Document Details

RefreshingSodium

Uploaded by RefreshingSodium

Hasanuddin University

Dr. dr. Nuralam Sam

Tags

ankle sprain anatomy physical medicine rehabilitation

Summary

This document is a presentation about ankle sprains, covering functions of the ankle and foot, bones, joints, and a range of topics. It's focused on medical knowledge.

Full Transcript

ANKLE SPRAIN Supervisor : Dr. dr. Nuralam Sam, Sp.KFR, M.S. (K), AIFO-K, FEMG. 1 FUNCTIONS OF ANKLE & FOOT  Stability  Provide stable base of support in variety of weight bearing postures  Acts as a...

ANKLE SPRAIN Supervisor : Dr. dr. Nuralam Sam, Sp.KFR, M.S. (K), AIFO-K, FEMG. 1 FUNCTIONS OF ANKLE & FOOT  Stability  Provide stable base of support in variety of weight bearing postures  Acts as a rigid lever for effective push off during gait  Mobility  Absorbs stress & shock – pliability of foot  Propulsion of body in walking  Protection – sensation of sole of foot BONES  26 bones & 2 sesamoid bones; divided into 3 functional segments –  Forefoot – (Anterior)  Metatarsals 5  Phalanges 14  Midfoot – (Middle)  Navicular  Cuboid  Cuneiform 3  Hindfoot – (Posterior)  Talus  Calcaneus JOINTS  25 component joints  Proximal & distal tibiofibular joints  Ankle (Talo-crural ) joint  Talo-calcaneal (subtalar) joint  Talo-navicular joint  Calcaneo-cuboidal joint Transverse tarsal joint  5 tarso-metatarsal joints  5 metatarso-phalangeal joints  9 interphalangeal joints  MCL –  Called as Deltoid ligament  Fan shaped  Superficial & deep fibers from borders of tibial malleolus to navicular, talus & calcaneus.  Extremely strong ligament  Controls medial distraction forces on ankle  Checks motions at extremes of joint range  LCL –  3 separate bands referred as separate ligaments- Anterior talofibular ligament Posterior talofibular ligament Calcaneofibular ligament  LCL components are weaker & more susceptible to injury than MCL  Control varus (lateral distraction) forces DEFINITIONS OF MOTION AXIS  Through fibular malleolus, body of talus & just below or through tibial malleolus.  Tibial torsion – more posterior position of fibular malleolus, due to normal torsion or twist in distal tibia in relation to proximal tibia. Muscles protecting DORSIFLEXION PLANTARFLEXION Tibialis anterior Gastrocnemius EHL Soleus EDL MEDIAL ASPECT LATERAL ASPECT Tibialis posterior FHL Peroneus longus FDL Peroneus brevis ANKLE SPRAIN 10 Ankle sprain melibatkan peregangan atau robeknya ligamen pada ankle Sebagian besar ankle sprain akan pulih 85%  ankle sprain  lateral, melibatkan selama beberapa minggu hingga bulan, ligamen talofibular anterior (ATFL) dan tergantung pada derajat cedera ligamen calcaneofibular (CFL) 20%-40% dari ankle sprain 5%-10% dari semua ankle sprain adalah menghasilkan sequele kronis cedera syndesmotic atau high ankle sprain, Ankle sprain yang tidak sembuh yang melibatkan tear parsial ligamen mungkin disebabkan oleh cedera tibiofibular anterior distal  Memiliki pemulihan pada struktur lain dan memerlukan yang lama dibandingkan ankle sprain lateral pemeriksaan lebih lanjut untuk dan lebih mungkin membutuhkan operasi penyebab lain 5% dari semua ankle sprain melibatkan aspek medial pergelangan kaki, karena ligamen deltoid medial yang kuat cukup tahan terhadap robekan Frontera et al. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation: Musculoskeletal Disorders, Pain, and Rehabilitation. Philadepphia. Elsevier. 2019. Pp. 460-5 PREVALENSI Cedera pada ankle merupakan penyebab umum morbiditas pada populasi umum dan atlet (+ 25.000 ankle sprain per hari membutuhkan perawatan medis di US) Usia 15-24 tahun  Pria > wanita (rasio insiden 1,04) dan sembilan kali lebih mungkin terjadi pada individu yang lebih muda dibandingkan yang lebih tua. Namun, metaanalisis baru-baru ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan, perempuan memiliki insiden yang lebih tinggi daripada laki-laki (13,6 vs 6,94 per 1000 eksposur) Paling sering akibat trauma cedera ligamen akibat olahraga basket, sepak bola, dan voli Frontera et al. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation: Musculoskeletal Disorders, Pain, and Rehabilitation. Philadepphia. Elsevier. 2019. Pp. 460-5 MEKANISME CEDERA Struktur yang robek akan tergantung pada mekanisme dari cedera Stress supinasi dan inversi kaki (paling umum)  Tear struktur lateral pergelangan kaki (terutama ATFL) Stress eversi pergelangan kaki  Tear struktur medial (ligamen deltoid) Stress dorsofleksi dan rotasi eksternal pergelangan kaki  Cedera syndesmotic Frontera et al. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation: Musculoskeletal Disorders, Pain, and Rehabilitation. Philadepphia. Elsevier. 2019. Pp. 460-5 Grade Partial tear ATFL CFL dan PTFL masih utuh Grade II Pembengkakan Dislokasi ringan dengan nyeri (Moderate) Tear komplit ATFL tekan pada aspek dan CFL lateral pergelangan Tear komplit ATFL Tes anterior drawer: Tear komplit ATFL, kaki, tanpa laxity Partial tear CFL Positif, talar tilt: CFL, dan PTFL Tidak ada instabilitas Pembengkakan dan Positif Tes anterior drawer: ekimosis difus, laxity Edem >>, nyeri >>, Negatif, talar tilt : ringan, nyeri tekan, laxity yang Negatif dan instabilitas signifikan, dan moderate instabilitas sendi Tes anterior drawer: Positif, talar tilt: Negatif Grade III Grade I (Berat) (Ringan) Cuccurulo SJ. Musculuskleteal Medicine. In: Physical Medicine and Rehabilitation Board Review. Third Edition. New York. Demosmedical. 2015. Pp: 264-6 Keterbatasan Fungsional Pasien mungkin mengalami kesulitan dalam berjalan akibat nyeri dan bengkak Proprioseptif dan keseimbangan pada pergelangan kaki yang cedera akan menjadi tidak normal, seperti kesulitan dengan berdiri satu kaki pada kaki yang cedera Atlet akan mengalami kesulitan kembali bermain sampai bengkak dan nyeri berkurang dan rehabilitasi hampir selesai Pemulihan yang tidak lengkap atau rehabilitasi yang tidak memadai dapat mempengaruhi pasien untuk cedera kembali Ankle sprain kronis dapat mengakibatkan instabilitas mekanis atau laxity Frontera et al. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation: Musculoskeletal Disorders, Pain, and Rehabilitation. Philadepphia. Elsevier. 2019. Pp. 460-5 GEJALA Pasien melaporkan rasa nyeri, bengkak, dan nyeri tekan pada ligamen yang cedera Beberapa pasien melaporkan sensasi "pop" pada saat cedera Kesulitan weight bearing pada pergelangan kaki yang cedera saat ambulasi Ekimosis selama 24-48 jam pertama Dapat terjadi gejala sensorik di distribusi nervus sural, peroneal superfisial atau profunda Penurunan fungsi dan ROM dengan ketidakstabilan dilaporkan lebih sering di cedera derajat II dan derajat III Frontera et al. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation: Musculoskeletal Disorders, Pain, and Rehabilitation. Philadepphia. Elsevier. 2019. Pp. 460-5 PEMERIKSAAN FISIS Look Move Edema pergelangan kaki dan ROM sendi pergelangan kaki mungkin terbatas oleh kadang-kadang ekimosis di pembengkakan dan nyeri sekitar area cedera, tergantung Penurunan dorsofleksi dapat menjadi predisposisi terhadap pada luasnya cedera ankle sprain Feel Nilai defisit kekuatan atau kelainan refleks yang menunjukkan kemungkinan cedera yang bersamaan Palpasi harus mencakup ATFL dan CFL, area syndesmotic, dan Cedera inversi pergelangan kaki kadang-kadang dikaitkan ligamen deltoid medial, fibula dengan cedera n. Peroneal (jarang): distal, maleolus medial, base N. peroneal superfisial  Perubahan sensorik pada metatarsal kelima, kuboid, dorsum kaki) prosesus lateral dari talus, dan N. peroneus profunda  Perubahan sensorik pada web area epifisis untuk menilai space pertama kemungkinan fraktur. N. peroneal profunda  Penurunan kekuatan dalam dorsofleksi dan eversi. Tes keseimbangan satu kaki untuk menilai sejauh mana kompromi proprioseptif  Singkirkan kemungkinan fraktur Stabilitas pergelangan kaki harus diperiksa melalui berbagai tes dan dibandingkan dengan sisi yang tidak terluka untuk menilai besar translasi abnormal pada sendi. Frontera et al. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation: Musculoskeletal Disorders, Pain, and Rehabilitation. Philadepphia. Elsevier. 2019. Pp. 460-5 SPECIAL TEST Anterior Drawer Test Talar Tilt Test Squeeze Test Tujuan : menilai integritas ATFL. Tujuan : Mengetahui adanya Tujuan : mendiagnosis cedera Metode : Lakukan plantarfleksi gangguan pada lateral ankle/CFL sindesmotik pergelangan kaki sekitar 30o dan (inversion talart tilt) atau medial Metode : Pasien posisi supine dan memberikan kekuatan anterior ankle/kompleks ligamen deltoid remas proksimal fibula dan tibia (eversion talart tilt) pada kalkaneus sementara tibia secara bersama, dan terapkan Metode : Pasien duduk degan distabilkan dengan tangan yang lutut menggantung. Kaki yang sama ke bawah lain. ditempatkan plantarfleksi dan Hasil : Nyeri tekan di atas malleolus Hasil positif :Peningkatan translasi meletakkan kalkaneus posisi lateral menunjukkan keparahan  dibandingkan dengan sisi lain inversi. Nyeri lebih proksimal, cedera lebih menunjukkan cedera pada ATFL Sens 50% - 52%, Spes 88% berat Sens ~100%, spes 75% Sens 30%, Spes 94% Frontera et al. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation: Musculoskeletal Disorders, Pain, and Rehabilitation. Philadepphia. Elsevier. 2019. Pp. 460-5 Harus dipertimbangkan dalam kasus di mana terdapat nyeri tekan pada malleolus lateral, sendi pergelangan kaki, syndesmosis, atau struktur tulang lainnya untuk menyingkirkan fraktur yang mendasarinya Ottawa rule dikembangkan dan divalidasi untuk memperjelas indikasi radiografi pergelangan kaki Direkomendasikan pencitraan ketika ada : X-ray Nyeri tekan di tepi posterior di sepanjang 6 cm bawah atau di atas maleolus lateral atau medial Nyeri tekan sekitar navicular Nyeri tekan base metatarsal kelima Ketidakmampuan untuk menahan berat badan segera pasca cedera Frontera et al. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation: Musculoskeletal Disorders, Pain, and Rehabilitation. Philadepphia. Elsevier. 2019. Pp. 460-5 MRI dan USG MRI dapat membantu mengidentifikasi gangguan jaringan lunak serta mengevaluasi permukaan sendi osteochondral ketika pergelangan kaki tidak membaik meskipun dengan rehabilitasi yang memadai  Cedera osteokondral mungkin tidak segera terlihat, tetapi dapat terjadi kemudian terutama pada kasus dengan instabilitas kronis USG dapat digunakan untuk mengevaluasi lebih lanjut struktur jaringan lunak pergelangan kaki, termasuk cedera ligamen dan subluksasi tendon terkait. Keuntungan USG antara lain kurangnya radiasi dan biaya yang relatif rendah  Sensitivitas 98,9%, spesifisitas 96,2%, dan akurasi 84,2% untuk cedera ATFL Sensitivitas 93,8%, spesifisitas 90,9%, dan akurasi 83,3% untuk cedera CFL Frontera et al. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation: Musculoskeletal Disorders, Pain, and Rehabilitation. Philadepphia. Elsevier. 2019. Pp. 460-5 Diagnosis Banding Frontera et al. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation: Musculoskeletal Disorders, Pain, and Rehabilitation. Philadepphia. Elsevier. 2019. Pp. 460-5 TATALAKSANA 1.Tatalaksana Konservatif -Rehabilitasi: Fase Akut Fase Subakut Fase Maturasi PROTOKOL MANAJEMEN DAN REHABILITASI ANKLE SPRAIN FASE AKUT : tanda dan gejala utama peradangan (nyeri, edema, eritema, hangat pada perabaan, penurunan fungsi) terlihat jelas. Tahap ini dimulai segera setelah timbulnya cedera dan biasanya berlangsung 3 sampai 5 hari. Tujuan utama program rehabilitasi adalah sebagai berikut: Lindungi jaringan yang cedera dari cedera lebih lanjut. Mendorong penyembuhan jaringan. Batasi rasa sakit, bengkak yang terkait dengan peradangan. Pertahankan fungsi jaringan yang tidak cedera. Pertahankan pengkondisian tubuh secara keseluruhan. FASE AKUT Protect, Elevate, Avoid anti-inflammatory modalities, Compress, Educate, (PEACE), Load, Optimism, Vascularisation, Exercise (LOVE) Mobility exercise Perlindungan dengan splinting, bracing, taping terutama pada ankle sprain derajat II atau III. Pasien dengan ankle sprain derajat II atau III juga mungkin memerlukan alat pendukung seperti crutch, cane, atau sepatu boot untuk bergerak. Menjelang akhir fase akut, pulsed ultrasound dapat digunakan untuk membantu proses penyembuhan jaringan sambil membatasi efek termal yang tidak diinginkan yang diperoleh dengan continuous ultrasound. Stimulasi elektrik juga dapat digunakan untuk meminimalkan rasa sakit, bengkak, dan spasme otot. Gambar 3.3 Proteksi dengan splinting, bracing, Taping. PROTOKOL MANAJEMEN DAN REHABILITASI ANKLE SPRAIN FASE SUBAKUT: dimulai sekitar 3 hari setelah cedera dan dapat berlangsung hingga 6 minggu, ditandai dengan penurunan tanda dan gejala peradangan dan dimulainya perbaikan jaringan. Selama fase subakut tujuan utama program rehabilitasi adalah sebagai berikut: Mencegah cedera lebih lanjut. Meminimalkan rasa sakit dan peradangan. Membantu proses penyembuhan jaringan. Mengembalikan ROM dan fleksibilitas. Membangun kembali kontrol neuromuskular dan memulihkan kekuatan otot Memperbaiki kembali proprioception, kelincahan, dan koordinasi. Pertahankan kondisi tubuh secara keseluruhan. FASE SUBAKUT Stimulasi elektrik Termoterapi membantu mengurangi rasa sakit, spasme, dan peradangan subakut. Cryotherapy, terutama setelah aktivitas, untuk mengurangi rasa sakit dan membatasi peradangan. Latihan ROM dan latihan penguatan juga akan memberi perbaikan alignment dan peningkatan kekuatan jaringan parut, asalkan aktivitas tersebut tidak menghasilkan terlalu banyak stres. Teknik pijat terapeutik juga dapat digunakan dimulai dengan teknik “flushing- type” seperti pétrissage untuk meningkatkan sirkulasi darah dan berlanjut ke teknik yang lebih agresif seperti cross-friction massage untuk meningkatkan keselarasan jaringan. Mengayuh sepeda statis Joint mobilization Latihan propioseptif PROTOKOL MANAJEMEN DAN REHABILITASI ANKLE SPRAIN FASE MATURASI: dimulai kira-kira 1 minggu setelah cedera pada sprain derajat I dan sekitar 3 minggu setelah cedera pada sprain derajat III. Selama fase maturasi tujuan utama program rehabilitasi adalah sebagai berikut: Mencegah cedera ulang. Mengembalikan ROM dan fleksibilitas. Meningkatkan kekuatan, daya tahan, dan kekuatan otot. Meningkatkan proprioseptif, kelincahan, dan koordinasi. Meningkatkan keterampilan fungsional (khusus olahraga). Pertahankan kondisi tubuh secara keseluruhan. FASE MATURASI Penggunan taping atau brace untuk dukungan tambahan Teknik stretching agresif yang berfokus pada peregangan beban rendah dan durasi panjang serta peregangan dinamis dapat digunakan untuk mencapai ROM fungsional. Menggabungkan soft tissue techniques, seperti cross-fiber massage dan myofascial release techniques, untuk memecah perlengketan jaringan lunak. Plyometric exercises Dynamic proprioception exercises dengan perturbation (gangguan) Kriteria untuk kembali ke aktivitas setelah ankle sprain akut: 1. Bebas dari nyeri saat beraktivitas 2. Pergelangan kaki tidak bengkak 3. Pergelangan kaki memiliki ROM fungsional 4. Pergelangan kaki memiliki kekuatan otot dan endurance fungsional 5. Memiliki propioseptif, keseimbangan, ketangkasan dan koordinasi agar dapat berpartisipasi secara aman dan efektif 6. Pasien merasa siap secara psikologis untuk kembali ke aktivitas. Algoritme Penanganan Cedera Ankle 35 Lanjutan… 36 Terapi Regeneratif Teknik regeneratif, seperti PRP, adalah pilihan pengobatan yang dapat dipilih untuk cedera jaringan lunak, terutama pada atlet dan profesional Terapi PRP melibatkan injeksi trombosit konsentrasi tinggi dari darah pasien sendiri ke tempat cedera. Dianggap dapat mempercepat penyembuhan dan regenerasi jaringan karena pelepasan protein yang aktif secara imunologis Efikasi pengobatan PRP masih kontroversi  Sebuah RCT kecil membandingkan PRP dengan pengobatan standar pada pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan cedera ankle akut tidak menunjukkan manfaat yang signifikan baik dalam fungsi maupun nyeri Frontera et al. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation: Musculoskeletal Disorders, Pain, and Rehabilitation. Philadepphia. Elsevier. 2019. Pp. 460-5 Pembedahan Pembedahan jarang dilakukan pada ankle sprain Sebagian besar ankle sprain grade III dengan tear total ATFL dan instabilitas tidak diobati dengan pembedahan kecuali jika mengakibatkan instabilitas kronis, bahkan biasa ditunda setelah musim olahraga dengan keberhasilan yang cukup memuaskan Rekonstruksi ligamen ankle lateral melibatkan rekonstruksi anatomi ligamen (Brostrom yang dimodifikasi) dan menyambung tendon melalui fibula (Watson- Jones, Chrisman-Snook). Terlepas dari berbagai teknik, tinjauan literatur ekstensif tidak menunjukkan bukti manfaat perbaikan dari pembedahan dan merekomendasikan operasi untuk cedera kompleks ligamen lateral akut, terlepas dari beratnya Frontera et al. Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation: Musculoskeletal Disorders, Pain, and Rehabilitation. Philadepphia. Elsevier. 2019. Pp. 460-5 TERIMA KASIH 39 MUSCLE SPASM Dr.dr.Nuralam Sam , Sp.KFR, MS (K) , FEMG DEFINISI Muscle Spasm : Suatu kontraksi otot skeletal yang bersifat involunter, dan kadang nyeri. Spasme otot sering digambarkan sebagai rasa tight, pulling atau “cramp sensation” Muscle spasm dan cramps merupakan involuntary muscle contractions (kontraksi otot yang tidak disengaja) namun berbeda dalam durasi, intensitas, dan penyebab yang mendasarinya. Muscle spasm : kontraksi tiba-tiba dan tidak disengaja pada satu atau lebih otot yang biasanya hanya berlangsung beberapa detik atau menit. Muscle crapms : kontraksi yang intens, painful, dan berkelanjutan pada satu atau lebih otot yang dapat berlangsung selama beberapa menit. Tidak semua kejang otot menyakitkan, tetapi beberapa dapat menyebabkan rasa sakit. Hal ini dapat terasa seperti otot melompat atau bergerak sendiri, dengan sensasi ini biasanya hanya berlangsung beberapa detik. Beberapa orang bahkan mungkin bisa melihat otot berkedut. Jika kejang otot merupakan bagian dari kondisi kesehatan neurologis, biasanya akan mengalami gejala lain: nyeri di punggung, leher, atau kepala kelemahan pada otot mati rasa kulit sensasi kesemutan gemetar koordinasi yang buruk gerakan lambat penglihatan ganda masalah tidur kelumpuhan  Otot digunakan secara berlebihan (overused), lelah, sebelumnya terluka ETIOLOGI atau tegang  Meregangkan secara berlebihan (Overstretched) atau berada pada posisi yang sama dalam jangka waktu yang lama  Aktivitas olahraga yang tidak familiar  Berolahraga di suhu panas  Dehidrasi  Ketidakseimbangan elektrolit  Gerakan berulang yang tidak terkontrol Beberapa orang lebih rentan terhadap kejang otot/spasme daripada yang lain : Usia, lebih dari 65 tahun Kondisi hamil, terutama trimester 3 Atlet dengan aktivitas fisik atau latihan yang berlebihan Suhu panas ekstrem Kondisi medis tertentu, seperti penyakit sklerosis multipel Pengaruh psikis dan tingkat stres berlebih Penggunaan obat-obatan tertentu seperti golongan diuretik, statin, atau beta-agonis Konsumsi kafein berlebih Obesitas PATOPHYSIOLOGY Aksi potensial repetitive pada unit motoric dengan frekuensi tinggi (>150/detik) Otot kekurangan cairan dan energi Awalnya fasikulasi otot local, kemudian Otot hipereksitable menyebar ke otot sekitarnya Miller and Layzer. Muscle Cramps. 2005 EVALUASI Anamnesis Pemeriksaan Fisis Pemeriksaan Tambahan Distribusi, onset, severity, Status general Neuroimaging occurrence, frekuensi Postur dan gait EMG Elaborasi nyeri (tumpul dan Status lokalis (look, feel, Tes laboratorium  elektrolit referred/tidak) move)  bulky, perabaan Biopsi otot Riwayat penyakit struktur menegang, lebih sebelumnya atau kondisi nyaman saat ditekan, neurologis sebelumnya, keterbatasan ROM, MMT Riwayat pengobatan dan normal supplemen Special test  tergantung struktur PENANGANAN REHABILITASI Tujuan  menurunkan nyeri dan menurunkan spasme otot Medikamentosa anti nyeri (NSAID dan acetaminophen) dan muscle relaxant Terapi kombinasi NSAID (ibuprofen 3x400mg) + muscle relaxant (chlorzoxazone 3x500mg) selama 7 hari efektif dan superior menurunkan muscle spasm dibandingkan hanya ibuprofen (Patel et al, 2019) Modalitas Terapi suhu  dingin atau panas Dingin : 10-20 derajat Panas : 40-45 derajat 10-15 menit PENANGANAN REHABILITASI Modalitas Deep thermal therapy  relaksasi dan meningkatkan ekstensibilitas jaringan Perhatikan: - Kedalaman otot - Luas daerah - Permukaan area treatment PENANGANAN REHABILITASI PENANGANAN REHABILITASI PENANGANAN REHABILITASI EXERCISE ROM EXERCISE  Stretching belum bisa dilakukan karena nyeri Menggerakkan segmen anggota gerak, ke segala arah 5–10 kali repetisi STRETCHING EXERCISE Membantu meningkatkan ekstensibilitas dari jaringan dan elongasi muscle crossing structures Static stretching  hold dan release 2 – 3 x/minggu (setiap hari), hold 10–30 detik, repetisi 2-4x (volume 60 detik) STRENGTHENING  spasm dapat melemahkan otot F : 2-3 x/minggu MASSAGE I : 20 – 50% 1RM (mild to moderate) Meningkatkan relaksasi secara lokal repetisi 10 – 15 kali dengan Teknik (light (effleurage)/deep 2 – 4 set/sesi stroking) T : per set 2-4 menit; per sesi 48 jam T : isometrik, isotonik, dinamik PROGNOSIS  Sangat tergantung dari penyebab  Membaik sendiri Thank you Insert the title of your subtitle Here Spasme otot dapat didefinisikan sebagai kontraksi otot yang persisten dan tidak disengaja (tidak termasuk spastisitas, suatu fenomena yang berasal dari sistem saraf pusat). Alasan utama mengapa rasa sakit muncul dalam spasme otot adalah iskemia otot, yang menyebabkan penurunan pH dan pelepasan zat yang menyebabkan rasa sakit seperti bradikinin, ATP, dan H+. Konsep lingkaran setan dari spasme otot – rasa sakit otot menyebabkan spasme, yang menyebabkan lebih banyak rasa sakit, dst. – seharusnya sekarang dianggap usang. Sebagian besar penelitian telah menunjukkan bahwa rasa sakit otot menurunkan eksitabilitas neuron motor α yang melayani otot yang sakit (model "adaptasi rasa sakit"). PENANGANAN REHABILITASI BIOFEEDBACK Neuromoscular inhibition (down training) MYOFASCIAL TRIGGER POINT SYNDROME Michael Susanto Supervisor: Dr. dr. Nuralam Sam, Sp.K.F.R., M.S (K), AIFO-K LEARN MORE PENDAHULUAN MTPS dapat menjadi kronik, sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan psikologis, seperti depresi dan cemas. Kriteria Gerwin et al → 1.504 subjek Myofascial trigger point diagnosis yang penelitian (30-60 tahun) → 37% syndrome (MTPS) adalah kumpulan Trigger points paling sering terjadi pada laki-laki dan 65% terjadi gejala dan tanda dari satu atau merupakan lesi digunakan pada wanita. beberapa titik picu (trigger points) dan lokal yang Taut band adalah kriteria dicirikan sebagai nyeri otot akibat mengandung bersifat menurut adanya peningkatan sensitivitas nonsiseptor yang sensitif, pasien Simons, et al terhadap tekanan tersensitisasi dapat merasa (1999) (M. (sentral atau nyeri tajam Donnelly, perifer) dengan ketika tekanan 2019). fenomena terkait dilakukan seperti taut band, tepat dititik nyeri alih, dan tersebut. local twitch Myofascial trigger point syndrome response. dapat didefinisikan sebagai kondisi nyeri musculoskeletal yang bersifat regional dan mempunyai karakteristk adanya taut band dan trigger point. 1. Braddom, R. L., 2011. Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc. 2. Gerwin, R., 2001. Classification, Epidemiology, and Natural History of Myofascial Pain Syndrome.. Current Pain and Headache Reports 5:412– 420 ed. USA: Johns Hopkins University, Department of Neurology. MTPS LATENT VS ACTIVE LATENT MTPS: No spontaneous pain Pain only with vigorous digital pressure May cause different muscle activation pattern or weakness ACTIVE MTPS: Manual patient cause pain Can cause autonomic phenomenon: skin redness, sweating, goose pimpling, dizziness 3 Klasifikasi: MTPS latent vs MTPS spontaneous MTPS laten tidak menimbulkan nyeri spontan sedangkan MTPS aktif menimbulkan nyeri spontan sebagai respon gerakan otot yang terkena saat di palpasi. MTPS Aktif Karakteristik MTPS MTPS Laten Ringan Sedang Berat Taut Band + ++ +++ ++++ Tenderness + ++ +++ ++++ Reffered Tenderness +/- + ++ +++ LTR (local twitch +/- + ++ +++ response) Keterbatasan ROM +/- + ++ +++ Nyeri spontan - + ++ +++ Nyeri alih spontan - +/- + ++ Disfungsi Motorik - +/- +/- + Fenomena otonom - - - +/- Braddom, R. L., 2011. Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc. Karakteristik MTPS Trigger Point LTR (local twitch dan Taut Band Reffered Pain response) Tenderness dapat terjadi ketika otot Serat otot yang berkontraksi dan LTR adalah kontraksi cepat yang tiba- mengalami nyeri sebagai respon didalamnya terdapat trigger point disebut tiba dari sekelompok serat otot (taut band) terhadap kompresi pada trigger point. taut band. Simons dkk mengatakan sebagai respons terhadap snapping Nyeri alih dapat terjadi ketika dilakukan bahwa MTPS selalu ditemukan adanya palpation (kompresi yang cepat melintasi penekanan pada trigger point. Nyeri alih taut band pada serat otot. serat otot secara tegak lurus). spontan biasanya terjadi secara klinis pada kasus MTPS aktif. 1. Braddom, R. L., 2011. Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc. 2. Dommerholt, J. & Huibregts, P., 2011. Myofascial Trigger Point. United States America: Jones and Bartlett Publisher, LLC. Disfungsi Motorik Fenomena Otonom Penurunan kekuatan (kelemahan) otot yang Dalam kasus MTPS yang sangat parah, terjadi sebagai akibat adanya rasa sakit dan fenomena otonom (keringat berlebihan, salivasi biasanya hanya terdapat pada kasus MTPS berlebihan, dan peningkatan respon vasomotor) yang parah. Disfungi motorik yang lain yang dapat terjadi. Seperti contoh MTPS pada otot terkait dengan MTPS termasuk peningkatan sternokleidomastoideus dengan iritabilitas tinggi responsivitas (hiperaktivitas otot). dapat menyebabkan keluarnya air mata dan kemerahan pada konjungtiva. Braddom, R. L., 2011. Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc Simon dan Travell (1991) menyatakan bahwa terdapat tiga ciri pada MTPS yaitu pelepasan asetilkolin, pemendekan sarkomer, dan pelepasan sensitizing substance. Ketiga fitur penting ini berhubungan dengansatu sama lain dalam siklus umpan balik positif Peningkatan pelepasan asetilkolin pada neuromuscular junction (motor endplate) menimbulkan peningkatan ketegangan pada serabut- serabut otot (taut band). Keadaan ini akan menimbulkan krisi energi dimana terjadi peningkatan metabolisme dan iskemia lokal disertai hipoksia sehingga menginduksi pelepasan sensitizing substance yang menimbulkan nyeri Kemudian adanya sensitizing substance akan menimbulkan pelepasan asetilkolin abnormal PATOFISIOLOGI Vicious Cycle Braddom, R. L., 2011. Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc Pelepasan asetilkolin yang abnormal hingga dapat menyebabkan terjadinya taut band formation Dan pada akhirnya dapat menimbulkan nyeri spontan. Kondisi ini disebut dengan sensitisasi perifer Nosiseptor pada trigger point berhubungan dengan sekelompok sel pada dorsal horn di medulla spinalis Jaringan saraf yang terhubung antara trigger point dengan saraf sensorik disebut sirkuit MTPS Bila ada stimulasi yang cukup kuat diberikan pada nosiseptor yang terdapat pada trigger point, maka implus yang kuat ini akan dikirimkan ke saraf sensorik yang menyebabkan terjadinya referred pain Lalu menyebar ke motor neuron sesuai pada kornu anterior untuk mendapatkan LTR melalui medulla spinalis Braddom, R. L., 2011. Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc K+, Bradikinin, Sitokin Tenderness McMahon, S. B., Koltzenburg, M., Tracey, I. & Turk, D., 2013. Wall and Melzack's Textbook of Pain. United States of America: Elsevier. DIAGNOSIS Kriteria yang paling sering digunakan adalah kriteria menurut Simons, et al. Kriteria diagnosis MTPS berupa lima kriteria mayor dan setidaknya satu dari kriteria minor. Menurut klinisi American Pain Society, ada beberapa kriteria minimal untuk diagnosis MTPS yang merupakan distribusi regional dari gejala dan tanda, adanya trigger point dan taut band. Manifestasi menyeluruh kriteria diagnosis MTPS: 1. Braddom, R. L., 2011. Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc. 2. M. Donnelly, J. (2019). Myofascial Pain nd Dysfunction The Trigger Point Manual. Philadelphia: Wolters Kluwer. Diagnosis Myofascial Trigger Point Syndrome Kriteria diagnostik dasar Trigger point Taut band Nyeri tekan Tanda-tanda konfirmasi Nyeri alih LTR Anamnesis dan pemeriksaan fisik Pola distribusi nyeri yang ditunjuk oleh pasien Palpasi : titik nyeri tekan, taut band, nyeri alih, LTR Temuan penunjang Biokimia yang terkait dengan rasa sakit dan peradangan Thermography Ultrasound imaging Braddom, R. L., 2011. Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc Pemeriksaan fisik seperti penilaian postur harus diperhatikan. Luas gerak sendi pada daerah yang terkena saat gerakan pasif dan aktif. Pemeriksaan kekuatan otot pada daerah yang terkena juga perlu dinilai. Palpasi pada jaringan sekitar harus dilakukan seperti palpasi taut band, dan adanya respons otot yang berkedut. Taut band dan trigger point dapat dipalpasi jika diberikan sejumlah tekanan. Palpasi yang dilakukan dapat dengan teknik palpasi datar atau menjepit Simons, T. &., 1999. Myofascial Pain and Dysfunction : The Trigger Point Manual Vol 1 Upper Half of Body Second Edition. United States of America : Williams & Wilkins. M. Donnelly, J. (2019). Myofascial Pain nd Dysfunction The Trigger Point Manual. Philadelphia: Wolters Kluwer. 15 PENATALAKSAAN Metode tatalaksana untuk MTPS Terapi Manual Perenggangan dengan Intermittent cold and stretch Pijatan dengan tekanan yang dalam pada jaringan lunak Pelepasan trigger point Aplikasi Modalitas Ultrasound TENS LLLT RSWT Tusuk Jarum Akupuntur Dry needling Injeksi trigger point Braddom, R. L., 2011. Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc Terapi Spray and Stretch Pasien diposisikan pada posisi nyaman dan rileks Tentukan otot yang terdapat nyeri tekan dan trigger point Pegang vapocoolant spray (Fluori-Methane dan Etilklorida) setinggi 45 cm dari kulit, arahkan semprotan dengan membentuk sudut sekitar 30° dengan permukaan kulit. Vapocoolant spray disemprotkan paralel saru arah dengan serabut otot, dengan kecepatan semprotan sekitar 10 cm per detik. Bersamaan dengan menyemprot vapocoolant lakukan peregangan secara pasif selama 30 detik.. Bila kulit sudah kembali hangat, prosedur spray and stretch dapat kembali diulang. Proses ini dapat diulang sampai 5 kali. Braddom, R. L., 2011. Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc Simons, T. &., 1999. Myofascial Pain and Dysfunction : The Trigger Point Manual Vol 1 Upper Half of Body Second Edition. United States of America : Williams & Wilkins. M. Donnelly, J. (2019). Myofascial Pain nd Dysfunction The Trigger Point Manual. Philadelphia: Wolters Kluwer. Dry Needling Dry needling dilakukan dengan menggunakan jarum filliform tipis untuk menembus kulit dan merangsang trigger point, otot dan jaringan ikat untuk penanganan kasus nyeri musculoskeletal. Istilah dry needling dikarenakan penusukan jarum tidak menggunakan obat apapun. Kontraindikasi Absolut Kontraindikasi Relatif - Pasien dengan fobia jarum - Abnormal bleeding - Bertentangan dengan kepercayaan - Immunocompromised yang dianut pasien - Penyakit vascular - Pasien yang tidak dapat memberikan - Kehamilan consent terkait dengan komunikasi, - Epilepsi kognisi, maupun faktor usia - Psychological disorder - Adanya limfedema yang dapat - Alergi pada tembaga dan nikel meningkatkan resiko terjadinya infeksi atau selulitis Dommerholt, J., & De Las Penas, C. F. (2018). Trigger Point Dry Needling Second Edition. USA: 8 Elsevier Limited. Posisikan pasien sesuai dengan otot yang akan dilakukan dry needling, bantu dengan memberikan penyanggah atau bantalan agar pasien rileks dan otot tidak tegang Identifikasi trigger point dan diberi tanda Sterilkan lokasi yang akan dilakukan injeksi, mula-mula dengan povidone iodine kemudian dengan cairan alkohol setiap kali minimal 3 kali usapan Jepit kulit bagian atas taut band diantara ibu jari dan jari telunjuk. Jepitan jari mengisolasi taut band agar tidak bergeser Jarum ditusukkan kurang lebih 1-1,5 cm dengan arah jarum masuk ke dalam dengan sudut 30°. Gunakan teknik “fast in fast out” untuk memicu LTR. Kedutan lokal ini bertujuan untuk memperkirakan efektivitas dari tindakan. Lakukan penusukan jarum berulang-ulang sekitar taut band tanpa menarik jarum keluar Dommerholt, J., & De Las Penas, C. F. (2018). Trigger Point Dry Needling Second Edition. USA: 8 Elsevier Limited. Prinsip Dasar Injeksi Trigger Point Sebelum Injeksi Tatalaksana konservatif untuk inaktivasi trigger point Identifikasi trigger point Selama Injeksi Secara akurat melokalisasi area nyeri tekan dan taut band Penempatan ujung jarum yang akurat Gerakan cepat dari jarum Beberapa suntikan jarum untuk mendapatkan sebanyak mungkin LTR Setelah injeksi Kompresi pada area injeksi Edukasi Terapi fisik Braddom, R. L., 2011. Physical Medicine & Rehabilitation Fourth Edition. Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc 01 02 PEMILIHAN JARUM 03 LARUTAN INJEKSI Injeksi trigger point Pilihan ukuran jarum Agen anestesi lokal dapat dilakukan pada tergantung pada lokasi menggunakan MTPS kronik atau MTPS otot yang akan Lidokain 1% atau yang tidak dapat disuntikkan. Jarum Prokain 1% yang diterapi dengan harus cukup panjang paling sering manual. Injeksi trigger untuk mencapai knot digunakan. Beberapa point secara efektif kontraksi pada trigger substansi lain, seperti dapat menghilangkan point. Dengan kortikosteroid dapat nyeri. menggunakan jarum digunakan juga pada dengan diameter yang injeksi trigger point lebih kecil dapat mengurangi ketidaknyamanan. Simons, T. &., 1999. Myofascial Pain and Dysfunction : The Trigger Point Manual Vol 1 Upper Half of Body Second Edition. United States of America : Williams & Wilkins. M. Donnelly, J. (2019). Myofascial Pain nd Dysfunction The Trigger Point Manual. Philadelphia: Wolters Kluwer. Ketika trigger point telah ditentukan dan kulit sudah di disinfeksi dengan alkohol Cubit titik tersebut diantara ibu jari dan jari telunjuk atau diantara telunjuk dan jari tengah, yang mana yang lebih nyaman Dengan menggunakan teknik steril, jarum diinsersi 1 hingga 2 cm menjauhi trigger point sehingga jarum tersebut dapat mendekati trigger point dengan sudut 30° terhadap kulit Jari menekan bagian yang akan disuntik, sehingga dapat penetrasi ke trigger point Tekanan yang diberikan membantu untuk mencegah perdarahan dari jaringan subcutaneous dan iritasi pada otot sekitarnya yang dapat menyebabkan perdarahan Simons, T. &., 1999. Myofascial Pain and Dysfunction : The Trigger Point Manual Vol 1 Upper Half of Body Second Edition. United States of America : Williams & Wilkins. M. Donnelly, J. (2019). Myofascial Pain nd Dysfunction The Trigger Point Manual. Philadelphia: Wolters Kluwer. Transcutaneous Electrical Nerve Ultrasound Stimulation (TENS) Diathermy Frekuensi ultrasound yang Pemberian TENS selama 20 menit 1 2 direkomendasikan adalah 0.8 dengan frekuensi 50 Hz dan intensitas sesuai batas hingga 1.0 MHz dengan kemampuan responden. intensitas 0.5-2.0 W/cm2 selama MODALITAS 3 sampai 5 menit Radial 4 3 Shockwave Low Level Laser Therapy Therapy Energi 2.5 bar Panjang gelombang low level laser Interval: 1-2 x minggu therapy yang dianggap cocok adalah Frekuensi: hingga10 Hz 780-904 nm. Dosis LLLT yang dapat 2000 - 4000 pulses per sesi diberikan pada MTPS adalah 4 – 8 3 - 8 terapi Joule/cm2. kesimpulan Myofascial trigger points Nyeri otot dapat menetap dengan syndrome (MTPS) adalah suatu variasi dari ringan hingga sangat kondisi nyeri otot atau fasia, akut berat, dan biasanya dapat hilang maupun kronik, menyangkut dengan sendirinya fungsi sensorik, motorik, atau otonom yang berhubungan dengan trigger points. Diagnosis MTPS dapat ditegakan Prinsip dari penatalaksanannya yaitu melalui anamnesis dan pemeriksaan untuk menghilangakan atau fisik. Pada anamnesis biasanya pasien menonaktifkan trigger point dengan mengeluhkan nyeri tekan, sedangkan tindakan invasive maupun non invasive …. pada pemeriksaan fisik dilakukan serta memberikan edukasi program inspeksi, palpasi untuk menentukan latihan di rumah sehingga nyeri dapat trigger point dan taut band berkurang TERIMA KASIH FIBROMYALGIA POINTS 30 Referred Pain Tender Points: A Pain felt when pressure applied on a very localized tender point and pain is severe: 18 possible locations B Widespread pain, felt in some body A latent trigger point does parts and spine, above, below, left and not cause spontaneous pain, right, remained for around 3 months. but may restrict movement or The pain should be elicited in the cause muscle weakness. The following locations: patient presenting with muscle – Pain on both sides of the body. restrictions or weakness may – Pain at above and below the waist. become aware of pain originating from a latent – Pain along the spine. trigger point only when pressure is applied directly over the point. Impuls saraf tiba di neuronmuscular junction Menyebabkan potensial aksi berlangsung. Potensial aksi pada membran plasma sel otot memicu tubulus T untuk merangsang retikulum sarkoplasma mengeluarkan Ca2+ ke sitosol Ca2+ akan terikat pada sisi troponin sehingga tropomiosin bergerak dan terjadilah perlekatan aktin dan miosin Kepala miosin sudah tereksitasi, miosin dan aktin terikat dan terjadi pemendekan otot. Hal ini terjadi di sepanjang myofibril pada sel otot Selanjutnya myosin akan terlepas dari aktin dan jembatan aktomiosin akan terputus ketika molekul ATP terikat di kepala myosin. Setelah ATP terurai, kepala myosin dapat bertemu lagi dengan aktin di tropomiosin. Terakhir proses kontraksi otot ini dapat berlangsung selama tersedia nya ATP dan ion Ca2. Pada saat impuls terhenti, ion Ca2 akan kembali ke reticulum sitoplasma. Kontraksi otot (aktivitas sinaptik) Terjadi potensial aksi Saluran kalsium terbuka Masuknya kalsium mengaktifkan enzim → vesikel yang mengandung molekul neurotransmitter dan melepaskan neurotransmitter di sinaps Neurotransmitter untuk otot rangka selalu asetilkolin Reseptor pada serat otot adalah reseptor kolinergik Reseptor ini adalah reseptor nicotinic Sherwood : Human Physiology 8th edition Relaksasi otot Ach dikeluarkan dari reseptor oleh asetilkolinesterase Penutupan saluran Na+ Pompa Na/K membangun kembali RMP Ion Ca++ meninggalkan troponin dan dibawa kembali ke sisterna (proses ini membutuhkan energi) Tropomiosin bergerak kembali ke situs aktif aktin Kepala miosin melepaskan ikatannya dengan aktin Filamen secara pasif bergerak kembali ke posisi istirahat Sherwood : Human Physiology 9th edition Sherwood : Human Physiology 9th edition Metabolisme otot ❑ Serat otot menggunakan ATP (hanya beberapa detik pertama) untuk kontraksi ATP kemudian harus dihasilkan oleh sel otot: - dari creatine phosphate - dari glukosa dan glikogen - dari Fosforilasi oksidatif ❑ Pembentukan ATP dari senyawa di atas dimungkinkan jika ada oksigen dikirim ke otot oleh mioglobin, molekul dengan afinitas tinggi terhadap oksigen dan terkait dengan hemoglobin. ❑ Jika kontraksi otot secara terus-menerus, otot mungkin tidak memiliki cukup oksigen yang dikirim oleh mioglobin → glikolisis anaerobik dengan hanya 2 ATP yang dibentuk per glukosa dan sintesis asam laktat Sherwood : Human Physiology 9th edition Transcutaneous Electrical Low Level Laser Nerve Stimulation (TENS) Ultrasound Diathermy Therapy TENS bekerja dengan Efek termal ultrasound Laser therapy khususnya menstimulasi serabut tipe α β akan memberikan sensasi low level laser therapy yang bisa mengurangi nyeri panas lokal pada daerah diketahui merusak siklus (Corwin 2009). TENS ini kapsul sendi, otot ataupun pada trigger point dengan juga dapat menstimulasi ligamen yang dapat mengurangi spasme pada produksi anti nyeri alamiah menimbulkan vasodilatasi pembuluh darah yang tubuh yakni endorfin (James pembuluh darah dan penting untuk oksigenasi et al. 2008) (Simons, 1999). menghasilkan peningkatan otot dan meningkatkan ATP Pemberian TENS selama 20 sirkulasi darah ke daerah yang dan efeknya untuk menit dengan frefekuensi 50 terkena sehingga mengatasi melepaskan endorphin Hz dan intensitas sesuai batas spasme otot (Simons, 1999). (Simons, 1999). kemampuan responden Frekuensi ultrasound yang Panjang gelombang low (Jerald, 2006). direkomendasikan adalah 0.8 level laser therapy yang hingga 1.0 MHz dengan dianggap cocok adalah 780- intensitas 0.5-2.0 W/cm2 904 nm. Dosis LLLT yang selama 3 sampai 5 menit. dapat diberikan pada MTPS adalah 4 Joule/cm2-8 Joule/cm2.

Use Quizgecko on...
Browser
Browser