Terapi Nutrisi untuk Konstipasi

Choose a study mode

Play Quiz
Study Flashcards
Spaced Repetition
Chat to Lesson

Podcast

Play an AI-generated podcast conversation about this lesson
Download our mobile app to listen on the go
Get App

Questions and Answers

Berdasarkan kriteria ROME II, kondisi berikut yang bukan merupakan indikator diagnostik konstipasi adalah…

  • Kotoran yang cair dan berlendir. (correct)
  • Buang air besar kurang dari 3 kali seminggu.
  • Adanya sensasi obstruksi atau blokade saat buang air besar.
  • Evakuasi yang terasa belum selesai.

Seorang pasien mengeluhkan konstipasi kronis. Langkah pertama yang sebaiknya dilakukan dokter, berdasarkan alur diagnosis konstipasi, adalah...

  • Melakukan pemeriksaan rektal digital untuk mengevaluasi adanya impaksi feses.
  • Memberikan laksatif osmotik untuk melancarkan buang air besar.
  • Mengidentifikasi potensi penyebab sekunder dari konstipasi melalui riwayat medis dan pemeriksaan fisik. (correct)
  • Menjalankan pemeriksaan kolonoskopi untuk menyingkirkan adanya obstruksi di usus besar.

Berikut ini adalah gejala konstipasi, kecuali…

  • Nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut.
  • Buang air besar dengan frekuensi normal namun dengan kesulitan. (correct)
  • Perasaan seperti ada blokade anorektal.
  • Kotoran yang keras saat buang air besar.

Manakah dari pernyataan berikut yang paling tepat menggambarkan peran pemeriksaan rektal digital dalam evaluasi konstipasi?

<p>Untuk mengevaluasi adanya impaksi feses dan tonus otot sfingter. (D)</p> Signup and view all the answers

Dalam alur diagnosis konstipasi, setelah mengidentifikasi potensi penyebab sekunder, langkah selanjutnya yang paling tepat adalah…

<p>Mengoptimalkan terapi untuk mengatasi penyebab sekunder yang ditemukan. (C)</p> Signup and view all the answers

Dalam diagnosis konstipasi fungsional menggunakan kriteria ROME III, berapa persentase minimal proses defekasi yang harus mengalami ketegangan agar memenuhi kriteria?

<p>25% (C)</p> Signup and view all the answers

Seorang pasien datang dengan keluhan konstipasi kronis. Berdasarkan kriteria ROME III, gejala manakah yang, jika terjadi pada minimal 25% defekasi, akan mendukung diagnosis konstipasi fungsional?

<p>Sensasi blokade anorektal (B)</p> Signup and view all the answers

Apa langkah awal yang disarankan dalam penanganan konstipasi berdasarkan informasi yang diberikan sebelum mempertimbangkan kolonoskopi?

<p>Modifikasi gaya hidup (C)</p> Signup and view all the answers

Seorang pasien mengalami kesulitan buang air besar dan harus melakukan manuver manual setiap kali mencoba buang air besar. Berapa persentase minimal defekasi yang memerlukan manuver manual agar memenuhi kriteria konstipasi fungsional menurut ROME III?

<p>25% (B)</p> Signup and view all the answers

Mengapa penting untuk mengidentifikasi tipe konstipasi pada pasien dengan keluhan tersebut?

<p>Untuk membedakan antara konstipasi fungsional dan organik. (C)</p> Signup and view all the answers

Flashcards

Kriteria ROME II untuk Konstipasi

Kriteria diagnostik konstipasi menurut ROME II melibatkan dua atau lebih kondisi seperti mengejan, kotoran keras, evakuasi tidak selesai, sensasi obstruksi, atau kurang dari 3 kali BAB per minggu.

Gejala Umum Konstipasi

Gejala umum konstipasi termasuk nyeri atau ketidaknyamanan perut, kotoran keras, rasa tidak tuntas saat BAB, mengejan berlebihan, sensasi blokade anorektal, dan kebutuhan manuver manual.

Fitur Alarm pada Konstipasi

Fitur alarm pada konstipasi mengindikasikan perlunya investigasi lebih lanjut untuk mengidentifikasi potensi penyebab sekunder konstipasi.

Identifikasi Penyebab Sekunder Konstipasi

Penyebab sekunder konstipasi diidentifikasi melalui riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan rektal digital.

Signup and view all the flashcards

Terapi untuk Penyebab Sekunder Konstipasi

Jika ditemukan penyebab sekunder konstipasi, terapi difokuskan untuk mengoptimalkan penanganan penyebab tersebut.

Signup and view all the flashcards

Kriteria ROME III: Konstipasi Fungsional

Kriteria diagnostik untuk konstipasi fungsional berdasarkan ROME III, yang mengharuskan setidaknya dua gejala tertentu hadir.

Signup and view all the flashcards

Gejala: Mengejan Saat BAB

Merasakan harus mengejan secara berlebihan saat buang air besar setidaknya pada 25% waktu.

Signup and view all the flashcards

Gejala: Feses Keras

Feses yang keras dan sulit dikeluarkan, terjadi setidaknya pada 25% dari buang air besar.

Signup and view all the flashcards

Gejala: Evakuasi Tidak Tuntas

Perasaan bahwa buang air besar tidak tuntas, terjadi setidaknya pada 25% dari buang air besar.

Signup and view all the flashcards

Gejala: Blokade Anorektal

Merasa ada penyumbatan di area anorektal yang menghambat buang air besar, setidaknya pada 25% waktu.

Signup and view all the flashcards

Study Notes

Terapi Nutrisi Pada Masalah Saluran Cerna Bawah

  • Konstipasi didefinisikan dengan kriteria ROME II yang diperkenalkan pada tahun 2000.
  • Kriteria diagnostik konstipasi meliputi:
    • Mengejan saat buang air besar.
    • Kotoran yang menggumpal atau keras.
    • Evakuasi yang tidak selesai.
    • Sensasi adanya obstruksi atau blokade.
    • Kurang dari 3 kali defekasi per minggu.
  • Gejala konstipasi umum termasuk nyeri abdominal atau ketidaknyamanan, kotoran yang keras, defekasi yang terasa tidak komplit, ketegangan berlebihan, sensasi blokade anorektal, dan kebutuhan manuver manual.
  • Tabel 1 memuat kriteria diagnostik ROME III mengenai konstipasi fungsional.
  • Harus terdapat setidaknya 2 gejala berikut:
    • Ketegangan setidaknya 25% dari proses defekasi.
    • Kotoran keras setidaknya pada 25% defekasi.
    • Sensasi evakuasi inkomplit setidaknya pada 25% defekasi.
    • Sensasi blokade anorektal setidaknya pada 25% defekasi.
    • Butuh manuver manual untuk memfasilitasi setidaknya 25% defekasi.
    • Kurang dari 3 kali defekasi per minggu.
    • Kotoran lembut jarang ditemukan tanpa penggunaan laksatif.
    • Kriteria untuk sindrom iritasi usus besar (IBS) belum terpenuhi.
    • Kriteria harus terpenuhi dalam tiga bulan terakhir, dengan gejala timbul setidaknya enam bulan sebelum diagnosis.

Dukungan Pengobatan pada Konstipasi

  • Obat pencahar harus dipertimbangkan hanya jika terapi konservatif gagal atau dalam kasus yang rumit.
  • Agen pembentuk massa dapat menahan air di isi usus, meningkatkan dan melunakkan kotoran. Contohnya termasuk suplemen serat oral seperti psyllium, metilselulosa, dan polikarbofil.
  • Agen hiperosmolar yang tidak diserap menyebabkan diare melalui perpindahan cairan osmotik.
  • Garam magnesium efektif untuk pengosongan cepat, tetapi penggunaannya harus sekali saja karena hipermagnesemia dapat terjadi jika sering digunakan.
  • Laktulosa bekerja lebih lambat dibandingkan garam dan dapat digunakan untuk pengobatan jangka panjang saat terapi diet tidak memungkinkan atau tidak efektif, tetapi dapat menyebabkan gas.
  • Sorbitol tidak seefektif laktulosa, tetapi memiliki fungsi yang sama.
  • Gliserin tersedia sebagai supositoria.
  • Formulasi polyethylene glycol tidak mengandung elektrolit.
  • Suplemen serat bermanfaat untuk meredakan sembelit, termasuk psyllium (Metamucil), metilselulosa (Citrucel), dan akar konjak Jepang (glukomanan).
  • Kombinasi 25 g serat dan 1,5-2,0 L cairan setiap hari lebih efektif untuk meredakan konstipasi kronis fungsional dibandingkan asupan serat saja.
  • Hindari susu sapi karena dapat menunjukkan antibodi IgE terhadap antigen susu sapi.
  • Jika asupan kalsium diperhatikan, gunakan susu kedelai, susu beras, atau susu almond sebagai pengganti susu sapi.

Short Bowel Syndrome (SBS)

  • Reseksi ileal mayor dapat menyebabkan interupsi pada siklus enterohepatik garam empedu.
  • Gangguan pada sumbu usus dan hati dapat menyebabkan steatosis hati parah, kolestasis, progres pembentukan fibrosis, sirosis, dan insufisiensi hepatik.
  • Pasien dapat mengalami gagal hati cepat, membuktikan pentingnya poros usus-hati.
  • Kondisi hati dapat diperburuk oleh berkurangnya massa tubuh, kekurangan glutamin, pertumbuhan bakteri berlebihan, dan pola makan parenteral.
  • Hal ini paling jelas terlihat pada bayi prematur dengan necrosing enterocolitis (NEC) yang membutuhkan reseksi besar dan SBS yang memerlukan nutrisi parenteral total.

Irritable Bowel Syndrome (IBS)

  • Tidak ada kelainan struktural yang mudah diidentifikasi pada pasien IBS.
  • Diagnosis dibuat berdasarkan kriteria Rome IV.
  • Kriteria Rome IV: nyeri perut berulang rata-rata setidaknya 1 hari/minggu, disertai 2 atau lebih kriteria berikut:
    • Berhubungan dengan buang air besar.
    • Terkait dengan perubahan frekuensi tinja.
    • Terkait dengan perubahan bentuk tinja.
  • Kriteria ini harus terpenuhi selama 3 bulan terakhir dengan onset gejala setidaknya 6 bulan sebelum diagnosis.

Pemeriksaan Diagnostik dan Intervensi pada Pasien IBS

  • Diet rendah FODMAP (Fermentable Oligosaccharides, Disaccharides, Monosaccharides, and Polyols) dikembangkan khusus untuk IBS.
  • FODMAP adalah istilah kolektif untuk karbohidrat rantai pendek yang tidak sepenuhnya diserap di usus halus.
  • Ini termasuk oligosakarida seperti fruktan dan galakto-oligosakarida, laktosa, fruktosa (dalam jumlah lebih tinggi dari glukosa), serta poliol seperti sorbitol dan manitol.
  • FODMAP bersifat osmotik aktif, menyebabkan peningkatan kadar air di lumen usus.
  • Langkah-langkah diagnostik dan intervensi IBS berdasarkan pedoman NICE:
    • Langkah 1: Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik rinci.
    • Langkah 2: Tes diagnostik terbatas (misalnya, pemeriksaan serologi penyakit celiac dan pengukuran calprotectin fekal).
    • Langkah 3: Penerapan kriteria Rome IV dan saran diet dan gaya hidup atau pengobatan farmakologis.
    • Langkah 4: Saran diet dan gaya hidup (pola makan sehat, batasi faktor pemicu, aktivitas fisik).
    • Langkah 5: Manajemen diet lanjutan (diet rendah FODMAP).
    • Langkah 5: Terapi psikologis.

Rekomendasi Nutrisi pada IBS

  • Diet tinggi buah, sayuran, dan asam lemak n-3, serta rendah asam lemak n-6 dikaitkan dengan penurunan risiko IBS.
  • Kebutuhan protein meningkat pada IBD aktif (1,2-1,5 g/kg/hari pada orang dewasa).
  • Suplementasi zat besi direkomendasikan untuk semua pasien IBD dengan anemia defisiensi besi.
  • Pada pasien IBD (dewasa dan anak-anak) dengan penyakit aktif atau yang menjalani terapi steroid, pantau kadar kalsium serum dan 25(OH) vitamin D dan berikan suplementasi jika perlu untuk mencegah kepadatan mineral tulang yang rendah.

Peran Probiotik pada IBS

  • Probiotik dapat menghambat bakteri melalui produksi bakteriosin atau biosurfaktan dengan aktivitas antimikroba, serta menurunkan pH lumen.
  • Sel Paneth merangsang produksi peptida antimikroba dan lendir, mencegah kontak langsung antara patogen lumen dan epitel.
  • Probiotik meningkatkan integritas epitel dengan mendorong sekresi lendir, produksi defensin, dan sintesis protein di struktur tight junction antara enterosit.

Studying That Suits You

Use AI to generate personalized quizzes and flashcards to suit your learning preferences.

Quiz Team

Related Documents

More Like This

Use Quizgecko on...
Browser
Browser