Modul Pembelajaran Diferensiasi - Kementerian Agama PDF

Summary

Ini adalah modul pedagogik tentang pendekatan pembelajaran berbasis diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL) untuk guru Raudlatul Athfal. Modul ini membahas konsep, teori, dan praktik implementasi pembelajaran berdiferensiasi, serta penelitian yang relevan terkait.

Full Transcript

Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 TOPIK 2 Pendekatan Pembelajaran II Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learing/DBL) A. Definisi Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Diffe...

Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 TOPIK 2 Pendekatan Pembelajaran II Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learing/DBL) A. Definisi Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL) Pembelajaran berbasis diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL) adalah keragaman layanan karena perbedaan karakteristik peserta didik. Proses pembelajaran berfungsi untuk memenuhi kebutuhan, minat, dan kemampuan belajar setiap peserta didik. Ruang lingkup pembelajaran berbasis differensiasi ini mencakup berbagai aspek, antara lain: (1) Diferensiasi konten, guru menyajikan materi pembelajaran yang berbeda sesuai dengan tingkat pemahaman siswa. (2) Diferensiasi proses, proses pembelajaran disesuaikan dengan gaya belajar siswa, seperti visual, auditori, atau kinestetik. (3) Diferensiasi produk, hasil kerja atau tugas siswa dibuat fleksibel agar mereka bisa menunjukkan pemahaman mereka dengan cara yang sesuai. (4) Diferensiasi lingkungan, suasana belajar diatur agar mendukung kebutuhan siswa, seperti lingkungan yang tenang untuk siswa yang mudah terganggu atau ruang kolaboratif bagi siswa yang suka bekerja dalam kelompok. B. Konsep dan Teori Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL) 1. Peta konsep Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL) Gambar 2.1 Peta Konsep DBL 28 Unit Mapel Modul: Guru RA 16 TOPIK II Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 2. Konsep Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL) Diferensiasi pembelajaran adalah keragaman layanan karena perbedaan karakteristik peserta didik. Peserta didik memiliki berbagai macam perbedaan,seperti kemampuan, pengalaman, bakat, minat, bahasa, kebudayaan, cara belajar, dan sebagainya. Tidak adil jika guru hanya memberikan materi pelajaran dan juga menilai peserta didik dengan cara yang sama untuk semua peserta didik. Guru perlu memperhatikan perbedaan peserta didik dan memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didiknya. Pembelajaran berdiferensiasi adalah proses belajar mengajar dimana anak dapat belajar dan bermain sesuai dengan minat dan kemampuan, apa yang disukai, dan kebutuhannya masing-masing sehingga mereka tidak frustasi dan merasa gagal dalam pengalaman belajarnya (Breaux dan Magee, 2010; Fox & Hoffman, 2011; Tomlinson, 2017). Guru harus memahami dan menyadari bahwa tidak hanya ada satu cara, metode, strategi yang dilakukan dalam mempelajari suatu bahan pelajaran. Guru perlu menyusun bahan pelajaran, kegiatan main, tugas yang dikerjakan di kelas maupun yang di rumah. Asesmen akhir sesuai dengan kesiapan anak dalam mempelajari bahan pelajaran tersebut. Jadi dalam pembelajaran berdiferensiasi ada 3 aspek yang bisa dibedakan oleh guru agar peserta didiknya dapat mengerti bahan pelajaran yang mereka pelajari, yaitu aspek konten yang mau diajarkan, aspek proses atau kegiatan-kegiatan bermakna yang akan dilakukan oleh peserta didik di kelas, dan aspek ketiga adalah asesmen berupa pembuatan produk yang dilakukan di bagian akhir yang dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Pembelajaran berdiferensiasi berbeda dengan pembelajaran individual seperti yang dipakai untuk mengajar anak-anak berkebutuhan khusus. Dalam pembelajaran berdiferensiasi guru tidak menghadapi peserta didik secara khusus satu persatu agar ia mengerti apa yang diajarkan. Peserta didik dapat berada di kelompok besar, kecil atau secara mandiri dalam belajar. Guru melakukan asesmen terlebih dahulu untuk memetakan kompetensi, minat dan bakat peserta didik. Asesmen ini untuk mengukur aspek kognitif dan non kognitif setiap siswa. Selanjutnya hasil asesmen tersebut digunakan oleh guru untuk menerapkan pola dan proses pembelajaran yang terdiferensiasi bagi setiap peserta didik. Selain asesmen di awal proses pembelajaran, dilakukan juga asesmen formatif dan sumatif. Hasil asesmen tersebut dapat melihat perkembangan capaian pembelajaran setiap peserta didik sehingga treatment berbasis peta siswa tersebut diharapkan dapat dijadikan dasar untuk membimbing setiap siswa agar dapat mencapai kompetensi maksimal pada tujuan pembelajaran yang ditetapkan oleh sekolah dan menjembatani kesenjangan kompetensi antar siswa. Ciri-ciri pembelajaran berbasis diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL) adalah: (1) bersifat proaktif, guru merencanakan pembelajaran untuk peserta didik yang berbeda-beda. Bukan menyesuaikan pembelajarannya dengan peserta didik sebagai reaksi dari evaluasi tentang ketidakberhasilan pelajaran sebelumnya, (2) menekankan kualitas daripada kuantitas, kegiatan belajar bermain disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Serta anak yang pandai setelah selesai mengerjakan tugasnya, diberi lagi tugas tambahan yang dapat menambah keterampilannya, (3) berakar pada asesmen, guru menilai peserta didik dengan Mapel Modul: Guru RA 29 TOPIK II 17 Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 berbagai cara untuk mengetahui keadaan mereka dalam setiap pembelajaran sehingga berdasarkan hasil asesmen tersebut, guru dapat menyesuaikan pembelajarannya dengan kebutuhan mereka, dan guru menyediakan berbagai pendekatan dalam konten, proses pembelajaran, produk yang dihasilkan, dan juga lingkungan belajar. (4) berorientasi pada peserta didik, guru merancang pembelajaran sesuai dengan level kebutuhan peserta didik. Tugas diberikan berdasarkan tingkat pengetahuan awal peserta didik terhadap materi yang akan diajarkan. Guru lebih banyak mengatur waktu, ruang, dan kegiatan yang akan dilakukan peserta didik daripada menyajikan informasi kepada peserta didik. Pembelajaran berbasis diferensiasi penting untuk diterapkan pada pendidikan anak usia dini. Di antara pentingnya pembelajaran berbasis diferensiasi adalah: (1) pembelajaran yang berdiferensiasi menantang peserta didik yang cerdas untuk menggali pembelajaran secara lebih dalam, (2) pembelajaran berdiferensiasi juga menyediakan dukungan bagi peserta didik tingkat bawah atau peserta didik dengan ketidakmampuan belajar - baik yang teridentifikasi maupun yang tidak teridentifikasi; (3) memberi kesempatan peserta didik untuk menjadi tutor sebaya. Hal ini memperkuat pemahaman peserta didik yang telah menguasai materi sambil memberikan dukungan bagi peserta didik yang masih kesulitan. Gaya belajar timbal balik dan kolaboratif semacam ini adalah cara guru untuk memanfaatkan kekuatan di kelas; (4) pembelajaran yang berdiferensiasi menantang peserta didik yang cerdas untuk menggali pembelajaran secara lebih dalam. Disisi lain pembelajaran berdiferensiasi juga menyediakan dukungan bagi peserta didik tingkat bawah atau peserta didik dengan ketidakmampuan belajar - baik yang teridentifikasi maupun yang tidak teridentifikasi; (5) memberi kesempatan peserta didik untuk menjadi tutor sebaya. Hal ini memperkuat pemahaman peserta didik yang telah menguasai materi sambil memberikan dukungan bagi peserta didik yang masih kesulitan. Gaya belajar timbal balik dan kolaboratif semacam ini adalah cara guru untuk memanfaatkan kekuatan di kelas; dan (6) satu pendekatan standar untuk mengajar tidak akan memenuhi kebutuhan semua atau bahkan sebagian besar peserta didik. Tanpa upaya untuk memvariasikan instruksi untuk memenuhi kebutuhan individu setiap peserta didik, kurikulum pasti akan membosankan dan membingungkan bahkan membebani. Pembelajaran berdiferensiasi adalah kunci untuk menjangkau semua peserta didik. Pembelajaran berbasis diferensiasi didasarkan pada keragaman peserta didik. Setiap manusia diciptakan unik dan khusus, tidak ada satu orangpun yang sama persis walaupun mereka kembar tetapi pasti ada perbedaan di antara mereka. Demikian juga halnya dengan peserta didik di kelas. Ketika mereka masuk dalam sekolah pastinya mereka bukanlah selembar kertas putih yang kosong. Di dalam diri setiap anak ada karakteristik dan potensi yang berbeda satu sama lainnya yang harus diperhatikan oleh guru. Tomlinson (2013) menjelaskan keragaman peserta didik dipandang dari 3 aspek yang berbeda, yaitu: a. Kesiapan Pengertian kesiapan di sini adalah sejauhmana kemampuan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Guru perlu bertanya, apa yang dibutuhkan oleh peserta didiknya sehingga mereka dapat berhasil dalam pelajarannya. Kesiapan peserta didik harus berhubungan erat dengan cara pikir guru-guru yaitu bahwa setiap peserta didik memiliki potensi untuk bertumbuh baik secara fisik, mental dan kemampuan 30 Unit Mapel Modul: Guru RA 18 TOPIK II Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 intelektualnya. Kemudian, guru dapat menanyakan kepada peserta didiknya apa yang mereka minati. b. Minat c. Minat memiliki peranan yang besar untuk menjadi motivator dalam belajar. Guru dapat menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka minati, hobby, atau pelajaran yang disukai oleh peserta didik. Tentu saja peserta didik akan mempelajari dengan tekun hal-hal yang menarik minat mereka masing-masing. d. Profil Belajar Profil belajar peserta didik mengacu pada pendekatan atau bagaimana cara yang paling disenangi peserta didik agar mereka dapat memahami pelajaran dengan baik. Ada peserta didik yang senang belajar dalam kelompok besar, ada yang senang berpasangan atau kelompok kecil atau ada juga yang senang belajar sendiri. Di samping itu panca indra juga memainkan peranan penting dalam belajar peserta didik. Ada peserta didik yang dapat belajar lewat pendengaran saja (auditory), ada yang harus melihat gambar-gambar atau ada yang cukup melihat tulisan-tulisan saja. Namun ada pula peserta didik yang memahami pelajaran dengan cara bergerak baik menggerakan hanya sebagian atau seluruh tubuhnya (kinestetik). Ada juga peserta didik yang hanya dapat mengerti jika ia memegang atau menyentuh benda-benda yang menjadi materi pelajaran atau yang berhubungan dengan pelajaran yang sedang dipelajarinya. Dalam pembelajaran berdiferensiasi 4 aspek yang ada dalam kendali atau kontrol guru adalah Konten, Proses, Produk, dan Lingkungan serta Iklim Belajar di kelas. Guru dapat menentukan bagaimana ke 4 aspek ini akan dilaksanakan di dalam pembelajaran di kelas. Guru mempunyai kesempatan dan kemampuan untuk mengubah konten, proses, produk, dan lingkungan dan iklim belajar di kelasnya masing-masing sesuai dengan profil peserta didik-siswi yang ada di kelasnya. Penjelasan ke– 4 aspek ini adalah sebagai berikut: a. Konten Yang dimaksud dengan konten adalah apa yang akan diajarkan oleh guru di kelas atau apa yang akan dipelajari oleh peserta didik di kelas. Dalam pembelajaran berdiferensiasi ada 2 cara membuat konten pelajaran berbeda, yaitu: (a) Menyesuaikan apa yang akan diajarkan oleh guru atau apa yang akan dipelajari oleh peserta didik berdasarkan tingkat kesiapan dan minat peserta didik dan (b) Menyesuaikan bagaimana konten yang akan diajarkan atau dipelajari itu akan disampaikan oleh guru atau diperoleh oleh peserta didik berdasarkan profil belajar yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Strategi yang dapat dilakukan oleh guru untuk dapat mendiferensiasi konten yang akan dipelajari oleh peserta didik adalah: - Menggunakan materi yang bervariasi - Menggunakan Kontrak Belajar - Menyediakan pembelajaran mini - Menyajikan materi dengan berbagai moda pembelajaran - Menyediakan berbagai sistem yang mendukung Mapel Modul: Guru RA 31 TOPIK II 19 Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 b. Proses Yang dimaksud dalam proses pada bagian ini adalah kegiatan yang dilakukan peserta didik di kelas. Kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang bermakna bagi peserta didik sebagai pengalaman belajarnya di kelas, bukan kegiatan yang tidak berkorelasi dengan apa yang sedang dipelajarinya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik ini tidak diberi penilaian kuantitatif berupa angka, melainkan penilaian kualitatif yaitu berupa catatan-catatan umpan balik mengenai sikap, pengetahuan dan keterampilan apa yang masih kurang dan perlu diperbaiki/ditingkatkan oleh peserta didik. Kegiatan yang dilakukan harus memenuhi kriteria sebagai kegiatan yang: (1) baik, yaitu kegiatan yang menggunakan keterampilan informasi yang dimiliki peserta didik. (2) berbeda dalam hal tingkat kesulitan dan cara pencapaiannya. Kegiatan-kegiatan yang bermakna yang dilakukan oleh peserta didik di dalam kelas harus dibedakan juga berdasarkan kesiapan, minat, dan juga profil belajar peserta didik. c. Produk Biasanya produk ini merupakan hasil akhir dari pembelajaran untuk menunjukkan kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman peserta didik setelah menyelesaikan satu unit pelajaran atau bahkan setelah membahas materi pelajaran selama 1 semester. Produk sifatnya sumatif dan perlu diberi nilai. Produk lebih membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikannya dan melibatkan pemahaman yang lebih luas dan mendalam dari peserta didik. Oleh karenanya seringkali produk tidak dapat diselesaikan dalam kelas saja, tetapi juga di luar kelas. Produk dapat dikerjakan secara individu maupun berkelompok. Jika produk dikerjakan secara berkelompok, maka harus dibuat sistem penilaian yang adil berdasarkan kontribusi masing-masing anggota kelompoknya dalam mengerjakan produk tersebut. Berbeda dengan performance task/assessments yang walaupun merupakan penilaian sumatif karena mencakup satu unit Pelajaran atau satu bab, satu tema, dan perlu dinilai juga, biasanya asemen ini diselesaikan di kelas dan waktu mengerjakannya juga tidak selama produk. Guru merancang produk apa yang akan dikerjakan oleh peserta didik sesuai dengan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang harus ditunjukkan oleh mereka. Guru juga perlu menentukan kriteria penilaian dalam rubrik sehingga peserta didik tahu apa yang akan dinilai dan bagaimana kualitas yang diharapkan dari setiap aspek yang harus dipenuhi mereka. Guru juga perlu menjelaskan bagaimana peserta didik dapat mempresentasikan produknya sehingga peserta didik lain juga dapat melihat produk yang dibuat. Produk yang akan dikerjakan oleh peserta didik tentu saja harus berdiferensiasi sesuai dengan kesiapan, minat, dan profil belajar peserta didik. d. Lingkungan belajar Lingkungan belajar yang dimaksud meliputi susunan kelas secara personal, sosial, dan fisik. Lingkungan belajar juga harus disesuaikan dengan kesiapan peserta didik dalam belajar, minat mereka, dan profil belajar mereka agar mereka memiliki 32 Unit Mapel Modul: Guru RA 20 TOPIK II Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 motivasi yang tinggi dalam belajar. Tersedianya lingkungan pembelajaran yang memberikan pilihan bagi peserta didik. Jadi bagi para pendidik atau satuan PAUD itu di lembaga itu perlu dipersiapkan lingkungan pembelajaran yang beraneka ragam yang berbeda-beda sehingga anak bisa memilih mereka mau belajar mereka mau bermain dengan menggunakan alat permainan yang mana.Pada dasarnya, guru perlu menciptakan suasana dan lingkungan belajar yang menyenangkan bagi peserta didik sehingga merasa aman, nyaman, dan tenang dalam belajar karena kebutuhan mereka terpenuhi. Selain keempat aspek di atas, hal penting dalam pembelajaran adalah penilaian. Prinsip penilaian pada pembelajaran berdiferensiasi adalah penilaian berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan oleh guru, bukan penilaian berdasarkan norma. Sebelum melakukan penilaian akhir (evaluasi sumatif), guru perlu banyak memberikan umpan balik pada asesmen–asesmen yang dilakukan selama pembelajaran (penilaian proses), sehingga peserta didik dapat mengetahui kesalahan yang dilakukan dan dapat memperbaiki diri sebelum adanya evaluasi akhir (penilaian hasil belajar). Selanjutnya, penilaian untuk rapor ditentukan oleh 3 P, yaitu Penampilan, Proses, dan Progres. Penilaian akhir diberikan kepada peserta didik dengan mempertimbangkan ke-3 faktor tersebut. Penampilan mengacu pada pencapaian peserta didik terhadap kriteria yang telah ditentukan oleh guru sesuai dengan tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Penilaian Proses adalah penilaian terhadap kebiasaan peserta didik dalam mengerjakan tugas dan keterlibatan dalam pembelajaran selama mengikuti proses pembelajaran. Penilaian Progres adalah penilaian untuk melihat kemajuan peserta didik dari tugas pertama sampai dengan tugas terakhir. Melalui berbagai tugas, guru dapat memberikan penilaian proses. Penilaian proses tersebut dikumpulkan menjadi satu portofolio bagi peserta didik. Guru menilai sejauh mana perkembangan atau kemajuan peserta didik dari setiap tugasnya. 3. Teori Terkait Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL) Berikut adalah beberapa teori yang relevan dengan pembelajaran berbasis diferensiasi pada anak usia dini: Pertama, Teori Kecerdasan Majemuk Howard Gardner, Gardner mengemukakan bahwa setiap individu memiliki kecerdasan yang berbeda, seperti kecerdasan linguistik, logika-matematika, musikal, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, naturalis, dan spasial. Teori Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) dikembangkan oleh Howard Gardner pada tahun 1983 dan diperkenalkan dalam bukunya Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. Teori ini menantang pandangan tradisional yang mengukur kecerdasan hanya melalui tes IQ (Intelligence Quotient) dan menyatakan bahwa kecerdasan manusia terdiri dari berbagai dimensi yang berbeda. Implikasi teorinya dalam pendidikan adalah guru perlu menciptakan pendekatan pembelajaran yang beragam, seperti menggunakan cerita (linguistik), eksperimen (logika-matematika), atau seni visual (spasial), dan anak diberi kesempatan untuk menunjukkan pemahaman mereka melalui cara yang berbeda, seperti membuat proyek kreatif, memainkan peran, atau memecahkan masalah nyata, Teori ini relevan untuk pembelajaran berbasis Mapel Modul: Guru RA 33 TOPIK II 21 Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 diferensiasi, karena memungkinkan guru menyesuaikan strategi pengajaran dengan kecerdasan dominan anak. Dalam pembelajaran berbasis diferensiasi, guru mengidentifikasi kecerdasan dominan anak dan menyediakan aktivitas yang sesuai untuk mengakomodasi kekuatan belajar mereka. Gardner percaya bahwa pembelajaran harus diadaptasi untuk mengakomodasi berbagai jenis kecerdasan ini. Kedua, Teori Vygotsky: Zone of Proximal Development (ZPD). Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dalam pembelajaran dan memperkenalkan konsep Zone of Proximal Development (ZPD), yaitu jarak antara kemampuan anak saat ini dan potensi mereka dengan bantuan orang dewasa atau teman sebaya. Hubungan teori ZPD dengan pembelajaran diferensiasi adalah adanya kesempatan guru memberikan scaffolding sesuai dengan tingkat ZPD anak, sehingga mereka dapat mencapai potensi belajar yang lebih tinggi. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, guru merancang pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan individu siswa. Hal ini sejalan dengan ZPD, di mana setiap anak memiliki tingkat kesiapan belajar yang berbeda. Contoh: Anak yang berada di tahap awal memahami konsep berhitung memerlukan bantuan konkret seperti gambar atau benda manipulatif (scaffolding). Konsep scaffolding (bimbingan sementara) dalam teori ZPD sangat relevan dengan pembelajaran berdiferensiasi. Guru atau teman sebaya yang lebih mahir memberikan dukungan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak hingga anak mampu belajar secara mandiri. Dalam pembelajaran berdiferensiasi anak yang membutuhkan bantuan lebih banyak diberi pendampingan intensif dan anak yang lebih mandiri diberi kebebasan untuk mengeksplorasi tugas yang lebih kompleks. Teori ZPD oleh Vygotsky sangat relevan dengan pembelajaran berdiferensiasi karena keduanya bertujuan untuk: (a) memfasilitasi perkembangan optimal anak, (b) memberikan pengalaman belajar yang disesuaikan dengan kemampuan, kebutuhan, dan potensi setiap individu, dan (c) meningkatkan motivasi belajar dengan menghadirkan tantangan yang tepat dan dukungan yang sesuai. Ketiga, Teori Perbedaan Individual (Tomlinson, 2001). Carol Ann Tomlinson adalah tokoh utama dalam pengembangan teori dan praktik pembelajaran berdiferensiasi. Konsep ini didasarkan pada pengakuan bahwa setiap siswa memiliki kebutuhan, potensi, minat, dan gaya belajar yang berbeda. Carol Ann Tomlinson mengembangkan konsep pembelajaran berbasis diferensiasi, yang menekankan pentingnya menyesuaikan konten, proses, produk, dan lingkungan belajar berdasarkan kesiapan, minat, dan profil belajar siswa. Teori ini menjadi dasar penerapan pembelajaran berbasis diferensiasi, termasuk untuk anak usia dini, dengan mempertimbangkan kebutuhan unik setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bertujuan untuk menciptakan pengalaman belajar yang inklusif dan bermakna, dengan memperhatikan perbedaan individu siswa. Teori ini sangat relevan di kelas heterogen, di mana kebutuhan dan potensi siswa bervariasi, terutama dalam pendidikan anak usia dini maupun tingkat lainnya. Keempat, Teori Montessori (Maria Montessori). Montessori menekankan pembelajaran yang dipersonalisasi, di mana anak diberikan kebebasan untuk memilih aktivitas berdasarkan minat mereka, dengan bimbingan guru. Pendekatan Montessori sejalan dengan prinsip pembelajaran diferensiasi karena mengakomodasi kebutuhan dan minat individu anak, dan menyesuaikan proses pembelajaran agar sesuai dengan perbedaan individu anak. Prinsip-prinsip Montessori yang berhubungan dengan pembelajaran berdiferensiasi, adalah (a) pembelajaran berbasis anak (Child- Centered Learning). Montessori percaya bahwa setiap anak adalah individu yang unik 34 Unit Mapel Modul: Guru RA 22 TOPIK II Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 dengan minat dan gaya belajar yang berbeda. Pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, bukan memaksakan satu pendekatan untuk semua. (b) lingkungan yang disiapkan (prepared environment). Montessori menekankan pentingnya lingkungan yang dirancang untuk mendukung eksplorasi dan pembelajaran mandiri. Lingkungan ini memberikan akses kepada anak untuk memilih alat atau aktivitas sesuai dengan minat dan tingkat kesiapan mereka. (c) pembelajaran mandiri (self-directed learning) Anak-anak dalam lingkungan Montessori diberi kebebasan untuk memilih aktivitas yang menarik bagi mereka, dengan bimbingan guru sebagai fasilitator. (d) pentingnya observasi guru. Guru Montessori melakukan observasi secara mendalam terhadap setiap anak untuk memahami kebutuhan, minat, dan tingkat perkembangan mereka. Observasi ini menjadi dasar untuk memberikan pengalaman belajar yang relevan. (e) penghormatan terhadap ritme belajar anak. Montessori mengajarkan bahwa setiap anak memiliki ritme atau kecepatan belajar yang berbeda. Anak tidak dipaksa untuk mengikuti ritme kelompok, tetapi didukung untuk belajar dalam ritme mereka sendiri. Pembelajaran berdiferensiasi menyesuaikan materi dan tugas berdasarkan kesiapan belajar setiap siswa, memungkinkan mereka berkembang tanpa tekanan yang tidak perlu. Kelima, Teori Belajar Sosial (Bandura). Bandura menekankan bahwa anak belajar melalui pengamatan, peniruan, dan modeling, serta pentingnya peran lingkungan sosial. Guru dapat memberikan model pembelajaran yang berbeda sesuai kebutuhan anak, sehingga pembelajaran lebih efektif. Prinsip Bandura dalam konteks pembelajaran berdiferensiasi: (a) pembelajaran observasional dalam diferensiasi, guru sering kali berperan sebagai model yang memberikan contoh perilaku atau keterampilan tertentu. Selain itu, anak-anak dapat belajar dari teman sebaya melalui kerja kelompok atau kegiatan kolaboratif. Dalam sebuah kelas yang heterogen, siswa yang lebih terampil dapat menjadi model bagi siswa lain. (b) efikasi diri dan motivasi. Pembelajaran berdiferensiasi dirancang untuk menguatkan efikasi diri anak dengan memberikan tugas yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan mereka. Ketika anak merasa mampu menyelesaikan tugas, mereka lebih percaya diri untuk mencoba tantangan berikutnya. Siswa yang kurang percaya diri diberikan tugas sederhana terlebih dahulu dan diberi pujian setelah menyelesaikannya, sehingga efikasi dirinya meningkat. (c) lingkungan belajar yang fleksibel, Bandura menekankan pentingnya lingkungan sosial dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran berdiferensiasi, lingkungan belajar dibuat fleksibel untuk mendukung kebutuhan individu siswa, baik itu lingkungan fisik maupun emosional. Teori-teori di atas memberikan landasan yang kuat untuk pembelajaran berbasis diferensiasi pada anak usia dini, dengan menekankan pentingnya penyesuaian metode pembelajaran agar sesuai dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan individu anak. 4. Penelitian yang Relevan terkait Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL) Berikut adalah beberapa penelitian yang relevan mengenai pembelajaran berbasis diferensiasi pada anak usia dini: Pertama, penelitian yang berjudul “Strategi Pembelajaran Diferensiasi untuk Meningkatkan Konsentrasi Belajar Anak di RA Cahaya Insani”. Penelitian ini dilakukan di RA Cahaya Insani dan meneliti strategi pembelajaran diferensiasi yang Mapel Modul: Guru RA 35 TOPIK II 23 Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 digunakan untuk meningkatkan konsentrasi belajar anak. Pendekatan diferensiasi menekankan pada penyesuaian metode pengajaran dan bahan ajar sesuai dengan kebutuhan individu anak, dengan mempertimbangkan tingkat kesiapan, minat, dan profil belajar mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi ini efektif dalam meningkatkan konsentrasi belajar anak (Eliana, 2024). Kedua, penelitian yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Diferensiasi Terhadap Kemampuan Literasi Baca, Tulis, dan Numerasi pada Anak Usia Dini”. Penelitian ini mengeksplorasi pengaruh pendekatan pembelajaran diferensiasi terhadap kemampuan literasi baca, tulis, dan numerasi pada anak usia dini di TK Plus Baetussalam Garut. Hasilnya menunjukkan bahwa pendekatan ini memiliki pengaruh positif yang signifikan dalam meningkatkan kemampuan tersebut (Kurniasih & Priyanti, 2023). Ketiga, penelitian yang berjudul “Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi untuk Meningkatkan Kemampuan Sosial-Emosional Anak Usia 5-6 Tahun”. Penelitian ini menganalisis implementasi pembelajaran berdiferensiasi dalam meningkatkan kemampuan sosial-emosional anak usia dini di RA Insan Madani. Hasilnya menunjukkan bahwa pendekatan ini efektif dalam meningkatkan keterampilan sosial- emosional anak, seperti kerjasama, tanggung jawab, dan kemampuan bersosialisasi (Niswah & Zulfahmi, 2024). Keempat, penelitian yang berjudul “Analisis Pendekatan Pembelajaran Diferensiasi Berbasis Kurikulum Merdeka untuk Anak Usia Dini di TK St. Theresia Mangulewa”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan pembelajaran diferensiasi berbasis Kurikulum Merdeka pada anak usia dini. Hasilnya menunjukkan bahwa melalui kegiatan yang disesuaikan dengan minat dan kemampuan anak, pembelajaran diferensiasi dapat meningkatkan partisipasi dan pemahaman anak dalam proses belajar (Juita, Kajo, & Wea, 2024). Kelima, penelitian yang berjudul “Perkembangan Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka pada Pendidikan Anak Usia Dini”. Studi ini membahas perkembangan penerapan pembelajaran berdiferensiasi dalam Kurikulum Merdeka pada pendidikan anak usia dini. Hasilnya menunjukkan bahwa pembelajaran berdiferensiasi sesuai dengan karakteristik pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka dan berfokus pada pengembangan karakter individu serta berpusat pada anak (Ngaisah, Munawaroh, & Aulia, 2023). Keenam, penelitian yang berjudul “Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi dalam Meningkatkan Motivasi dan Kemandirian Anak Usia Dini”. Penelitian ini meneliti implementasi pembelajaran berdiferensiasi untuk meningkatkan motivasi dan kemandirian anak usia 5-6 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa pendekatan ini efektif dalam meningkatkan motivasi belajar dan kemandirian anak dalam proses pembelajaran (Yuliati, Wulan, & Hapidin, 2024). Penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran berbasis diferensiasi pada anak usia dini dapat memberikan dampak positif dalam berbagai aspek perkembangan anak, termasuk kemampuan literasi, sosial- emosional, motivasi, dan kemandirian. 36 Unit Mapel Modul: Guru RA 24 TOPIK II Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 5. Praktik Baik Implementasi Pembelajaran Berbasis Diferensiasi (Differentiation Based Learning/DBL) pada Raudhatul Athfal Pembelajaran berbasis diferensiasi pada Raudhatul Athfal dapat diimplementasikan dalam berbagai tema. Di sini kita berikan contoh tema: Alam dan Lingkunganku Subtema: "Hewan di Sekitar Kita" a. Diferensiasi Konten - Kegiatan: Guru menyajikan konten tentang jenis-jenis hewan (misalnya hewan peliharaan dan hewan liar). - Untuk anak dengan minat visual: Guru menggunakan gambar, video animasi, atau buku bergambar tentang hewan. - Untuk anak yang suka bergerak: Guru mengadakan aktivitas interaktif seperti permainan tebak gerakan hewan. - Untuk anak yang suka mendengar: Guru membacakan cerita pendek atau memainkan suara-suara hewan. b. Diferensiasi Proses - Kegiatan Kelompok: Guru membagi anak ke dalam kelompok berdasarkan gaya belajar atau kemampuan. - Kelompok pembelajar visual: Anak-anak menggambar atau mewarnai gambar hewan. - Kelompok pembelajar kinestetik: Anak-anak bermain peran menjadi hewan tertentu, sambil meniru gerakan dan suara hewan tersebut. - Kelompok pembelajar auditif: Anak-anak berdiskusi dengan guru tentang ciri-ciri hewan dari cerita yang didengar. c. Diferensiasi Produk - Tugas akhir: Anak diberikan kebebasan untuk menunjukkan pemahaman mereka tentang hewan. - Anak visual dapat membuat kolase atau poster hewan. - Anak kinestetik dapat membuat gerakan tari bertema hewan. - Anak auditif dapat menceritakan kembali apa yang mereka pelajari dengan menggunakan boneka tangan. d. Diferensiasi Lingkungan - Pengaturan Ruang: - Sudut "Eksplorasi Visual": Buku, gambar, dan kartu flash tentang hewan. - Sudut "Eksplorasi Gerak": Area luas untuk bermain peran atau meniru gerakan hewan. - Sudut "Eksplorasi Audio": Alat peraga seperti rekaman suara hewan dan alat musik sederhana. e. Refleksi dan Evaluasi - Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk berbagi pengalaman mereka setelah kegiatan. - Evaluasi dilakukan dengan cara mengamati keterlibatan dan hasil karya anak berdasarkan kemampuan dan gaya belajar mereka. - Manfaat: - Anak-anak belajar dengan cara yang sesuai dengan gaya belajar mereka, sehingga mereka lebih termotivasi dan terlibat. Mapel Modul: Guru RA 37 TOPIK II 25 Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 - Anak-anak dapat memahami tema secara menyeluruh melalui pendekatan yang bervariasi. - Guru dapat mengidentifikasi potensi unik setiap anak dan memberikan dukungan yang tepat. Contoh praktik baik implementasi pembelajaran berbasis differensiasi pada anak usia dini dapat disimak pada link berikut: https://www.youtube.com/watch?v=CXT3LujkBnU C. Sintax atau tahapan Implementasi Model Differentiation Based Learning/DBL 1. Komponen Utama Langkah-langkah Differentiation Based Learning a. Tahap awal Sebelum peserta didik mengikuti pembelajaran, sekolah berusaha menyiapkan peserta didik dari segi psikis, teknologi dan pembiasaan-pembiasaan yang melatih dan menumbuhkan karakter peserta didik antara lain: 1) Penciptaan lingkungan belajar yang positif dan etis, dengan membuat zona dalam kelas misalnya zona kehadiran, zona emoticon, galeri diri, pojok baca dan kesepakatan kelas. 2) Menyiapkan kemampuan personal dan sosial peserta didik. 3) Guru melakukan tes diagnostik atau asesmen awal untuk melihat kesiapan belajar dan memperoleh data gaya belajar dan minat peserta didik. Dari hasil tersebut digunakan guru untuk pemetaan peserta didik dan menyiapkan perangkat pembelajaran yang mengakomodir keberagaman peserta didik. Hasil asesmen diagnostik ini kemudian menjadi dasar perencanaan kegiatan termasuk rancangan diferensiasi konten, proses dan produknya. 4) Menyiapkan kegiatan pembelajaran yang berbasis tema dan projek kolaboratif. b. Tahap Pelaksanaan, berdasarkan langkah-langkah persiapan diatas, proses pembelajaran berbasis berdiferensiasi diterapkan dengan memperhatikan keragaman peserta didik. Aktivitas pembelajaran disesuaikan dengan kesiapan belajar, minat, dan gaya belajar peserta didik. Diferensiasi dapat dilakukan pada konten, proses, produk, dan lingkungan belajar. c. Tahap Evaluasi, guru dapat melakukan evaluasi formatif (selama pembelajaran dengan observasi, catatan anekdot), evaluasi diagnostik (penyesuaian dan refleksi guru), evaluasi sumatif (akhir pembelajaran), dan umpan balik serta perbaikan strategi pembelajaran. 2. Contoh Penerapan Differentiation Based Learning pada Raudhatul Athfal Pembelajaran berbasis diferensiasi di Raudhatul Athfal (RA) dapat diimplementasikan dalam semua tema. Sebagai contoh pembelajaran dengan tema Haji dapat diterapkan dengan menyesuaikan kebutuhan, minat, dan gaya belajar anak. Berikut contoh implementasinya dalam aspek konten, proses, dan produk: a. Diferensiasi Konten (Materi yang Diajarkan) - Anak yang suka visual → Guru menggunakan gambar, video animasi, atau buku cerita bergambar tentang perjalanan haji. - Anak yang suka auditori → Guru bercerita tentang ibadah haji dan mengajak anak-anak mendengarkan lantunan talbiyah. - Anak yang kinestetik → Guru menyediakan miniatur Ka’bah dan alat peraga untuk anak-anak bermain peran sebagai jamaah haji. 38 Unit Mapel Modul: Guru RA 26 TOPIK II Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 b. Diferensiasi Proses (Cara Belajar Anak) - Kelompok eksplorasi → Anak-anak diajak membuat miniatur Ka’bah dengan kardus dan menghiasnya. - Kelompok observasi → Anak-anak menonton video singkat tentang rukun haji, lalu mendiskusikannya. - Kelompok praktik → Anak-anak mempraktikkan manasik haji seperti thawaf mengelilingi Ka’bah mini, sa’i antara Shafa dan Marwah, serta wukuf di Arafah. c. Diferensiasi Produk (Hasil Pembelajaran) - Anak yang suka menggambar → Membuat gambar Ka’bah atau suasana ibadah haji. - Anak yang suka bercerita → Menceritakan kembali pengalaman bermain peran haji di depan teman-teman. - Anak yang suka bernyanyi → Menyanyikan lagu-lagu Islami tentang haji, seperti talbiyah atau nasyid terkait. Dengan pendekatan ini, pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, inklusif, dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak di RA. 3. Kemungkinan variasi langkah-langkah Differentiation Based Learning a. Mengenali Perbedaan Individu Guru melakukan asesmen awal untuk memahami kesiapan, minat, dan profil belajar siswa. b. Mendesain Strategi Pembelajaran yang Fleksibel Guru menyiapkan beragam aktivitas, tugas, atau media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. c. Memberikan Dukungan yang Tepat (Scaffolding) Guru memberikan bantuan tambahan kepada siswa yang membutuhkannya, tetapi menarik bantuan tersebut secara perlahan agar siswa menjadi lebih mandiri. d. Memonitor dan Mengevaluasi Proses Belajar Guru memantau perkembangan setiap siswa dan menyesuaikan strategi jika diperlukan. D. KontekstualisasI DBL dalam Pembelajaran Raudhatul Athfal berdasarkan Kearifan Lokal Pembelajaran berbasis diferensiasi dapat dikontekstualisasikan dalam pembelajaran Raudhatul Athfal berdasarkan Kearifan Lokal dalam berbagai tema. Sebagai contoh tema: seni membatik tradisional. Subtema: "Mengenal Motif dan Membuat Karya Batik Daerahku". Pendekatan DBL dengan Diferensiasi Konten, Proses, Produk, dan Lingkungan: 1. Diferensiasi Konten Guru memperkenalkan seni membatik dengan berbagai cara sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajar anak: a. Untuk anak visual: Guru menunjukkan gambar atau video tentang proses membatik dan berbagai motif batik lokal. b. Untuk anak kinestetik: Anak diajak untuk mencoba gerakan sederhana menggunakan alat peraga seperti canting tiruan atau kuas. c. Untuk anak auditif: Guru menceritakan kisah budaya di balik motif batik khas daerah, seperti makna batik Parang, Kawung, atau motif lokal setempat. Mapel Modul: Guru RA 39 TOPIK II 27 Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 2. Diferensiasi Proses Guru memberikan pengalaman belajar sesuai dengan minat dan kebutuhan anak: a. Kelompok menggambar motif: Anak menggambar motif batik sederhana di atas kertas menggunakan pensil warna atau crayon. b. Kelompok mencetak motif: Anak mencetak motif batik dengan alat cetak sederhana (misalnya spons berbentuk motif batik) di atas kain kecil. c. Kelompok eksplorasi tekstur: Anak mengeksplorasi tekstur kain batik asli sambil membandingkan perbedaan motif dan warna. 3. Diferensiasi Produk Guru memberikan ruang bagi anak untuk menghasilkan karya yang berbeda sesuai minat mereka: a. Anak yang suka menggambar dapat membuat sketsa motif batik sederhana di kertas. b. Anak yang suka seni rupa dapat membuat karya dengan teknik mencetak motif batik di atas kain menggunakan cat air. c. Anak yang suka bercerita dapat menyampaikan cerita tentang motif batik yang mereka buat dan apa inspirasinya. 4. Diferensiasi Lingkungan a. Pengaturan Ruang Belajar: 1) Sudut Batik Tradisional: Guru menyediakan contoh kain batik asli dengan motif lokal untuk anak amati. 2) Sudut Karya Seni: Anak diberikan alat-alat seperti kertas, kuas, cat air, dan alat cetak motif untuk membuat karya. 3) Sudut Bercerita: Anak duduk bersama untuk mendengarkan cerita tentang asal-usul batik daerah dan maknanya dalam kehidupan masyarakat setempat. b. Kearifan Lokal yang Diajarkan: 1) Guru mengaitkan pembelajaran membatik dengan tradisi lokal, seperti cerita budaya atau sejarah batik khas daerah. 2) Guru menggunakan motif lokal (misalnya flora, fauna, atau simbol daerah) untuk memberikan nilai pembelajaran berbasis budaya. 5. Refleksi dan Kearifan Lokal a. Refleksi Pembelajaran: Guru mengajak anak mendiskusikan karya batik mereka, membicarakan motif yang mereka buat, dan mengaitkannya dengan nilai-nilai lokal, seperti gotong royong dalam proses membatik secara tradisional. b. Kearifan Lokal yang Diajarkan: 1) Melestarikan tradisi lokal: Anak diajarkan pentingnya menjaga seni batik sebagai warisan budaya daerah. 2) Nilai kebersamaan: Guru menekankan pentingnya kolaborasi dalam proses belajar membatik, yang mencerminkan budaya gotong royong dalam masyarakat. 3) Menghormati budaya lokal: Anak belajar bahwa setiap motif batik memiliki cerita dan filosofi yang mencerminkan kearifan lokal. 6. Contoh Implementasi dalam Kegiatan Harian a. Kegiatan Awal: 1) Guru membuka dengan pertanyaan pemantik, seperti: “Tahukah kalian, apa itu batik? Siapa yang pernah melihat batik di rumah?” 2) Guru menunjukkan kain batik lokal sambil menjelaskan makna motifnya. 40 Unit Mapel Modul: Guru RA 28 TOPIK II Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 b. Kegiatan Inti, Anak dibagi dalam kelompok: 1) Kelompok A: Menggambar motif batik khas lokal dengan crayon di atas kertas. 2) Kelompok B: Mencetak motif batik sederhana di kain menggunakan spons atau cap. 3) Kelompok C: Mendengarkan cerita guru tentang sejarah batik daerah dan mencoba membuat cerita pendek terkait motif batik. c. Kegiatan Penutup: 1) Setiap anak atau kelompok mempresentasikan karya mereka. 2) Guru memberikan apresiasi dan menekankan pentingnya melestarikan seni batik sebagai identitas bangsa. E. Kesimpulan Pembelajaran berbasis diferensiasi (Differentiation Based Learning) pada anak usia dini merupakan pendekatan yang memberikan perhatian pada keberagaman karakteristik, kebutuhan, minat, potensi, dan gaya belajar setiap anak. Dalam pendekatan ini, guru merancang proses pembelajaran yang fleksibel dan responsif, sehingga memungkinkan setiap anak berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan uniknya. Strategi pembelajaran berbasis diferensiasi mencakup penyesuaian pada aspek konten (materi yang diajarkan), proses (cara belajar), produk (hasil pembelajaran), dan lingkungan (suasana dan tempat belajar). Pendekatan ini juga mengedepankan keterlibatan aktif anak melalui bermain, eksplorasi, dan pengalaman langsung, dengan tetap memperhatikan konteks budaya, sosial, dan lingkungan sekitar. Melalui penerapan pembelajaran berbasis diferensiasi, anak usia dini tidak hanya mendapatkan kesempatan untuk mencapai potensi terbaiknya, tetapi juga belajar menghargai perbedaan, mengembangkan kemandirian, serta membangun rasa percaya diri. Dengan demikian, pembelajaran ini menjadi dasar yang kuat untuk mendukung perkembangan holistik anak dan menanamkan kecintaan pada proses belajar sepanjang hayat. F. Daftar Pustaka Agboola, A. O., & Akinlade, A. (2020). Differentiating Instruction in Early Childhood Care Education: Teachers' Practice. African Research Review, 14(4), 106-118. https://doi.org/10.4314/afrrev.v14i4.9 Alvionita, D., & Supriyanto, D. (2018). Pembelajaran Diferensiasi: Menyesuaikan Pembelajaran dengan Kebutuhan Siswa. Graha Ilmu. Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. Prentice Hall. Breaux, A., & Magee, T. (2010). Differentiated Instructional Strategies: One Size Doesn't Fit All. Corwin Press. Fox, L., & Hoffman, L. (2011). Differentiated Instruction for the 21st Century: A Guide for Teachers and Educators. Pearson Education. Gardner, H. (1983). Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences. Basic Books. Gardner, H. (1999). Intelligence Reframed: Multiple Intelligences for the 21st Century. Basic Books. Huda, M., & Safitri, I. (2021). A Creative Approach of the Differentiated Teaching and Project Method in Early Childhood Education. European Journal of Education Studies, 7(2), 89-103. https://doi.org/10.5281/zenodo.4039050 Mapel Modul: Guru RA 41 TOPIK II 29 Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 Jafari, P., & Kargar, A. (2019). Differentiated Instruction in Relation to Pupils' Learning Style. International Journal of Early Childhood Education, 25(1), 67-78. https://doi.org/10.1080/14531331.2019.1555107 Knez, M., & Choi, Y. (2022). Is Need-Based Action Possible for Each Child?: Preschool Teachers' Differentiated Instruction Within Multicultural Classrooms. Early Childhood Education Journal, 50(4), 403-417. https://doi.org/10.1007/s10643-024- 01753-2 Montessori, M. (1912). The Montessori Method. Frederick Stokes Company. Riley, R., & Thorpe, J. (2020). Differentiated Instruction: A Research Basis. Journal of Early Childhood Education Research, 14(3), 224-236. Retrieved from https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ854351.pdf Tomlinson, C. A. (2001). How to Differentiate Instruction in Mixed-Ability Classrooms. ASCD. Tomlinson, C. A., & Moon, T. R. (2013). Assessment and Student Success in a Differentiated Classroom. Alexandria, VA: ASCD. Vygotsky, L. S. (1978). Mind in Society: The Development of Higher Psychological Processes. Harvard University Press. 42 Unit Mapel Modul: Guru RA 30 TOPIK II Modul Pendalaman Materi Pedagogik PPG Kementerian Agama Tahun 2025 PENUTUP Pembelajaran adalah proses yang tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga membangun karakter, membentuk kepribadian, dan menanamkan nilai-nilai luhur bagi peserta didik. Guru Raudhatul Athfal (RA) memiliki peran utama dalam menanamkan fondasi pendidikan yang kuat bagi generasi masa depan. Oleh karena itu, kompetensi pedagogik yang terus berkembang menjadi kebutuhan mutlak bagi setiap pendidik. Modul Pendalaman Materi Pedagogik ini hadir sebagai upaya untuk memperkaya wawasan guru dalam mengembangkan pembelajaran yang bermakna, menyenangkan, dan berbasis nilai-nilai Islam. Kami berharap modul ini tidak hanya memberikan pemahaman konseptual, tetapi juga menginspirasi guru untuk terus berinovasi dalam mendidik dengan penuh kasih sayang, keteladanan, dan semangat pengabdian. Sebagai pendidik, hendaknya kita selalu meneladani prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, para sahabat, dan ulama salafush shalih dalam membentuk generasi yang berakhlak mulia dan berilmu. Berikut beberapa kata mutiara yang dapat menjadi motivasi dalam membangun kepribadian guru: 1. Al-Qur'an: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik." (QS. An-Nahl: 125) Seorang guru tidak hanya mentransfer ilmu, tetapi juga membimbing dengan kebijaksanaan dan kelembutan. 2. Hadits Nabi SAW: "Sesungguhnya Allah, para malaikat-Nya, penghuni langit dan bumi, bahkan semut di dalam lubangnya dan ikan di lautan, semuanya mendoakan kebaikan bagi orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia." (HR. Tirmidzi, no. 2685) Betapa mulianya peran seorang guru yang mengajarkan kebaikan, bahkan seluruh makhluk turut mendoakannya. 218 Unit Mapel Modul: Guru RA TOPIK II 31 Kementerian Agama Republik Indonesia 32 TOPIK II