Sejarah Gerakan 30 September 1965 PDF

Summary

Dokumen ini membahas tentang Gerakan 30 September 1965 (G30S), peristiwa penting dalam sejarah Indonesia yang melibatkan konflik politik dan kekerasan. Berfokus pada peristiwa sejarah, karakteristik aksi, dan tokoh, analisis tersebut memperluas pemahaman, dengan menyediakan pemahaman yang komprehensif tentang latar belakang dan konteks konflik.

Full Transcript

Ketika Dipa Nusantara Aidit menjadi ketua PKI pada tahun 1951, ia dengan cepat membangun kembali kekuatan PKI pasca gerakan PKI/Madiun yang gagal. Usaha ini setidaknya membuahkan hasil yang gemilang terbukti ketika di PEMILU tahun 1955 PKI berhasil meraih posisi keempat.\ \ Pada akhir 1963, gerakan...

Ketika Dipa Nusantara Aidit menjadi ketua PKI pada tahun 1951, ia dengan cepat membangun kembali kekuatan PKI pasca gerakan PKI/Madiun yang gagal. Usaha ini setidaknya membuahkan hasil yang gemilang terbukti ketika di PEMILU tahun 1955 PKI berhasil meraih posisi keempat.\ \ Pada akhir 1963, gerakan yang disebut \"aksi sepihak mulai dilancarkan oleh PKI dan pendukungnya, terutama di Jawa, Bali, dan Sumatra Utara. Para kader PKI menghasut para petani untuk mengambil alih tanah penduduk, terutama penduduk yang memiliki tanah yang luas atau tanah milik perkebunan. Dalam melakukan kegiatannya, para pendukung PKI tidak jarang melakukan tindakan kekerasan terhadap para pemilik tanah, pegawai pemerintah, dan pengurus perkebunan. Tindakan ini dilakukan juga terhadap individu atau kelompok tertentu yang dianggap berseberangan dengan ideologi mereka. Maka dikenalah kampanye PKI mengenai 7 Setan Desa yang terdiri dari Tuan Tanah, tukang ijon, kapitalis birokrat (Kabir), bandit desa, dan pemungut/pengumpul zakat. Dengan melaksanakan kampanye melawan apa yang mereka sebut \"tujuh setan desa\" PKI dengan gencar melakukan aksi massa dan aksi sepihak yang didalangi oleh organisasi onderbouw PKI, yaitu Barisan Tani Indonesia (BTI). Beberapa contoh aksi sepihak, antara lain Peristiwa Jengkol (15 November 1961), Peristiwa Indramayu (15 Oktober 1964), Peristiwa Boyolali (November 1964), Peristiwa Kanigoro (13 Januari 1965), dan Peristiwa Bandar Betsi (14 Mei 1965), perusakan kantor gubernur Jawa Timur (27 September 1965). Lalu berkaitan denganpolitik luar negeri yang lebih condong ke negara-negara Blok Timur, maka PKI berusaha mengikis pengaruh blok barat di Indonesia PKI melakukan aksi massa dan demonstrasi anti Amerika salah satunya adalah memprotes kegiatan kantor penerangan Amerika Serikat USIS (United States Information Service), memboikot film-film Amerika dan menuntut agar American Motion Pictures Association of Importers (AMPAI) dibubarkan, dan aksi pengganyangan terhadap keberadaan seniman yang tergabung dalam Manifes Kebudayaan yang dianggap mereka merupakan gerakan kontra revolusi sehingga harus dibubarkan. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh para pendukung PKI dibalas juga dengan kekerasan oleh kelompok anti PKI Akibatnya, di tengah masyarakat terjadi keresahan dan bentrokan fisik. Melalui tokoh-tokoh utamanya PKI membangkitkan semangat progresif revoluisoner dengan melakukan pidato-pidato di segala forum kegiatan, baik pemerintahan maupun non pemerintahan. Dengan menggunakan tema-tema sentral seperti: \"Ganyang Malaysia\". \"Ganyang Kabir\", \"Ganyang Nekolim dan jargon-jargon politik lain yang dibuat oleh PKI\ \ Kecurigaan dan persaingan semakin meningkat dengan munculnya desas-desus adanya Dewan Jenderal di Angkatan Darat. Bersamaan dengan penyebarluasan isu \"Dewan Jenderal\", tersiar pula isu adanya \"Dokumen Gilchrist\". Gilchrist, yang nama lengkapnya adalah Sır Andrew Gilchrist adalah Duta Besar Inggris di Jakarta yang bertugas pada tahun 1963-1966. Pada tanggal 15 Mei 1965, Dr. Soebandrio dalam kedudukannya sebagai Kepala BPI menerima sebuah surat anonim melalui pos Jakarta. Surat itu terdiri atas dua bagian. Bagian pertama berupa pengantar dari si pengirim yang isinya menyatakan adanya pengiriman sebuah dokumen yang berguna bagi revolusi. Bagian kedua sebagai lampiran berupa surat yang diketik tanpa tanda tangan atau pun paraf dari si pembuatnya. Yang ada hanyalah ketikan nama Gilchrist. Surat itu diketik pada formulir surat yang biasa digunakan oleh Kedutaan Besar Inggris di Jakarta dan seolah-olah dibuat oleh Duta Besar Inggris, Gilchrist yang ditujukan kepada Sekjen Kementerian Luar Negeri Inggris. Surat tersebut seolah-olah memuat laporan Duta Besar Inggris, Gilchrist, mengenai koordinasınya dengan Duta Besar Amerika Serikat di Jakarta dalam menangani situasi di Indonesia. Di dalam surat tersebut tertulis kata-kata our local army friend yang memberi kesan seolah-olah ada kerja sama antara unsur-unsur TNI-AD dengan Inggris, yang pada waktu itu dikategorikan sebagai salah satu kekuatan Nekolim.\ \ Dewan Jenderal akan mengadakan kudeta dengan bantuan Amerika Serikat. Tuduhan ini ditolak oleh Angkatan Darat. Angkatan Darat kemudian secara resmi mengumumkan penolakan terhadap penerapan prinsip Nasakom ke dalam jajaran TNI dan pembentukan \"Angkatan kelima\" pada 27 September 1965. Hal ini secara langsung mempertinggi ketegangan dan persaingan politik antara Angkatan Darat dan PKI. Angkatan darat berpendapat bahwa pembentukan Angkatan kelima akan merepotkan koordinasi dan cenderung menghabiskan biaya, di lain pihak ada kekhawatiran kekuatan Angkatan kelima ini akan menjadi amunisi bagi PKI untuk melenyapkan pihak yang dianggap lawan politiknya\ \ B. Pelaksanaan Gerakan 30 September 1965\ \ Puncak ketegangan dan persaingan politik di kalangan pemimpin nasional terjadi pada dini han di penghujung 30 September 1965 atau awal tanggal 1 Oktober 1965, Pada saat itu, terjadi penculikan dan pembunuhan para perwira Angkatan Darat. Pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar jam 01.30 Letkol Inf Untung yang diikuti dengan Sjam Kamaruzaman Brigjen Soepardjo dan Kolonel A. Latief tiba di Lubang Buaya. Ia memberikan perintah pelaksanaan kepada semua komandan pasukan agar segera berangkat menuju sasaran, pasukan dibagi-bagi menurut tugasnya masing-masing, yaitu pasukan Penculik (Pasukan Pasopati, Pasukan Bima sakti, dam pasukan Gatot Kaca dan juga unsur-unsur pemuda rakyat dan Gerwani).\ \ Kelompok bersenjata ini bergerak meninggalkan daerah Lubang Buaya dan berhasil menculik 6 orang perwira tinggai Angkatan Darat, yaitu Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal Suprapto, Mayor Jenderal Harjono Mas Tirtodarmo, Mayor Jenderal Suwondo Parman, Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan, dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo. Adapun Menteri Pertahanan dan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal A.H. Nasution berhasil lolos.\ \ Dalam peristiwa tersebut, telah gugur pula Letnan Satu Piere Andreas Tendean sebagai ajudan Menhankam/Kasab Jenderal Nasution serta Brigadir Polisi Satsuit Tubun sebagai pengawal Wakil Perdana Menteri II J. Leimena. Selain para perwira TNI, Ade Irma Suryani Nasution gugur pula sebagai tameng ayahnya, Jenderal A. H. Nasution.\ \ Seluruh korban penculikan dibawa ke sebuah tempat yang dinamakan Lubang Buaya di daerah Jakarta Timur, keempat korban yang masih hidup (Suprapto, S.Parman, Sutoyo, dan Pierre Tendean) terlebih dahulu mendapat perlakukan kasar sebelum meninggal. Selanjutnya para sukwan PKI memasukan korban-korban tersebut itu ke dalam sumur tua di tempat itu kemudian ditimbun sampah dan tanah yang di atasnya ditanami pohon pisang untuk menghilangkan jejak.\ \ Atas saran D.N Aidit pada 1 Oktober 1965. pemimpin Gerakan 30 September, yaitu Letnan Kolonel Untung, mengumumkan melalui RRI Jakim tentang aksi yang telah dilakukan. Dalam pengumuman tersebut disebutkan tentang beberapasal, antara lain Gerakan 30 September telah berhasil menggagalkan kudeta Dewan Jenderal terhadap pemerintah Presiden Sukarno, pembentukan Dewan revolusi yang berisi tentang (1) Dekrit Nomor 1 Intang Pembentukan Dewan Revolusi Indonesia, (2) Keputusan Nomor 1 tentang Susunan Dewan gevolusi Indonesia dan (3) Keputusan No. 2 tentang Penurunan dan Penaikan pangkat.\ \ C. Penumpasan Gerakan 30 September\ \ Berita tentang Gerakan 30 September segera menyebar pada 1 Oktober 1965 dan menimbulkan Lebingungan di dalam masyarakat. Presiden Sukarno pergi ke Bandar Udara Halim Perdanakusumah untuk mempermudah tindakan penyelamatan jika keadaan semakin memburuk Presiden Sukarno kemudian memerintahkan agar semua masyarakat tetap menjaga persatuan dan kesatuan. Setelah pasukan-pusakan yang berhasil dipengaruhi Gerakan 30 September, yang berada di sekitar Monas disadarkan, maka langkah Pangkostrad selanjutnya adalah merebut studio RRI Jakarta dan Kantor Besar Telkom yang sejak pagi-pagi diduduki oleh pasukan Kapten Inf. Suradi yang berada di bawah komando Kolonel Inf. A. Latief. Pada tanggal 1 Oktober 1965, sekitar pukul 17.00 pasukan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Inf. Sarwo Edhie Wibowo diperintahkan merebut kembali kedua objek vital tersebut dengan sejauh mungkin menghindari pertumpahan darah.\ \ Pada pukul 17.20 studio RRI Jakarta telah dikuasai öleh pasukan RPKAD dan bersamaan dengan itu telah direbut pula Kantor Besar Telkom. Setelah diperoleh laporan bahwa daerah di sekitar Pangkalan Udara Halim Perdanakusumah digunakan sebagai basis Gerakan 30 September, operasi penumpasan diarahkan ke daerah tersebut. Perkembangan menjelang petang hari tanggal Oktober 1965 berlangsung dengan cepat. Pasukan pendukung Gerakan 30 September yang menggunakan Pondok Gede sebagai basis segera menyadari adanya situasi yang semakin tidak menguntungkan gerakannya Situasi menjadi semakin gawat bagi pasukan Gerakan 30 September setelah Presiden Sukarno memerintahkan secara lisan kepada Brigjen TNI Soepardjo agar pasukan-pasukan yang mendukung Gerakan 30 September menghentikan pertumpahan darah.\ \ Setelah studio RRI Jakarta berhasil dikuasai kembali oleh RPKAD, pada tanggal 1 Oktober 1965 pukul 19.00 Pangkostrad Mayjen TNI Soeharto selaku Pimpinan Sementara Angkatan Darat menyampaikan pidato radio yang dapat ditangkap di seluruh wilayah Tanah Air. Dengan bukti-bukti siaran Gerakan 30 September melalui studio RRI Jakarta, Pangkostrad Mayjen TNI Soeharto menjelaskan bahwa telah terjadi tindakan pengkhianatan oleh apa yang menamakan dirinya Gerakan 30 September. Gerakan 30 September yang telah mendemisionerkan Kabinet Dwikora itu adalah gerakan kontra revolusioner selanjutnya dijelaskan bahwa Gerakan 30 September telah melakukan penculikan terhadap beberapa Perwira Tinggi TNI-AD, sedangkan Presiden. Sukarno dan Menko Hankam/ Kasab Jenderal TNI AH. Nasution dalam keadaan aman dan sehat walafiat. Situasi Ibu Kota Negara telah dikuasai kembali dan telah dipersiapkan langkah-langkah untuk menumpas Gerakan 30 September tersebut. Untuk sementara pimpinan Angkatan Darat dipegang oleh Mayor Jenderal TNI Soeharto\ \ Sementara itu, karena belum diketahui kepastian nasib Menteri Panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani, Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad) Mayor Jenderal Soeharto mengambil alih komando Angkatan Darat. la kemudian memerintahkan pasukan yang setia kepada pemerintah, antara Divisi Siliwangi. Kavaleri, Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) untuk menumpas pemberontakan.\ \ Pada 2 Oktober 1965, RPKAD yang dipimpin oleh Kolonel Sarwo Edhi Wibowo berhasil menguasai keadaan di Jakarta. Keberhasilan serupa terjadi di daerah-daerah, seperti di Jogjakarta dan Jawa Tengah. Ternyata aksi Gerakan 30 September tidak mendapat dukungan baik, dari anggota TNI maupun masyarakat. Pasukan pendukung Gerakan 30 September setelah melakukan perlawanan lebih kurang setengah jam, pada tanggal 2 Oktober 1965 sekitar pukul 14.00 menghentikan perlawanannya dan melarikan diri meninggalkan daerah Pondok Gede. Selanjutnya, pada 3 Oktober 1965, atas bantuan Brigadir Polisi Sukitman, satuan-satuan TNI berhasil menemukan sumur tua di Lubang Buaya yang digunakan oleh Gerakan 30 September untuk mengubur jenazah para perwira TNI AD\ \ Keesokan harinya, 4 Oktober 1965, dipimpin oleh Mayor Jenderal Soeharto, satuan amphibi Korps Komando (KKo) Angkatan Laut segera menggali dan mengangkat jenazah para perwira TNI-AD dari sebuah sumur tua yang kedalamannya mencapai 12 meter. Baru pada pukul 15.00 WIB, semua jenazah berhasil diangkat dan diangkut ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jenazah-jenazah tersebut kemudian disemayamkan di Markas Besar Angkata Darat Jakarta.\ \ Pada 5 Oktober 1965, bertepatan dengan Hari Ulang Tahun TNI dilakukan upacara pemakaman jenazah para perwira AD korban Gerakan 30 September di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Dengan Keputusan Presiden Nomor 111/KOTI/1965 pada 5 Oktober 1965, keenam perwira tinggi AD tersebut diangkat sebagai Pahlawan Revolusi\ \ Sementara itu, operasi penumpasan sisa Gerakan 30 September masih terus dilanjutkan. Seorang demi seorang tokoh-tokoh Gerakan 30 September dapat ditangkap. Kolonel Latief, mantan Komandan Brigade Infantri I/Kodam V Jaya berhasil ditangkap di Jakarta pada 9 Oktober 1965.\ \ Dua hari kemudian, pada 11 Oktober 1965, Letkol Untung dalam pelariannya tertangkap di daerah Tegal oleh anggota Pertahanan Sipil dan rakyat. Adapun ketua PKI D. N. Aidit diberitakan kematiannya pada November 1966. Tokoh-tokoh gerakan 30 September yang kemudian diadili di Mahkamah Militer Luar Biasa (MAHMILUB) di antaranya adalah Sjam Kamaruzaman, Letkol Untung Sutopo, Kolonel Latief, Dr. Subandrio, Omar Dani, Sudisman, Nyoto, Nyono, Lukman, Oetomo Ramelan, Brigjen Supardjo, Sakirman

Use Quizgecko on...
Browser
Browser