasi, serta mampu meningkatkan efisiensi dan kinerja di industri pengolahan rumput laut baik dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan. 3.6 Pengolahan dan Penyajian Data Pengolahan dan penyajian data dilakukan dengan menggunakan bantuan software Microsoft Excel. Data yang digunakan dalam kajian LCA dimasukkan ke dalam data inventori sebagai data kuantitatif untuk melihat hasil input dan output yang dihasilkan. Data inventori kemudian dilakukan analisis dampak yang dikelompokkan berdasarkan kategori dampak berupa pemanasan global, asidifikasi, dan eutrofikiasi. Data yang dimasukkan dalam analisis kategori dampak dilakukan secara kuantitatif untuk melihat besar dampak yang dihasilkan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software SimaPro® dengan metode Centere of Environmental Science of Leiden Universitu Impact Assessment (CML -IA ) baseline V 3.06. Hasil dampak kajian LCA dianalisis secara deksriptif dengan penyajian data menggunakan tabel dan grafik untuk lebih mudah dipahami dan bersifat informatif. 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Industri Kajian LCA pada penelitian ini dilakukan di industri rumput laut PT XYZ yang berlokasi di Pasuruan Jawa Timur. Lokasi PT XYZ berada di kawasan pabrik sehingga terbilang cukup strategis. Akses sarana transportasi cukup terjangkau untuk dapat dilalui oleh container atau truk-truk pembawa bahan baku dan bahan penunjang produksi, mudah memperoleh sumber air dan lokasi pabrik yang dapat dijangkau oleh pembangkit listrik negara (PLN) sebagai sumber listrik untuk menunjang proses produksi dan beberapa kegiatan di industri. Gambar 10 Industri rumput laut PT XYZ PT XYZ adalah industri rumput laut yang mengolah dua jenis bahan baku rumput laut yaitu Gracillaria sp dan Eucheuma cottonii. Rumput laut jenis Gracillaria sp diolah menjadi tepung agar, sedangkan Eucheuma cottonii diolah menjadi tepung karagenan. Bahan baku yang digunakan diperoleh dari pengepul masing-masing jenis rumput laut, dan diproduksi sesuai diagram alir proses produksi pada masing-masing produk. Proses produksi rumput laut dilakukan di dalam bangunan yang memiliki luas 1.500 m2. Bangunan tersebut berpondasi batu bata, berdinding dan beratap seng serta lantainya dicat epoksi. Proses produksi rumput laut di PT XYZ menggunakan beberapa alat dan mesin produksi yang dirancang sendiri oleh pemilik industri. Proses produksi dilakukan dengan lay out kontinyu berdasarkan urutan proses produksi masing-masing produk. Ruang produksi terdiri dari ruang penyimpanan produk, ruang proses, ruang produksi dan laboratorium uji. Sebagian besar proses produksi dilakukan dalam satu ruangan, kecuali proses pengeringan lembaran agar dan karagenan dilakukan di halaman luar atau ruang terbuka di bawah sinar matahari langsung. Selain itu, ruang penyimpanan bahan baku dan bahan penunjang lainnya di letakkan dalam ruang yang berbeda. Tata letak ruang proses produksi tepung agar dan karagenan di PT XYZ dapat dilihat pada Lampiran 1. 23 4.2 Analisis Daur Hidup Tepung Agar 4.2.1 Tepung agar Tepung agar hasil produksi di PT XYZ memiliki daur hidup produk yang dikaji dari mulai proses pengadaan bahan baku berupa budi daya rumput laut Gracilaria sp, proses transportasi bahan baku dan bahan penunjang lainnya ke industri dan proses produksi tepung agar di PT XYZ. a. Budi daya Gracilaria sp Bahan baku yang digunakan untuk proses produksi tepung agar adalah jenis rumput laut Gracilaria sp. Jenis rumput laut ini memiliki kontribusi paling besar (>90%) untuk menyumbang bahan baku agar dibandingkan dengan genus agarophytes yang lainnya seperti Gelidium, Ptereocladia, dan Gelidiela (WWF Indonesia 2014). Ruang Lingkup kajian tahapan budi daya rumput laut Gracilaria sp meliputi persiapan tambak, pembibitan, penanaman, perawatan atau pemeliharaan, panen dan pasca panen. 1) Persiapan tambak Persiapan tambak dilakukan dengan memastikan kontruksi lahan siap dan sesuai untuk budi daya Gracilaria sp. Tambak dibuat secara petakan dengan memiliki pintu masukan dan pengeluaran air yang berfungsi untuk sirkulasi air sehingga kualitas air tetap terjaga. Pada kajian ini, Gracilaria sp dibudidayakan di tambak Pulokerto Pasuruan dengan ukuran petakan tambak sebesar 70 m x 140 m. Petakan tambak budi daya diisi air sekitar 50 cm dan disediakan pintu masuk dan keluarnya air. Sumber air berasal dari sungai yang ada di sekitar tambak. Selanjutnya, pembuatan pematang tambak dengan kriteria harus kuat, tidak bocor dan rapi. Pematang ini digunakan untuk tanggul, penahan air dan biasanya digunakan sebagai tempat menjemur rumput laut hasil panen. Ketinggian pematang tambak dibuat dengan posisi lebih tinggi dari pasang tertinggi air laut dan tidak tenggelam jika terjadi hujan deras yang mengakibatkan banjir di sekitar lokasi tambak. Ketinggian tambak bisa dibuat sekitar1,5 m dari kedalaman tambak. Tambak dikeringkan dan diangkat bahan organik atau lumpurnya ke pematang tambak dengan minimal kedalaman 90 cm. Tambak selanjutnya dibiarkan kering matahari sekitar 6 - 7 hari sampai tanah mengering atau keras. Masukkan air ke dalam tambak melalui pintu masuk air dengan kedalaman sekitar 50 cm, dan apabila nanti dipolikulturkan dengan ikan bandeng atau bandeng kedalaman tambak diisi dengan air mencapai 100 cm dari kedalaman tambak. 2) Pembibitan Bibit yang digunakan yaitu berasal dari lokal dengan kualitas yang terbaik. Ciri- ciri bibit yang digunakan diantaranya memiliki thallus yang besar, berwarna coklat kehijauan, batangnya sehat tidak ada hewan yang menempel, tidak terdapat bercak putih, bentuk bibit seragam dan bersih dari hama, kotoran maupun tanaman pengganggu. Persedian bibit dilakukan dengan membuat kebun bibit untuk menjamin ketersediaan pasokan bibit untuk budi daya. Pembuatan kebun bibit Gracilaria sp diawali dengan melakukan seleksi varietas dengan menggunakan metode tebar. Bibit yang sudah siap tanam, diangkut dari kebun bibit ke lokasi tambak yang membutuhkan waktu sekitar satu jam. Pada saat menganggkut bibit, bibit yang dipanen dari petakan langsung dimasukkan ke karung untuk menghindari bibit dari sinar 24 matahari, dan selanjutnya diangkut menggunakan motor. Pada proses pengangkutan diharapkan bibit dalam keadaan basah dan membuat lubang pada penutup untuk sirkulasi udara, serta diupayakan pengangkutan tidak lebih dari 5-6 jam. Bibit yang diangkut tidak boleh terkena air tawar, sehingga tidak disarankan mengangkut bibit pada saat hujan atau diharapkan menggunakan penutup atau sejenisnya untuk melindungi bibit dari hujan. Bibit yang diangkut dari jarak jauh, sebaiknya sebelum ditebar harus didaptasikan terlebih dahulu dengan cara merendam bibit di air tambak untuk budi daya. 3) Penanaman Pada proses penanaman, bibit yang digunakan yaitu diambil dari kebun bibit dengan usia bibit sekitar 2 bulan, kemudian tebarkan bibit secara merata. Bibit yang digunakan sekitar 1000 kg untuk tambak dengan ukuran 70 m x 140 m. 4) Perawatan atau pemeliharaan Beberapa hal yang dilakukan untuk perawatan dan pemeliharaan ketika budi daya Gracilaria sp meliputi menjaga kebersihan tambak dari hama dan tanaman pengganggu, melakukan pengelolaan air untuk media budi daya dengan ketinggian air disesuaikan dengan pertumbuhan rumput laut atau dengan ciri-ciri harus berada disekitar 5 - 10 cm di bawah air, memantau penambahan air ketika rumput laut (rumput laut tidak boleh terkena langsung dengan matahari), melakukan pemantauan salinitas, pH, temperatur dan kekeruhan secara visual seminggu sekali untuk memastikan kualitas air terjaga, dan proses pemupukan dilakukan setiap 10 hari sekali dengan pupuk urea sebanyak 3-5 kg dengan menyesuaikan kondisi cuaca. Hama dan penyakit yang sering menyerang pada budi daya Gracilaria sp di tambak budi daya yang dikaji diantaranya kerang hijau atau teritip (Limnea glabra),siput (gastropoda) dan lumut. Upaya pemeliharaan dan perawatan untuk menanggulangi adanya kerang atau teritip dan siput yaitu dengan mengambil secara manul ketika persiapan tambak dan menggunakan saringan pada pintu air masukan, sedangkan penanggulangan untuk mengurangi adanya lumut yaitu dengan melalukan penanaman Gracilaria sp secara polikultur dengan menambah ikan bandeng dan menambah kedalaman air. 5) Panen Pemanenan dilakukan ketika rumput laut Gracilaria sp berumur 60 hari setelah tanam untuk mendapatkan kualitas kadar agar dan kekuatan gel yang tinggi. Pemanenan dilakukan dengan mengambil rumput laut dengan saringan, kemudian rumput laut dicuci dengan air tambak sebelum dimasukkan ke sampan dan selanjutnya dianggkut ke darat. Proses panen dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 06.00 WIB untuk bisa dilakukan penjemuran secara langsung di bawah matahari. Pada musim hujan, proses panen dilakukan sore hari atau menyediakan plastik high density polyethylene (HDPE) yang tebal sebagai alternatif untuk penutup rumput laut. Rumput laut yang dipanen tidak boleh terkena air hujan, karena dapat menurunkan kualitas dari rumput lautnya. 6) Pasca panen Rumput laut yang sudah dipanen dapat dijemur atau dikeringkan di pematang tambak atau didekat para-para. Pengeringan dilakukan dengan diberikan alas seperti jaring, sehingga rumput laut yang sudah kering tidak kontak langsung dengan tanah 25 (pematang). Saat musim hujan, tempat pengeringan dikondisikan dalam keadaan tertutup untuk menghindari terkena hujan, dan juga bisa diangin-anginkan untuk mempercepat proses pengeringan ketika musim hujan. Ketika proses pengeringan atau penjemuran juga perlu dilakukan pembalikan rumput laut supaya pengeringan merata. Tingkat kekeringan rumput laut Gracilaria sp yang diharapkan pada hasil akhir pengeringan adala 16-18%. Hasil tingkat kekeringan tersebut diindikasikan dengan meremas Gracilaria sp kering dengan tangan dan terasa keras dan tidak lengket. Gracilaria sp yang sudah kering dipisahkan kadar garamnya dengan menyortir secara manual atau menggunakan pengayak untuk menghilangkan kotoran dan benda asing. Kadar kandungan kotoran untuk hasil panen Gracilaria sp yang baik sebesar 2 - 4%. Gracilaria sp yang kering diangkut ke gudang penyimpanan. Jarak tambak dengan gudang penyimpanan sekitar 2 km. Rumput laut kering selanjutnya dipress manual dengan tangan dan dikemas dalam karung dengan berat 30 kg rumput laut kering/karung, dan disimpan dalam gudang penyimpanan yang sudah terjaga kebersihannya, adanya sirkulasi yang baik dan terhindar dari kebocoran ketika musim hujan. Selanjutnya, Gracilaria sp kering siap dikirim ke industri atau pedangang lokal maupun ekspor. Pada umumnya proses pengiriman ke industri rumput laut PT XYZ dilakukan menggunakan truk sedang sebanyak tiga kali dalam seminggu dengan beban berat satu kali pengiriman ke industri sebesar 2-3 ton. b. Transportasi bahan baku dan penunjang Transportasi dilakukan untuk proses pengiriman bahan baku dan bahan tambahan berupa bahan-bahan kimia dan bahan kemasan ke industri menggunakan truk dan pick up. Transportasi dilakukan dari masing-masing supplier yang berbeda sesuai kriteria bahan, sehingga kebutuhan bahan bakar disesuaikan dengan jarak dan kapasitas muatan truk atau pick up yang digunakan. Perhitungan jarak dari supplier ke industri menggunakan aplikasi google maps dan kebutuhan bahan bakar untuk transportasi diasumsikan sebesar 9,6 km/L. Asumsi transportasi dihitung untuk sekali perjalanan. c. Produksi tepung agar di PT XYZ Agar merupakan salah satu bentuk karbohidrat sebagai polisakarida kompleks yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah (Rhodophyceae) (Syamdidi et al. 2011). Agar memiliki sifat tidak larut dalam air dingin, tetapi terlarut dalam air mendidih dan membentuk gel pada titik didih 30-40oC (Song et al. 2012). Produk agar banyak dimanfaatkan diberbagai industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, pakan ternak dan lainnya. Sekitar 90% produk agar dimanfaatkan di industri makanan dan minuman sebagai penstabil, pengental dan pembentuk gel, sedangkan 10% lainnya dimanfaatkan sebagai media bakteriologi, elektroforesis gel, kromatografi, imunologi dan imobilisasi enzim (Reddy et al. 2018). Indonesia memiliki tiga jenis produk agar yang beredar di pasaran diantaranya agar lembaran, agar batangan dan agar bubuk atau tepung agar. PT XYZ mengolah Gracilaria sp menjadi produk agar bubuk atau yang lebih dikenal dengan tepung agar. Produksi tepung agar di PT XYZ membutuhkan beberapa bahan diantaranya bahan baku, bahan tambahan dan bahan pengemas. Bahan baku yang digunakan untuk proses produksi tepung agar yaitu rumput laut jenis Gracillaria sp. Bahan tambahan yang digunakan meliputi natrium hidroksida (NaOH), asam sulfat (H2SO4), Natrium 26 hipoklorit (NaOCl), Filter aid dan air. Bahan kemasan yang digunakan yaitu kraft paper. 1. Bahan Baku Proses produksi tepung agar di PT XYZ menggunakan bahan baku jenis rumput laut Glacillaria sp yang diperoleh dari petani dan pengepul rumput laut di Pulokerto Pasuruan dalam bentuk kering (Gambar 11). Rumput laut kering memiliki daya simpan lebih lama serta mempermudah dalam pengangkutan bahan baku dibandingkan dengan rumput laut yang basah. Harga rumput laut Glacillaria sp berkisar Rp 6.000-11.000/kg. PT XYZ membutuhkan sekitar 500 kg rumput laut Glacillaria sp untuk satu batch proses produksi yang dimasak dalam tangki proses. Tangki proses yang digunakan di PT XYZ berbentuk tabung dengan ukuran diameter 2 meter, tinggi 6 meter dan Volume 12.000 liter. Gambar 11 Rumput laut Glacillaria sp kering 2. Bahan Tambahan Produksi tepung agar selain membutuhkan bahan baku juga membutuhkan bahan tambahan. Bahan tambahan yang digunakan pada proses produksi tepung agar diantaranya: a. Natrium Hidroksida (NaOH) NaOH adalah salah satu senyawa bersifat basa kuat yang digunakan sebelum proses ekstraksi. NaOH merupakan reduktor kuat yang berperan sebagai alkali. Proses produksi agar di PT XYZ membutuhkan NaOH sebanyak 7% dari bahan baku. Penambahan NaOH bertujuan untuk memudahkan proses penarikan ekstrak agar ketika ada proses penambahan bahan kimia yang memiliki sifat asam, sehingga akan mempengaruhi rendemen yang dihasilkan (Santika et al. 2014). NaOH memiliki manfaat untuk dapat menghidrolisis agar, dengan memutuskan ikatan antara agarosa dan agaropektin, dimana perlakuan alkali terhadap molekul agar dapat menghilangkan sulfat yang tidak stabil pada C-6 dari unit L-galaktosa ketika gugus hidroksil pada C-3 telah terionkan. Hal ini memberikan peningkatan kestabilan dengan membentuk 3,6 –anhidro-galaktosa (Abidin et al. 2014; Yudiati et al. 2020). b. Asam Sulfat (H2SO4) H2SO4 adalah cairan kimia yang memiliki sifat korosif, tidak berwarna, tidak berbau, sangat reaktif dan mampu melarutkan berbagai logam (Agustina 2017). Asam sulfat dapat larut di dalam air dengan berbagai rasio dan perbandingan. Cairan kimia ini memiliki titik leleh sebesar 10,49oC dan titik didih berada pada temperature 340oC. Titik didih asam sulfat sangat bergantung pada cairan kimianya (Arita et al. 2016). 27 Asam Sulfat yang dibutuhkan untuk proses produksi agar di PT XYZ sebanyak 30 liter yang dilarutkan dalam 6000 liter air dengan konsentrasi 98%. Proses ekstrasksi dengan praperlakuan asam bertujuan untuk meningkatkan rendemen tepung agar yang dihasilkan dan untuk memperpendek waktu ekstraksi. c. Natrium hipoklorit (NaOCl) Natrium hipoklorit merupakan salah satu senyawa kimia klor berupa kaporit yang digunakan sebagai zat pemutih (bleaching agent) dalam berbagai bidang industri (Rohmah dan Sulistyorini 2017). Pada umumnya NaOCl tersedia dalam bentuk bubuk putih, pellet atau pelat datar. PT XYZ menggunakan NaOCl untuk proses pemucatan yang bertujuan untuk melarutkan zat warna yang terkandung dalam larutan rumput laut sehingga dapat diperoleh larutan yang lebih jernih. d. Filter aid Filter aid merupakan media penyaringan yang digunakan dalam proses filtrasi untuk memisahkan partikel halus dari cairan (Golmaei et al. 2013). Filter aid ditambahkan pada rumput laut yang sudah menjadi bubur dan dilakukan penambahan air panas untuk memudahkan penyaringan. Proses penyaringan atau filtrasi pada produksi tepung agar menggunakan alat filter press dengan prinsip untuk menyaring bubur rumput laut dengan sistem press/tekanan cepat dalam keadaan panas, sehingga filtrate dalam bentuk cairan kental dapat terpisah dari residu atau ampas padat (Sinurat dan Marliani 2017). e. Air Air merupakan komponen kimiawi yang banyak terkandung pada bahan pangan. Air memiliki pengaruh terhadap penampakan, tekstur dan cita rasa makanan (Winarno 2008; Dwi et al. 2015). Fungsi air dalam proses produksi tepung agar yaitu sebagai media penghantar panas, pelarut bahan kimia dan proses pencucian. Proses pencucian pada produksi agar dilakukan sebanyak dua kali yaitu setelah perlakuan basa dan perlakukan asam. Perlakuan basa yaitu ketika bahan baku rumput laut Glacillaria sp ditambahkan NaOH, dan air berfungsi untuk menghilangkan larutan basa yang masih menempel pada rumput laut Glacillaria sp setelah proses. Sedangkan perlakukan asam yaitu ketika bahan baku rumput laut Glacillaria sp ditambahkan H2SO4 , dan air berfungsi untuk menetralkan pH rumput laut. Maing-masing proses pencucian dilakukan sebanyak 3-4 kali hingga rumput laut Glacillaria sp tidak licin. 3. Bahan Kemasan PT XYZ menggunakan bahan kemasan berupa kantong kertas kraft (kraft paper) (Gambar 12). Kertas Kraft (kraft paper) merupakan kertas yang diproduksi dari bahan chemical pulp melalui proses kimia yang disebut proses kraft. Proses kraft yaitu suatu proses pembuatan pulp yang dilakukan secara proses kimia. Proses ini menghasilkan pulp dengan kekuatan yang lebih tinggi di banding proses mekanis dan semi-kimia. Pulp kertas yang dipakai bisa melalui proses pemutihan (bleaching) atau tidak. Bila tidak diputihkan maka hasil kertas berwarna coklat. Pulp yang diproduksi melalui proses kraft memiliki elastisitas tinggi dan tahan terhadap sobekan. Kertas ini bisa dikenal sebagai kertas yang kuat dan tahan lama. PT XYZ menggunakan kraft paper berbentuk karung atau kantong yang sudah menyatu dengan kemasan plastik didalamnnya. Kraft paper yang digunakan memiliki ketebalan kertas 10 – 180 gr/m2. Produk tepung agar dikemas sebanyak 25 kg tepung agar/kantong kraft paper. 28 Gambar 12 Kemasan tepung agar 4. Diagram A