Prosedur Nekropsi dan Pengambilan Sampel Jaringan pada Hewan Coba PDF

Document Details

TenderMesa

Uploaded by TenderMesa

Universitas Gadjah Mada

Drh. Sitarina Widyarini, MP, PhD

Tags

nekropsi hewan patologi anatomi hewan penelitian biomedis hewan coba

Summary

Dokumen ini membahas prosedur nekropsi dan pengambilan sampel jaringan pada hewan coba, termasuk etika penelitian, tujuan, dan tahapan-tahapan penting. Materi ini bermanfaat bagi peneliti di bidang kedokteran hewan dan biomedis.

Full Transcript

PROSEDUR NEKROPSI DAN PENGAMBILAN SAMPEL JARINGAN PADA HEWAN COBA Drh. Sitarina Widyarini, MP, PhD Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada TOPIK KULIAH Nekropsi Hewan Coba Penyakit Pada Hewan Coba K...

PROSEDUR NEKROPSI DAN PENGAMBILAN SAMPEL JARINGAN PADA HEWAN COBA Drh. Sitarina Widyarini, MP, PhD Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada TOPIK KULIAH Nekropsi Hewan Coba Penyakit Pada Hewan Coba KEPENTINGAN ETIKA PENELITIAN DENGAN HEWAN COBA Menjamin kesejahteran hewan percobaan (animal welfare) ---  penelitian dimulai sampai penelitian berakhir Animal welfare -- data penelitian Output suatu penelitian -- publikasi (international publication) CONTOH: “For animal experimentation reported in this journal, it is expected that the Guide for the care and use laboratory animals approved by the National Research Council (ILAR) in USA will have been observed. The ethical guidelines of animal welfare committee should be cited” TUJUAN PENELITIAN BIOMEDIS DENGAN HEWAN Biologi manusia pada tingkat seluler dan molekuler (sakit atau sehat) Kemiripan karakter biologis hewan dan manusia --- dasar penelitian biomedis --- mekanisme biologi dasar, patologi suatu penyakit penemuan obat baru hewan dan manusia ALASAN MENGGUNAKAN HEWAN Kepentingan etis Variabel penelitian mudah dikontrol Kemiripan struktur, fungsi organ, sistem biologis --- model sistem hidup untuk mempelajari interaksi sel, jaringan dan organ pada manusia Shorter life span dan laju reproduksi yang lebih cepat PRINSIP PENGGUNAAN DAN PERAWATAN HEWAN PERCOB AAN Prosedur harus ada relevansinya dengan kesehatan hewan dan manusia Jumlah minimal -- hasil valid Alternatif lain selain hewan percobaan Mengurangi pain, discomfort dan distress Tempat pemeliharaan yang sesuai Peneliti, tehnisi harus mendapatkan pelatihan khusus 3R: Reduction, Refinement dan Replacement dan 5F 3R: REDUCTION, REFINEMENT DAN REPLACEMENT Pada saat pemeliharan Pada saat perlakuan Pada saat akhir perlakuan TUJUAN NEKROPSI: Mempelajari perubahan patologis pada hewan coba -- hasil suatu penelitian Menentukan penyebab kematian pada hewan coba yang tidak dipakai dalam penelitian (untuk monitoring breeding colony) Alat Dan Bahan PERALATAN & BAHAN UNTUK NEKROPSI Fume hood Proteksi untuk operator terhadap bahan untuk pengawet atau material dari hewan coba PERALATAN & BAHAN UNTUK NEKROPSI Dissecting board/ papan bedah Papan kayu,landasan dari foam atau plastic tray yang mudah untuk dibersihkan Untuk memudahkan operator pada saat melakukan nekropsi Untuk membatasi area kerja PERALATAN & BAHAN UNTUK NEKROPSI Memudahkan kerja karena posisi hewan coba stabil/ tidak bergerak Tidak selalu harus dipakai tergantung pada kepentingan operator PERALATAN & BAHAN UNTUK NEKROPSI Gunting dan forceps Gunting tulang (bisa dipakai gunting biasa yang sudah tidak terpakai atau memakai gunting khusus untuk tulang ujung melengkung) PERALATAN & BAHAN UNTUK NEKROPSI NaCl (larutan garam) 4,25 gr NaCl/500 ml air Untuk mencuci atau menghilangkan darah dan debris jaringan Note: air (kebengkaan sel dan ruptur - perbedaan osmosis jaringan dan air, cairan fiksatif (fusi debris ke permukaan organ) PERALATAN & BAHAN UNTUK NEKROPSI Preservatives (pengawet) disiapkan dalam botol gelas atau botol plastik mulut lebar Membuat mengawetkan jaringan untuk proses pemeriksaan jaringan Containers atau vials yang bagian dasarnya rata - larutan pengawet dapat menjangkau semua bagian dari organ yang diawetkan dan bentuk tetap (hindari conical vials) PERALATAN & BAHAN UNTUK NEKROPSI Timbangan Observasi secara kuantitatif dan kualitatif Membandingkan berat badan hewan coba dengan berat organ yang diteliti Untuk mencit atau tikus (ukuran organ kecil) - timbangan elektronik APD Operator PERLENGKAPAN OPERATOR NEKROPSI Alat pelindung diri/APD atau personal protective equipment/ PPE Baju kerja laboratorium, diutamakan lengan panjang Sarung tangan (disposable gloves) Pelindung mata Masker yang dilengkapi filter khusus: N-95 atau N-100 respirator (kasus yang ada hubungannya dengan infeksi) Sabun cuci/ atau cairan disinfeksi ALAT PELINDUNG DIRI Tahapan Nekropsi TAHAPAN NEKROPSI Pemeriksaan ante mortem Ethanasi Pemeriksaan post mortem Makroskopik Mikrokopik PENGAMATAN EKSTERIOR SEBELUM DILAKUKAN NEKROPSI Sebelum hewan dietanasi: Turunnya aktivitas Punggung dilengkungkan (hunched posture) Diare Turunnya berat badan Bulu rontok/kusam ETANASIA Eu (good), thanatos (death) -- good death - kematian tanpa rasa nyeri (pain) dan kesusahan (distress) Tehnik etanasi yang bagus: rapid unconciousness cardiac and respiratory arrest loss of brain function ALASAN UNTUK MELAKUKAN ETANASI PADA HEWAN PERCOBAAN  Culling atau menguranggi jumlah hewan pada breeding colony apabila jumlahnya telah melebihi batas yang diperlukan  Mencegah hewan percobaan menderita karena penyakit atau luka yang disebabkan oleh perlakuan dalam percobaan (contoh: ukuran tumor lebih dari 1 mm atau kehilangan berat badan kronis)  Pemeriksaan organ dalam setelah suatu penelitian berakhir INDIKATOR KEMATIAN SETELAH DILAKUKAN ETANASI Hilangnya detak jantung  Hilangnya pernafasan Rigor mortis Hilangnya refleks pupil pada hewan percobaan PEMILIHAN METODA ETANASI  Spesies dari hewan percobaan (ukuran dari hewan dan kendala yang dihadapi pada saat restraint hewan percobaan)  Nasib dari karkas hewan percobaan  Jumlah hewan percobaan yang akan dietanasi (pada kelompok hewan percobaan dengan jumlah besar maka dipilih cara etanasi yang efisien dan manusiawi contohnya dengan menggunakan gas chamber CO2) KRITERIA PENILAIAN METODA ETANASI ( E VA L U ATO R ) Hilang kesadaran secara cepat, kematian tanpa rasa sakit, susah atau stress pada hewan Waktu pelaksanaan cepat Reliable tehnique Irreversibility Sesuai dengan tujuan penelitian Sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan penggunaan sampel jaringan Spesies dan umur hewan Keamanan tehnisi Mempertimbangkan pengaruh tehnik etanasi terhadap emosi tehnisi METODA ETANASI Metoda fisik (physical methods): stunning, cervical dislocation, decapitation, shooting, electrocution Metoda kimia (chemical methods); injeksi anastetika dan penggunaan gas C ARA KERJA DARI SENYAWA KIMIA UNTUK ETANASI  Hipoksia secara langsung atau tidak langsung  Menekan secara langsung pada neuron yang mengatur fungsi vital untuk hidup hewan  Menyebabkan gangguan fisik pada aktifitas otak dan neuron yang mengatur fungsi vital untuk hidup hewan TEHNIK ETANASI Inhalant agents (ether, CO, nitrous oxide) Inhalant anasthetics (ether, halothane, methoxyflurane isoflurane, enflurane) Karbon dioksida (CO2) Cervical dislocation Decapitation KENDALA DALAM PENGGUNAAN INHALANT AGENTS Tergantung pada konsentrasi Memerlukan waktu --- mati Tergantung pada kondisi peralatan Beberapa bahan dapat bersifat merusak dan mengganggu kesehatan tehnisi atau peneliti: Ether (meledak) Halothane (narcosis) Nitrous oxide dan carbon monoxide (hypoxemia) ETANASIA PADA TIKUS DAN MENCIT Dislokasi cervical Ether atau chloroform (desikator atau anaesthetic jar; perlindungan terhadap operator) Gas CO2 CERVIC AL DISLOC ATION CERVIC AL DISLOC ATION TOXIC GAS DAN VAPOR INHALATION Toxic gas inhalation TOXIC GAS DAN VAPOR INHALATION Toxic gas inhalation PENGAMATAN EKSTERIOR SETELAH DILAKUKAN ETHANASI Setelah hewan dietanasi: Leleran eksudat dari mata, mulut, dan ano-genital Bulu dari hewan coba tumbuh baik atau terlihat kusam Benjolan yang ditemukan dipermukaan tubuh Dehidrasi atau kehilangan berat badan kronis Dibuat catatan untuk ditulis pada laporan nekropsi Nekropsi NEKROPSI TIKUS/MENCIT Hewan telah dietanasi Hewan diletakan pada papan nekropsi dengan posisi rebah dorsal (perut menghadap atas) dan posisi kepala menjauhi operator Basahi permukaan tubuh dengan etanol atau air Dengan menggunakan forceps angkat kulit abdomen dan buat irisan (gunting) sepanjang ventral midline- dagu bawah (irisan sub kutan) NEKROPSI TIKUS/MENCIT MEMBUKA ABDOMEN TIKUS/MENCIT Buat irisan pada otot dibawah kulit abodomen - terlihat organ pada rongga abdomen Rongga dada (chest cavity) dapat dibuka dengan memotong tulang rusuk Dilakukan pengamatan MEMBUKA THORAKS TIKUS/MENCIT MEMBUKA OTAK TIKUS/ MENCIT MEMBUKA OTAK TIKUS/ MENCIT MEMBUKA OTAK TIKUS/ MENCIT MEMBUKA OTAK TIKUS/ MENCIT SALURAN PENCERNAAN SALURAN PENCERNAAN TIKUS ORGAN DALAM RUANG ABDOMEN SIRKULASI DARAH DALAM RONGGA ABDOMEN ORGAN DALAM DALAM RONGGA THORAKS ORGAN DALAM DALAM RONGGA THORAKS ORGAN DALAM RONGGA THORAKS SIRKULASI DARAH DALAM RONGGA THORAKS ORGAN DALAM RONGGA THORAKS ORGAN REPRODUKSI BETINA ORGAN REPRODUKSI BETINA ORGAN REPRODUKSI JANTAN ORGAN REPRODUKSI JANTAN ORGAN REPRODUKSI JANTAN ANATOMI OTAK TIKUS/MENCIT ANATOMI TULANG TENGKORAK TIKUS/MENCIT Pasca Nekropsi Pasca Nekropsi Organ Fiksasi Non-fiksasi Histologis Enzyme IHC DNA/ RNA TEM PASCA NEKROPSI Pengambilan organ/jaringan sesuai dengan protokol penelitian Organ atau jaringan tidak diawetkan dengan larutan fiksatif Pemeriksaan konsentrasi enzim dalam jaringan (enzim mikrosomal, GST, ODC) Ekstraksi DNA/RNA dari jaringan Organ atau jaringan yang diawetkan dengan larutan fiksatif (histologi/histopatologi, imunohistokimia/sitokimia, immunofluorescent, transmission electron microscopy) FIKSASI ORGAN DAN JARINGAN Tujuan: mengawetkan morfologi sel atau jaringan sesuai dengan kondisi pada saat hewan masih hidup (struktur sel yang normal atau abnomal), hentikan proses autolisis post- mortum, organ menjadi keras Bahan yang digunakan larutan pengawet (fixatives) Hasil yang optimal - cepat (ASAP) Protokol:  whole animal or organ perfusion (perfusi)  Immersion (imersi) IMERSI Hewan dietanasi/sudah mati -nekropsi Potongan organ/jaringan yang direndam dalam larutan pengawet Ukuran, ketebalan maksimum 1 cm/1x1x1 cm3) Rasio larutan pengawet dan ukuran organ (10:1) atau (15-20:1) - - jaringan terendam sempurna Organ/jaringan yang mengapung (paru-paru), dibungkus dengan kain kasa/paper towel sebagai pemberat Organ/jaringan yang sudah difiksasi permukaannya dapat dirapikan (trimming) dengan scalpel blade atau cutter IMERSI  Larutan pengawet (fixatives) 10% formalin (powder: 1 bagian formaldehyde + 9 bagian air, cair 30%: 1:3) atau 10% neutral buffer formalin (Baxter atau Fisher)-- pengecatan jaringan standar Histochoice@(Amrosco), aceton, etanol/cold ethanol-- imunohisto/sitokimia, immunofluorescent 2.5% glutaraldehyde --TEM IMERSI Lama direndam dalam larutan pengawet tergantung pada protokol penelitian Formalin 10% (minimal 24 jam maksimal tidak terbatas asal formalin selalu ditambah dan jaringan selalu terendam) Pengawet yang lain tergantung pada protokol penelitian PERFUSI Hewan dalam kondisi teranastesi (deep surgical plane) - perfusi- nekropsi- imersi Anastetika sodium pentobarbital (60 mg/kg BB, intraperitoneum) Larutan pengawet (sesuai dengan protokol): 400 ml untuk tikus dan 200 ml untuk mencit Phosphate buffer saline (PBS) (25-50 ml) Heparin (1000 Units/ml) dalam PBS Imunohisto/sitokimia, TEM A B A:PBS, B:Fixatives PROSES NEKROPSI DAN FIKSASI ORGAN/JARINGAN Organ Target NaCl fisiologis 1x1x1 cm3 Tissue Processing Staining Larutan pengawet Limbah Hewan Coba LIMBAH KARKAS DAN ORGAN HEWAN COBA Karkas hewan coba dikumpulkan dalam kantong plastik dilabel dengan jenis karkasnya dan diikat dengan tali. Karkas hewan coba harus disimpan dalam freezer, atau minus 20 derajad atau paling tidak di ruang pendingin (cool room) sebelum dimusnahkan dengan incenerator Apabila sebelumnya hewan dietanasi dengan, biarkan beberapa saat dalam fume hood sebelum hewan dikumpulkan dalam kantong plastik untuk dimusnahkan LIMBAH KARKAS DAN ORGAN HEWAN COBA Karkas, organ atau jaringan hewan coba yang sudah diawetkan (formalin, larutan Bouin’s dll),- harus dipisahkan dahulu dari larutan pengawet sebelum dilakukan perlakuan seperti diatas Almari pendingin yang digunakan untuk menyimpan karkas hewan coba harus terpisah dengan tempat penyimpanan lainnya dan berada pada ruangan yang berbeda. LIMBAH KARKAS DAN ORGAN HEWAN COBA LIMBAH BEDDING HEWAN COBA Mengandung urin dan feses dari hewan coba *** Bedding dari hewan coba dengan agen infeksi- bedding harus dimasukkan dalam plastik khusus untuk di-autoclave atau dilakukan perlakuan dengan bahan kimia khusus (misalnya bleach) dan selanjutnya dimasukkan ke plastik untuk limbah klinis Bedding dari hewan tanpa agen infeksi dapat dapat dibuang pada tempat pembuangan biasa (plastik hitam)- dikumpulkan untuk dibuang ditempat yang sudah ditentukan- limbah umum LIMBAH BEDDING HEWAN COBA Bedding dengan radioactive- akan dilakukan perlakuan yang khusus LIMBAH BEDDING HEWAN COBA LIMBAH BEDDING HEWAN COBA Infeksi non-lnfeksi REFERENSI 1. Olson, C. (1954). Necropsy Procedur for Laboratory Animals. In Veterinary Necropsy Procedures. Edited By Jones, TC and Gleiser, CA. JB Lippincott Company 2. Randall, CR. (1954). Selection and Preparation of Specimens for Laboratory Examination. In Veterinary Necropsy Procedures. Edited By Jones, TC and Gleiser, CA. JB Lippincott Company 3. Anonim. The Virtual Mouse Necropsy. http://www.ncifcrf.gov/vetpath/necropsy.html.. 4. Feinstein, RE. and Waggi, KS. (2003). Postmortum Procedures. In Handbook of Laboratory Animal Science. 2nd Edition. Edited By Hau J and Van Hoosier GL. CRC Press. 5. Widyarini, S., (2008).Etika Pemggunaan Hewan Percobaan Dalam Penelitian Biomedis. Dalam Etika Penelitian Dan publikasi Kedokteran Kesehatan Dan Modul Pelatihan WHO, Editor Indriati E. Penerbit Fakultas Kedokteran UniversitasGadjah Mada, hal. 40-60 6. Inglis, JK (1980). Legal Requirements-Anesthesia, Laboratory Procedurs, and Euthanasia. In Introduction To Laboratory Animal Science and Technology. Pergamon Press. pp. 235-249 REFERENSI 7. Anonim (2002), Institutional Animal Care and Use Committee Guidebook 2 nd Edition. Office of Laboratory Animal Welfare 8. Anonim (2004). Laboratory Biosafety Manual. 3rd Edition. WHO, Geneva 9. Hummel KP, Richardson FL, and Fekete E (1941). Anatomy. In: Biology of the laboratory mouse, Jackson Laboratory (2nd ed). Dover Publications, Inc., New York, pp 247-308. 10. Olds RJ and Olds JR (1979). A colour atlas of the rat-dissection guide. Wolfe Medical Publications LTD, London. 11. Popesko P, Rajtovia V, and Horak J (1990). A colour atlas of anatomy of small laboratory animals, volume two: rat, mouse, hamster. Wolfe Publishing Ltd, London, pp. 105-166. 12. Mohr, U, Dungworth, DL, Capen, CC, Carlton, WW, Sundberg, JP and Ward, JM Pathobiology of the Aging Mouse. ILSI Press, 1996. 13. Anonim (1993). Report of The AVMA Panel on Euthanasia. JAVMA, Vol. 22 (2), 229-249 14. Anonim (1986). European Convention for The Protection of Vertebrate Animals Used for Experimental and Other Scientific Purposes Faktor-faktor penting sebelum koleksi sampel Sampel : informasi penting dlm menentukan penyebab penyakit, kematian satwa liar, monitoring penyakit dan survei Keamanan individu sangat penting saat koleksi jaringan/organ pd hewn sakit atau mati :PPE Rabies, Mycobacterium,chlamydiosis, salmonellosis, West Nile virus, hepatitis virus,plague, dll : (Zoonosis) Lokasi Pengambilan Sampel Abses Pengiriman Sampel Prosedur pengiriman dipengaruhi oleh regulasi laboratorium investigasi penyakit, peraturan/perundang-undangan 5 hal penting dlm pengiriman sampel : a. Hindari kontaminasi silang antar sampel b. Hindari pembusukan pd sampel c. Hindari kebocoran cairan d. Identitas pd setiap sampel e. Label pd tiap kontainer HISTOLOGI DAN HISTOPATOLOGI Degenerasi Melemak Makroskopik : organ berwarna kuning, rapuh, mengkilat Mikros : Vakuola berbatas jelas Parah → inti terdesak ke tepi Degenerasi Hidropik Vakuola di dekat inti Vakuola tidak memiliki batas jelas NEKROSIS Degenerasi → Reversible Nekrosis → Irreversible - Inti - Sitoplasma Istilah yang berhubungan dengan kematian sel : 1. Nekrobiosis/apoptosis : Kematian sel yang fisiologis normal pada jaringan Contoh : kematian eritrosit, epithel vili usus, epithel epidermis 2. Nekrosis : Kematian sel pada jaringan tubuh pada hewan yang masih hidup 3. Autolisis : Kematian sel dari seluruh jaringan setelah hewan mati Dua proses esensial pada nekrosis : 1. Digesti enzymatik dari sel yang nekrosis 2. Denaturasi protein → Tipe dari nekrosis Makroskopis 1. Bersifat difus / lokal 2. Warna organ lebih pucat/abu-abu putih 3. Konsistensi organ lunak / keras / cair → tipe nekrosis Mikroskopis 1. Inti : - Kariopiknosis : penggumpalan kromatin → inti kecil dan gelap - Karioreksis : pecahnya membran inti - Kariolisis : Pelarutan enzymatik kromatin → inti hilang 2. Sitoplasma : Hipereosinofilik 3. Sitolitik KLASIFIKASI NEKROSIS 1. NEKROSIS KOAGULASI Jumlah enzym relatif sedikit → Pelarutan jaringan sedikit → jar. Padat/ kering - Mikroskopik → struktur jaringan utuh dan dikenali - contoh : Racun Nekrosis koagulasi pada hati 2. Nekrosis liquifaktif Jumlah enzym relatif banyak → Pelarutan jaringan tinggi → jar. cair/ encer Makroskopik : akumulasi nanah/pus Mikroskopik → struktur jaringan tidak dapat dikenali Contoh : abses, pyometra Nekrosis liquifaktif pada otak 3. Nekrosis kaseasi Jumlah enzym relatif sedang → substansi seperti keju Makroskopik → Lesi nodul granulomatosa Mikroskopik → struktur jaringan tidak dapat dikenali Penyakit lain yang menimbulkan bentukan granuloma missal Mycobateriosis, Aspergillosi, Koligranulomatosa, histoplasmosis, cryptococcosis, coccidioidomycosis Nekrosis kaseasi paru GANGGUAN SIRKULASI Gangguan pada aliran darah dan keseimbangan cairan tubuh menimbulkan : edema, dehidrasi, hiperemi/kongesti, hemoragi, thrombus, emboli, iskhemia dan infark EDEMA Timbunan cairan tubuh abnormal pada jaringan interstitial atau rongga tubuh Penyebab : kenaikan tekanan hidrostatik, penurunan tekanan osmosis, gangguan cairan limfe, retensi garam Ex : edema subkutan, paru, otak, Gambaran histopat edema paru Menciri adanya: Massa eosinofilik pada lumen alveoli Kongesti kapiler dinding alveoli Hiperemi atau kongesti Adanya kenaikan volume darah lokal karena dilatasi pembuluh darah Hiperemi aktif → terjadi karena meningkatnya aliran arterial, dan terjadi pada organ yang aktif : kemerahan muka saat emosi, tempat radang Kongesti pasif →terjadi padaaliran darah vena : gagal jantung → obstruksi vena dari dalam dan luar HEMORAGHI Keluarnya darah dari sistem kardiovaskuler disertai pecahnya dinding pembuluh darah (per reksis) atau tidak (per diapedesis) Penyebab : Trauma, spontan krn pecahnya pembuluh darah, penyakit yang menyebabkan pembuluh darah rapuh dan penyakit yg mengganggu sistem penjendalan darah TROMBUS Pembentukan massa jendalan darah dalam sistem kardiovaskuler Trombus pecah menjadi embolus yang ikut dalam aliran darah →Tromboemboli Tersusun atas platelet diselingi lapisan fibrin dan eritrosit EMBOLI Penyumbatan pada bagian kardivaskuler oleh massa yg ditransportasikan ke tempat tersebut melalui aliran darah Penyebab : Butiran lemak, udara, kotoran aterosclerosis, pecahan tumor, kepingan sumsum tulang Atherosclerosis Sering disamakan dengan arteriosclerosis Merupakan pembentukan dan pertumbuhan plak atheroma dalam tunika intima pembuluh darah arteri Penyebab Risk factors 1. Hyperlipidemia 2. Hypertension 3. Cigarete smoking 4. Obesity 5. Low activity level 6. Life stress 7. Oral contraceptive 8. Gender 9. Age 10.Genetic disposition Teori lain 1. Kelukaan pada sel endotelial 2. Kelukaan pada tunika intima INFARK Daerah nekrosis iskhemis di suatu jaringan karena sumbatan aliran darah baik suplai arterial atau vena Zona infark : anemi, hemoraghi dan radang ELANG PELIKAN SQUEREL MONKEY SQUEREL MONKEY SQUEREL MONKEY SQUEREL MONKEY SQUEREL MONKEY MACAN KUMBANG Beruk BERUK Macaca nemestrima BERUK Macaca nemestrima PENYAKIT INFEKSI PADA HEWAN LABORATORIUM (TIKUS DAN MENCIT) Drh. Sitarina Widyarini, MP, PhD Bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada PENGGUNAAN HEWAN COBA Riset/ Penelitian Pendidikan Pengawasan mutu (QC) Produksi vaksin, antiserum Hewan Coba Manajemen: animal house Pemeliharaan hewan coba Data Animal welfare Kesehatan hewan coba PENYAKIT HEWAN LABORATORIUM (MENCIT DAN TIKUS) Agents Parasit Bakteri Virus Neoplastic Miscellaneous Penularan antar hewan laboratorium Zoonosis AGEN INFEKSI VS HEWAN COBA Perubahan patologis Kontaminasi produk biologis Modulasi immunologis Modulasi fisiologis Gangguan reproduksi Modulasi onkogenesis Background Noise DATA PENELITIAN TIDAK AKURAT PUBLIKASI ???? hati bengkak kuning tepi tumpul Infeksi Virus; MHV ALT ??? AST Infeksi Cacing Pita; T taeiniformis Background Noise Monitoring Kesehatan MONITORING KESEHATAN Nekropsi (pemeriksaan makroskopik, gross necropsy) dan histopatologi (lesi spesifik pada organ) Serologi Mikrobiologi Parasitologi BREEDING COLONY MENCIT Serologi Clinical: MHV, Sendai, MVM, MPV, EDIM, TMEV (GDVII), M. pulmonis Basic: add PVM, Reo-3, LCM Comprehensive: add Ectromelia, Polyoma, MAD-1, MAD-2, Tyzzer’s, E. cuniculi Comprehensive Plus: add CARB, LDEV, MCMV Organ Target Lung, trachea, liver, kidney, GI tract BREEDING COLONY TIKUS Serologi Clinical: RCV/SDAV, Sendai, KRV, PVM, M. pulmonis Basic: add H-1, Reo-3, LCM, Hantaan Comprehensive: add TMEV, MAD-1, Tyzzer’s, E. cuniculi Organ Target Lung, trachea, liver, kidney, urinary bladder, GI tract, salivary glands, Harderian glands ERADIC ATION METHODS Menghasilkan hewan laboratorium yang bebas infeksi, uninfected breeding animals (free hazardous infection) -- rederivation Cesarian section Embryo transfer Cessation of breeding and burnout Stamping out Cesarian Section Embryo Transfers Penyakit Hewan Coba PENYAKIT PADA MENCIT DAN TIKUS Disease category Affected body system BACTERIAL DERMATOLOGIC MISCELLANEOUS GASTROINTESTINAL NEOPLASTIC PARASITIC RESPIRATORY VIRAL ZOONOSES Penyakit Saluran Pernafasan PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN Sendai Virus RNA virus (Paramyxovirus) Diagnosis: serologi dan lesi pada organ Highly contagious epidemics, mortalitas tinggi pada mencit muda dan sapih, dan imun defisien strain Tikus (subklinis) atau infeksi ringan, infant mortality Lesi: rhinitis nekrotikan, tracheobronkhitis, bronkiolitis, pnemonia interstitialis PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN Sendai Virus Transmisi: kontak langsung dengan sumber penularan Gejala klinis: gangguan pernafasan dan reproduksi Infeksi- imun supresi - sekunder infeksi bakteri Makroskopik: pulmo terlihat bercak (spot) berwarna merah dan tan Mikroskopik: pnemonia interstitialis dengan perivaskular dan peribronkial infiltrasi limfosit PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN Mycoplasma pulmonis (Murine respiratory mycoplasmosis);M. arthritidis, M. neurolyticum, M. collis: Murine Respiratory Mycoplasmosis (MRM) Diagnosis: serologi, kultur atau lesi pada organ Pada mencit: tortikolis, infeksi saluran pernafasan kronis ; kronik supuratif rhinitis, otitis dan bronchopneumonia (komplikasi dengan agen lainnya (Sendai virus) PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN MRM Tikus (subklinis); sneezing and snorting characteristic: rhinitis, otitis, laryngitis, tracheitis Penularan: aerosol, in utero dan seksual Infeksi latent pada hewan dewasa dan hewan yang masih menyusu Gejala klinis: saluran nafas (red oculonasal discharge, batuk dan kesulitan bernafas), saluran reproduksi (berkurang litter size) PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN MRM Makroskopik: eksudat purulen pada trakea dan bronkus, pulmo: yellow foci of bronchiectasis and red to grey areas of consolidation, hydrosalpinx pada oviduct Mikroskopik: peribronchiolar lymphoid hyperplasia. Harus dibedakan dengan bronchiole-associated lymphoid tissue (BALT), yang secara normal terlihat pada paru tikus PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN Corynebacterium kutscheri (Pseudotuberculosis); C. murium Diagnosis: kultur, pengecatan Gram dari lesi (Gram +) Lesi pada mencit dan tikus ditemukan pada hati, ginjal dan paru (berupa Caseopurulent abscesses), pembengkaan nodus limfatikus Tikus dapat bersifat sebagai pembawa mo; pada oral cavity dan cervical lymph node tanpa gejala penyakit PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN Corynebacterium kutscheri (Pseudotuberculosis); C. murium  Penularan: kontak langsung Gejala: dyspnea, oculonasal discharge Makroskopik: caseous purulent foci Mikroskopik: radang granulomatosa PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN Pasteurellosis Pasteurella pnemotropica Penularan: aerosol, oro-fecal, venereal Gejala: oculonasal discharge, otitis media, mukopurulent inflamasi PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN Penyakit Saluran Pencernaan PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN Mouse hepatitis virus Coronavirus (RNA) Diagnosis: serologi dan lesi pada organ Epizootic - high mortality (neonatal)-subklinis (pada dewasa), dan enzootic-subklinis (pada semua umur) Ada dua bentuk MHV: respiratory dan enteric Respiratory strain: replikasi pada nasal epithelium menyebar ke organ: hati dan limphoid tissue PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN MHV Enteric strains: mukosa usus dari kolon asenden dan sekum dengan penyebaran ke organ lain minimal Pada infant mice, tipe enteric enteritis berat Penularan: orofekal dan in utero Imunitas terhadap MHV virus strain-specific dan short-lived (infeksi berulang) Immune defisien mice-lose weight dan kematian PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN MHV Makroskopik: imunokompetent mice: jarang ditemukan lesi kalaupun ada berupa distensi usus berisi gas dan multiple white foci pada hati (lesi makroskopik lebih banyak ditemukan pada imun defisien mice) Mikroskopik: nekrosis koagulasi pada hati PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN Bacillus piliformis (Tyzzer's Disease) Diagnosis: lesi pada organ dan serologis Gejala (tikus dan mencit): kematian mendadak dengan atau tanpa diare, bulu kasar dan humped back, distensi abdomen Lesi: colitis yang menyebar ke hati (focal hepatitis) dan myocarditis Penularan: orofekal via spora (spora bisa tahan > 1 tahun) PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN Bacillus piliformis (Tyzzer's Disease) Predisposisi: umur (3-7 minggu), stress (infeksi, perlakuan penelitian penelitian, kondisi kandang yang buruk) Makroskopik: fat rat syndrome with a flaccid segmental dilatation of the intestine (pada ileum), multifokal nekrosis pada hati dan jantung PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN Epizootic Diarrhea of Infant Mice (EDIM) Virus Rotavirus Diagnosis: serologi, lesi pada organ, antigen dalam feses Diare “light mustard-coloured feces” pada mencit belum sapih 7-15 hari atau kurang. Hydropic swelling villi usus sehingga sebabkan malabsorpsi, diare, dan gangguan tumbuh Morbiditas tinggi tetapi mortalitas rendah Kematian EDIM: bakteremia dan impaksio PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN Reovirus Diagnosis: serologi Infeksi subklinis: ditandai dengan gejala gangguan syaraf pusat, hepatitis, diare dengan steatorrhea dan bulu berminyak Reovirus dibedakan menjadi 3 tipe: tipe 1 dan 3 (myocarditis, encephalitis and hepatitis pada neonatal ), tipe 2 (menyebabkan EDIM-like disease) PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN Eimeria spp. Diagnosis: oocysts dalam feses dan lesi pada organ Ada 6 species pada mencit (E. falciformis, E. musculi, E. schueffneri, E. krijgsmanni, E. keilini, E. hindlei) Gejala: enteritis, typhlitis, colitis dengan diare bercampur darah (melena) Infeksi ditemukan pada mencit atau tikus muda (weaning age) PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN Cysticercus fasciolaris (Taenia taeniaeformis) Cestoda Diagnosis: makroskopik (gross lesion: strobilocercus pada hati tikus) dan mikroskopik Tikus tidak memperlihatkan gejala sakit (tanpa gejala klinis) Penularan: makan ova kontaminasi makanan dan bedding dengan feses kucing Note: rodent adalah hospes intermedier untuk perkembangan cacing pita kucing PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN Penyakit Kulit PENYAKIT KULIT Arthopoda Myocoptes musculinus Penularan kontak langsung Prevalensi infestasi rendah pada mencit yang dipelihara pada koloni konvensional Pengobatan: ivermectin 8 mg/L air minum diberikan selama 1 minggu sekali selama 3 minggu PENYAKIT KULIT PENYAKIT KULIT Ecromelia virus (Poxvirus muris) Poxvirus (DNA virus) Diagnosis: serologi dan lesi pada organ Subklinis atau high mortality, tergantung pada genotype dari mencit, umur dan strain virus. Susceptible mice: disseminateddisease (multifokal nekrosis pada hati, usus, lien, kulit dan lymphoid tissue). Fulminant infection (kematian 50-100% dan penyebaran virus yang minimal) Semi-susceptible mice: disseminated infection (rash dan ectromelia/ shortening of extremities due to dry gangrene)--- sumber infeksi Penyebaran: skin, respiratory, urinary, fecal PENYAKIT KULIT rash Penyakit Zoonosis ZOONOSIS Salmonellosis Salmonella enteritica Edema mesenterium, bengkak pada hati dengan nodul kekuningan dan limpa Penularan: oro-fecal Manusia: diare ZOONOSIS Rodentolepis nana R. nana (dwarf tapeworm) dan Hymenolepis diminuta (rat tapeworm)- infeksi pada mencit Transimisi indirect: HI: kecoa, fleas; direct: ingesti hexacanth ova dan autoinfection Miscellanous Diseases MISCELLANOUS DISEASES Ring Tail Ditemukan pada tikus Annular contrictions pada ekor (suckilng dan weanling rat) Berhubungan dengan temperatur yang tinggi dan kelembaban yang rendah (kurang dari 20%) Faktor lain: umur, status nutrisi, dan genotype MISCELLANOUS DISEASES MISCELLANOUS DISEASES Heat exhaustion Temperatur diatas 28C, kelembaban tinggi 80%, ventilasi buruk dan overcrowding Salivasi profus -- membasahi bulu - cooling Kondisi berat - kematian Primary thermoregulator: mechanisms: Vasoconstrictrion and vasoditation tail vein MISCELLANOUS DISEASES Neoplastic Diseases NEOPLASTIC DISEASES Mammary tumours (adenocarcinoma) Mouse mammary tumour virus CH3 mouse Trasmisi: plasenta dan air susu Prognosis: infausta NEOPLASTIC DISEASES Lymphosarcoma Spontaneous neoplastic diseases -- strain dari mencit REFERENSI Percy DH and Barthold SW. (1993). Pathology of Laboratory Rodents and Rabbits. Iowa State University Press. Ames. Anonim (1990). A Laboratory Animal Health Monitoring Program: Rationale and Development. http/www/criver.com/techdot/hmrandev.html (4-6)/ Juni 2007,8.50 am Percy, D.E. and Barthold, S.W. (2001) Pathology of Laboratory Rodents and Rabbits. 2nd edition, Iowa State University Press, Ames Hansen AK. (2003). Health Status and Health Monitoring. In Handbook of Laboratory Animal Science Essential Principles and Practice. Edited By Hau J and Van Hoosier GL. CRC Press. Hal. 233-279 E-Books SAMPLING ORGAN/JARINGAN UNTUK PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGIS Drh. SITARINA WIDYARINI MP PhD DEPARTEMEN PATOLOGI FKH-UGM Organ/Tissues Sampling Location and Distribution Nodul pada kelopak mata kanan-→ courtesy Sindy SKH multifokal nekrosis pada mukodsa usus https://www.msdvetmanual.com/poultry/salmonelloses/pullor um-disease-in-poultry ----> multifokal nekrosis pada lobus hati (d/S) https://www.viv.net/articles/blog/salmonellosis-in-poultry Size, Colour, Consistency https://liverfoundation.org/liver-diseases/fatty-liver-disease/nonalcoholic-steatohepatitis- nash/nash-definition-prevalence/ https://visgar.vetmed.ufl.edu/en_bovrep/testis- epididymis/testis-epididymis.html ------> atrofi testis (U/B) Colour https://www.researchgate.net/figure/Figures-1-5-Hookworm- enteritis-with-bacteremia-small-intestine-South-American-fur- seal_fig1_314392415 --> hemoragi mukosa usus+ cacing ancylostoma Shape and Cut Surface https://www.fmv.ulisboa.pt/atlas/urinario/pages_us/urin007_i ng.htm----> ginjal (renal karsinoma) Shape and Cut Surface Cut Surface Glossy appearance--→ mucus- →cystadenocarsinoma ovary https://pathology.or.jp/corepicturesEN/15/c 07/03.html courtesy Sindy SKH 4.25 gr NaCl/500 ml water Organ Target NaCl buffer 1x1x1 cm3 Tissue Processing Staining Fixative solution Selected Tissue--→Portion of Lesion Tissue Fixation Organ Target NaCl buffer 1x1x1 cm3 Tissue Processing Staining Fixative solution Cassette Source of Specimens Biopsy: piece of tissue or organ taken from living animal Autopsy: piece of tissue or organ taken from dead body of animal. Urine, blood, CSF, ascites fluid, pleural effusion fluid--→ cytopathology Source of Specimens Organ/tissue harvesting according to the research protocol Tissue can be obtained from biopsy, surgical excision or postmortem Organs or tissues not preserved with fixative solutions ✓Examination of enzyme concentrations in tissue (microsomal enzymes, GST, ODC), Extraction of DNA/RNA from tissue Organ or tissue preserved with fixative solution ✓(histology/histopathology, immunohistochemistry/cytochemistry, immunofluorescent, transmission electron microscopy) The Aim of Fixation The purpose of fixation is to preserve a sample of biological material (tissue or cells) as close to its natural state as possible in the process of preparing tissue for examination. 1. Prevent postmortem (PM) degeneration 2. Prevent autolysis. It is effective against hydrolytic enzymes 3. Stop the bacterial effect 4. Harden the tissues, as fixation causes coagulation of proteins 5. Fixation has a mordanting effect, facilitating subsequent staining of tissues. Characteristic of Fixative 1. It must kill the cell quickly without shrinkage or swelling 2. It must penetrate the tissue rapidly 3. It must inhibit bacterial decay and autolysis 4. Harden the tissue and render it insensitive to subsequent treatment as staining 5. It should allow tissue to be stored for long time 6. It should be simple to prepare and economical is use. Types of Fixative Fixative Solution Type Crosslinking fixatives Aldehydes Oxidising agents Precipitating fixatives Ethanol Methanol Acetone Other fixatives Picric acid Mercuric chloride Crosslinking fixatives “Aldehyde” Crosslinking fixatives act by creating covalent chemical bonds between proteins in tissue. This anchors soluble proteins to the cytoskeleton, and lends additional rigidity to the tissue. By far the most commonly used fixative in histology is the crosslinking fixative formaldehyde (also named formalin). Formaldehyde is thought to interact primarily with the residues of the basic amino acid lysine. Another popular aldehyde for fixation is glutaraldehyde. These crosslinking fixatives – especially formaldehyde – tend to preserve the secondary structure of proteins and may protect significant amounts of tertiary structure as well. Crosslinking fixatives “Oxidising agents” The oxidising fixatives can react with various side chains of proteins and other biomolecules, allowing the formation of crosslinks which stabilise tissue structure. Osmium tetroxide is often used as a secondary fixative when samples are prepared for electron microscopy. It is not used for light microscopy as it penetrates thick sections of tissue very poorly. Potassium dichromate, chromic acid, and potassium permanganate all find use in certain specific histological preparations. Glutaraldehyde Used for EM with osmium tetroxide Glutaraldehyde produces nuclear and cytoplasmic shrinkage while osmium produces swelling and balances it Formalin is not used for EM because methanol which is added to commercial preparations has denaturing action of tissue components Precipitating fixatives “Denaturing fixatives” Precipitating (or denaturing) fixatives act by reducing the solubility of protein molecules and (often) by disrupting the hydrophobic interactions which give many proteins their tertiary structure. The precipitation and aggregation of proteins is a very different process from the crosslinking which occurs with the aldehyde fixatives. The most common precipitating fixatives are ethanol and methanol. Acetone is also used. Acetic acid is a denaturant that is sometimes used in combination with the other precipitating fixatives. The alcohols, by themselves, are known to cause shrinkage of tissue during fixation while acetic acid alone is associated with tissue swelling; combining the two may result in better preservation of tissue morphology. Bouin’s Fluid Bouin’s is generally used for testicular fixation It preserves nuclei and chromosome during meiosis Composition: ✓Formaldehyde ✓Acetic acid glacial ✓Picric acid Zenker Fluid Fixation of nuclear chromatin, connective tissue fibers, cytoplasmic features (but it does not preserve delicate cytoplasma organella: mitochondria) Toxic; ✓HgCl2 ✓K-dichromate ✓NaSO4 AFA-Davidson Fixative-→ crustacea/ exoskeleton ✓Alcohol ✓Formaldehyde ✓Acetic acid glacial Commonly Used Fixative Factor Affecting Fixation Buffers pH between 6-8 Phosphate, bicarbonate, cacodylate, collidine Temperature ✓Higher temperature-→ faster fixation ✓Lower temperature→ preserves tissue better Tissue 4 mm thickness→ fixed in NBF 10-20 times volume, 8 hours at RT. Fixation time is shortened by 25-40% if temperature raise to 40C Factor Affecting Fixation Penetration of fixasative ✓One mm in one hour Osmolality of fixative ✓Hypertonicity→ cell shrinkage Concentration of fixative Duration of fixation ✓Ideal→ 8 hours ✓More than 8 hours-→ hardening of tissue and lost antigen Volume changes→ ✓Tissue fixed in formaldehyde and embed in paraffin wax shrinks by 33% Fixation Protocol: Immersion Dead animal-→necropsy Pieces of organs/tissues soaked in a preservative solution with maximum thickness 1cm/1x1x1cm3 or 1 cm for tubular organ The ratio of preservative solution and organ size (10:1) or (15-20:1) --→ fully submerged tissue Floating organs/tissues (lungs), wrapped in gauze/paper towels as ballast Organs/tissues whose surface has been fixed can be trimmed with a scalpel blade or cutter Fixation Protocol: Immersion The length of immersion in the preservative solution depends on the research protocol Formalin 10% (minimum 24 hours maximum unlimited as long as formalin is always added and the tissue is always submerged) Other preservatives depending on the study protocol Fixation Protocol: Perfusion Animal under anesthesia (deep surgical plane) -→perfusion-→ necropsy-→ immersion Anesthetic sodium pentobarbital (60 mg/kg body weight, intraperitoneally) Preservative solution (according to the protocol): 400 ml for rats and 200 ml for mice Phosphate buffered saline (PBS) (25-50 ml) Heparin (1000 Units/ml) in PBS Immunohisto/cytochemistry, TEM A B A:PBS, B:Fixatives Sample Transportation Use printed label to label vial. Put label on up part of vial. Use color sticker for different Lab. Label vial with name initials and vial #. Use pencil or histology grade permanent marker to label your samples. Cover letter Sample Transportation Sample Transportation Sample Transportation Thank You VETERINARY NECROPSY WILDLIFE AND EXOTIC ANIMAL Mia Nur Farida, DVM, M.Sc. DEPARTMENT OF PATHOLOGY FACULTY OF VETERINARY MEDICINE UNIVERSITAS GADJAH MADA 2024 WILDLIFE ANIMAL A wild animal, as defined by OIE, is an animal that has a phenotype unaffected by human selection and lives independent of direct human supervision or controls. Wildlife species exist in nature including the exotic and wild animals raised in captivity (e.g. zoos, parks, sanctuaries) sharing the same genetic code with its common ancestor. Although they may have been tamed, this characteristic is not transmitted to the next generation, and for that reason, they cannot fail to be considered as savages (World Organisation for Animal Health, 2010). NECROPSY Necropsy is a postmortem procedure that consists of observation of macroscopic changes of tissue and organ in situ with naked eyes and of collection of key organs and tissues samples for further analyses. Necropsy is carried out as soon as possible after the animal dies or after euthanasia on the animal to prevent the autolysis process, at least 6-8 hours after the animal's death. The Importance of Post-mortem Examination in The Wildlife Post-mortem examination is useful to assess the cause and death circumstances The post-mortem findings could give accurate information about animal species, habitat, hazards to which it has been exposed, or even could contribute to the identification of areas and species at risk and priority intervention measures The necropsy should be considered as a privileged moment to study the anatomical, physiological, genetic, behavioral, and dietetic characteristics of the species as well as the microbial flora, parasites, pathological agents, and the lesions that characterize the different diseases that affect those animals The determination of the death cause in wildlife species is difficult due to: Lack of history of the disease The cadavers were preyed upon, Lack of observation before death consumed by necrophages or died in a location that is difficult Non-exhibition of symptoms of to access (e.g., deep sea, illness until they are too weak to tropical forest, deserts). walk, fly, or crawl The corpse decomposition Sudden death without showing gross and microscopic lesions Non-familiarity of the normal anatomy of wild animals by examiners RECOMMENDED METHODS OF EUTHANASIA In general, the methods of euthanasia, according to the AVMA Guidelines for the Euthanasia of Animals (Leary et al., 2020) that can be applied to wildlife are: Chemical Methods: overdoses of injectable anaesthetic agents (including barbiturates, potassium chloride). Inhaled Anaesthetics, Carbon Dioxide, Carbon Monoxide, And Other Inert Gases: are acceptable in small avian and mammalian species when other methods are not available. Firearms: is acceptable in free-ranging, captured, or confined wildlife, provided that bullet placement is on the head (targeted to destroy the brain). Exsanguination: is used as an adjunctive method and only applied after the animal is anaesthetized or unconscious. Cervical Dislocation Or Decapitation: used in small mammals and birds. This method may be useful as an adjunct or as a first-step method of euthanasia. Thoracic Compression: used only when the animals are deeply anaesthetized or unconscious, as a final or confirmatory method to ensure death. NECROPSY REQUIREMENTS The Laboratory The Equipments Data Recording Case identification data (reference code, date & time, location, client information) Details of the professional in charge, responsible prosector, and/or who sends the sample Anamneses, clinical history of the group or specimens (including previous diagnoses or mortalities if applicable) Summary of the situation at the time of the inspection/visit Detailed record of observations and findings during the necropsy Information on the type and number of samples obtained for laboratory analysis. NECROPSY PROCEDURE AND METHODS Necropsy Procedure External Examination ✓Skin ✓Extremities ✓Ectoparasites ✓Muscle condition ✓Eyes ✓Oral cavity ✓Skeletal structure Reptiles Dissection and Internal Examination Lizards and snakes should be placed flat on their backs Make an initial incision along the ventral midline, or belly, from the cloaca to just under the lower jaw Reptiles Dissection and Internal Examination On laterally compressed animals such as chameleons, perform the necropsy with the animal on its side. Dislocate the limbs of the chameleon by cutting through muscle and tendon groups underneath, and fold them back out of the way. Continue by making an incision along the ventral midline from cloaca to forelimb and shoulder blade, up to the dorsal side of the animal Reptiles Dissection and Internal Examination An alternate way to cut the initial incision to open the coelomic cavity. Reptiles Dissection and Internal Examination The fat pads of P. molurus bivittatus and T. merianae. In pythons (left), the fat pads are located throughout the body cavity, and some fat pads can be found near the heart. The fat pads in tegus (right) are located near the pelvis. Reptiles Dissection and Internal Examination The heart of T. merianae located under the rib cage (left) and the heart of P. molurus bivittatus (right). Reptiles Dissection and Internal Examination The elongated liver of a snake (left) as compared to the relatively compact liver of a lizard (right). Reptiles Dissection and Internal Examination The gall bladder of a P. molurus bivittatus. In some animals, the gall bladder is located within the liver and can be difficult to see. Reptiles Dissection and Internal Examination The interior of the lungs should be free of abnormalities and infections. Reptiles Dissection and Internal Examination Stomach (a) with the pancreas (b) and spleen (c) still attached to the gut membrane (left). Digestive tract still intact within the body cavity (right). Reptiles Dissection and Internal Examination Digestive tract removed from body cavity, ready to be analyzed or frozen for storage. Reptiles Dissection and Internal Examination Kidneys of P. molurus bivittatus are dark, elongated structures resembling a stack of coins. They are found in the posterior region within the body cavity near the pelvis. The pale pink vas deferens can be seen running alongside the kidneys. Reptiles Dissection and Internal Examination In females (left), if follicles of different sizes are present, they should be counted. Males (right) have two testicles, small spherical organs (lower arrows), surrounded by the adrenal glands (upper arrows). Chelonia Place the turtle on its back. Using sharp knife cut along the dotted line Once plastron is removed, examine the pectoral muscle and visceral organs Remove the pectoral muscles and foreflippers by cutting the muscle around the flippers (dotted line) to reveal the organs

Use Quizgecko on...
Browser
Browser