TUTOR GUIDANCE GASTRO 2 2023 - Mata Kuning PDF
Document Details
Uploaded by BestJasper7937
Universitas Brawijaya
2023
Tags
Summary
This document is a tutor guidance book for medical students on problem-based learning (PBL), focusing on a particular topic, likely related to gastrointestinal problems. It details the steps of PBL, including case reading and analysis, learning objective formulation, and information sharing. It was created by the Medical Faculty of Universitas Brawijaya for the 2023 academic year.
Full Transcript
PROBLEM BASED LEARNING (PBL) HAND BOOK 7th Semester FOR TUTOR MKK GASTRO Medical Faculty Universitas Brawijaya 2023 CONFIDENTIAL PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 Belajar Sepanjang Hayat dengan Belajar Berbasis Masalah 7 Langkah (Problem...
PROBLEM BASED LEARNING (PBL) HAND BOOK 7th Semester FOR TUTOR MKK GASTRO Medical Faculty Universitas Brawijaya 2023 CONFIDENTIAL PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 Belajar Sepanjang Hayat dengan Belajar Berbasis Masalah 7 Langkah (Problem Based Learning 7 Jumps) Oleh: MEU FKUB Metode belajar berbasis masalah dengan 7 langkah (PBL 7 jumps) merupakan salah satu metode belajar yang sering digunakan di dunia pendidikan kedokteran. Metode ini pertama kali dikenalkan oleh Barrow (1980) sebagai bentuk pembelajaran yang diyakini dapat menstimulus kemampuan penalaran klinis calon dokter. Barrow dan Tamblyn (1980), yang dianggap sebagai Bapak-bapak PBL, mengatakan bahwa selama berpuluh-puluh tahun pembelajaran di kedokteran terlalu menekankan pada hafalan yang seringkali tidak dapat dimanfaatkan secara langsung untuk menyelesaikan masalah kedokteran riil. Mereka berpikir alangkah baiknya bila pembelajaran mendekatkan masalah riil dengan ilmu yang akan digunakan sehingga pada saat menjumpai masalah, ilmu, konsep dan teori dapat lebih optimal digunakan. Oleh karena itu metode yang dikenalkan oleh Barrow dan Tamblyn ini dilakukan dengan memberikan kepada mahasiswa masalah pasien untuk dipelajari dan diselesaikan daripada menjejali dengan materi kuliah berjam- jam. Pendekatan belajar ini dengan demikian memiliki dua tujuan utama, yaitu: 1) mengasah kemampuan pemecahan masalah (problem solving) sekaligus 2) mendapatkan pengetahuan yang terintegrasi yang relevan dengan masalah yang dihadapi. Dalam perkembangannya metode belajar PBL ini ternyata juga berkontribusi positif pada peningkatan penguasaan pengetahuan, kemampuan komunikasi kolaboratif serta aplikasi kedokteran berbasis bukti (evidence based medicine). Dalam dasawarsa terakhir, PBL telah menjadi salah satu trend setter pembelajaran di fakultas kedokteran di dunia. Oleh karenanya, Standar Pendidikan Profesi Dokter Indonesia menjadikan PBL sebagai pendekatan standar untuk Kurikulum Berbasis Kompetensi di Pendidikan Dokter Indonesia. Metode pembelajaran PBL biasanya didisain sebagai suatu pembelajaran dalam kelompok yang terdiri dari 10-15 mahasiswa yang sering disebut kelompok diskusi kecil yang difasilitasi oleh seorang dosen yang disebut dengan Tutor. Tutor dalam PBL bukanlah seorang pakar/narasumber dalam diskusi namun sebagai penstimulus dinamika kelompok serta memonitor jalannya diskusi dalam mencapai sasaran belajar yang telah ditetapkan. Diskusi PBL dimulai dengan paparan masalah yang biasanya berupa deskripsi dari suatu fenomena yang membutuhkan penjelasan. Masalah ini sering disebut dengan skenario pemicu. Kelompok diskusi kecil, tutor dan skenario pemicu merupakan tiga unsur utama dalam pembelajaran PBL. This book is only for teacher, please saveproperly 2|Page PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 Gambar 1 Tiga Unsur Utama dalam Pembelajaran PBL Langkah-langkah dalam PBL 7 Jumps PBL 7 jumps, seperti namanya terdiri dari 7 langkah sebagai berikut: 1. Reading the Case and Clarifing unclear terms or concepts 2. Define the problem 3. Analyze the problem using prior knowledge 4. Order Ideas and systematically analyze them in depth 5. Formulate learning objective 6. Seek additional information (individual learning) 7. Synthesize and test the new information by sharing Pembelajaran PBL 7 jumps biasanya dibagi dalam dua sesi pembelajaran yang dilakukan dalam hari yang berbeda. Langkah 1 s/d 5 dilakukan pada sesi pertama, dan langkah 7 dilakukan pada sesi kedua, sementara langkah 6 dilakukan diantara dua sesi sebagai bentuk tugas individu. Dalam KBK Pendidikan Dokter, sesi I biasanya dilakukan pada hari Senin, sementara untuk sesi II dilakukan pada hari Rabu atau Kamis. Sementara belajar individu dilakukan dengan cara menggali informasi dari kuliah-kuliah terjadwal, wawancara narasumber, praktikum, maupun mencari informasi dari literatur di internet maupun text book di perpustakaan dilakukan diantara sesi I dan Sesi II. Pada sesi II setiap individu melaporkan hasil belajarnya dalam kelompok diskusi untuk kemudian disusun menjadi hasil diskusi kelompok dalam bentuk Laporan Diskusi PBL. Langkah 1 : Membaca skenario pemicu (trigger scenario) Hal pertama yang perlu dilakukan dalam menghadapi masalah adalah membuat segala yang tidak jelas, terutama terhadap penggunaan istilah dalam masalah. Dengan melakukan hal ini diharapkan setiap peserta diskusi memiliki pandangan yang sama tentang skenario yang dihadapi serta ruang lingkupnya. This book is only for teacher, please saveproperly 3|Page PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 Setidaknya ada tiga aktivitas yang dilakukan langkah pertama ini, yaitu; 1. Memastikan bahwa setiap peserta diskusi memiliki pemahaman yang sama terhadap istilah (cue and clue) yang ada dalam skenario 2. Memastikan bahwa setiap peserta diskusi memiliki gambaran ruang lingkup yang sama dari kasus yang akan didiskusikan 3. Memastikan bahwa setiap peserta diskusi menyepakati hal-hal apa yang diluar ruang lingkup diskusi Langkah 2: Define the problem (menentukan masalah) Pada tahap ini, peserta diskusi harus memiliki kesepakatan terhadap masalah atau fenomena yang membutuhkan penjelasan dan hubungan-hubungan teoritik yang ada diantara masalah. Kadang masalah sudah jelas sejak awal sehingga kelompok dapat langsung menuju langkah 3. Namun demikian pada beberapa kasus, hubungan variable penting dalam kasus tidak selalu jelas dan membutuhkan penjelasan. Dalam langkah ini, kelompok mengidentifikasi hal-hal yang kemungkinan menjadi masalah dalam kasus dari cue and clue yang ada. Langkah 3: Analyze the problem (menganalisa masalah, dengan brainstorming) Langkah ini merupakan langkah untuk menggunakan pengetahuan yang telah didapatkan sebelumnya untuk menjelaskan daftar masalah yang telah disepakati pada langkah kedua. Masing-masing peserta tim diharapkan dapat berkontribusi menyumbangkan ide konstruktifnya dalam menjelaskan masalah yang ditemukan berdasarkan pengetahuan terbaik yang telah dimiliki. Langkah 4: Order Ideas and systematically analyze them in depth Pada tahap ini, peserta diskusi diharapkan telah memiliki kerangka konsep yang lebih jelas dari masalah-masalah yang telah dijelaskan, termasuk hubungan antara pertanyaan dan variabel baru yang muncul saat brainstorming. Pada tahap ini pemimpin diskusi diharapkan mampu membuat anggota kelompok menyepakati urutan prioritas masalah yang akan menjadi tujuan belajar. This book is only for teacher, please saveproperly 4|Page PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 Langkah 5 State Learning Objective (Menentukan Tujuan Belajar) Langkah ini merupakan konklusi sementara dari langkah 4, dimana semua peserta diskusi bersepakat terhadap masalah yang dapat dipahami (dapat dijelaskan secara logis dan meyakinkan) serta masalah mana yang menjadi kebutuhan bersama untuk dipelajari baik dari kuliah, baca literatur, diskusi dengan pakar serta aktivitas akademik lain yang mungkin dilakukan pada langkah 6. Pada langkah ini anggota kelompok menyepakati rencana aksi (action plan) dengan distribusi tugas masing- masing anggota. Langkah 6 Seek additional information (individual learning) Masing-masing peserta diskusi mencari informasi terkait dengan teori, konsep, atau penjelasan akademik yang relevan dengan daftar tujuan belajar yang telah ditetapkan pada langkah 6. Langkah 7 :Synthesize and test the new information by sharing Anggota kelompok bertemu kembali untuk mendiskusikan informasi yang didapat masing-masing sebagai tahap akhir dari PBL. Pada tahap ini peserta diskusi menyepakati bentuk laporan bersama Pembagian Peran dalam Diskusi PBL Dalam pelaksanaan belajar kelompok kecil dalam PBL, mahasiswa membagi diri kedalam peran-peran tertentu untuk melancarkan jalannya diskusi. Diantara peran yang dijalankan antara lain: A. Chair/leader (pemimpin diskusi) Seperti namanya, tugas pemimpin diskusi adalah menjamin agar diskusi berjalan lancar sesuai dengan tahap-tahapnya. Pemimpin bertanggung jawab mendistribusikan kesempatan setiap anggota diskusi untuk berpendapat, menjaga dinamika diskusi dan melakukan monitor terhadap waktu serta hasil diskusi. Tugas pemimpin diskusi juga memastikan scribe dapat mengimbangi jalannya/dinamika diskusi serta melakukan perekaman pendapat yang muncul dalam diskusi secara akurat. Pemimpin juga memiliki tanggung jawab dalam memastikan pembagian tugas belajar kelompok. B. Scribe (Sekretaris kelompok) Tugas dari Scribe adalah mencatat jalannya diskusi, termasuk merekam sumber- sumber belajar yang dikemukakan atau digunakan di dalam diskusi. Scribe mengumpulkan catatan atau ide dari semua anggota dan menyarikannya sebagai hasil diskusi kelompok. This book is only for teacher, please saveproperly 5|Page PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 C. Anggota Diskusi Peran anggota diskusi adalah mengikuti langkah-langkah diskusi sesuai tahapannya dan secara aktif berpartisipasi dalam diskusi. Kelancaran diskusi ditentukan oleh keterbukaan masing-masing anggota kelompok untuk saling mendengar dan menerima/berbagi informasi yang dimiliki serta saling menghargai pendapat yang dikemukaan di dalam diskusi. Peran Tutor dalam PBL Secara umum, peran tutor dalam PBL adalah untuk memfasilitasi, menciptakan pembelajaran aktif, serta mendorong seluruh anggota kelompok untuk berkolaborasi mengembangkan ide-ide dan konsep yang relevan dengan masalah yang disajikan. Para tutor harus dilatih, mereka tidak menyajikan informasi maupun memberikan jawaban. Dalam grup yang baik, para siswa lah yang aktif mengidentifikasi masalah, berbagi informasi, dan mencari kejelasan dari kesulitan yang mereka hadapi. Para tutor diharapkan dapat menyesuaikan pendekatan pembelajaran mereka dengan tingkat pengetahuan siswa, kualitas interaksi dalam grup PBL, dan konten dari permasalahan yang disajikan (Sefron & Frommer, 2013). Dalam PBL, tutor memiliki beberapa peran yang spesifik, yaitu : 1. The tutor as diagnostician Tutor harus mampu menentukan dan mendiagnosis sejauh mana pengetahuan dan keterampilan (prior knowledge)para siswa dalam konteks masalah yang disajikan. Dengan mengetahui prior knowledge mereka, tutor akan dapat melihat secara langsung bagaimana para siswa belajar, dan selanjutnya akan mempermudah tutor dalam menfasilitasi proses belajar. Pada tahap ke tujuh (information sharing), tutor juga diharapkan mengobservasi sampai sejauh mana para siswa mampu menguasai materi, dan apakah mereka mampu mengaplikasikan pengetahuan mereka ke dalam masalah yang disajikan. 2. The tutor as challenger Siswa, baik secara individu maupun kelompok, tidak selalu dalam kondisi terdorong untuk memaksa diri mereka sendiri untuk terlibat dalam proses belajar dan berpikir, baik di dalam maupun di luar proses tutorial. Seringkali para tutor harus menantang para siswa untuk bereksperimen dengan strategi belajar yang baru. Contohnya, pada tahap diskusi (reporting), siswa cenderung hanya semata-mata menjawab pertanyaan dari LO tanpa keinginan atau rasa penasaran tentang bagaimana mengaplikasikannya pada kasus riil atau kasus lainnya. Disinilah tugas tutor untuk merangsang mereka berpikir dan menvisualisasikannya. This book is only for teacher, please saveproperly 6|Page PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 3. The tutor as role model Pemberian contoh (modelling) bisa dilakukan secara lebih eksplisit atau kurang eksplisit, tergantung dari problem yang dihadapi dalam dinamika kelompok. Dengan mengembangkan berbagai keterampilan yang diperlukan untuk ber-PBL, tidak hanya tutor, namun para siswa pun, juga dapat menjadi contoh yang efektif dalam strategi belajar dan berpikir, serta mengembangkan keterampilan yang esensial dalam problem-based learning. 4. The tutor as activator Para siswa, terutama pada tingkat lanjut, seringkali sudah memiliki cukup prior knowledge serta strategi belajar dan berpikir yang memadai, namun sayangnya mereka belum berhasil untuk menggunakan modal ini dengan baik pada saat PBL. Disinilah para tutor berperan sebagai activator, mengaktivasi para siswanya untuk mengaplikasikan pengetahuan mereka secara efektif. Peran tutor sebagai activator berbeda dengan peran tutor sebagai challenger, dimana pada peran ini siswa sudah memiliki pengetahuan dan keterampilan namun belum mampu mengemasnya secara optimal. Sedangkan peran challenger, lebih cenderung kepada mendorong dan merangsang siswa untuk mencoba perilaku belajar yang baru serta memaksa diri mereka sendiri untuk memaksimalkan potensi sesuai dengan konteks permasalahan yang disajikan dalam PBL. 5. The tutor as monitor Tugas ini mengharuskan tutor untuk melihat keseluruhan proses dan progress dari grup tutorial serta masing-masing anggotanya selama PBL berlangsung. Selain itu, tutor juga diharapkan mampu menentukan sejauh mana ketercapaian tujuan belajar selama proses pembelajaran dalam PBL. Contohnya, jika tujuan belajar kelompok yang disepakati terlalu simpel atau sedikit, maka tutor boleh menambahkan atau menambah kompleksitas dari masalah. Pada tahap ini tentunya tutor harus dapat menentukan terlebih dahulu tingkat pengetahuan siswanya, sehingga tutor bisa menggiring para siswa sedekat mungkin dengan konteks kasus sebenarnya. 6. The tutor as evaluator Pada akhir sesi, para tutor akan diminta untuk berperan sebagai evaluator. Tahap assessment ini akan memfokuskan terutama pada keterampilan profesional siswa secara keseluruhan serta attitude mereka selama proses PBL berlangsung. Selain itu, tutor diharapkan mampu menstimulasi refleksi dari para siswa selama proses PBL, sehingga para siswa dan tutor sendiri bisa mengevaluasi kemampuan masing-masing dalam proses pembelajaran. OVERVIEW OF STUDENT SKILLS in PBL This book is only for teacher, please saveproperly 7|Page PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 STEP DESCRIPTION CHAIR SCRIBE 1 Clarifying unfamiliar § Invites group members to Divides the terms read the problem blackboiard into § Checks if everyone has read three parts Unfamiliar terms is the the problem Notes down the problem text are § Checks if there are unfamiliar unfamiliar terms clarified terms in the problem § Concludes and proceeds to the next phrase 2 Problem Asks the group for possible Notes down the definition(cue and problem definitions problem clue) Paraphrases contributions of definitions group members The tutorial group Checks if everyone is defines the problem in a satisfied with the problem set of questions definitions Concludes and proceeds to the next phrase 3 Brainstorming Allows all group members to Makes brief and (dari cue and clue contribute one by one clear summaries bisakah dibikin cerita Summarizes contributions of of contributions sendiri) group members Distinguishes Stimulates all group between main Preexisting knowledge members to contribute points and side is activated and Summarizes at the end of the issues determined, brainstorm hypothesis are Makes sure that a critical generated analysis of all contributions is postphoned until step four 4 Analyzing the Makes sure that all points Makes brief and problem(skala prioritas, from the brainstorm are clear summaries mana LO yg menjadi discussed contributions prioritas utama dst) Summarizes contributions of Indicates relations groups members between topics, Explanations and Asks questions, promotes makes schemata hypotheses are depth in the discussion discussed in depth and Makes sure the group does are systematically not stray from the subject analyzed to each other Stimulates group members to find relations between topics Stimulates all group members to contribute 5 Formulating learning Asks for possible learning Notes down the issues issues learning issues Paraphrases contributions of It is determined what group member knowledge the group Checks if everyone is lacks, and learning satisfied with the learning issues are formulated issues on these topics This book is only for teacher, please saveproperly 8|Page PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 Checks if all obscurities and contradictions from the problem analysis have been converted into learning issues 7 Reporting Prepares the structure of the Makes brief and reporting phase clear summaries Findings from the Makes an inventory ofa what of contributions literature are reported sources have been used Indicates relations and answers to the Repeats every learning issue between topics, learning issues are and asks what has been makes schemata discussed found Distinguishes Summarizes contributions of between main group members points and side Asks questions, promotes issues depth in the discussion Stimulates group members to find relations between topics Stimualtes all group members to contribute Concludes the discussion of each learning issue with a summary Topic tree/LO Blok This book is only for teacher, please saveproperly 9|Page PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 This book is only for teacher, please saveproperly 10 | P a g e PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 CASES SECTION This book is only for teacher, please saveproperly 11 | P a g e PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 PBL Tutorial Session 2 TOPIK Hepatitis B TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Mahasiswa dapat melakukan langkah-langkah diagnostik penyakit hati. 2. Mahasiswa mengetahui etiologi hepatitis B 3. Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologi penyakit hepatitis 4. Mahasiswa dapat menjelaskan gambaran klinis dan laboratoris hepatitis B 5. Mahasiswa dapat menjelaskan tatalaksana penyakit hepatitis B 6. Mahasiswa mengatahui indikasi rawat inap pada penderita dengan hepatitis B 7. Mahasiswa dapat menyebutkan individu yang berisiko tertular hepatitis B 8. Mahasiswa dapat menjelaskan komplikasi penyakit hepatitis B 9. Mahasiswa dapat menjelaskan prognosis pada penderita hepatitis B. SKENARIO MATA KUNING Putri, seorang anak perempuan, berusia usia 12 tahun, 40 kg, dibawa oleh ibunya ke Poliklinik RS dengan keluhan mata dan kulit berwarna kuning. Sejak satu minggu sebelumnya, Putri mengeluh demam, tidak terlalu tinggi disertai dengan rasa mual, muntah, nafsu makan yang menurun dan badan terasa lemah. Sejak sekitar 2-3 hari terakhir matanya mulai terlihat kuning disertai warna kencing seperti teh. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, nafas spontan adequat, dengan temperature aksila 380 C. Tampak ikterus pada sclera mata dan didapatkan pembesaran pada perabaan hepar sekitar 3 cm di bawah arcus costae, disertai nyeri tekan. Limpa tidak membesar. Selanjutnya, pada pemeriksaan laboratorium didapatkan : Darah Rutin : Hb 12 g/dl, lekosit 3.900/cm, hitung jenis -/-/-/54/43/3. Tes Fungsi Hati : Bilirubin Total 7,2 mg/dl, Bilirubin Direk 5.8mg/dl, Bilirubin Indirek 1.4 mg/dl, AST (SGOT) 390U/L, ALT(SGPT) 766 U/L, ALP 299U/L. Hasil pemeriksaan serologi : HBsAg (+), anti-HBc (+), IgM anti-HBc (+), anti-HBs(-), IgM anti HAV (-) dan HCV Ab (-) PERMASALAHAN (PROBLEM LIST) 1. Apa diagnosis kerja pada penderita ini ? 2. Apakah etiologi penyakit ini ? 3. Bagaimanakah patofisiologi penyakit ini? This book is only for teacher, please saveproperly 12 | P a g e PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 4. Bagaimana gambaran klinis dan interpretasi laboratoris penyakit ini ? 5. Jelaskan tatalaksana penderita ini ! 6. Apakah indikasi rawat inap pada penderita dengan permasalahan seperti ini ? 7. Siapa sajakah individu yang berisiko tertular penyakit ini ? 8. Apa saja komplikasi yang bisa terjadi ? 9. Bagaimana prognosis pada penderita dengan penyakit ini? BRAIN STORMING HEPATITIS B PENDAHULUAN DAN ANGKA KEJADIAN Infeksi hepatitis B virus merupakan infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Hampir sepertiga populasi dunia terinfeksi hepatitis B. Diperkirakan sekitar 350 juta orang merupakan karier hepatitis B. Prevalensi infeksi HBV bervariasi dari satu daerah dengan daerah lainnya. Eropa Barat dan Amerika Utara merupakan wilayah dengan prevalensi rendah. Pada daerah tersebut, infeksi HBV terpusat pada kelompok berisiko tinggi, seperti imigran atau anak adopsi dari negara endemik HBV dan mereka yang terlibat perilaku berisiko tinggi, seperti penggunaan narkoba suntik dan pria homoseksual. Gambar 1. Prevalensi Hepatitis B dunia. CDC. Di daerah endemik HBV seperti Asia dan Afrika, tingkat infeksi yang tinggi terjadi pada anak-anak karena transmisi perinatal atau penularan pada anak usia dini. Di Taiwan pada tahun 1984, sebelum adanya program imunisasi, 5% bayi terdeteksi dengan HbsAg positif dan 10% positif pada usia 2 tahun. Setelah 15 tahun program vaksinasi pada bayi baru lahir, HbsAg angka pada anak-anak di bawah 15 tahun menurun hingga 0,7%. Meskipun infeksi HBV tidak sangat endemik di Amerika Serikat, efek serupa telah dicatat. Karena strategi imunisasi dan perubahan risiko perilaku, kejadian tahunan infeksi HBV telah menurun dari sekitar 200.000 kasus menjadi 79.000 kasus terakhir dekade atau so.1 Dari 1986 hingga 2000, tingkat hepatitis akut B di antara This book is only for teacher, please saveproperly 13 | P a g e PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 anak-anak usia 1 hingga 9 tahun menurun lebih banyak dari 80% (Broderick dan Jonas, 2003). Tabel 3.1 Anak dengan risiko terinfeksi HBV. Dikutip dari Broderick dan Jonas, 2003. Bayi yang lahir dari wanita yang terinfeksi HBV Bayi dan anak-anak yang hidup dalam kelompok masyarakat dengan endemisitas HBV yang tinggi Imigran atau anak angkat dari daerah dengan tingkat HBV yang tinggi Kontak erat dengan individu dengan HBV kronis Remaja yang terlibat dalam perilaku berisiko tinggi Hepatititis B kronik juga merupakan masalah kesehatan yang besar di Asia, dimana terdapat sedikitnya 75% dari 300 juta individu dengan HBsAg positif menetap di seluruh dunia. Di Indonesia, hepatitis B merupakan jenis hepatitis yang paling banyak menginfeksi dibandingkan dengan jenis hepatitis lain dengan jumlah penduduk yang telah terinfeksi hepatitis B sekitar 23 juta orang. Selain itu, infeksi virus hepatitis B diperkirakan sebagai penyebab dari 30% sirosis dan 53% kanker hati di dunia (Ramadhian dan Pambudi, 2016). Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari 2,5% di Banjarmasin sampai 25,6% di Kupang, sehingga termasuk dalam kelompok negara dengan endemisitas sedang sampai tinggi. Di negara-negara Asia diperkirakan bahwa penyebaran perinatal dari ibu pengidap hepatitis merupakan jawaban atas prevalensi infeksi virus hepatitis B yang tinggi. Hampir semua bayi yang dilahirkan ibu dengan HBeAg positif akan terkena infeksi pada bulan kedua dan ketiga kehidupannya. Jumlah kasus baru hepatitis pada anak sulit untuk diperkirakan dikarenakan banyak infeksi pada anak-anak adalah asimtomatik. ETIOLOGI VIRUS Hepatitis B merupakan kelompok virus DNA dan tergolong dalam Hepadnaviridae. Virion memiliki dua bentuk yaitu envelope yang tidak memiliki potensi untuk menginfeksi, bereplikasi dan virion lengkap. Virion lengkap terdiri dari envelope yang mengandung capsid, DNA polymerase dan DNA virus. Dalam keadaan utuh partikel Dane terdiri dari 2 lapisan, yaitu : (1) Lapisan luar : Antigen permukaan (HBsAg) DAN (2) Lapisan dalam : Antigen inti (HBcAg). Di dalam inti virus terdapat genome VHB, yang terdiri dari 1 molekul dengan 2 gelang yang tidak utuh. Gelang yang utuh, mengandung informasi genetic, sedangkan gelang yg tidak utuh, berperan dlm proses integrasi dengan DNA hospes dan berperan penting dalam terjadinya karsinoma. Struktur genom virus hepatitis B (VHB) terdiri dari empat open reading frame (ORF), yaitu gen S dan pre-S yang mengode HBsAg, gen pre-C dan gen C yang mengode HBeAg dan HBcAg) dan gen P yang mengode DNA polimerase serta gen X yang mengode HBxAg. Berikut genom VHB dengan 4 ORF. Infeksi VHB dapat terjadi apabila partikel utuh VHB berhasil masuk ke dalam hepatosit, kemudian kode genetik VHB akan masuk ke dalam inti sel hati dan kode genetik tersebut akan memerintahkan sel hati untuk membentuk protein-protein komponen VHB (Soemoharjo, 2008). This book is only for teacher, please saveproperly 14 | P a g e PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 Gambar 2.Virus Hepatitis B PATOFISIOLOGI HEPATITIS B AKUT Patogenesis penyakit ini dimulai dengan masuknya VHB ke dalam tubuh secara parenteral. Terdapat 6 tahap dalam siklus replikasi VHB dalam hati, yaitu pertama Attachment yaitu virus menempel pada reseptor permukaan sel. Penempelan terjadi dengan perantaran protein pre-S1, protein pre-S2, dan poly-HSA (polymerized Human Serum Albumin) serta dengan perantaraan SHBs (small hepatitis B antigen surface). Tahap kedua yaitu penetration, dimana virus masuk secara endositosis ke dalam hepatosit, membran virus menyatu dengan membran sel pejamu (host) dan kemudian memasukkan partikel core yang terdiri dari HBcAg, enzim polimerase dan DNA VHB ke dalam sitoplasma sel pejamu. Partikel core selanjutnya ditransportasikan menuju nukleus hepatosit. Tahap ketiga yaitu uncoating, yaitu VHB bereplikasi dengan menggunakan RNA. Virus hepatitis B berbentuk partially double stranded DNA yang harus diubah menjadi fully double stranded DNA terlebih dahulu, dan membentuk covalently closed circular DNA (cccDNA). Covalently closed circular DNA inilah yang akan menjadi template transkripsi untuk empat mRNA (Soemoharjo, 2008). Gambar 3.2 Patogenesis virus hepatitis B Setelah masuk ke sel, nukleokapsid HBV mengangkut muatannya, DNA genom HBV, ke nukleus, di mana DNA sirkuler yang rileks diubah menjadi closed circular convalescens DNA (cccDNA) yang berfungsi sebagai template untuk transkripsi empat RNA virus , yang diekspor ke sitoplasma dan digunakan sebagai mRNA untuk terjemahan protein HBV. RNA terpanjang (pra-genomik) juga berfungsi sebagai template untuk replikasi, yang terjadi di dalam nukleokapsid di dalam sitoplasma. Nukleokapsid diselimuti selama perjalanannya melalui retikulum endoplasma dan / atau Golgicomplex dan kemudian disekresikan dari sel. Dikutip dari: Soemoharjo, 2008. This book is only for teacher, please saveproperly 15 | P a g e PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 Tahap keempat yaitu replication, dimana pregenom RNA dan mRNA akan keluar dari nukleus. Translasi akan menggunakan mRNA yang terbesar sebagai kopi material genetik dan menghasilkan protein core, HBeAg, dan enzim polimerase. Translasi mRNA lainnya akan membentuk komponen protein HBsAg. Tahap kelima yaitu assembly dimana enkapsidasi pregenom RNA, HBcAg dan enzim polimerase menjadi partikel core di sitoplasma. Dengan proses tersebut, virion-virion akan terbentuk dan masuk kembali ke dalam nukleus. Tahapan yang terakhir yaitu release, DNA kemudian disintesis melalui reverse transcriptase, kemudian terjadi proses coating partikel core yang telah mengalami proses maturasi genom oleh protein HBsAg di dalam retikulum endoplasmik. Virus baru akan dikeluarkan ke sitoplasma, kemudian dilepaskan dari membran sel (Soemoharjo, 2008). Perjalanan Infeksi Virus Hepatitis B menjadi Hepatitis Khronis Infeksi HBV dapat menyebabkan hepatitis akut, acute liver failure, atau hepatitis kronis, atau dapat menyebabkan infeksi tanpa gejala. Infeksi HBV kronis dapat menyebabkan sirosis atau kanker hati. Kemungkinan bahwa seseorang dengan infeksi HBV akan berkembang menjadi infeksi kronis sangat tergantung pada usia pada saat infeksi HBV. Lebih dari 90% bayi yang terinfeksi HBV dan 25% -50% anak yang terinfeksi antara usia 1 dan 5 tahun akan berkembang menjadi infeksi hepatitis kronis. Lebih dari 25% bayi yang terinfeksi HBV dan anak-anak yang berusia lebih dari 6 tahun akan mberkembang menjadi sirosis dan hepatitis cel carcinoma (HCC) yang disebabkan oleh HBV. Pada pasien dengan infeksi hepatitis inaktif, kemungkinan berkembang menjadi sirosis dan kanker hati kurang dari 1% per tahun, sedangkan pada pasien dengan immune active, 1-10% dapat berkembang menjadi sirosis. Sebaliknya, pada anak yang lebih besar dan orang dewasa dengan hepatitis akut, kurang dari 10% berkembang menjadi infeksi kronis. Selain usia saat pertama kali terinfeksi, tingkat progresi infeksi HBV umumnya dipengaruhi oleh jenis kelamin, tingkat replikasi HBV, genotipe dan varian HBV, koinfeksi virus (hepatitis C virus (HCV), hepatitis delta virus (HDV), human immunodeficiency virus (HIV), gaya hidup pejamu (minum, merokok), paparan zat karsinogenik, faktor genetik pejamu, dan kemungkinan komorbiditas (sindrom metabolik , diabetes dan obesitas) (Inoue dan Tanaka, 2016). Perjalanan klinis infeksi HBV kronis dapat dibagi menjadi lima tahap, yang tidak harus berurutan yang dirangkum dalam Tabel 3.2. Tahap pertama yaitu immune tolerant yaitu merupakan tahap awal mewakili masa inkubasi. Saat HBV bereplikasi secara aktif, DNA HBV, HBeAg, dan HBsAg terdeteksi dalam serum. kadar alanine aminotransferase (ALT) hanya sedikit atau tidak meningkat, dan orang yang terinfeksi tidak bergejala. Respon imun terbatas pada produksi antibodi terhadap antigen inti hepatitis B (anti-HBc), imunoglobulin M (IgM) diikuti oleh imunoglobulin G (IgG) namun, antibodi ini tidak menetralkan infeksi. Tahap pertama ini terjadi lebih sering dan memiliki durasi yang lebih lama pada bayi yang terinfeksi selama persalinan atau selama tahun-tahun pertama kehidupan. Hanya sedikit atau bahkan tidak ada temuan fibrosis. Pada tahap ini, meskipun pengobatan umumnya tidak diindikasikan, diperlukan pemantauan. Tahap kedua yaitu immune active (hepatitis kronis dengan HBeAg-positif), dimana kadar HBeAg dapat dideteksi dalam serum. Tingkat DNA HBV yang agak lebih rendah terlihat This book is only for teacher, please saveproperly 16 | P a g e PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 pada beberapa pasien dibandingkan pada tahap pertama. Dibandingkan dengan stadium sebelumnya, kadar serum ALT lebih tinggi, dan terdapat nekroinflamasi hati derajat sedang atau berat dan perkembangan fibrosis yang lebih parah. Untuk pasien dengan infeksi HBV kronis, 10 tahun atau lebih mungkin berlalu sebelum berkembang menjadi sirosis atau kanker hati. Respon imun dapat mengurangi tingkat replikasi HBV, dan mulai membersihkan HBeAg dan HBsAg. Laju perkembangan antibodi terhadap antigen hepatitis B e (anti-HBe) dan pembersihan HBeAg (serokonversi HBeAg) adalah 10% -20% per tahun. Infeksi kronis akan berkembang pada 80% -90% bayi yang terinfeksi, sedangkan kurang dari 5% orang dewasa yang terinfeksi akan gagal untuk menyelesaikan hepatitis akut. Tahap ini diakhiri dengan serokonversi HbeAg. Pada tahap ini, pengobatan dapat diindikasikan (EASL clinical practice guidelines, 2012). Tahap ketiga yaitu Inactive chronic hepatitis “immune control” (sebelumnya disebut innactive carrier) Tahap hepatitis kronis tidak aktif dapat mengikuti serokonversi menjadi anti-HBe dan pembersihan HBeAg. Stadium tersebut ditandai dengan DNA HBV yang sangat rendah atau tidak terdeteksi dalam serum dan kadar serum aminotransferase dalam kisaran sesuai dengan referensi. Melalui pengendalian imunologi infeksi HBV, mayoritas pasien akan mendapatkan hasil yang baik dengan risiko sirosis atau kanker hati yang sangat rendah (Tai et al., 2009). HBsAg masih ada dalam serum, tetapi pembersihan HBsAg dan pengembangan antibodi terhadap antigen permukaan hepatitis B (anti-HBs) dapat terjadi secara spontan pada 1% -3% kasus per tahun. Pada tahap ini, meskipun pengobatan umumnya tidak diindikasikan, pemantauan untuk pengaktifan kembali dan kanker hati diperlukan. Tahap keempat yaitu "immune escape" (hepatitis kronis dengan HBeAg-negatif) yaitu tahap hepatitis kronis dengan HBeAg-negatif dapat diikuti pembersihan HBeAg dan pengembangan anti-HBe selama tahap infeksi kronis tidak aktif (tahap 3) atau langsung dari kekebalan aktif / pembersihan (tahap 2). Penting untuk membedakan pembawa HBV yang tidak aktif dari orang-orang yang negatif untuk HBeAg yang menderita hepatitis kronis. Pasien akan memiliki hasil yang baik dengan risiko komplikasi yang sangat rendah, sedangkan yang terakhir memiliki risiko tinggi penyakit hati progresif, termasuk sirosis dekompensasi dan HCC. Pada tahap ini, dapat diindikasikan pemberian pengobatan. Tahap kelima yaitu tahap Reaktivasi atau acute-on-chronic hepatitis (Inoue dan Tanaka, 2016). Pada tahap akhir, pengaktifan kembali HBV dapat terjadi secara spontan atau dapat dipicu oleh kemoterapi kanker atau terapi imunosupresif lainnya, dan dapat menyebabkan acute on chronic hepatitis yang parah. Infeksi HBV samar didefinisikan sebagai DNA HBV yang menetap di hati pasien yang tidak terdeteksi HBsAg di dalam darah. Individu yang telah membersihkan HBsAg dan negatif untuk DNA HBV serum tetapi anti-HBc positif dapat mengembangkan reaktivasi jika mereka dirawat dengan obat-obatan imunosupresif yang poten. Hilangnya HBsAg sebelum onset sirosis dikaitkan dengan hasil yang lebih baik, dengan penurunan risiko sirosis, dekompensasi, dan kanker hati. Jika sirosis timbul sebelum terjadi pembersihan alami atau akibat pengobatan dari HBsAg, pasien tetap berisiko terkena kanker hati. Pada tahap ini, diindikasikan untuk pemberian pengobatan (Inoue dan Tanaka, 2016). Tahap kelima yaitu tahap reaktivasi atau acute on chronic hepatitis. Pada tahap akhir, pengaktifan kembali HBV dapat terjadi secara spontan atau dapat dipicu oleh kemoterapi kanker atau terapi imunosupresif lainnya, dan dapat menyebabkan hepatitis acute on chronic hepatitis yang serius. Infeksi HBV samar didefinisikan sebagai DNA This book is only for teacher, please saveproperly 17 | P a g e PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 HBV yang menetap di hepar orang yang tidak terdeteksi HBsAg di dalam darah. Individu yang telah membersihkan HBsAg dan memiliki kadar DNA HBV serum yang negatif, tetapi anti-HBc positif dapat reaktivasi jika mereka dirawat dengan obat-obatan imunosupresif yang poten (WHO, 2015). Hilangnya kadar HBsAg sebelum onset terjadinya sirosis dikaitkan dengan hasil yang lebih baik, dengan penurunan risiko sirosis, dekompensasi, dan HCC. Jika sirosis berkembang sebelum pembersihan alami atau akibat pengobatan dari HBsAg, pasien tetap berisiko terkena kanker hati. Pada tahap ini, diindikasikan pemberian pengobatan (Inoue dan Tanaka, 2016). Tabel 3.2 Tahap infeksi hepatitis B kronis. Dikutip dari: Inoue dan Tanaka, 2016. Stadium Status Pola Indikasi terapi serologis HbeAg Immune tolerant HbeAg positif Stadium terlihat pada banyak Bukan indikasi anak dan dewasa muda pemberian terapi, dengan HBeAg-positif, tetapi diperlukan terutama pada anak yang pemantauan ketat terinfeksi saat lahir Replikasi HBV tingkat tinggi (kadar DNA HBV >200000 IU / mL) Kadar ALT normal Gambaran histologis minimal Immune active HBeAg positif; ALT abnormal atau kadang- Dapat menjadi (hepatitis kronis dapat kadang tidak normal indikasi pemberian dengan HBeAg- membentuk Replikasi HBV tingkat tinggi pengobatan positif) anti-Hbe atau berfluktuasi (kadar DNA HBV > 2000 IU / mL) Terdapat aktivitas histologis nekroinflamasi Kemungkinan serokonversi HBeAg ke anti-HBe, dengan normalisasi ALT yang mengarah ke tahap “immune tolerant” Inactive chronic HbeAg positif, Kadar ALT tetap normal Pengobatan hepatitis anti-Hbe positif DNA HBV rendah atau tidak umumnya tidak “Immune terdeteksi (kadar DNA HBV diindikasikan, control” 20.000 IU / mL) Orang tua yang berisiko mengalami penyakit progresif (fibrosis / sirosis) “Reactivation” HbeAg positif Dapat terjadi secara spontan Indikasi atau “acute-on- atau negatif atau dipicu oleh imunosupresi pengobatan This book is only for teacher, please saveproperly 18 | P a g e PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 chronic dari terapi kemo atau hepatitis” imunosupresif, infeksi HIV, atau transplantasi; pengembangan resistensi antivirus; atau penghentian terapi antiviral ALT abnormal Replikasi HBV tingkat sedang hingga tinggi Seroreversi ke positif HBeAg dapat terjadi jika HBeAg negatif Risiko dekompensasi tinggi dengan adanya sirosis INDIVIDU YANG BERISIKO TERTULAR HEPATITIS B 1. Populasi target : anak, tenaga medis, staf tempat pemeliharaan anak 2. Individu ber-risiko tinggi : homoseksual, pengguna obat intravena, penderita penyakit hati khronik, penderita koagulopati 3. Populasi rentan : kelompok sosial ekonomi tinggi CARA PENULARAN 1. Infeksi Perinatal 2. Transfusi darah 3. Transmisi Horizontal 4. Transmisi Seksual 5. Penggunaan obat-obatan intravena / percutan (jarum suntik) 6. Infeksi nosokomial 7. Transplantasi organ tanpa skrining Anti GAMBARAN KLINIS Hepatitis B pada anak pada umumnya bersifat asimtomatik atau dengan gejala yang ringan saja. Gejala yang sering dialami diawali dengan gejala non spesifik (prodormal) seperti anoreksia, mual, muntah dan demam. Dalam beberapa hari-minggu timbul icterus atau kuning pada mata dan kulit , tinja yang pucat dan urin yang berwarna gelap. Masa inkubasinya antara 28-180 hari. Insiden munculnya gejala tergantung pada usia yaitu 5 – 15% pada anak usia 1-5 tahun dan 30-50% pada anak usia > 5 tahun. Gejala umumnya menetap 1-2 bulan. Infeksi akut jarang bermanifestasi berat. PEMERIKSAAN LABORATORIS Infeksi VHB tidak dapat dibedakan penyakit lainnya dengan hanya melihat gejala klinis saja. Satu-satunya pemeriksaan biokimia yang abnormal adalah peningkatan serum transaminase yang tinggi. Diagnosa definitif didasarkan pada pemeriksaan This book is only for teacher, please saveproperly 19 | P a g e PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 serologis. Pada infeksi virus akut, petanda virus yang pertama kali muncul adalah HbsAg yang timbul beberapa minggu atau beberapa bulan setelah terpapar VHB. Petanda ini menghilang dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan yang diikuti dengan terbentuknya anti-HBs. Periode antara menghilangnya HbsAg dan timbulnya anti-HBs disebut window periode. Pada periode ini hanya IgM anti HBc yang terdeteksi dan merupakan petanda spesifik untuk menegakkan diagnosis HVB. Anti HBc terbentuk pada semua infeksi VHB. Antibodi ini muncul segera setelah HbsAg timbul. HbeAg umumnya timbul pada fase akut dan merupakan petanda keadaan yang sangat infeksius. HBV-DNA juga dapat dideteksi dalam darah pada periode ini. Diagnosis hepatitis B kronis dibuat berdasarkan menetapnya HbsAg selama 6 bulan. HBeAg merupakan petanda virus yang berhubungan dengan tingkat replikasi virus dan tingginya resiko transmisi. Pada keadaan HbeAg negatif karena adanya mutan virus, maka untuk mengetahui tingkat replikasi virus digunakan pemeriksaan DNA HBV. Tabel 1. Diagnosis serologis hepatitis B virus HbsAg Anti HbeAg Anti Hbe HBV DNA Anti HBc HBs Infeksi akut + IgM, + - Terdeteksi - IgG - (mutan) Karier + - - - Tdk - terdeteksi Infeksi - IgG - + Tidak + membaik - terdeteksi (mutan) Pengidap + IgG - + Tidak - kronis - terdeteksi (infektivitas (mutan) rendah) Pengidap + IgG + + Terdeteksi - kronis - (jika (virus mutan) bereplikasi) TATALAKSANA Tatalaksana INFEKSI HBV umumnya tidak memerlukan terapi antiviral dan prinsipnya adalah suportif. Pasien dianjurkan beristirahat pada fase simtomatis. Lamivudin 100 mg/hari dilaporkan dapat digunakan pada hepatitis fulminan akibat eksaserbasi akut HVB. Pada HVB kronis, tujuan terapi adalah untuk mengeradikasi infeksi dengan menjadi normalnya nilai aminotransferase, menghilangnya replikasi virus dengan terjadinya serokonversi HbeAg menjadi antiHBe dan tidak terdeteksinya HBV- This book is only for teacher, please saveproperly 20 | P a g e PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 DNA lagi. Anak dengan HVB dipertimbangkan untuk mendapat terapi antiviral bila nilai ALT lebih dari 2 kali batas normal selama lebih dari 6 bulan, terdapat replikasi aktif. Sebaiknya dilakukan biopsi hati sebelum dilakukan pengobatan untuk mengetahui derajat kerusakan hati. Interferon dan lamivudin telah disetujui untuk digunaka pada infeksi hepatitis B kronis. Dosis interferon 5-10 MU/m2 subkutan 3 kali per minggu selama 4-6 bulan. Bila hanya dipakai lamivudin sendiri maka diberikan selama 1 tahun atau paling sedikit 6 bulan bila telah terjadi konversi HbeAG dengan Hbe. INDIKASI RAWAT PADA PENDERITA HEPATITIS B 1. Dehidrasi berat akibat diare berat atau kesulitan masukan per-oral 2. Kadar AST atau ALT > 10 kali batas atas nilai normal untuk mengatasi kemungkinan nekrosis sel hati yang masif 3. Didapatkan perubahan perilaku atau kesadaran menurun yang mengarah pada kecurigaan ensefalopati hepatitis 4. Prolong atau relapsing hepatitis untuk elaborasi faktor penyerta lainnya 5. Terapi suportif bila dehidrasi berat, muntah-muntah hebat, atau masukan peroral yang sulit KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS Gejala komplikasi timbul jika sudah menjadi sirosis dan hipertensi portal atau karsinoma hepatoselular. Resiko kronisitas ini mencapai 80-90% bila terinfeksi perinatal, dan kemungkinan akan menjadi hepatoseluler karsinoma sebesar 5 % This book is only for teacher, please saveproperly 21 | P a g e PBL HANDBOOK FOR TUTOR 7th SEMESTER ACADEMIC YEAR 2023/2024 Pemantauan HVB khronik secara berkala, tdd: 1. setiap 6 bulan periksa : HBsAg, HBeAg, SGOT/SGPT, USG hati dan α– feto protein 2. Pemeriksaan HVB DNA : tidak rutin tetapi ideal bila dilakukan setiap 1-2 tahun. Bila terindikasi terapi antivirus pemeriksaan ini harus, untuk mempridiksi keberhasilan terapi dan memantau respon terapi 3. Bila selama pemantauan HBsAg tetap positif tetapi SGOT/SGPT selalu dalam batas normal anak dipantau seperti butir 1 4. Bila HBsAg tetap positif dan SGOT/SGPT meningkat > 1,5 kali batas atas normal pada >3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan interval minimal 2 bulan perlu dipertimbangkan pemberian terapi antivirus 5. Pada anak yang memenuhi deskripsi butir nomer 4, dilakukan biopsi hati. Biopsi perlu diulang untuk menilai respon terap This book is only for teacher, please saveproperly 22 | P a g e REFERENSI 1. Zulkarnain Z, dkk. Tinjauan Komprehensif Hepatitis Virus Pada Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000. hal 33-50 2. Hadinegoro SR, dkk. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Gejala Kuning. Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007. hal 55 3. Soewignjo S. Hepatitis Virus B Edisi 2. Penerbit buku kedokteran EGC. Mataram. 2008 4. Keefe E, dkk. Pocket Guide to Hepatitis B. University of Wisconsin School of Medicine and Public Health. 2006 5. Rosenthal P. Hepatitis B in Children. 2006. diakses online, www.hcvadvocate.org pada tanggal 20 Juni 2009