Ekosistem Daratan sebagai Sumber Pangan

Lingkungan fisik yang meliputi iklim, tanah, air, vegetasi, dan benda di atasnya. Faktor-faktor ini memengaruhi penggunaan lahan.

Bidang lahan yang secara khusus diperuntukkan untuk usaha pertanian.

Usaha manusia dalam mengelola lahan dan agroekosistem. Ini melibatkan penggunaan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk mencapai ketahanan pangan.

Bagian daratan bumi, termasuk tanah dan faktor-faktor yang memengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, dan aspek geologi dan hidrologi.

Keluarga yang mengelola usaha pertanian dengan tujuan menjual sebagian atau seluruh hasil panennya. Mereka bisa memiliki lahan sendiri, bekerja sama, atau mengolah lahan orang lain dengan menerima upah.

Sistem yang terdiri dari tanaman atau hewan yang dibudidayakan bersama dengan lingkungan sekitarnya (tanah, air, iklim) yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia.

Kemampuan suatu negara untuk menentukan kebijakan pangannya sendiri dan memastikan akses terhadap makanan yang cukup, aman, dan bergizi bagi seluruh penduduknya.

Kemampuan suatu negara untuk menyediakan akses pangan yang cukup bagi seluruh penduduknya secara berkelanjutan, meskipun menghadapi berbagai tantangan seperti bencana alam atau konflik.

Ruta yang mengelola tanaman pangan dengan tujuan seluruh hasilnya digunakan untuk konsumsi sendiri (tidak dijual) juga termasuk dalam ruta usaha pertanian.

Lahan berfungsi sebagai sumber daya utama untuk produksi serealia, umbi-umbian, kacang-kacangan, sayur dan buah, buah/biji berminyak, daging, susu, telur, dan ikan.

Aktivitas ekonomi meliputi permukiman, pembangunan infrastruktur (jalan, bendungan, industri, dan lain sebagainya).

Fragmentasi lahan akibat proses pewarisan dan penjualan tanah sawah menyebabkan menyusutnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan (konversi menjadi non pertanian).

Pola konsumsi pangan tergantung dari ketersediaan (produksi dan cadangan), distribusi, dan rumah tangga.

Kebijakan dalam konsumsi meliputi kebijakan sistem pangan (produksi, distribusi, pemasaran, dan konsumsi) dan kebijakan di bidang sosial (penanggulangan kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan gizi).

Faktor-faktor penyebab ketidakcukupan gizi meliputi anggaran pangan keluarga minim, pangan tertentu tidak tersedia dalam jumlah yang cukup, dan rendahnya pengetahuan akan pangan dan gizi.

Kampanye diversifikasi konsumsi, pemanfaatan pekarangan, pengembangan pangan lokal, dan pengolahan pangan lokal.

Tandon pangan di ladang meliputi kimpul, gembili (cemilan), talas, dan singkong (tiwul) sebagai pengganti nasi.

Negara maju memiliki suplai pangan melimpah dan daya beli tinggi sehingga menyebabkan kelebihan gizi (obesitas, diabetes, dan lain-lain), sedangkan negara berkembang memiliki double burden (gizi kurang dan gizi lebih).

Permintaan pangan di berbagai negara dipengaruhi oleh tingkat perkembangan ekonomi dan pertumbuhan penduduk. Negara miskin memiliki permintaan pangan yang rendah karena hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar. Negara sedang berkembang memiliki permintaan pangan yang meningkat karena pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Negara maju memiliki permintaan pangan yang tinggi karena kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi yang pesat.

Ketahanan pangan tidak hanya terkait dengan ketersediaan pangan, tetapi juga meliputi lapangan kerja, pendapatan, dan akses terhadap sumber daya.

Ketahanan pangan di kota dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk tingkat upah dan daya beli, lapangan kerja, lingkungan kumuh, dan urbanisasi yang dapat menyebabkan kekurangan energi kronis.

Ketahanan pangan di desa ditentukan oleh hasil pertanian dan dicerminkan oleh konsumsi pangan yang cukup, pertumbuhan fisik anak yang baik, dan kualitas pangan.

Beberapa faktor menunjukkan ketahanan pangan, seperti penurunan produksi pangan, persentase pengeluaran pangan, fluktuasi harga pangan, perubahan kehidupan sosial, dan konsumsi dan status gizi.

Keluarga besar, khususnya dengan banyak anak kecil, cenderung mengalami KEP karena mereka mendahulukan makanan pokok dan memiliki akses ekonomi dan sosial yang terbatas.

Ketahanan pangan rumah tangga dipengaruhi oleh faktor sosial-budaya, pendapatan, produksi pangan, pengetahuan pangan dan gizi, konsumsi pangan, lingkungan, status gizi, dan pelayanan kesehatan.

Pekarangan adalah area dekat rumah yang bisa dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti menanam sayur, memelihara hewan, atau sekadar tempat bersantai.

Karakteristik pekarangan meliputi lokasinya yang dekat rumah, akses ke sumber air, luas yang bisa berbeda, digunakan untuk menanam sayur, membutuhkan modal yang rendah, hasil panen umumnya untuk konsumsi rumah tangga, dan dikelola bersama anggota keluarga.

Pekarangan memiliki banyak fungsi penting, mulai dari menghasilkan makanan untuk mencukupi kebutuhan keluarga, menghasilkan tambahan penghasilan, hingga menjadi tempat bersosialisasi dan membangun keindahan.

KRPL adalah singkatan dari Kawasan Rumah Pangan Lestari. Ini adalah program yang mendorong masyarakat untuk memanfaatkan pekarangan mereka secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan pangan.

Melalui pemanfaatan pekarangan, kita bisa mencapai kemandirian dan ketahanan pangan. Artinya, keluarga bisa mencukupi kebutuhan pangannya sendiri, meningkatkan pendapatan, dan mengonsumsi makanan yang beragam dan bergizi.

KRPL membantu masyarakat mengelola pekarangan mereka sebagai sumber pangan berkelanjutan, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Pekarangan memiliki beberapa istilah lain, seperti warung hidup, lumbung hidup, apotek hidup, dan tabungan hidup. Ini menunjukkan berbagai potensi yang bisa dimaksimalkan dari pekarangan.

Program yang mendorong masyarakat untuk memanfaatkan pekarangan sebagai sumber pangan berkelanjutan, meningkatkan akses pangan, pendapatan, dan mengatasi stunting.

Program P2L bertujuan meningkatkan ketersediaan pangan, aksesibilitas, pemanfaatan pangan, dan pendapatan bagi masyarakat.

P2L menguntungkan masyarakat dengan meningkatkan pendapatan, mengurangi stunting, dan meningkatkan ketahanan pangan keluarga.

Tanaman yang ditanam di pekarangan dipilih berdasarkan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, menggunakan sumber pangan lokal, serta memiliki nilai ekonomi.

Tanaman yang biasanya ditanam di pekarangan P2L meliputi sayuran, rempah, obat-obatan, buah-buahan, ikan, dan ternak kecil.

Kondisi dimana individu atau populasi memiliki kemampuan terbatas untuk mengatasi perubahan lingkungan, seperti perubahan iklim atau penyakit.

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang berfokus pada pengentasan kemiskinan dan mengakhiri kelaparan melalui ketahanan pangan, perbaikan gizi, dan sistem pertanian berkelanjutan.

Pembagian wilayah di Indonesia berdasarkan tingkat kerentanan terhadap ketahanan pangan, dengan 6 kategori: sangat rentan, rentan, agak rentan, agak tahan, tahan, dan sangat tahan.

Upaya untuk mengurangi dan meningkatkan ketahanan menghadapi dampak perubahan iklim dengan memantapkan ketahanan pangan.

Upaya pengendalian untuk mengurangi risiko akibat perubahan iklim melalui kegiatan yang dapat menurunkan emisi gas rumah kaca.

Sektor peternakan menghasilkan emisi gas rumah kaca, seperti metana dari pencernaan hewan dan karbondioksida dari proses distribusi pakan dan komoditas hasil peternakan.

Pembukaan lahan untuk menanam komoditas bahan baku pakan ternak dapat menyebabkan deforestasi yang memperburuk pemanasan global.

Kegiatan distribusi produk peternakan seperti daging, susu, dan telur, membutuhkan bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi gas karbondioksida.

Strategi untuk meminimalisir emisi gas CO2 di sektor peternakan, seperti pembagian kuota ekspor dan impor ternak, pengurangan kuota impor, dan pemerataan daerah sentra peternakan.

Produksi jagung dan kedelai sebagai bahan baku pakan ternak membutuhkan lahan yang luas dan dapat menyebabkan deforestasi.

Penerapan Integrated Farming System (IFS) di sekitar peternakan dapat digunakan untuk menanam komoditas bahan pakan dan mengurangi deforestasi.

Pabrik pupuk kimia yang digunakan untuk produksi jagung dan kedelai menghasilkan emisi gas rumah kaca yang mencemari atmosfer.

Menggunakan lumpur feses atau sludge sebagai pupuk untuk tanaman bahan pakan dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia.

Strategi yang menggabungkan upaya adaptasi dan mitigasi dalam menghadapi perubahan iklim, seperti optimasi lahan pekarangan dan diversifikasi sumber karbohidrat alternatif.

Kebun gizi merupakan sistem penanaman yang dapat diterapkan di sekitar rumah atau pekarangan untuk menyediakan sumber pangan yang bergizi.