Outlook Ekonomi Indonesia Q3-2024 PDF

Document Details

Uploaded by Deleted User

LPEM FEB UI

2024

Jahen F. Rezki, Ph.D., Teuku Riefky, Faradina Alifia Maizar, Muhammad Adriansyah, Difa Fitriani

Tags

economic outlook indonesia economy economic growth macroeconomics

Summary

Laporan ini membahas gambaran ekonomi Indonesia pada kuartal ketiga 2024, termasuk proyeksi pertumbuhan PDB, inflasi, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Laporan mengulas pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,11% pada kuartal pertama 2024 dipengaruhi faktor musiman dan tantangan global.

Full Transcript

Triwulan-III 2024 Angka-Angka Penting Rentannya Mesin Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan PDB (Q1 ’24) 5,11% Ringkasan Inflasi (y.o.y. Juni ‘24) 2,51% PDB diperkirakan tumbuh 4,97%-5,01% di Triwulan-II 20...

Triwulan-III 2024 Angka-Angka Penting Rentannya Mesin Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan PDB (Q1 ’24) 5,11% Ringkasan Inflasi (y.o.y. Juni ‘24) 2,51% PDB diperkirakan tumbuh 4,97%-5,01% di Triwulan-II 2024, 5,0%-5,1% untuk FY2024, didorong oleh minimnya fakator pendorong musiman dan tingginya ketidakpastian Pertumbuhan Kredit (y.o.y. Q1 ‘24) 11,84% domestikn dan global. PDB Indonesia tumbuh 5,11% (y.o.y) pada Triwulan-I 2024, meningkat dari 5,04% BI Rate (Juli ‘24) (y.o.y) pada Triwulan-IV 2023 dan 5,05% (y.o.y) pada tahun 2023. 6,25% Pertumbuhan didorong oleh faktor musiman dengan sektor-sektor utama, seperti Neraca Transaksi Berjalan (% GDP) manufaktur dan perdagangan besar yang berkinerja buruk, sementara sektor-sektor (Q1 ‘24) -0,6% yang lebih kecil seperti transportasi dan administrasi publik mengalami peningkatan IDR/USD (Juli ’24) yang kuat. IDR16,135 Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,91% (y.o.y) pada Triwulan-I 2024 meningkat dari 4,83% (y.o.y) pada Triwulan-IV 2023, didorong oleh efek Ramadan, peningkatan Laporan bulanan dan triwulanan kami distribusikan bantuan sosial, dan kenaikan gaji PNS. secara gratis. Untuk Konsumsi pemerintah melonjak 19,90% (y.o.y) pada Triwulan-I 2024, tertinggi dalam berlangganan, silahkan pindai QR code di bawah ini dua dekade terakhir, karena peningkatan pengeluaran untuk pemilu, bantuan sosial, dan tunjangan pegawai. Meskipun surplus perdagangan masih berlanjut, risiko eksternal, seperti lemahnya permintaan global dapat berdampak pada pertumbuhan ekspor dan neraca perdagangan Indonesia ke depannya. Rupiah menunjukkan tanda-tanda stabilisasi pada awal Juli 2024 setelah terdepresiasi 6,33% (y.t.d) pada bulan Juni, dipengaruhi oleh ketidakpastian keuangan global dan atau ikuti tautan http://bit.ly/LPEMCommentary ekspektasi pasar terhadap perubahan kebijakan the Fed. Subscription Triwulan pertama 2024 di Indonesia penuh dengan berbagai peristiwa. Adanya Kelompok Kajian momentum Pemilihan Umum (Pemilu), periode Ramadhan, percepatan penyelesaian Makroekonomi, Keuangan, proyek infrastruktur menjelang akhir masa pemerintahan dan beberapa libur panjang dan Ekonomi Politik mendorong peningkatan aktivitas ekonomi domestik. Hasilnya, PDB Indonesia tumbuh 5,11% di Triwulan-I 2024, meningkat dari 5,04% (y.o.y) di Triwulan-IV 2023 Jahen F. Rezki, Ph.D. dan lebih tinggi dari keseluruhan pertumbuhan tahun 2023 sebesar 5,05% (y.o.y). [email protected] Kombinasi dari berbagai faktor musiman mampu meningkatkan konsumsi rumah Teuku Riefky tangga, belanja pemerintah, dan investasi infrastruktur. Lebih lanjut, sektor-sektor [email protected] yang mengandalkan mobilitas fisik, seperti akomodasi dan makanan minuman, Faradina Alifia Maizar transportasi, kesehatan dan aktivitas sosial juga menikmati angka pertumbuhan yang [email protected] tinggi dari berbagai faktor musiman. Informasi dan komunikasi, administrasi publik, dan konstruksi juga tumbuh drastis akibat penyelenggaran Pemilu dan naiknya Muhammad Adriansyah [email protected] belanja pemerintah. Difa Fitriani Walaupun terakselerasi, perekonomian Indonesia menunjukkan adanya indikasi [email protected] permasalahan struktural, dengan pertumbuhannya sebagian besar didorong oleh faktor musiman. Sekitar 45% dari aktivitas ekonomi Indonesia ditopang oleh hanya Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 1 Triwulan-III 2024 tiga sektor, yaitu pertanian, pengolahan, dan perdagangan. Ketiga sektor ini melanjutkan tren pertumbuhan di bawah rata-rata nasional. Stagnansi yang persisten terjadi di sektor pengolahan menguatkan indikasi terjadinya deindustrialisasi prematur. Lebih lanjut, pertumbuhan perdagangan besar dan eceran di bawah 5% menyiratkan adanya potensi pelemahan daya beli masyarakat, terutama kelas menengah. Hal ini juga kemungkinan dipengaruhi oleh potensi deindustrialisasi prematur yang membatasi peningkatan kesejahteraan tenaga kerja akibat lemahnya pertumbuhan produktivitas dari aktivitas produksi di Indonesia. Di sisi lain, performa sektor pertanian cukup mengecewakan, dipengaruhi oleh produktivitas yang rendah akibat berbagai faktor, dari rendahnya keterampilan tenaga kerja dan kualitas bahan baku hingga minimnya skema penjaminan untuk petani. Kondisi ini diperparah oleh faktor musiman El-Nino. Dari sisi eksternal, defisit transaksi berjalan di Triwulan-I 2024 meningkat ke USD2,2 miliar (0,6% PDB), melebat dari USD1,1 miliar (0,3% PDB) di tirwulan akhir 2023 akibat kontraksi neraca perdagangan barang, walaupun termoderasi akibat tingginya penerimaan pariwisata. Namun, performa neraca perdagangan membaik di Triwulan-II 2024. Surplus perdagangan tercatat sebesar USD8,04 miliar didorong oleh naiknya permintaan global untuk beberapa komoditas dan naiknya harga komoditas lainnya, meningkat sebesar 2,82% (y.o.y) dari periode yang sama tahun lalu dan 8,42% (y.o.y) peningkatan dari triwulan sebelumnya. Indonesia juga memiliki realisasi investasi yang sesuai target, didorong oleh tingginya PMA di Triwulan-II 2024. Sebaliknya, ketidakpastian global menyusul sentimen terkait langkah the Fed yang terus berubah serta ketidakpastian kebijakan domestik seiring masa transisi pemerintahan memicu arus modal keluar di Triwulan-II 2024. Imbasnya, Rupiah mengalami tekanan besar dan terdepresiasi hingga 6,33% (y.t.d.) di akhir Juni 2024. Tabel 1: Proyeksi Pertumbuhan PDB LPEM FEB UI Triwulan-I 2024 FY2024 4,97% – 5,01% 5,0% - 5,1% Perekonomian Indonesia secara umum relatif melemah di Triwulan-II 2024 dibandingkan triwulan sebelumnya. Tidak adanya faktor musiman yang memicu aktivitas ekonomi, tingginya ketidakpastian global, dan berlanjutnya permasalahan struktural berdampak negatif terhadap pertumbuhan PDB. Lebih lanjut, ketidakpastian mengenai arah kebijakan oleh pemerintahan mendatang juga mendorong masyarakat cenderung menahan konsumsinya dan investor bersikap wait-and-see. Sehingga, pertumbuhan PDB kemungkinan melambat di Triwulan-II 2024. Kami mengestimasi PDB akan tumbuh sebesar 4,99% (y.o.y) (kisaran estimasi dari 4,97% hingga 5,01%) di Triwulan-II 2024 dan 5,1% untuk FY2024 (kisaran estimasi 5,0% hingga 5,1%). Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 2 Triwulan-III 2024 Terhimpit di Tengah Siapa yang Dimaksud Kelas Menengah? Kelas menengah memegang peran yang penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara. Easterly (2001) menyimpulkan bahwa negara dengan proporsi kelas menengah yang lebih besar cenderung tumbuh lebih cepat. Birdsall, Graham, dan Pettinato (2000) berargumen bahwa kelas menengah merupakan tulang punggung dari perekonomian dan demokrasi di masyarakat maju. Terdapat setidaknya tiga argumen yang mendukung pentingnya kelas menengah di masyarakat. Pertama, kelas menengah adalah sumber kewirausahaan dengan kapasitas dan toleransi terhadap kepuasan yang tertunda, yang dapat menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan produktivitas bagi masyarakat lainnya (Acemoglu & Zilibotti, 1997). Kedua, kelas menengah menyediakan sumber daya manusia dan tabungan yang diperlukan untuk mempercepat akumulasi modal dan penciptaan kekayaan dalam perekonomian (Doepke & Zilibotti, 2005). Ketiga, konsumen kelas menengah bersedia membayar lebih mahal untuk barang-barang berkualitas. Hal ini mendorong diferensiasi produk, investasi, dan inovasi dalam kegiatan produksi, yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan untuk semua orang (Murphy et al., 1989). Indonesia bercita-cita untuk menjadi negara maju pada tahun 2045 dan untuk mencapai tujuan ambisius ini dibutuhkan proporsi populasi kelas menengah yang besar. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan bahwa untuk mencapai status negara berpenghasilan tinggi, jumlah kelas menengah harus ditingkatkan menjadi 70% dari populasi Indonesia pada tahun 2045. Meskipun identifikasi kelas menengah adalah bentuk klasifikasi kelas sosial dan ekonomi, sebagian besar ekonom lebih memilih mengukurnya berdasarkan pendapatan atau tingkat konsumsi. Easterly (2000) mengambil pendekatan relatif dan mendefinisikan kelas menengah sebagai mereka yang berada di antara persentil ke-20 dan persentil ke-80 dari distribusi konsumsi. Demikian pula, Birdsall, Graham dan Pettinato (2000) mendefinisikan kelas menengah sebagai populasi yang memiliki pendapatan antara 0,75 dan 1,25 kali pendapatan rata-rata per kapita. Dengan menggunakan pendekatan absolut, Bhalla (2010) mendefinisikan kelas menengah sebagai mereka yang memiliki pendapatan tahunan lebih dari USD 3.900 (PPP). Kharas dan Gertz (2010) menggunakan kriteria pengeluaran harian antara USD 10 hingga USD 100 (PPP) untuk mendefinisikan kelas menengah. Tabel A: Definisi Kelas* Calon Kelas Kelas Kelas Kelas Miskin Rentan Menengah Menengah Atas Status Di bawah >10% 10% atau miskin (1.0-1.5xGK) kemungkinan (3.5-17 GK) menjadi rentan (1.5-3.5xGK) Sumber: World Bank (2016) * LPEM FEB UI mengalkulasi definisi kelas dengan menentukan klasifikasi konsumsi per kapitan berdasarkan garis kemiskinan tingkat kabupaten/kota Dalam laporan ini, kami mengadopsi definisi kelas menengah dari Bank Dunia. Bank Dunia (2019) mendefinisikan kelas menengah sebagai individu yang menikmati keamanan ekonomi, yang bebas dari kekhawatiran akan kemiskinan, dan sebagai konsekuensinya, mengalokasikan pendapatan mereka untuk konsumsi yang bersifat diskresioner, bukan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Definisi dari Bank Dunia (2019) didasarkan pada kerentanan ekonomi, di mana Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 3 Triwulan-III 2024 kelas menengah terdiri dari mereka yang memiliki peluang kurang dari 10% untuk menjadi miskin atau rentan di masa depan berdasarkan konsumsi mereka saat ini. Definisi kelas tersebut dirinci pada Tabel A. Pada tahun 2023, kelas menengah di Indonesia mencakup sekitar 52 juta jiwa dan mewakili 18,8% dari total populasi. Namun, jumlah penduduk kelas menengah baru-baru ini mengalami penurunan. Antara tahun 2014 hingga 2018, jumlah penduduk kelas menengah bertambah hingga lebih dari 21 juta jiwa, meningkat dari 39 juta jiwa menjadi 60 juta jiwa. Pada periode ini, proporsi kelas menengah meningkat dari 15,6% menjadi 23,0%. Sejak saat itu, penduduk kelas menengah mengalami penurunan hingga lebih dari 8,5 juta jiwa. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk kelas menengah hanya mencakup 52 juta jiwa dengan proporsi populasi sekitar 18,8% saat ini. Di sisi lain, calon kelas menengah, yang didefinisikan sebagai penduduk dengan kemungkinan kurang dari 10% untuk menjadi miskin, tetapi memiliki kemungkinan di atas 10% untuk menjadi rentan, menunjukkan peningkatan yang konsisten antartahun. Pada tahun 2014, penduduk yang tergolong dalam kategori calon kelas menengah merepresentasikan sekitar 45,8% populasi atau setara dengan 115 juta jiwa. Pada tahun 2023, angka tersebut meningkat menjadi 53,4% atau setara dengan 144 juta jiwa sehingga lebih dari separuh populasi Indonesia masuk dalam kategori calon kelas menengah. Ekspansi pada kategori calon kelas menengah dan kelas menengah pada tahun 2014 hingga 2018 mengindikasikan tren positif dari mobilitas sosial ke atas. Pada periode ini, proporsi populasi miskin dan rentan menurun, sedangkan calon kelas menengah dan kelas menengah mengalami pertumbuhan. Namun, dari tahun 2018 hingga 2023, ekspansi calon kelas menengah mengindikasikan adanya kemunduran dari progres ini. Porsi populasi rentan meningkat dan kelas menengah menyusut, yang mengindikasikan adanya pergeseran dari individu yang sebelumnya merupakan kelas menengah ke calon kelas menengah atau bahkan rentan. Gambar A: Populasi berdasarkan Kelas (%), 2014-2023 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Perhitungan Staf LPEM FEB UI Tergerusnya Daya Beli Kelas Menengah Pada tahun 2023, total konsumsi dari kelompok calon kelas menengah dan kelas menengah adalah 82,3% dari total konsumsi rumah tangga di Indonesia, di mana calon kelas menengah menyumbang 45,5% dan kelas menengah menyumbang 36,8%. Ini menandai peningkatan dari tahun 2014, di mana kelompok-kelompok ini masing-masing menyumbang 41,8% dan 34,7% dari konsumsi. Namun, tren mereka mengalami perbedaan dalam lima tahun terakhir. Porsi konsumsi calon kelas menengah meningkat dari 42,4% pada tahun 2018. Sebaliknya, porsi konsumsi kelas Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 4 Triwulan-III 2024 menengah turun dari 41,9% pada periode yang sama. Penurunan ini menunjukkan pengurangan konsumsi kelas menengah, yang mencerminkan potensi penurunan daya beli mereka. Porsi pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran dapat dilihat untuk lebih memahami tren ini. Hukum Engel menyatakan bahwa ketika pendapatan menurun, proporsi pengeluaran yang dialokasikan untuk makanan meningkat. Hal ini karena makanan adalah kebutuhan dasar, dan orang cenderung mempertahankan tingkat konsumsi makanan mereka meskipun dengan pendapatan yang lebih rendah. Dengan demikian, penurunan daya beli umumnya mengakibatkan persentase pengeluaran yang lebih tinggi untuk makanan. Pada tahun 2023, mayoritas orang Indonesia masih mengalokasikan sebagian besar pengeluaran mereka untuk makanan, dengan pengecualian untuk kelas menengah dan kelas atas. Kelas menengah mengalokasikan 41,3% dari pengeluaran mereka untuk makanan, sedangkan kelas atas menghabiskan 15,6%. Untuk calon kelas menengah, porsi pengeluaran untuk makanan sedikit menurun dari 56,1% pada tahun 2014 menjadi 55,7% pada tahun 2023. Sebaliknya, kelas menengah mengalami peningkatan pengeluaran untuk makanan, naik dari 36,6% menjadi 41,3% pada periode yang sama. Peningkatan porsi pengeluaran untuk makanan, atau penurunan konsumsi nonmakanan, dapat dijadikan indikator yang mengkhawatirkan. Pengeluaran nonmakanan, seperti untuk barang tahan lama, kesehatan, pendidikan, dan hiburan, lebih menunjukkan daya beli dan kesejahteraan ekonomi. Pengeluaran ini cenderung meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan yang dapat dibelanjakan dan merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, peningkatan porsi pengeluaran untuk makanan menunjukkan penurunan daya beli kelas menengah. Erosi daya beli ini menjadi mengkhawatirkan karena berdampak pada konsumsi agregat yang merupakan pendorong penting pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Gambar B: Proporsi Konsumsi Berdasarkan Gambar C: Proporsi Pengeluaran Makanan Kelompok Pendapatan (%) terhadap Total Pengeluaran (%) Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Perhitungan Staf LPEM FEB UI Perhitungan Staf LPEM FEB UI Kelas menengah memegang peran yang sangat penting bagi penerimaan negara, menyumbang 50,7% dari penerimaan pajak1, sementara calon kelas menengah menyumbang 34,5%. Kontribusi ini sangat penting untuk mendanai program pembangunan publik, termasuk investasi infrastruktur dan sumber daya manusia. Untuk mendukung investasi tersebut, sangat penting untuk menjaga daya beli, baik kelas menengah maupun calon kelas menengah. Pada tahun 2022, rasio pajak terhadap PDB Indonesia berada di angka 9,1%, yang relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Hal ini menekankan pentingnya kontribusi pajak yang kuat dari kelompok-kelompok ini untuk memperkuat keuangan publik. Jika daya beli mereka menurun, kontribusi pajak mereka mungkin berkurang yang berpotensi memperburuk rasio pajak terhadap PDB yang sudah rendah dan mengganggu kemampuan pemerintah untuk menyediakan layanan dan membiayai proyek pembangunan. 1 Pajak yang dimaksud adalah pajak penghasilan, pajak properti, dan pajak kendaraan bermotor, seperti yang dilaporkan oleh Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 5 Triwulan-III 2024 Melihat subsidi2, calon kelas menengah adalah penerima terbesar subsidi, sementara kelas atas tidak menerima subsidi sama sekali dan kelas menengah menerima subsidi yang lebih kecil relatif terhadap kontribusi pajaknya. Distribusi ini menekankan pentingnya mendukung kelas menengah untuk menjaga keseimbangan fiskal. Jika daya beli kelas menengah menurun, hal ini dapat memaksa mereka untuk berpindah ke calon kelas menengah atau rentan, mengurangi peran mereka sebagai kontributor pajak dan meningkatkan ketergantungan mereka pada dukungan fiskal. Akibatnya, pemerintah akan menghadapi tekanan keuangan yang lebih besar dan mungkin perlu meningkatkan pengeluaran publik untuk subsidi, yang selanjutnya memengaruhi rasio pajak terhadap PDB dan mempersulit upaya mencapai keberlanjutan fiskal serta mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Gambar D: Proporsi Pembayaran Pajak (%) Gambar E: Proporsi Penerimaan Subsidi (%) Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Perhitungan Staf LPEM FEB UI Perhitungan Staf LPEM FEB UI Perkembangan Aspek Sosial Kelas Menengah Di berbagai kelompok pendapatan di Indonesia, sebagian besar penduduk tinggal di daerah perkotaan, meskipun dengan proporsi yang bervariasi. Di antara calon kelas menengah, 57% tinggal di daerah perkotaan, sementara angka ini meningkat menjadi 67,6% untuk kelas menengah. Distribusi kelas-kelas ini juga bervariasi berdasarkan pulau. Kalimantan memiliki proporsi penduduk calon kelas menengah tertinggi, yaitu hampir 60%, sedangkan Bali dan Nusa Tenggara memiliki proporsi calon kelas menengah terkecil (48,0%). Untuk kelas menengah, Sulawesi memiliki proporsi tertinggi sebesar 22,2%, sementara Sumatra memiliki proporsi terendah sebesar 13,8%. Meskipun terdapat variasi ini, Jawa dan Sumatra memiliki populasi calon kelas menengah dan kelas menengah terbesar sebagai akibat dari total penduduk mereka yang lebih besar. Secara spesifik, 54,6% dari calon kelas menengah tinggal di Jawa, 24,3% di Sumatra, dan 21,1% di pulau-pulau lainnya. Konsentrasi kelas menengah bahkan lebih tinggi di Jawa, di mana 62,1% dari penduduk kelas menengah tinggal di Jawa, 16,2% di Sumatra, dan sisanya 21,7% tersebar di wilayah lainnya. Dalam hal tingkat pendidikan3, terdapat tren yang jelas di seluruh kelompok pendapatan: seiring dengan meningkatnya tingkat pendapatan, proporsi individu yang tidak bersekolah/ tidak tamat sekolah dasar atau hanya memiliki pendidikan dasar menurun, sementara mereka yang memiliki pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi meningkat. Sebagai contoh, pada tahun 2023, 34,1% dari calon kelas menengah hanya memiliki pendidikan dasar, dibandingkan dengan hanya 14,1% dari kelas menengah. Sebaliknya, 26,6% dari calon kelas menengah telah mencapai 2 Subsidi yang dimaksud terbatas pada bantuan pemerintah daerah dan bantuan pangan, seperti yang dilaporkan oleh Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). 3 Tingkat pendidikan dalam laporan ini diklasifikasikan sebagai berikut: Tidak bersekolah/ tidak tamat sekolah dasar, pendidikan dasar (SD dan sederajat), pendidikan menengah pertama (SMP dan sederajat), pendidikan menengah atas (SMA/SMK dan sederajat), pendidikan tinggi (pendidikan tingkat diploma dan universitas). Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 6 Triwulan-III 2024 pendidikan menengah atas, sedangkan 28,9% dari kelas menengah telah mencapai tingkat ini. Tren ini memperlihatkan hubungan antara tingkat pendapatan yang lebih tinggi dan akses pendidikan lanjutan yang lebih baik, menciptakan mobilitas sosial ke atas. Sumber daya keuangan yang meningkat memungkinkan investasi yang lebih signifikan dalam pendidikan, sehingga memungkinkan individu untuk mengejar kualifikasi menengah atas dan pendidikan tinggi. Akses ke pendidikan tinggi juga memberikan peluang bagi individu untuk mendapatkan prospek penghasilan yang lebih tinggi di masa depan. Gambar F: Klasifikasi Kelas Konsumsi Berdasarkan Wilayah Perkotaan dan Pedesaan (%) Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Perhitungan Staf LPEM FEB UI Meningkatkan populasi ke kelas pendapatan yang lebih tinggi dan memperluas akses ke pendidikan tinggi menjadi penting tidak hanya untuk kemajuan ekonomi individu tetapi juga untuk manfaat sosial yang lebih luas. Saat individu naik ke tingkat pendapatan yang lebih tinggi, pencapaian pendidikan mereka yang lebih tinggi berkontribusi pada tenaga kerja yang lebih terampil dan berpendidikan. Selain itu, terdapat lonjakan yang nyata dalam hal pencapaian tingkat pendidikan tinggi di luar kelompok calon kelas menengah. Peningkatan bertahap dalam proporsi populasi yang mencapai pendidikan tinggi terlihat dari kelompok miskin ke calon kelas menengah. Di sisi lain, peningkatan proporsi antara calon kelas menengah ke kelas menengah dan kelas atas sangat signifikan. Relatif terhadap calon kelas menengah, proporsi kelas menengah yang mencapai pendidikan tinggi adalah 14,2% lebih tinggi. Selain itu, proporsi kelas atas yang mencapai pendidikan tinggi 19,1% lebih tinggi dibandingkan dengan kelas menengah. Hal ini menunjukkan potensi manfaat eksponensial dalam pencapaian pendidikan untuk mendorong penduduk melewati calon kelas menengah. Terdapat tren yang menarik dalam partisipasi angkatan kerja: seiring dengan meningkatnya pendapatan, tingkat partisipasi juga meningkat. Saat ini, tingkat partisipasi angkatan kerja nasional adalah 49,9%. Calon kelas menengah dan kelas menengah menunjukkan tingkat yang lebih tinggi, masing-masing sebesar 50,7% dan 55,4%, yang menunjukkan bahwa kelompok pendapatan yang lebih tinggi lebih terlibat dalam pasar tenaga kerja. Keterlibatan yang meningkat ini kemungkinan hasil dari akses yang lebih baik ke pendidikan, pelatihan, dan peluang kerja yang disediakan oleh pendapatan yang lebih tinggi. Saat individu memiliki tingkat pendapatan yang lebih tinggi, mereka lebih mungkin untuk berpartisipasi aktif dalam pasar tenaga kerja, memperoleh manfaat dari kepastian kerja yang lebih baik dan upah yang lebih tinggi. Namun, tren yang mengkhawatirkan muncul ketika membagi partisipasi angkatan kerja berdasarkan jenis kelamin. Di seluruh kelompok pendapatan, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan secara konsisten lebih rendah dari rata-rata nasional dan secara signifikan tertinggal di belakang tingkat partisipasi laki-laki. Disparitas ini menunjukkan bahwa perempuan, terlepas dari tingkat pendapatannya, menghadapi hambatan sistemik untuk berpartisipasi dalam angkatan kerja. Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 7 Triwulan-III 2024 Gambar G: Proporsi Capaian Pendidikan (%) Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Perhitungan Staf LPEM FEB UI Tingkat pengangguran di Indonesia berada pada angka 5,2%. Ketika data ketenagakerjaan dianalisis berdasarkan kelompok pendapatan, terlihat bahwa baik calon kelas menengah maupun kelas menengah memiliki tingkat pengangguran yang lebih rendah dari rata-rata nasional, yaitu masing-masing sebesar 4,6% dan 3,5%. Kelas menengah memiliki tingkat pengangguran terendah bahkan lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pengangguran kelas atas sebesar 4,6%. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok pendapatan yang lebih tinggi, terutama kelas menengah, menikmati stabilitas pekerjaan yang lebih besar, kemungkinan besar karena akses ke peluang kerja yang lebih stabil dan berkualitas tinggi. Gambar H: Partisipasi Angkatan Kerja (%) 70 66.5 68.1 63.4 60 57.8 54.1 57.56 55.38 50 50.72 47.4 44.3 45.01 42.74 37.9 40 31.5 32.4 30 20 10 0 Miskin Rentan Calon Kelas Kelas Menengah Kelas Atas Menengah Laki-Laki Perempuan Total Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Perhitungan Staf LPEM FEB UI Pola yang serupa terlihat ketika menganalisis ketenagakerjaan berdasarkan formalitas pekerjaan. Seiring dengan meningkatnya pendapatan, proporsi individu dengan pekerjaan informal menurun. Pada tahun 2023, 54,2% dari calon kelas menengah memiliki pekerjaan informal dibandingkan dengan hanya 42,6% dari kelas menengah. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok pendapatan yang lebih tinggi tidak hanya menghadapi tingkat pengangguran yang lebih rendah, tetapi juga memiliki akses yang lebih besar ke pekerjaan formal yang mencerminkan peningkatan keamanan dan stabilitas kerja. Namun, hal ini tetap menjadi perhatian serius bahwa tingkat pekerjaan informal masih cukup tinggi. Lebih dari setengah pekerja calon kelas menengah dan Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 8 Triwulan-III 2024 lebih dari 40% pekerja kelas menengah tidak memiliki pekerjaan formal. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada peningkatan dalam stabilitas pekerjaan di kalangan kelompok pendapatan yang lebih tinggi, masih ada sejumlah besar pekerja yang tidak mendapatkan manfaat dari pekerjaan formal dan stabil yang dapat berdampak pada kesejahteraan ekonomi mereka dalam jangka panjang. Gambar I: Tingkat Pengangguran (%) Gambar J: Proporsi Tenaga Kerja dengan Pekerjaan Informal (%) Miskin 10.5 Miskin 68.2 Rentan 6.9 Rentan 62.5 Calon Kelas Menengah 4.6 Calon Kelas Menengah 54.2 Kelas Menengah 3.5 Kelas Menengah 42.6 Kelas Atas 4.6 Kelas Atas 27.2 0 2 4 6 8 10 12 0 10 20 30 40 50 60 70 80 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Perhitungan Staf LPEM FEB UI Perhitungan Staf LPEM FEB UI Turunnya Kesejahteraan Kelas Menengah Selama paruh pertama dalam sepuluh tahun terakhir, porsi kelompok miskin dan rentan menyusut, sedangkan calon kelas menengah dan kelas menengah meningkat. Di periode 2014- 2018, kebanyakan masyarakat Indonesia mengalami kenaikan mobilitas sosial dengan keluar dari jerat kemiskinan dan mencapai kondisi ekonomi yang stabil, mengindikasikan adanya penurunan ketimpangan ekonomi. Namun, capaian positif ini tidak berlangsung lama dan trennya mulai berbalik setelahnya. Walaupun porsi penduduk miskin secara konsisten menurun, begitupun dengan kelompok kelas menengah. Sejak 2018, populasi kelas menengah terus menurun sedangkan kelompok rentan dan calon kelas menengah justru meningkat. Hal ini mengindikasikan porsi masyarakat yang sebelumnya terhitung kelas menengah mengalami penurunan kesejahteraan dan turun menjadi kelompok calon kelas menengah atau bahkan masuk ke kelompok rentan. Memburuknya ketimpangan ekonomi lebih jelas terlihat ketika mengamati pergerakan porsi calon kelas menengah. Walaupun porsi populasi calon kelas menengah secara stabil meningkat sejak 2014, faktor pendorongnya cenderung berubah. Selama 2014-2018, ekspansi calon kelas menengah didorong oleh suksesnya kelompok rentan naik kelas menjadi calon kelas menengah. Sebaliknya, di 2018-2023, tumbuhnya porsi calon kelas menengah lebih dipengaruhi oleh kelas menengah yang mengalami penurunan daya beli dan masuk ke dalam kategori calon kelas menengah. Fenomena ini ditunjukkan di Gambar K. Berdasarkan distribusi pendapatan, secara rata-rata, penduduk 20% termiskin menikmati kenaikan pengeluaran per kapita sekitar 4,63% per tahun selama 2014-2018. Di sisi lain, populasi di kelas pendapatan persentil 20%-80% mengalami kenaikan pengeluaran per kapita hingga mencapai 7,01% per tahun, dan 20% terkaya sebesar 5,84% per tahun di periode tersebut. Namun setelahnya, walaupun seluruh kelompok masyarakat mengalami penurunan tingkat pertumbuhan pengeluaran per kapita, penurunan terparah terjadi untuk kelompok calon kelas menengah dan kelas menengah. Antara 2018-2023, pengeluaran per kapita untuk persentil 20% terbawah meningkat sebesar 3,01% per tahun, sedangkan 20% teratas sebesar 1,25% per tahun dan untuk persentil 20%-80% hanya meningkat 1,29%. Walaupun penurunan pertumbuhan ini sebagian dipengaruhi oleh munculnya Pandemi COVID-19, pelemahan daya beli masyarakat calon kelas menengah dan kelas menengah sudah terjadi sejak Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 9 Triwulan-III 2024 2018. Kondisi ini menandakan adanya faktor struktural yang mendorong turunnya kesejahteraan masyarakat yang berada di bagian tengah distribusi pendapatan. Gambar K: Kurva Insidensi Pertumbuhan berdasarkan Distribusi Pendapatan 8% Rerata Pertumbuhan Pengeluaran per 7% 6% Kapita per Tahun 5% 4% 3% 2% 1% 0% Persentil 0 20 40 60 80 100 2014-2018 2018-2023 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Perhitungan Staf LPEM FEB UI Meskipun berkontribusi terhadap lebih dari 75% angkatan kerja di Indonesia, sebagian besar calon kelas menengah dan kelas menengah bekerja di sektor dengan produktivitas rendah, seperti pertanian dan jasa bernilai tambah rendah. Di 2023, 72,3% calon kelas menengah bekerja di sektor-sektor tersebut, tidak banyak berubah dari porsinya sebesar 72,6% di 2014, mengindikasikan tidak adanya perbaikan signifikan dari mobilitas tenaga kerja menuju sektor yang lebih produktif. Walaupun ada sedikit kenaikan dari porsi calon kelas menengah yang bekerja di sektor jasa bernilai tambah tinggi, kebanyakan dari mereka juga berpindah ke sektor pertanian. Lebih lanjut, porsi calon kelas menengah yang bekerja di sektor manufaktur menurun dalam satu dekade terakhir. Gambar L: Distribusi Pekerjaan Calon Kelas Gambar M: Distribusi Pekerjaan Kelas Menengah berdasarkan Sektor (%) Menengah berdasarkan Sektor (%) 59,2 52,5 40,6 39,8 32,0 32,5 19,9 14,2 13,3 12,7 11,8 11,9 8,4 9,1 8,6 8,6 6,3 6,6 5,6 6,4 Pertanian Manufaktur Jasa Bernilai Tambah Jasa Bernilai Tambah Lainnya Pertanian Manufaktur Jasa Bernilai Tambah Jasa Bernilai Tambah Lainnya Rendah Tinggi Rendah Tinggi 2014 2023 2014 2023 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Perhitungan Staf LPEM FEB UI Perhitungan Staf LPEM FEB UI Distribusi sektoral dari pekerja kelas menengah menunjukkan pola serupa. Di 2014, 73,4% dari pekerja kelas menengah berada di sektor bernilai tambah rendah, dan hanya membaik sedikit dengan penurunan porsi ke 72,4% di 2023. Saat ini, lebih dari separuh pekerja kelas menengah berada di sektor jasa bernilai tambah rendah. Walaupun jumlahnya menurun signifikan dalam sepuluh tahun terakhir, sebagian besar kelas menengah yang keluar dari sektor jasa bernilai tambah rendah justru masuk ke sektor dengan tingkat produktivitas rendah yang lain, yaitu pertanian. Walaupun sebagian kecil porsi pekerja kelas menengah berhasil masuk ke jasa bernilai tambah tinggi, porsi kelas menengah yang bekerja di sektor manufaktur cenderung stagnan. Tren Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 10 Triwulan-III 2024 ini cukup mengkhawatirkan untuk calon kelas menengah dan kelas menengah seiring tingginya konsentrasi pekerja di sektor bernilai tambah rendah. Sektor-sektor ini cenderung menawarkan upah yang lebih rendah dan sering kali bersifat informal, sehingga kepastian dalam bekerja cenderung rendah dan memiliki jaminan sosial yang minim. Situasi ini menyiratkan kurangnya penciptaan lapangan kerja untuk kelompok tersebut atau adanya hambatan struktural yang menghalangi calon kelas menengah dan kelas menengah mendapatkan pekerjaan di sektor dengan produktivitas tinggi. Jika tidak segera diatasi, calon kelas menengah dan kelas menengah mengalami risiko tinggi mendapatkan penghasilan yang rendah dan buruknya kualitas pekerjaan di masa mendatang. Untuk menganalisa kualitas hidup calon kelas menengah dan kelas menengah secara lebih komprehensif, aspek nonmoneter juga perlu dipertimbangkan. World Bank (2019) membagi aspek nonmoneter ke dalam tiga aspek: akses air minum, sanitasi, dan tempat tinggal. Untuk calon kelas menengah, kualitas akses air minum dan sanitasi cenderung membaik. Satu dekade lalu, 11,9% calon kelas menengah tidak memiliki akses air minum bersih, dan porsinya turun ke 8,0% di 2023. Lebih lanjut, porsi calon kelas menengah tanpa akses ke toilet dengan septic tank turun drastis dari 31,6% di 2014 ke 17,9% di 2023. Perbaikan di aspek ini juga dialami oleh kelas menengah, walaupun tidak setinggi calon kelas menengah. Di 2014, 5,1% dari kelas menengah tidak memiliki akses ke air minum bersih, dan di 2023 jumlahnya turun ke 4,6%. Demikian juga dengan porsi kelas menengah dengan kondisi sanitasi yang buruk menurun dari 16,1% ke 13,7% selama periode tersebut. Gambar N: Kualitas Air Minum Buruk (%)* Gambar O: Kualitas Sanitasi Buruk (%)** 54,3 45,1 31,6 21,7 23,1 20,9 17,6 17,9 16,1 13,2 13,7 10,1 11,9 8,0 9,4 7,9 5,1 4,6 3,9 2,3 Miskin Rentan Calon Kelas Menengah Kelas Menengah Atas Miskin Rentan Calon Kelas Menengah Kelas Menengah Atas 2014 2023 2014 2023 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Perhitungan Staf LPEM FEB UI Perhitungan Staf LPEM FEB UI *Tidak memiliki akses air minum bersih **tidak memiliki akses ke toilet dengan septic tank Gambar P: Kualitas Tempat Tinggal Buruk Gambar Q: Kualitas Buruk di Minimal Satu (%)*** Aspek (%)**** 78,7 78,7 72,2 72,2 70,2 70,2 66,2 66,2 64,0 64,0 62,1 62,1 48,4 48,7 48,4 48,7 32,9 32,9 27,0 27,0 Miskin Rentan Calon Kelas Menengah Kelas Menengah Atas Miskin Rentan Calon Kelas Menengah Kelas Menengah Atas 2014 2023 2014 2023 Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas); Perhitungan Staf LPEM FEB UI Perhitungan Staf LPEM FEB UI ***Tinggal dengan kualitas atas, tembok, atau lantai yang buruk ****Memiliki kualitas yang buruk di setidaknya aspek air minum, sanitasi, atau tempat tinggal Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 11 Triwulan-III 2024 Walaupun kondisi hidupnya membaik untuk aspek air minum dan sanitasi, kedua kelompok ini masih menghadapi isu serius terkait kualitas tempat tinggal. 40,8% kelas menengah memiliki kualitas tempat tinggal yang buruk di 2014 dan jumlahnya hanya menurun sedikit ke 39,9% di 2023. Bahkan, lebih dari setengah calon kelas menengah memiliki kualitas tempat tinggal yang buruk, dengan jumlah porsi yang meningkat dari 51,5% di 2014 ke 52,7% di 2023. Secara garis besar, calon kelas menengah dan kelas menengah tidak mengalami peningkatan kesejahteraan secara signifikan dari segi nonmoneter. Saat ini, sekitar 48,7% kelas menengah tidak memiliki kualitas yang baik paling tidak di salah satu aspek nonmoneter, naik sedikit dari 48,4% dibandingkan satu dekade lalu. Untuk calon kelas menengah, lebih dari 60% populasinya saat ini menghadapi paling tidak salah satu kondisi yang buruk dari sisi kualitas air minum, sanitasi, atau tempat tinggi. Walaupun tidak masuk golongan miskin atau rentan, calon kelas menengah dan kelas menengah memiliki kecukupan finansial di atas kebutuhan dasar. Namun, hal ini bukan berarti mereka berkecukupan dalam dimensi kesejahteraan lainnya. Buruknya kesejahteraan di segi nonmoneter berpotensi berdampak signifikan, terutama untuk anak-anak. Kombinasi kualitas hidup yang buruk dengan tidak cukupnya asupan nutrisi, kondisi yang lumrah terjadi dalam kelas menengah, meningkatkan risiko terjadinya stunting. Kebijakan Transformatif untuk Kelas Menengah Mengingat bahwa gabungan calon kelas menengah dan kelas menengah merupakan 72,2% dari populasi dan berkontribusi terhadap 82,3% konsumsi rumah tangga nasional, jelas bahwa kelompok-kelompok ini mendominasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga dalam PDB. Untuk mencapai tujuan ambisius untuk menjadi negara maju pada tahun 2045, kebijakan harus berfokus membantu calon kelas menengah untuk bertransisi ke status kelas menengah dan mempertahankan daya beli kelas menengah saat ini. Investasi dalam pendidikan dan pelatihan kejuruan diperlukan untuk transisi ini. Membekali individu dengan keahlian yang diperlukan untuk mengakses pekerjaan dengan produktivitas yang lebih tinggi (misalnya, jasa dengan nilai tambah tinggi dan manufaktur) meningkatkan potensi penghasilan mereka yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan. Menciptakan lebih banyak peluang kerja di sektor-sektor dengan produktivitas tinggi juga penting. Sebagai contoh, sektor manufaktur dapat menyerap banyak tenaga kerja dan menawarkan upah yang lebih tinggi. Mendorong pertumbuhan dan inovasi industri akan menghasilkan pekerjaan dengan upah yang lebih baik dan meningkatkan kondisi kerja, sehingga memperkuat kelas menengah dan perekonomian. Memastikan keamanan ekonomi bagi calon kelas menengah dan kelas menengah selama masa- masa sulit sangat penting untuk menjaga daya beli mereka, terutama selama periode pengangguran atau transisi pekerjaan. Untuk memenuhi kebutuhan ini, Pemerintah Indonesia perlu memperluas program-program bantuan sosial, termasuk tunjangan pengangguran, cuti berbayar, dan cuti melahirkan. Cuti orang tua yang komprehensif, yang mencakup cuti ayah dan cuti ibu, sangat penting tidak hanya untuk mendukung kesetaraan gender, tetapi juga untuk meningkatkan partisipasi angkatan kerja perempuan. Selain itu, untuk lebih meningkatkan partisipasi angkatan kerja perempuan, Pemerintah Indonesia harus menerapkan kebijakan yang mendukung model kerja yang fleksibel, seperti kerja jarak jauh dan jam kerja yang dapat disesuaikan. Investasi pada layanan penitipan anak yang terjangkau dan mengatasi diskriminasi di tempat kerja juga merupakan langkah lain untuk mendukung partisipasi perempuan dalam angkatan kerja. Semua strategi ini sejalan dengan temuan dari survei Bank Dunia tahun 2019, yang menemukan bahwa kelas menengah melihat penciptaan lapangan kerja dan bantuan sosial sebagai kebijakan yang paling penting untuk mengatasi ketimpangan. Menangani isu pekerja informal juga merupakan hal yang penting. Lebih dari separuh pekerja calon kelas menengah dan pekerja kelas menengah memiliki pekerjaan informal. Mendorong Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 12 Triwulan-III 2024 formalisasi pekerjaan melalui keringanan pajak, subsidi, dan insentif keuangan lainnya dapat membantu bisnis memformalkan tenaga kerja mereka. Menyederhanakan pendaftaran bisnis dan kepatuhan terhadap peraturan ketenagakerjaan juga akan membuat kegiatan pekerjaan formal menjadi lebih menarik. Selain itu, penguatan kapasitas negara untuk menegakkan hukum dan peraturan juga diperlukan untuk mengurangi informalitas. Mengatasi akses rumah layak huni juga penting karena masalah ini semakin memburuk baik bagi calon kelas menengah maupun kelas menengah. Kebijakan harus berfokus pada peningkatan akses terhadap perumahan yang terjangkau melalui subsidi, pinjaman berbunga rendah, dan pengembangan proyek-proyek perumahan yang terjangkau. Selain itu, aspek kualitas hidup lainnya, seperti akses terhadap air bersih dan sanitasi harus berjalan seiring dengan perbaikan kondisi perumahan. Penyediaan air bersih dan sanitasi tidak hanya akan meningkatkan kualitas hidup kelompok calon kelas menengah dan kelas menengah saat ini, tetapi juga untuk memastikan kualitas kesehatan keturunan mereka dan dapat memengaruhi kualitas hidup generasi kelas menengah berikutnya. Langkah-langkah kebijakan ini tidak hanya penting bagi pertumbuhan ekonomi tetapi juga bagi stabilitas politik. Mengabaikan calon kelas menengah dan kelas akan menimbulkan risiko politik yang signifikan. Kelompok-kelompok ini mewakili sebagian besar pemilih, sehingga ketidakpuasan mereka dapat menyebabkan pergeseran elektoral yang besar, seperti yang terlihat dalam pemilihan Presiden AS 2020 ketika banyak pemilih kelas menengah yang tidak senang dengan kebijakan ekonomi dan pandemi mengalihkan dukungan mereka dari Trump ke Biden (GU Politics, 2020). Lebih jauh lagi, kegagalan untuk mengatasi ketimpangan dalam konteks pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dapat menyebabkan keresahan sosial, terutama jika kelas menengah, yang jumlahnya banyak dan berpendidikan, menghadapi kondisi ekonomi yang buruk. Tidak seperti kelompok yang lebih miskin dan lebih rentan, kelas menengah lebih cenderung menyuarakan keresahan mereka ketika situasi ekonomi mereka memburuk. Meningkatnya ketimpangan dan frustrasi kelas menengah atas stagnasi telah menyebabkan tuntutan untuk reformasi sistemik di Chili. Kerusuhan serupa telah diamati di Prancis, di mana gerakan "Yelllow Vest" muncul sebagai respons terhadap ketimpangan ekonomi yang dirasakan dan ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah (Jetten, J., et al. (2020)). Di Brasil, protes tahun 2013 sebagian besar didorong oleh kelas menengah, menuntut layanan publik yang lebih baik dan memprotes korupsi pemerintah serta mismanajemen (Saad-Filho, A. (2013)). Untuk menerapkan kebijakan-kebijakan ini secara efektif, praktik kelembagaan yang kuat sangatlah penting. Menurut survei Bank Dunia tahun 2019, calon kelas menengah dan kelas menengah di Indonesia memandang pemberantasan korupsi sebagai salah satu isu terpenting yang harus diselesaikan. Lembaga-lembaga yang kuat dapat memastikan adanya transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi dalam pelaksanaan kebijakan dan membantu memerangi korupsi yang dapat merusak efektivitas kebijakan. Praktik-praktik ini menumbuhkan rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat yang sangat penting untuk keberhasilan penerapan kebijakan- kebijakan yang mendukung kelas menengah. Lembaga-lembaga yang berfungsi dengan baik lebih siap untuk mengelola sumber daya, memantau kemajuan, dan membuat penyesuaian yang diperlukan untuk mengatasi tantangan-tantangan yang muncul, sehingga memastikan bahwa kebijakan-kebijakan mencapai hasil yang diinginkan. Pada akhirnya, kelas menengah yang kuat yang didukung oleh kebijakan-kebijakan yang baik dan lembaga-lembaga yang kuat akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan stabilitas sosial. Tingginya Ketergantungan Pertumbuhan terhadap Faktor Musiman Ekonomi Indonesia tumbuh 5,11% (y.o.y) di triwulan pertama 2024, meningkat dari 5,04% (y.o.y) di Triwulan-IV 2023 dan lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 13 Triwulan-III 2024 keseluruhan tahun 2023 yaitu sebesar 5,05% (y.o.y). Secara umum, mesin pertumbuhan ekonomi di Triwulan-I 2024 mirip dengan triwulan akhir 2023. Walaupun tumbuh lebih tinggi, perekonomian Indonesia menunjukkan adanya indikasi permasalahan struktural, dengan pertumbuhannya sebagian besar didorong oleh faktor musiman. Sekitar 45% dari aktivitas ekonomi Indonesia ditopang oleh hanya tiga sektor, yaitu pertanian, pengolahan, dan perdagangan. Ketiga sektor ini melanjutkan tren pertumbuhan di bawah rata-rata nasional. Stagnansi yang persisten terjadi di sektor pengolahan menguatkan indikasi terjadinya deindustrialisasi prematur. Lebih lanjut, pertumbuhan perdagangan besar dan eceran di bawah 5% menyiratkan adanya potensi pelemahan daya beli masyarakat, terutama kelas menengah. Hal ini juga kemungkinan dipengaruhi oleh potensi deindustrialisasi prematur yang membatasi peningkatan kesejahteraan tenaga kerja akibat lemahnya “Walaupun tumbuh pertumbuhan produktivitas dari aktivitas produksi di Indonesia. Di sisi lain, performa lebih tinggi, yang kurang baik dari sektor pertanian sedikit berbeda dengan kedua sektor lainnya. perekonomian Walaupun ada peran aspek struktural terhadap performa sektor pertanian, beberapa Indonesia menunjukkan faktor musiman juga mempengaruhi rendahnya pertumbuhan sektor pertanian di adanya indikasi Triwulan-I 2024. Sektor pertanian di Indonesia menghadapi isu produktivitas akibat permasalahan beberapa faktor, mulai dari rendahnya keterampilan tenaga kerja dan kualitas bahan struktural, dengan baku hingga minimnya skema penjaminan untuk petani. Namun, fenomena El-Nino pertumbuhannya yang terjadi di triwulan pertama 2024 secara signifikan berdampak terhadap tingkat sebagian besar produksi pertanian Indonesia. Kombinasi faktor struktural dan musiman tersebut didorong oleh faktor mendorong terjadinya kontraksi sektor pertanian di Triwulan-I 2024. musiman.” Berbagai sektor dengan kontribusi yang jauh lebih kecil justru mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi di triwulan pertama 2024 di atas rata-rata nasional. Mereka mampu mengerek pertumbuhan PDB Indonesia naik bahkan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Tidak seperti sektor-sektor besar, faktor musiman justru lebih berperan dalam mendorong pertumbuhan berbagai sektor yang lebih kecil di perekonomian Indonesia. Adanya periode Ramadhan (dan aktivitas mudik menyusul Hari Raya Idul Fitri) di Triwulan-I 2024 berkontribusi terhadap tingginya pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan serta akomodasi dan makanan minuman. Adanya Tunjangan Hari Raya (THR) dan pembayaran gaji ke-13 juga mendorong pertumbuhan sektor pemerintahan seiring naiknya belanja pegawai. Lebih lanjut, meningkatnya belanja pegawai untuk kebutuhan lembaga kesehatan juga mendorong tumbuhnya sektor kesehatan. Faktor musiman lainnya yang terjadi di Triwulan-I 2024 adalah Pemilihan Umum (Pemilu). Berlangsungnya Pemilu menopang pertumbuhan sektor jasa usaha dan informasi komunikasi seiring naiknya permintaan terhadap berbagai jenis jasa, seperti event organizer dan jasa komunikasi. Kemudian, percepatan penyelesaian proyek infrastruktur sebelum bergantinya masa pemerintahan menjadi katalis untuk pertumbuhan sektor konstruksi dan berperan dalam tumbuhnya sektor pemerintahan akibat meningkatnya belanja modal Pemerintah Indonesia. Selain itu, sektor pertambangan dan penggalian juga menikmati pertumbuhan yang lebih tinggi akibat faktor musiman yaitu melonjaknya permintaan domestik dan global untuk berbagai komoditas besi baja dan batubara. Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 14 Triwulan-III 2024 Gambar 1: Pertumbuhan PDB dan Industri Gambar 2: Pertumbuhan Manufaktur dan Utama, 2020-2024Q1 Subsektornya, 2020-2024Q1 Weights in Weights 2024Q1 -16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 20 24 % in 2024Q1 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25 30 % 100.0 Gross Domestic Product 5.11 100.0 Manufacturing Industry 4.13 20.5 Manufacturing Industry 4.13 34.2 Food & Beverages 2020 5.87 13.1 Wholesales and Retail Trade, Repairs 4.58 2021 9.8 Chemicals, Pharmaceutical & Tradit'l Medicine 2020 10.5 Agriculture, Forestry and Fisheries 8.10 2021 -3.54 2022 9.1 2022 2023 Metal Prod, Comp, Elect, Optic & Electricity Equip 9.9 Construction 2.78 2023 7.59 2024 2024 7.5 Mining & Quarrying 8.8 Transport Equipment 9.31 -5.26 6.8 Information & Communication 8.1 Coal; Oil & Gas Refinery 8.39 -1.41 Transportation & Storage 4.6 8.65 6.0 Basic Metals Financial & Insurance Activity 16.57 4.2 3.91 5.6 Textile & Wearing Apparel Public Admin, Defense & Social Security 2.64 3.4 18.88 Sumber: CEIC Sumber: CEIC Pertumbuhan sektor pengolahan sedikit meningkat dari 4,07% (y.o.y) di Triwulan-IV 2023 ke 4,13% (y.o.y) di Triwulan-I 2024. Namun, dilihat dari komponennya, subsektor dalam sektor industri pengolahan memiliki performa pertumbuhan yang sangat variatif di triwulan pertama 2024. Sebagai subsektor terbesar dengan kontribusi mencapai lebih dari sepertiga industri pengolahan, pertumbuhan subsektor makanan minuman melonjak ke 5,87% (y.o.y) di Triwulan-I 2024 dari 4,71% (y.o.y) di Triwulan-IV 2023. Hal ini sebagian besar didorong oleh naiknya permintaan domestik di tengah periode Ramadhan dan Idul Fitri. Di sisi lain, walaupun “…subsektor dalam mengalami perlambatan, subsektor logam dasar tetap memiliki pertumbuhan yang sektor industri tinggi seiring masih tingginya permintaan global. Mencatatkan pertumbuhan pengolahan memiliki double-digit selama delapan triwulan berturut-turut, pertumbuhan subsektor logam performa pertumbuhan dasar melambat ke 16,57% (y.o.y) di Triwulan-I 2024 dari 18,82% (y.o.y) di triwulan yang sangat variatif di sebelumnya. Subsektor utama lainnya yang mengalami pertumbuhan solid adalah triwulan pertama subsektor kimia, farmasi, dan obat tradisional. Hanya tumbuh sebesar 0,85% (y.o.y) 2024.” di triwulan terakhir 2023, pertumbuhan subsektor ini meroket ke 8,10% (y.o.y) di Triwulan-I 2024. Performa ini didorong oleh tingginya permintaan domestik dan global terhadap produk kima, farmasi, dan obat tradisional. Di sisi lain, performa yang buruk dari subsektor lainnya menahan pertumbuhan keseluruhan sektor pengolahan. Dengan ukuran ketiga terbesar dalam sektor pengolahan, pertumbuhan subsektor produk logam dan elektronik turun drastis dari 11,12% (y.o.y) di Triwulan-IV 2023 ke 2,78% (y.o.y), mengakhiri era pertumbuhan double- digit subsektor ini dalam empat triwulan terakhir. Rendahnya tingkat pertumbuhan subsektor ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya daya saing, terutama akibat aspek harga dari produk serupa yang diproduksi negara lain. Di Triwulan-I 2024, nilai ekspor mesin dan alat elektronik tumbuh -3,74% (y.o.y) walaupun kuantitas ekspornya meningkat 5,69% (y.o.y). Serupa, produksi domestik juga mendapat tekanan dari produk impor imbas naiknya kuantitas impor produk tersebut sebesar 9,28% (y.o.y) di periode yang sama, walaupun nilai impornya hanya naik sebesar 3,14% (y.o.y). Kemudian, berlanjutnya isu di industri karet imbas dari regulasi anti- deforestasi oleh Uni Eropa dan kelangkaan bahan baku memperpanjang penyusutan pertumbuhan subsektor karet dan olahan. Selama empat triwulan berturut-turun, subsektor ini menyusut dan terakhir tumbuh negatif sebesar -5,24% (y.o.y) di Triwulan-I 2024 dari -4,49% (y.o.y) di triwulan sebelumnya. Demikian pula dengan Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 15 Triwulan-III 2024 subsektor alat transportasi yang lanjut mencatatkan performa buruk dengan tumbuh sebesar -2,56% (y.o.y) pada Trwulan-I 2024 dari -5,26% (y.o.y) pada triwulan sebelumnya seiring jatuhnya angka penjualan kendaraan bermotor. Di Triwulan-I 2024, penjualan besar dan eceran kendaraan bermotor tumbuh -23,90% (y.o.y) dan -14,98% (y.o.y), mencatatkan performa terburuknya sejak 2009 untuk penjualan besar dan sejak 2015 untuk penjualan eceran. Lebih lanjut, subsektor tekstil kembali meningkat pertumbuhannya setelah terdampak negatif akibat impor tekstil ilegal dan rendahnya daya saing produk tekstil domestik dibandingkan produk impor. Dengan naiknya permintaan produk tekstil menyusul periode Pemilu dan bulan Ramadhan serta Idul Fitri, subsektor tekstil mencatatkan pertumbuhan positif pertama sejak 2022 dengan tumbuh sebesar 2,64% (y.o.y) di Triwulan-I 2024, meningkat dari -3,42% (y.o.y) di triwulan sebelumnya. Kedua peristiwa ini juga mendorong naiknya permintaan produk kertas dan kulit. Imbasnya, subsektor kertas dan kulit tumbuh dari 5,83% (y.o.y) ke 6,13% (y.o.y) dan dari 4,91% (y.o.y) ke 5,90% (y.o.y) secara berurutan, pada periode yang sama. Gambar 3: Pertumbuhan Sektor Gambar 4: Pertumbuhan Sektor “Pertumbuhan sektor Perdagangan Besar dan Eceran dan Transportasi dan Pergudangan dan pengolahan sedikit Subsektornya, 2020-2024Q1 Subsektornya, 2020-2024Q1 Weights in -16 -12 -8 -4 0 4 8 12 16 % -60 -40 -20 0 20 40 60 80 meningkat dari 4,07% Weight in % 2024Q1 2024Q1 Transportation & Storage 100 (y.o.y) di Triwulan-IV 8.65 2020 2020 100 Wholesale and Retail Trade, Repairs 2021 2021 Road 2022 2023 ke 4,13% (y.o.y) di 4.58 2022 2023 56.7 9.93 2023 Storage & Support Activities for Transportation, Postal 2024 Triwulan-I 2024, 2024 & Courier 20.0 9.32 dengan pertumbuhan Air 82.1 Non-Motor Vehicles and Motorcycle Trade 11.0 4.85 5.66 yang sangat variatif 7.8 Sea 3.97 antar subsektor.” 17.9 Motor Vehicles and Motorcycle Trade and Repairs 3.6 Inland Water 5.65 Railways -0.11 18.16 0.9 Sumber: CEIC Sumber: CEIC Triwulan-I 2024 di Indonesia dipenuhi berbagai peristiwa dan membawa dampak positif terhadap sektor perdagangan besar dan eceran. Kombinasi dari Pemilu, Ramadhan, Idul Fitri, dan beberapa libur panjang mendorong naiknya permintaan agregat. Hasilnya, sektor perdagangan besar dan eceran mencatatkan performa yang baik dan mengalami peningkatan pertumbuhan ke 4,58% (y.o.y) di Triwulan-I 2024 dari 4,09% (y.o.y) di triwulan sebelumnya. Berkontribusi terhadap lebih dari 80% aktivitas perdagangan domestik, subsektor perdagangan non-kendaraan bermotor dan reparasi menjadi mesin pertumbuhan utama sektor perdagangan. Subsektor ini menikmati kenaikan pertumbuhan dari 5,15% (y.o.y) di triwulan akhir 2023 ke 5,66% (y.o.y) di Triwulan-I 2024. Walaupun subsektor perdagangan non- kendaraan bermotor mencatatkan performa yang apik, subsektor perdagangan kendaraan bermotor justru mengalami kondisi yang bertentangan. Walaupun membaik, pertumbuhan perdagangan kendaraan bermotor masih terkontraksi di Triwulan-I 2024. Subsektor perdagangan kendaraan bermotor tumbuh -0,11% (y.o.y) di Triwulan-I 2024 dari -0,52% (y.o.y) di Triwulan-IV 2023. Naiknya biaya kredit imbas meningkatnya suku bunga acuan dan naiknya harga kendaraan bermotor tidak sebanding dengan kenaikan pendapatan masyarakat. Secara umum, penurunan Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 16 Triwulan-III 2024 tajam penjualan kendaraan bermotor mengindikasikan tren penurunan daya beli masyarakat. Dengan demikian, keseluruhan performa sektor perdagangan besar dan eceran yang cukup baik lebih banyak disebabkan oleh faktor musiman dan kemungkinan tidak menjamin pertumbuhan yang berkesinambungan untuk sektor ini di jangka panjang. Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia perlu menyelesaikan isu struktural dan pelemahan daya beli. Setelah mencatatkan pertumbuhan double-digit selamat delapan triwulan secara beruntun, sektor transportasi dan pergudangan tumbuh sebesar 8,65% (y.o.y) di Triwulan-I 2024, turun dari 10,33% (y.o.y) di triwulan sebelumnya. Menurunnya angka pertumbuhan sektor ini mengindikasikan tren normalisasi aktivitas transportasi pasca Covid-19, seiring dengan angka pertumbuhannya yang konsisten menurun sejak Triwulan-II 2022. Penurunan pertumbuhan juga terjadi hampir merata di seluruh subsektornya, kecuali untuk transportasi darat dan perkeretaapian. Tradisi pulang kampung atau mudik untuk merayakan Idul Fitri mendorong naiknya pertumbuhan subsektor transportasi darat dari 9,89% (y.o.y) di Triwulan-IV 2023 ke 9,93% (y.o.y) di “...sektor perdagangan Triwulan-I 2024 dan subsektor transportasi perkeretaapian dari 16,95% (y.o.y) ke besar dan eceran 18,16% (y.o.y) dalam periode yang sama. Kemudian, naiknya mobilitas dari kegiatan mengalami yang berkaitan dengan Pemilu juga berkontribusi terhadap naiknya aktivitas peningkatan transportasi. Secara keseluruhan, sektor transportasi dan pergudangan masih pertumbuhan ke 4,58% mampu tumbuh tinggi dan di atas rata-rata pertumbuhan sebelum Covid-19. (y.o.y) di Triwulan-I Berlansungnya perlambatan pertumbuhan bukan menjadi indikasi adanya 2024 dari 4,09% (y.o.y) pelemahan aktivitas di sektor ini, tapi lebih disebakan oleh normalisasi pasca periode di triwulan sebelumnya, ‘supernormal’ dalam dua tahun terakhir. didorong oleh Walaupun Indonesia memasuki tahun 2024 dengan catatan positif di aspek perdagangan non- pertumbuhan ekonomi, perlu digarisbawahi bahwa ini bukanlah pertanda perbaikan kendaraan bermotor fundamental ekonomi. Bahkan, tingginya angka pertumbuhan di Triwulan-I 2024 yang berkontribusi lebih dikarenakan faktor musiman. Tingginya pertumbuhan sektor pemerintahan ke terhadap lebih dari 18,16% (y.o.y) di Triwulan-I 2024 dari 1,61% (y.o.y) di triwulan sebelumnya didorong 80% aktivitas oleh pencairan bantuan sosial, percepatan penyelesaian proyek infrasruktur yang perdagangan mendorong naiknya belanja modal, dan pemberian THR serta gaji ke-13. Lebih domestik.” lanjut, berlangsungnya Pemilu mendorong pertumbuhan sektor informasi dan komunikasi (dari 6,74% ke 8,39%, y.o.y), jasa usaha (dari 7,62% ke 9,63%, y.o.y) dan akomodasi dan makanan minuman (dari 7,89% ke 9,39%, y.o.y) selama periode tersebut. Namun, penurunan produktivitas tetap menjadi isu mendasar. Untuk sisa tahun 2024 dan seterusnya, perekonomian Indonesia belum tentu selalu bisa mengandalkan faktor musiman untuk mendukung pertumbuhannya. Oleh sebab itu, menyelesaikan isu produktivtias secara keseluruhan dan penciptaan lapangan kerja di sektor bernilai tambah tinggi perlu terus menjadi prioritas. Musim Liburan Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Konsumsi rumah tangga, yang menyumbang 53,32% dari PDB Indonesia, tumbuh sebesar 4,91% (y.o.y) pada Triwulan-I 2024, meningkat dari 4,83% pada Triwulan-IV 2023. Akselerasi pertumbuhan ini didorong oleh momentum Ramadhan dan beberapa hari libur nasional serta cuti bersama yang mendorong mobilitas Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 17 Triwulan-III 2024 masyarakat. Momentum ini juga didukung oleh daya beli masyarakat yang terjaga melalui peningkatan penyaluran bantuan sosial dan kenaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2024 serta pemberian Tunjangan Hari Raya (THR). Pola konsumsi masyarakat selama Ramadhan secara khusus memacu belanja konsumen, terutama di sektor makanan dan minuman. Sebagai komponen terbesar dari konsumsi rumah tangga, dengan porsi lebih dari sepertiga, sektor makanan dan minuman tumbuh sebesar 4,32% (y.o.y) pada Triwulan-I 2024, meningkat dari 2,56% (y.o.y) pada triwulan sebelumnya. Akselerasi pertumbuhan juga terjadi pada sebagian besar komponen konsumsi rumah tangga, kecuali transportasi & komunikasi dan pakaian, alas kaki & pemeliharaan. Selain itu, pertumbuhan konsumsi Lembaga Non-Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) melonjak menjadi 24,29% (y.o.y) pada Triwulan-I 2024, “Konsumsi rumah melanjutkan pertumbuhan yang kuat pada triwulan sebelumnya sebesar 18,11% tangga, yang (y.o.y) yang didorong oleh siklus Pemilu. Pertumbuhan dua digit selama dua kuartal menyumbang 53,32% berturut-turut ini merupakan yang pertama kali terjadi sejak siklus Pemilu 2019. dari PDB Indonesia, tumbuh sebesar 4,91% Gambar 5: Pertumbuhan Konsumsi Rumah Gambar 6: Pertumbuhan Investasi dan Tangga dan Komponennya, 2020-2024Q1 Komponen Utamanya, 2020-2024Q1 (y.o.y) pada Triwulan-I Proporsi pada -10 -6 -2 2 6 10 % Proporsi pada -15 -10 -5 0 5 10 15 20 25 2024, meningkat dari Triwulan-I 2024 100 Konsumsi: Rumah Tangga Triwulan-I 2024 Pembentukan Modal Tetap Bruto 4,83% pada Triwulan-IV 4.91 100 3.79 36.2 Makanan & Minuman, Selain Restoran 4.32 71.8 2023. Akselerasi Bangunan & Struktur 5.46 25.2 Transportasi & Komunikasi pertumbuhan ini 6.41 12.8 Mesin & Peralatan 2020 13.8 Peralatan 2.93 4.98 2021 2020 didorong oleh 9.5 Restoran & Hotel 2022 2023 5.8 Kendaraan -13.33 2021 2022 6.43 momentum Ramadhan 2024 5.8 Sumber Daya yang Dibudidayakan 2023 7.2 Kesehatan & Pendidikan 3.58 3.69 2024 dan beberapa hari libur 4.5 Lainnya 2.77 2.4 Produk Kekayaan Intelektual 5.15 nasional serta cuti 3.6 Pakaian, Alas Kaki & Pemeliharaan 1.73 1.5 Peralatan Lainnya 4.99 bersama yang Sumber: CEIC Sumber: CEIC mendorong mobilitas masyarakat.” Dari sisi pemerintah, konsumsi tumbuh secara signifikan sebesar 19,90% (y.o.y) pada Triwulan-I 2024, tertinggi dalam 20 tahun terakhir. Akselerasi ini didorong oleh peningkatan belanja barang, terutama untuk Pemilu 2024, belanja bantuan sosial, dan kenaikan belanja pegawai untuk distribusi THR, termasuk tunjangan kinerja sebesar 100%. Pertumbuhan investasi melambat menjadi 3,79% (y.o.y) pada Triwulan-I 2024 dari 5,02% (y.o.y) pada triwulan sebelumnya. Moderasi ini didorong oleh kategori kendaraan bermotor, yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 13,33% (y.o.y) dibandingkan dengan pertumbuhan positif sebesar 3,20% (y.o.y) pada Triwulan-IV 2023. Hal ini sejalan dengan penurunan penjualan besar semua jenis kendaraan bermotor. Perlambatan pertumbuhan juga terjadi pada investasi bangunan, yang berkontribusi sebesar 71,8% terhadap komponen investasi. Meskipun tumbuh kuat sebesar 5,46% (y.o.y) pada Triwulan-I 2024 akibat percepatan penyelesaian proyek infrastruktur, angka ini turun dari 6,42% (y.o.y) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, peningkatan pertumbuhan terjadi pada semua komponen penanaman modal tetap bruto (PMTB) lainnya jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Indonesia Economic Outlook Triwulan-III 2024 18 Triwulan-III 2024 Gambar 7: Komposisi PDB, Gambar 8: Pertumbuhan Kredit 2018Q1-2024Q1 (%) Berdasarkan Penggunaan, 2018Q1-2024Q1 (y.o.y, %) 130 16 13.34 110 22 21 23 22 21 22 21 20 21 20 18 19 20 21 22 23 23 24 25 25 24 22 23 25 23 12.20 90 12 11.84 35 33 32 33 33 32 33 34 32 31 32 33 33 31 32 33 32 30 31 32 31 30 32 32 31 9.80 70 6 7 8 11 6 8 7 10 6 8 8 11 6 8 8 11 5 7 8 10 5 7 7 10 6 8 50 30 55 54 54 55 55 54 54 55 55 54 53 54 54 53 52 53 54 53 52 53 53 53 52 53 53 4 10 -10 -21-20-21-22-19-18-18-19-17-15-14-16-18-19-18-21-20-20-22-21-20-18-19-20-19 0 -30 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 -4 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1Q2Q3Q4Q1 Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 Pembentukan Modal Tetap Bruto Ekspor Impor Modal Kerja Investasi Konsumsi Total Sumber: CEIC Sumber: CEIC Pertumbuhan kredit perbankan pada Triwulan-I 2024 kembali ke level dua digit, mencapai 11,84% (y.o.y) dari 9,71% (y.o.y) pada triwulan sebelumnya. Hal ini “Pertumbuhan kredit didukung oleh pertumbuhan tinggi di seluruh jenis kredit. Kredit investasi mencatat perbankan pada pertumbuhan tertinggi sebesar 13,34% (y.o.y) pada tiga bulan pertama tahun 2024, Triwulan-I 2024 kembali meningkat dari 10,68% (y.o.y) pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit modal ke level dua digit, kerja meningkat menjadi 12,20% (y.o.y) dari 9,43% (y.o.y) pada Triwulan-IV 2023, mencapai 11,84% sementara kredit konsumsi tumbuh sebesar 9,80% (y.o.y) dari 9,22% (y.o.y) pada (y.o.y) dari 9,71% (y.o.y) triwulan sebelumnya. Akselerasi pertumbuhan ini dapat dijelaskan dari sisi pada triwulan penawaran dan permintaan. Dari sisi penawaran, pertumbuhan kredit yang tinggi sebelumnya. Hal ini didorong oleh tingginya minat perbankan didukung dengan modal yang kuat dan didukung oleh likuiditas yang cukup, yang sebagian didorong oleh Kebijakan Insentif Likuiditas pertumbuhan tinggi di Makroprudensial (KLM). Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit didorong oleh seluruh jenis kredit.” peningkatan kinerja penjualan dan investasi korporasi, yang diperkirakan akan terus membaik seiring dengan berkurangnya ketidakpastian kebijakan pasca pemilu. Di sisi lain, pertumbuhan deposito kembali ke atas 5%, mencapai 6,30% (y.o.y) pada Triwulan-I 2024 setelah tumbuh “hanya” 3,36% (y.o.y) pada triwulan sebelumnya karena efek high-base pasca pandemi Covid-19. Beberapa faktor kemungkinan berperan dalam peningkatan pertumbuhan deposito. Dari Jan

Use Quizgecko on...
Browser
Browser