K34. Lepra dan Reaksi Lepra PDF

Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...
Loading...

Summary

This document discusses leprosy and leprosy reactions, including definitions, prevalence in Indonesia, etiopathogenesis, and manifestations. It also details different types of leprosy and associated symptoms.

Full Transcript

K34. Lepra dan Reaksi Lepra Dermatologist Amalia ROSE sama BRUNO MARS collab ya?! #apt Ini prevalensi di indonesia udah mulai menurun di 2018 dan naik lagi di 2022. Dulu ditemu...

K34. Lepra dan Reaksi Lepra Dermatologist Amalia ROSE sama BRUNO MARS collab ya?! #apt Ini prevalensi di indonesia udah mulai menurun di 2018 dan naik lagi di 2022. Dulu ditemukan dengan keadaan cacar Etiopatogenesis Kusta Diagram ini menjelaskan bagaimana penyakit kusta (leprosy) terjadi dan berkembang di dalam tubuh manusia. Mari kita bahas langkah demi langkah: 1. Masuknya Bakteri: ○ Mycobacterium leprae: Bakteri penyebab kusta ini biasanya masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan, terutama hidung. 2. Penyebaran ke Saraf: ○ Migrasi ke Sel Schwann: Setelah masuk ke tubuh, bakteri akan bergerak menuju sel Schwann pada saraf. Sel Schwann adalah sel yang membungkus serabut saraf. Bakteri lebih suka berada di tempat yang lebih dingin, sehingga saraf menjadi target utama. ○ Perbanyakan: Di dalam sel Schwann, bakteri akan berkembang biak dan jumlahnya semakin banyak. 3. Invasi ke Jaringan: ○ Kulit dan Saraf: Dari saraf, bakteri kemudian menyebar dan menginvasi jaringan kulit. 4. Respon Imun: ○ Dua Jenis Respon: Reaksi tubuh terhadap infeksi kusta sangat bergantung pada sistem kekebalan tubuh masing-masing individu. Ada dua jenis respons utama: Respon Imun Kuat: Pada orang dengan sistem kekebalan yang kuat, tubuh akan menghasilkan sel-sel yang disebut histiosit. Histiosit ini akan berubah menjadi sel epiteloid yang mampu menelan bakteri dan membentuk granuloma (kumpulan sel yang berusaha membatasi infeksi). Akibatnya: Tidak Ada Lesi: Tidak muncul lesi kulit atau saraf yang terlihat. Penyembuha n: Jika muncul lesi, biasanya akan sembuh dengan sendirinya. Ini disebut dengan kusta pausibasiler (PB). Respon Imun Lemah: Pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah, histiosit akan berubah menjadi sel lepra. Sel lepra tidak efektif dalam melawan bakteri, sehingga bakteri dapat menyebar ke seluruh tubuh dan menyebabkan kerusakan yang lebih luas. Akibatnya: Lesi Kulit dan Saraf: Muncul lesi pada kulit dan saraf. Keterlibatan Organ Lain: Selain kulit dan saraf, bakteri juga dapat menginfeksi mata, otot polos, testis, ginjal, dan pembuluh darah. Kondisi ini disebut dengan kusta multibasiler (MB). note: mata di sklera WAJIB INGET 5A mata ada vitiligo Facies leonina: hidungnya berubah lagoftalmus : Matanya gak bisa menutup Analisis per Saraf: Nervus Facialis: ○ Cabang temporal dan zigomatikus: Kerusakan pada cabang saraf ini menyebabkan gejala lagoftalmos, yaitu ketidakmampuan menutup mata secara sempurna. ○ Cabang bukal, mandibular, dan servikal: Kerusakan pada cabang ini menyebabkan parese fasialis, yaitu kelemahan atau kelumpuhan otot-otot wajah. Nervus Trigeminus: ○ Anestesi kulit wajah, kornea, dan konjungtiva: Penderita akan mengalami kehilangan sensasi pada area wajah, termasuk kornea dan konjungtiva mata. Hal ini dapat meningkatkan risiko cedera pada mata karena penderita tidak merasakan nyeri. Nervus Aurikularis Magnus: ○ Penebalan: Saraf ini mengalami penebalan, yang dapat teraba sebagai benjolan di daerah telinga. Nervus Medianus: ○ Anestesi ujung jari: Kehilangan sensasi pada ujung jari tertentu, terutama jari kelingking dan jari manis. ○ Gangguan fungsi tangan: Terjadi gangguan pada gerakan tangan, seperti kesulitan mengaduk ibu jari, kontraktur jari, dan atrofi otot-otot tangan. Nervus Radialis Anestesi dorsum manus, proksimal ujung telunjuk: Artinya, bagian punggung tangan dan pangkal jari telunjuk akan kehilangan sensasi. Penderita tidak akan merasakan sentuhan, suhu, atau nyeri di area tersebut. Wrist drop/ drop hand (tangan gantung): Ini adalah kondisi di mana pergelangan tangan tidak dapat diluruskan dan jari-jari menggantung. Hal ini terjadi karena kelemahan otot-otot yang dipersarafi oleh nervus radialis. Nervus Ulnaris Anestesi ujung jari anterior kelingking dan jari manis: Bagian depan jari kelingking dan jari manis akan kehilangan sensasi. Clawing (kriting) jari kelingking & jari manis: Jari kelingking dan jari manis akan melengkung seperti cakar. Ini terjadi karena ketidakseimbangan kekuatan otot-otot yang menggerakkan jari. Atrofi hipotenar, otot interoseus & kedua otot lumbrikalis medial: Otot-otot tertentu di tangan akan menyusut atau mengecil, menyebabkan kelemahan dan perubahan bentuk tangan. Nervus Popliteus Lateralis Anestesi lateral tungkai bawah & dorsum pedis: Bagian luar betis dan punggung kaki akan kehilangan sensasi. Drop foot & kelemahan otot peroneus: Kaki akan menggantung dan sulit diangkat saat berjalan. Ini disebabkan oleh kelemahan otot-otot yang menggerakkan pergelangan kaki ke atas. Nervus Tibialis Posterior Anestesi telapak kaki: Telapak kaki akan kehilangan sensasi. Claw toes, paralisis otot intrinsik kaki & kolaps arkus pedis: Jari-jari kaki akan melengkung seperti cakar, otot-otot di dalam kaki akan melemah, dan lengkungan kaki akan rata. Penjelasan Tabel Tabel yang Anda berikan menyajikan ringkasan klasifikasi Ridley dan Jopling. Berikut penjelasan dari setiap kolom: Clinical Findings: Merupakan temuan klinis yang dapat diamati pada pasien kusta. LL (Lepromatous Leprosy): Merupakan bentuk kusta polar, di mana sistem imun pasien sangat lemah sehingga bakteri kusta dapat berkembang biak dengan bebas. BL (Borderline Lepromatous): Merupakan bentuk peralihan antara lepromatous dan borderline tuberkuloid. BT (Borderline Tuberkuloid): Merupakan bentuk peralihan antara borderline lepromatous dan tuberkuloid. TT (Tuberkuloid Leprosy): Merupakan bentuk kusta polar lainnya, di mana sistem imun pasien kuat sehingga mampu membatasi pertumbuhan bakteri kusta. I (Indeterminate): Merupakan bentuk awal kusta yang sulit diklasifikasikan karena manifestasinya tidak khas. Lebih simple PAHAMI Yoo Di lesi ada baalnya DIAGNOSIS CUSTA (2 dan 3 sign) Bercak mati rasa Penebalan saraf BTA basil tahan asam Diagnosis Kusta Diagnosis kusta umumnya ditegakkan berdasarkan adanya tiga tanda utama (cardinal sign) berikut ini: 1. Kelainan kulit: Munculnya lesi-lesi khas kusta pada kulit, seperti bercak putih, merah, atau benjolan. Lesi-lesi ini biasanya disertai dengan mati rasa (anestesi). 2. Penebalan saraf: Terdapat penebalan pada saraf tepi, yang dapat diraba. Selain itu, fungsi saraf juga terganggu, baik itu saraf sensori (perasa), motorik (penggerak), maupun otonom (pengatur organ dalam). 3. Ditemukan bakteri kusta: Melalui pemeriksaan laboratorium, ditemukan bakteri penyebab kusta (Mycobacterium leprae) pada sampel lesi kulit. Bakteri ini dikenal dengan nama Basil Tahan Asam (BTA) karena tahan terhadap proses pewarnaan asam. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengkonfirmasi adanya tanda-tanda kusta dan untuk menilai tingkat keparahan penyakit. Beberapa pemeriksaan yang umum dilakukan adalah: Rasa raba: Dokter akan menguji sensitivitas kulit pasien dengan menggunakan kapas atau benda tajam. Jika pasien tidak merasakan sentuhan atau nyeri, ini menunjukkan adanya gangguan saraf sensorik. Rasa suhu: Kemampuan pasien merasakan panas dan dingin akan diuji menggunakan tabung berisi air panas dan dingin. Rasa nyeri: Dokter akan menggunakan jarum untuk menguji apakah pasien masih merasakan nyeri. Anhidrosis: Ini adalah kondisi di mana kelenjar keringat tidak berfungsi. Dokter dapat mengujinya dengan tes tinta Gunawan. Motorik: Dokter akan memeriksa kekuatan otot dan refleks pasien untuk menilai fungsi saraf motorik. Pemeriksaan lainnya: Dokter juga dapat memeriksa adanya gejala lain seperti madarosis (rambut alis rontok), alopecia (kebotakan), dan perubahan warna kulit. Tujuan Pemeriksaan Tujuan utama dari pemeriksaan fisik adalah untuk: Membenarkan diagnosis kusta: Dengan menemukan tiga tanda utama dan hasil pemeriksaan fisik yang mendukung, dokter dapat menegakkan diagnosis kusta. Menentukan tipe kusta: Berdasarkan jenis lesi, distribusi lesi, dan hasil pemeriksaan laboratorium, dokter dapat mengklasifikasikan jenis kusta yang diderita pasien (misalnya, tuberkuloid, borderline, atau lepromatous). Menilai tingkat keparahan: Pemeriksaan fisik membantu dokter untuk menilai seberapa luas kerusakan saraf dan organ tubuh yang disebabkan oleh kusta. Memantau perkembangan penyakit: Pemeriksaan fisik secara berkala dilakukan untuk memantau perkembangan penyakit dan efektivitas pengobatan. INI ALGORITMA NYA PENJANG UTAMA 1. Sss, slit skin smear * Pengambilan spesimen pemeriksaan BTA kusta * Gunakan skapel atau pisau, gunakan yg 11 atau 15 pelan pelan * Cubit dulu daerahnya, cuping telinga bawah sampai dia berwarna pucat, baru di gores, jangan terlalu dlm, cukup dermis saja jangan sampai ada darah, kalau ada darah usap dulu baru dikerok * Ambil 4-6 tempat kanan kiri sama lesi paling aktif 2. Nose blose, kerok mukosa hidung 2. Tes lepromin Fernandes (protein bakteri) 1x25 jam Miksuda ( bakteri leprae yg sudah mati disuntikkan) 2-4 minghu 3. Histopatologi sel virschow 4. Serologi —------------------------------- Sumber lain : Pemeriksaan Penunjang pada Kusta Pemeriksaan penunjang merupakan serangkaian tes yang dilakukan untuk mendukung diagnosis kusta dan memberikan informasi tambahan mengenai tipe kusta, tingkat keparahan, dan respons terhadap pengobatan. Berikut penjelasan mengenai beberapa pemeriksaan penunjang yang umum dilakukan pada pasien kusta: 1. Slit Skin Smear dengan Pewarnaan Ziehl-Neelsen Tujuan: Untuk mendeteksi keberadaan bakteri kusta (Mycobacterium leprae) pada lesi kulit. Cara Kerja: Sampel jaringan kulit diambil dari beberapa lokasi, seperti cuping telinga atau lesi yang paling tebal. Sampel kemudian dioleskan pada kaca objek dan diberi pewarnaan Ziehl-Neelsen. Bakteri kusta yang tahan asam akan berwarna merah saat dilihat di bawah mikroskop. Manfaat: Hasil positif menunjukkan adanya infeksi kusta dan dapat membantu menentukan jumlah bakteri yang ada. 2. Nose Blows Tujuan: Untuk mendeteksi keberadaan bakteri kusta pada mukosa hidung. Cara Kerja: Pasien diminta untuk membuang ingus pagi hari ke dalam wadah yang berisi fiksatif. Sampel kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat adanya bakteri kusta. Manfaat: Pemeriksaan ini penting karena hidung seringkali menjadi tempat kolonisasi awal bakteri kusta. 3. Tes Lepromin (Mitsuda/Fernandez) Tujuan: Untuk menilai respon imun seluler pasien terhadap antigen kusta. Cara Kerja: Antigen kusta disuntikkan ke dalam kulit. Reaksi kulit yang timbul kemudian diamati. Manfaat: Tes ini dapat membantu membedakan antara tipe kusta tuberkuloid (respon imun kuat) dan lepromatous (respon imun lemah). 4. Pemeriksaan Histopatologi Tujuan: Untuk memeriksa struktur jaringan kulit dan mendeteksi adanya bakteri kusta. Cara Kerja: Sampel jaringan kulit diambil dan diperiksa di bawah mikroskop setelah diwarnai dengan berbagai pewarnaan. Manfaat: Pemeriksaan ini dapat membantu mengkonfirmasi diagnosis kusta dan membedakan tipe kusta berdasarkan karakteristik histopatologisnya. Misalnya, pada kusta tuberkuloid akan ditemukan granulom dengan banyak sel epiteloid, sedangkan pada kusta lepromatous akan ditemukan sel Virchow. 5. Pemeriksaan Serologi Tujuan: Untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap antigen kusta dalam darah. Cara Kerja: Sampel darah diambil dan diperiksa untuk mendeteksi adanya antibodi seperti anti-PGL-1, anti-protein 16kD dan 53kD, dan anti-lipoarabinomannan (LAM). Manfaat: Pemeriksaan ini dapat membantu dalam diagnosis, terutama pada kasus kusta yang sulit didiagnosis secara klinis. yang jumlah solid/jumlah solid+nonsolid itu adalah indeks morfologi, bukan indeks bakteri (typo dokternya) Penjelasan : INDEKS BAKTERI * Solid masih hidup masih bisa komplikasi * Fregmented udh matu * Granular : sudah dimakan sistem imun INDEKS MORFOLOGI Itu ada rumusnya kan, nah itu dilakukan 3 bulan sekali besti Kalau misal ada penurunan angka di tes pertama dan kedua maka tidak resisten Dan lanjutkan pengobatan yg sudah dipakai Kita cek di akhir, pada Minggu 9 dan 18 ada penurunan ga indeks morfologinya Rifampisan dan oflaksasin gak ditanggung bpjs lanjut terapi simtomatiknya (sesuai kebutuhan) Biasanya pas vaksinasi covid19 itu suka kambuh lagi tuu reaksi tipe 2 pokoknya lebih parah (demam), kalo ga ditatalaksana dengan benar dia bisa bikin komplikasi permanen contohnya kaya club hand Perhatikan yang di kulit, kalau tipe 1 ada lesi kalau tipe 2 itu ada nodul Kalo udah reaksi kusta nanti suka lesi reversal (kiri) lesi yang nimbul nodul-nodul (kanan) tambahin obat simptomatik aja tapi jangan berhentiin NMBTnya HAFA 1. Melanjutkan Pengobatan Multidrug Therapy (MDT) Pentingnya MDT: Pengobatan kusta utama (MDT) tetap dilanjutkan dengan dosis yang sama. MDT sangat penting untuk membunuh bakteri kusta dan mencegah kerusakan saraf yang lebih lanjut. Tidak mengubah dosis: Mengubah dosis MDT selama reaksi kusta dapat mengganggu efektivitas pengobatan dan memperburuk kondisi. 2. Terapi Simtomatik Obat pereda gejala: Untuk meredakan gejala seperti nyeri dan demam, diberikan obat-obatan seperti analgesik (pereda nyeri) dan antipiretik (penurun panas). 3. Prednison Kortikosteroid: Prednison adalah jenis kortikosteroid yang digunakan untuk menekan sistem imun yang terlalu aktif. Obat ini sangat efektif dalam meredakan peradangan dan gejala reaksi kusta. Penurunan dosis bertahap: Dosis prednison biasanya dimulai dengan dosis tinggi dan kemudian diturunkan secara bertahap selama beberapa minggu. Penurunan dosis yang terlalu cepat dapat menyebabkan gejala kambuh. 4. Tambahan Lamprene/Klofazimin Untuk kasus berat: Jika reaksi kusta sangat berat atau sering kambuh, dokter mungkin menambahkan obat lamprene (klofazimin). Obat ini memiliki efek anti-inflamasi yang kuat dan dapat membantu mengontrol reaksi kusta. Grafik Dosis Prednison Grafik yang Anda berikan menunjukkan dosis prednison yang biasanya diberikan selama pengobatan reaksi kusta. Dosis dimulai tinggi pada minggu pertama, kemudian diturunkan secara bertahap hingga minggu ke-12. Penting untuk diingat: Tatalaksana reaksi kusta harus dilakukan di bawah pengawasan dokter. Setiap pasien memiliki kondisi yang berbeda, sehingga dosis dan jenis obat yang diberikan dapat bervariasi. Pemantauan secara teratur sangat penting untuk menilai efektivitas pengobatan dan melakukan penyesuaian dosis jika diperlukan. Pasien harus mengikuti semua petunjuk dokter dan menjalani pengobatan secara teratur. Komplikasi Reaksi Kusta yang Tidak Terkontrol Jika reaksi kusta tidak ditangani dengan baik, dapat menyebabkan komplikasi serius, seperti: Kerusakan saraf permanen: Hal ini dapat menyebabkan kelumpuhan, deformitas, dan kehilangan fungsi anggota tubuh. Kebutaan: Jika reaksi kusta terjadi pada mata. Kerusakan organ dalam: Reaksi kusta dapat mempengaruhi organ dalam seperti ginjal dan hati. Pencegahan Reaksi Kusta Cara terbaik untuk mencegah reaksi kusta adalah dengan: Menjalani pengobatan kusta secara teratur dan lengkap. Memberikan edukasi kepada pasien tentang pentingnya pengobatan dan tanda-tanda reaksi kusta. Melakukan pemeriksaan berkala untuk mendeteksi dini reaksi kusta. hapalin wajib kalo reaksi berat dan berulang harus ditambah lampren/klofazimin Jangan pernah memberhentikan NMBTnya Ditambah aja sama obat simtomatiknya Minggu pertama hingga minggu 2 4)ml MInggu dua 30 ml begitupun selanjutnya sampai habis Yang dijelaskan itu yang keluar suma tapi sayangnya gaada yang nge recrord ygy. CARA CEK PENEBALAN SARAF Pemeriksaan penebalan saraf biasanya dilakukan oleh dokter kulit dan kelamin. Beberapa cara yang umum dilakukan adalah: 1. Perabaan: ○ Dokter akan meraba saraf yang dicurigai mengalami penebalan dengan menggunakan ujung jari. ○ Saraf yang tebal akan terasa seperti benjolan keras di bawah kulit. ○ Perbandingan akan dilakukan antara saraf yang sakit dengan saraf yang sehat pada sisi tubuh yang berlawanan. 2. Uji Fungsi Saraf: ○Uji rasa: Dokter akan menguji kemampuan pasien merasakan sentuhan, suhu, dan nyeri. ○ Uji kekuatan otot: Dokter akan memeriksa kekuatan otot pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf yang terkena. ○ Uji refleks: Dokter akan memeriksa refleks tendon pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf yang terkena. 3. Pemeriksaan Lainnya: ○ Tes Tinel: Dokter mengetuk saraf yang dicurigai untuk menimbulkan sensasi kesemutan atau nyeri. ○ Elektromiografi (EMG): Pemeriksaan ini digunakan untuk mengukur aktivitas listrik pada otot dan saraf. ○ Konduksi saraf: Pemeriksaan ini digunakan untuk mengukur kecepatan hantaran impuls listrik pada saraf. BYE.. #34

Use Quizgecko on...
Browser
Browser