Modul Cerdas Cermat APBN 2024-97-114.pdf
Document Details
Uploaded by SupportingRose2038
Tags
Full Transcript
BAB 5 EVALUASI, PELAPORAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN APBN Kita Belajar Apa? Halo teman-teman semua! Tidak terasa kita sudah memasuki Bab 5. Pada bab ini, kita akan mempelajari tentang penyelesaian siklus APBN. Sebelumnya pada Bab...
BAB 5 EVALUASI, PELAPORAN, DAN PERTANGGUNGJAWABAN APBN Kita Belajar Apa? Halo teman-teman semua! Tidak terasa kita sudah memasuki Bab 5. Pada bab ini, kita akan mempelajari tentang penyelesaian siklus APBN. Sebelumnya pada Bab 4, teman-teman sudah mempelajari tentang pelaksanaan APBN. Selanjutnya, teman-teman akan mempelajari tentang monitoring dan evaluasi kinerja, pelaporan, pemeriksaan, serta pertanggungjawaban APBN. Secara lebih rinci, teman-teman bisa melihat mind map pada Gambar 5.1 untuk mendapatkan gambaran awal mengenai materi yang akan teman-teman baca pada bab ini. Gambar 5.1 Mind Map Materi Evaluasi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban APBN 5.1 Monitoring dan Evaluasi Kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau yang sering kita kenal dengan sebutan APBN merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah yang sumber dananya berasal dari rakyat. Karena dananya berasal dari rakyat, maka APBN harus dikelola semaksimal mungkin agar manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan di benak kita, apakah APBN sudah dikelola dengan baik? Apakah APBN sudah dikelola secara efektif dan efisien? Lalu kira-kira bagaimana cara kita memastikan APBN sudah dikelola secara efektif dan efisien? Nah, semua pertanyaan itu akan terjawab melalui monitoring dan evaluasi anggaran atau yang sering disingkat dengan istilah monev anggaran. Monitoring dan evaluasi (monev) pada dasarnya mengkaji kesesuaian kegiatan yang dilaksanakan dengan rencana dan tujuan awal. Melalui monev, masalah atau kendala yang mungkin timbul dapat diidentifikasi sehingga dapat langsung diatasi. Monev anggaran merupakan bukti dan bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat atas penggunaan anggaran sekaligus sebagai bahan evaluasi agar program/kegiatan selanjutnya bisa lebih berdaya guna dan berhasil guna (memenuhi prinsip efektivitas dan efisiensi). Dengan demikian, hasil monev tidak hanya berguna sebagai sarana pertanggungjawaban kepada 87 masyarakat, tetapi juga sebagai bahan perbaikan terhadap perencanaan dan pelaksanaan anggaran pada periode berikutnya. 5.1.1 Konsep Dasar Monitoring dan Evaluasi Kinerja Anggaran 5.1.2.1 Pengertian Monitoring dan Evaluasi Anggaran Secara konsep, monitoring dan evaluasi adalah dua hal yang berbeda, tetapi keduanya saling terkait satu sama lain. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, monitoring merupakan kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan serta mengidentifikasi sekaligus mengantisipasi permasalahan yang timbul atau akan timbul agar dapat diambil tindakan sedini mungkin. Dengan kata lain, monitoring lebih berfokus pada kegiatan yang sedang berlangsung. Sementara itu, evaluasi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 adalah kegiatan membandingkan realisasi input, output, dan outcome terhadap rencana dan standar. Sederhananya, evaluasi baru dilakukan ketika kegiatan telah berakhir untuk melihat hasil dari kegiatan yang telah dilaksanakan. Berikut ini Tabel 5.1 yang menyajikan perbedaan antara monitoring dan evaluasi. Tabel 5.1 Perbedaan Monitoring dan Evaluasi No. Determinan Monitoring Evaluasi 1. Kapan? Terus-menerus Setelah program/kegiatan berakhir Untuk memastikan bahwa kegiatan yang Untuk mendapatkan informasi, pelajaran, dan dilaksanakan telah sesuai dengan rencana pengalaman terkait pengelolaan kegiatan atau 2. Tujuan? dan untuk mengidentifikasi masalah yang proyek sebagai umpan balik bagi perencanaan timbul agar langsung dapat diatasi. selanjutnya. 3. Pihak yang terlibat? Unit internal organisasi Unit internal dan eksternal organisasi Manajer, staf, donor, konsultan, stakeholder, dan 4. Pengguna? Manajer dan staf organisasi lain Koreksi mayor terhadap program atau kegiatan, Koreksi minor terhadap program atau 5. Penggunaan hasil? perubahan kebijakan, strategi masa mendatang, kegiatan dan termasuk pula penghentian program. 5.1.2.2 Tujuan dan Fungsi Monitoring dan Evaluasi Anggaran Sebagai salah satu instrumen Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK), monev bertujuan untuk: 1) meningkatkan efisiensi dan efektivitas anggaran pemerintah; 2) sebagai early warning capaian kinerja anggaran tahun berjalan; 3) sebagai feedback anggaran di tahun mendatang sehingga perencanaan anggaran pemerintah pada periode berikutnya dapat mempertimbangkan hasil monev sebagai bahan perbaikan; serta 4) sebagai bahan pertimbangan penetapan kebijakan alokasi anggaran dan penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA- K/L). Pada dasarnya, terdapat 3 (tiga) fungsi utama monev. Pertama, fungsi akuntabilitas atau proving. Setiap anggaran yang dialokasikan dan telah dibelanjakan wajib dipertanggungjawabkan. Dengan adanya monev, setiap belanja pemerintah dapat dibuktikan hasilnya sehingga capaian dan kinerja dari setiap rupiah yang dibelanjakan dapat dipertanggungjawabkan. Kedua, fungsi peningkatan kualitas atau improving. Upaya peningkatan kualitas dilakukan setelah hasil dari belanja pemerintah diketahui melalui evaluasi. Kemudian, hasil evaluasi tersebut menjadi feedback bagi pembuat kebijakan. Dengan kata lain, hasil monev dapat menginformasikan berbagai permasalahan dan kendala dalam pencapaian target di periode sebelumnya sehingga bisa dijadikan sebagai bahan rekomendasi untuk perbaikan pada periode berikutnya. Ketiga, fungsi rewarding. Hasil monev dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pemberian penghargaan atas capaian kinerja K/L yang telah menggunakan anggaran belanja dengan efisien dan sebaliknya menerapkan pengenaan sanksi kepada K/L yang tidak sepenuhnya melaksanakan anggaran belanja yang telah ditetapkan sebelumnya secara efisien. Sistem pemberian penghargaan dan pengenaan sanksi tersebut dapat meningkatkan 88 disiplin anggaran dan mendorong terwujudnya kualitas perencanaan (quality of planning) dan kualitas belanja (quality of spending) yang semakin baik. 5.1.2.3 Ruang Lingkup Monitoring dan Evaluasi Anggaran Dalam lingkup K/L, evaluasi kinerja belanja K/L (yang tercantum pada dokumen RKA-K/L) dapat dilakukan melalui beberapa sistem dalam mekanisme monev belanja K/L, yaitu Monev Pelaksanaan Anggaran dan Evaluasi Kinerja Anggaran (EKA). Monev Pelaksanaan Anggaran adalah monev dalam konteks pelaksanaan belanja K/L yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) melalui Reviu Pelaksanaan Anggaran (RPA) dan Spending Review. Hasil monev pelaksanaan anggaran tersebut akan digunakan sebagai bahan rekomendasi kebijakan pelaksanaan anggaran. Sementara itu, Evaluasi Kinerja Anggaran (EKA) adalah monev dalam konteks pelaksanaan RKA-K/L yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) sebagai dasar penyusunan alokasi anggaran tahun berikutnya. Dalam lingkup nasional (mencakup K/L dan pemerintah daerah), monev diimplementasikan melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). SAKIP meliputi perencanaan kinerja (berupa rencana strategis dan perjanjian kinerja), pengukuran kinerja (termasuk pengelolaan dan laporan kinerja), dan evaluasi kinerja. SAKIP diinisiasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB). SAKIP menghasilkan Laporan Kinerja (Lakin) seluruh K/L yang selanjutnya akan dikompilasi oleh KemenPAN-RB menjadi Laporan Kinerja Pemerintah Pusat. Laporan Kinerja Pemerintah Pusat yang telah dikompilasi akan menjadi lampiran Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang disusun oleh Kementerian Keuangan. Fokus Monev untuk Monev Pelaksanaan Anggaran dan Evaluasi Kinerja Anggaran (EKA) mengacu pada belanja K/L atau belanja yang sumbernya dari APBN, sedangkan SAKIP mencakup belanja yang tidak hanya bersumber dari APBN, tetapi juga dari APBD (Belanja K/L dan Pemda). Selain itu, ketiga sistem monev tadi juga dapat dibedakan berdasarkan cakupannya. LAKIN dan EKA lebih berfokus pada evaluasi perencanaan anggaran. Sementara itu, Monev Pelaksanaan Anggaran (RPA dan spending review) lebih berfokus pada pelaksanaan anggaran (Suliantoro & Deviyani, 2021). Selain ketiga sistem tersebut, dalam pelaksanaan monev juga terdapat mekanisme reward and punishment. Pemberian reward and punishment dilakukan untuk mewujudkan disiplin anggaran dan mendorong terciptanya kualitas perencanaan (quality of planning) dan kualitas belanja (quality of spending) yang semakin baik. 5.1.2 Evaluasi Kinerja Perencanaan Anggaran Dalam rangkaian kegiatan evaluasi, Menteri Keuangan melaksanakan Evaluasi Kinerja Anggaran (EKA) sebagai instrumen Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) untuk mendukung fungsi akuntabilitas dan peningkatan kualitas. EKA dilaksanakan dengan mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pengendalian dan Pemantauan serta Evaluasi Kinerja Aanggaran terhadap Perencanaan Anggaran. Pengendalian dan Pemantauan Kinerja Anggaran adalah serangkaian proses untuk mengamati perkembangan, mengidentifikasi, dan mengantisipasi permasalahan yang timbul atau akan timbul terkait kinerja anggaran untuk tahun anggaran yang sedang berlangsung, agar dapat diambil tindakan sedini mungkin. Evaluasi Kinerja Anggaran (EKA) adalah serangkaian proses untuk melakukan pengukuran, penilaian dan analisis secara sistematis dan objektif atas kinerja anggaran untuk tahun anggaran yang telah selesai guna menyusun rekomendasi dalam rangka peningkatan kualitas anggaran. Sebagai salah satu instrumen penganggaran berbasis kinerja, EKA mempunyai fungsi akuntabilitas dan fungsi peningkatan kualitas belanja. Fungsi akuntabilitas menempatkan EKA sebagai salah satu sarana guna mempertanggungjawabkan secara profesional kepada para pemangku kepentingan atas penggunaan anggaran (aspek proving). Fungsi peningkatan kualitas belanja menempatkan EKA sebagai salah satu sarana guna meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan relevansi Informasi kinerja, serta mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan kendala dalam rangka peningkatan kinerja dan penyusunan kebijakan (aspek improving). 89 Subjek dari Pengendalian dan Pemantauan serta Evaluasi Kinerja Anggaran terhadap Perencanaan Anggaran yaitu Menteri Keuangan (sebagai Bendahara Umum Negara) dan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku (sebagai Pengguna Anggaran). Selaku Bendahara Umum Negara (BUN), Menteri Keuangan (melalui Direktorat Jenderal Anggaran) melakukan : - Pengendalian dan pemantauan kinerja anggaran terhadap perencanaan anggaran belanja K/L; - Pengendalian dan pemantauan kinerja anggaran terhadap perencanaan anggaran belanja BUN; - Evaluasi kinerja anggaran terhadap perencanaan anggaran belanja K/L; - Evaluasi kinerja anggaran terhadap perencanaan anggaran belanja/pengeluaran BUN. Selanjutnya Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran melakukan: - Pengendalian dan pemantauan kinerja anggaran terhadap perencanaan anggaran belanja K/L - Evaluasi kinerja anggaran terhadap perencanaan anggaran belanja K/L. Pengendalian dan Pemantauan Kinerja Anggaran (PPKA) dilakukan: 1) Secara berkala dan menyeluruh sesuai dengan periode aktivitasnya; 2) Sepanjang proses dalam siklus pelaksanaan anggaran setelah pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran. Selanjutnya, hasil PPKA dapat digunakan untuk: - Memastikan pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan yang direncanakan; - Bahan pertimbangan penyesuaian kebijakan tahun berjalan; - Pengendalian belanja negara; - Peningkatan efisiensi dan efektivitas anggaran belanja. Adapun ruang lingkup PPKA mencakup: 1) Pemantauan/monitoring terhadap kualitas informasi kinerja (output, outcome, indikator kinerja); 2) Monitoring terhadap kepatuhan regulasi penganggaran, yang mencakup: - Monitoring implementasi Standar Biaya; - Monitoring pembatasan alokasi untuk belanja tertentu; - Monitoring pengalokasian anggaran untuk kegiatan yang didanai dari sumber dana tertentu (PLN, Pinjaman Dalam Negeri, hibah, SBSN, dan PNBP); - Monitoring implementasi budget tagging; - Monitoring sinkronisasi antara Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah (TKD); - Pengendalian dan pemantauan terhadap kebijakan penganggaran yang ditetapkan pada tahun berkenaan merupakan serangkaian proses untuk memastikan bahwa pokok-pokok kebijakan fiskal, kebijakan anggaran dan hal-hal khusus dalam penyusunan RKA yang tercantum dalam penetapan Pagu Indikatif, Pagu Anggaran, Alokasi Anggaran, dan peraturan perundang-undangan mengenai kebijakan penganggaran tahun yang direncanakan telah terimplementasi dalam RKAKL yang telah ditetapkan. Apabila hasil PPKA oleh Menteri Keuangan selaku BUN / pengelola fiskal mengakibatkan penyesuaian belanja K/L, Menteri Keuangan dapat melakukan revisi anggaran sesuai ketentuan yang berlaku. Revisi anggaran yang dimaksud dapat berupa: 1. Revisi informasi kinerja (sebagai tindak lanjut atas hasil analisis kualitas informasi kinerja yang tercantum dalam RKA-K/L); 2. Pergeseran anggaran, dilakukan dalam hal: a. Terdapat sisa anggaran pada RO yang telah tercapai targetnya; b. Terdapat kegiatan yang pelaksanaannya ditunda atau dibatalkan. 3. Pencadangan atau pemblokiran anggaran dilakukan dalam hal: a. Anggaran yang tidak sesuai ketentuan standar biaya; b. Anggaran yang melanggar pembatasan alokasi untuk belanja tertentu; atau 90 c. Anggaran tidak sesuai dengan kebijakan penganggaran tahun berkenaan. Selain Pengendalian dan Pemantauan Kinerja Anggaran, Kementerian Keuangan juga melakukan Evaluasi Kinerja Anggaran. Evaluasi Kinerja Anggaran (EKA) dilakukan untuk tahun anggaran yang telah selesai. Adapun fungsi dari EKA mencakup fungsi akuntablitas (proving) dan fungsi peningkatan kualitas (improving). Fungsi akuntabilitas ditujukan agar EKA menjadi (salah satu) sarana untuk membuktikan dan mempertanggungjawabkan secara profesional kepada pemangku kepentingan atas penggunaan anggaran belanja K/L. Sedangkan fungsi peningkatan kualitas ditujukan agar EKA menjadi (salah satu) sarana dalam mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dan kendala atas pelaksanaan RKA-K/L untuk peningkatan kinerja anggaran dan bahan masukan penyusunan kebijakan. EKA dilakukan melalui rangkaian aktivitas berupa Penilaian Kinerja dan aktivitas Evaluasi Kinerja Anggaran Tematik. Penilaian Kinerja dilakukan dengan mengukur variabel: a. Efektivitas penggunaan anggaran, diukur melalui: - capaian output yang dilaporkan satker dikaitkan dengan sasaran program dan sasaran strategis; - capaian indikator kinerja outcome level Unit Eselon I; - capaian indikator kinerja outcome level K/L (sasaran strategis) b. Efisiensi penggunaan anggaran K/L. Pengukuran efisiensi dilakukan pada level RO dengan mengacu pada ketentuan terkait Standar Biaya yang meliputi: - Penggunaan Standar Biaya Keluaran; - Efisiensi Standar Biaya Keluaran. EKA Tematik merupakan evaluasi kinerja anggaran sesuai kebutuhan dan kebijakan untuk tujuan tertentu oleh Menteri Keuangan selaku BUN atau pengelola fiskal dan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran. Pelaksanaan EKA Tematik oleh Menteri Keuangan dilaksanakan oleh Ditjen Anggaran. Proses ini merupakan rangkaian aktivitas kolaboratif sistematis dengan melibatkan seluruh pihak sesuai tugas dan fungsinya agar hasil evaluasi dapat berfungsi secara efektif menjadi feedback dalam peningkatan kualitas anggaran. Pelaksanaan EKA Tematik oleh Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran dilaksanakan sesuai kebutuhan dan kebijakan untuk tujuan tertentu. EKA Tematik dapat dilaksanakan di seluruh tingkatan/level organisasi yaitu K/L, Unit Eselon I, dan satker. Hasil EKA dapat digunakan sebagai salah satu dasar untuk: 1) penyusunan tema, sasaran pembangunan, arah kebijakan, dan prioritas pembangunan tahunan yang direncanakan (dibahas bersama Bappenas); 2) penyusunan reviu angka dasar; 3) penyusunan alokasi anggaran tahun berikutnya dan/atau penyesuaian anggaran tahun berkenaan; serta 4) pemberian penghargaan dan/atau pengenaan sanksi. 5.1.3 Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Anggaran Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran mencakup penilaian kinerja pelaksanaan anggaran, reviu belanja pemerintah (spending review), telaah makro belanja pemerintah. 5.1.3.1 Penilaian Kinerja Pelaksanaan Anggaran Penilaian Kinerja Pelaksanaan Anggaran merupakan evaluasi untuk mengukur kualitas kinerja pelaksanaan anggaran belanja K/L dari 3 aspek, yaitu aspek kualitas implementasi perencanaan anggaran, aspek kualitas implementasi pelaksanaan anggaran, dan aspek kualitas hasil pelaksanaan anggaran. Untuk mengukur ketiga aspek tersebut, terdapat 7 indikator dan 1 indikator sebagai faktor pengurang. Indikator penilaian kinerja tersebut dikenal sebagai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA). Adapun kedelapan indikator tersebut berdasarkan ketiga aspek tersebut yaitu: a. Kualitas perencanaan pelaksanaan anggaran, mencakup: - Revisi DIPA; - Deviasi Halaman III DIPA. b. Kualitas implementasi pelaksanaan anggaran, mencakup: 91 - Penyerapan Anggaran; - Belanja Kontraktual; - Penyelesaian Tagihan; - Pengelolaan Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan; - Dispensasi SPM. c. Kualitas hasil pelaksanaan anggaran, yang diukur yaitu Capaian Output. 5.1.3.2 Reviu Belanja (Spending Review ) Spending review merupakan reviu atas Anggaran Belanja Pemerintah Pusat (ABPP) yang menekankan pada konsep value for money (kualitas belanja), yaitu aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas penggunaan belanja pemerintah. Aspek ekonomi menitikberatkan pada cara mendapatkan barang/jasa yang akan digunakan dengan harga yang tepat. Aspek efisiensi menekankan sisi pilihan penggunaan kombinasi barang/jasa dan input lain yang dapat mengoptimalkan pencapaian output. Aspek efektivitas menekankan pada pencapaian output yang mendukung pencapaian tujuan dan sasaran (outcome). Hubungan antara ketiga aspek tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.3. Gambar 5.1 Hubungan Aspek Ekonomi, Efisiensi, dan Efektivitas Tujuan pelaksanaan spending review meliputi: a. Pencapaian value for money penggunaan belanja pemerintah (dari segi aspek ekonomi, efisiensi, dan efektivitas). b. Memberikan rekomendasi dalam penyusunan early warning pelaksanaan anggaran, monitoring atas pelaksanaan anggaran TA berjalan, dan penyusunan kebijakan pelaksanaan anggaran. Hasil spending review juga disampaikan kepada unit pengelola kas untuk mendukung optimalisasi pengelolaan kas pemerintah. c. Memberikan masukan dalam penyusunan kebijakan perencanaan dan penganggaran pada TA berikutnya, yaitu: 1) masukan evaluasi eksekusi belanja TA berjalan untuk kebutuhan evaluasi kinerja anggaran yang akan digunakan dalam rangka penyusunan tema, sasaran, arah kebijakan, dan prioritas; 2) masukan potensi penghematan dan daftar belanja tidak berulang (einmalig) untuk kebutuhan review angka dasar dalam rangka penyusunan pagu indikatif K/L; dan 3) Masukan untuk kebutuhan evaluasi kinerja pembangunan dan program-program prioritas nasional. d. Bahan pembinaan kepada K/L dan satker dalam rangka peningkatan kualitas belanja. Adapun cakupan spending review meliputi spending review umum dan spending review tematik. Sebelum masuk ke pembahasan selanjutnya, teman-teman bisa melihat mind map pada Gambar 5.4 untuk mendapat gambaran awal terkait cakupan spending review. 92 Gambar 5.2 Cakupan Spending Review Berikut ini penjelasan dari masing-masing spending review yang terdapat pada Gambar 5.4. a. Spending Review Umum Spending review umum merupakan review yang dilakukan pada awal tahun anggaran berjalan atas belanja pemerintah yang bertujuan untuk mengidentifikasi potensi ruang fiskal tahun anggaran berikutnya. Spending review umum terdiri dari spending review wilayah dan spending review nasional. 1) Spending review wilayah: review belanja pemerintah pusat yang dilakukan oleh Kanwil DJPb atas belanja pemerintah yang merupakan kewenangan dan berada di wilayah kerja Kanwil DJPb dengan basis satker. Khusus untuk Kanwil DJPb Provinsi DKI Jakarta, review meliputi seluruh belanja pemerintah yang menjadi kewenangannya (di luar belanja pemerintah dengan kode kewenangan Kantor Pusat/KP). 2) Spending review nasional : review belanja pemerintah pusat yang dilakukan oleh Direktorat Pelaksanaan Anggaran (Dit. PA) atas belanja pemerintah di level nasional, dengan mengkonsolidasikan hasil review Dit. PA dan hasil review Kanwil DJPb dengan basis K/L. Review termasuk belanja pemerintah dengan kode kewenangan KP yang berada di wilayah kewenangan Kanwil DJPb Provinsi DKI Jakarta. Di samping itu, Dit. PA dapat melakukan review yang bersifat lintas K/L dan/atau lintas Kanwil DJPb. b. Spending Review Tematik Spending review tematik merupakan review yang dilaksanakan untuk mengukur kualitas belanja pemerintah pada tema-tema tertentu secara spesifik. Selanjutnya, cakupan spending review umum (bukan SR tematik) meliputi: a. Review Ekonomi Review yang dilakukan dalam rangka mengidentifikasi mekanisme perolehan input pemerintah, baik barang, jasa, atau bentuk input lain yang berpotensi untuk diperoleh dengan harga yang lebih baik, dengan tetap menjaga kualitas yang sudah ditetapkan. Penetapan tema review ekonomi disesuaikan dengan mekanisme yang berjalan dan disesuaikan dengan isu yang berkembang. Tema review ekonomi disampaikan dalam surat Direktur Pelaksanaan Anggaran. b. Review Efisiensi Review yang dilakukan dalam rangka identifikasi kebutuhan ideal belanja dan potensi penghematan, baik pada belanja operasional maupun belanja pelayanan/pelaksanaan tugas fungsi. Review efisiensi dilaksanakan dengan beberapa metode yang dapat dijabarkan sebagai berikut. 1) Benchmarking Benchmarking adalah pengukuran kinerja penggunaan belanja untuk pelaksanaan kegiatan dengan output sejenis pada beberapa unit/kantor pemerintah dalam satu kelompok (clustering) dengan karakter/tugas yang sama. Pengukuran dilakukan dengan prinsip Data Envelopment Analysis (DEA) melalui penetapan unit 93 berkinerja terbaik (dengan indeks output/input paling efisien) sebagai benchmark/frontier bagi unit-unit lain. Perbedaan indeks antara satu unit dengan unit benchmark menjadi dasar untuk pengukuran inefisiensi belanja. Dalam pengukuran belanja pemerintah, dilakukan dua pengukuran efisiensi yakni antarK/L dan intraK/L. Analisis DEA antarK/L dilakukan dengan mengelompokkan (clustering) K/L yang memiliki karakteristik yang mirip (misalnya MPR, DPR, DPD). Setelah itu, dilakukan analisis terhadap data dari kelompok K/L tersebut. Sementara itu, analisis intraK/L dilakukan terhadap kantor/Unit Pelaksana Teknis (UPT) yg menjadi instansi vertikal di bawah K/L (contoh UPT: KPP, KPPN, KPKNL, dan KPBC). 2) Output Streamlining Output Streamlining merupakan pengukuran standar ideal biaya pelaksanaan kegiatan yang menghasilkan output sejenis pada kelompok output generik (belanja-belanja yang bersifat umum dan ada hampir di seluruh K/L). Pada alokasi belanja-belanja generik dipetakan batasan ideal kebutuhan unit cost untuk belanja tersebut dengan membandingkan unit cost antarK/L untuk jenis belanja yang sama. Belanja-belanja yang bersifat generik misalnya Layanan Dukungan Manajemen Eselon I; Layanan Perencanaan; Layanan Manajemen Keuangan; Layanan Manajemen BMN; Layanan Hukum; Layanan Hubungan Masyarakat dan Informasi; dan lainnya. Tujuan dilakukannya output streamlining pada alokasi belanja output generik antara lain: 1) untuk memastikan agar output yang dihasilkan sesuai dengan kerangka logis dalam pencapaian outcome; 2) memiliki sasaran yang dituangkan dalam dokumen perencanaan; 3) sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan (output generik) dan dapat dibandingkan dengan output yang sama pada unit pelaksanaan lain; 4) berada pada skala dan tingkatan yang ideal; serta 5) merefleksikan tugas dan fungsi unit yang menghasilkannya. 3) Deviasi Kebutuhan Analisis deviasi kebutuhan adalah penentuan rata-rata optimal tingkat kebutuhan penggunaan belanja barang operasional (5211) dalam setiap termin (bulanan/triwulanan) yang didasarkan pada pola penggunaan belanja dalam beberapa tahun terakhir. Perbedaan (deviasi) antara kebutuhan bulanan rata-rata optimal adalah nilai inefisiensi pada unit yang bersangkutan. Inefisiensi pada belanja operasional disebabkan oleh penghitungan kebutuhan dananya yang dilakukan melalui accres dan inflasi yang menyebabkan tingginya sisa anggaran operasional yang tidak terserap. 4) Einmalig Einmalig adalah program/kegiatan/output yang berdasarkan sifat, karakteristik, atau tujuannya hanya perlu dilakukan satu kali dan tidak perlu diulang/dilanjutkan (nonrecurrent spending). Reviu dilakukan untuk mengidentifikasi einmalig sehingga dapat dijadikan early warning tahun anggaran selanjutnya dan dipastikan tidak teralokasi atau dibelanjakan lagi. Contoh kegiatan yang bersifat einmalig yaitu penyusunan master plan, pengadaan aplikasi/software, pembelian kendaraan bermotor, pemugaran/renovasi kantor, pembelian AC, filling kabinet, meja kursi kerja, kamera, laptop dan komputer, CCTV, serta pembangunan gedung yang bukan multiyear. Apabila terdapat kegiatan einmalig pada tahun anggaran berjalan, tetapi dialokasikan kembali pada tahun anggaran berikutnya, maka alokasi tersebut menjadi inefisiensi belanja. 5) Review Alokasi Penelusuran dokumen RKA-K/L untuk mengidentifikasi adanya potensi inefisiensi, baik dari sisi kelebihan alokasi; ketidakwajaran; duplikasi; maupun potensi penghematan lain yang dapat dimungkinkan, baik dari penggunaan teknologi, modernisasi, dan lainnya. Review Alokasi bersifat preventif yaitu mencari potensi alokasi yang dapat dihemat dan mencegah adanya inefisiensi di tahun anggaran berjalan. Review Alokasi dilakukan dengan menelusuri potensi-potensi pada alokasi yang berlebih, duplikasi kegiatan, dan kurangnya relevansi komponen kegiatan. c. Review Efektivitas 1) Reviu atas Eksekusi Belanja Review atas segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan anggaran dan eksekusi belanja pemerintah. Review ini dilakukan melalui Analisis atas Capaian Realisasi Belanja; Analisis atas Tren Realisasi Belanja Bulanan; Analisis atas Pergeseran Pagu Sepanjang Tahun; dan Analisis atas Blocking Belanja. 94 2) Reviu Konsistensi Pelaksanaan Anggaran dengan Penganggaran dan Perencanaan Review atas konsistensi antara capaian realisasi dan output pada tahapan pelaksanaan anggaran terhadap perencanaan yang telah dibuat pemerintah. Review ini dilakukan melalui Analisis Konsistensi Kegiatan, Output, dan Sasaran Outcome; Analisis Konsistensi Sasaran Output dengan Sasaran Kegiatan Prioritas dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP); Review Capaian Sasaran RKP; serta Review Konsistensi RKP ke RPJMN. Untuk Review Efektivitas, dilakukan review dengan melihat keterkaitan antara realisasi belanja dengan capaian output belanja untuk menilai apakah belanja disalurkan secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat penerima sehingga dampak manfaat dari belanja tersebut dapat dirasakan masyarakat secara optimal. Review efektivitas dilakukan dengan kerangka sebagai berikut. 1) Melihat sasaran dan target pembangunan yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan sasaran belanja tahunan. 2) Mengaitkan alokasi belanja dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. 3) Review atas eksekusi belanja atas alokasi belanja yang menjadi kegiatan strategis baik dari sisi capaian realisasi dan progress-nya serta beberapa perubahan yang dilakukan terhadap alokasi anggaran tersebut di sepanjang tahun anggaran. 4) Identifikasi berbagai hambatan yang dihadapi dan perkembangan penyelesaiannya sehingga dapat menjadi feedback untuk mitigasi risiko periode selanjutnya. Hasil spending review berupa potensi ruang fiskal yang berasal dari: 1) indikasi inefisiensi dan 2) identifikasi belanja untuk kegiatan yang tidak berulang (einmalig), dana dari output cadangan, serta dana dari anggaran yang diblokir. Dalam spending review, diidentifikasi alokasi yang dapat dihemat/tidak diperlukan (inefisiensi) sehingga dapat mendorong peningkatan efisiensi belanja. Di samping itu, diidentifikasi pula alokasi einmalig, yaitu program/kegiatan/pemenuhan barang-jasa yang berdasarkan karakteristik sifat dan tujuannya hanya perlu dilaksanakan satu kali. Selanjutnya potensi/indikasi inefisiensi tersebut akan direkomendasikan untuk: 1) perbaikan baseline untuk TA yang direncanakan dan 2) alternatif opsi penghematan atau pengendalian belanja TA berjalan. 5.1.3.3 Telaah Makro Belanja Pemerintah Telaah Makro Belanja Pemerintah merupakan analisis atas efektivitas kebijakan fiskal terhadap pencapaian tujuan makroekonomi pada konteks regional dan dilakukan melalui penyusunan Kajian Fiskal Regional. Kajian Fiskal Regional (KFR) merupakan kajian strategis atas dinamika ekonomi makro dan implementasi kebijakan fiskal di daerah. KFR terdiri atas 5 bab yang disusun setiap triwulanan. Bab I Analisis Ekonomi Regional, Bab II Analisis Fiskal Regional, Bab III Pengembangan Ekonomi Daerah, Bab IV Analisis Tematik, Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi. Dalam KFR, unsur yang dianalisis yaitu korelasi antara perencanaan pembangunan (yang tertuang pada APBN/APBD) dengan indikator ekonomi regional dan indikator kesejahteraan regional. Indikator ekonomi regional antara lain perkembangan UMKM, sektor unggulan/potensial, investasi daerah, Produk DOmestik Bruto Daerah. Indikator kesejahteraan regional antara lain berupa Indeks Pembangunan Manusia (IPM), tingkat kemiskian, tingkat pengangguran, gini ratio di daerah. Adapun rekomendasi dari KFR berupa: - Masukan bagi peningkatan kualitas perencanaan dan penganggaran di daerah; - Masukan bagi peningkatan kemampuan/kapasitas dan kemandirian fiskal di daerah; - Masukan bagi peningkatkan kualitas belanja di daerah; - Masukan untuk strategi pembiayaan yang lebih efektif dan efisien. 95 5.1.4 Laporan Kinerja SAKIP merupakan integrasi dari sistem perencanaan, penganggaran, dan pelaporan kinerja yang selaras dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Dalam hal ini, setiap organisasi diwajibkan mencatat dan melaporkan setiap penggunaan keuangan negara. Selanjutnya, SAKIP menghasilkan Lakin yang menggambarkan pencapaian kinerja dari suatu instansi pemerintah atas pelaksanaan program dan kegiatan yang dibiayai APBN/APBD. Lakin bermanfaat sebagai bahan evaluasi terhadap instansi pemerintah yang bersangkutan selama satu tahun anggaran. Dengan adanya SAKIP dan Lakin, terdapat pergeseran pemahaman dari yang awalnya “Berapa besar dana yang telah dan akan dihabiskan?” menjadi “Berapa besar kinerja yang dihasilkan dan kinerja tambahan yang diperlukan agar tujuan yang telah ditetapkan pada akhir periode bisa tercapai?”. SAKIP diselenggarakan secara berjenjang oleh: 1) Entitas Akuntabilitas Kinerja Satker; 2) Entitas Akuntabilitas Kinerja Unit Organisasi; 3) Entitas Akuntabilitas Kinerja K/L; dan 4) Pemda (Organisasi Perangkat Daerah/Satuan Kerja Perangkat Daerah). Penyelenggaraan SAKIP, meliputi: 1) Rencana Strategis (durasi 5 tahun); 2) Perjanjian Kinerja; 3) Pengukuran Kinerja; 4) Pelaporan Kinerja; serta 5) Reviu dan Evaluasi Kinerja. Perjanjian kinerja merupakan dokumen penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja dan target kinerja. Indikator kinerja pada perjanjian kinerja harus memenuhi kriteria spesifik (specific), dapat diukur (measurable), dapat dicapai (attainable), berjangka waktu tertentu (time bound), serta dapat dipantau dan dikumpulkan (trackable). Pimpinan masing-masing entitas akuntabilitas kinerja bertanggung jawab atas pencapaian kinerja dan alokasi anggarannya. Penyusunan Lakin dilakukan dengan mengikuti siklus anggaran yang berjalan selama 1 (satu) tahun. Rangkaian penyusunan Lakin di tingkat K/L dan Pemda dapat dijabarkan sebagai berikut. a. Entitas Akuntabilitas Kinerja menyusun Lakin Triwulanan dan Tahunan. Lakin Tahunan disampaikan oleh kepala satker kepada pimpinan unit organisasi. Selanjutnya, pimpinan unit organisasi menyusun Lakin Tahunan dan menyampaikannya kepada menteri/pimpinan lembaga. Menteri/pimpinan lembaga menyusun Lakin Tahunan dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)/Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PAN-RB) paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. b. Lakin Tahunan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Organisasi Perangkat Daerah (OPD) disampaikan kepada gubernur/bupati/walikota paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Langkah selanjutnya, yaitu: 1) Bupati/walikota menyusun Lakin Tahunan dan menyampaikannya kepada gubernur/Bappenas/KemenPAN-RB/Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. 2) Berdasarkan Lakin Tahunan SKPD, gubernur menyusun Lakin Tahunan dan menyampaikannya kepada Bappenas/KemenPAN-RB/Kemendagri paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. c. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) pada K/L dan Pemda melakukan reviu atas Lakin dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan sebelum disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota. d. KemenPAN-RB melakukan kompilasi Lakin dari K/L sebagai bahan penyusunan Lakin Pemerintah Pusat (Lakin PP). e. Lakin PP disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Keuangan (Menkeu) paling lambat 5 (lima) bulan setelah tahun anggaran berakhir. 96 f. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan reviu atas Lakin PP dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan sebelum disampaikan oleh MenPAN-RB ke Menkeu. g. Lakin PP menjadi lampiran LKPP. 5.1.5 Reward and Punishment Dalam rangka efisiensi dan efektivitas pelaksanaan anggaran belanja pemerintah pusat, perlu diterapkan sistem pemberian penghargaan (reward) dan pengenaan sanksi (punishment). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan disiplin anggaran dan mewujudkan kualitas perencanaan (quality of planning) dan kualitas belanja (quality of spending) yang semakin baik. Pemberian penghargaan dan pengenaan sanksi (reward and punishment) dilakukan sejak tahun 2011. Dasar hukum pemberian penghargaan dan pengenaan sanksi yaitu: 1) Perpres Nomor 42 Tahun 2020 tentang Pemberian Penghargaan/Pengenaan Sanksi kepada KL dan Pemda; 2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2023 tentang Perencanaan Anggaran, Pelaksanaan Anggaran, Akuntansi dan Pelaporan Keuangan; Keputusan Menteri Keuangan Nomor 466 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pengendalian dan Pemantauan serta EKA terhadap Perencanaan Anggaran. Pemberian Penghargaan dan Pengenaan Sanksi selain ditujukan kepada K/L, ditujukan juga kepada Pemda. Penghargaan adalah apresiasi yang diberikan oleh pemerintah kepada K/L dan Pemda atas Kinerja Anggaran K/L, Kinerja Pemerintah Daerah, Kinerja Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan Kinerja Percepatan Pelaksanaan Berusaha. Sanksi adalah hukuman yang dikenakan oleh pemerintah kepada K/L dan Pemda atas Kinerja Anggaran K/L, Kinerja Pemerintah Daerah, Kinerja Pelayanan Terpadu Satu Pintu, dan Kinerja Percepatan Pelaksanaan Berusaha. 5.1.5.1 Pemberian Penghargaan dan Sanksi atas Kinerja K/L Guna meningkatkan kinerja anggaran K/L, kepada K/L dapat diberikan penghargaan atau dikenai sanksi. Kinerja Anggaran K/L adalah hasil kerja yang dicapai K/L dalam penyusunan RKAKL dan pelaksanaan anggaran berdasarkan target yang telah ditetapkan dalam dokumen anggaran. Pemberian penghargaan/pengenaan sanksi dilaksanakan oleh Menteri Keaungan dan didasarkan pada tahun anggaran berkenaan berdasarkan hasil penilaian kinerja tahun anggaran sebelumnya. Penilaian kinerja dilakukan dengan memperhitungkan capaian atas: a. Indikator Kinerja Anggaran. Capaian atas Indikator Kinerja Anggaran merupakan Nilai Kinerja Anggaran, yang merupakan hasil penjumlahan dari 50% nilai kinerja perencanaan anggaran (yang diperoleh dari hasil pengukuran Evaluasi Kinerja Anggaran) dan 50% nilai kinerja pelaksanaan anggaran (yang diperoleh dari hasil pengukuran Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran). b. Pengelolaan Anggaran. Capaian atas Pengelolaan Anggaran merupakan nilai kontribusi K/L terhadap sasaran/kebijakan tertentu yang diprioritaskan pemerintah, meliputi: - Aspek Implementasi. Capaian atas pengelolaan anggaran pada Aspek Implementasi merupakan hasil penilaian terhadap K/L dalam mengimplementasikan kebijakan anggaran, dalam hal ini kinerja pengelolaan PNBP dan/ atau variabel lain yang ditentukan oleh DJA. Penilaiannya dilakukan oleh Kementerian Keuangan - Aspek Manfaat. Capaian atas pengelolaan anggaran pada Aspek Manfaat merupakan hasil penilaian terhadap upaya K/L dalam mendorong kemanfaatan atas penggunaan anggaran, dalam hal ini peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Penilaiannya dilakukan oleh Kementerian Perindustrian. - Aspek Konteks. Capaian atas pengelolaan anggaran pada Aspek Konteks merupakan hasil penilaian terhadap upaya Kementerian/Lembaga dalam sinkronisasi belanja Pemerintah Pusat dan TKD. Penilaiannya dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Adapun pemberian penghargaan kepada K/L dapat berupa: a. Piagam/trofi penghargaan; b. Publikasi pada media massa nasional; c. Insentif. Insentif digunakan untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi K/L, termasuk untuk membiayai pengembangan kapasitas pegawai. Pemberian insentif dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara. Insentif dapat berupa: 97 - Tambahan anggaran kegiatan pada tahun anggaran berjalan; - Tambahan anggaran kegiatan pada tahun anggaran berikutnya; - Bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Selain mempertimbangkan hasil penilaian kinerja anggaran, bagi K/L yang memiliki tugas dan fungsi di bidang percepatan pelaksanaan berusaha, pemberian penghargaan dilakukan dengan mempertimbangkan hasil penilaian kinerja Percepatan Pelaksanaan Berusaha K/L yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal. K/L dapat dinominasikan untuk diberikan penghargaan dalam bentuk insentif dengan syarat memperoleh: 1) Nilai kinerja anggaran dengan kategori “Sangat Baik”; 2) Nilai kinerja anggaran Percepatan Pelaksanaan Berusaha (bagi K/L yang memiliki tugas dan fungsi di bidang percepatan pelaksanaan berusaha), dengan pada kategori “Sangat Baik”. Selain pemberian penghargaan (reward), K/L yg memperoleh nilai kinerja anggaran atau kontribusi terhadap sasaran/kebijakan tertentu yang diprioritaskan pemerintah dalam kategori “Kurang” dan “Sangat Kurang”, dikenai sanksi. K/L yang memperoleh nilai kinerja Percepatan Pelaksanaan Berusaha dalam kategori “Kurang Baik” dapat dipertimbangkan untuk dikenai sanksi. Pengenaan sanksi kepada K/L dapat berupa: a. Teguran tertulis. Pengenaan sanksi berupa teguran tertulis kepada K/L dituangkan dalam surat Menteri Keuangan. b. Publikasi pada media massa nasional. Pengenaan sanksi berupa publikasi pada media massa nasional kepada K/L dapat dilakukan melalui publikasi pada media cetak atau media digital dalam skala nasional. c. Disinsentif anggaran. Pengenaan sanksi berupa disinsentif anggaran kepada K/L, dapat berupa: - Pengurangan anggaran; Pengurangan anggaran dikecualikan untuk: 1) Gaji dan tunjangan; 2) Prioritas nasional; 3) Pelayanan kepada masyarakat. - Pemberian catatan pada Daftar Isisal Pelaksanaan Anggaran (self blocking anggaran); - Penajaman penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu (refocusing anggaran). 5.1.5.2 Pemberian Penghargaan dan Sanksi atas Kinerja Pemda Kinerja Pemda adalah hasil kerja yang dicapai oleh Pemda di bidang tata kelola keuangan, pelayanan dasar publik, pelayanan umum pemerintahan, dan kesejahteraan masyarakat dan bidang lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Untuk meningkatkan Kinerja, kepada Pemda dapat diberikan Penghargaan atau dikenai Sanksi. Pemberian Penghargaan dapat berupa: - Piagam/tropi Penghargaan. - Publikasi pada media massa nasional. - Dana Insentif Daerah (dilaksanakan sesuai dengan kemampuan keuangan negara). Pemberian Penghargaan / pengenaan Sanksi kepada Pemda didasarkan pada : a. Pemenuhan kriteria utama. Pemenuhan “kriteria utama” paling sedikit memuat: - Opini BPK atas Laporan Keuangan Pemda dengan predikat WTP; - Ketepatan waktu dalam penetapan Peraturan Daerah mengenai APBD; - Penerapan e-government; - Ketersediaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu b. Hasil penilaian atas kategori kinerja. “Kategori kinerja” terdiri atas kinerja bidang: - Tata kelola keuangan daerah. Tata kelola keuangan daerah dicerminkan dari kategori kesehatan fiskal dan pengelolaan keuangan daerah. Adapun penilaian kinerjanya dilakukan oleh Kementerian Keuangan. - Pelayanan dasar publik, Kementerian Keuangan. - Pelayanan umum pemerintahan. Pelayanan umum pemerintahan termasuk kemudahan berusaha yang meliputi hasil penilaian Kinerja Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Kinerja Percepatan Pelaksanaan Berusaha di daerah. Adapun penilaian kinerjanya dilakukan oleh K/L dan disampaikan ke Kementerian Keuangan. - Kesejahteraan masyarakat (penilaian kinerja dilakukan oleh Kementerian Keuangan. 98 - Bidang lain yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. c. Kinerja Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Kinerja Percepatan Pelaksanaan Berusaha. Kinerja Percepatan Pelaksanaan Berusaha dirumuskan berdasarkan kewajiban K/L dan Pemda sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan terkait "percepatan pelaksanaan berusaha dan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik". Kewajiban K/L paling sedikit meliputi: - Penyusunan peraturan menteri/lembaga yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan di bidang percepatan pelaksanaan berusaha serta peraturan pelaksanaan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik. - Koneksi sistem K/L dengan sistem Online Single Submission. - Peran satuan tugas dalam reformasi perizinan dan percepatan pelaksanaan berusaha. Pemberian Penghargaan / pengenaan Sanksi didasarkan pada hasil penilaian yang dilakukan oleh tim penilai (BKPM, Kemenko Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, dan K/L terkait) dan dilakukan sesuai dengan standar nasional, metode, tata cara penilaian (tim penilai dapat melibatkan profesional). Hasil penilaian tersebut dikategorikan menjadi "Sangat Baik", "Baik", "Kurang Baik". K/L dan Pemda dalam kategori “Sangat Baik" dapat diusulkan untuk diberikan Penghargaan dan tidak dikenai sanksi. K/L dan Pemda dalam kategori “Baik" tidak diberikan Penghargaan dan tidak dikenai Sanksi. K/L dan Pemda dalam kategori “Kurang Baik" dapat diusulkan untuk dikenai Sanksi. Pengenaan Sanksi kepada Pemda dilakukan secara bertahap, berupa : a. Sanksi administratif mengenai pembinaan dan pengawasan Pemda. Sanksi administratif diberikan oleh Kementerian Dalam Negeri. b. Penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU)/ Dana Bagi Hasil (DBH).Penundaan penyaluran DAU/DBH dilakukan oleh Kementerian Keuangan dan Badan Koordinasi Penanaman Modal, dengan mempertimbangkan besarnya penyaluran DAU/DBH, sanksi pemotongan dan atau penundaan lainnya,- kapasitas fiskal daerah yang bersangkutan. Namun demikian, Kementerian Keuangan dapat melakukan penyaluran kembali DAU/DBH apabila BKPM menyampaikan pertimbangan bahwa Pemda telah memenuhi langkah perbaikan sesuai hasil penilaian tim penilai. 5.2 Pelaporan Keuangan Pemerintah APBN dilaksanakan dalam satu tahun anggaran mulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Setelah berakhirnya tahun anggaran (31 Desember), pemerintah berkewajiban untuk menyusun laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN berupa laporan keuangan. Hal ini untuk memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas kepada publik sesuai dengan semangat dan amanat reformasi di bidang pengelolaan keuangan negara. 5.2.1 Konsep Dasar Pelaporan Keuangan Pemerintah Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 mewajibkan pemerintah sebagai entitas pelaporan guna menyusun laporan keuangan untuk masa satu tahun anggaran. Hal ini artinya pemerintah berkewajiban untuk menyusun laporan keuangan tahunan. Meskipun demikian, sebagai upaya pengendalian dan pengawasan pelaksanaan anggaran oleh intern manajemen pemerintah, pemerintah melakukan periodisasi pelaporan keuangan menjadi bulanan, triwulanan, semesteran, dan tahunan. Laporan keuangan ini berperan sebagai alat akuntabilitas (pertanggungjawaban) dan transparansi dari pemerintah kepada publik atas pelaksanaan APBN dalam satu tahun anggaran. Selanjutnya, bentuk dan isi laporan keuangan pemerintah disusun dan disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Laporan keuangan pemerintah disusun dengan 2 (dua) jenis pendekatan akuntansi pemerintah. Pendekatan pertama adalah pendekatan kas (cash based), yakni pendekatan akuntansi yang mengakui adanya transaksi ketika terdapat kas yang masuk atau keluar dari Rekening Kas Umum Negara. Pendekatan kedua adalah pendekatan akrual (accrual based), yaitu pendekatan akuntansi yang mengakui dan mencatat adanya transaksi pada saat transaksi tersebut terjadi atau dengan kata lain saat timbulnya hak dan kewajiban serta saat terjadinya perubahan aset, kewajiban, dan ekuitas. 99 5.2.2 Jenis-Jenis Laporan Keuangan Pemerintah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) merupakan konsolidasian (gabungan) dari laporan keuangan seluruh K/L (LK-K/L) serta laporan keuangan BUN (LK-BUN). Menurut Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, laporan keuangan yang disusun pemerintah terdiri atas 3 (tiga) kelompok, yakni 1) laporan pelaksanaan anggaran dengan pendekatan kas; 2) laporan finansial dengan pendekatan akrual; dan 3) laporan lainnya berupa Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Berikut ini disajikan Tabel 5.3 yang menjabarkan jenis-jenis laporan keuangan pemerintah. Tabel 5.2 Jenis-Jenis Laporan Keuangan Pemerintah Basis No. Jenis Laporan Deskripsi Akuntansi Menggambarkan perbandingan antara anggaran Laporan Realisasi 1. pendapatan, belanja, dan pembiayaan dengan realisasinya Kas Anggaran (LRA) masing-masing dalam satu tahun anggaran. Laporan Perubahan Saldo Menggambarkan kenaikan atau penurunan saldo anggaran 2. Kas Anggaran Lebih (LP-SAL) lebih dalam satu tahun anggaran. Menggambarkan pendapatan – LO, beban, dan 3. Laporan Operasional (LO) Akrual surplus/defisit dalam satu tahun anggaran. Laporan Perubahan Menggambarkan kenaikan atau penurunan Saldo Ekuitas 4. Akrual Ekuitas (LPE) dalam satu tahun anggaran. Menggambarkan posisi keuangan berupa Aset, Kewajiban, 5. Neraca Akrual dan Ekuitas pada tanggal tertentu. Menggambarkan saldo kas awal tahun, kenaikan atau 6. Laporan Arus Kas (LAK) penurunan saldo kas selama satu tahun anggaran, dan saldo Akrual kas akhir tahun. Catatan atas Laporan Memberikan penjelasan tambahan secara lebih detail dari Menjelaskan 7. Keuangan (CaLK) setiap komponen laporan keuangan yang disajikan. laporan lainnya LKPP terdiri dari 7 (tujuh) komponen laporan keuangan sebagaimana yang dijabarkan pada Tabel 5.3. Sementara itu, LK-K/L terdiri atas 5 (lima) komponen, yakni LRA, LO, Neraca, LPE, dan CaLK. Adapun LP-SAL dan LAK secara khusus disusun oleh Menteri Keuangan selaku BUN. Penyusunan laporan keuangan pemerintah berpedoman pada SAP yang berbasis akrual. Namun demikian, untuk penyusunan LRA dan LP-SAL masih disusun dengan basis kas karena penyusunan anggaran yang dalam hal ini penyusunan APBN masih disusun dengan basis kas. Gambar 5.7 LKPP 2023 (Audited) 5.2.3 Lini Masa Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LK-K/L) yang penyusunannya menjadi tanggung jawab setiap Menteri/Pimpinan Lembaga harus selesai disusun dan disampaikan kepada Menteri Keuangan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir (31 Desember). Kemudian, Menkeu menggabungkan seluruh LK-KL dan LK-BUN sehingga menjadi LKPP (unaudited) dan diserahkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 100 selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah TA berakhir untuk dilakukan audit. Sebagai ilustrasi, untuk pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2022 yang berakhir pada 31 Desember 2022, akan dilakukan proses penyusunan laporan keuangannya pada Tahun Anggaran 2023 sebagaimana terlihat pada Tabel 5.4 berikut. Tabel 5.3 Lini Masa Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah untuk APBN TA 2022 No. Proses Batas Waktu Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun LK-K/L dan menyampaikannya 1. Akhir Februari 2023 kepada Menteri Keuangan. Menteri Keuangan menyusun LKPP (Unaudited) dan menyampaikan LKPP 2. Akhir Maret 2023 disertai LK-K/L dan LK-BUN kepada BPK untuk dilakukan pemeriksaan. 5.3 Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Pemerintah Setelah Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Unaudited telah dikompilasi/digabungkan oleh Menteri Keuangan, langkah selanjutnya adalah pemeriksaan oleh BPK untuk mendapatkan opini atas laporan keuangan pemerintah. Setelah melalui tahap pemeriksaan oleh BPK, maka dihasilkan LKPP audited yang akan menjadi alat pertanggungjawaban pemerintah untuk disampaikan kepada para pemangku kepentingan (DPR dan masyarakat secara umum). Dengan dilewatinya tahap pemeriksaan dan pertanggungjawaban, maka dapat dikatakan bahwa siklus APBN untuk satu tahun anggaran telah berakhir. 5.3.1 Konsep Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Pemerintah Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Pasal 30 menyebutkan bahwa Presiden menyampaikan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. BPK melakukan audit atau pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah hingga akhir Mei, kemudian menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan yang di dalamnya berisi Laporan Keuangan (audited), opini atas laporan keuangan pemerintah, dan temuan-temuan hasil pemeriksaan. Selanjutnya, Pemerintah c.q. Menteri Keuangan menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN (berisi laporan keuangan audited) yang akan disampaikan oleh Presiden kepada DPR selambat-lambatnya pada tanggal 30 Juni (setelah tahun anggaran berakhir). Dengan demikian, tahap pelaporan, pemeriksaan, hingga pertanggungjawaban APBN menghabiskan waktu selama 6 (enam) bulan dimulai sejak tahun anggaran berakhir. Secara umum, opini laporan keuangan mencerminkan kualitas dari pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN dengan kriteria yang meliputi: 1) kesesuaian laporan keuangan dengan SAP; 2) kecukupan pengungkapan laporan keuangan; 3) ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan; serta 4) efektivitas pengendalian intern pemerintah. Adapun jenis-jenis opini atas laporan keuangan pemerintah dengan urutan dari yang terbaik (paling atas) hingga yang kurang baik (paling bawah) adalah sebagai berikut. a. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP); b. Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP); c. Opini Tidak Wajar; dan d. Tidak Memberi Pendapat (TMP). 5.3.2 Lini Masa Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Pemerintah Proses pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara dapat dijabarkan sebagai berikut. a. Menteri Keuangan menyerahkan LKPP unaudited kepada Presiden dan oleh Presiden selanjutnya disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah TA berakhir untuk diaudit. Tugas penyampaian LKPP kepada BPK dapat didelegasikan oleh Presiden kepada Menkeu. b. Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat disampaikan oleh BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya dua bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat. 101 c. Pemerintah melakukan perbaikan atas LKPP dengan memperhatikan hasil pemeriksaan BPK d. Menkeu menyusun RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan oleh Presiden disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Secara lebih jelasnya, alur penyampaian laporan keuangan sebagai laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dapat dilihat pada Gambar 5.8. Gambar 5.8 Alur Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBN Sebagai ilustrasi, untuk pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2022 yang berakhir pada 31 Desember 2022 akan dilakukan proses penyampaian laporan pertanggungjawabannya kepada DPR pada Tahun Anggaran 2023 sebagaimana terlihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.4 Lini Masa Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN untuk TA 2022 No. Proses Batas Waktu 1. Menteri Keuangan menyusun LKPP (Unaudited) dan menyampaikan LKPP disertai LK-K/L dan LK-BUN kepada BPK untuk dilakukan pemeriksaan. Akhir Maret 2023 2. BPK melakukan pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah dan menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan kepada Pemerintah. Akhir Mei 2023 3. Presiden menyampaikan RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2022 yang berisi LKPP audited (dilampiri dengan Laporan Akhir Juni 2023 Keuangan Badan Usaha Milik Negara) kepada DPR. 102 Tahukah Kamu? Belanja negara memiliki peranan krusial dalam pertumbuhan dan pemulihan ekonomi nasional. Namun, seringkali kualitas pelaksanaannya kurang optimal, seperti terlihat dari lambannya realisasi anggaran belanja kementerian/lembaga (K/L) di awal tahun anggaran dan penumpukan belanja di akhir tahun. Untuk mengatasi masalah ini dan meningkatkan kualitas pelaksanaan anggaran, pemerintah Indonesia telah menerapkan berbagai kebijakan, salah satunya adalah sistem self blocking anggaran. Kebijakan ini bertujuan untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi dengan membekukan anggaran K/L yang tidak termasuk prioritas dan mencadangkannya untuk situasi darurat. Pada tahun 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengambil langkah strategis dengan melakukan penyesuaian otomatis terhadap anggaran APBN. Total anggaran yang dibekukan mencapai Rp 50,14 triliun, dengan setiap kementerian/lembaga diwajibkan untuk menyisihkan 5 persen dari total anggarannya sebagai cadangan. Langkah ini dirancang sebagai bentuk mitigasi risiko untuk memastikan bahwa APBN dapat menghadapi gejolak ekonomi dan situasi geopolitik yang tidak stabil. Penting untuk dicatat bahwa penyesuaian ini bukan pemotongan anggaran, melainkan strategi antisipatif untuk menanggapi ketidakpastian global. Anggaran yang dibekukan sementara ini bersumber dari dana Rupiah Murni (RM). Secara umum, kegiatan yang diprioritaskan untuk automatic adjustment mencakup belanja barang, belanja modal, dan kegiatan yang sedang diblokir. Untuk belanja barang, yang menjadi prioritas untuk diblokir sementara adalah kegiatan yang tidak mendesak atau bisa ditunda, dengan fokus pada 10 akun belanja barang, termasuk honor, perjalanan dinas, paket meeting, belanja barang operasional lainnya, dan belanja barang non-operasional lainnya. Sistem self blocking berhubungan erat dengan pertanggungjawaban APBN, karena kebijakan ini mendukung pengelolaan anggaran yang lebih efektif dan akuntabel. Dengan membekukan anggaran yang tidak prioritas, self blocking memperkuat akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan anggaran. Kebijakan ini memungkinkan pengendalian dan pengawasan belanja yang lebih ketat, serta mempermudah penyusunan laporan keuangan yang akurat. Hal ini juga memastikan bahwa dana dialokasikan untuk prioritas utama, memperkuat manajemen risiko, dan meningkatkan perencanaan anggaran. Sumber : Ramli (2024) & Antara (2023) Kesimpulan Monev anggaran merupakan upaya pemerintah untuk memastikan APBN senantiasa dikelola secara efisien, efektif, profesional, dan akuntabel. Monev anggaran juga berperan untuk memastikan agar pelaksanaan APBN benar-benar berjalan sesuai dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan. Melalui monev anggaran, dapat diketahui kemajuan beserta hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan program sehingga dapat diambil tindakan antisipasi secara tepat waktu, serta bisa dijadikan sebagai feedback untuk perencanaan dan pelaksanaan anggaran pada periode berikutnya. Sementara itu, untuk memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas kepada publik, pemerintah melaksanakan tahap pelaporan, pemeriksaan, dan pertanggungjawaban APBN sebagai tahap akhir dari rangkaian proses pengelolaan APBN. Laporan keuangan pemerintah merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN. Laporan 103 keuangan pemerintah pada akhirnya akan disampaikan kepada DPR (dan dipublikasikan secara luas kepada masyarakat) setelah diaudit terlebih dahulu oleh BPK. Dengan adanya pertanggungjawaban APBN, pemerintah dapat mempertanggungjawabkan kebijakan yang diambil kepada masyarakat termasuk pelaksanaan anggarannya (APBN) dan sekaligus menciptakan kepercayaan masyarakat melalui penyediaan informasi dan kemudahan akses informasi terutama terkait dengan laporan keuangan pemerintah. Latihan Soal 1. Dalam ruang lingkup EKA atas Aspek Konteks dilakuan untuk menghasilkan informasi mengenai kualitas informasi kinerja yang tertuang dalam dokumen RKA-K/L. Kualitas informasi kinerja anggaran yang dimaksud meliputi, kecuali…. A. Ketersediaan rumusan informasi kinerja B. Ketersediaan target yang akan dicapai C. Keteraitan setiap indikator D. Kejelasan rumusan informasi kinerja 2. Pengukuran kinerja penggunaan belanja untuk pelaksanaan kegiatan dengan output sejenis pada beberapa unit/kantor pemerintah dalam satu kelompok (clustering) dengan karakter/tugas merapakan pengertian dari…. A. Deviasi Kebutuhan B. Einmalig C. Output Streamlining D. Benchmarking 3. Reviu yang dilakukan dalam rangka mengidentifikasi mekanisme perolehan input pemerintah yang berpotensi untuk diperoleh dengan harga yang lebih baik, dengan tetap menjaga kualitas yang sudah ditetapkan adalah reviu …. A. Reviu efisiensi B. Reviu ekonomi C. Reviu tematik D. Reviu umum Referensi Kemenkeu. (2023). KMK Nomor 466/2023 tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan Pengendalian dan Pemantauan serta EKA thd Perencanaan Anggaran. Ditjen Perbendaharaan. (2024). Perdirjen Nomor PER-5/PB/2024 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran Belanja K/L. Pemerintah Republik Indonesia. (2006). Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan. Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Suliantoro, I. (2020). Duplikasi Sistem Monitoring dan Evaluasi Belanja Kementerian/Lembaga. Jurnal Manajemen Keuangan Publik, 4(2), 16–30. https://doi.org/10.31092/jmkp.v4i2.1025 Suliantoro, I., & Deviyani, A. M. (2021). Evaluasi Belanja K/L sebagai Beban Kerja Tambahan pada Satker Mitra Kerja KPPN Kediri. Jurnal Manajemen Keuan, 5(2), 136–153. 104