Modul THT Komunitas Edisi III 2022 PDF
Document Details
Uploaded by SpotlessJasper7639
Universitas Sebelas Maret
2022
Dr. dr. Bambang Udji Djoko Rianto, Sp.T.H.T.B.K.L.,Subsp.K.(K), M.Kes, Dr. dr. H. R. Yusa Herwanto, M.Ked (ORL-HNS), Sp.T.H.T.B.K.L.,Subsp.K.(K) and others
Tags
Summary
This module, part of a series, provides a detailed explanation of the epidemiology of hearing disorders in infants and children. It outlines study procedures for establishing prevalence and risk factors. Included are elements of survey design and sample methodology.
Full Transcript
MODUL THT KOMUNITAS EDISI III KOLEGIUM ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER 2022 Tim Penyusun 1. Dr. dr. Bambang Udji Djoko Rianto, Sp.T.H.T.B.K.L.,Subsp.K.(K), M.Kes 2. Dr. dr. H. R. Yus...
MODUL THT KOMUNITAS EDISI III KOLEGIUM ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER 2022 Tim Penyusun 1. Dr. dr. Bambang Udji Djoko Rianto, Sp.T.H.T.B.K.L.,Subsp.K.(K), M.Kes 2. Dr. dr. H. R. Yusa Herwanto, M.Ked (ORL-HNS), Sp.T.H.T.B.K.L.,Subsp.K.(K) 3. Dr. dr. Indra Zachreini, Sp.T.H.T.B.K.L.,Subsp.K.(K) 4. Dr. dr. Muyassaroh, Sp.T.H.T.B.K.L., Subsp. N.O.(K)., MSi.Med 5. Dr. dr. Nyilo Purnami, Sp.T.H.T.B.K.L.,Subsp.K.(K), FICS, FISCM 6. Dr. dr. Ratna Anggraeni S. P., Sp.T.H.T.B.K.L.,Subsp.K.(K), M.Kes 7. Dr. dr. Riskiana Djamin, Sp.T.H.T.B.K.L.,Subsp.K.(K) 8. Dr. dr. Ronny Suwento, Sp.T.H.T.B.K.L.,Subsp.K.(K) 9. Dr. dr. Semiramis Zizlavsky, Sp.T.H.T.B.K.L.,Subsp.K.(K) 10. Dr. dr. Tri Juda Airlangga, Sp.T.H.T.B.K.L.,Subsp.K.(K) 11. dr. Dina Alia, Sp.T.H.T.B.K.L.,Subsp.K.(K), PhD 12. dr. Fikry Hamdan Yasin, Sp.T.H.T.B.K.L.,Subsp.K.(K) 13. dr. Nirza Warto, Sp.T.H.T.B.K.L.,Subsp.K.(K), FICS KATA PENGANTAR Assalammu’alaikum Wr.Wb. Alhamdulillahirobbil ‘alamin, saya panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah swt yang senantiasa melimpahkan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusun Buku Modul Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (IK THTBKL) edisi ketiga ini. Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan peserta pendidikan dokter spesialis THTBKL yang merupakan penyempurnaan edisi kedua, pemenambahan beberapa materi sesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta ketrampilan baru guna meningkatlan mutu proses pendidikan dokter spesialis THTBKL di Indonesia Selaras dengan dimulainya program fellowship serta persiapan pembukaan program pendidikan Subspesialisasi THTBKL, modul Pendidikan dokter spesialis THTBKL ini disusun agar pendidikan spesialis THTBKL terjaga menjadi satu kesatuan yang mendalam antara ketiga program pendidikan tersebut. Selain itu Buku Modul ini dapat menjadi pedoman untuk melaksanakan pendidikan secara terstruktur dan berkualitas, dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring hingga proses evaluasi secara berkesinambungan. Hal tersebut bertujuan agar lulusan peserta program studi IK THTBKL mempunyai kompetensi akademik dan kompetensi profesional unggul seiring berkembangnya jaman. Pada era baru ini para lulusan Dokter Spesialis THTBKL diharapkan memiliki kemampuan akademik professional bertaraf internasional, inovatif dan tangguh yang mampu berkiprah secara global sesuai Visi dan Misi Pendidikan Spesialis THTBKL. Semoga dengan terbitnya Buku Modul ketiga ini program pendidikan dokter spesialis THTBKL semakin maju dan menghasilkan pencapaian lulusan yang unggul, kompeten dan berkualitas. Apresiasi kami yang setinggi-tingginya kepada seluruh teman sejawat, Profesor Dokter, atas komitmen, dedikasi, serta pemikiran dan waktu yang telah diberikan terutama dalam suasana pandemi Covid-19. Keterbatasan jarak dan keadaan Pandemi telah membuka peluang pengembangan komunikasi, diskusi dan ujicoba modul ketiga, secara digital (TIK), sehingga kita dapat berkoordinasi, produktif menyelesaikan buku modul Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leher edisi ketiga ini. Semoga modul ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya para peserta didik dan semua yang kita lakukan selalu mendapat ridha Allah SWT. Wassalammu’alaikum Wr.Wb. Ketua Umum Kolegium IK THTBKL Indonesia Dr. dr. Trimartani, Sp T.H.T.B.K.L., F.P.R(K)., MARS IX. THT KOMUNITAS IX.1 PENCEGAHAN DAN PENILAIAN KUALITAS HIDUP PADA BAYI DAN ANAK DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN IX.1.1 EPIDEMIOLOGI IX.1.2 PREVENTIF DAN PROMOTIF IX.1.3 KUALITAS HIDUP IX.2 TULI KONGENITAL IX.3 GANGGUAN PENDENGARAN DAN KOMUNIKASI PADA ANAK IX.3.1 GANGGUAN WICARA DENGAN PENDENGARAN NORMAL IX.3.2 HIPERNASAL DAN HIPONASAL IX.4 PEMERIKSAAN PEDIATRIC AUDIOLOGI KOMPREHENSIF IX.4.1 TYMPANOMETRY HIGH FREQUENCY IX.4.2 OTO ACOUSTIC EMISSION IX.4.3 BRAINSTEM EVOKED RESPINSE AUDIOMETRY (BERA) IX.4.4 AUDITORY STEADY STATE RESPONSE (ASSR) IX.5 GANGGUAN PENDENGARAN PADA POPULASI KHUSUS IX.5.1 GANGGUAN PENDENGARAN PADA ANAK USIA SEKOLAH IX.5.2 GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT KERJA IX.5.3 OTOTOKSIK IX.5.4 PRESBIKUSIS IX.6 HABILITASI DAN REHABILITASI PENDENGARAN IX.6.1 ALAT BANTU DENGAR (ABD) IX.6.2 MAPPING PASCA IMPLANT KOKLEA MODUL UTAMA THT KOMUNITAS PENCEGAHAN DAN PENILAIAN KUALITAS HIDUP PADA BAYI DAN ANAK DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN MODUL IX.1.1 EPIDEMIOLOGI EDISI III KOLEGIUM ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA DAN LEHER 2022 DAFTAR ISI A. WAKTU PEMBELAJARAN........................................................................... 1 B. PERSIAPAN SESI........................................................................................... 1 C. REFERENSI..................................................................................................... 1 D. KOMPETENSI................................................................................................. 2 E. GAMBARAN UMUM..................................................................................... 2 F. CONTOH KASUS DAN DISKUSI................................................................. 3 G. TUJUAN PEMBELAJARAN.......................................................................... 4 H. METODE PEMBELAJARAN......................................................................... 6 I. EVALUASI...................................................................................................... 7 J. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF.............................. 9 K. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR..................... 10 L. DAFTAR TILIK............................................................................................. 11 M. MATERI PRESENTASI................................................................................ 11 N. MATERI BAKU............................................................................................ 17 Modul IX.1.1 - Epidemiologi MODUL IX.1.1 THT KOMUNITAS - PENCEGAHAN DAN PENILAIAN KUALITAS HIDUP PADA BAYI DAN ANAK DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN : EPIDEMIOLOGI A. WAKTU PEMBELAJARAN Proses Pengembangan Kompetensi Alokasi Waktu Sesi di dalam kelas 7 x 60 menit(classroom session) Sesi dengan fasilitasi pembimbing 3 x 60 menit(coaching session) Sesi praktik dan pencapaian kompetensi 6 jam (facilitation and assessment) B. PERSIAPAN SESI Materi presentasi: Slide 1: Definisi epidemiologi klinis dan epidemiologi komunitas Slide 2: Tujuan dan manfaat survei Slide 3: Langkah-langkah merancang survei Slide 4: Metode disain survei Slide 5: Populasi dan sampel Slide 6: Besar sampel dan tehnik pengambilan sampel Slide 7: Instrumen survei (kuesioner) Slide 8: Pre-post test kuesioner Slide 9: Manajemen dan analisis data survei SARANA DAN ALAT BANTU LATIH - Penuntun belajar : Terlampir - Tempat belajar : Poliklinik THT Komunitas dan masyarakat C. REFERENSI 1. Penny Webb, Chris Bain, 2010. Essential Epidemiology: An Introduction for Students and Health Professionals. Cambridge University Press, Dec 16, 2010 2. Stephen B. Hulley, Steven R. Cummings, Warren S. Browner, 2011. Designing clinical research. 3. Robert H. Fletcher, Suzanne W. Fletcher, Grant S. Fletcher, 2014. Clinical Epidemiology. The Essentials. Fifth Edition, Walters Kluwer-Lippincot Williams and Wikins. 1 Modul IX.1.1 - Epidemiologi 4. Diederick E. Grobbee, Arno W. Hoes, 2015. Clinical Epidemiology. Second edition, Jones and Bartlett Learning. 5. Antony Steward, 2016. Basic Statistics and Epidemiology: A Practical Guide. Fourth edition, CRC Press. 6. WHO, 2020. Ear and Hearing Survey Handbook. Available at https://www.who.int/publications/i/item/9789240000506-who-ear-and- hearing-survey-handbook D. KOMPETENSI Memahami tentang definisi epidemiologi klinis dan epidemiologi komunitas, penelusuran factor risiko, metode dan alat diagnostik, penentuan terapi/ manajemen, prognosis. Penentuan metode/ desain survei, tujuan dan manfaat survei, langkah-langkah merancang survei, pemilihan/ teknik pengambilan populasi, besar/ jumlah sampel, instrumen survei, pret-post test kuesioner dan manajemen dan analisis data survei. Keterampilan Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam : 1. Menjelaskan tentang definisi epidemiologi klinis dan epidemiologi komunitas 2. Menjelaskan tentang tujuan dan manfaat survei 3. Menjelaskan tentang langkah-langkah merancang survei 4. Menjelaskan metode desain survei 5. Menjelaskan populasi dan sampel 6. Menjelaskan tentang besar sampel dan tehnik pengambilan sampel 7. Menjelaskan tentang instrumen survei (kuesioner) 8. Menjelaskan pre-post test kuesioner 9. Menjelaskan tentang tehnik manajemen dan analisis data survei E. GAMBARAN UMUM Survei adalah metode pengumpulan data epidemiologi yaitu ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan kesehatan yang berhubungan dengan populasi yang spesifik dan penerapannya terhadap pengendalian masalah kesehatan. 2 Modul IX.1.1 - Epidemiologi Syarat melakukan survei adalah: digunakan untuk menginvestigasi problem yang realistik, biaya yang rasional dan efisien, pengumpulan data yang diperkirakan jumlahnya relatif besar namun diasumsikan akan mudah didapat dan data pendukung seperti catatan medik, arsip dan perangkat analisis data hasil survei (soft dan hardware). Secara umum metode survei epidemiologi dibagi atas disain deskriptif dan analitik. Bentuk pendekatan survei epidemiologi ini dapat berupa cross sectional, case control atau cohort. Sampel adalah bagian dari populasi penelitian yang diambil untuk dilakukan pengukuran. Populasi dibagi atas populasi target yaitu: kumpulan dari satuan/unit yang ingin kita buat inferensi/generalisasinya, dan populasi terjangkau yaitu: kumpulan dari satuan/unit yang lebih spesifik dan benar-benar akan diteliti. Beberapa jenis teknik pengambilan sampel adalah: simple random sampling, systematic random sampling, stratified random sampling dan cluster sampling. F. CONTOH KASUS DAN DISKUSI Dalam rangka mendapatkan jumlah kasus deaf child beserta kemungkinan dan pembuktian faktor risikonya, dilakukan pendataan di ruang/klinik perinatologi dan poliklinik THT-KL RS Pendidikan. Selanjutnya dilakukan analisis statistik yang sesuai untuk pembuktian faktor risiko. Kriteria diagnosis deaf child didasarkan atas pemeriksaan OAE dan BERA pada setiap anak di perinatologi dan poliklinik THT. Data faktor risiko didasarkan atas rekam medis. Selanjutnya hasil analisis disusun dan dilengkapi dengan tinjauan pustaka untuk kemudian dipublikasikan di majalah ilmiah Kedokteran tentang frekuensi, prevalensi, insidensi dan faktor risiko Deaf child di Daerah RS Pendidikan tersebut. Diskusi Berdasarkan cara survei di RS Pendidikan,maka tidak bisa didapatkan insidensi Deaf child, tetapi hanya sebagai angka frekuensi. Peserta PPDS ditugasi untuk membahas hal ini berdasar referensi tentang survei angka kejadian, serta mendiskusikan mengenai jenis-jenis angka kejadian suatu penyakit. Selanjutnya didiskusikan tentang cara-cara mendapatkan data, analisis statistiknya serta penyimpulan terhadap data tersebut. 3 Modul IX.1.1 - Epidemiologi Sebagai penugasan, terhadap peserta PPDS merancang langkah-langkah melakukan survei. G. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami pengertian definisi epidemiologi dan survei di bidang THT KL Komunitas. Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Journal reading and review/ critical apprraisal. Task based medical education. Webinar Harus diketahui : Definisi epidemiologi klinis, epidemiologi komunitas dan survei. 2. Mampu menjelaskan tentang tujuan dan manfaat epidemiologi dan survei di bidang THT KL Komunitas Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Journal reading and review/ critical appraisal. Peer assisted learning (PAL). Task based medical education. Webinar Harus diketahui : Tujuan survei di bidang THT KL Komunitas 3. Mampu menjelaskan langkah-langkah merancang survei Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Journal reading and review/ critical appraisal. Peer assisted learning (PAL). Task based medical education. Webinar Harus diketahui : Langkah-langkah merancang dan melakukan survei 4 Modul IX.1.1 - Epidemiologi 4. Mampu menjelaskan, menentukan metode desain survei Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Webinar Journal reading and review/ critical appraisal. Bedside teaching Case simulation and investigation exercise. Equipment characteristics and operating instructions. Harus diketahui : Metode desain survei di bidang THT KL Komunitas 5. Menjelaskan populasi dan sampel Interactive lecture Webinar Journal reading and review/ critical appraisal. Case study Demonstration and Coaching Harus diketahui : Pengertian populasi dan sampel 6. Menjelaskan tentang besar sampel dan tehnik pengambilan sampel Interactive lecture Webinar Journal reading and review/ critical appraisal. Case study Demonstration and Coaching Harus diketahui : Cara menghitung besar sampel dan teknik pengambilan sampel 7. Menjelaskan tentang instrumen survei (kuesioner) Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Webinar Journal reading and review/ critical appraisal. 5 Modul IX.1.1 - Epidemiologi Case study Demonstration and Coaching Harus diketahui : Cara merancang instrumen survei (kuesioner) 8. Menjelaskan pre-post test instrumen survei (kuesioner) Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Webinar Journal reading and review/ critical appraisal. Case study Demonstration and Coaching Practice with Research Proposal. Continuing Professional Development Harus diketahui : Cara melakukan pre-post test instrumen survei (kuesioner) 9. Mengetahui teknik pengumpulan data survei Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Journal reading and review/ critical appraisal. Case study Simulation and Real Examination Exercises (Physical and Device). Demonstration and Coaching Practice with Research Proposal. Harus diketahui : Teknik pengumpulan data survei H. METODE PEMBELAJARAN Proses, materi, dan metode pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk alih pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian kompetensi dan keterampilan yang diperlukan dalam survei bagi para penderita gangguan pendengaran semua usia Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini: Interactive lecture Small group discussion. 6 Modul IX.1.1 - Epidemiologi Peer assisted learning (PAL) Mengetahui pengertian tentang survei kegiatan THT KL Komunitas: 1. Mampu menjelaskan tentang definisi epidemiologi komunitas dan survei 2. Mampu menjelaskan tentang tujuan dan manfaat survei 3. Mampu menjelaskan tentang langkah-langkah merancang survei 4. Mampu menjelaskan metode desain survei 5. Mampu menjelaskan populasi dan kerangka sampel 6. Mampu menjelaskan tentang besar sampel dan tehnik pengambilan sampel 7. Mampu menjelaskan tentang instrumen survei (kuesioner) 8. Mampu menjelaskan pre-post test kuesioner 9. Mengetahui tentang tehnik pengumpulan data survei I. EVALUASI 1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre-test dalam bentuk tulisan sesuai dengan tingkat masa pendidikan, bertujuan menilai kemampuan awal yang dimiliki peserta didik serta mengidentifikasi kekurangan yang ada. Materi pretest terdiri dari: 1) Materi definisi epidemiologi komunitas dan survei 2) Materi tujuan dan manfaat survei 3) Materi tentang langkah-langkah merancang survei 4) Materi tentang metode desain survei 5) Materi tentang populasi dan kerangka sampel 6) Materi tentang menentukan besar sampel dan tehnik pengambilan sampel 7) Materi tentang instrumen survei (kuesioner) 8) Materi tentang pretest survei 9) Mengetahui tentang tehnik pengumpulan data survei 2. small group discussion untuk membahas kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-hal yang berkenaan dengan penuntun belajar, kesempatan yang akan diperoleh pada saat bedside teaching dan proses penilaian. 7 Modul IX.1.1 - Epidemiologi 3. Setelah mempelajari penuntun belajar ini, mahasiswa diwajibkan untuk mengaplikasikan langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar dalam role play -temannya (Peer Assisted Evaluation). Pada saat tersebut, yang bersangkutan tidak diperkenankan membawa penuntun belajar, penuntun belajar yang dipegang oleh teman-temannya untuk melakukan evaluasi (Peer Assisted Evaluation). Setelah dianggap memadai, melalui metode bedside teaching dibawah pengawasan fasilitator. Peserta didik mengaplikasikan penuntun belajar kepada model alat bantu dengar dan ear mould dan setelah kompetensi tercapai peserta didik akan diberikan kesempatan untuk melakukan presentasi tugasnya. Pada saat pelaksanaan evaluator melakukan pengawasan langsung (direct observation), dan mengisi formulir penilaian sebagai berikut : Perlu perbaikan : Pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah tidak dilaksanakan. Cukup : Pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misal penguasaan materi masih kurang. Baik : Pelaksanaan benar dan baik (efisien) 4. Setelah selesai bedside teaching, dilakukan kembali diskusi untuk mendapatkan penjelasan dari berbagai hal tentang survei, dan memberi masukan untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan. 5. Self assesment dan Peer Assisted Evaluation dengan mempergunakan penuntun belajar. 6. Pendidik/ fasilitas : - Pengamatan langsung dengan memakai evaluation checklist form (terlampir) - Penjelasan lisan dari peserta didik/ diskusi - Kriteria penilaian keseluruhan : cakap/ tidak cakap/ lalai 7. Di akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan bila diperlukan diberi tugas yang dapat memperbaiki kinerja (task-based medical education). 8. Pencapaian pembelajaran : - Ujian OSCA (K,P,A), dilakukan pada tahapan THT KL dasar oleh Kolegium I THT KL 8 Modul IX.1.1 - Epidemiologi - Ujian akhir stase, setiap divisi/ unit kerja oleh masing-masing sentra Pendidikan THT KL lanjut oleh kolegium ilmu THT KL. - Ujian akhir kognitif, dilakukan pada akhir tahapan THT KL lanjut oleh Kolegium Ilmu THT KL. J. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF Kuesioner Sebelum dan setelah pembelajaran. 1. Untuk mengetahui kejadian deaf child di Indonesia yang valid, maka cukup dilakukan berdasarkan: a. Jumlah kasus deaf child di beberapa Rumah Sakit sentra pendidikan b. Jumlah penderita deaf child yang dilaporkan Dinas Kesehatan Propinsi c. Dilakukan survei pada seluruh penduduk Indonesia d. Survei deaf child dari beberapa Provinsi. 2. Metode survei yang paling valid dan fisibel dilakukan adalah: a. Simple random sampling b. Systematic random sampling c. Stratified random sampling d. Cluster sampling 3. Data Survei selalu didapatkan pada: a. Data masa lampau misalnya: dari rekam medis b. Laporan petugas kesehatan Puskesmas c. Data dari Rumah Sakit Pendidikan d. Survei Cross sectional. Essay/Ujian Lisan/Uji Sumatif 9 Modul IX.1.1 - Epidemiologi K. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI PSIKOMOTOR PENUNTUN BELAJAR SURVEI Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut: 1. Perlu NAMA perbaikan:.............................. PESERTA: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai TANGGAL: dengan yang seharusnya........................... atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan) 2. Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk kondisi di luar normal 3. Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat efisien 4. T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan) KEGIATAN KASUS I. KAJI ULANG PERSIAPAN SURVEI Nama Judul Survei II. PERSIAPAN PROSEDUR Pemahaman tentang epidemiologi klinis, epidemiologi komunitas dan survei Pemahaman tentang tujuan dan manfaat survei Pemahaman tentang langkah-langkah merancang survei o Pemahaman tentang metode disain survei o Pemahaman tentang populasi dan sampel o Pemahaman tentang besar sampel dan tehnik pengambilan sampel o Pemahaman tentang instrumen survei (kuesioner) o Pemahaman tentang pretest kuesioner o Pemahaman tentang manajemen dan analisis data survei III. FOLLOW UP Menilai kecakapan tentang praktek merancang survei 10 Modul IX.1.1 - Epidemiologi L. DAFTAR TILIK DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA SURVEI EPIDEMIOLOGI Berikan penilaian tentang psikomotorik atau ketrampilan yang diperagakan oleh peserta pada saat melaksanakan suatu kegiatan atau prosedur, dengan ketentuan seperti yang diuraikan di bawah ini : V : Memuaskan: langkah atau kegiatan yang diperagakan sesuai dengan Prosedur atau panduan standar X : Tidak memuaskan: langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan sesuai dengan Prosedur atau panduan standar T/T: Tidak ditampilkan : langkah, kegiatan atau ketrampilan tidak diperagakan oleh Peserta selama proses evaluasi oleh pelatih NAMA PESERTA:...............................TANGGAL :...................................... KEGIATAN SCORE I. PERSIAPAN SURVEI T/T X V Merancang suatu survei: - Menentukan metode disain survei - Menetapkan populasi dan sampel - Menghitung besar sampel - Menetukan tehnik pengambilan sampel II. PERSIAPAN INSTRUMEN SURVEI 1. Membuat kuesioner III. MELAKUKAN PRE TEST KUESIONER 1. Melakukan uji validitas kuesioner IV. PENGUMPULAN DATA SURVEI 1. Melakukan tabulasi data survei 2. Melakukan analisis data M. MATERI PRESENTASI Slide 1: Definisi epidemiologi klinis, epidemiologi komunitas dan survei Pendahuluan Epidemiologi: epi (diatas), demos (individu) dan logos (ilmu) Epidemiologi: ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan kesehatan yang berhubungan dengan populasi yang spesifik dan penerapannya terhadap pengendalian masalah kesehatan Epidemiologi mencakup tentang pola-pola penyakit serta pencarian determinannya. 1 11 Modul IX.1.1 - Epidemiologi Perbedaan epidemiologi klinik dengan epidemiologi komunitas Spesifikasi Klinik Komunitas o Populasi Individu Masyarakat o Tempat RS, Puskesmas Desa, Kec., Kab., Prop., Negara o Alat Alat pemeriksaan Epidemiologi fisik, penunjang dll statistik o Cara Anamnesis, peme- Pengumpulan data Diagnosis riksaan fisik, lab penyakit o Terapi Medikamentosa, Penyuluhan, operasi dll regulasi dll 2 Slide 2: Tujuan dan manfaat survei Tujuan epidemiologi komunitas oMenggambarkan distribusi, perjalanan alamiah suatu penyakit atau keadaan kesehatan suatu populasi o Menjelaskan penyebab penyakit yang terjadi dalam suatu populasi o Memprediksi kejadian penyakit yang akan terjadi dalam suatu populasi o Mengidentifikasi kelompok risiko tinggi o Mengatasi dan mengendalikan distribusi penyakit dan masalah yang ditimbulkannya dalam suatu populasi 3 12 Modul IX.1.1 - Epidemiologi Manfaat epidemiologi komunitas oDapat menjelaskan penyebab terjadinya suatu penyakit atau masalah kesehatan dalam suatu populasi oMemberi pertimbangan health service management dan stake holder dalam mengambil kebijakan (planning, monitoring dan evaluation) oDapat menjelaskan perjalanan alamiah dan pola penyakit dalam masyarakat oDapat menggambarkan hubungan antara dinamika penduduk dengan penyebaran penyakit oDapat menjelaskan masalah kesehatan dalam suatu populasi (endemik, epidemik, pandemi, dll) 4 Slide 3: Langkah-langkah merancang survei Langkah-langkah melakukan survei: 1. Menentukan masalah penelitian dan tujuan survei 2. Membuat desain survei 3. Menentukan populasi dan kerangka sampel 4. Menetukan besar sampel dan tehnik pengambilan sampel 5. Membuat instrumen survei (kuesioner) 6. Melakukan pre-post test instrumen survei (kuesioner) 7. Mendapatkan surat layak etik penelitian 8. Pengumpulan data 9. Pengolahan dan analisis data 10.Interpretasi data 11.Membuat kesimpulan hasil survei 12.Laporan hasil survei 8 13 Modul IX.1.1 - Epidemiologi Slide 4: Metode disain survei 2. Membuat disain survei Metode disain survei a. Penelitian survei deskriptif b. Penelitian survei analitik Cross sectional study Case control study (retrospektif study) Cohort study (prospective study) 11 Slide 5: Populasi dan sampel 3. Menentukan populasi dan kerangka sampel Populasi target Kumpulan dari satuan/unit yang ingin kita buat inferensi/generalisasinya Populasi studi/terjangkau Kumpulan dari satuan/unit dimana kita mengambil sampel Sampel Bagian dari populasi studi yg diambil untuk dilakukan pengukuran 55 14 Modul IX.1.1 - Epidemiologi Slide 6: Besar sampel dan teknik pengambilan sampel 4. Menentukan besar sampel dan tehnik pengambilan sampel Penentuan besar sampel Tergantung: Biaya yang tersedia, waktu dan tenaga Tujuan dan desain penelitian Variasi dalam variabel (objek penelitian) dan banyak variabel Skala pengukuran Hipotesis (one tail dan two tail) serta alpha dan betha yang ditetapkan Presisi : ketepatan yang dikehendaki (ditentukan peneliti) Rencana analisis 59 Slide 7: Instrumen survei (kuesioner) 5. Membuat instrumen survei (kuesioner) Jenis pertanyaan dalam kuesioner 1. Open-ended (terbuka) dibutuhkan kemampuan responden untuk mengerti pertanyaan dan menulis jawabannya untuk pertanyaan tertentu, pewancara dapat memberikan penjelasan atau informasi tambahan hal yang harus dihindari dalam pertanyaan terbuka adalah banyaknya waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan data dan analisa jawaban 78 15 Modul IX.1.1 - Epidemiologi 2. Close-ended (tertutup) responden memilih jawaban dari daftar yang telah dibuat oleh peneliti jawaban dapat berupa skala nominal, ordinal atau berupa multiple choice bentuk pertanyaan lebih sederhana dan jawabannya uniform jawabannya mudah di kuantifikasi kekurangannya peneliti sering gagal atau tertinggal membuat beberapa pertanyaan yang penting kadangkala responden mempunyai jawaban yang berbeda dari opsi jawaban yang dibuat oleh peneliti, solusinya dibuat 1 tambahan pilihan jawaban terbuka atau baris kosong 79 Slide 8: Pretest kuesioner 6. Preliminer dan pre-post test kuesioner (uji validitas kuesioner) Sebaiknya dilakukan pre-post test kuesioner untuk memperoleh kuesioner yang adekuat Dilakukan pada jumlah sampel yang sedikit (10-20 responden) Tujuannya untuk mengoreksi pertanyaan yang salah atau membingungkan tanpa membuang waktu dan biaya Sampel untuk pre test kuesioner diambil secara random dari populasi yang akan diteliti diusahakan setara, mendekati dan menyerupai hasil akhir dapat digunakan untuk menentukan apakah responden 81 telah mengerti setiap pertanyaan 16 Modul IX.1.1 - Epidemiologi Slide 9: Teknik pengumpulan data survey 7. Pengumpulan data Tehnik pengambilan data survei: 1. Wawancara langsung tatap muka 2. Menggunakan google form 3. Melalui media telepon/handphone 4. Melalui email/WEB 82 N. MATERI BAKU Survei adalah metode pengumpulan data epidemiologi yaitu ilmu yang mempelajari distribusi dan determinan kesehatan yang berhubungan dengan populasi yang spesifik dan penerapannya terhadap pengendalian masalah kesehatan. Menurut defenisi WHO, survei/surveilans adalah pengumpulan, pengolahan, analisa data kesehatan secara sistematis dan terus menerus serta diseminasi informasi tepat kepada pihak berkepentingan sehingga dapat diambil tindakan yang tepat. Manfaat survei epidemiologi komunitas adalah: dapat menjelaskan penyebab terjadinya suatu penyakit atau masalah kesehatan dalam suatu populasi, memberi pertimbangan health service management dan stake holder dalam mengambil kebijakan (planning, monitoring dan evaluation), dapat menjelaskan perjalanan penyakit alamiah dan pola penyakit dalam masyarakat, dapat menggambarkan hubungan antara dinamika penduduk dengan penyebaran penyakit dan dapat menjelaskan masalah kesehatan dalam suatu populasi seperti epidemi, endemi, pandemi dan lain-lain. Syarat melakukan survei adalah: digunakan untuk menginvestigasi problem yang realistik, biaya yang rasional, pengumpulan data yang diperkirakan jumlahnya 17 Modul IX.1.1 - Epidemiologi relatif besar namun diasumsikan akan mudah didapat dan data pendukung seperti catatan medik, arsip dan lain-lain tersedia. Secara umum metode survei epidemiologi dibagi atas disain deskriptif dan analitik. Survei epidemiologi deskriptif ditujukan untuk mendeskripsikan atau mengurai suatu keadaan didalam suatu komunitas atau masyarakat. Metode survei ini disebut juga sebagai exploratory survey dimana hanya menjawab pertanyaan how Metode lain dari survei epidemiologi adalah analitik, dimana penelitian ditujukan untuk suatu keadaan atau situasi. Metode survei ini disebut juga sebagai why metode ini memerlukan suatu hipotesis. Bentuk pendekatan survei epidemiologi ini dapat berupa cross sectional, case control atau cohort. Survei epidemiologi secara cross sectional (survei potong lintang) adalah penelitian observational yang paling sering dilakukan dimana peneliti mencari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel tergantung (efek/penyakit) dengan melakukan pengukuran sesaat (point time approach) pada suatu waktu tertentudan sekali pengukuran data. Langkah-langkah yang dilakukan dalam survei epidemiologi secara cross sectional adalah: rumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis, seleksi atau tentukan sampel dari populasi, identifikasi variabel bebas dan tergantung, tetapkan subjek penelitian, lakukan pengukuran varibel faktor risiko dan kasus kemudian lakukan analisa. Kelebihan dari survei epidemiologi jenis ini adalah: relatif mudah, murah dan hasilnya cepat diperoleh, kemudian dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus, jarang terancam loss to follow-up (drop out), dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang lebih konklusif, dan memungkinkan penggunaan dari populasi masyarakat umum sehingga generalisasi lebih mudah. Kekurangan survei epidemiologi jenis ini adalah: sulit untuk menentukan sebab akibat, lebih banyak menjaring subjek penyakit kronis dari pada penyakit akut, dibutuhkan subjek yang cukup banyak, tidak praktis untuk meneliti kasus yang jarang serta mungkin terjadi bias prevalens atau bias insiden. 18 Modul IX.1.1 - Epidemiologi Contoh survei epidemiologi jenis ini antara lain: jumlah penderita deaf child disuatu populasi komunitas tertentu pada kurun waktu tahun 2020. Selanjutnya diamati atau dicari data variabel yang selama ini sebagai faktor risiko seperti: usia kehamilan saat melahirkan ibu penderita, berat badan saat lahir, ada tidaknya hiperbilirubinemia, dan sebagainya. Hasil survei ini akan menunjukkan jumlah deaf child, sekaligus persentase masing-masing faktor risikonya. Pengumpulan data pada survei tersebut dapat berdasarkan kuesioner, maupun pengukuran langsung saat dilakukan survei. Manfaat dalam survei tersebut antara lain untuk mendapatkan gambaran kejadian deaf child pada populasi komunitas dalam kurun waktu tertentu. Dalam survei tersebut sekaligus didapatkan beberapa variabel yang dicurigai sebagai faktor risiko, untuk kemudian dianalisis dan disimpulkan faktor risiko didaerah populasi komunitas tertentu tersebut. Apabila survei sejenis dilakukan didaerah lain, maka dapat dibandingkan jumlah kejadian beserta ragam faktor risikonya, sehingga selanjutnya dapat berguna untuk melacak dan menganalisis kemungkinan jika ada perbedaan jenis maupun persentase baik kejadian maupun faktor risikonya. Survei yang ideal, dilakukan pada seluruh populasi sebagai sampel penelitian dalam suatu negara,akan tetapi hal ini memerlukan waktu dan biaya yang sangat besar yang kadang-kadang belum menjadikan prioritas utama kegiatan dalam suatu negara. Sehubungan hal tersebut, maka disusun suatu metode survei terhadap sekelompok sampel yang sedapat mungkin mewakili kondisi sampel dalam suatau negara/ daerah tersebut. Sampel adalah bagian dari populasi penelitian yang diambil untuk dilakukan pengukuran. Populasi dibagi atas populasi target yaitu: kumpulan dari satuan/unit yang ingin kita buat inferensi/generalisasinya, dan populasi terjangkau yaitu: kumpulan dari satuan/unit dimana kita mengambil sampel. Syarat sampel yang ideal adalah: menghasilkan gambaran yang tepat karakter populasi (representatif), dapat menentukan presisi (ketepatan) dari hasil penelitian, sederhana dan mudah dilaksanakan, serta informasi yang didapat banyak dan biaya rendah. Untuk mengambil sampel yang tepat maka dilakukan tehnik pengambilan sampel dengan metode tertentu (sampling) karena: jumlah populasi yang sangat 19 Modul IX.1.1 - Epidemiologi besar, homogenitas, menghemat waktu, biaya dan tenaga serta untuk faktor ketelitian. Teknik pengambilan sampel ini dikembangkan untuk membantu para peneliti melakukan generalisasi dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Beberapa jenis tehnik pengambilan sampel adalah: Simple random sampling merupakan metode sampling (mendapatkan sampel) yang paling intuitif. Setiap penduduk/calon sampel diberi nomor, selanjutnya diacak. Sesuai jumlah sampel yang sudah ditentukan, selanjutnya dari kelompok nomor tersebut diacak sampai didapatkan jumlah yang sesuai. Sampling paling sederhana dapat dipilih dengan menggunakan koin mata uang logam yang ditentukan permukaan gambaran sebagai sampel, atau dapat juga dengan bantuan komputer. Metode simple random sampling ini sangat rumit, membutuhkan waktu dan biaya yang relatif besar, sehingga sudah tidak populer lagi digunakan. Systematic random sampling merupakan metode yang mirip dengan simple random sampling, hanya saja nomor masing-masing penduduk dipilih berdasarkan misalnya nomor genap atau ganjil saja yang dijadikan calon sampel, selanjutnya diacak seperti pada simple random sampling. Metode ini juga cukup rumit, membutuhkan waktu dan biaya yang relatif besar, sehingga sudah tidak populer lagi digunakan. Cluster sampling, merupakan metode sampling yang paling sering digunakan pada survei pada suatu daerah/populasi yang besar. Dalam metode ini, sampling dilakukan pada kelompok-kelompok sampel yang terorganisir, misalnya diambil pada beberapa kelompok populasi yang mewakili kondisi di daerah tertentu. Kelompok calon sampel yang sering digunakan dapat diambil dari beberapa sekolah atau institusi tertentu, kemudian diacak sampai jumlah sampel yang diperhitungkan tercapai. Metode ini lebih tidak begitu rumit, relatif hemat waktu dan biaya. 20 Modul IX.1.1 - Epidemiologi Gambar diatas menunjukkan metode cluster sampling. Pada suatu populasi yang besar (gambar warna biru), diambil beberapa tempat kelompok sampel (bintik warna putih), selanjutnya diacak. Keuntungan metode ini adalah lebih visibel dilakukan, disamping tidak perlu menomori seluruh penduduk, hemat waktu dan biaya. Kerugiannya antara lain kurang begitu menunjukkan kondisi yang sebenarnya pada populasi seluruh daerah. Syarat penting untuk melakukan inferensi atau generalisasi suatu survei epidemiologi adalah penentuan besar sampel. Tujuan dalam menentukan besar sampel adalah untuk representativeness (mewakili populasi) dan untuk keperluan analisis. Penentuan besar sampel tergantung: biaya, waktu dan tenaga yang tersedia, tujuan dan disain penelitian, variasi dalam variabel (objek penelitian) dan banyak variabel, skala pengukuran, hipotesis (one tail or two tail), serta alfa dan beta yang ditetapkan, presisi/ketepatan yang dikehendaki peneliti dan rencana analisis. Langkah selanjutnya dalam melakukan survei epidemiolgi adalah: membuat instrumen survei yaitu kuesioner. Secara umum jenis pertanyaan dalam kuesioner dapat berupa pertanyaan terbuka (open-ended) atau pertanyaan tertutup (close- ended). Jenis pertanyaan kuesioner terbuka (open-ended) membutuhkan kemampuan responden untuk mengerti pertanyaan dan menulis jawabannya. Untuk pertanyaan tertentu, pewancara dapat memberikan penjelasan atau informasi tambahan. Hal yang harus dihindari dalam pertanyaan terbuka adalah banyaknya waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan data dan analisa jawaban. Jenis pertanyaan kuesioner secara tertutup (close-ended), responden memilih jawaban dari daftar yang telah dibuat oleh peneliti. Jawaban dapat berupa skala nominal, ordinal atau multiple choice. Bentuk pertanyaan lebih sederhana dan seragam dan jawabannya mudah dikuantifikasi. Kekurangan metode pertanyaan kuesioner ini adalah peneliti sering gagal atau tertinggal membuat beberapa pertanyaan yang penting. Kadang kala responden mempunyai jawaban yang berbeda dari opsi jawaban yang dibuat oleh peneliti. Solusisnya dibuat satu tambahan pilihan jawaban terbuka atau baris kosong. Setelah selesai membuat kuesioner, dilakukan preliminer dan pretest kuesioner atau uji validitas kuesioner untuk memperoleh kuesioner yang adekuat. Uji validitas kuesioner dilakukan pada sampel yang sedikit, berkisar 10-20 sampel yang bertujuan 21 Modul IX.1.1 - Epidemiologi untuk mengoreksi pertanyaan yang salah atau membingungkan tanpa membuang waktu dan biaya. Sampel untuk uji validitas kuesioner diambil secara random dari populasi yang akan diteliti. Uji validitas kuesioner diusahakan setara agar mendekati dan menyerupai hasil akhir. Hasil uji validitas kuesioner dapat digunakan untuk menentukan apakah responden telah mengerti setiap pertanyaan. Langkah selanjutnya adalah pengumpulan data survei epidemiologi. Teknik pengumpulan data survei epidemiologi dapat secara wawancara tatap muka langsung, menggunakan google form, menggunakan media telepon/handpone, dan menggunakan email/WEB. Kelebihan pengumpulan data survei epidemiologi secara wawancara tatap muka langsung adalah memungkinkan wawancara yang lebih panjang dan lebih kompleks, menghasilkan kerja sama yang tinggi dan tingkat penolakkan yang rendah, serta kualitas respon yang tinggi dari responden. Namun kekurangan metode pengumpulan data survei epidemiologi ini adalah membutuhkan biaya yang paling besar dari metode pengumpulan data survei epidemiologi lain, waktu pengumpulan data lebih lama dan membutuhkan pewancara (enumerator) yang banyak. Teknik pengumpulan data survei epidemiologi dengan menggunakan google form mempunyai kelebihan biaya lebih murah dibanding metode wawancara tatap muka langsung, tim survei lebih sedikit dibanding metode wawancara tatap muka langsung, bisa mendapatkan data dari responden yang sulit dijangkau, waktu pengumpulan data lebih cepat dibandingkan metode pengumpulan data dengan wawancara tatap muka langsung. Namun kekurangan metode pengumpulan data survei epidemiologi ini adalah: bila ada pertanyaan yang tidak jelas, responden tidak bisa bertanya. Responden harus mampu menggunakan media ini (tidak gaptek) dan jaringan atau koneksi internet harus lancar. Teknik pengumpulan data survei epidemiologi dengan menggunakan telepon/handphopne mempunyai kelebihan biaya yang lebih murah, dibanding wawancara tatap muka langsung, tingkat respon lebih baik dibanding google form dan email, serta waktu pengumpulan data lebih cepat dibanding wawancara tatap muka langsung. Kekurangan metode pengumpulan data survei epidemiologi jenis ini adalah responden harus mempunyai fasilitas telepon/handphone, pertanyaan 22 Modul IX.1.1 - Epidemiologi kuesioner tidak bisa terlalu panjang, responden sulit menjawab pertanyaan sensitif dan kompleks, serta jaringan atau koneksi harus baik. Teknik pengumpulan data survei epidemiologi menggunakan email/WEB mempunyai kelebihan bisa menjangkau responden dari berbagai negara, biaya lebih murah karena tidak membutuhkan alat tulis cetak, biaya pengiriman dan lain-lain, serta waktu pengumpulan data lebih cepat dibanding wawancara tatap muka langsung. Namun kekurangan metode pengumpulan data survei epidemiologi ini adalah tidak semua responden mempunyai email atau fasilitas komputer dan lain- lain, tidak semua responden mampu mengakses survei melalui email/WEB dan sulit mendapatkan sampel yang representatif karena kesulitan melakukan acak pada populasi. III. PROSEDUR OPERASI MASTOIDEKTOMI RADIKAL - Pada daerah retroauricula dan liang telinga yang akan diinsisi dilakukan suntikan dengan lidocain 2% dengan epinefrin 1 : 100.000- 200.000. - Dilakukan insisi retroaurikular 5-10 mm dari sulkus atau pada batas kulit rambut daerah retroaurikular, mulai dari kulit, subkutis hingga lapisan fascia m.temporalis 23 Modul IX.1.1 - Epidemiologi - Dilakukan pengambilan graft fasia muskulus temporalis - Dilakukan elevasi muskuloperiosteal flap dari korteks mastoid dengan menggunakan respatorium - Pasang retraktor (2 buah) Langkah-langkah mastoidektomi dinding runtuh dengan timpanoplasti - Bor korteks mastoid dengan landmark segitiga Mc Ewen, dengan mengidentifikasi dinding posterior liang telinga, linea temporalis dan spina Henle. Identifikasi tegmen timpani, tegmen mastoid, sinus sigmoid dan kanalis semisirkulatis lateralis. - Identifikasi aditus ad antrum, fosa inkudis, solid angle dan N. Fasialis pars vertikal. Bila ada jaringan patologis/ jaringan granulasi dan kolesteatoman dibersihkan - Identifikasi osikel (jika masih ada) - Bridge diruntuhkan dan dinding posterior direndahkan hingga setinggi fasial ridge - Kavitas operasi dibersihkan - Dilakukan meatoplasti - Jaringan kolesteatoma dibersihkan sebersih mungkin dan apabila kavitas bersih dari jaringan patologis (kolesteatoma), dipasang tandur fasia temporalis menutupi kavitas operasi - Diletakkan tampon yang sudah dilapisi dengan salep antibiotik untuk menutup kavitas operasi. 24 Modul IX.1.1 - Epidemiologi - Luka operasi ditutup dengan jahitan lapis demi lapis PASCA OPERASI pemberian antibiotika sistemik (profilaksis/ empiris/definitif) pemberian analgetik/antiinflamasi evaluasi pascaoperasi berupa adanya: perdarahan, paresis N.fasialis dan gangguan pendengaran sensorineurineural, keseimbangan saat pemulangan pasien disesuaikan dengan kondisi medis yang dievaluasi operator perawatan luka pasca operasi : perawatan luka retrourikula anjuran 1 minggu pasca operasi, tampon liang telinga diangkat 7-14 hari pasca operasi (tergantung kondisi medis yang dievaluasi operator). Bila ditemukan tanda infeksi, tampon liang telinga harus diangkat lebih awal. 25 MODUL UTAMA THT KOMUNITAS PENCEGAHAN DAN PENILAIAN KUALITAS HIDUP PADA BAYI DAN ANAK DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN MODUL IX.1.2 PREVENTIF & PROMOTIF EDISI III KOLEGIUM ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA DAN LEHER 2022 DAFTAR ISI A. WAKTU PEMBELAJARAN.............................................................................1 B. PERSIAPAN SESI.............................................................................................1 C. REFERENSI.......................................................................................................1 D. KOMPETENSI...................................................................................................2 E. GAMBARAN UMUM.......................................................................................3 F. CONTOH KASUS DAN DISKUSI...................................................................4 G. TUJUAN PEMBELAJARAN............................................................................6 H. METODE PEMBELAJARAN...........................................................................7 I. EVALUASI........................................................................................................8 J. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF................................9 K. INSTRUMEN PENILAIAN PSIKOMOTOR.................................................11 L. DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA.......................................................12 M. MATERI PRESENTASI..................................................................................13 N. MATERI BAKU..............................................................................................18 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif MODUL IX.1.2 THT KOMUNITAS - PENCEGAHAN DAN PENILAIAN KUALITAS HIDUP PADA BAYI DAN ANAK DENGAN GANGGUAN PENDENGARAN : PREVENTIF & PROMOTIF A. WAKTU PEMBELAJARAN Proses Pengembangan Kompetensi Alokasi Waktu Sesi di dalam kelas 2 X 60 menit (classroom session) Sesi dengan fasilitasi pembimbing 3 X 60 menit (coaching session) Sesi praktik dan pencapaian kompetensi 4 jam (fascilitation and assessment) B. PERSIAPAN SESI 1. Materi Presentasi Slide 1 : Pelayanan kesehatan masyarakat Slide 2 : Riwayat alamiah penyakit Slide 3 : Preventif Slide 4 : Promosi kesehatan Slide 5 : Preventif kelainan THT Slide 6 : Promosi kesehatan THT 2. Kasus : Rinitis alergika dankurang pendengaran akibat bising. 3. Sarana dan Alat Bantu Latih : - Penuntun belajar - Tempat belajar : klinik THT, lokasi tertentu sesuai kebutuhan - Alat pemeriksaan rutin THT - Leaflet - Video - Komputer/laptop C. REFERENSI 1. Surahman, Supardi S. Ilmu Keshatan Masyarakat PKM. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Pusat pendidikan sumber daya manusia kesehatan. Badan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan, Jakarta 2016 1 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif 2. Nurmala I, Rahman F, Nugroho A,Erlyani N, Laily N,Anhar VY.Promosi kesehatan.Airlangga universiy press, surabaya 2018 3. Somerville M, Kumaran K, Anderson R. Improving and protecting health. In: Somerville M, Kumaran K, Anderson R, editors. Public health and epidemiology at a Glance. First edition. Wiley-Blackwel; 2012. p. 50 66. 4. Koh D, Aw T-C. Enviromental and occupational health sciences. In: Detels R, Gulliford M, Karim QA, Tan CC, editors. Oxford Textbook of Global Public Health. Sixth edition. Oxford University Press; 2015. p. 868 81. 5. Chen KH, Su S Bin, Chen KT. An overview of occupational noise-induced hearing loss among workers: epidemiology, pathogenesis, and preventive measures. Environ Health Prev Med. 2020;25(1):1 10. 6. Robert A. Dobie. Noise induced hearing loss. In: Jonas T. Jhohnson M, Rosen, logy. Fifth edition. Lippincott Williams & Wilkins; 2014. p. 2530 41 7. Jonas T. Johnson, Clark A. Rosen. Allergic and nonallergic rhinitis.In: Jonas T. Otolaryngology. Fifth edition. Lippincott Williams & Wilkins; 2014. p.368-79 8. Fleischer D.M, Spergel J.M, Assa ad A.H, Pongracic J.A. Primary prevention of allergic disease through nutritional interventions: Guidelines for healthcare professionals. J Allergy Clin Immunol: In Practice 2013;1:29-36 D. KOMPETENSI Pengetahuan : 1. Mampu menjelaskan tentang pelayanan kesehatan masyarakat. 2. Mampu menjelaskan riwayat alamiah penyakit. 3. Mampu menjelaskan preventif terhadap penyakit. 4. Mampu menjelaskan promotif kesehatan. 5. Mampu menjelaskan preventif terhadap kelainan kelainan di THT. 6. Mampu menjelaskan promotif di bidang THT. Ketrampilan : 1. Mampu mengatasi masalah kesehatan masyarakat. 2. Mampu melakukan upaya promotif. 2 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif 3. Mampu melakukan upaya preventif. 4. Mampu melakukan upaya preventif dan promotif di bidang THT. E. GAMBARAN UMUM Penaganan masalah kesehatan dikenal dua pendekatan yaitu (1) menunggu terjadinya penyakit (setelah sakit) disebut pendekatan kuratif (pengobatan) dan (2) melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit disebut preventif dan meningkatkan kesehatan (promosi) sebelum terjadinya penyakit. Kondisi kesehatan seseorang disebabkan adanya interaksi antara faktor penyebab sebagai faktor pendukung. Ketiga faktor ini saling terkait dan bersinergi satu sama lain. Salah satu faktor tersebut tidak seimbang, akan menyebabkan ketidakseimbangan, akibatnya menyebabkan seseorang sakit. Tahapan riwayat alamiah penyakit melalui tahap prepatogenesis dan tahap patogenesis yang terdiri dari 4 subtahap yaitu : tahap inkubasi, tahap dini, tahap lanjut dan tahap akhir. Preventif Berdasarkan tahapan yang berbeda dalam perkembangan penyakit, tingkat pencegahan dibagi menjadi pencegahan primordial dan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Masing-masing tingkat pencegahan tersebut berperan dalam mengurangi penyebab timbulnya penyakit dan mengurangi keparahan dari penyakit. Semua tingkat pencegahan penting dan harus saling melengkapi. Tahapan pencegahan primer dapat menjaga kondisi kesehatan masyarakat/seluruh penduduk. Pencegahan sekunder dan tersier dilakukan pada orang yang sudah memiliki tanda- tanda penyakit dan sudah sembuh agar kecacatan yang timbul akibat sakit dapat diminimalisasi. Promosi Kesehatan Upaya peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang 3 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (DEPKES RI, 2006). F. CONTOH KASUS DAN DISKUSI 1. Tn M , umur 40 tahun datang ke klinik THT-KL dengan keluhan sering mengalami bersin-bersin > 5 kali hampir setiap pagi selama kurang lebih 7 tahun disertai hidung gatal dan keluar ingus cair, jernih dari kedua lubang hidung, Keluhan bertambah hebat jika penderita terkena debu dan keluhan berkurang setelah minum obat flu yang dibeli sendiri. Penderita belum pernah berobat ke dokter. Penderita masih dapat melakukan kegiatan sehari-hari, tetapi dirasakan terganggu dalam pekerjaanya. Tidak ada gangguan tidur, tidak demam dan tidak batuk. Daya penciuman berkurang saat keluhan muncul dan membaik setelah minum obat. Riwayat alergi lain seperti asma pada penderita tidak ada. Anak ke dua menderita sakit yang sama. Riwayat alergi pada orang tua penderita tidak diketahui. Pada pemeriksaan fisik hidung didapatkan mukosa hidung pucat, konka edem dan ingus cair. Septum nasi deviasi ringan ke kiri. Telinga dan tenggorok dalam batas normal. Tes kulit cara prick hasilnya positif (+++) terhadap alergen tungau debu rumah ( D farinei dan D pterinosinus), human danders dan kecoa. Apakah tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya rinitis alergi? Diskusi : Rinitis alergi dapat mengenai semua umur dan jenis kelamin. Keluhan / gejala klinik yang berupa hidung gatal, rinore dan obstruksi hidung dapat dijumpai semua pada seorang penderita dengan derajat gangguan yang bervariasi. Upaya preventif primer dilakukan untuk menjaga kondisi kesehatan keluarga/kelompok masyarakat khususnya penderita rinitis alergika (memberikan pengetahuan tentang tanda gejala dan tatalaksana rinitis alergika, faktor pencetus dan pencegahan terhadap kekambuhan, komplikasi rinitis alergika dan 4 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif penanganannya). Peningkatan daya tahan tubuh dengan olah raga rutin, peningkatan status gizi, istirahat cukup. Upaya preventif sekunder dilakukan untuk penemuan kasus secara dini (skin prick tes atau IgE total dan IgE atopi) dan melakukan penaganan dengan cepat dan tepat (medikamentosa, penghindaran alergen) agar membaik dan tidak kambuh, tidak terjadi komplikasi lebih lanjut seperti sinusitis dan atau polip nasi Upaya preventif tersier merupakan upaya rehabilitatif terhadap penderita yang mengalami gangguan fungsi pernafasan dan atau fungsi penghidu akibat rinitis alergika agar dapat mengembalikan fungsi yang terganggu, memaksimalkan fungsi organ yang terkait. 2. Laki laki 45 tahun datang ke klinik THT dengan keluhan telinga berdenging, denging dirasakan terus menerus sejak 5 bulan yang lalu, terasa mengganggu, kadang disertai sakit kepala, pasien tidak sedang batuk pilek, tidak sedang minum obat obatan. riwayat pekerjaan 7 tahun bekerja di pabrik tekstil dengan suara bising tinggi, alat pelindung telinga yang diberikan kadang tidak dipakai karena merasa tidak nyaman. Pada pemeriksaan otoskopi tidak didapatkan kelainan. Bagaimana upaya promotif dan preventif pada kasus seperti ini ? Diskusi Bising : suara yang tidak diinginkan, bising yang cukup keras dalam jangka waktu yangcukup lama dapat menyebabkan kurang pendengaran kadang disertai tinitus pada kedua telinga, kesulitan menangkap pembicaraan dengan kekerasan biasa.Pengaruh bising menyebabkan adanya gangguan di dalam koklea berupa kerusakan sel-sel sensorik dan penunjang juga dapat menimbulkan efek pada sel- sel ganglion, saraf, membran tektoria, pembuluh darah dan stria vaskularis. Jenis kerusakan pada struktur organ tertentu yang ditimbulkan bergantung pada intensitas, lama pajanan dan frekuensi bising. Pemeriksaan audiometri menunjukkan adanya tuli sensorineural pada frekuensi 3000 6000 Hz dengan 5 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif penurunan di 4000 Hz yang merupakan patognomonik untuk jenis ketulian ini. Pemeriksaan OAE menunjukkan hasil refer. Upaya preventif primer dilakukan untuk menjaga kondisi kesehatan keluarga/kelompok masyarakat khususnya orang yang terpapar bising (memberikan pengetahuan tentang bising, tanda gejala dan tatalaksana kurang dengar akibat bising, perlindungan diri/pencegahan terhadap terjadinya kurang dengar, penanganan dan komplikasi lanjut akibat bising). Melakukan identifikasi sumber bising melalui survei kebisingan, melakukan analisis kebisingan dengan mengukur kebisingan menggunakan sound level meter, menerapkan sistem komunikasi, informasi dan edukasi serta menerapkan penggunaan alat pelindung diri secara ketat dan melakukan pencatatan dan pelaporan data. Upaya preventif sekunder dilakukan pemeriksaan skrining pendengaran pada orang yang terpajan bising (misalnya di pabrik), orang yang mempunyai gaya hidup dengan resiko terpajan bising (misalnya penikmat musik, penikmat permainan elektronik yang bising, dll)Melakukan pemeriksaan pendengaran secara berkala dengan menggunakan audiometri nada murni dan OAE , rotasi area kerja untuk mencegah terjadinya kurang dengar dan tidak terjadi kurang dengar yang lebih berat/ Upaya preventif tersier merupakan upaya rehabilitatif terhadap yang sudah mengalami kurang dengar dengan pemakaian ABD untuk mengembalikan fungsi yang terganggu, memaksimalkan fungsi organ yang tersisa karena kurang pendengaran akibat bising ini bersifat permanen G. TUJUAN PEMBELAJARAN Proses, materi dan metoda, pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk alih pengetahuan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian kompetensi preventif dan promotif serta kewaspadaan terhadap kasus kasus di bidang THT-KL yaitumampu : 1. Menjelaskan dan mengatasi masalah kesehatan masyarakat. 2. Menjelaskan riwayat alamiah penyakit. 3. Menjelaskan preventif terhadap penyakit. 6 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif 4. Menjelaskan promotif kesehatan. 5. Menjelaskan dan melakukan upaya preventif terhadap kelainan kelainan di THT. 6. Menjelaskan dan melakukan upaya promotif di bidang THT. H. METODE PEMBELAJARAN Tujuan 1 : Menjelaskan dan mengatasi masalah kesehatan masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini : Interactive lecture Small group discussion Peer assisted learning (PAL) Tujuan 2 : Menjelaskan riwayat alamiah penyakit. Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini : Interactive lecture Journal reading and review Small group discussion Peer assisted learning (PAL) Tujuan 3 : Menjelaskan preventif terhadap penyakit. Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini : Interactive lecture Small group discussion Peer assisted learning (PAL) Tujuan 4 :Menjelaskan promotif kesehatan. Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini : Interactive lecture Small group discussion Peer assisted learning (PAL Tujuan 5 : Menjelaskan dan melakukan upaya preventif terhadap kelainan-kelainan di bidang THT. Interactive lecture Small group discussion Peer assisted learning (PAL) Bed site teaching 7 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif Tujuan 6 : Menjelaskan dan melakukan upaya promotif di bidang THT. Untuk mencapai tujuan ini maka dipilih metode pembelajaran berikut ini : Interactive lecture Small group discussion Peer assisted learning (PAL) Bed site teaching I. EVALUASI 1. Pada awal pertemuan dilaksanakan pre test dalam bentuk tulisan. 2. Melakukan diskusi kelompok kecil bersama pembimbing/fasilitator untuk membahas kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal hal yang berkenaan dengan penuntun belajar. 3. Peserta didik wajib mempelajari penuntun belajar untuk mengaplikasi langkah yang tertera dalam penuntun belajar. Pada saat pelaksanaan penilai melakukan pengawasan langsung pada saat peserta didik melakukan anamnesa, pemeriksaan THT, dan edukasi - Perlu perbaikan : pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah tidak dilaksanakan - Cukup : pelaksanaan benar tetapi tidak efisien. - Baik : pelaksanaan benar dan efisien. 4. Di akhir penilaian dilakukan diskusi kembali untuk mendapatkan penjelasan dari berbagai hal yang tidak dapat dibicarakan didepan keluarga pasien dan memberikan masukan untukmemperbaiki kekurangan yang ditemukan. 5. Self assessment dengan mempergunakan penuntun belajar 6. Pendidik/pembimbing Pengamatan langsung dengan memakai evaluation checklist form (terlampir) secara berkala. Melakukan diskusi. Kriteria penilaian secara keseluruhan: cakap / tidak cakap / lalai. 7. Pada akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan apabila perlu diberi tugas untuk dapat memperbaiki kinerja (task-based medical education). 8. Pencapaian pembelajaran 8 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif Ujian akhir stase, berupa ujian tulisan. Ujian akhir kognitif /psikomotor. Ujian akhir profesi, dilakukan pada akhir pendidikan berupa ujian tulisan. J. INSTRUMEN PENILAIAN KOMPETENSI KOGNITIF Kuesioner meliputi : 1. Sebelum pembelajaran Soal : Jelaskan mengenai preventif dan promotif Jawaban : Preventif adalah pencegahan terhadap terjadinya perkembangan penyakit. Terbagi menjadi tingkat pencegahan primer, sekunder, dan tersier. Masing- masing tingkat pencegahan tersebut berperan dalam mengurangi penyebab timbulnya penyakit dan mengurangi keparahan dari penyakit. Tahapan pencegahan primer dapat menjaga kondisi kesehatan masyarakat/seluruh penduduk. Pencegahan sekunder dan tersier dilakukan pada orang yang sudah memiliki tanda-tanda penyakit dan sudah sembuh agar kecacatan yang timbul akibat sakit dapat diminimalisasi. Promotifadalah upaya peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. 2. Tengah pembelajaran Soal : Jelaskan upaya preventif promotif dalam aplikasi klinis Jawaban : Tahapan riwayat alamiah penyakit secara umum dikenal :tahap prepatogenesis yaitu individu berada dalam keadaan sehat/normal dan tahap patogenesis yaitu tahap masuknya kuman sampai terjadi gangguan di dalam tubuh/muncul manifestasi klinis dan tahap akhir perjalanan penyakit dengan kemungkinan sembuh, cacat, karier, menjadi kronis sampai mengalami kematian Pencegahan primer dilakukan untuk mencegah perkembangan awal penyakit. Pencegahan sekunderjika orang sudah menderita sakit, dilakukan pengobatan untuk 9 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif mengurangi kecacatan akibat penyakitnya atau tindakan. Pencegahan tersier dilakukan untuk meminimalkan kecacatan akibat penyakit dengan cara rehabilitasi. Faktor pencegahan berdasarkan fase prepatogenesis dan patogenesi Fase Prepatogenesis Fase Patogenesis Pencegahan Primer Pencegahan Sekunder Pencegahan Tersier Promosi Perlindungan Diagnosis awal Pembatasan Rehabilitasi Kesehatan Umum dan dan perawatan ketidak Spesifik tepat waktu mampuan Penyuluhan Imunisasi Skrining Pengobatan Rehabilitasi penyakit 3. Akhir pembelajaran Soal : Anak laki laki umur 11 bulan dibawa orang tuanya ke klinik THT-KL konsulan dari bagiananak mata dengan congenital rubella sindrom. Riwayat prenatal, ibu pernah sakit panas keluar merah merah di kulit, riwayat perinatal anak lahir spontan, menangis tidak kuat, berat badan lahir 1950 gram. Lahir dari ibu G2P1 A1 usia kehamilan 34 minggu. Riwayat postnatal, anak sering panas. Riwayat imunisasi belum dilakukan Hasil laborat didapatkan IgM dan IgG rubella (+), IgM CMV (-) IgG CMV(+) a. Pemeriksaan apa yang akan direncanakan ? b. Bagaimana penatalaksanaan kasus diatas ? c. Bagaimana upaya preventif dan promotif untuk kasus tersebut ? Jawaban : a. Pemeriksaan fisik THT, pemeriksaan otoskopi, pemeriksaan respon suara, BOA,OAE, timpanometri, BERA/ASSR. b. Konsultasi ke bagian anak infeksi, tumbuh kembang anak,jantung anak, rehabilitasi medik dan psikologi, pemasangan alat bantu dengar bila hasil BERA/ASSR menunjukkan adanya kurang dengar. c. Upaya preventif promotif : Preventif primer : Koordinasi dengan tim CRS di rumah sakit bila ada, koordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat untuk upaya promotif tentang CRS secara menyeluruh mengenai teori CRS, tanda gejala CRS, penanganan dan faktor risiko kepada orang tua pasien, kelompok masyarakat dan masyarakat umum. Dilakukan imunisasi, peningkatan daya 10 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif tahan tubuh, perbaikan gizi pasien, cakupan imunisasi MR khususnya di area wilayah Dinas kesehatan setempat Preventif sekunder : survaillance /penemuan kasus baru, penanganan kasus Preventif tersier : habilitasi dan rehabilitasi temuan yang didapatkan dengan memaksimalkan fungsi yang masih ada K. INSTRUMEN PENILAIAN PSIKOMOTOR PENUNTUN BELAJAR PROSEDUR UPAYA PREVENTIF DAN PROMOTIF KASUS THT-KL Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut : A. 1. Perlu perbaikan: langkah yang telah dibuat tidak dikerjakan atau tidak sesuai B. urutannya (jika harus berurutan ) C. 2. Mampu : langkah yang dikerjakan sesuai dengan seharusnya tetapi tidak D. berurutan 3. Mahir : langkah yang dikerjakan sesuai dengan yang ditetapkan dan urutannya juga T / D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu diperagakan) NAMA PESERTA:...............................TANGGAL :...................................... KEGIATAN KASUS I. Persiapan tempat, bahan dan alat Materi edukasi bentuk leflet/video/presentasi langsung Pengurusan perijinan II. Persiapan Tindakan (edukasi/pemeriksaan) Informed choice/inform concern (individu/kelompok/instansi) Terangkan rencana tindakan Persiapan sebelum tindakan III. Prosedur Pemeriksaan/tindakan 1. Pelaksanaan preventif primer -Menemukan masalah -Promotif/edukasi masalah yang dihadapi -Melakukan tindakan promotif dan pendukungnya 2. Pelaksanaan preventif sekunder - Skrining dan menemukan kasus - Penanganan kasus 3. Pelaksanaan preventif tersier - Mengatasi gejala sisa, mengembalikan fungsi dengan merehabilitasi 11 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif L. DAFTAR TILIK PENILAIAN KINERJA UPAYA PREVENTIF DAN PROMOTIF KASUS THT-KL Berikan penilaian tentang psikomotorik atau ketrampilan yang diperagakan oleh peserta pada saat melaksanakan suatu kegiatan atau prosedur, dengan ketentuan seperti yang diuraikan di bawah ini : V: Memuaskan: langkah atau kegiatan yang diperagakan sesuai dengan prosedur atau panduan standar X : Tidak memuaskan: langkah atau kegiatan tidak dapat ditampilkan sesuai dengan prosedur atau panduan standar T/T: Tidak ditampilkan :Langkah,kegiatan atau ketrampilan tidak diperagakan oleh peserta selama proses evaluasi oleh pelatih NAMA PESERTA:...............................TANGGAL :...................................... KEGIATAN KASUS I. Persiapan tempat, bahan dan alat Materi edukasi bentuk leflet/video/presentasi langsung Pengurusan perijinan II. Persiapan Tindakan (edukasi/pemeriksaan) Informed choice/inform concern (individu/kelompok/instansi) Terangkan rencana tindakan Persiapan sebelum tindakan III. Prosedur Pemeriksaan/tindakan 1. Pelaksanaan preventif primer -Menemukan masalah -Promotif/edukasi masalah yang dihadapi -Melakukan tindakan promotif dan pendukungnya 2. Pelaksanaan preventif sekunder - Skrining dan menemukan kasus -Penanganan kasus 3. Pelaksanaan preventif tersier -Mengatasi gejala sisa, mengembalikan fungsi dengan merehabilitasi 12 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif M. MATERI PRESENTASI Slide 1 : Pelayanan Kesehatan Masyarakat Slide 2 : Riwayat Alamiah Penyakit 13 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif Slide 3.: Preventif 14 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif 15 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif Slide 4 : Promosi kesehatan 16 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif Slide 5 : Preventif kelainan THT 17 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif Slide 6 : Promosi kesehatan THT N. MATERI BAKU Pendekatan dalam Penanganan masalah-masalah kesehatan dikenal 2 aliran pendekatan (Asclepius dan Higeia). Kelompok atau aliran pertama, pendekatan Asclcepius cenderung menunggu terjadinya penyakit (setelah sakit), yang selanjutnya disebut pendekatan kuratif (pengobatan). Kelompok ini pada umumnya terdiri dari dokter, dokter gigi, psikiater, 18 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif dan praktisi-praktisi lain yang melakukan pengobatan penyakit baik fisik, psikis, mental, ataupun sosial. Kelompok kedua, pendekatan Higeia, cenderung melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan (promosi) sebelum terjadinya penyakit. Higeia mengajarkan kepada pengikutnya dalam pendekatan masalah kesehatan makanan yang bergizi, cukup istirahat, dan melakukan olahraga. Apabila orang jatuh sakit, Higeia lebih menganjurkan melakukan upaya upaya secara alamiah untuk menyembuhkan penyakitnya, antara lain lebih baik dengan memperkuat daya tahan tubuh dengan makanan yang baik daripada dengan pengobatan/pembedahan. Upaya pencegahan penyakit dan meningkatkan kesehatan (promosi) sebelum terjadinya penyakit. Kelompok ini termasuk para petugas kesehatan masyarakat institusi kesehatan masyarakat dari berbagai jenjang. Perbedaan pendekatan tersebut, muncul pelayanan kesehatan kuratif (curative health care) dan pelayanan kesehatan pencegahan (preventive health care). Perbedaan pendekatan pelayanan kesehatan preventif dan kuratif pelayanan kesehatan No Preventif Kuratif 1 Sasaran atau pasien adalah masyarakat Sasaran secara individual 2 Masalah yang ditangani pada Dengan pasien umumnya kontak umumnya adalah masalah-masalah hanya satu kali yang dirasakan oleh masalah masyarakat 3 Hubungan antara petugas kesehatan Jarak antara petugas kesehatan dan masyarakat lebih bersifat (dokter, drg, dan sebagainya) kemitraan. dengan pasien atau sasaran cenderung jauh. 4 Pendekatan lebih menggunakan cara Pendekatan kuratif cenderung proaktif, artinya tidak menunggu bersifat reaktif, artinya petugas adanya masalah, tetapi mencari kesehatan pada umumnya hanya masalah. Petugas kesehatan menunggu masalah datang. Seperti masyarakat tidak hanya menunggu dokter yang menunggu pasien pasien datang ke kantor atau di tempat datang di Puskesmas atau tempat praktik mereka, tetapi harus turun ke praktik. Kalau tidak ada pasien masyarakat untuk mencari dan datang, berarti tidak ada masalah mengidentifikasi masalah yang ada di maka selesailah tugas mereka masyarakat, dan selanjutnya bahwa masalah kesehatan adalah melakukan tindakan jika diperlukan. adanya penyakit. 19 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif 5 Pasien dilihat sebagai makhluk yang Pasien ditangani lebih kepada utuh sehingga terjadinya penyakit sistem biologis manusia atau pasien tidak semata-mata karena hanya dilihat secara partial, padahal terganggunya sistem biologi, manusia terdiri dari kesehatan individual, tetapi dalam konteks yang biopsikologis dan sosial, yang luas, aspek biologis, psikologois, dan terlibat antara aspek satu dan sosial. Dengan demikian lainnya pendekatannya harus secara menyeluruh atau holistik KONSEP RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT DAN PENCEGAHAN Kondisi kesehatan seseorang disebabkan adanya interaksi antara faktor penyebab faktor pendukung. Ketiga faktor ini saling terkait dan bersinergi satu sama lain. Ketika salah satu faktor tidak seimbang, misalnya kekebalan penjamu menurun, perubahan lingkungan atau jumlah sumber penyakit bertambah akan menyebabkan ketidakseimbangan, akibatnya menyebabkan seseorang sakit. Agar seseorang tetap sehat diperlukan empat tingkat pencegahan, sesuai dengan fase yang berbeda dalam perkembangan penyakitnya. Riwayat alamiyah penyakit pada manusia merupakan proses perkembangan suatu penyakit tanpa adanya intervensi yang dilakukan oleh manusia dengan sengaja dan terencana. Tahapan riwayat alamiah penyakit secara umum dikenal : 1. Tahap Prepatogenesis Tahap ini individu berada dalam keadaan sehat/normal. Akan tetapi, telah terjadi interaksi antara penjamu dengan agen di luar tubuh penjamu. Jika kekebalan tubuh penjamu dalam keadaan yang lemah, sedangkan bibit penyakit (agen) lebih ganas dan kondisi lingkungan pada saat itu kurang menguntungkan bagi penjamu, maka penyakit akan melanjutkan riwayat alamiahnya pada penjamu. Tahapan ini disebut tahap patogenesis. 2. Tahap Patogenesis Patogenesis terdiri atas empat subtahap sebagai berikut. a. Tahap inkubasi Waktu masuknya bibit penyakit sampai timbulnya gejala dan tanda klinis. 20 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif b. Tahap dini Pada tahap ini sudah terjadi gangguan patologis dan mulai muncul gejala-gejala dari penyakit (stage of subclinical disease). Sebaiknya pada tahap ini sudah dilakukan diagnosis dini. c. Tahap lanjut Pada tahap ini gangguan patologis menjadi lebih berat dan gejala- gejala penyakit tampak lebih jelas (stage of clinical disease) sehingga diagnosis penyakit sangat mudah ditegakan. Agar penyakit tidak bertambah parah, pengobatan yang tepat mutlak diperlukan. d. Tahap akhir Merupakan tahap terakhir dari perjalanan penyakit dengan, kemungkinan yang terjadi pada penjamu: 1) sembuh sempurna, 2) sembuh dengan cacat, 3) penjamu terlihat sembuh, tetapi dalam tubuhnya terdapat bibit penyakit (karier), 4) penjamu sakit kronik, 5) penjamu mengalami kematian. Untuk mencegah penularan penyakit pada masyarakat berdasarkan riwayat alamiah penyakit, dilakukan promosi kesehatan melalui media cetak ataupun media elektronik. Pencegahan primer dapat dilakukan untuk mencegah perkembangan awal penyakit. Jika orang sudah menderita sakit, dilakukan pengobatan untuk mengurangi keparahan penyakit atau kecacatan akibat penyakit. Faktor pencegahan berdasarkan fase prepatogenesis dan patogenesis Fase Prepatogenesis Fase Patogenesis Pencegahan Pencegahan Pencegahan Primer Sekunder Tersier Promosi Perlindungan Diagnosis awal Pembatasan Rehabilitasi Kesehatan Umum dan dan perawatan ketidak Spesifik tepat waktu mampuan Penyuluhan Imunisasi Skrining Pengobatan Rehabilitasi penyakit Berdasarkan fase yang berbeda dalam perkembangan penyakit, tingkat pencegahan dibagi pencegahanprimordial dan primer, sekunder, tersier. Masing-masing tingkat pencegahan tersebut berperan dalam mengurangi penyebab timbulnya penyakit dan mengurangi keparahan dari penyakit. Semua tingkat pencegahan penting dan harus 21 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif saling melengkapi. Tahapan pencegahan primer dapat menjaga kondisi kesehatan seluruh penduduk. Pencegahan sekunder dan tersier dilakukan pada orang yang sudah memiliki tanda-tanda penyakit dan sudah sembuh agar kecacatan yang timbul akibat sakit dapat diminimalisasi. 1. Pencegahan Primordial dan pencegahan primer Pencegahan primordial bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara kondisi yang meminimalkan efek negatif bagi kesehatan seperti contoh kasus merokok. Merokok banyak menimbulkan gangguan penyakit seperti gangguan paru dan di masa akan datang gangguan paru tersebut dapat berubah menjadi kanker paru. Dengan memberlakukan kebijakan melarang mengiklankan rokok di media cetak dan elektronik, meningkatkan pajak rokok, menciptakan kawasan tanpa rokok, dan kebijakan kesehatan lainnya yang mendukung pencegahan perilaku merokok, terutama pada usia muda. Banyaknya kepentingan-kepentingan pihak-pihak industri dan pekerja industri tembakau dari masyarakat menengah ke bawah, mengakibatkan kebijakan-kebijakan ini di Indonesia tidak mudah dilakukan. Contoh tingkat pencegahan primordial lainnya adalah program mempromosikan aktivitas fisik secara teratur untuk mengurangi penyakit degeneratif di kemudian hari. Aktivitas fisik, seperti menggunakan sepeda, jalan kaki. Pencegahan primer bertujuan untuk membatasi timbulnya penyakit dengan mengendalikan penyebab sfesifik dan faktor risiko. Upaya pencegahan primer dilakukan tidak pada individu, tetapi pada seluruh masyarakat agar risiko rata-rata terkena penyakit dapat dikurangi (strategi berbasis masa atau populasi) atau pada orang-orang yang memiliki risiko tinggi sebagai akibat dari terpaparnya individu oleh suatu penyakit tertentu (strategi berbasis individu yang berisiko tinggi). Keuntungan utama dari strategi pencegahan yang diarahkan pada masyarakat adalah seseorang tidak harus mengidentifikasi kelompok berisiko tinggi, tetapi hanya mengurangi faktor risiko yang ada pada seluruh populasi. Kerugian utamanya adalah strategi ini memberikan sedikit manfaat untuk banyak orang karena sebagian orang memiliki risiko terhadap penyakit yang cukup rendah. Perbedaan pendekatan pada masyarakat dan individu berisiko tinggi 22 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif Ciri-ciri Pendekatan Pendekatan masyarakat/populasi individu risiko tinggi Keuntungan Bebas Cocok untuk individu Potensi besar untuk seluruh Motivasi subjek populasi Motivasi dokter Perilaku sesuai Keuntungan dengan risk rasio Kerugian Manfaat kecil untuk individu Kesulitan dalam Kurangnya motivasi subjek mengidentifikasi individu yang Kurangnya motivasi dokter berisiko tinggi Rasio manfaat dan risiko Efek sementara mungkin rendah Efek terbatas perilaku sesuai Beberapa contoh lainnya yang termasuk pencegahan primer adalah penyuluhan secara intensif, perbaikan rumah sehat, perbaikan gizi, peningkatan hygiene perorangan dan perlindungan terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan, memberikan imunisasi, perlindungan kerja, nasihat perkawinan, dan pendidikan seks yang bertanggung jawab. 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder bertujuan mengurang keparahan yang lebih serius dari penyakit melalui diagnosis dini dan pengobatan. Tindakan pencegahan diarahkan pada periode antara timbulnya penyakit dan masa diagnosis yang bertujuan untuk mengurangi prevalensi penyakit. Pencegahan sekunder dapat diterapkan pada penyakit yang hanya memiliki riwayat alamiah yang jelas mencakup masa inkubasi, subklinis, dan klinis untuk mudah diidentifikasi dan diobati sehingga perkembangan penyakit ke tahap lebih serius dapat dihentikan. Program pencegahan sekunder dapat bermanfaat jika memiliki dua persyaratan utama, yaitu metode yang aman dan akurat mendeteksi penyakit (lebih baik pada tahap pra klinis) dan metode intervensi yang efektif Kegiatan pencegahan sekunder meliputi penyempurnaan dan intensifikasi pengobatan lanjutan agar penyakit tidak bertambah parah, pencegahan terhadap komplikasi maupun cacat setelah sembuh, perbaikan fasilitas kesehatan sebagai penunjang, dan pengurangan beban-beban nonmedis (sosial) pada seorang penderita sehingga termotivasi untuk meneruskan pengobatan dan perawatan diri. Contoh Pengujian penglihatan dan pendengaran pada anak usia sekolah, skrining untuk tekanan darah tinggi di usia pertengahan, pengujian untuk gangguan pendengaran 23 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif pada pekerja pabrik, dan pengujian kulit dan data radiografi untuk diagnosis tuberkulosis. 3. Pencegahan Tersier Bertujuan mengurangi perkembangan atau komplikasi penyakit dan merupakan aspek penting dari pengobatan terapi dan rehabilitasi. Ini terdiri atas langkah-langkah yang dimaksudkan untuk mengurangi gangguan dari cacat serta meminimalkan penderitaan yang disebabkan oleh memburuknya kesehatan dan membantu pasien dalam penyesuaian kondisi yang tidak dapat disembuhkan. Sering kali sulit membedakan antara pencegahan tersier dan pengobatan karena pengobatan penyakit kronis merupakan salah satu bagian dari tujuan pencegahan kekambuhan. Rehabilitasi pasien dengan penyakit polio, kusta, strok, cidera, kebutaan dan kondisi kronis lainnya adalah hal yang penting agar mereka dapat hidup dalam kehidupan sosial sehari-hari Tingkat pencegahan penyakit Tingkat Fase Tujuan Kegiatan Target Pencegahan penyakit Primodial Kondisi Membangun Tindakan yang Jumlah populasi ekonomi, dan menghambat atau kelompok sosial, dan memelihara munculnya yang dipilih; lingkungan kondisi yang kondisi gawat dicapai melalui yang meminimalkan dari, aspek kebijakan mengarah ke bahaya/ ekonomi, sosial, kesehatan penyebab. efek negatif perilaku dan masyarakat dan bagi kesehatan lingkungan promosi kesehatan. Primer Faktor Mengurangi Perlindungan Jumlah populasi, penyebab insiden kesehatan dengan kelompok yang spesifik penyakit upaya pribadi dan dipilih dan komunal, seperti individu yang meningkatkan sehat; dicapai status gizi, melalui memberikan kebijakan imunisasi, dan kesehatan menghilangkan masyarakat risiko lingkungan. Sekunder Tahap awal Mengurangi langkah yang Individu yang penyakit prevalensi tersedia bagi berisiko tinggi Langkah- penyakit individu dan dan pasien; 24 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif dengan masyarakat untuk dicapai melalui memper- deteksi dini dan pengobatan dan pendek riwayat intervensi cepat pencegahan alamiah untuk penyakit mengendalikan penyakit & meminimalkan kecacatan (misalnya melalui progam skrining) Tersier Tahap akhir Mengurangi Tindakan yang Pasien, dicapai penyakit. jumlah dan bertujuan melalui dampak meminimalisasi rehabilitasi komplikasi dampak penyakit jangka panjang dan cacat, mengurangi masa sakit, memaksimalkan produktivitas. Promosi Kesehatan Upaya peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan Promosi kesehatan adalah suatu proses memberdayakan atau memandirikan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan, serta pengembangan lingkungan sehat. Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik, dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan Pendidikan kesehatan adalah cabang ilmu kesehatan masyarakat yang memiliki akar tiga bidang ilmu, yaitu ilmu perilaku, pendidikan, dan kesehatan masyarakat. Tujuan promosi kesehatan sebagai berikut. a. Mengembangkan kebijakan pembangunan kesehatan (healthy public policy) b. Mengembangkan jaringan kemitraan dan suasana yang mendukung (create partnership and supportive environment), 25 Modul IX.1.2 Preventif dan Promotif c. Memperkuat kegiatan masyarakat (strengthen community action) d. Meningkatkan keterampilan individu (personnel skill). e. Reorientasi Pelayanan Kesehatan (reorient health services), Strategi promosi kesehatan mencakup advokat (advocacy), dukungan sosial (social support), dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Salah satu teori yang mendasari promosi kesehatan adalah teori komunikasi. Komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan atau tanpa alat bantu dan media untuk mengubah perilakunya. Komunikasi meliputi lima unsur, yaitu 1. Komunikator (penyampai pesan), 2. Isi pesan, 3. Alat bantu/peraga, media. yang digunakan disesuaikan dengan, tujuan penggunaannya untuk mengubah pengetahuan, mengubah sikap, atau mengubah tindakan. Berdasarkan fungsinya, media promosi terdiri atas media cetak, media elektronik, dan media papan (bill board). 4. Sasaran dan 5. Dampaknya Sasaran promosi kesehatan adalah individual, kelompok, dan massa. Promosi kesehatan bisa dilakukan di dalam gedung dan di luar gedung(mencakup kegiatan pelayanan kesehatan) UPAYA PREVENT