Summary

This document describes a reading camp for 8th grade students. It details the experiences of a group of people who embarked on an educational journey in a new country and their encounters with a local community figure.

Full Transcript

Pengorbanan Perjalanan Luar Biasa Perjalanan kami dimulai pada suatu hari yang indah di bulan Agustus. Perasaanku bercampur aduk karena akan meninggalkan keluarga dan negaraku menjadi guru di sebuah negara baru. Aku akan menjadi guru Bahasa di ne...

Pengorbanan Perjalanan Luar Biasa Perjalanan kami dimulai pada suatu hari yang indah di bulan Agustus. Perasaanku bercampur aduk karena akan meninggalkan keluarga dan negaraku menjadi guru di sebuah negara baru. Aku akan menjadi guru Bahasa di negara itu dan aku akan berbagi rasa kasih sayang, toleransi dan kebahagiaan bersama siswa-siswi di negara yang akan kutuju ini. Anak- anak di negara dimana aku akan mengajar itu telah melalui pengalaman yang buruk akibat perang. Perang saudara dan gejolak itu masih berlangsung. Oleh karena itu, aku pun merasa agak sedikit takut. Tapi aku mendengar bahwa ada seseorang yang luar biasa yang akan menemui kami di negara ini. Kabar ini sedikit melegakan pikiranku dan mengusir ketakutanku. Orang itu adalah Haji Ata, paman kesayangan bagi anak-anak. Usianya lebih dari 70 tahun. Beliau mengidap penyakit diabetes dan jantung. Namun dengan kondisinya itu, ia mengabdikan hidupnya untuk memperjuangkan pendidikan bagi anak-anak meskipun usianya sudah tua. Perjalananku ini terasa lebih bermakna karena semangat yang meluap di dadaku, akan bertemu dengan orang hebat yang sudah sejak lama ingin kutemui. Ada 30 orang yang memulai perjalanan ini, Kami membuat komputer-komputer yang kami rencanakan akan dibawa ke sekolah dimana kami akan mengabdi. Aku duduk di kursi depan dalam perjalanan itu. Ternyata begitu melelahkan membawa segalanya ke bandara dan menempatkannya di pesawat. Namun meskipun lelah, kami sangat bersemangat ingin melihat negara baru yang akan dituju itu. Apa yang kami lihat disana? Apa yang sedang menunggu kami? Tidak ada satu pun dari kami yang tahu jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Sekitar tengah malam, pesawat kami mendarat di kota itu. Aku melihat hanya beberapa petugas di sekitar pesawat dan tidak ada banyak orang lain. Bandara kecil itu begitu tua dan kuno. Setelah menyelesaikan urusan visa, kami menuju ke pintu keluar bandara. Seorang pria yang amat santun dengan rambut dan jenggot abu-abunya, tersenyum pada kami. Beliau adalah Haji Kemal Erimez, yang tetap berdiri tegak meskipun gejolak dan keputusaan telah begitu lazim di negeri ini. Siswa dan orang-orang setempat menyebut beliau dengan panggilan Haji Ata. 1 Haji Ata membawa truk untuk mengangkut peralatan sekolah yang kami bawa dari Turki dan ada bis pula untuk kami. Kami memuat peralatan ke dalam truk itu meskipun kami juga sudah amat lelah. Saat kami naik ke dalam bis, dua mobil van mendekat. Mereka berhenti di depan bus kami seolah-olah ingin memblokir jalan bagi bis kami.Sekitar 20 orang keluar dari van itu dan mereka memegang senapan mesin di tangannya masing-masing. Kelompok laki-laki berpenutup kepala hitam itu menodongkan senapan mereka kepada kami. Dari pakaian dan perilaku mereka ini terlihat kalau mereka bukan tentara atau cukup jelas bahwa mereka tidak berniat baik. Penerjemah mereka mengatakan kepada kami bahwa mereka menginginkan barang-barang dan uang kami. Penerjemah itu menambahkan bahwa mereka siap untuk membunuh kami jika kami tidak segera menyerahkan apa yang diinginkannya. Aku rasa mereka pastilah anggota geng yang ditakuti di negara itu, karena para tentara yang menjaga di gerbang bandara menghilang segera setelah mereka melihat orang-orang ini. Haji Ata dan atasan sekolah kami mencoba untuk memberitahu kepada kelompok geng tersebut bahwa komputer-komputer yang kami bawa adalah milik sekolah dan akan digunakan oleh siswa. Tapi mereka tampaknya tidak tertarik pada penjelasan kami. Kemudian sewaktu kami sedang berbicara, tiba-tiba Haji Ata berteriak dengan lantang. Beliau mengatakan sesuatu pada pemimpin geng itu dengan suara dan emosional. “Dengarkan aku! Semua orang asing lainnya meninggalkan negara kalian karena perang. Sementara guru-guru muda ini datang ke sini untuk mendidik anak-anak kalian, menempatkan kehidupan dan diri mereka sendiri dalam bahaya. Tapi kalian tanpa malu-malu ingin merampok orang-orang yang telah dating untuk mendidik dan melindungi anak-anak dan negara kalian. Kalian harus malu pada diri sendiri.” Haji Ata mendekati pemimpin geng dan menatap matanya. Air matanya mengalir ke janggutnya. Penerjemah mereka menjadi begitu bersemangat dan menerjemahkannya kata demi kata. Namun nada suara, air mata, dan sikap Haji Ata begitu kuat, sehingga meskipun penerjemah tidak mengatakan sepatah kata pun, para teroris itu seakan mengerti apa yang Haji Ata katakana. Semua anggota geng berdiri terdiam sejenak. Si pemimpin geng menyerahkan senjatanya pada temannya dan membuka penutup kepalanya. Luar biasa, ternyata ia menangis juga. Dengan suara bergetar ia mengatakan ”Sebenarnya Ibuku juga orang Turki” dengan Bahasa Turkinya yang terbata-bata. 2 Kami semua tersentuh menyaksikan apa yang sedang terjadi. Pemimpin geng itu berpaling kepada teman-temannya dan mengatakan sesuatu kepada penerjemah. Dia meminta maaf atas apa yang telah mereka lakukan dan menawarkan untuk mengawal kami ke sekolah yang kami tuju. Singkatnya, dia mengatakan bahwa bandara itu berada 20 kilometer di luar kota dan mereka semua geng lain takut pada kelompok mereka, maka mereka menawarkan untuk mengawal kami agar bisa sampai ke sekolah dengan aman. Kami semua bingung dan cemas. Apakah mereka, yang awalnya bermaksud untuk membunuh kami, benar-benar mau melindungi kami sekarang? Bagaimana mungkin hati orang berubah begitu cepat? Tidak ada yang tahu jawabannya. Kami tidak memiliki banyak pilihan. Kami menerima tawaran mereka setelah berkonsultasi cepat dan berangkat menuju ke sekolah oleh dua van penuh anggota geng. Tidak ada yang berbicara dalam kelompok kami, suasana begitu tegang. Kami terus berdoa dalam hati. Pada perjalanan itu, kami melihat beberapa kelompok bersenjata lain. Pertama-tama mereka menghentikan truk kami dan kemudian segera meninggalkan kami setelah pemimpin geng itu berbicara dengan mereka. Kami melanjutkan dengan ketakutan kalau kami mungkin akan dibunuh kapan saja oleh salah satu geng-geng itu. Waktu serasa tidak bergerak. Akhirnya, kami tiba di sekolah setelah perjalanan yang sulit itu. Rekan –rekan guru menunggu kami di depan sekolah dan kami disambut dengan sukacita dan saling berpelukan. Kami masih amat terkejut dengan fakta bahwa ketua geng itulah yang mengantarkan kami ke sekolah. Sementara itu, pemimpin geng dating kepada kami dan meminta maaf lagi. Kami mengucapkan terima kasih atas bantuan mereka. kami berpelukan dengan mereka dan melepas kepergian mereka. “Anak-anak ku! Kalian datang ke negara ini dengan hati yang tulus dan itu membuat Allah SWT memberikan pada kita pengalaman yang berarti. Tuhanlah yang menguasai hati manusia, yang mampu mengubah anggota geng itu justru menjadi penjaga, yang melindungi kita. Suatu hari, sejarah akan menulis apa yang telah terjadi di sini hari.” Haji ata yang dicintai oleh anak-anak di sebuah negeri di Asia Tengah itu membasahi jenggot abu-abunya dengan air matanya dan sikapnya menjelaskan pada kita tentang banyak hal. 3 Belajar Dari̇ Pengorbanan Ummu Umarah Pada setiap Bulan Dzulhijjah, umat islam selalu diingatkan tentang hakikat pengorbanan. Tentu saja, karena pada bulan ini terdapat hari raya Idul Adha yang dilatarbelakangi oleh sikap pengorbanan Nabiyullah Ibrahim As dan Ismail As. Kisah pengorbanan keduanya senantiasa abadi, hingga tak satupun jiwa orang-orang yang beriman kepada Allah SWT melewatkan peristiwa paling spektakuler di dunia tersebut. Membicarakan kisah pengorbanan, khususnya bagi kaum muslimah, tentu bisa digali dari berbagai peristiwa baik yang dialami para nabi, sahabat ataupun orang-orang shalih di masa lalu.Terlebih, kehidupan umat Islam di awal pertumbuhannya penuh dengan lika-liku yang tak lepas dari pengorbanan kaum perempuan. Salah satu pahlawan perempuan di masa Nabi Muhammad Saw adalah Nusaibah Binti Ka’ab ra. Jiwa pengorbanannya menjadikan setiap orang yang menelusuri sejarah perih kehidupannya tertegun, takjub bahwa ternyata seorang perempuan mampu menjadi orang terkemuka di hadapan Nabi dan umat Islam pada masa lalu. Keimanan yang lurus Dia bernama Nusaibah Binti Ka’ab bin Amru bin ‘Auf al-Shohabiyah al Fadhillah al Mujahidah al Anshoriyyah al Khazrajiyyah. Ummu Umarah adalah julukan bagi wanita mulia ini. Beriman dikala kebanyakan orang mengingkari ajaran Nabi Muhammad Saw adalah perkara yang tidak mudah. Namun, demikianlah yang dilakukan Ummu Umarah kala itu. Suatu saat beliau menyimak paparan yang disampaikan suaminya, Zaid Bin Ashim yang baru saja menerima dakwah Islam dari Mush’ab Bin Umair. Zaid menceritakan tentang seorang Rasul yang diutus dari kalangan quraisy dan menyeru kepada manusia untuk beriman kepada Allah SWT. Dakwah sang Rasul yang begitu tegar dan berani meski mendapatkan tantangan yang luar biasa pun disampaikan Zaid dengan penuh keyakinan. İa pun 4 menceritakan betapa yang disampaikan Mush’ab Bin Umair tersebut telah membuat dirinya takjub hingga mengimani ajaran Rasulullah Saw. Saat itulah Ummu Umarah bergetar. Beliau tak dapat menyembunyikan bisikan hati kecilnya untuk turut mengimani apa yang dibawa Rasul tersebut. Tak ada alasan untuk menolak, tak ada keberatan untuk meninggalkan, maka Ummu Umarah selanjutnya menyatakan,”saya beriman kepada Allah sebagai Ilah (Tuhan) dan Muhammad sebagai Nabi”. Dengan keputusan demikian Ummu Umarah telah membuat keputusan awal yang paling baik dan menentukan sejarah kehidupannya kelak. Beliau mulai karena memilih Islam. İtulah pengorbanan pertama Umma Umarah. Beliau rela mengubur kesombongan yang biasanya ada pada manusia tatkala diseru untuk meninggalkan keyakinan lamanya. Kondisi seperti ini tentu jarang dijumpai saat ini. Bahkan tak sedikit dijumpai muslim yang tidak rela meninggalkan keyakinan yang bertentangan dengan aqidah Islam. Mereka bersyahadat namun mengemban sekularisme, pluralisme dan liberalisme. Dan itu terjadi karena mereka tidak mau menanggalkan kesombongan dirinya, merasa memiliki kehidupan atau merasa mampu membuat aturan yang adil untuk manusia. Padahal semua itu hanya omong kosong, Tidakkah Ummu Umarah telah memberikan pelajaran mendasar bagi kita? Teguh dalam janji di Hadapan Rasul Tak cukup sekedar beriman Ummu Umarah yang telah membulatkan keimanan itu hendak menunjukkan kesetiaannya kepada Rasulullah Saw. Bersama suami dan kedua putranya, yaitu Habib dan Abdullah , Ummu Umarah ikut dalam rombongan yang berjalan ke bukit Aqobah untuk menyatakan baiat atau janji kesetiaan kepada Rasulullah Saw, sebagai pemimpin dan kepala negara bagi kaum muslim. Peristiwa tersebut lebih dikenal dengan Baiat Aqobah kedua yang terjadi pada malam ke 13 bulan Dzulhijjah tahun ke 13 kenabian. Inilah bentuk pengorbanan yang kedua dari sang politisi muslimah tersebut. Keikutsertaannya ini tentu layak diperhitungkan sebagai bentuk pengorbanan beliau dalam bidang politik. Beliau tak ingin ketinggalan memperoleh kebaikan dari peristiwa baiat Aqobah kedua yang merupakan salah satu pilar tersejarah berdirinya daulah (negara) Islam di Madinah. Tak lama setelah peristiwa tersebut 5 Rasulullah Saw memerintahkan kaum muslimin di Mekkah untuk berhijrah ke Madinah dan menegakkan masyarakat di sana. Ummu Umarah bukanlah orang yang tidak peduli dengan nasib agama Islam yang terus mendapat hinaan dan tantangan dari penduduk kafir Quraisy. Beliau juga menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari orang-orang yang siap membantu dakwah Nabi Muhammad Saw. Di Madinah meski beliau seorang perempuan, kesadaran politik yang dimilikinya begitu tinggi, taka kalah oleh mereka yang laki-laki. Beliau adalah salah satu dari dua orang yang terlibat dalam Baiat Aqobah kedua tersebut. Inilah yang seharusnya disadari setiap muslimah abad ini. Kehidupan sekuler yang materialistik telah melupakan tugas politik mereka. Kepedulian terhadap kondisi umat dan agama ini seharusnya menjadi bagian dalam kehidupan mereka. Sayangnya, masih banyak yang cuek alias tidak peduli. Tak hanya itu, kesadaran atas kondisi umat yang memprihatinkan saat ini seharusnya juga diikuti oleh semangat untuk memperbaiki dengan berdakwah ber amar ma'ruf nahi munkar, menentang semua bentuk kezaliman dan berperan aktif dalam dakwah menegakkan negara Islam. Ummu Umarah sebenarnya telah memberikan inspirasi bagi muslimah untuk tidak ragu mengambil posisi terdepan dalam perjuangan dakwah Islam melalui kesadaran politik Islam yang dimilikinya. Bertempur di Bukit Uhud Janji setia yang beliau ikrarkan di Bukit Aqabah itu pun ternyata bukan omong kosong. Sungguh beliau telah mewujudkannya melalui sepak terjangnya membantu dakwah Islam di Madinah dan terlibat aktif dalam setiap peristiwa besar yang dialami kaum muslim. Ummu Umarah memang layak mendapat layak julukan pahlawan perempuan Anshar. Kepahlawanannya sangat menonjol terutama dari aktivitas beliau yang mengikuti berbagai peperangan melawan orang-orang kafir. Beliau ikut serta dalam Perang Uhud, Perjanjian Hudaibiyah, Umrah Qadha, Perang Hunain dan perang Yamamah di mana tangan nya terpotong. Dapatkan kita membayangkan bagaimana jiwa seorang perempuan yang terlibat dalam berbagai medan pertempuran? Jika ia seorang pengecut, tentu tak akan hadir di medan laga. Jika ia bukan orang yakin akan pahala dan kebaikan besar di sisi Allah SWT tentu ia lari dan sembunyi. Namun itulah Ummu Umarah. Beliau telah menyakinkan diri menjadi bagian yang bisa berarti dalam setiap kesempatan. 6 Dalam perang Uhud, Ummu Umarah ikut bersama suami dan kedua anaknya. Pada waktu itu membawa tempat yang berisi air. Beliau mendapati Rasulullah Saw bersama para sahabatnya. Namun, tatkala pasukan Islam mulai mengalami kekalahan, Ummu Umarah pun maju ke medan perang untuk ikut bertempur menggunakan pedang dan panah. Ketika ada salah seorang musuh yang dating hendak menyerang Rasulullah Saw, Ummu Umarah dan beberapa sahabat membentuk tameng pertahanan untuk melindungi Rasulullah Saw. Hingga orang yang hendak menyerang Rasulullah tersebut sempat memukul Ummu Umarah , Kegigihan Umma Umarah dalam melindungi Rasulullah Saw. Ia terlihat dari sabda beliau,” aku tidak menoleh ke kiri dan ke kanan melainkan melihat Umma Umarah”. Dan benar saja, pengorbanan Ummu Umarah dalam perang Uhud ini tampak dari 12 bekas luka di tubuhnya. Ummu Umarah memang perempuan pemberani, ia rela mengorbankan jiwa dan raganya. Tatkala Rasulullah Saw melihat lukanya, Beliau Saw bersabda kepada anak Ummu Umarah, yaitu Abdullah,” Ibumu, ibumu…… balutlah lukanya. Ya Allah, jadikanlah mereka sahabat saya di surga”. Mendengar doa yang disampaikan Rasulullah Saw tersebut Ummu Umarah pun berkata:” aku tidak menghiraukan lagi apa yang menimpaku dari urusan dunia ini”. Kalimat seperti ini tentu tak akan keluar dari mulut manusia yang lebih mencintai bukti bahwa Ummu Umarah adalah orang telah menjual apa yang dimilikinya di dunia ini dengan surga, inilah bentuk pengorbanan yang paling tinggi dari seorang manusia untuk Rabbnya. Namun, bagaimana dengan kebanyakan dengan muslimah kini, kata-kata surga bak nyanyian yang biasa menghiasi telinga mereka namun tak terbekas dalam jiwa dan amalan. Kerinduan pada keridhaan Allah SWT seakan jauh dari harapan, apalagi jika harus dibayar dengan dunia dan isinya. Kenikmatan dunia telah banyak melalaikan visi dan misi yang seharusnya dimiliki muslimah. Jangankan terluka oleh goresan pedang dan anak panah sebagaimana Ummu Umarah, kebanyak perempuan kini malah berlomba-lomba mempercantik diri, memoles, dan memuluskan tubuh bahkan tak sedikit yang harus operasi plastik. Sesudah itu, mereka jajakan kecantikannya itu di hadapan laki-laki demi segenggam uang yang pasti akan habis dalam waktu cepat, bukan balasan surga 7 yang pasti kekalnya seperti yang bakal diperoleh Ummu Umarah Umarah. Tidakkah kita malu, mengapa masih saja tertipu oleh silaunya dunia? Isteri dan Ibu Teladan Ummu Umarah memang bukan perempuan biasa, ketangguhan di medan perang tak mengurangi rasa tanggung jawab sebagai muslimah. İa tetap mampu mengemban kewajibannya sebagai istri dan ibu bagi anak-anaknya. Pengorbanannya sebagai isteri nampak dari sikapnya terhadap suaminya. Ia mampu menjadi pendamping dan teman perjuangan saat suami isteri ini menyatakan baiat di bukit Aqabah dan bersungguh-sungguh dalam membantu dakwah Rasulullah Saw di Madinah.Ummu Umarah pun tak pernah tertinggal untuk mendampingi suaminya dan memberikan berbagai pertolongan di medan pertempuran. Keduanya nampak dalam Perang Uhud, peristiwa Hudaibiyah, Perang Khaibar, Perang Hunain dan Perang Yamamah. İni pengorbanannya sebagai isteri seorang pejuang yang siap berjuang kapanpun, dimanapun dan dengan resiko apapun, Ummu Umarah telah memerankannya dengan sangat baik.Tidakkah seharusnya hal ini menjadi inspirasi bagi para istri di jaman modern kini. Ummu Umarah juga layak menjadi ibu teladan, beliau telah mampu mengantarkan putra putrinya sebagai pembela Islam. Tak sedikit pun muncul keraguan dalam hatinya untuk melepas kedua putranya di setiap pertempuran dan tugas dakwah lainnya. Keteguhan kedua putranya mengemban amanat dakwah Islam cukup menjadi bukti bahawa mereka hidup dalam suasana pembinaan ruhiyyah yang baik di dalam keluarga yang tentu tak lepas dari pengaruh Ummu Umarah , sang ibu. Saat perang Badar, anaknya Abdullah dengan gagah berani ikut berjuang menegakkan panji-panji Islam sehingga Islam memperoleh kemenangan. Adapun kiprah Habib nampak saat ia memegang amanat sebagai utusan Khalifah Abu Bakar untuk menyampaikan surat kepada Musailamah al Khazzab. Ummu Umarah pun mendorong agar anaknya mampu mengemban amanat tersebut dengan baik. Namun rupanya Habib harus syahid tatkala membela Islam di hadapan kekufuran tersebut. Mendengar kematian anaknya itu, Ummu Umarah bukannya kecewa, ia malah menerimanya dengan penuh keyakinan bahwa putranya mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Allah SWT. Ia menerima berita kematian itu dengan 8 penuh kemuliaan serta kebanggan karena telah mempersembahkan yang terbaik untuk islam dan kaum muslim. Pengorbanan hakiki seorang ibu terhadap sang anak sepertinya barang langka saat ini. Keteladan Ummu Umarah dalam mengarahkan buah hatinya selayaknya menginspirasi setiap ibu untuk mencetak generasi yang siap mengemban tanggung jawab masa depan Islam dan kaum muslim. Pengorbanan Sepanjang Hayat Ummu Umarah memang telah dimuliakan Allah SWT melalui pengorbanannya di sepanjang hayat. Perang Yamamah yang bertujuan untuk menumpas gerakan Musailamah telah membawanya pada puncak pengorbanan. Saat itu Ummu Umarah dan anaknya Abdullah ikut serta dalam perang Yamamah. Musailamah yang sebelumnya telah membunuh Habib, terbunuh oleh Abdullah, İnilah pengorbanannya terakhirnya.beberapa tahun setelah peristiwa perang Yamamah tersebut, Ummu Umarah meninggal dunia. Beliau pulang dengan dua belas bekas tusukan dan kehilangan satu tangan serta anaknya, semuanya diperolehnya dari medan pertempuran. Itulah pengorbanan yang ikhlas semata-mata karena Allah SWT. Beliau tidak mengenal kesal, mengeluh, mengadu, apalagi bersedih meski tubuhnya terluka sekalipun, meski belahan jiwanya hilang sekalipun. Karena sesungguhnya obat dari berbagai tantangan tersebut adalah harapan yang begitu tinggi untuk meraih ridha Allah. Seandainya kaum muslimah saat ini memiliki himmah dan cita-cita semulia Ummu Umarah, niscaya mereka tidak mudah melupakan Allah SWT dan berputus asa dari rahmat-Nya. Sungguh, menapaki kehidupan ini memang penuh cobaan. Tantangan perjuangan pun akan datang silih berganti. Namun, janji Allah SWT pasti ditepati. Dia akan menolong orang-orang yang menolong agama-Nya. Artinya, jika kaum muslim saat ini kembali kepada agama Allah SWT, menjunjung tinggi syariat Islam sebagai satu-satu pengatur kehidupan mereka, niscaya umat Islam bisa keluar dari keterpurukan, kehinaan dan ancaman musuh-musuh Islam. Semua itu telah dibuktikan sendiri oleh Ummu Umarah, ia telah memperoleh kemenangan hakiki, saat segala daya upaya telah diberikan untuk menolong agama Allah SWT meski harus menjalani berbagai kesulitan dan kesakitan. Pengorbanan Ummu Umarah memang tak dapat disetarakan dengan pengorbanan Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as, meski kedua kisah 9 pengorbanan ini ada yang terjadi pada bulan Dzulhijjah, masing-masing memang memiliki dimensi yang berbeda. Namun, sebagai sosok perempuan yang rela mengorbankan apa yang dimilikinya di tengah kesulitan hidup pada zamannya, Ummu Umarah layak menjadi teladan kaum ibu dan perempuan pada umumnya di masa kini. Setiap manusia memiliki naluri untuk mempertahankan apa yang ia cintai dan ia senangi. Hal ini sesuai dengan fitrah yang telah Allah tanamkan dalam setiap jiwa. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (Ali ‘İmran: 14) Dengan naluri itu pula ia berusaha untuk mendapatkan pasangan hidup, kekayaan, keturunan, kedudukan dan lainnya. Kondisi ini dialami oleh setiap manusia tanpa terkecuali termasuk orang-orang yang beriman. Hanya saja orang-orang yang beriman kepada Allah dapat mengontrol naluri tersebut sesuai dengan aturan Allah walaupun hal itu bertentangan dengan syahwat dan keinginannya. Mereka sadar bahwa keimanan menuntutnya untuk taat dan tunduk pada aturan Allah, sebagaimana yang tertera dalam sebuah hadits, “Iman bukanlah sebuah angan-angan belaka, akan tetapi yang dikatakan iman ialah yang tertanam kuat dalam hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan.” Ketika manusia memiliki keimanan yang benar kepada Allah, akan tumbuh di dalam dirinya kesiapan untuk menjalani segala yang diperintahkan dan ditentukan oleh Allah. Ia pun siap untuk berkorban demi mendapatkan ridha dari Allah. Bahkan, ia rela mengorbankan apa yang ia miliki dan cintai hanya untuk Allah, sebab rasa cintanya kepada-Nya mengalahkan rasa cintanya kepada yang lain-Nya. Sejauh mana kekuatan iman yang dimiliki oleh seorang muslim tidak hanya bisa dibuktikan dengan sebatas pengakuan lisan saja, tetapi pengorbanan yang ia berikan untuk Allah lah yang bisa membedakan siapakah yang memiliki keimanan yang kokoh. Semakin kuat keimanannya, maka akan semakin besar pengorbanan yang akan ia berikan untuk Islam. Dan begitulah konsekuensi dari sebuah keimanan. Ia tidak bisa dibeli dengan harga yang murah, sebab balasannya adalah surga yang kekal abadi. Akan 10 tetapi, patut diingat bahwa semakin tinggi keimanan kita, akan semakin besar pula ujiannya. Semakin sulit ujian tersebut, maka semakin ia membutuhkan pengorbanan yang besar pula. Dan semakin besar pengorbanan yang kita berikan demi agama Islam, akan semakin tinggi pula balasan dan kedudukan kita disisi Allah. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung.” (at-Taubah: 111) Yakinlah bahwa pengorbanan yang kita berikan untuk agama Islam, baik pengorbanan jiwa, harta, waktu, keluarga, dan lainnya, pasti akan dibalas dengan balasan yang sebaik-baiknya dari Allah. Ia tidak akan hilang begitu saja dan berakhir dengan kesia-siaan. Cukuplah kita bercermin kepada Nabi Ibrahim, Nabi Yusuf, Rasulullah saw dan yang lainnya, bagaimana Allah memberikan kedudukan yang tinggi bagi mereka sebagai balasan atas pengorbanan yang telah mereka persembahkan untuk Allah. BERKORBAN adalah satu bentuk ujian daripada Allah SWT kerana dalam menjalani kehidupan di dunia ini, kita harus melakukan pengorbanan. Hidup tanpa pengorbanan adalah kehidupan yang gagal. Dalam menjalani hidup yang baik, kita mesti berkorban masa dan tenaga misalnya berusaha mencari rezeki yang halal bagi mengelakkan kemiskinan. Ia merupakan tuntutan hidup mengenai konsep berkorban dalam Islam. Korban berasal daripada perkataan Arab iaitu udhiyah. Ia menjurus kepada peristiwa pengorbanan satu keluarga iaitu Nabi Ibrahim dan isterinya, Hajar yang sanggup mengorbankan sesuatu yang amat mereka sayangi iaitu anaknya, Nabi Ismail demi kasih dan cinta kepada Allah s.w.t. Ini adalah nilai pengorbanan yang cukup tinggi di sisi Allah s.w.t. kerana ia bukan sahaja menguji kesabaran Nabi Ibrahim tetapi menduga sejauh mana ketakwaan Nabi Ibrahim. Maka Allah s.w.t. menggantikan tempat Nabi Ismail dengan seekor biri-biri. 11 Sebagai orang Islam yang beriman, elakkan perasaan rugi dan sia-sia atas pengorbanan yang dilakukan kerana sesungguhnya Allah s.w.t. akan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik, katanya yang merujuk kepada surah as-Saffat, ayat 100 hingga 111. Dalam Islam, Allah s.w.t. menggalakkan umatnya memiliki sifat berkorban demi membantu orang yang kurang bernasib baik. Memetik kata-kata Saidina Ali bin Abi Talib: Bahawa apabila kita dapat korbankan sesuatu yang paling berharga untuk orang lain, kelebihan yang akan kita peroleh nanti lebih daripada yang dikorbankan. Oleh itu, dalam melakukan sesuatu pengorbanan, jangan menganggapnya sebagai sia-sia tetapi sebagai satu cara untuk mendapat peluang yang lebih baik. Allah s.w.t. menjanjikan ganjaran pahala kepada mereka yang sanggup melakukan pengorbanan dan beramal kebajikan kepada mereka yang memerlukan bantuan. Hormat Kepada Orang Tua Cerita Kehidupan Uwais Al Qorni Hari ini kita harus belajar banyak pada Uwais al-Qarni(w 657 M). Belajar untuk yakin bahwa Allah pasti akan membalas sekecil apapun kebaikan kita meski sepi dari apresiasi manusia. Sosok sejarah ini teramat agung di mata Allah dan Rasul-Nya. Buah keikhlasan dan kesabarannya, Allah menyilakan sebelum ia masuk surga nanti untuk memberi syafaat kepada dua kaumnya. Dan, Nabi menyebutnya sebagai orang yang sangat terkenal di langit meski tidak dikenal dibumi. Pemuda bernama Uwais Al-Qarni. Ia tinggal di negeri Yaman. Uwais adalah seorang yang terkenal fakir, hidupnya sangat miskin. Uwais Al-Qarni adalah seorang anak yatim. Bapaknya sudah lama meninggal dunia. Ia hidup bersama ibunya yang telah tua lagi lumpuh. Bahkan, mata ibunya telah buta. Kecuali ibunya, Uwais tidak lagi mempunyai sanak family sama sekali. Uwais Al Qarni yang berpenyakit sopak, tubuhnya belang-belang. Walaupun cacat, ia adalah pemuda yang soleh dan sangat berbakti kepadanya Ibunya. 12 Ibunya adalah seorang wanita tua yang lumpuh. Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan Ibunya. Hanya satu permintaan yang sulit dikabulkan. “Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersama dengan kamu, ikhtiarkan agar Ibu dapat mengerjakan haji,” pintar Ibunya. Uwais tercenung, perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh melewati padang pasir tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Namun Uwais sangat miskin dan tak memiliki kendaraan. Uwais terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian, dibelikan seekor anak lembu, Kira-kira untuk apa anak lembu itu? Tidak mungkinkan pergi Haji naik lembu. Olala, ternyata Uwais membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi beliau bolak balik menggendong anak lembu itu naik turun bukit. “Uwais gila.. Uwais gila…” kata orang-orang. Yah, kelakuan Uwais memang sungguh aneh. Tak pernah ada hari yang terlewatkan ia menggendong lembu naik turun bukit. Makin hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar tenaga yang diperlukan Uwais. Tetapi karena latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi. Setelah 8 bulan berlalu, sampailah musim Haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kg, begitu juga dengan otot Uwais yang makin membesar. Ia menjadi kuat mengangkat barang. Tahulah sekarang orang-orang apa maksud Uwais menggendong lembu setiap hari. Ternyata ia latihan untuk menggendong Ibunya. Uwais menggendong ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Mekkah! Subhanallah, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya. Uwais berjalan tegap menggendong ibunya tawaf di Ka’bah. Ibunya terharu dan bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak itu berdoa. “Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais. “Bagaimana dengan dosamu?” tanya ibunya heran. Uwais menjawab, “Dengan terampuninya dosa Ibu, maka Ibu akan masuk surga. Cukuplah ridho dari Ibu yang akan membawa aku ke surga.” Subhanallah, itulah keinginan Uwais yang tulus dan penuh cinta. Allah SWT pun memberikan karunianya, Uwais seketika itu juga disembuhkan dari penyakit sopaknya. Hanya tertinggal bulatan putih di tengkuknya. Tahukah kalian apa 13 hikmah dari bulatan disisakan di tengkuk? itulah tanda untuk Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib, dua sahabat utama Rasulullah SAW untuk mengenali Uwais. Beliau berdua sengaja mencari Uwais di sekitar Ka’bah karena Rasulullah SAW berpesan “Di zaman kamu nanti akan lahir seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kamu berdua pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman. Dia akan muncul di zaman kamu, carilah dia. Kalau berjumpa dengan dia minta tolong dia berdua untuk kamu berdua.” “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu, durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah, membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan).” (HR. Bukhari dan Muslim) Dalam kehidupannya sehari-hari, Uwais Al-Qarni bekerja mencari nafkah dengan menggembalakan domba-domba orang pada waktu siang hari. Upah yang diterimanya cukup buat nafkahnya dengan ibunya. Bila ada kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti dia dan ibunya. Demikianlah pekerjaan Uwais Al-Qarni setiap hari. Uwais Al-Qarni terkenal sebagai seorang anak yang taat kepada ibunya dan juga taat beribadah. Uwais Al-Qarni seringkali melakukan puasa. Bila malam tiba, dia selalu berdoa, memohon petunjuk kepada Allah. Alangkah sedihnya hati Uwais Al-Qarni setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka telah bertemu dengan Nabi Muhammad, sedang ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Rasulullah. Berita tentang Perang Uhud yang menyebabkan Nabi Muhammad mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya, telah juga didengar oleh Uwais Al-Qarni. Segera Uwais mengetok giginya dengan batu hingga patah. Hal ini dilakukannya sebagai ungkapan rasa cintanya kepada Nabi Muhammad saw, sekalipun ia belum pernah bertemu dengan beliau. Hari demi hari berlalu, dan kerinduan Uwais untuk menemui Nabi saw semakin dalam. Hatinya selalu bertanya-tanya, kapankah ia dapat bertemu Nabi Muhammad saw dan memandang wajah beliau dari dekat? Ia rindu mendengar suara Nabi saw, kerinduan karena iman. Tapi bukankah ia mempunyai seorang ibu yang telah tua renta dan buta, lagi pula lumpuh? Bagaimana mungkin ia tega meninggalkannya dalam keadaan yang 14 demikian? Hatinya selalu gelisah. Siang dan malam pikirannya diliputi perasaan rindu memandang wajah nabi Muhammad saw. Akhirnya, kerinduan kepada Nabi saw yang selama ini dipendamnya tak dapat ditahannya lagi. Pada suatu hari ia datang mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan mohon ijin kepada ibunya agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibu Uwais Al-Qarni walaupun telah uzur, merasa terharu dengan ketika mendengar permohonan anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais Al-Qarni seraya berkata, “pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali pulang.” Betapa gembiranya hati Uwais Al-Qarni mendengar ucapan ibunya itu. Segera ia berkemas untuk berangkat. Namun, ia tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkannya, serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sembari mencium ibunya, berangkatlah Uwais Al-Qarni menuju Madinah. Uwais Al-Qarni Pergi ke Madinah Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al-Qarni sampai juga di kota madinah. Segera ia mencari rumah nabi Muhammad saw. Setelah ia menemukan rumah Nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi saw yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi tidak berada dirumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al-Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah ra, istri Nabi saw. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi saw, tetapi Nabi saw tidak dapat dijumpainya. Dalam hati Uwais Al-Qarni bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi saw dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terngiang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman, “engkau harus lekas pulang”. Akhirnya, karena ketaatannya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi saw. Karena hal itu tidak mungkin, Uwais Al-Qarni dengan terpaksa pamit kepada Siti Aisyah ra untuk segera pulang kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk 15 Nabi saw. Setelah itu, Uwais Al-Qarni pun segera berangkat mengayunkan langkahnya dengan perasaan amat haru. Peperangan telah usai dan Nabi saw pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi saw menanyakan kepada Siti Aisyah ra tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni anak yang taat kepada ibunya, adalah penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi saw, Siti Aisyah ra dan para sahabat tertegun. Menurut keterangan Siti Aisyah ra, memang benar ada yang mencari Nabi saw dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad saw melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit itu, kepada para sahabatnya., “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya.” Sesudah itu Nabi saw memandang kepada Ali ra dan Umar ra seraya berkata, “suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.” Waktu terus berganti, dan Nabi saw kemudian wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan pula oleh Umar bin Khattab. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi saw tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi saw itu kepada sahabat Ali bin Abi Thalib ra. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar ra dan Ali ra selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarni, si fakir yang tak punya apa-apa itu, yang kerjanya hanya menggembalakan domba dan unta setiap hari? Mengapa khalifah Umar ra dan sahabat Nabi, Ali ra, selalu menanyakan dia? Rombongan kalifah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kalifah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan kalifah yang baru datang dari Yaman, segera khalifah Umar ra dan Ali ra mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, khalifah Umar ra dan Ali ra segera pergi menjumpai Uwais Al-Qarni. 16 Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, khalifah Umar ra dan Ali ra memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang shalat. Setelah mengakhiri shalatnya dengan salam, Uwais menjawab salam khalifah Umar ra dan Ali ra sambil mendekati kedua sahabat Nabi saw ini dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar ra dengan segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi saw. Memang benar! Tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais Al-Qarni. Wajah Uwais Al-Qarni tampak bercahaya. Benarlah seperti sabda Nabi saw bahwa dia itu adalah penghuni langit. Khalifah Umar ra dan Ali ra menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah.” Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al-Qarni”. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais Al-Qarni telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali ra memohon agar Uwais membacakan do’a dan istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “saya lah yang harus meminta do’a pada kalian.” Mendengar perkataan Uwais, khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari anda.” Seperti yang dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais Al-Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar ra berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.” Fenomena Ketika Uwais Al-Qarni Wafat Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni berpulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, disana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. 17 Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya. pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya. Meninggalnya Uwais Al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak kenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais Al-Qarni adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, disitu selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais Al-Qarni? bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamanmu.” Berita meninggalnya Uwais Al-Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar ke mana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni disebabkan permintaan Uwais Al-Qarni sendiri kepada Khalifah Umar ra dan Ali ra, agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi saw, bahwa Uwais Al-Qarni adalah penghuni langit. Saad Bin Abi Waqqash, Lelaki Penghuni Surga “Aku adalah orang ketiga yang memeluk Islam, dan orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah,”Demikianlah Sa’ad bin Abi Waqqash mengenalkan dirinya. Ia adalah orang ketiga yang memeluk Islam, dan orang pertama yang melepaskan anak panah dari busurnya di jalan Allah. 18 Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin Abdi Manaf hidup di tengah-tengah Bani Zahrah yang merupakan paman Rasulullah SAW. Wuhaib adalah kakek Sa’ad dan paman Aminah binti Wahab, ibunda Rasulullah. Sa’ad dikenal orang karena ia adalah paman Rasulullah SAW. Dan beliau sangat bangga dengan keberanian dan kekuatan, serta ketulusan iman Sa'ad. Nabi bersabda, “Ini adalah pamanku, perlihatkan kepadaku paman kalian!”Keislamannya termasuk cepat, karena ia mengenal baik pribadi Rasulullah SAW. Mengenal kejujuran dan sifat amanah beliau. Ia sudah sering bertemu Rasulullah sebelum beliau diutus menjadi nabi. Rasulullah juga mengenal Sa’ad dengan baik. Hobinya berperang dan orangnya pemberani. Sa’ad sangat jago memanah, dan selalu berlatih sendiri. Kisah keislamannya sangatlah cepat, dan ia pun menjadi orang ketiga dalam deretan orang-orang yang pertama masuk Islam, Assabiqunal Awwalun. Sa’ad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat kepada ibunya. Sedemikian dalam sayangnya Sa’ad pada ibunya, sehingga seolah-olah cintanya hanya untuk sang ibu yang telah memeliharanya sejak kecil hingga dewasa, dengan penuh kelembutan dan berbagai pengorbanan.Ibu Sa’ad bernama Hamnah binti Sufyan bin Abu Umayyah adalah seorang wanita hartawan keturunan bangsawan Quraisy, yang memiliki wajah cantik dan anggun. Disamping itu, Hamnah juga seorang wanita yang terkenal cerdik dan memiliki pandangan yang jauh. Hamnah sangat setia kepada agama nenek moyangnya; penyembah berhala. Pada suatu hari, Abu Bakar Ash-Shiddiq mendatangi Sa'ad di tempat kerjanya dengan membawa berita dari langit tentang diutusnya Muhammad SAW, sebagai Rasul Allah. Ketika Sa’ad menanyakan, siapakah orang-orang yang telah beriman kepada Muhammad SAW. Abu Bakar mengatakan dirinya sendiri, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah. Seruan ini mengetuk kalbu Sa’ad untuk menemui Rasulullah SAW, untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia pun memeluk agama Allah pada saat usianya baru menginjak 17 tahun. Sa’ad termasuk dalam deretan lelaki pertama yang memeluk Islam selain Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar As Siddiq dan Zaid bin Haritsah. 19 Setelah memeluk Islam, keadaannya tidak jauh berbeda dengan kisah keislaman para sahabat lainnya. Ibunya sangat marah dengan keislaman Sa'ad. “Wahai Sa’ad, apakah engkau rela meninggalkan agamamu dan agama bapakmu, untuk mengikuti agama baru itu? Demi Allah, aku tidak akan makan dan minum sebelum engkau meninggalkan agama barumu itu,” ancam sang ibu. Sa’ad menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku!”Sang ibu tetap nekat, karena ia mengetahui persis bahwa Sa’ad sangat menyayanginya. Hamnah mengira hati Sa'ad akan luluh jika melihatnya dalam keadaan lemah dan sakit. Ia tetap mengancam akan terus melakukan mogok makan.Namun, Sa’ad lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya. “Wahai Ibunda, demi Allah, seandainya engkau memiliki 70 nyawa dan keluar satu per satu, aku tidak akan pernah mau meninggalkan agamaku selamanya!” tegas Sa'ad. Akhirnya, sang ibu yakin bahwa anaknya tidak mungkin kembali seperti sedia kala. Dia hanya dirundung kesedihan dan kebencian. Allah SWT mengekalkan peristiwa yang dialami Sa’ad dalam ayat Al-Qur’an, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15). Pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW, sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba beliau menatap ke langit seolah mendengar bisikan malaikat. Kemudian Rasulullah kembali menatap mereka dengan bersabda, "Sekarang akan ada di hadapan kalian seorang laki-laki penduduk surga." Mendengar ucapan Rasulullah SAW, para sahabat menengok ke kanan dan ke kiri pada setiap arah, untuk melihat siapakah gerangan lelaki berbahagia yang menjadi penduduk surga. Tidak lama berselang datanglah laki-laki yang ditunggu-tunggu itu, dialah Sa’ad bin Abi Waqqash. Disamping terkenal sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, Sa’ad bin Abi Waqqash juga terkenal karena keberaniannya dalam peperangan membela agama Allah. Ada dua hal penting yang dikenal orang tentang kepahlawanannya. Pertama, Sa’ad adalah orang yang pertama melepaskan anak panah dalam membela agama Allah dan juga orang yang mula-mula terkena anak panah. Ia hampir selalu menyertai Nabi Saw dalam setiap pertempuran. Kedua, Sa’ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah SAW dengan jaminan kedua orang tua beliau. Dalam Perang Uhud, Rasulullah SAW 20 bersabda, "Panahlah, wahai Sa’ad! Ayah dan ibuku menjadi jaminan bagimu."Sa’ad bin Abi Waqqash juga dikenal sebagai seorang sahabat yang doanya senantiasa dikabulkan Allah. Qais meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Ya Allah, kabulkanlah Sa’ad jika dia berdoa.”Sejarah mencatat, hari-hari terakhir Sa’ad bin Abi Waqqash adalah ketika ia memasuki usia 80 tahun. Dalam keadaan sakit, Sa’ad berpesan kepada para sahabatnya agar ia dikafani dengan jubah yang digunakannya dalam Perang Badar—perang kemenangan pertama untuk kaum Muslimin.Pahlawan perkasa ini menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 55 H dengan meninggalkan kenangan indah dan nama yang harum. Ia dimakamkan di pemakaman Baqi’, makamnya para syuhada. Menghormati orang tua sangat ditekankan dalam Islam. Banyak ayat di dalam Al-Qur’an yang menyatakan bahwa segenap mukmin mesti berbuat baik dan menghormati orang tua. Selain menyeru untuk beribadah kepada Allah semata, tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun, Al-Qur’an juga menegaskan kepada kaum beriman untuk menunjukkan rasa syukur kepada Allah dengan menghormati keduanya. Dan Islam memberikan penghormatan dan kedudukan yang amat tinggi kepada para ibu. Seseorang yang menghormati ibunya akan ditempatkan di surga, sedangkan anak yang durhaka kepada ibunya akan ditempatkan pada posisi terhina. Ada hadits yang menyatakan: ‫“ الجنة تحت اقدام االء مهات‬Surga itu di bawah telapak kaki Ibu” Surga di bawah telapak kaki Ibu adalah ilustrasi yang berarti salah satu sarana untuk mengantar seseorang masuk ke surga. Karena orang tua adalah sarana terdekat untuk dapat masuk ke dalam surga, karena Ridho Nya Allah ada pada ridhonya orang tua. Hal ini tentu dalam batasan yang dibenarkan oleh agama. “Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah Saw bersabda: “Rugi, rugi, dan rugi (menyesal)”. Ditanyakan: ”Siapakah dia ya Rasulullah?”, Beliau menjawab: “Dialah orang yang menjumpai kedua orang tuanya atau salah satunya dalam keadaan sudah berusia lanjut dan renta, namun dia tidak tidak berbakti. Maka dia tidak masuk surga”.(HR. Muslim) 21 Jalan yang benar dalam menggapai ridha Allah melalui orang tua adalah birrul walidain. Birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua) merupakan salah satu masalah penting dalam Islam. Di dalam Al-Quran, setelah memerintahkan manusia untuk bertauhid, Allah memerintahkan untuk berbakti kepada orang tuanya. Sedangkan ‘uqiqil walidain adalah gangguan yang ditimbulkan seorang anak terhadap keduanya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contoh gangguan berupa perkataan, yaitu mengucapkan “ah” atau “cis”, berkata dengan kalimat yang keras atau menyakitkan hati, menggertak, mencaci maki dan lain-lain. Sedangkan yang berupa perbuatan adalah berlaku kasar, seperti memukul dengan tangan atau kaki bila orang tua menginginkan sesuatu dan menyuruh untuk memenuhi keinginannya, membenci, tidak memperdulikan, tidak bersilaturahmi, atau tidak memberi nafkah kepada kedua orang tuanya yang miskin. Kesabaran dan Toleransi Pelajaran Berharga Dari Kisah Nabi Ayyub Untuk Korban Covid-19 Allah Subhanahu wa Ta'ala (SWT) telah menceritakan kepada kita beberapa kisah nabi dan rasul di dalam Alquran untuk dijadikan sebagai pelajaran bagi kita, memperkuat keimanan orang-orang yang beriman dan sebagai petunjuk serta rahmat bagi kaum yang beriman. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman “. (QS. Yusuf: 111). Nabi Ayub merupakan salah satu utusan Allah SWT di muka bumi. Ia menjadi menjadi salah satu contoh kesabaran yang patut diteladani umat Islam.Kisah teladan Nabi Ayyub dikisahkan dalam beberapa tafsir. Dalam Al Bidayah wa An-Nihayah, dan Tafsir Al-Baghawi, dituliskan bahwa Nabi Ayyub dahulu merupakan seseorang yang sangat kaya dengan harta berlimpah. Dia hidup di sebuah belahan bumi yang bernama Tsaniyah (Yordania-Syria) 1420-1540 SM di Huran yang terletak di negeri Syam. 22 Mulai dari sapi, unta, kambing, kuda, dan keledai ia miliki di peternakannya. Bahkan, Nabi Ayub juga memiliki area tanah yang luas hingga tak ada orang yang mampu menyaingi.Nabi Ayyub juga dikenal sebagai orang yang baik, bertakwa, dan menyayangi orang miskin. Ia selalu bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan kepadanya.Namun, suatu hari datang ujian untuk Nabi Ayyub. Ia ditimpa penyakit judzam (kusta atau lepra) serta musibah yang membuat harta serta anaknya hilang. Akibatnya, semua orang menjauh dari dirinya. Namun, istri Nabi Ayyub masih sabar dan menemaninya. Sampai istrinya pun merasa lelah dan mempekerjakan orang lain untuk mengurus Nabi Ayyub. Hanya saja, Nabi Ayyub selalu berdzikir kepada Allah untuk diberikan keselamatan dan juga kesehatan. Cobaan yang dialaminya tak hanya sebentar melainkan selama 18 tahun lamanya. Meskipun hidup beliau berubah dari seorang lelaki kaya raya yang mendadak bangkrut dan menderita sakit parah. Sakit kulit yang amat menjijikkan, sehingga tak ada seorang pun, kecuali istrinya, yang sudi dekat dengannya. Kendati hidup menderita, dia tetap bertakwa kepada Allah SWT. Dia selalu berzikir dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Dialah Nabi Ayyub alaihissalam (AS). Kisah Nabi Ayyub bisa menjadi pelajaran bagi umat yang kini tengah menjadi korban wabah virus corona. Ibnu Asakir berkata, “Semua lahan yang luas itu adalah miliknya lalu Allah SWT menguji dirinya dengan kehilangan semua harta tersebut. Dia diuji dengan berbagai macam ujian. Tidak ada sejengkal pun dari bagian tubuhnya yang tidak ditimpa penyakit kecuali hati dan lisannya.Dia selalu berdzikir dengan kedua indra tersebut, bertasbih kepada Allah SWT siang dan malam, pagi dan sore. Lantaran penyakit tersebut seluruh temannya merasa jijik terhadapnya. Begitu juga kerabatnya. Akhirnya dia diasingkan pada sebuah tempat pembuangan sampah di luar kota tempat tinggalnya. Hanya sang istri yang menemaninya.Perempuan ini bekerja kepada orang lain. Uang hasil jerih payahnya itu untuk membeli makanan. Istri Ayyub sangat setia. Ia juga sabar. Ia rela meninggalkan segala-galanya untuk sang suami. Pada awalnya, masih ada orang yang sudi mempekerjakan istri Ayyub. Namun, begitu mereka tahu bahwa perempuan itu adalah istri Ayyub orang-orang itu 23 menolaknya. Masyarakat tidak lagi membutuhkannya. Mereka takut tertular penyakit Ayyub jika berinteraksi secara langsung dengan perempuan itu. Akibatnya, istri Ayyub tidak menemukan seorangpun yang bisa memberinya pekerjaan. Lalu ia menggadaikan kepang rambutnya dengan makanan. Hasil gadai itu dibawanya kepada Ayyub dan sang suami bertanya dengan marah, “Dari manakah engkau mendapatkan makanan ini?". Sang istri menceritakan secara jujur apa yang terjadi. Hanya saja, Ayyub tidak percaya. Bahkan Ayyub bersumpah dirinya tidak mau memakan makanan tersebut sehingga sang istri memberitahu dari manakah dia memperoleh makanan ini. Akhirnya sang istri membuka kerudung yang menutupi kepalanya. Pada saat Ayyub melihat rambut istrinya telah tercukur rata dia pun berdo’a: Lalu Allah mendatangkan pertolongan -Nya kepadanya, Allah berfirman: "Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum". (QS. Shad: 42) Maknanya, Allah SWT memerintahkan: "Pukullah bumi ini dengan kakimu. Maka dia pun melaksanakan perintah Tuhan-Nya, lalu Allah SWT memancarkan mata air yang dingin, dan Dia memerintahkan Ayyub agar mandi dan minum dari air tersebut. Kemudian Allah menghilangkan semua penyakit dan penderitaan yang menimpa tubuhnya baik yang lahir atau batin. Lalu Allah SWT menggantikannya dengan kesehatan yang sempurna baik lahir dan batin serta harta yang banyak sehingga limpahan harta menghujani dirinya, belalang-belalang dari emas. Dengan kesabaran yang dilakukannya selama 18 tahun, Nabi Ayyub pun mendapat mukjizat dari Allah SWT. Ia diberi kesehatan setelah mandi dan minum dari air yang dianugerahi oleh Allah SWT. Kehidupan Nabi Ayyub pun kembali diberkahi oleh Allah SWT. Istri, anak, serta hartanya kembali melimpah Menurut Dr.Amin bin Abdullah asy‐Syaqawi, di antara pelajaran yang bisa dipetik dari cerita Nabi Ayyub AS ini adalah: Pertama: Beratnya ujian Allah SWT bagi Nabi Ayyub ‘alaihi salam. Semua ujian itu tidak menambahkannya kecuali kesabaran, harapan pahala dari Allah SWT, pujian dan rasa syukur kepada -Nya, sehingga Ayyub adalah sebagai contoh dalam kesabaran, dia sebagai contoh dalam menghadapi berbagai penyakit. 24 Kedua, dikatakan: Wahai orang yang sedang diuji, wahai orang yang sedang diuji pada harta, anak-anak dan diri kalian, bersabarlah dan kejarlah pahala dari Allah SWT, sesungguhnya Dia pasti akan mengganti. Ketiga, bahwa orang yang ditimpa suatu musibah lalu dia mengharap pahala dari Allah SWT dan istrija’ (mengucapkan: Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun) maka Allah SWT akan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang telah terlewatkan, sama seperti apa yang telah dialami oleh Ayyub AS. Keempat, di dalam kisah ini terdapat risalah bagi para istri yang beriman bahwa mereka harus bersabar menghadapi suami mereka yang menderita sakit atau kemiskinan atau cobaan lainnya. Lihatlah istri Ayyub sebagai contoh. Dia sungguh sabar dan mengharap pahala dari Allah SWT sehingga Allah SWT menghilangkan segala cobaan yang menimpa suaminya. Kelima, sesungguhnya Allah SWT menjadikan bagi hamba -Nya yang bertaqwa jalan keluar dan kelapangan. Salah satu bentuk kelapangan dan jalan keluar yang diberikan oleh Allah SWT bagi orang yang bertaqwa kepada -Nya dan mentaati -Nya. Apalagi terhadap istrinya yang begitu sabar dan mengharap pahala dari Allah SWT, jujur dan berbuat baik serta dewasa. Keenam,Jadi kaya yang bersyukur dan rajin berderma, jadi miskin yang bersabar.Nabi Ayyub ‘alaihissalam tidak jadi sombong dengan kekayaan yang ia miliki. Karena kekayaan itu sebenarnya ujian.Ingatlah kekayaan itu titipan ilahi. Kalau dipahami demikian, maka sewaktu-waktu ketika kenikmatan dunia tersebut diambil, tentu kita tidak akan terlalu sedih. Ketujuh, Penyakit tak menghalangi dari dzikir dan menjaga hati. Lihatlah Nabi Ayyub terus menggunakan lisannya untuk berdzikir walau sedang dalam keadaan sakit.Kalau ingin mengadukan hajat dan kesusahan, adukanlah pada Allah, bukan mengadu pada makhluk. Selalu ada jalan keluar bagi orang yang bertakwa. Kisah Toleransi Rasulullah Dan Para Sahabat Islam merupakan agama yang luas, dan menyeluruh, mengatur umatnya dalam segala aspek kehidupan, dari Akidah, Akhlak, pendidikan, ekonomi, dan lain sebagainya. Salah satu dari sekian banyak aspek-aspek yang ditetapkan dalam Islam adalah aspek toleransi terhadap penganut agama lain, yang sering kita 25 kenal dengan toleransi beragama. Bagaimana Islam memandang perkara ini, berikut paparannya. Definisi toleransi bermaksud secara bahasa bermakna sifat atau sikap menanggung (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan) yang berbeza atau bertentangan dengan pendirian sendiri. kata toleransi dalam bahasa Belanda adalah "tolerantie", dan kata kerjanya adalah "toleran". Sedangkan dalam bahasa Inggris, adalah "toleration" dan kata kerjanya adalah "tolerate". Toleran mengandung pengertian: bersikap mendiamkan. Adapun toleransi adalah suatu sikap bertenggang rasa kepada sesamanya. ISLAM telah mengatur segala aspek kehidupan ini dengan begitu baik. Sejak berabad-abad yang lalu, Rasulullah telah mengajari kita apa arti dari sebuah toleransi tanpa perlu menggadaikan akidah kita. Dari sekian banyak kisah toleransi yang dilakukan Rasulullah, toleransi dalam perjanjian Hudaibiyah inilah yang menjadi salah satu pintu terbuka lebarnya persebaran Islam di Arab Saudi. Dikisahkan bahwa pada saat itu Nabi bermaksud umrah di bulan Ramadhan bersama sekitar seribu empat ratus pengikutnya, mereka dihalangi oleh kaum musyrikin. Nabi menyampaikan kepada mereka bahwa mereka datang bukan untuk berperang namun untuk melaksanakan umrah dan thawaf di Kabah. Nabi kemudian mengutus Utsman untuk mengadakan pendekatan dengan suku Quraisy. Dan Usman dianggap orang yang paling tepat untuk berbicara dengan mereka. Ketika Usman telah kembali dalam waktu yang lama, di saat-saat kaum muslimin menunggu kedatangannya dengan berbagai tanda tanya, dengan tangan hampa Usman datang kepada Rasulullah dan menyatakan bahwa Quraisy tetap berkeras hati menolak mereka. Disinilah kemudian, toleransi yang sangat mengesankan dari pihak Nabi terlihat. Mereka mengutus beberapa orang untuk mengadakan perjanjian di tempat itu untuk melarang Nabi bersama kaum muslimin umrah tahun itu juga. Meskipun nabi waktu mempunyai kekuatan pasukan yang dapat menghancurkan negeri mereka namun beliau menerima syarat tersebut. 26 Ketika merumuskan naskah perjanjian itu Nabi menerima baik keberatan-keberatan yang diajukan oleh utusan orang-orang Quraisy, Suhail bin Amr. Sebaliknya Suhail tetap tidak pernah mau bergeser dari posisinya, sehingga membuat banyak sahabat Nabi jengkel dan menahan marah, termasuk Umar bin Khattab. Sebagai awal perjanjian Nabi memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk menuliskan “Dengan nama Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang”. Suhail memotongnya dengan mengatakan bahwa ia tidak mengenal sifat-sifat “Maha Pengasih dan Maha Penyayang”. Suhail meminta supaya diganti menjadi “Dengan namaMu ya Tuhan”. Nabi pun memerintahkan kepada Ali untuk mengikuti keinginan Suhail. Ketika Nabi meminta Ali untuk menulis: “Berikut ini adalah naskah perjanjian yang dicapai oleh Muhammad Utusan Allah dan Suhail bin Amr”. Suhail juga memotongnya dengan mengatakan bahwa kalau ia terima atau percaya bahwa Beliau adalah utusan Allah ia tidak akan memusuhinya, dan dia minta agar kata-kata “Muhammad utusan Allah” diganti menjadi dengan hanya “Muhammad anak Abdullah”. Hal ini tentu membuat marah para sahabat. Tetapi nabi sekali lagi meminta kepada Ali untuk menulis sesuai dengan yang dikehendaki oleh Suhail. Kemudian Suhail memberikan syarat lagi bahwa barang siapa yang keluar dari Mekah dan masuk Islam serta menggabungkan diri kepada Nabi, tanpa izin keluarganya, harus dikembalikan ke Mekah.Sebaliknya, barangsiapa yang memisahkan diri dari Nabi dan kembali ke Mekah serta murtad dari agama Islam, mereka boleh menerimanya kembali, dan ia tidak diwajibkan bagi mereka untuk mengembalikannya ke Madinah. Syarat ini pun diterima oleh Nabi. Perjanjian Hudaibiyah ternyata telah memberikan hikmah besar kepada kaum muslimin. Terbukti dengan banyaknya orang-orang yang lari ke Madinah dan masuk Islam. Perjanjian yang telah disepakati bersama itu tidak pernah dilanggar. Tetapi justru kaum kafir Quraisylah yang selalu melanggar perjanjian itu. Sikap politik yang dilakukan oleh Rasulullah itu mengundang berbagai tanda tanya, terutama di hati Umar yang agresif dan bertemperamen keras. Bahkan karena tidak mengerti latar belakang alur pemikiran Rasulullah, Umar pun sempat meragukan kerasulan Muhammad SAW. “Ya Rasulullah bukankah kita benar? Dan mereka dalam kebatilan?” 27 Rasulullah menjawab, “Ya.”Kemudian Umar berkata, “Bukankah kematian kita dijamin surga dan kematian mereka dijamin Neraka?”Kembali Rasulullah menjawab, “Ya.”“Lalu, mengapa kita harus tunduk kepada mereka, bukankah kita berhukum dengan hukum Allah untuk kita dan mereka?” Umar bertanya kembali. Rasulullah akhirnya berkata, “Hai, anak Khattab! Sesungguhnya aku Rasulullah dan Allah tidak akan meninggalkanku selamanya.”Mendengar pernyataan itu ia terdiam, dan dipendamnya keraguan itu karena cintanya kepada Rasulullah.Kemudian ia berkata kepada Abu Bakar, “Wahai Abu Bakar benarkah ia seorang Rasul.”Abu bakar menjawab dengan tegas “Ya, dia adalah seorang Rasul utusan Allah dan dia seorang Nabi, aku tidak ragu sedikitpun.”“Ya Abu Bakar bukankah kita benar?” Dan mereka dalam kebatilan? Abu Bakar menjawab, “Ya.”Kemudian Umar berkata, “Lalu mengapa kita harus tunduk kepada mereka, bukankah kita berhukum dengan hukum Allah untuk kita dan mereka?”Abu Bakar menenangkan Umar, “Hai Umar! Sesungguhnya Allah menguji RasulNya dan memberitahukan kepadanya bahwa kemenangan Allah sangat dekat.” Toleransi Rasulullah terhadap kaum Quraisy secara logika telah membuat kekalahan besar dalam diplomasi. Apa yang telah ditulis dalam perjanjian Hudaibiyah nyata-nyata memihak Quraisy Makkah dan mengenyampingkan hak-hak kaum muslimin. Namun kenyataannya, justru perjanjian Hudaibiyah menjadi perbincangan luas di seantero Arab. Atas kelemahlembutan Rasulullah dan toleransi yang tinggi terhadap kaum Quraisy, justru telah mengangkat kehormatan kaum muslimin sementara kaum Quraisy semakin dicibir oleh berbagai kabilah. Nabi Muhammad SAW, para sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in adalah pribadi pemberi contoh paling unggul dan dapat dipercayai dalam segala aspek kehidupan seorang muslim. Jabir bin Abdullah RA berkata, “Suatu jenazah melewati kami, lalu Nabi berdiri kerananya, dan kami pun berdiri. Kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah, jenazah itu adalah jenazah orang Yahudi.’ Beliau bersabda, ‘Jika kamu melihat jenazah, maka berdirilah!’ (HR Bukhari) Sebenarnya jika kita berhenti di titik ini saja, sudah boleh kita dapati bahawa beliau sangat menghormati siapa pun kerana beliau menyedari pada dasarnya semua manusia adalah ciptaan Allah SWT. Dalam hal ini, beliau tidak 28 membeda-bedakan agama orang tersebut. Apa yang beliau sabdakan di atas adalah untuk seorang Yahudi yang telah meninggal. Bagaimana sikap beliau terhadap orang Yahudi atau Nasrani yang masih hidup? Tentu beliau akan lebih menghargai lagi, bukan? Sudah terbukti bahwa dalam kehidupan bermasyarakat seharian di Madinah, beliau juga sangat menekankan umat Islam untuk boleh menghormati dan menghargai kepada umat Yahudi atau Nasrani. Belum ditemukan dalam sejarah seorang Muslim pun yang menghina, merusak, atau mengganggu peribadatan bukan muslim. Ini menjadi hal yang wajar kerana mereka pasti memahami makna firman Allah SWT: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS Al-An’am: 108) Sehingga di sini semakin jelas bahwa Rasulullah SAW sudah menggariskan bahwa kita wajib bertoleransi kepada keyakinan orang lain selama mereka tidak melakukan penyerangan terhadap keyakinan kita. Bahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Piagam Madinah (Shahifah al-Madinah) mencantumkan tentang Yahudi sebanyak 24 pasal dari jumlah 47 pasal. Di antara isi piagam ini ada yang mengatur tentang kesepakatan bahwa apabila ada musuh yang menyerang Madinah, maka semua wajib saling membantu mempertahankan negeri Madinah, tanpa melihat apapun agamanya. Masih banyak isi dalam piagam ini yang mencerminkan kehidupan yang harmoni antara orang yang beragama Islam dan bukan beragama Islam. Ini menjadi bukti tak terelakkan bahawa beliau sangat berusaha menjaga hubungan baik dengan kalangan di luar Islam. Pengajaran melalui toleransi beragama Dari pendedahan diatas dapatlah kita tarik beberapa kesimpulan - Bahwa toleransi dalam Islam adalah toleransi sebatas menghargai dan menghormati penganut agama lain, tidak sampai pada sinkretisme. - Islam mempunyai prinsip-prinsip asas dalam toleransi ini, yakni menyatakan bahawa satu-satunya agama yang benar adalah Islam, Islam adalah agama yang sempurna, dan Islam dengan tegas menyatakan bahwa selain dari Islam tidak benar, atau salah. Dan sebagainya. 29 - Toleransi Islam dalam hal beragama adalah tidak adanya paksaan untuk memeluk agama Islam. - Kemudian toleransi Islam terhadap hidup bermasyarakat dan bernegara, yakni islam membolehkan hidup berdampingan dalam hal bermasyarakat bernegara selama mereka tidak memusuhi dan tidak memerangi umat Islam. Dalam hal ini umat Islam diperintahkan berbuat baik dan menjaga hak-hak mereka dan sebagainya. Persahabatan Dua Sahabat Sejati Akif dan Ali adalah sahabat sejoli yang sangat dekat yang saling menyayangi satu sama lain. Orang-orang di sekitar mereka menginginkan hubungan persahabatan yang setia seperti mereka. Sepasang sahabat ini percaya bahwa dengan melakukan amalan baik akan sangat efektif untuk memperbaiki kesalahan yang pernah diperbuat. Ketika seseorang saling mengajak untuk berbuat baik, itu akan menjaga mereka tetap di jalan yang lurus dan mencegah mereka menyimpang dari jalan kebenaran. Suatu hari, Akif menulis sebuah perjanjian. Dia menyebutnya “perjanjian berbuat baik”, yang isinya bertujuan untuk saling mengajak untuk beramal kebaikan, memberi tahu teman tentang kesalahan, dan membantu memperbaiki kesalahan. “Aku ingin kita berdua membuat perjanjian,” kata Akif. “Perjanjian seperti apa?” tanya Ali. “Aku membolehkan kamu untuk mengingatkan tentang kesalahanku, atau apapun dari perbuatanku yang menurutmu itu salah.” “Oke, tapi aku hanya bisa menerima ini dengan satu syarat. Kamu harus memberi tahu tentang kesalahanku juga. ” “Oke, aku setuju.” Mereka menyetujui perjanjian itu, dan menjadi “semangat berbuat baik” satu sama lain. 30 Bertahun-tahun berlalu, dan hubungan mereka masih sekuat dulu. Kemudian, karena pekerjaan, Akif harus pindah ke kota lain. Perpisahan ini yang membuat sedih mereka berdua. Mereka saling menghibur dan berjanji akan tetap sering bertemu. Persahabatan mereka adalah persahabatan seumur hidup. Setelah sebulan berlalu, Ali sangat merindukan sahabatnya itu. Setiap kali Ali menyebut nama sahabatnya dalam suatu percakapan, matanya akan berkaca-kaca. Dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi untuk melihat sahabatnya, jadi dia memutuskan untuk bertemu. Di tengah jalan, dia melihat seorang pria aneh. Pria itu sedang duduk di pinggir jalan dan tampak seolah-olah dia mencoba mengatakan sesuatu padanya. Ali menghampiri pria itu dan menyapanya. Pria itu bertanya: “Mau kemana kamu, anak muda?” “Saya akan mengunjungi teman saya,” jawab Ali. “Temanmu pasti sudah berbuat sesuatu yang mempermudah urusanmu, dan sekarang kamu akan berterima kasih padanya.” “Tidak, aku tidak memiliki alasan apapun untuk berterima kasih kepadanya. Aku mencintainya karena Allah dan aku mengunjunginya karena Allah.” “Masya Allah. Aku akan memberitahu sebuah rahasia kepadamu. Sekarang dengarkan aku baik-baik. Aku adalah malaikat yang diutus oleh Allah kepadamu. Ketahuilah bahwa sama seperti kamu mencintai temanmu karena Allah, Allah juga sangat mencintaimu.” Kerja Keras Kerja keras adalah lawan dari sikap santai. Secara fitrah manusia membutuhkan makan, minum dan istirahat. Tetapi manusia seharusnya mempunyai kemampuan berpikir dan kemauan yang kuat untuk bisa memenuhi kebutuhannya itu secara seimbang. Oleh karena itu ketika rasa santai dan malas datang menghampiri seseorang, maka orang tersebut harus mulai berpikir dan mulai menggunakan keinginan mau melakukan sesuatu yang kuat untuk 31 melawannya. Jika ia merasa apa yang sudah dilakukannya itu belum cukup maka ia harus menerima bahwa hasil yang akan diperoleh adalah sesuai dengan apa yang telah diusahakannya. Sebenarnya hasil yang diperoleh dari usaha kita tidak mesti harus sesuai dengan yang kita inginkan atau berhubungan dengan apa yang kita lakukan, terkadang hasil yang diperoleh adalah berupa rasa nyaman ataupun bertambahnya semangat dan motivasi kita. Sebagai contoh, jika kita sudah bekerja keras dalam belajar untuk ujian matematika, ternyata hasil yang didapatkan kurang memuaskan, maka sikap kita seharusnya bisa menerimanya dan berusaha lebih keras lagi pada ujian selanjutnya. Bukan berarti kerja keras kita itu tidak ada artinya, tetapi justru kita mendapatkan semangat baru dalam belajar dan belajar dari kesalahan yang mungkin kita lakukan pada ujian tersebut. Jika kita bekerja keras maka motivasi kita akan meningkat, memberi pengalaman buat kita, menguatkan semangat kita dan pada akhirnya akan membawa keberhasilan pada kita Dalam setiap keberhasilan terdapat dua kebaikan. Pertama, perasaan bersyukur kepada Tuhan YME yang telah memasukkannya ke dalam lingkaran kebaikan dengan sikap tidak menyombongkan diri terhadap apa yang telah diraihnya. Kedua, diberikannya kesempatan bagi dirinya untuk terus berjuang melawan nafsu pada dirinya yang selalu mengatakan bahwa keberhasilan ini berasal dari dirinya sendiri. Kita seharusnya bersyukur terhadap pertolongan yang diberikan Tuhan YME sehingga kita bisa mencapai semua ini. Dengan ini Tuhan YME akan melipat gandakan kebaikannya kepada kita sehingga semakin banyak kebaikan yang akan diperoleh. Rasa malas disebabkan karena perasaan ingin selalu bersantai dan menyebabkan terjadinya ketidakteraturan. Nafsu kita selalu menginginkan ini, sehingga pada kesempatan pertama kita harus melawannya setelah kita berhasil pada kesempatan pertama, maka akan sangat mudah bagi kita untuk mengalahkannya. Rasa malas juga bisa timbul karena banyaknya hal yang harus dilakukan. Yang harus dilakukan adalah memulai segala sesuatunya dengan perencanaan, tetapkan benang merah dan point penting dari segala halnya, kemudian mulailah membagi waktu dan pekerjaan yang harus dilakukan. Pada saat kita sudah mulai melakukannya walaupun 10% darinya maka akan timbul suatu kepuasan tersendiri, kita akan mulai berpikir positif, jika 10% nya sudah bisa terselesaikan maka sisanya akan bisa terselesaikan juga. Oleh karena itu, rasa malas harus dilawan, jangan mengalah diawal, harus berjuang dengan 32 kemauan yang keras walaupun susah, ketika kita mampu melawan itu semua maka kita akan mendapatkan kenikmatan, kepuasan dan kenyamanan yang tidak bisa didapatkan dalam kemalasan. Setiap orang yang memiliki kepercayaan yang kuat terhadap Tuhan YME harus selalu aktif bergerak setiap saat. Aktif bergerak sudah menjadi prinsip dalam hidupnya baik dalam bekerja dan istirahat sekali pun. Ia pintar membagi waktunya dan tak pernah menyia nyiakannya. Di luar kebutuhan fitrahnya untuk tidur, ia mempunyai prinsip “active break” yaitu beristirahat dengan cara mengganti kegiatan yang dilakukan, ia mempunyai metode yang dinamis dalam kehidupannya, “istirahat dalam bekerja, bekerja dalam istirahat”. Sebagaimana atom dan galaksi yang selalu bergerak dan aktif melakukan tugasnya masing-masing, begitu juga semua entitas yang lain, maka tidak bisa terpikirkan jika manusia sebagai ciptaan terbaik Tuhan memiliki sifat malas. Karena kemalasan, kemonotonan akan berujung pada ketiadaan. Sesuatu yang nikmat, jika terlalu sering dirasakan akan hilang kenikmatannya. Oleh karena itu, orang yang malas dan tidak aktif bergerak adalah orang yang rugi dan selalu membawa masalah. Sebagai kesimpulan, orang yang bekerja keras akan mencapai kebahagiaan, mewarnai dirinya dengan rasa syukur bukan hanya dengan keluhan. Penuntut ilmu memiliki tanggung jawab kepada masyarakat, yaitu untuk menuntut ilmu, Ia harus fokus menuntut ilmu, Ia tidak boleh menyia-nyiakan waktunya, Ia harus mengatur waktunya dengan baik, Ia harus menghayati prinsip “ta’awun,” yaitu saling membantu antar sesama penuntut ilmu. Ia akan saling membutuhkan bantuan dari sesamanya, Para penuntut ilmu harus serius dalam menuntut ilmu, tidak boleh menyalahgunakan niat baik dari masyarakat. Karena masa depan sebuah bangsa bergantung pada kualitas generasi penuntut ilmunya. Kalau tidak diperhatikan, maka bangsa itu akan runtuh. Ia harus belajar siang malam. Kalau perlu tidur hanya 4 jam, sisa 20 jamnya harus digunakan untuk menuntut ilmu sampai otaknya berdenyut, dengan istilahnya Necip Fazil, “isi otaknya harus sampai keluar lewat hidung”. Saking seriusnya, kalau perlu kerja di laboratorium sampai pingsan, atau tertidur di atas tumpukan buku. Pekerjaan 33 yang normalnya selesai 10 hari harus dipersingkat jadi 2 hari saja. Waktu tidak boleh disia-siakan, Tuhan YME akan meminta pertanggungjawabannya. Waktu adalah aset paling berharga bagi manusia. Kalau memang mau mengerjakannya, selesaikanlah secepat mungkin… Apa saja yang perlu digunakan, gunakanlah dengan tepat, Ambillah banyak referensi, Binalah hubungan baik dengan gurumu. Dengan loyalitas yang sempurna, agar hak masyarakat juga bisa ditunaikan serta agar tidak mengecewakan dan tidak mengotori husnuzan masyarakat. Maka para penuntut ilmu harus belajar dengan serius sehingga masyarakat pun kagum dan berkata: “Usaha kalian menuntut ilmu demi kemajuan bangsa sungguh luar biasa!” Tujuan Hidup “Sebaik-baiknya manusia ialah yang baik akhlaknya dan bermanfaat bagi orang lain.” Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa setiap manusia diturunkan mempunyai fitrah sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang saling membutuhkan. Dalam hal ini menjadi sangat penting kita membantu sesama yang sedang membutuhkan bantuan. Karena di saat tertentu kita pun membutuhkan bantuan dari siapa saja. Tidak semua konteks ‘membutuhkan’ berarti untuk memenuhi kebutuhan material saja. Banyak dari manusia di sekitar kita yang ‘membutuhkan’ bantuan untuk memenuhi kebutuhan rohaninya. Kebutuhan rohani sangat penting untuk dipenuhi, jauh lebih penting dibanding kebutuhan material. Apabila kebutuhan itu tidak dipenuhi, ancamannya ialah kehidupan akhiratnya. Manusia diturunkan ke dunia salah satu tujuannya ialah amr ma’ruf nahi munkar, yaitu mengajak kepada kebenaran dan mencegah dari kemungkaran. Dengan membantu sesama itu diharapkan kita menambahkan nilai-nilai amr ma’ruf nahi munkar ini ke dalamnya. Maka, itulah yang dinamakan memenuhi kebutuhan manusia yang sesungguhnya. Mengamalkan amr ma’ruf nahi munkar tidak semudah yang dibayangkan. Untuk menghidupkan nilai kemanusiaan seseorang, diri kita sendiri harus terlebih dahulu ‘hidup’. Kita diwajibkan setiap saat meningkatkan kualitas 34 hidup kita dengan memenuhi kebutuhan lahir maupun rohani. Dengan ‘hidup’ kita yang baik, maka kita akan mampu menghidupkan orang lain. Itulah hakikat tujuan diturunkan kita ke dunia. Meningkatkan hidup kita setiap saat lalu mengamalkan nilai-nilai amr ma’ruf nahi mungkar kepada sesama manusia yang membutuhkan. Kemuliaan seorang manusia bukan dinilai hanya dari cara dia hidup, tetapi berapa orang yang dapat ia tingkatkan kualitas hidupnya dengan cara ia hidup. Sumber Referensi Abbas, A. S. (2009). Mukjizat Doa dan Air Mata Ibu. Qultum Media. Hasan, E. F. (2017). Kisah Toleransi Rasulullah dalam Perjanjian Hudaibiyah. Islampos. adresinden alınmıştır Islampedia. (2017, januari 27). Uwais Al Qarni Pemuda Berbakti kepada Orang Tuanya. Islampedia. adresinden alınmıştır Kaplan, A. (2019). Panduan Belajar Muslim Muda Memahami Islam. Jakarta: Republika. Kisah Sahabat Nabi: Saad Bin Abi Waqqash, Lelaki Penghuni Surga. (2012, januari 17). Republika. adresinden alınmıştır Marzuki, K. (2020, maret 07). Kisah Nabi Ayyub Yang Sabar Menghadapi Musibah Penyakit. INewsjateng.id. adresinden alınmıştır Quthb, M. A. (tarih yok). Perempuan Agung di Sekitar Rasulullah Saw. PT Mizan Publika. Tuasikal, M. A. (2017, march 11). 21 Pelajaran dari Kisah Nabi Ayyub Sang Penyabar. Rumaysho.com. adresinden alınmıştır Yasinta, I. U. (2012). Konsep Berbakti Kepada Orang Tua Dalam Islam. Umayaika.wordpress.com. adresinden alınmıştır 35

Use Quizgecko on...
Browser
Browser