Paket Instruksi Operasi Gabungan Amfibi (2017) PDF

Document Details

BrainiestSnail2817

Uploaded by BrainiestSnail2817

Sekolah Staf dan Komando

2017

Tags

military operations amphibious operations combined operations military education

Summary

This document is a package instruction for amphibious combined operations, used for regular education at Seskoal. It covers the fundamentals of amphibious operations, including planning, execution, and logistics. It's a military instruction document.

Full Transcript

MARKAS BESAR ANGKATN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO PAKET INSTRUKSI UNTUK PENDIDIKAN REGULER SESKOAL MATA PELAJARAN OPERASI GABUNGAN AMFIBI BS : OPERASI KODE : 5000 MK : OPERASI MILITE...

MARKAS BESAR ANGKATN LAUT SEKOLAH STAF DAN KOMANDO PAKET INSTRUKSI UNTUK PENDIDIKAN REGULER SESKOAL MATA PELAJARAN OPERASI GABUNGAN AMFIBI BS : OPERASI KODE : 5000 MK : OPERASI MILITER UNTUK PERANG KODE : 5100 SBS : OPERASI GABUNGAN TNI KODE : 5131 MP : OPERASI GABUNGAN AMFIBI KODE : 5135 JAKARTA, JUNI 2017 i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI..................................................................................................... i MATERI PELAJARAN………………………………………………….…............ iii BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1 1. Umum............................................................................... 1 2. Maksud dan Tujuan.......................................................... 2 3. Ruang Lingkup................................................................. 2 4. Dasar................................................................................ 2 5. Sistematika....................................................................... 2 6. Pengertian-pengertian...................................................... 3 BAB II POKOK-POKOK OPERASI AMFIBI.......................................... 4 7. Umum............................................................................... 4 8. Tujuan Operasi Amfibi...................................................... 4 9. Asas dan Prinsip Operasi Amfibi...................................... 5 10. Bentuk Ancaman.............................................................. 6 11. Batasan dan Ciri Operasi Amfibi....................................... 8 12. Pentahapan Operasi Amfibi.............................................. 9 13. Jenis Operasi Amfibi......................................................... 10 14. Kebutuhan Kekuatan Kogasgabfib................................... 12 15. Operasi Dukungan............................................................ 13 16. Pendaratan Pendukung.................................................... 13 17. Operasi Amfibi dalam Keadaan Khusus........................... 14 18. Operasi lain yang menggunakan Teknik Operasi Amfibi................................................................................. 18 BAB III PENYELENGGARAAN OPERASI AMFIBI................................ 26 19. Umum............................................................................... 26 20. Pengorganisasian............................................................. 26 ii 21. Perencanaan Operasi Amfibi............................................ 46 22. Pelaksanaan Operasi Amfibi............................................ 113 23. Pengakhiran Operasi Amfibi............................................. 120 BAB IV DUKUNGAN ADMINISTRASI DAN LOGISTIK.......................... 124 24. Umum............................................................................... 124 25. Administrasi...................................................................... 124 26. Logistik............................................................................. 124 BAB V KOMUNIKASI DAN ELEKTRONIKA.......................................... 131 27. Umum............................................................................... 131 28. Tanggung Jawab.............................................................. 131 29. Penyelenggaraan Komunikasi.......................................... 132 30. Desepsi Komunikasi, Bantuan Elektronika, Perlawanan Elektronika dan Pencegahan Perlawanan Elektronika..... 135 BAB VI KOMANDO DAN PENGENDALIAN........................................... 136 31. Umum............................................................................... 136 32. Wewenang Komando....................................................... 136 33. Penyelenggaraan Kodal pada Tiap Tahap Operasi Amfibi................................................................................ 138 BAB VII PENUTUP................................................................................... 147 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 148 LEMBAR LAMPIRAN....................................................................................... 149 LEMBAR LATIHAN.......................................................................................... 154 LEMBAR PENYUSUN...................................................................................... 155 iii MATERI PELAJARAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Umum. a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara telah memberikan legalitas peran dan tugas TNI sebagai alat pertahanan negara dalam menegakkan kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dari berbagai ancaman baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri. Dalam menanggulangi ancaman tersebut dilaksanakan dengan rangkaian kegiatan operasi, antara lain berupa operasi tempur. b. Operasi tersebut dapat diselenggarakan secara mandiri oleh Angkatan masing-masing, maupun secara gabungan oleh dua Angkatan atau lebih di bawah satu Komando Gabungan TNI yang direncanakan oleh Staf Gabungan TNI. Operasi Gabungan TNI sebagai Operasi Tempur, dilaksanakan dengan mengerahkan berbagai kekuatan TNI. Operasi Gabungan TNI dapat dilaksanakan dalam beberapa jenis operasi, salah satu di antaranya Operasi Amfibi. c. Operasi Amfibi dilaksanakan di bawah Komando Tugas Gabungan Amfibi yang terdiri dari komponen TNI AL sebagai kekuatan inti dengan melibatkan komponen TNI AU dan komponen TNI AD. Operasi ini dilancarkan oleh Komando Tugas Gabungan Amfibi mulai dari daerah embarkasi selanjutnya didaratkan di wilayah pantai tertentu untuk melaksanakan tugas pokoknya. d. Untuk menjaga kesinambungan penggunaan sistem Operasi TNI, dalam penyusunan buku petunjuk Pelaksanaan Operasi Gabungan TNI tentang Operasi Amfibi tetap mengacu dan berpedoman pada Doktrin dan buku petunjuk yang telah ada dengan melakukan penyempurnaan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2 2. Maksud dan Tujuan. a. Maksud penulisan Paket Instruksi (PI) Operasi gabungan Amfibi ini adalah agar dapat digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan Proses Belajar Mengajar tentang Operasi Amfibi di lingkungan Seskoal. b. Tujuannya untuk menjelaskan tentang Pokok-pokok penyelenggaraan, Dukungan Administrasi dan Logistik, Komunikasi dan Elektronika serta Komando dan Pengendalian Operasi Amfibi. 3. Ruang Lingkup. Ruang Lingkup Paket Instruksi ini meliputi Pokok-pokok Operasi Amfibi, Penyelenggaraan Operasi Amfibi, Dukungan dan Logistik Operasi Amfibi, Komunikasi dan Elektronika Operasi Amfibi serta Komando dan Pengendalian operasi Amfibi. 4. Dasar. Buku Petunjuk Pelaksanaan Operasi Amfibi ini menggunakan dasar sebagai berikut: a. a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. b. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. c. Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/57/IX/2009 tanggal 3 September 2009 tentang Buku PetunjukPelaksanaan Penyelenggaraan Latihan Gabungan TNI. d. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/258/IV/2013 tanggal 5 April 2013 tentang Doktrin Operasi Gabungan TNI. e. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/264/IV/2013 tanggal 5 April 2013 tentang Doktrin Operasi Amfibi. f. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2016 tanggal 14 Juli 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional Indonesia. g. Naskah Seskoal/Dosen. 3 5. Sistematika. Paket Instruksi (PI) ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: a. BAB I : Pendahuluan. b. BAB II : Pokok-pokok Operasi Amfibi. c. BAB III : Penyelenggaraan Operasi Amfibi. d. BAB IV : Dukungan Administrasi dan Logistik. e. Bab V : Komunikasi dan Elektronika. f. Bab VI : Komando dan Pengendalian. g. Bab VII : Penutup. 6. Pengertian-pengertian. a. DSA (Daerah Sasaran Amfibi) adalah suatu daerah yang di dalamnya terdapat bagian daerah/wilayah yang harus dikuasai oleh Satuan Kogasgabfib meliputi Daerah Laut, Udara dan Darat. Luas dan bentuk daerah sasaran Amfibi tergantung kebutuhan operasi yang akan dilaksanakan dengan memberikan cukup ruang untuk Satuan-satuan manuver yang digunakan merebut tumpuan pantai. b. Daerah Luncur Amfibi adalah suatu daerah di mana kendaraan- kendaraan pendarat Amfibi diluncurkan dan kapal angkut menuju pantai pendaratan. c. Garis Awal dalam Operasi Amfibi adalah garis khayal di laut yang rnenghubungkan kapal awas utama dengan kapal awas kedua dengan tujuan untuk menyusun formasi dan gelombang-gelombang pendaratan. d. Hari “H” Jam “J” dalam Operasi Amfibi adalah saat kendaraan Amfibi Pasrat pertama pada gelombang pendaratan pertama menyentuh pantai pendaratan. e. Tumpuan Pantai adalah garis khayal di darat yang menghubungkan titik terluar dan sasaran Pasrat. Tujuan dibentuknya tumpuan pantai adalah: 1) Untuk melindungi sasaran Kogasgabfib. 2) Sebagai pancangan kaki dalam Operasi Darat lanjutan. 3) Apabila direbut dan dipertahankan akan meyakinkan pendaratan pasukan dan peralatannya secara terus-menerus serta memberikan ruang manuver yang diperlukan untuk Operasi Darat berikutnya. 4 BAB II POKOK-POKOK OPERASI AMFIBI 7. Umum. a. Pada hakikatnya Operasi Amfibi adalah operasi yang mengintegrasikan berbagai jenis kekuatan yaitu kapal, pesawat udara dan pasukan pendarat dalam suatu serangan terhadap pantai musuh dan atau berpotensi dikuasai musuh dan bersifat kelautan dalam arti bahwa TNI AL memegang peranan utama sebagaimana tercermin dalam cara pelaksanaan operasi tersebut. b. Operasi Amfibi merupakan Operasi Gabungan TNI yang diselenggarakan dalam rangka Operasi Pertahanan baik bersifat ofensif strategis maupun defensif strategis serta berperan sebagai salah satu pemukul yang menentukan dalam rangka Operasi Keamanan Dalam Negeri. Sebagai Operasi Gabungan yang melibatkan beberapa unsur Angkatan, penye!enggaraan Operasi Amfibi tidak terlepas dan kosep dasar Operasi Gabungan. 8. Tujuan Operasi Amfibi. Operasi Amfibi dilaksanakan untuk mendaratkan pasukan pendarat di pantai musuh dengan tujuan: a. Merebut suatu daerah di pantai musuh atau pantai yang potensi dikuasai musuh guna pelaksanaan operasi tempur selanjutnya. b. Mendapatkan suatu daerah untuk digunakan dalam melaksanakan operasi laut dan udara selanjutnya. c. Merebut suatu daerah di pantai musuh atau pantai yang potensi dikuasai musuh guna mendukung pelaksanaan operasi tempur lain. d. Mencegah suatu daerah atau fasilitas digunakan oleh musuh. Tujuan di atas pada dasarnya untuk membentuk tumpuan pantai. e. Merebut suatu daerah di pantai musuh dan/atau pantai yang potensi dikuasai musuh dengan tidak harus membentuk tumpuan pantai. 5 9. Asas dan Prinsip Operasi Amfibi. a. Asas Operasi Amfibi. 1) Asas Satu Kesatuan Doktrin. Satu kesatuan doktrin adalah pola sikap yang berlandaskan pada suatu doktrin/petunjuk yang mendasari setiap satuan-satuan yang dilibatkan atau yang berperan serta di dalam Operasi Amfibi. 2) Asas Keterpaduan. Keterpaduan adalah penyatuan usaha bersama untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal dalam rangka mencapai satu tujuan yang tercermin dalam koordinasi perencanaan dan pelaksanaan Operasi Amfibi. 3) Asas Memegang Teguh Tujuan. Kegunaan dari asas tujuan ini adalah untuk mengarahkan Operasi Amfibi yang akan dilaksanakan pada tujuan dan sasaran yang jelas, menentukan serta dapat dicapai. 4) Asas Kesatuan Komando. Seluruh kekuatan yang diorganisasikan dalam Komando Tugas Gabungan Amfibi berada di bawah komando dan pengendalian Pangkogasgabfib, digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah ditetapkan. 5) Asas Kesederhanan. Dalam penyelenggaraan Operasi Amfibi dilaksanakan dengan menyiapkan rencana yang jelas, perencanaan yang sederhana dan perintah yang tegas untuk menjamin bahwa perintah yang diberikan dapat dimengerti. Kesederhanaan memberi kontribusi terhadap keberhasilan Operasi Amfibi. 6) Asas Tidak Mengenal Menyerah. Dalam melaksanakan Operasi Amfibi dilandasi dengan semangat pantang menyerah dan motivasi untuk mencapai keberhasilan. 7) Asas Pemusatan Kekuatan. Tujuan dari asas pemusatan dalam Operasi Amfibi adalah memusatkan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki untuk dikerahkan dan dipusatkan pada suatu daerah operasi tertentu, dalam rangka menjamin penyelesaian tugas dalam ruang dan waktu yang ditentukan. 8) Asas Kesemestaan. Dalam penyelenggaraan perasi Amfibi mewujudkan keikutsertaan seluruh rakyat dalam perannya masing-masing dan pemberdayaan segenap sumber daya nasional 6 secara maksimal, untuk selanjutnya dipadukan dengan seluruh kekuatan militer guna dikerahkan dalam Operasi Amfibi yang akan dilaksanakan. b. Prinsip Operasi Amfibi. 1) Penggugustugasan. Penentuan susunan tugas Operasi Amfibi harus mencerminkan adanya hubungan yang erat pada setiap tingkat dalam susunan organisasi Pasrat, Satuan Tugas Laut dan Satuan Tugas Udara yang tergabung dalam Kogasgabfib. 2) Penggunaan kekuatan secara ekonomis. Operasi Amfibi membutuh-kan kapal-kapal penyerbu dalam jumlah banyak. Terbatasnya kapal-kapal penyerbu yang tersedia mengakibatkan Pasrat harus disusun seefektif dan seefesien mungkin sehingga hanya terdiri dari satuan-satuan yang benar-benar dibutuhkan. 3) Rantai Komando yang sejajar. Hubungan antar satuan tugas pelaksana operasi menghendaki adanya komando yang sederajat pada semua tingkat organisasi di jajaran Kogasgabfib. 10. Bentuk Ancaman. Ancaman terhadap Satuan Kogasgabfib adalah ancaman serangan udara, serangan Kapal Permukaan Air (KPA), serangan bawah air dan kapal selam, ranjau laut, rintangan alam/buatan di pantai pendaratan dan satuan pertahanan pantai yang tergelar di Tumpuan Pantai. a. Ancaman Serangan Udara. Pesawat udara lawan memiliki mobilitas, fleksibilitas yang tinggi sesuai dengan karakteristik dan bentuk persenjataannya, pesawat udara lawan dapat melaksanakan serangan pendadakan dari segala arah terhadap konvoi Kogasgabfib baik selama masih di pangkalan (daerah embarkasi), dalam gerakan menuju sasaran maupun sesudah masuk di DSA. Bentuk ancaman meliputi : 1) Peluru Kendali (Rudal). 2) Roket (Warhead berdaya dorong Roket). 3) Bom (Bom Kendali maupun Free Fall Bomb). b. Ancaman Kapal Permukaan Air. Dengan adanya kemajuan teknologi, kapal permukaan air dapat terdiri atas kapal biasa, SES (Surface Effect Ship) antara lain Hidrofoil, Hovercraft dan kapal-kapal lain. Kapal 7 permukaan air pada dasarnya mempunyai kecepatan dan manuver yang tinggi, silhuette yang rendah sehingga dapat memanfaatkan prinsip pendadakan serta mampu membawa senjata penghancur seperti Rudal, Torpedo, Artileri maupun ranjau dan mampu mengangkut pesawat terbang. Dengan demikian sesuai perkembangan teknologi serangan kapal permukaan air menjadi semakin kompleks. Bentuk ancaman meliputi: 1) Peluru Kendali. 2) Torpedo. c. Ancaman Bawah Air. Ancaman bawah air pada dasarnya adalah ancaman dari kapal selam lawan, ranjau, rintangan alam. Keberadaan kapal selam yang sulit dideteksi akan merupakan kekuatan Iawan yang sangat ampuh untuk melumpuhkan konvoi Kogasgabfib. Bentuk ancaman: 1) Kapal Selam, meliputi: a) Torpedo. b) Peluru kendali. 2) Ranjau laut yang dapat dilengkapi dengan akustik, magnetik, sulut kontak. a) Ranjau apung. b) Ranjau dasar laut. c) Ranjau melayang 3) Rintangan alam dapat terdiri atas pulau-pulau karang. d. Ancaman Rintangan Alam/Buatan di Pantai dan Satuan Pertahanan Pantai di Tumpuan Pantai. Upaya Satuan Pertahanan Pantai lawan dalam mempertahankan tumpuan pantai yang akan digunakan pendaratan oleh Satuan Kogasgabfib akan semakin kompleks. Bentuk ancaman: 1) Kubu-kubu pertahanan pantai. 2) Senjata Artileri pantai (meriam pantai). 3) Senjata penangkis serangan udara. 4) Rudal. 5) Tank. 6) Karang pantai. 7) Ranjau darat. 8) Satuan pertahanan pantai yang mempunyai mobilitas tinggi. 8 11. Batasan dan Ciri Operasi Amfibi. a. Batasan. 1) Operasi Amfibi adalah suatu serangan yang dilancarkan dari laut oleh Satuan Laut TNI AL dan pasukan pendarat yang dimuat dalam kapal-kapal dan sarana pendarat Amfibi serta didaratkan di pantai musuh dan/atau pantai yang berpotensi dikuasai musuh. 2) Operasi Amfibi memerlukan pelibatan kekuatan udara yang ditandai oleh adanya integrasi mendalam dengan Satuan Laut dan pasukan pendarat dan perlu diorganisasikan dan dilengkapi untuk dapat melaksanakan fungsinya. 3) Operasi Amfibi dilaksanakan oleh Komando Tugas Gabungan Amfibi (Kogasgabfib) yaitu suatu organisasi tugas yang dibentuk untuk melaksanakan Operasi Amfibi, meliputi Satuan Tugas Laut, Pasukan Pendarat, Dansatlakopsud: a) Kogasgabfib dapat bersifat khusus apabila inti kekuatan adalah dari TNI AL yang dibantu dan diperkuat oleh unsur-unsur Angkatan lain. b) Kogasgabfib dapat bersifat paduan apabila unsur Angkatan lain di luar TNI AL berkekuatan seimbang dengan unsur TNI AL. b. Ciri-ciri. 1) Keampuhan Operasi Amfibi terletak pada daya gerak dan kekenyalannya, yaitu kemampuan dalam memusatkan berbagai Satuan yang terdiri atas gabungan berbagai kesenjataan TNI untuk menyerang dengan kekuatan besar pada tempat yang dipilih dalam sistem pertahanan musuh. Operasi Amfibi mengeksploitasikan unsur pendadakan dan memanfaatkan kelemahan musuh, mengerahkan pasukan dari berbagai jenis dan tingkat kekuatan yang diperlukan pada tempat yang paling menguntungkan pada waktu yang paling tepat. 2) Pasukan pendarat dalam Operasi Amfibi harus membangun kekuatan di darat mulai dari kemampuan awal yang sangat minim sampai mencapai daya pukul yang ampuh dan terkoordinasi untuk melaksanakan serangan ke sasaran-sasaran. Tindakan-tindakan 9 spesifik yang harus dilaksanakan dalam Operasi Amfibi mengakibatkan adanya perbedaan dalam pengorganisasian dan teknis pelaksanaan dibandingkan dengan operasi lain. 3) Keberhasilan Operasi Amfibi sangat tergantung adanya kerja sama dan koordinasi terinci antara seluruh satuan yang terlibat, oleh karena itu perencanaan Operasi Amfibi harus dilaksanakan secara “bersamaan, sejajar dan terinci”. 12. Pentahapan Operasi Amfibi. a. Tahap Perencanaan. Tahap Perencanaan berlangsung sejak diterimanya petunjuk pendahuluan operasi sampai dimulainya embarkasi. Meskipun perencanaan tidak akan berhenti hingga selesainya tahap ini, akan tetapi perlu dibedakan antara tahap perencanaan dan tahap selanjutnya. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan prinsip dalam hubungan komando antara Pangkogasgabfib dengan Komandan Pasrat dan Komandan Satlakopsud setelah selesainya tahap perencanaan dan dimulainya tahap pelaksanaan. Selama tahap perencanaan Pangkogasgabfib dan Komandan Pasrat adalah setingkat. Setiap perbedaan pendapat yang tidak dapat diselesaikan harus diajukan kepada komando atas yang mengeluarkan Petunjuk Pendahuluan. Selama tahap pelaksanaan, yaitu sejak saat dimulainya embarkasi dan selama pelaksanaan operasi tanggung jawab sepenuhnya atas seluruh Satuan berada pada Pangkogasgabfib. b. Tahap Embarkasi. Tahap embarkasi adalah jangka waktu selama pasukan, peralatan dan perbekalannya dimuat ke dalam kapal-kapal yang telah ditentukan. c. Tahap Latihan Umum. Tahap latihan umum dilaksanakan saat menuju daerah sasaran, dengan tujuan: 1) Menguji kesempurnaan rencana, ketepatan waktu, kesiapan alat-peralatan dan kesiapan tempur satuan-satuan. 2) Meyakinkan bahwa semua eselon sudah mendalami rencana operasi. 3) Menguji komunikasi. 10 d. Tahap Gerakan Menuju Sasaran (GMS). Dalam tahap ini unsur Kogasgabfib bergerak dari titik embarkasi ke DSA. Tahap ini dapat melalui daerah latihan umum, daerah tunggu atau daerah kumpul dan berakhir apabila unsur-unsur Kogasgabfib telah tiba pada posisi yang telah ditentukan di Daerah Sasaran Amfibi. e. Tahap Serbuan. Tahap serbuan meliputi jangka waktu antara kedatangan badan induk Kogasgabfib di posisi yang telah ditentukan di Daerah Sasaran Amfibi sampai dengan selesainya pelaksanaan tugas pokok Kogasgabfib. Pengembangan tumpuan pantai untuk persiapan penggunaan operasi selanjutnya dapat dimulai selama jangka waktu ini. f. Pengakhiran Operasi Amfibi. 1) Operasi Amfibi dinyatakan berakhir setelah tugas pokok Kogasgabfib dapat diselesaikan sesuai dengan syarat-syarat yang tercantum dalam Petunjuk Pendahuluan. 2) Apabila Pangkogasgabfib dengan Komandan Pasrat telah sependapat bahwa syarat yang tercantum dalam petunjuk pendahuluan telah terpenuhi, maka Pangkogasgabfib melaporkan hal ini kepada Komando yang mengeluarkan petunjuk pendahuluan atau Komandan dari komando lain yang ditunjuk. Setelah itu akan dinyatakan pengakhiran Operasi Amfibi, pembubaran Kogasgabfib dan pemberian instruksi tambahan yang diperlukan termasuk pengaturan hubungan komando dan penugasan unsur-unsur Kogasgabfib selanjutnya. 13. Jenis Operasi Amfibi. a. Serangan Amfibi, adalah serangan yang dilancarkan dari laut untuk membentuk suatu kekuatan di pantai musuh. b. Raid Amfibi, adalah pendaratan dari laut di pantai musuh yang diikuti dengan serangan cepat atau pendudukan sementara suatu sasaran, dilanjutkan dengan pengunduran rencana ke arah kapal angkut sesuai Prinops. Raid Amfibi dapat dilaksanakan dengan rnenggunakan sarana lintas laut, lintas helikopter atau disusupkan melalui kapal selam serta sarana lintas laut Iainnya. 11 1) Tujuan Raid Amfibi: a) Menimbulkan kerugian atau kerusakan di pihak musuh. b) Mendapatkan informasi/dokumen tentang musuh. c) Mengacaukan musuh. d) Menangkap personel penting musuh, merampas peralatan strategis dan mengevakuasi tawanan/personel/kawan. 2) Dasar perencanaan Raid Amfibi rnenggunakan dasar yang berlaku di dalam Operasi Amfibi sedang pelaksanaannya disesuaikan dengan kegiatan Raid Amfibi. 3) Ciri Khusus Raid Amfibi: a) Raid Amfibi direncanakan dan dilaksanakan sama seperti dalam serangan Amfibi, dengan tambahan bahwa Raid Amfibi disiapkan rencana pengunduran mengingat besarnya Satuan dan tujuan Raid maka pelaksanaan Raid disusun dengan cara: (1) Pada Raid Amfibi mungkin tidak diperlakukan adanya pantai pendaratan dan daerah pendaratan helikopter yang memenuhi persyaratan seperti yang diminta dalam serangan Amfibi. Pantai dan daerah pendaratan dipilih atas dasar keperluan dicapainya pendadakan taktis. (2) Mengingat jangka waktu pelaksanaan yang terbatas, maka kegiatan Raid Amfibi dapat dilaksanakan tanpa adanya keunggulan laut dan udara. (3) Pengembangan formasi Satuan Raid tidak diperlukan sampai pasukan mencapai sasaran di darat. (4) Kebutuhan logistik terbatas. (5) Penggunaan sarana komunikasi terbatas. b) Pertimbangan dasar: (1) Pendadakan. (2) Keamanan. (3) Pemilihan daerah pendaratan dipengaruhi oleh kedudukan musuh, jalur pendekatan di laut, keadaan 12 hidrografi dan pantai, tersedianya daerah pendaratan helikopter, jalan pendekat ke sasaran. (4) Waktu pendaratan. (5) Hubungan Raid Amfibi dengan operasi yang dibantu. (6) Embarkasi. (7) Bantuan tembakan. (8) GKK. (9) Pengunduran. 4) Latihan. Latihan secara menyeluruh dan terpadu sangat diperlukan untuk menjamin ketepatan dan kecepatan pelaksanaan Raid. Semua Satuan yang ikut harus dilatih secara terinci meliputi debarkasi, GKK, operasi di darat, pengunduran dan re-embarkasi. Dalam Raid Amfibi pelaksanaan latihan umum Iebih penting dibanding latihan umum pada serangan Amfibi karena hasil dan latihan umum tersebut dapat diperkirakan ketepatan waktu yang merupakan faktor sangat penting dalam pelaksanaan Raid Amfibi. 5) Satuan yang Terlibat. Satuan yang terlibat dalam Raid Amfibi sama dengan kesatuan yang dilibatkan dalam serangan Amfibi, dengan ketentuan disesuaikan pada tugas pokok, sarana yang tersedia, musuh, medan dan cuaca. 14. Kebutuhan Kekuatan Kogasgabfib. Kogasgabfib harus mempunyai keunggulan laut setempat terhadap satuan permukaan laut dan bawah permukaan laut musuh, keunggulan udara setempat dan keunggulan terhadap kekuatan musuh di darat di daerah sasaran. Akan tetapi dalam keadaan yang sangat memaksa, Operasi Amfibi dapat dilaksanakan meskipun jumlah kekuatan Pasrat tidak Iebih unggul dari kekuatan musuh di darat, dengan syarat bahwa Kogasgafib harus mempunyai keunggulan di laut yang dilaksanakan oleh Satgasla dan udara yang dilaksanakan oleh Satlakopsud serta keunggulan udara tersebut dapat digunakan secara efektif untuk membantu Pasrat. Selain keunggulan kekuatan di daerah sasaran, Kogasgabfib harus mampu menyelenggarakan bantuan yang berlanjut bagi Pasrat. 13 15. Operasi Dukungan. a. Operasi Dukungan adalah suatu operasi untuk membantu Kogasgabfib yang dilaksanakan oleh kesatuan di luar Kogasgabfib, dilakukan secara bersamaan atau sebelum tahap serbuan Amfibi. Operasi tersebut dilaksanakan atas perintah Komando Atas, yang didasarkan permintaan Pangkogasgabfib. Operasi Dukungan dilaksanakan di luar daerah tanggung jawab Pangkogasgabfib dan dapat juga dilaksanakan pada daerah yang akan menjadi daerah sasaran sebelum Kogasgabfib tiba. b. Operasi Dukungan yang dilaksanakan di daerah sasaran Amfibi sebelum atau selama Operasi Amfibi, hanya akan dilaksanakan atas permintaan Kogasgabfib serta dikoordinasikan dengan rencana serangan Amfibi. Operasi Dukungan antara lain: 1) Desepsi atau demonstrasi untuk memperdaya musuh. 2) Penyekatan daerah sasaran dengan jalan menghambat atau menghalangi gerakan kesatuan musuh ke daerah tersebut. 3) Operasi yang ditentukan untuk membantu mendapatkan atau mempertahankan keunggulan di udara, di laut dan di darat. 4) Operasi permukaan laut, bawah permukaan laut, udara atau operasi khusus yang ditujukan untuk memperoleh informasi musuh. 5) Operasi Sandhi Yudha dan perang urat syaraf. c. Operasi yang dilaksanakan di daerah sasaran oleh unsur Kogasgabfib menjelang kedatangan badan induk Kogasgabfib, dinamakan operasi pra serbuan dan bukan operasi Dukungan. 16. Pendaratan Pendukung. Adalah suatu pendaratan yang umumnya dilaksanakan di luar pendaratan utama yang telah ditentukan dalam rangka mendukung pendaratan utama dalam Operasi Amfibi. Dapat terdiri dari satu atau lebih Pendaratan Pendukung dan dapat dilaksanakan sebelum, selama ataupun sesudah pendaratan utama. Jika pelaksanaannya sebelum pendaratan utama, maka faktor kerahasiaan harus benar-benar dipertimbangkan sehubungan dengan rencana pendaratan utama. Pertimbangan yang digunakan pada pendaratan utama harus juga diterapkan secara seksama. Satuan-satuan yang melaksanakan Pendaratan Pendukung 14 adalah satuan yang telah ditetapkan sebagai satuan cadangan dan satuan pendaratan utama. Adapun satuan Pendaratan Pendukung adalah: a. Penguasaan daerah tertentu (pulau-pulau daerah kunci) untuk mendukung pendaratan utama, yaitu: 1) Penempatan posisi Artileri atau penembakan rudal/roket. 2) Lokasi yang memungkinkan untuk dapat digunakan sebagai lapangan udara bagi pesawat berkemampuan VSTOL (Vertical Short Take Off and Landing). 3) Daerah aman untuk lego jangkar, pangka!an laut sementara, daerah pendukung logistik dan bantuan pelayanan pertempuran lainnya. 4) Daerah sistem peringatan/pengawasan udara. b. Penguasaan suatu daerah agar tidak digunakan oleh musuh yang dapat menghambat pelaksanaan Operasi Amfibi. c. Mengalihkan perhatian musuh terhadap pendaratan utama atau membuat musuh mengkonsentrasikan seluruh kekuatannya di daerah Pendaratan Pendukung. 17. Operasi Amfibi dalam Keadaan Khusus. a. Operasi Amfibi. Dalam Keadaan Khusus meliputi gerakan kapal ke pantai dan perebutan sasaran awal yang dilaksanakan dalam keadaan gelap atau pada kondisi penglihatan terbatas, karena kabut, hujan atau asap. b. Tujuan. 1) Memperoleh pendadakan taktis. 2) Meniadakan atau mengurangi efektivitas sistem pertahanan musuh yang tidak dapat diperoleh dengan pendaratan yang biasa. c. Pertimbangan Operasional. 1) Cuaca dan Hidrografi. Keadaan cuaca dan hidrografi yang masih dapat ditanggulangi pada siang hari mungkin akan sangat berbahaya dalam keadaan penglihatan terbatas dan cuaca buruk. 2) Penyapu Ranjau. Penyapuan ranjau di daerah dan alur pelayaran yang dilaksanakan pada cuaca terang sangat berbahaya, 15 bila dilaksanakan pada cuaca buruk hasilnya juga tidak akan sempurna. 3) Operasi Tim Demolisi Bawah Permukaan Laut. a) Pengintaian Tim Demolisi Bawah Permukaan laut harus dilakukan sebelum hari “H”. Apabila Tim Demolisi Bawah Permukaan laut digunakan hanya pada waktu menjelang pendaratan saja, maka penggunaannya diutamakan untuk menemukan dan menentukan tanda pantai pendaratan yang tepat, membuat laporan gelombang dan melaksanakan operasi penghancuran menjelang jam “J”. b) Satuan Intai Amfibi sebaiknya didaratkan di daerah sasaran dalam keadaan penglihatan terbatas agar tidak diketahui musuh. Pelaksanaannya dapat sebelum atau selama gerakan kapal ke pantai untuk pengintaian pantai, rute, sasaran sasaran, sabotase dan sebagai pandu udara. d. Navigasi dan Pengendalian. 1) Oleh karena pendaratan pasukan pada tempat dan waktu yang tepat merupakan faktor yang Iebih penting dalam keadaan penglihatan terbatas, maka harus lebih ditekankan pada perhitungan navigasi yang tepat pula. Semua sarana yang tersedia harus digunakan untuk menjamin penentuan posisi yang tepat dan merupakan petunjuk bagi semua Satuan yang terlibat. 2) Penggunaan helikopter sangat efektif untuk gerakan kapal ke pantai, namun tergantung pada kemampuan penempatan alat bantu navigasi dan personel pengendali. Tim pandu udara yang didaratkan dengan terjun payung atau helikopter, dapat memasang alat navigasi yang diperlukan. Keadaan medan dan tingkat kegelapan juga merupakan faktor yang menentukan dalam operasi helikopter. e. Gerakan kapal ke pantai. Gerakan kapal ke pantai lintas helikopter yang dilaksanakan pada keadaan penglihatan terbatas mutlak membutuhkan tambahan fasilitas navigasi dan stasiun pengendali. Teknik gerakan kapal ke pantai lintas permukaan laut dapat dimodifikasi serta disesuaikan dengan keadaan pada penglihatan terbatas. Untuk memperoleh pendadakan diperlukan kerahasiaan, untuk itu agar: 16 1) Pendiaman siaran dilaksanakan selama mungkin, bila terpaksa hanya untuk pengendalian gelombang sekoci. 2) Untuk pengenalan dan pemberian tanda menggunakan peralatan suara dan lampu berwarna yang terselubung. 3) Untuk mengendalikan gelombang pendaratan gunakan sarana isyarat inframerah, tongkat reflektor dan lampu senter dengan kaca berwarna. 4) Garis awal dapat ditempatkan Iebih dekat ke pantai dibandingkan dalam operasi pada cuaca baik. 5) Kapal angkut, kapal tanda lorong pendekat dan kapal pengendali utama, mengikuti gelombang pendaratan melalui radar, bila terpaksa dapat menggunakan radio. 6) Sekoci yang dilengkapi dengan radar dapat digunakan untuk memimpin gelombang menuju ke pantai. 7) Personel yang membawa lampu tanda pantai, diikutkan dalam gelombang pertama untuk setiap pantai guna menandai titik tengah tiap pantai tersebut. Apabila mungkin mereka dapat ke pantai mendahului gelombang pertama. f. Tembakan Kapal. Pemboman pendahuluan tidak boleh menunjukkan tempat pendaratan yang dituju, karena hal tersebut akan menghilangkan pendadakan. Pengeboman pendahuluan diutamakan pada penghancuran radar dan sarana deteksi musuh. Untuk ketepatan bantuan tembakan kapal jarak dekat agar berdaya guna bagi Pasrat dapat menggunakan radar beacon. Awak kapal bantuan tembakan serta regu pengendali tembakan pantai harus sudah dilatih khusus. Apabila tembakan akan ditujukan pada pantai pendaratan atas daerah pendaratan helikopter menjelang jam, maka mutlak diperlukan adanya kontak penglihatan atau plot radar yang pasti dan gelombang pendaratan terdepan. g. Bantuan Udara. Operasi udara sebelum serbuan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga tidak menunjukkan rencana kegiatan pendaratan maupun daerah pendaratan yang dipilih. Penentuan waktu serangan udara menjelang Jam “J” pada pantai pendaratan dan pada daerah pendaratan helikopter yang sebenarnya adalah sukar, karena penerbang tidak dapat melihat secara langsung gelombang pendaratan yang mendekat ke pantai dalam keadaan gelap. Bantuan tembakan 17 langsung bagi Pasrat dapat diberikan dengan menggunakan sarana yang tepat untuk mengenali sasaran dan garis koordinasi bantuan tembakan yaitu antara lain menggunakan sistem pengendali elektronika (tim radar bantuan udara). h. Latihan Umum. Disebabkan karena pertimbangan khusus dalam pendaratan pada penglihatan batas dan mengingat diperlukannya koordinasi terinci di dalam pelaksanaannya, maka diperlukan latihan umum yang terpadu, guna menjamin kesiapsiagaan semua unsur yang ikut serta dalam operasi tersebut. i. Pola Umum Operasi. Pendaratan Amfibi dalam keadaan khusus sama halnya dengan Operasi Serangan Amfibi yaitu operasi yang melibatkan sistem senjata yang tergabung di dalam Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT), yaitu terdiri dan Pangkalan, kapal-kapal, Pasukan Pendarat dan pesawat udara bila dipandang perlu, maka pelaksanaannya dibagi dalam tiga babak yaitu: 1) Babak Perencanaan. Babak Perencanaan dimulai setelah diterima petunjuk pendahuluan dan Komando Atas sampai saat dimulainya pelaksanaan operasi pendaratan. Bila operasi tersebut sebagai bagian dari Serangan Amfibi maka petunjuk pendahuluan dikeluarkan oleh Pangkogasgabfib. Namun apabila Satgasfib yang dibentuk dalam rangka melaksanakan Operasi Pendaratan Pendukung atau dalam rangka pelaksanaan Operasi Pendaratan Tunggal maka petunjuk pendahuluan dikeluarkan oleh Pangkogasgab atau Panglima Komando Operasi lain yang diberikan wewenang oleh Panglima TNI. 2) Babak Pelaksanaan. Walaupun ada beberapa penekanan khusus namun pada dasarnya babak pelaksanaan operasi pendaratan Amfibi dalam keadaan khusus tidak berbeda dengan pelaksanaan pada Operasi Amfibi yang lain yaitu mulai dari: a) Embarkasi. Embarkasi dilaksanakaan sesuai dengan rencana muat yang disusun secara rinci sehingga penggunaan sarana angkut kapal dapat dimanfaatkan seefektif dan seefisien mungkin. b) Latihan Umum. Latihan umum sedapat mungkin dilaksanakan pada kondisi yang hampir sama dengan kondisi 18 yang akan dihadapi pada pelaksanaan operasi yang sebenarnya. Apabila latihan umum dilaksanakan pada saat gerakan menuju sasaran maka harus benar-benar dipertimbangkan kemungkinan terjadi kerusakan sarana, khususnya sarana angkut gerakan kapal ke pantai dan material tempur. c) Gerakan Menuju Sasaran. Gerakan Menuju Sasaran dimulai saat kapal pertama yang tergabung di dalam badan utama Kogasfib meninggalkan pangkalan sampai saat unsur- unsur kapal menempati posisi di dalam Daerah Sasaran Amfibi. Pada pelaksanaan Operasi Amfibi khusus dimana akan dilaksanakan Pendaratan Pendukung, pada posisi yang ditentukan unsur Pendaratan Pendukung melepaskan diri dari badan utama menuju ke posisi luncur yang telah ditentukan. d) Serbuan. Pelaksanaan gerakan kapal ke pantai dilaksanakan dengan menggunakan sarana angkut perahu karet, yang telah disusun dalam gelombang-gelombang pendaratan yang telah disesuaikan dengan organisasi tugas tempur berdasarkan konsep operasi di darat. 3) Pengakhiran. Operasi Amfibi dalam keadaan khusus berakhir apabila tujuan operasi seperti tertuang di dalam petunjuk pendahuluan sudah tercapai. Selanjutnya setelah selesai mendaratkan satuan pendaratan khusus, unsur-unsur bergabung kembali pada satuan induk atau melaksanakan tugas lanjutan sesuai dengan petunjuk pendahuluan. 18. Operasi Lain yang Menggunakan Teknik Operasi Amfibi. a. Di samping penyelenggaraan Operasi Amfibi, ada operasi-operasi lain yang menggunakan teknik-teknik Operasi Amfibi yaitu Demonstrasi Amfibi dan Lepas Libat Amfibi. Di antara operasi-operasi tersebut ada yang dapat dilaksanakan sebelum, bersamaan maupun sesudah Operasi Amfibi Utama. b. Demonstrasi Amfibi. 1) Demonstrasi Amfibi adalah suatu kegiatan operasi untuk memperdaya musuh dengan melaksanakan pendaratan tipuan 19 meliputi sebagian gerakan kapal ke pantai atau ke daerah pendaratan helikopter, tembakan persiapan dan tembakan bantuan. 2) Tujuan. a) Untuk memperdaya musuh tentang waktu, tempat dan kekuatan pendaratan yang sebenarnya dengan harapan agar musuh mengambil cara bertindak yang menguntungkan kita. b) Untuk memaksa musuh segera menggunakan satuan cadangan. c) Untuk segera rnengetahui kemampuan kekuatan musuh, termasuk persenjataan dan jaring komunikasi yang digunakan. 3) Ciri-ciri. a) Lokasi. (1) Daerah Demonstrasi Amfibi harus cukup dekat dengan daerah pendaratan utama apabila satuan demonstrasi perlu segera digunakan pada rencana taktis selanjutnya. (2) Daerah Demonstrasi Amfibi harus cukup terpisah guna menjamin tidak terganggunya daerah pendaratan utama serta dapat memperlambat musuh kembali ke kedudukan semula. (3) Daerah Demonstrasi sedapat mungkin sesuai/sama dengan daerah pendaratan yang sebenarnya, sehingga musuh dapat mengira memang akan dilaksanakan pendaratan. (4) Demonstrasi harus dilaksanakan di suatu daerah dimana musuh juga berkepentingan terhadap daerah tersebut. Dengan demikian akan memaksa musuh bertindak untuk merebut daerah tersebut lebih awal sehingga mengakibatkan musuh mengurangi kekuatan di pertahanan utamanya. (5) Daerah pendaratan cadangan dapat digunakan sebagai daerah demonstrasi, apabila demonstrasi itu hanya dimaksudkan untuk mengacaukan konsentrasi 20 musuh atau memaksa musuh menunjukkan kedudukannya. (6) Demonstrasi dapat dilaksanakan di daerah pendaratan utama sebelum Hari “H”. (7) Demonstrasi Amfibi dapat dilaksanakan di dekat atau jauh dari daerah pendaratan utama, antara lain: (a) Suatu Demonstrasi Amfibi di dekat daerah sasaran dilakukan oleh sebagian Kogasgabfib dengan maksud untuk mempengaruhi gerakan lawan di daerah tersebut, atau agar musuh segera menggunakan kekuatan cadangannya, melakukan penembakan yang dengan demikian menunjukkan kedudukan senjatanya, mengalihkan perhatian, membebani sistem komunikasinya yang mempercepat pertempuran laut atau udara atau untuk mengganggunya. (b) Dalam keadaan tertentu Demonstrasi Amfibi dapat dilaksanakan jauh dari daerah sasaran, oleh karena itu satuan yang terpisah dapat mengalihkan perhatian musuh agar tidak menggunakan satuan cadangan strategis atau satuan lainnya yang dapat mempengaruhi pendaratan yang sebenarnya atau untuk mempercepat pertempuran laut/udara, yang diputuskan oleh Komandan atasan atas saran perintah Pangkogasgabfib. b) Penentuan Waktu. (1) Waktu pelaksanaan demonstrasi didasarkan atas waktu pelaksanaan pendaratan utama dan dapat dilaksanakan, sebagai berikut: (a) Sebelum Pendaratan Utama ditujukan untuk: 21 i. Menarik kesatuan musuh ke daerah demonstrasi yang jauh dari daerah pendaratan utama. ii. Memaksa musuh menunjukkan kedudukannya. iii. Mengganggu musuh secara sistematis sesuai dengan pola yang telah direncanakan. iv. Mengalihkan perhatian musuh dari pendaratan utama. v. Memaksa musuh menggunakan satuannya sebelum pelaksanaan pendaratan utama. (b) Bersamaan dengan Pendaratan Utama. Demonstrasi yang dilaksanakan bersamaan dengan pendaratan utama bertujuan: i. Menghalangi penyusunan dan penggunaan kembali satuan lawan untuk menghadapi pendaratan utama. ii. Menipu musuh mengenali arah serangan pokok. (c) Sesudah Pendaratan Utama. Bertujuan untuk mengalihkan satuan atau tembakan musuh terhadap daerah pendaratan utama dan dapat dilaksanakan di beberapa tempat lain. c) Kesatuan Demonstrasi. Kesatuan demonstrasi harus disusun sedemikian rupa yang cukup besar, agar dapat menimbulkan reaksi dari musuh sesuai dengan yang dikehendaki. Apabila kesatuan demonstrasi itu disusun dari satuan Kogasgabfib, maka cadangan Pasrat dan kapal yang memuatnya dapat digunakan, jika pasukan cadangan tersebut tidak diperlukan dan berada dekat dengan daerah pendaratan utama. Setelah selesai melaksanakan demonstrasi, satuan demonstrasi tersebut dibubarkan, selanjutnya ditugaskan kembali sesuai dengan rencana atau perintah operasi. 22 d) Bantuan Tembakan. Apabila diperlukan, satuan demonstrasi dapat dilengkapi dengan bantuan tembakan kapal/udara seperti pada pendaratan yang dalam hal ini perlu dipertimbangkan tersedianya kapal bantuan pesawat udara dan jumlah amunisi. e) Latihan Umum. Dilaksanakan guna menjamin bahwa demonstrasi tersebut dilaksanakan sesuai dengan rencana untuk mencapai tujuan tertentu. 4) Pelaksanaan. a) Suatu demonstrasi akan mencapai tujuan apabila dilaksanakan mendekati pelaksanaan operasi pendaratan sebenarnya. Dengan demikian demonstrasi tersebut tidak boleh dilaksanakan secara berlebihan atau sebaliknya. Musuh harus memperoleh kesan yang meyakinkan tentang adanya persiapan pendaratan. Semua kegiatan harus seperti pada pendaratan yang sebenarnya. Suatu demonstrasi biasanya meliputi gerakan mendekat ke daerah demonstrasi, sebagian kegiatan dari gerakan kapal ke pantai serta bantuan tembakan. Pemboman pendahuluan yang singkat dan padat, akan lebih berhasil daripada tembakan gangguan yang dilaksanakan dalam waktu lama. Tim demolisi bawah pemukaan laut dan satuan desepsi taktis dapat digunakan, sedangkan rencana desepsi komunikasi harus dilaksanakan. b) Demonstrasi tersebut harus berlangsung dalam waktu yang cukup lama guna memberi waktu kepada musuh untuk bereaksi. gerakan kapal ke pantai sekoci dan helikopter dilaksanakan seperti pada gerakan sebenarnya, akan tetapi tidak akan benar-benar mendarat. Sekoci pendarat yang kosong mengambil jarak yang cukup jauh dari pantai agar tidak diketahui musuh. Gelombang sekoci dan helikopter akan kembali ke kapal pada waktu, jarak atau berdasarkan isyarat yang telah ditentukan. Untuk melindungi pengunduran tersebut dapat digunakan tabir asap. 23 c. Lepas Libat Amfibi. 1) Lepas Libat Amfibi adalah meninggalkan kedudukan di pantai yang dikuasai musuh melalui laut dengan rnenggunakan kapal atau sekoci Angkatan Laut. Lingkup Operasi Lepas Libat Amfibi mencakup kegiatan awal Pertahanan di daerah re-embarkasi yang diakibatkan oleh keadaan musuh, sampai dengan unsur terakhir di- reembarkasi-kan. 2) Tujuan. Lepas Libat Amfibi bertujuan untuk memutuskan kontak dengan musuh untuk penggunaan kekuatan ke tempat lain. 3) Ciri-ciri. Pada dasarnya Lepas Libat Amfibi sama dengan serangan Amfibi, yaitu adanya ketergantungan pada satuan laut baik untuk perlindungan maupun sarana angkut. Ciri-ciri khusus: a) Kecuali pengunduran Amfibi, proses perencanaan Lepas Libat Amfibi lebih sederhana. b) Apabila tekanan musuh cukup besar atau kebutuhan Pasrat di tempat lain kecil serta waktu pelaksanaan yang tersedia terbatas maka pasukan yang ditarik kecil. c) Sarana dan ruang muat untuk reembarkasi mungkin sangat terbatas sehingga akan menimbulkan persoalan logistik. d) Apabila lepas libat Amfibi tersebut dilaksanakan dalam keadaan tekanan musuh yang kuat, harus dilaksanakan pengamanan dan perlindungan yang cukup untuk mengatasi tekanan musuh tersebut. e) Kemungkinan sarana bantuan tembakan tidak tersedia secara penuh lengkap. f) Kemungkinan sarana-sarana untuk pengendalian terbatas. g) Sesuai kepentingan, operasi ini mungkin harus dilaksanakan dalam cuaca, medan dan keadaan laut yang buruk. h) Keadaan penglihatan yang terbatas akan Iebih menguntung-kan untuk melaksanakan operasi ini. 24 4) Pelaksanaan. a) Pelaksanaan Lepas Libat Amfibi dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut: (1) Sebelum dan selama re-embarkasi pasukan, perbekalan dan peralatan, pengamanan dan perlindungan dilaksanakan oleh kesatuan udara, laut dan tabir. (2) Pengunduran pasukan dan perlengkapannya dari darat dilaksanakan dengan cepat di bawah perlindungan Satuan laut, udara dan tabir darat. Tergantung dan keterbatasan kapasitas dan waktu muat, semua material militer yang berguna ditarik yang tidak dapat ditarik dihancurkan. Dalam tahap ini perlu adanya perhatian khusus terhadap evakuasi korban. (3) Lepas libat dan Satuan tabir darat dengan prioritas pada peralatan berat seperti artileri dan tank, sebaiknya dilakukan dalam keadaan gelap dan apabila diperlukan dilindungi oleh bantuan tembakan kapal dan udara. b) Bantuan Tembakan. Pada pertahanan daerah re- embarkasi di pantai musuh, memerlukan kerja sama yang erat dalam penggunaan semua senjata bantuan (artileri, bantuan tembakan kapal dan udara) sebagaimana diperlukan dalam serangan Amfibi. Prosedur yang digunakan dalam koordinasi bantuan tembakan pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada serangan Amfibi. Perbedaan utamanya adalah bahwa dalam serangan Amfibi senjata-senjata bantuan dan sarana pengendaliannya secara bertahap dibangun di darat/pantai, sedangkan pada Lepas Libat Amfibi senjata bantuan dan sarana kendali secara bertahap dikurangi dari pantai sampai akhirnya semua fungsi bantuan tembakan dilaksanakan dari kapal dan udara. Sehubungan dengan sifat dan peralihan operasi ini, prosedur dalam koordinasi bantuan tembakan lebih mudah dilaksanakan dibandingkan dengan serangan Amfibi. 25 c) Prosedur Re-embarkasi. (1) Perencanaan re-embarkasi kesatuan dalam Lepas Libat Amfibi dilaksanakan sesuai prosedur perencanaan embarkasi biasa, apabila re-embarkasi tersebut merupakan Iangkah persiapan untuk penggunaan satuan dalam Operasi Amfibi selanjutnya. Apabila Lepas Libat Amfibi tersebut merupakan pelaksanaan keputusan untuk mengakhiri operasi di darat/pantai guna penyusunan kembali pasukan di pangkalan atau daerah lain, prosedur perencanaannya disederhanakan disesuaikan dengan waktu yang tersedia. (2) Apabila re-embarkasi dilakukan sebagai persiapan untuk Operasi Amfibi selanjutnya, dilaksanakan prosedur pemuatan taktis. Re-embarkasi untuk gerakan ke daerah belakang atau daerah komunikasi dilaksanakan menurut prosedur pemuatan administratif. (3) Luas daerah re-embarkasi tergantung faktor- faktor sebagai berikut: (a) Medan yang penting untuk pertahanan apabila re-embarkasi tersebut dilaksanakan di bawah tekanan musuh. (b) Jumlah personel, perbekalan dan peralatan/ persenjataan yang akan dimuat. (c) Artileri, bantuan tembakan kapal dan udara yang tersedia apabila diperlukan. (d) Keadaan dan panjang pantai tempat re-embarkasi. (e) Waktu yang tersedia untuk re-embarkasi. 26 BAB III PENYELENGGARAAN OPERASI AMFIBI 19. Umum. Agar dalam pelaksanaan operasi dapat terlaksana sesuai tugas pokok yang diberikan dari Satuan Atas maka perlu adanya penyusunan organisasi yang tepat, perencanaan serta persiapan yang baik. Demikian juga Operasi Amfibi yang mempunyai ciri khusus yang melibatkan seluruh unsur Angkatan Laut, Pasrat, Satuan Angkatan Udara dalam penyelenggaraan Operasi Amfibi perlu diatur secara cermat pula. 20. Pengorganisasian. a. Dalam pembentukan Kogasgabfib, susunan organisasi sangat tergantung pada kondisi yang dihadapi dan pada petunjuk pendahuluan yang diberikan oleh Komando Atas. b. Dalam penyusunan organisasi tugas untuk operasi Amfibi berlaku pula ketentuan-ketentuan umum seperti bahaya pada penyusunan tugas untuk setiap operasi tempur. c. Ruang Lingkup. Operasi Amfibi dapat dilaksanakan sebagai operasi yang berdiri sendiri atau dalam bentuk operasi gabungan yang lebih besar. Sesuai dengan tahapan perencanaan, pada pelaksanaan Operasi Amfibi Komando Atas akan menerbitkan Petunjuk Pendahuluan kepada Pangkogasgabfib untuk meyakinkan hal tersebut di bawah ini: 1) Jaringan komunikasi telah terjalin bagi satuan-satuan yang terlibat segera setelah Operasi Amfibi dicanangkan untuk memfasilitasi kebutuhan perencanaan sebelum Petunjuk Pendahuluan dikeluarkan. 2) Kebutuhan yang diminta oleh Pangkogasgabfib kepada Komando Atas dikarenakan keterbatasan yang tidak dapat dipenuhi oleh Pangkogasgabfib. Contohnya: kekuatan tambahan, kelengkapan kapal, pesud, intelijen dan lain-lain. 3) Operasi-operasi pendukung yang dibutuhkan oleh Pangkogasgabfib. 27 4) Pelaksanaan berbagai operasi di luar Operasi Amfibi di daerah serbuan Amfibi dan tidak secara khusus dalam rangka mendukung Operasi Amfibi harus dikoordinasikan dengan Pangkogasgabfib. d. Komando dan Perhubungan. 1) Panglima TNI bertanggung jawab terhadap terselenggaranya hubung-an komando dan pendelegasian wewenang kepada Satuan- satuan bawah berdasarkan situasi operasi, kompleksitas misi yang diemban dan pengendalian secara bertingkat daIam rangka mencapai keberhasilan strategi yang diterapkan. 2) Panglima TNI akan menunjuk seorang Panglima Kogasgab yang akan bertugas merumuskan tugas-tugas Satuan di bawahnya. Salah satu kewenangan dan tugas Pangkogasgab adalah menunjuk/menetapkan Pangkogasgabfib dan Komandan Kogasgab lainnya yang sejajar dengan Pangkogasgabfib. Pangkogasgab dapat berasal dari salah satu Angkatan dan ketiga Angkatan yang ada. 3) Pangkogasgabfib adalah Perwira TNI AL yang ditunjuk dan diberi wewenang oleh Komando Atas. 4) Komandan Pasrat adalah Perwira korps Marinir atau TNI AD yang ditunjuk dan diberi wewenang oleh Komando Atas. 5) Komandan Satlakopsud adalah Perwira TNI AU yang ditunjuk dan diberi wewenang untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan unsur-unsur Satuan Udara di bawahnya, termasuk permintaan pelibatan kekuatan udara Kogasud. 6) Pangkogasgabfib bertanggung Jawab terhadap seluruh kegiatan perencanaan dan pelaksanaan Operasi Amfibi. Pada proses perencanaan kedudukan Pangkogasgabfib, Komandan Pasrat dan Komandan Satlakopsud adalah sejajar. Pangkogasgabfib bertindak sebagai koordinator. Pada proses pelaksanaan yaitu sejak embarkasi Pasrat ke kapal-kapal angkut, maka Komandan Pasrat dan Komandan Satlakopsud berada di bawah kendali operasi Pangkogasgabfib. 7) Selama proses pelaksanaan yaitu embarkasi, latihan umum, gerakan menuju sasaran dan serbuan Amfibi kendali operasional 28 berada pada Pangkogasgabfib hingga Pasrat menginjakkan kakinya di pantai pendaratan, maka sejak saat itu seluruh elemen/unsur- unsur Pasrat berada di bawah kendali Komandan Pasrat. 8) Setiap kegiatan operasional di DSA harus diketahui dan dikendalikan oleh Pangkogasgabfib, terutama kegiatan operasional yang dilaksanakan oleh Satuan samping/sejajar dalam rangka mendukung Operasi Amfibi. 9) Hubungan Komando tertuang dalam Petunjuk Pendahuluan yang dikeluarkan oleh Komando Atas. e. Petunjuk Pendahuluan. 1) Adalah suatu perintah yang dikeluarkan oleh Komando Atas kepada Komandan Kogasgabfib berupa pendelegasian seluruh tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan Operasi Amfibi. Perintah tersebut disampaikan juga kepada satuan samping/sejajar lainnya. 2) Perintah Pendahuluan berisi tentang: a) Pembentukan Kogasgabfib. b) Tugas Pokok Kogasgabfib. c) Kekuatan yang dilibatkan. d) Pelibatan kapal-kapal penyerbu pada eselon serbuan dan lanjutan. e) Penunjukan Pangkogasgabfib, Komandan Pasrat, Komandan Satlakopsud dan lainnya. f) Penetapan Daerah Operasi Amfibi baik aspek laut, darat dan ruang udara. Daerah tersebut harus cukup untuk menyelesaikan tugas pokok Kogasgabfib, yaitu suatu daerah tempat Operasi Laut, Darat dan Udara dilaksanakan. g) Nama sandi operasi dan hal-hal yang perlu dan terkait dengan Operasi Amfibi. h) Penetapan batas waktu pelaksanaan Operasi Amfibi. i) Instruksi khusus dan hubungan komando. j) Instruksi khusus tentang perencanaan, pengawakan, alokasi, dan pengawasan penggunaan senjata nuklir dan kimia, termasuk: 29 (1) Petunjuk atau instruksi khusus tentang pengakhiran operasi dan jika memungkinkan pengaturan tentang komando, pengendalian dan disposisi kekuatan. (2) Informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan operasi selanjutnya setelah pengakhiran Operasi Amfibi. k) Instruksi koordinasi yang dibutuhkan berkaitan dengan penyelenggaraan operasi bantu. l) Persandian dan petunjuk keamanan operasi. m) Konsep pelaksanaan operasi pengelabuan untuk mendukung Operasi Amfibi dan informasi lainnya yang dianggap perlu. f. Prinsip Pengorganisasian Operasi Amfibi. 1) Penentuan susunan tugas Operasi Amfibi harus mencerminkan adanya hubungan yang erat pada setiap tingkat dalam susunan organisasi Pasrat, Satuan Tugas Laut dan satuan Tugas Udara yang tergabung dalam Kogasgabfib. Atas dasar hal tersebut maka pertimbangan dalam menyusun susunan tugas Kogasgabfib harus diutamakan pada pengorganisasian, penggunaan kekuatan secara ekonomis dan kesetaraan Komando pada setiap tingkat dalam Pasrat, Satuan Tugas Laut, Dansatlakopsud dengan rincian sebagai berikut: a) Pengorganisasian. Setelah tugas pokok dianalisa dan satuan yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai macam tugas telah ditentukan, maka Satuan di jajaran Pasrat disusun ke dalam susunan tugas sesuai kebutuhan. Selanjutnya jajaran Satuan tugas laut yang menyediakan kapal-kapal penyerbu dan kapal bantuan disusun sejajar dengan jajaran Pasrat. Susunan tugas Kogasgabfib terutama didasarkan atas kebutuhan untuk membantu tugas pokok Pasrat di darat, dengan struktur organisasi sebagai berikut: 30 GAMBAR 1. ORGANISASI DASAR KOGASGABFIB (TAHAP PERENCANAAN) KOGASGABFIB PASRAT SATGASUD SATGASLA UNSUR PASRAT GAMBAR 2. ORGANISASI DASAR KOGASGABFIB (TAHAP PELAKSANAAN) KOGAB KOGASGABFIB SATGASLA PASRAT SATGASUD ORGANISASI DASAR KOGASGABFIB (TAHAP PELAKSANAAN) KOGAB KOGASGABFIB SATGASLA PASRAT KOROPSUD b) Penggunaan Kekuatan Secara Ekonomis. Operasi Amfibi membutuhkan kapal-kapal penyerbu dalam jumlah banyak. Terbatasnya kapal-kapal penyerbu yang tersedia mengakibatkan Pasrat harus disusun seefektif dan seefisien mungkin sehingga hanya terdiri atas Satuan-satuan yang benar-benar dibutuhkan. 31 c) Rantai Komando yang Sejajar. Hubungan antar satuan tugas pelaksana operasi menghendaki adanya komando yang sederajat pada semua tingkat organisasi di jajaran Kogasgabfib. Dalam pembentukan rantai komando yang sejajar tersebut di atas, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Pangkogasgabfib dijabat oleh Komandan Satuan Tugas Laut dan bertanggung Jawab atas keseluruhan pelaksanaan operasi. Untuk itu Pangkogasgabfib melaksanakan wewenang komando yang dilimpahkan kepadanya terhadap seluruh Satuan peserta, kecuali selama tahap perencanaan kedudukan antara Pangkogasgabfib, Komandan Pasrat dan Komandan Satlakopsud adalah sejajar. (2) Komandan Satuan Tugas Laut dan Komandan Pasrat mempunyai kedudukan Komando yang setingkat dalam hal pengendalian terhadap satuan masing-masing. (3) Setiap tingkat eselon Komando Bawah, baik di jajaran Satgasla maupun Pasrat ditentukan adanya para Komandan yang sederajat. (4) Persoalan Komando yang hanya menyangkut Satuan Tugas Laut akan diselesaikan oleh Komandan Satuan tugas laut melalui rantai komando Satuan Tugas Laut. (5) Persoalan komando yang hanya menyangkut Pasrat akan diselesaikan oleh Komandan Pasrat melalui Rantai Komando Pasrat. (6) Persoalan komando yang menyangkut Satgasla dan Pasrat akan diselesaikan melalui rantai komando Satgasla dan Pasrat yang sejajar. Para Komandan pada semua tingkat diharapkan memelihara hubungan yang erat dan keputusan yang dapat mempengaruhi satuan lain, harus dikoordinasikan terlebih dahulu kecuali dalam keadaan darurat. Komandan yang 32 terpaksa mengambil keputusan dalam keadaan darurat yang dapat berpengaruh terhadap satuan lain harus memberitahukan pada Komandan Satuan lain tersebut pada kesempatan pertama. (7) Persoalan terinci tentang hubungan dan pengaturan komando yang bersifat khusus dan belum dicantumkan sebelumnya harus dinyatakan secara jelas pada setiap rencana masing-masing jenis operasi. 2) Susunan tugas Kogasgabfib secara keseluruhan harus memenuhi kebutuhan untuk embarkasi, gerakan menuju ke daerah sasaran, perlindungan, pendaratan dan bantuan kepada Pasrat. Susunan organisasi Kogasgabfib disesuaikan dengan tugas pokok dan kekuatan yang dialokasikan kepadanya oleh Komando Atas. Berdasarkan hal tersebut maka susunan tugas ditentukan sesuai kebutuhan taktis yang akan dihadapi. Kekenyalan dalam penyusunan organisasi Kogasgabfib merupakan hal yang sangat penting. Pada saat perumusan susunan tugas, sekaligus ditentukan nama sandi satuan yang akan digunakan untuk kepentingan operasional, sedangkan sebutan administrasi tetap dipakai untuk tujuan administrasi. 3) Panglima Kogasgabfib dijabat oleh Komandan Satuan Tugas Laut TNI AL (Satgasla) dan dinyatakan di dalam Petunjuk Pendahuluan, Komandan Pasrat dijabat oleh Komandan Satuan Korps Marinir atau TNI AD yang berkemampuan sebagai Pasrat dan dinyatakan dalam Petunjuk Pendahuluan. Para Komandan Satuan Bawah Kogasgabfib, apabila tidak dinyatakan dalam Petunjuk Pendahuluan, ditetapkan oleh Panglima Kogasgabfib atau Komandan Pasrat sesuai garis Komando masing-masing. 4) Bagi satuan di dalam organisasi Kogasgabfib digunakan cara penomoran sesuai ketentuan TNI AL. Dalam organisasi Pasrat biasanya hanya pasukan pendarat yang diberi nomor a, b, c, bentuk Satuan tugas terpisah, maka Satuan pendarat yang sederajat akan 33 diberi nomor. Satuan tugas penting lainnya juga diberi nomor sesuai dengan kebutuhan. 5) Pengorganisasian pada tahap embarkasi. Organisasi Embarkasi adalah organisasi tugas sementara Pasrat yang sejajar dengan Organisasi Tugas Satuan Laut untuk embarkasi yang dibentuk oleh Panglima Kogasgabfib. Kedua organisasi tugas tersebut dibentuk untuk memperlancar perencanaan dan pelaksanaan embarkasi. Selama pelaksanaan embarkasi. Komandan Organisasi Embarkasi Pasrat pada setiap tingkat membentuk badan pengendali di tiap-tiap titik embarkasi. Badan Pengendali ini digunakan baik oleh Organisasi Embarkasi Pasrat maupun oleh Organisasi Embarkasi Satuan Laut yang setingkat. Keamanan, keandalan dan kecepatan komunikasi harus terbentuk antara Satuan Laut dan Pasrat di daerah embarkasi serta antara tempat penimbunan bekal dengan titik embarkasi. Setelah berakhirnya pelaksanaan embarkasi ini, maka Organisasi Embarkasi tersebut juga berlaku selama menuju ke daerah sasaran. Organisasi Embarkasi meliputi: a) Organisasi Embarkasi Satuan Tugas Laut. Kapal-kapal penyerbu yang ditugaskan untuk mengangkut Pasrat ke daerah sasaran disusun ke dalam Satuan-satuan taktis. Jumlah dan jenis kapal yang ditugaskan untuk setiap gugus ditentukan oleh besar dan komposisi/susunan organisasi Pasrat untuk embarkasi yang sejajar. b) Organisasi Embarkasi Pasrat. Satuan-satuan Pasrat diorganisasikan ke dalam tim embarkasi, unsur embarkasi, Satuan embarkasi dan gugus embarkasi sesuai dengan kebutuhan. Melalui organisasi tersebut, Komandan Pasrat memberikan pengarahan dan mengendalikan mulai perencanaan maupun pada pelaksanaan embarkasi Pasrat. c) Organisasi Sejajar, terdiri dari: (1) Tim Embarkasi. Tim Embarkasi terdiri atas Satuan Pasrat beserta peralatan dan perbekalannya yang diembarkasikan ke dalam satu kapal. Kapal 34 tersebut merupakan Eselon Laut yang sejajar dengan Tim Embarkasi. (2) Unsur Embarkasi. Unsur Embarkasi dibentuk apabila diperlukan terdiri atas dua atau lebih Tim Embarkasi yang dikelompokkan bersama untuk disesuaikan dengan organisasi pendaratan. Organisasi disesuaikan dengan Organisasi Pendaratan. Organisasi laut yang sejajar dengan Unsur Embarkasi adalah Unsur Angkut atau unsur Kapal Pendarat. (3) Satuan Embarkasi. Satuan Embarkasi dibentuk sesuai dengan kebutuhan, terdiri atas dua atau lebih unsur embarkasi yang dikelompokkan sesuai kebutuhan untuk organisasi pendaratan. Satuan Angkut atau Satuan Kapal Pendarat merupakan Eselon Satuan Laut yang sejajar dengan Satuan Embarkasi. (4) Gugus Embarkasi. Gugus Embarkasi merupakan eselon tertinggi di dalam Organisasi Embarkasi, dibentuk pada tingkat Brigade Pendarat terdiri atas dua atau lebih Satuan embarkasi yang diperlukan. Gugus angkut merupakan eselon Satuan Laut sejajar dengan Gugus Embarkasi. 6) Pengorganisasian pada tahap GMS. Se!ama GMS, Kogasgabfib dibagi menjadi beberapa satuan gerak yang disesuaikan dengan tugas dan fungsinya serta bergerak secara bersama sesuai dengan rencana konvoi dari seluruh unsur-unsur yang tergabung dalam Kogasfib untuk menuju DSA yaitu sebelum hari “H”. a) Satuan yang tiba sebelum hari “H”. Satuan gerak yang tiba sebelum hari “H” adalah Satuan Aju. Namun pada kondisi tertentu satuan ini bisa tidak digerakkan sebagaimana mestinya. b) Satuan yang tiba pada hari “H”. Satuan gerak yang tiba pada hari “H” adalah badan induk/utama. c) Satuan yang tiba setelah hari “H”. Satuan yang tiba setelah hari “H” adalah Satuan dan Kogasgabfib karena 35 dengan pertimbangan tertentu yang dijadwalkan tiba di daerah sasaran setelah hari “H”. 7) Pengorganisasian pada Tahap Serbuan. Pengorganisasian tugas pada tahap serbuan Amfibi didasarkan pada organisasi yang sejajar antara Pasrat dan unsur laut, yaitu khususnya mengangkut, mendaratkan dan membantu Pasrat. Organisasi Pasrat untuk pendaratan adalah pengelompokkan taktis unsur-unsur manuver Pasrat untuk serbuan. Selama gerakan kapal ke pantai kebutuhan taktis Pasrat harus tetap terpelihara, guna memudahkan pelaksanan rencana pendaratan serta rencana manuver Pasrat di darat. Pengorganisasian meliputi: a) Organisasi Pasrat. Batalyon Tim Pendarat adalah dasar organisasi tugas Pasrat untuk gerakan kapal ke pantai. Batalyon Tim Pendarat terdiri atas satu Batalyon Infanteri Marinir dengan perkuatan dan unsur-unsur Resimen Bantuan Tempur Marinir. Organisasi untuk pendaratan berbeda dengan organisasi untuk embarkasi. Dalam pendaratan Batalyon Tim Pendarat akan dikelompokkan sesuai rencana pendaratan dalam rangka mendukung manuver Pasrat di darat yaitu: (1) Unsur-unsur batalyon tim pendarat yang mendarat melalui lintas permukaan laut. Unsur tersebut diorganisir ke dalam gelombang-gelombang pendaratan, yang tiap gelombang terdiri atas personel dan peralatan yang akan didaratkan pada waktu yang bersamaan. Tiap gelombang pendaratan dipimpin oleh Komandan Pasukan yang paling senior dalam gelombang pendaratan tersebut. (2) Unsur-unsur batalyon tim pendarat yang mendarat melalui lintas helikopter dibentuk ke dalam gelombang-gelombang helikopter, yang tiap gelombang helikopter terdiri atas pasukan dan peralatan yang akan didaratkan pada daerah pendaratan yang sama dengan waktu yang relatif bersamaan. 36 b) Organisasi Satgas Laut. Organisasi ini terdiri atas Satuan angkut baik untuk angkut heli maupun angkut pasukan yang akan didaratkan dengan lintas permukaan laut, termasuk di dalamnya adalah kapal-kapal pengendali dan organisasi sekoci pendarat. (1) Batalyon Tim Pendarat biasanya diembarkasikan dalam satu atau lebih satuan angkut. Batalyon Tim Pendarat dapat didaratkan dari kapal- kapal pendarat langsung ke pantai pendarat atau dengan menggunakan sekoci-sekoci pendarat dan atau dengan menggunakan kendaraan pendarat Amfibi organik Batalyon Tim Pendarat maupun menggunakan helikopter. (2) Kapal-Kapal pendarat, sekoci pendarat dan Kendaraan Pendarat Amfibi serta helikopter diorganisasikan ke dalam gelombang-gelombang sekoci/gelombang heli, gugus sekoci berdasarkan organisasi taktis pasukan untuk mendukung manuver dan pengendalian pasukan pada saat awal-awal pendaratan dengan rincian penjelasan sebagai berikut: (a) Gugus Sekoci adalah organisasi dasar dari sekoci pendarat. Satu gugus sekoci diorgansasikan untuk mendukung satu Batalyon Tim Pendarat yang didaratkan ke dalam gelombang-gelombang terjadwal pada pantai yang telah ditentukan. Dalam organisasinya gugus sekoci ini dipimpin oleh Komandan gugus dan dibantu oleh Wakil Komandan gugus dan beberapa personel komunikasi. (b) Gelombang Sekoci terdiri atas sekoci- sekoci pendarat atau Kendaraan Pendarat Amfibi yang ada di dalam gugus sekoci yang mengangkut pasukan dan peralatannya didaratkan pada waktu yang bersamaan. 37 c) Gelombang heli terdiri atas heli-heli yang dimuati pasukan pendarat dari kapal-kapal angkut yang didaratkan pada LZ dalam waktu yang relatif bersamaan. d) Organisasi Daerah Pendaratan. Daerah laut dan darat tertentu di daerah sasaran yang dipilih untuk memenuhi kebutuhan taktis serta untuk memudahkan pengendalian gerakan kapal ke pantai. Panglima Kogasgabfib mengadakan koordinasi dengan Komandan Pasrat untuk menentukan daerah operasi laut yang meliputi rute, stasiun, tempat lego jangkar dan daerah operasi untuk kapal-kapal, penyerbu, sekoci pendarat dan Kendaraan Pendarat Amfibi. Komandan Pasrat bersama dengan Pangkogasgabfib Dansatlakopsud untuk memilih lorong heli, titik kenal, daerah kumpul dan medan-medan untuk navigasi guna memudahkan pengendalian gerakan pasukan yang akan didaratkan dengan menggunakan sarana pendarat helikopter. Organisasi daerah pendaratan meliputi: (1) Daerah Laut. Dapat ditentukan daerah, rute, stasiun dan tempat lego jangkar, yang pada dasarnya merupakan sarana koordinasi dan pengendalian yang penting antara lain: (a) Garis Awal. (b) Lorong sekoci. (c) Lorong pendekat. (d) Daerah Dump terapung. (e) Daerah lego jangkar kapal rumah sakit. (f) Daerah lego jangkar bongkar pilih. (g) Daerah luncur kendaraan Amfibi. (h) Daerah luncur ponton causeway. (2) Daerah Darat. Daerah Darat yang termasuk dalam suatu operasi Amfibi adalah daerah yang meliputi tumpuan pantai termasuk di dalamnya pantai pendaratan, sasaran, daerah pendaratan helikopter, daerah penerjunan J apabila diperlukan serta daerah pantai bantuan dan daerah bantuan logistik. 38 g. Komando Tugas Gabungan Amfibi (Kogasgabfib). Komando tugas yang dibentuk dengan tujuan untuk melaksanakan Operasi Amfibi disebut Komando Tugas Gabungan Amfibi (Kogasgabfib). Kogasgabfib meliputi Satuan Tugas Laut dan Pasukan Pendarat dengan Satuan penerbangan apabila ada, serta Satlakopsud yang dilayani oleh unsur udara Kogasgab bila diperlukan. Satuan-Satuan Kogasgabfib adalah sebagai berikut: 1) Satuan Tugas Laut. Satuan Tugas Laut Kogasgabfib meliputi Satuan-satuan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan operasi. Satuan Tugas Laut terdiri atas: a) Satuan Angkut. Digunakan untuk keperluan embarkasi, gerakan menuju sasaran, pendaratan dan bantuan logistik bagi Pasrat, yang terdiri atas semua kapal pengangkut Pasrat, termasuk kapal yang mengangkut helikopter dan pasukan yang akan didaratkan dengan helikopter. Sekoci pendarat yang akan dipakai dalam gerakan kapal ke pantai adalah organik unsur atau di bawah perintahkan pada unsur lain yang setingkat. Pada Satuan Angkut terdapat: (1) Perwira Pengendali Utama (Padalut), yang bertugas untuk mengendalikan gerakan kapal ke pantai lintas permukaan laut. (2) Perwira Udara Taktis (Paudtis), yang bertugas untuk mengendalikan gerakan kapal ke pantai lintas helikopter. b) Satuan Intai. Digunakan untuk keperluan pengumpulan data intelijen musuh. c) Satuan Tabir. Digunakan untuk melindungi unsur-unsur Kogasgabfib selama lintas laut sampai di DSA yang terdiri atas Tabir Jauh dan Tabir Dekat. d) Satuan Peperangan Ranjau. Digunakan untuk melaksanakan operasi ranjau baik ofensif maupun defensif. e) Satuan Bantu. Merupakan satuan atau badan staf yang bertugas untuk menyelenggarakan dan bertanggung Jawab atas kelancaran tugas administratif yang mencakup bidang- bidang perbaikan, salvage, penelitian hidrografi, pemasangan jalan pelindung, pemasangan bui dan perambuan, 39 pengendalian dan pengembangan pelabuhan pada saat awal serbuan Amfibi, fungsi pengendalian pelabuhan, pool sekoci, dinas pos dan atau tugas lain yang ditentukan selama operasi. Semua fungsi bantuan administrasi dilakukan oleh Pangkogasgabfib atau komando bawahnya yang ikut serta dalam serangan dan apabila kemajuan serbuan memungkinkan, maka tugas administrasi diserahkan kepada Komandan Satuan Bantuan Administrasi. f) Satuan Demolisi Bawah Permukaan Laut. Satuan demolisi bawah permukaan laut digunakan untuk pengintaian, penelitian hidrografi dan penghancuran rintangan alam maupun buatan di laut dan di pantai musuh yang dilaksanakan oleh KRI, Kopaska dan Taifib. g) Satuan Lindung. Satuan Lindung digunakan untuk melindungi unsur-unsur Kogasgabfib selama di Daerah Sasaran Amfibi (DSA), yang terdiri atas Lindung Luar dan Lindung Dalam. h) Satuan Bantuan Tembakan Kapal (BTK). Satuan Bantuan Tembakan Kapal (BTK) digunakan untuk memberikan bantuan tembakan kapal, termasuk tembakan roket dan peluru kendali untuk membantu pendaratan dan operasi di darat. 2) Pasukan Pendarat. a) Pasukan Pendarat berasal dari Korps Marinir dan atau Satuan lain yang mempunyai kemampuan sebagai Pasukan Pendarat Amfibi. b) Apabila digunakan selain Satuan Marinir, maka Satuan tersebut harus diorganisasikan, dilatih dan dilengkapi oleh TNI AL (di Korps Marinir) agar dapat melaksanakan Operasi Amfibi sesuai dengan ketentuan. Staf Pasrat, Satuan Intai Amfibi, kendaraan pengangkut Amfibi, Sekoci Pendarat dan pengemudinya menggunakan Satuan TNI AL/Korps Marinir. Untuk selain Satuan Marinir yang belurn cukup terlatih sebagai pasukan pendarat, dapat digunakan untuk memperkuat Satuan Marinir dalam merebut tumpuan pantai, 40 dengan komando tetap berada pada Komandan Satuan Marinir. c) Istilah “Pasrat” hanya digunakan bagi eselon pasukan pendarat yang tertinggi. d) Pasrat diorganisasikan utuk menyelenggarakan fungsi- fungsi dalam operasi, sebagai berikut : (1) Embarkasi pasukan, perbekalan dan peralatannya. (2) Debarkasi dan pendaratan pasukan dengan lintas permukaan laut dan atau helikopter. (3) Serbuan di darat. (4) Mengendalikan bantuan tembakan kapal termasuk roket dan peluru kendali. (5) Mengendalikan bantuan tembakan udara. (6) Membongkar muatan dan kapal penyerbu, mendaratkan dan mengangkut perbekalan dan alat peralatan dari pantai sampai ke pasukan depan. (7) Penggunaan taktis dan pengoperasian kendaraan Amfibi dan pesawat udara apabila ada. (8) Melaksanakan Pertahanan Udara Daerah. (9) Melaksanakan Operasi Darat Lanjutan. e) Selama pelaksanaan Operasi Amfibi, Pasrat akan mengalami perubahan bentuk susunan tugas yang masing- masing akan berlaku pada tahap atau waktu tertentu, yaitu: (1) Organisasi Embarkasi. Organisasi embarkasi merupakan susunan organisasi tugas yang dibentuk untuk pemuatan taktis personel, perbekalan, peralatan pasrat dan satuan lain bila ada. (2) Organisasi Pendaratan. Organisasi pendaratan merupakan susunan organisasi pasrat untuk melaksanakan pendaratan. (3) Organisasi Taktis Dasar. Organisasi taktis dasar adalah susunan tugas Pasrat untuk melaksanakan tugas tempur di darat meliputi Satuan-satuan tempur, bantuan tempur dan bantuan administrasi, Bentuk 41 organisasi tersebut harus secepatnya terbentuk sesaat setelah mendarat. 3) Satlakopsud. a) Satlakopsud dari TNI AU yang merupakan bagian dari unsur udara Kogasgab, yaitu: (1) Satuan lntai Udara. (2) Satuan Bantuan Tembakan Udara (BTU) untuk memberikan bantuan tembakan terhadap sasaran di darat dan Serangan Udara Langsung (SUL) terhadap sasaran permukaan laut. b) Pangkogasgabfib mempunyai wewenang komando operasional dan kendali operasional terhadap pesawat- pesawat Satlakopsud TNI AU. Pengendalian operasional dilimpahkan kepada Satuan pengendali yang ditunjuk oleh komponen TNI AU dan selanjutnya berada di bawah pengendalian Kogasgabfib, Wewenang pengendalian operasional dilaksanakan oleh Kapal Pengendali Udara yang berada di bawah Pangkogasgabfib setelah pesawatnya memasuki Identification Safety Range (ISR) yang jaraknya ditentukan oleh Pangkogasgabfib. c) Jenis-jenis operasi udara yang dapat dilaksanakan pada Operasi Amfibi sebagai berikut: (1) Pengintaian udara. (2) Bantuan Tembakan Udara dan Serangan Udara Langsung. (3) Penyekatan udara. (4) Perlindungan pertahanan udara. (5) Dukungan angkutan Iogistik udara. (6) Evakuasi udara dan SAR. h. Satuan Tugas Serang. 1) Dalam keadaan tertentu perlu dibentuk Satuan Tugas Serang yang sejajar dengan Pasrat di dalam Kogasgabfib. Pembentukan Satuan tugas tersebut diputuskan oleh Pangkogasgabfib saat 42 perencanaan, setelah berkonsultasi dengan Komandan Pasrat dan didasarkan pada hal-hal sebagai berikut: a) Diperlukan adanya serbuan yang bersamaan atau hampir bersamaan di tempat pendaratan yang letaknya berjauhan tetapi masih di dalam daerah sasaran Amfibi, sehingga tidak memungkinkan pengendalian langsung yang efektif oleh hanya seorang Komandan. b) Besarnya Satuan yang dilibatkan di luar kemampuan pengendalian terpusat. 2) Satuan tugas serang dibentuk dalam susunan sebagai berikut: a) Satuan Laut. Satuan Laut adalah Organisasi Tugas di bawah Satuan Tugas serang dari unsur Satgasla yang terdiri atas Kapal-Kapal Penyerang dan satuan Bantu yang ditugaskan untuk mengangkut, melindungi, mendaratkan dan membantu Satuan pendarat. b) Satuan Pendarat. Satuan Pendarat adalah Satuan di bawah Satuan tugas serang dan unsur-unsur Pasrat terdiri atas Pasukan yang khusus diorganisasikan, dilatih dan dilengkapi termasuk Satuan penerbangannya apabila ada, untuk mampu melaksanakan operasi pendaratan terhadap suatu kedudukan musuh. 3) Komandan Satuan Tugas Serang diberi wewenang Komando terhadap Satuan Pendarat yang sejajar. 43 GAMBAR 3. ORGANISASI SATUAN TUGAS SERANG KOGASGABFIB KOGASGABFIB SATGASLA PASRAT SATGAS SERANG SATUAN LAUT SATUAN SERANG Keterangan : : Garis Komando : Garis Koordinasi i. Satuan Aju. 1) Satuan Tugas Aju adalah unsur Kogasgabfib yang mendahului badan induk Kogasgabfib menuju ke sasaran. Satuan ini berfungsi untuk menyiapkan daerah sasaran guna pelaksanaan serbuan Amfibi dengan cara melaksanakan operasi-operasi pengintaian, penyapuan ranjau, pengeboman pendahuluan, operasi demolisi bawah permukaan laut, operasi udara dan lain-lain, dengan memperhatikan klasifikasi sasaran tanpa mengabaikan faktor kerahasiaan. Tergantung kepada kebutuhan taktis, maka Satuan Tugas Aju dapat terdiri atas unsur-unsur Satgasla, Pasrat, Dansatlakopsud. 2) Bila akan dilaksanakan Operasi Pendaratan Amfibi seperti perebutan pulau-pulau lepas pantai atau operasi pengintaian darat yang lebih luas, maka ke dalam organisasi Satuan Tugas Aju dapat dimasukkan Satuan Pendarat, Satuan Angkut dan Satuan Pengendali. 3) Pada saat badan induk Kogasgabfib tiba di daerah sasaran, Satuan Tugas Aju dibubarkan dan unsur-unsurnya dikembalikan ke Satuan semula. Waktu pembubaran dan pengembalian unsur-unsur tersebut, komando yang berkepentingan harus mengetahuinya. [ 44 J. Satuan Demontrasi. Satuan Demonstrasi adalah Satuan dari unsur Kogasgabfib yang diorganisasikan untuk melaksanakan operasi dengan tujuan memperdaya musuh. Satuan ini dapat terdiri atas Satuan Pasrat dan satuan-satuan lain seperti yang terdapat dalam Satuan Tugas Aju tersebut di atas. GAMBAR 4. ORGANISASI SATUAN TUGAS AJU KOGASGABFIB KOGASGABFIB SATGASLA PASRAT SATGAS AJU SATUAN LAUT SATUAN SERANG Keterangan : Garis Komando : Garis Koordinasi k. Satuan Lain yang membantu Kogasgabfib. Kemungkinan ada pula Satuan lain ditugaskan membantu Operasi Amfibi tetapi tidak dimasukkan dalam Operasi Kogasgabfib. Ikut sertanya Satuan tersebut didasarkan atas permintaan Kogasgabfib. Apabila satuan ini bertugas pada Daerah Sasaran Amfibi maka berlakulah ketentuan-ketentuan seperti pelaksanaan Operasi Bantu. l. Organisasi Lepas Libat Operasi Amfibi. Pengorganisasian Satuan- satuan, Tanggung Jawab dan hubungan komando selama Lepas Libat Amfibi pada dasarnya sama dengan pada tahap serbuan suatu Operasi Amfibi. Bila akan ada perubahan tanggung jawab dan wewenang komando harus dinyatakan dalam Perintah Operasi Komando Atas. m. Organisasi Raid Amfibi. 1) Prinsip pengorganisasian dan hubungan komando dalam serangan Amfibi berlaku juga untuk Raid Amfibi. 45 2) Pasukan Raid Amfibi bukan merupakan pasukan khusus tetapi Satuan-Satuan tempur biasa yang mendapat latihan khusus, besar kecilnya kekuatan tergantung kebutuhan tugas. 3) Organisasi pasukan raid tidak memiliki organisasi khusus tetapi selalu disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan tugas dengan pengertian adanya pengelompokan unsur-unsur fungsional lainnya, meliputi : Unsur kodal, unsur intai/keamanan, unsur penyerbu, unsur pelindung, unsur cadangan. 4) Pasukan Raid Amfibi dapat melaksanakan operasi berdiri sendiri maupun dibantu operasi lain. GAMBAR 5. BAGAN HUBUNGAN KOMANDO RAID AMFIBI BERDIRI SENDIRI KOGASGABFIB SATGASLA PASRAT SATGAS SERANG TIM RAID SAT LAUT AMFIBI Keterangan : GarisKomandobiasa GarisPengendalianOperasi GarisKoordinasi GarisPengendalianAdministrasi 46 GAMBAR 6. BAGAN HUBUNGAN KOMANDO RAID AMFIBI YANG MEMBANTU OPERASI LAIN KOGASGABFIB SATGASLA PASRAT SATGAS AJU SAT SERANG TIM RAID SAT LAUT AMFIBI Keterangan : Garis Komando biasa Garis Pengendalian Operasi Garis Koordinasi Garis Pengendalian Administrasi 21. Perencanaan Operasi Amfibi. a. Umum. Perencanaan Operasi Amfibi merupakan suatu proses berlanjut, dimulai dari saat diterimanya Petunjuk Pendahuluan oleh Pangkogasgabfib sampai dengan pengakhiran Operasi Amfibi. Proses perencanaan yang dilakukan mengikuti tatanan berupa urutan tindakan yang sering dilakukan dalam pengambilan keputusan untuk melaksanakan suatu operasi. Dalam perencanaan Operasi Amfibi diperlukan koordinasi terinci terhadap semua Satuan yang ikut serta dalam pertimbangan-pertimbangan khusus terhadap kegiatan logistik yang kompleks, penentuan waktu secara tepat untuk pelaksanaan bantuan tembakan, hubungan komando yang efektif serta faktor-faktor operasional lain yang khusus. Dalam Operasi Amfibi kekuatan yang berhadapan pada permulaan operasi tidak berada dalam kontak fisik, sehingga memperbesar 47 kemungkinan timbulnya hal-hal yang tidak dapat diduga sebelumnya bagi satuan penyerang. Oleh karena itu rencana harus disusun dengan kekenyalan maksimal. Pengumpulan informasi yang diperlukan dalam perencanaan Operasi Amfibi lebih sulit dilakukan oleh karena: a) Daerah Sasaran yang terletak jauh. b) Kogasgabfib tidak dalam kontak dengan musuh. c) Badan pengumpul informasi yang tersedia pada umumnya tidak merupakan bagian dari Kogasgabfib. Selang waktu relatif lama antara permulaan perencanaan dan pelaksanaan pendaratan, dapat mengakibatkan adanya perubahan situasi daerah sasaran dan musuh. Waktu yang diperlukan untuk perencanaan Operasi Amfibi tergantung pada beberapa faktor yang berubah, antara lain: Jumlah Satuan, jenis Satuan, Lokasi Satuan yang ikut serta dan tingkat kemahirannya. Konsep Operasi Pasrat harus dikembangkan sebelum konsep operasi laut dan udara dibuat agar kedua operasi tersebut dapat secara efisien mendukung Operasi Pasrat. Dengan demikian konsep Operasi Pasrat harus dirumuskan setepat dan seteliti mungkin. Untuk itu konsep tersebut harus diteliti oleh Komandan Satgasla Satlakopsud untuk disesuaikan dengan kemampuannya serta disetujui oleh Pangkogasgabfib sebelum perencanaan terinci dapat dimulai. b. Dasar Perencanaan. 1) Sifat Perencanaan. Masalah-masalah khusus tersebut di atas mengakibatkan bahwa perencanaan Operasi Amfibi harus dilaksanakan secara bersamaan, sejajar dan terinci meliputi hal-hal sebagai berikut: a) Perencanaan Bersamaan. (1) Perencanaan bersamaan adalah perencanaan yang dilakukan secara bersama oleh dua eselon atau lebih, dalam Satuan Tugas Laut, Pasrat dan Satlakops yang tergabung dalam Kogasgabfib. Berbeda dengan operasi di darat yang biasa, pada Operasi Amfibi perencanaan oleh Satuan bawah dilakukan secara bersamaan dengan perencanaan Satuan atas, 48 sehingga selesainya rencana operasi Satuan bawah akan relatif bersamaan dengan selesainya rencana operasi Satuan atas. (2) Perencanaan bersamaan tersebut timbul dari kenyataan bahwa banyak persoalan yang pada hakekatnya merupakan kepentingan bersama bagi semua Satuan yang ikut serta. Alokasi kapal Amfibi, sarana pendarat dan pesawat udara tidak dapat ditentukan dengan pasti sebelum Satuan bawah merencanakan dan menentukan kebutuhannya. (3) Data intelijen dan data perencanaan lainnya harus dibagikan sedini mungkin sehingga Satuan bawah dapat segera memulai perencanaan. Satuan bawah akan dapat mengembangkan rencana sepenuhnya, setelah konsep Operasi Pasrat ditentukan dan tugas pokok serta pengorganisasian tugas Satuan telah dirumuskan. Untuk ini perintah peringatan, petunjuk perencanaan, rencana garis besar lampiran- lampiran rencana dan Satuan atas harus sege

Use Quizgecko on...
Browser
Browser