Sensor dan Aktuator / Sensor Suara PDF
Document Details
Uploaded by DazzledProtagonist
Romeo Heradhininingrat, Muhammad Nawwarudin
Tags
Summary
Dokumen ini membahas sensor dan aktuator, dengan fokus pada sensor suara. Penjelasan meliputi berbagai jenis sensor suara (mikrofon electret, condenser, piezoelectric, dan ultrasonik), prinsip kerja, rentang frekuensi, dan perbedaan antara sensor suara analog dan digital.
Full Transcript
NAMA : ROMEO HERADHININGRAT KELAS : TE 2023 H / 2020X NIM : 23050874246 Sensor dan Aktuator SENSOR GAS Sensor Gas merupakan perangkat yang berfungsi untuk mendeteksi adanya konsentrasi gas pada suatu tempat. Berdasarkan kon...
NAMA : ROMEO HERADHININGRAT KELAS : TE 2023 H / 2020X NIM : 23050874246 Sensor dan Aktuator SENSOR GAS Sensor Gas merupakan perangkat yang berfungsi untuk mendeteksi adanya konsentrasi gas pada suatu tempat. Berdasarkan konsentrasi gas, sensor ini akan menghasilkan beda potensi yang sesuai dengan cara mengubah resistansi material di dalam sensor sehingga bisa diukur sebagai tegangan keluaran. Berdasarkan besarnya nilai tegangan keluaran ini bisa diperkirakan beberapa konsentrasi gas yang ada Jenis gas yang bisa di deteksi oleh sensor tergantung dari bahan pembuat sensor yang ada di dalamnya. Pada umumnya, sensor gas berbentuk sebuah modul dengan komparator untuk membandingkan nilai tegangan. Pembanding ini bisa diatur untuk menentukan nilai ambang pada konsentrasi gas tertentu. Saat terjadi konsentrasi suatu gas melebihi ambang batas, keluaran digital akan menjadi tinggi. Selain itu, bisa juga menggunakan pin analog untuk mengukur konstrasi gas. Jenis Sensor Berdasarkan Prinsip Kerja Berdasarkan prinsip kerja, Sensor Gas dibagi menjadi beberapa jenis utama: 1. Sensor Elektrokimia: Menggunakan reaksi kimia antara gas dan elektrolit untuk menghasilkan arus listrik yang sebanding dengan konsentrasi gas. 2. Sensor Semikonduktor (MOS): Menggunakan material semikonduktor, seperti oksida logam (SnO2), yang resistansinya berubah saat bereaksi dengan gas. 3. Sensor Inframerah (NDIR): Mengukur perubahan dalam penyerapan sinar inframerah oleh molekul gas, digunakan terutama untuk gas seperti CO2. 4. Sensor Katalitik: Menggunakan reaksi katalitik yang memanaskan elemen sensor saat gas terbakar, Menyebabkan perubahan resistansi yang dapat diukur. 5. Sensor Kapasitansi: Mengukur perubahan kapasitansi ketika gas diserap oleh material dielektrik. Kontruksi Sensor Gas Kontruksi sensor gas terdiri dari beberapa komponen utama: Elemen Sensitif: Bagian yang bereaksi terhadap gas, seperti film logam oksida, elektrolit, atau material semikonduktor. Pemanas: Beberapa sensor membutuhkan suhu tinggi agar reaksi kimia pada elemen sensitive dapat terjadi dengan efektif. Elemen Pengukur: Komponen yang mengukur perubahan dalam elemen sensitive dan mengubahnya menjadi sinyal elektrik. Casing atau Penutup: Sensor dilindungi oleh casing yang tahan korosi dan terkadang dilengkapi dengan penyaring untuk mencegah partikel debu masuk. NAMA : ROMEO HERADHININGRAT KELAS : TE 2023 H / 2020X NIM : 23050874246 Cara Kerja Sensor Gas Kemampuan Sensor Gas digunakan untuk mendeteksi adanya perbedaan konsentrasi gas tergantung dari chemireistor untuk menghantarkan arus listrik. Chemiresistor yang biasa digunakan adalah Tin Dioxide (SnO2) yang merupakan semikonduktor tipe N yang mempunyai electron bebas (elemen donor). Pada umumnya kandungan oksigen di udara lebih banyak jika dibandingkan dengan gas yang mudah terbakar lainnya. Partikel oksigen akan menarik elektrion bebas yang berada pada SnO2 sehingga electron akan terkumpul di permukaan. Karena tidak ada elektron bebas yang tersedia, maka arus keluaran akan menjadi nol. Saat Sensor Gas ditempatkan pada suatu tempat yang terdapat gas beracun atau pun gas yang mudah terbakar, maka gas pereduksi akan bereaksi dengan oksigen yang teradopsi. Hal ini menyebabkan terputusnya ikatan kimia antara oksigen dengan elektron bebas sehingga elektron bebas akan terlepas. Karena elektron bebas Kembali ke tempat semula, maka arus listrik akan mengalir. Aliran arus listrik akan sebanding dengan jumlah elektron bebas yang terdapat pada SnO2, apabila gas sangat beracun maka aka nada lebih banyak elektron bebas. Cara Menggunakan Sensor Gas Pada Sensor Gas terdapat potensiometer yang berfungsi sebagai pengatur sensitivitas atau penyesuaian ambang batas deteksi dari sensor. Kita dapat menggunakannya untuk mengatur tegangan refrensi yang akan menentukan pada level berapa konsentrasi gas sensor mulai memberikan sinyal output atau alarm. NAMA : ROMEO HERADHININGRAT KELAS : TE 2023 H / 2020X NIM : 23050874246 Sensor Gas memiliki 4 kaki pin yang masing masing berfungsi sebagai: 1. Digital Output: Pin ini memberikan sinyal keluaran digital berdasarkan kondisi sensor. Jika konsentrasi gas mencapai ambang batas tertentu, pin ini akan mengirimkan sinyal HIGH atau LOW (biasanya 0V untuk LOW dan 5V untuk HIGH). Pin ini digunakan jika kita hanya membutuhkan informasi sederhana apakah gas terdeteksi atau tidak, tanpa perlu mengukur konsentrasi secara tepat. 2. Analog Output: Pin ini memberikan sinyal keluaran analog yang bervariasi tergantung konsentrasi gas yang terdeteksi. Sinyal ini berfungsi untuk membaca nilai gas secara proporsional, memungkinkan kita untuk mengetahui konsentrasi gas dalam lingkungan secara lebih rinci. 3. GND: Pin ini berfungsi sebagai penghubung tegangan netral. 4. VCC: Pin ini berfungsi sebagai penghubung tegangan positif. Tipe dan Fungsi Sensor Gas Beberapa tipe dan fungsi Sensor Gas jenis MQ adalah sebagai berikut: 1. MQ-2 : Methane, Butane, LPG, Asap. 2. MQ-3 : Alcohol, Ethanol, Asap. NAMA : ROMEO HERADHININGRAT KELAS : TE 2023 H / 2020X NIM : 23050874246 3. MQ-4 : Methane, CNG Gas. 4. MQ-5 : Gas Alam, LPG. 5. MQ-6 : LPG, Butane. 6. MQ-7 : Carbon Monoksida. NAMA : ROMEO HERADHININGRAT KELAS : TE 2023 H / 2020X NIM : 23050874246 7. MQ-8 : Hidrogen. 8. MQ-9 : Carbon Monoksida, Gas Mudah Terbakar. 9. MQ-131 : Ozone. 10. MQ-135 : Kualitas Udara. NAMA : ROMEO HERADHININGRAT KELAS : TE 2023 H / 2020X NIM : 23050874246 11. MQ-136 : Hidrogen Sulfida. 12. MQ-137 : Amonia. 13. MQ-138 : Benzene, Toulene, Alcohol, Propan, Hidrogen. 14. MQ-214: Methane, Gas Alam. NAMA : ROMEO HERADHININGRAT KELAS : TE 2023 H / 2020X NIM : 23050874246 15. MQ-216 : Gas Batubara, Gas Alam. 16. MQ-303A : Alcohol, Ethanol Asap. 17. MQ-306A : Alcohol Ethanol Asap. 18. MQ-307A : LPG, Butane. 19. MQ-309A : Carbon Monoksida, Gas Mudah Terbakar. Nama : Muhammad Nawwarudin NIM : 23050874245 Kelas : TE 2023 H SENSOR AKTUATOR Sensor Suara Sensor suara adalah sebuah alat yang berfungsi untuk mengubah gelombang sinusoida suara menjadi rlombang sinus energi listrik, sara kerja sensor suara sesuai dengan besar kecilnya kekuatan gelombang suara yang sampai pada membrane sensor. Jika gelombang suara dapat mengenai membrane suara mala akan membuat membran bergerak. Sensor ini menggunakan mikrofon untuk memberikan masukan ke buffer, detector puncak, dan amplifier. Sensor mendeteksi sura, dan meproses sinyal tegangan o/p ke mikrokontroller. Setelah itu, sensor menjalankan pemrosesan yan diperlukan. Rentang frekuensi yang dapat dideteksi oleh sensor suara bergantung pada jenis dan kualitas sensor yang digunakan. Berikut adalah gambaran umum mengenai rentang frekuensi untuk beberapa jenis sensor suara: 1. Microphone Electret : - Rentang frekuensi : 20 Hz hingga 20 kHz (rentang suara manusia). - Mikrofon ini biasanya digunakan dalam aplikasi yang melibatkan pendeteksian suara manusia, seperti perekaman suara atau komunikasi. 2. Microphone Condenser : - Rentang frekuensi : 10 Hz hingga 20 kHz atau bahkan lebih lebar. - Mikrofon ini lebih sensitif dan bisa digunakan untuk keperluan audio berkualitas tinggi seperti di studio rekaman. 3. Microphone Piezoelectric : - Rentang frekuensi : 1 kHz hingga 100 kHz. - Mikrofon jenis ini sering digunakan dalam aplikasi yang memerlukan deteksi suara dengan frekuensi tinggi, seperti ultrasonik atau deteksi getaran. 4. Sensor Suara Ultrasonik : - Rentang frekuensi : 20 kHz hingga 100 kHz. - Sensor ini digunakan untuk mendeteksi suara atau getaran di luar rentang pendengaran manusia, seperti yang digunakan dalam alat pengukur jarak atau deteksi gerakan berbasis ultrasonik. Secara umum, rentang frekuensi 20 Hz hingga 20 kHz adalah standar untuk banyak aplikasi umum yang melibatkan pendeteksian suara manusia, sementara sensor khusus bisa memiliki rentang yang lebih lebar atau sempit tergantung pada kebutuhan aplikasi. Perbedaan antara sensor suara analog dan sensor suara digital terletak pada cara mereka mengeluarkan sinyal dan bagaimana data suara diolah. Berikut adalah penjelasan mengenai kedua jenis sensor tersebut 1. Sensor Suara Analog : Cara Kerja : - Sensor suara analog mengeluarkan sinyal dalam bentuk tegangan kontinu (analog) yang berbanding lurus dengan intensitas suara yang terdeteksi. Semakin kuat suara yang terdeteksi, semakin tinggi tegangan outputnya. - Output analog berupa sinyal kontinu yang bisa memiliki berbagai nilai tegangan tergantung pada kekuatan sinyal suara yang diterima. Contoh Penggunaan : - Biasanya digunakan dalam proyek yang memerlukan analisis suara lebih detail, seperti mendeteksi level kebisingan, membuat equalizer, atau pengukuran intensitas suara. Keunggulan : - Resolusi tinggi : Karena sinyal analog bisa memiliki nilai yang bervariasi secara kontinu, sensor analog dapat memberikan informasi suara yang lebih rinci. - Cocok untuk analisis suara yang kompleks, di mana diperlukan informasi yang lebih detail mengenai variasi intensitas suara. Kekurangan : - Perlu rangkaian pengolahan sinyal tambahan seperti amplifier atau ADC (Analog to Digital Converter) untuk mengubah sinyal analog menjadi digital jika ingin diolah oleh mikroprosesor. - Rentan terhadap gangguan atau noise pada sinyal, karena sinyal analog lebih sensitif terhadap interferensi. Contoh Sensor Suara Analog : - Microphone Electret : Sering digunakan dalam modul sensor suara analog untuk mendeteksi intensitas suara di sekitar. 2. Sensor Suara Digital : Cara Kerja : - Sensor suara digital mengeluarkan sinyal dalam bentuk tegangan diskrit (biner) yang hanya memiliki dua nilai, yaitu 0 (off) atau 1 (on). - Sensor ini bekerja dengan membandingkan suara yang terdeteksi dengan ambang batas tertentu. Jika suara di atas ambang batas tersebut, sensor mengeluarkan sinyal 1 ; jika tidak, sensor mengeluarkan sinyal 0. Contoh Penggunaan : - Cocok digunakan untuk aplikasi sederhana yang membutuhkan deteksi keberadaan suara saja, seperti memicu suatu tindakan ketika ada suara (misalnya, menyalakan lampu atau alarm ketika suara terdeteksi). Keunggulan : - Sederhana: Penggunaan sensor digital sangat mudah karena hanya perlu mendeteksi sinyal biner (on/off), tanpa perlu menganalisis intensitas atau karakteristik suara. - Lebih tahan terhadap noise : Karena hanya mendeteksi suara di atas atau di bawah ambang batas, sensor digital lebih tahan terhadap gangguan sinyal. Kekurangan : - Kurang detail : Tidak bisa memberikan informasi mengenai intensitas suara, hanya bisa memberi tahu apakah ada suara atau tidak (batasan "on" atau "off"). - Ambang batas tetap : Ambang batas suara yang digunakan mungkin tidak fleksibel jika kondisi suara di lingkungan berubah. Contoh Sensor Suara Digital : - KY-038 Sound Detection Module : Modul sensor suara digital yang populer digunakan dalam proyek elektronik sederhana untuk mendeteksi ada atau tidaknya suara. Perbandingan : Parameter Sensor Suara Analog Sensor Suara Digital Out[ut Sinyal analog kontinu Sinyal biner (0 atau 1) (bevariasi). Akurasi Memberikan data lebih rinsi Hanya mendeteksi ada (intensitas suara). tidaknya suara. Pengguanaan Analisi suara mendalam, Aplikasi sederhana, deteksi pengukuran intensitas suara Kompleksitas Membutuhkan rankaian Lebih sedrhana, tidak tambahan (amplifier/ADC) memerlukan rankaian tembahan Rentan terhadap noise Lebih rentan Lebih tahan terhadap noise Kapan Menggunakan : - Sensor analog digunakan jika kamu memerlukan informasi detail tentang intensitas suara atau karakteristik suara lainnya. - Sensor digital lebih cocok untuk aplikasi yang hanya memerlukan deteksi ada atau tidaknya suara tanpa memerlukan detail intensitas. Jika kamu ingin mencoba membuat proyek dengan kedua jenis sensor ini, kamu bisa mulai dengan sensor analog untuk proyek yang memerlukan pengukuran intensitas, dan sensor digital untuk aplikasi sederhana seperti mendeteksi kehadiran suara. Nama : Ully Dhiya Marina NIM : 23050874243 Kelas : TE 2023 H Matkul : Sensor dan Aktuator SENSOR JARAK Sensor Jarak atau yang biasa disebut dalam bahasa inggris juga Proximity Sensor atau bisa juga disebut Sensor For Displacement,Distance and Position adalah Sensor yang dirancang untuk mendeteksi keberadaan benda tanpa kontak fisik. Sensor Jarak mempunyai pancaran elektromagnetik berkas radiasi elektromagnetik (inframerah, misalnya). Dapat juga dikatakan bahwa Sensor Jarak adalah perangkat yang dapat mengubah informasi tentang gerakan atau keberadaan objek menjadi sinyal listrik. Sensor Jarak Mempunyai banyak kegunaan bagi kehidupan manusia, Sensor Jarak sangat berguna apabila digunakan di tempat yang berbahaya. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, Sensor Jarak ini telah banyak digunakan untuk mempermudah pekerjaan manusia. Bahkan, Sensor Jarak ini sudah diaplikasikan pada hampir semua jenis ponsel pintar (smartphone) zaman ini. SENSOR JARAK INDUKTIF Sensor Jarak Induktif atau Inductive Proximity Sensor adalah sensor jarak yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan logam baik logam jenis Ferrous maupun logam jenis non-ferrous. Sensor ini dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan (ada atau tidak adanya objek logam), menghitung objek logam dan aplikasi pemosisian. Sensor induktif sering digunakan sebagai pengganti saklar mekanis karena kemampuannya yang dapat beroperasi pada kecepatan yang lebih tinggi dari sakelar mekanis biasa. Sensor Jarak Induktif ini juga lebih andal dan lebih kuat. Sensor Proximity Induktif pada umumnya terbuat dari kumparan/koil dengan inti ferit sehingga dapat menghasilkan medan elektromagnetik frekuensi tinggi. Output dari sensor jarak jenis induktif ini dapat berupa analog maupun digital. Versi Analog dapat berupa tegangan (biasanya sekitar 0 – 10VDC) atau arus (4 – 20mA). Jarak pengukurannya bisa mencapai hingga 2 inci. Sedangkan versi Digital biasanya digunakan pada rangkaian DC saja ataupun rangkaian AC/DC. Sebagian besar Sensor Induktif Digital dikonfigurasi dengan Output “NORMALLY – OPEN” namun ada juga yang dikonfigurasi dengan Output “NORMALLY – CLOSE”. Sensor Induktif ini sangat cocok untuk mendeteksi benda-benda logam di mesin dan di peralatan otomatisasi. A. Cara kerja Sensor jarak induktif menciptakan medan elektromagnetik (digambarkan sebagai lingkaran kuning pada gambar di bawah) di sekitar permukaan sensor untuk menciptakan zona deteksi. Deteksi terjadi dan sensor menyala saat target logam di sekitar sensor mengganggu medan tersebut dan mencapai Titik Operasi. Sensor mati saat target menjauh dari sensor dan mencapai Titik Pelepasan. Karena zat non-logam seperti kotoran dan cairan tidak mengganggu deteksi, sensor jarak induktif beroperasi dalam kondisi basah atau kotor. Hasilnya, sensor jarak induktif tidak perlu bersentuhan secara fisik dengan target itu sendiri. B. Komponen 1. Antarmuka koneksi : Sensor dapat dilengkapi dengan kabel, rangkaian kabel, atau konektor pin bawaan yang terpasang di pabrik. 2. Penginderaan wajah : Medan elektromagnetik yang diciptakan oleh sensor berasal dari sini 3. Mur pemasangan : Disediakan dengan setiap sensor 4. Bel sensor : LED indikator biasanya muncul di area sensor ini 5. Rumah sensor : Bagian sensor ini menyediakan sarana untuk memasang dan melindungi bagian dalam sensor C. Fitur dan keterbatasan Fitur: Kebal terhadap kondisi lingkungan buruk yang kotor dan berminyak. Dapat mendeteksi objek ringan atau kecil yang tidak dapat dideteksi oleh sakelar batas mekanis Tingkat peralihan tinggi untuk respons cepat terhadap aplikasi penghitungan objek Dapat mendeteksi target logam melalui penghalang non-logam (misalnya kaca, plastik, dll.) Masa pakai operasional yang panjang dengan siklus operasi yang hampir tidak terbatas Output solid state menyediakan sinyal input kontak “bebas pantulan” ke perangkat logika solid state Keterbatasan: Jangkauan penginderaan terbatas – hingga maksimum 4'' Hanya mendeteksi objek logam D. Jenis dan fitur yang penting 1. Sensor analog – sakelar khusus yang menyediakan sinyal keluaran listrik yang bervariasi secara proporsional dengan posisi target dalam jangkauan penginderaannya. Sensor ini biasanya memiliki rangkaian keluaran arus (4-20mA) dan/atau tegangan (0-10V) untuk berinteraksi dengan rangkaian masukan logika analog standar. 2. Sensor khusus besi – sakelar khusus yang hanya mendeteksi logam besi seperti baja, besi, nikel, dan kobalt. Aplikasi umum untuk jenis sensor ini adalah sel kerja tempat alat pemotong, palet alat, dan perlengkapan harus dideteksi untuk manipulasi benda kerja yang tepat. Sensor ini mendeteksi alat besi sambil mengabaikan aluminium. 3. Sensor yang dapat diprogram – sakelar khusus yang dapat diprogram untuk menyelesaikan berbagai macam aplikasi. Pada perangkat ini, karakteristik sensor seperti jangkauan penginderaan, jenis keluaran, penundaan waktu, pelindungan, dan karakteristik zona deteksi dapat disesuaikan dengan kebutuhan setiap lokasi aplikasi tertentu pada suatu mesin. 4. Sensor keluaran arus tinggi – sakelar khusus yang dinilai mampu mengalihkan beban arus keluaran DC tinggi. Nama : Rifando Arya Pradana NIM : 23050874234 Kelas : TE2023H Sensor & Aktuator SENSOR GAS Sensor gas adalah perangkat yang digunakan untuk mendeteksi konsentrasi gas tertentu di lingkungan sekitarnya. Sensor ini bekerja dengan mengukur perubahan sifat fisik atau kimiawi pada elemen sensitif ketika berinteraksi dengan gas yang terdeteksi. Berdasarkan jenis gas yang dideteksi, sensor gas dapat digunakan untuk mendeteksi gas berbahaya seperti karbon monoksida (CO), metana (CH4), hidrogen sulfida (H2S), atau gas lainnya yang penting dalam aplikasi keamanan, kesehatan, atau industri. Beberapa tipe sensor gas yang umum digunakan adalah sensor semikonduktor, sensor elektro-kimia, dan sensor inframerah. Sensor gas banyak digunakan dalam berbagai aplikasi, seperti pendeteksian kebocoran gas, pengukuran kualitas udara, dan pengendalian proses industri yang membutuhkan pengukuran gas secara akurat dan real-time. Berikut adalah pembahasan mengenai sensor gas. 1. Jenis-jenis Sensor Gas Secara umum, sensor gas dibagi menjadi beberapa jenis sesuai dengan jenis elemen sensor yang digunakan. Berikut beberapa jenis sensor gas dilihat dari elemen sensor yang digunakan untuk aplikasi tertentu : a. Sensor gas berbasis oksida logam (Metal Oxide Based Gas Sensor) Sensor ini menggunakan material semikonduktor oksida logam, seperti tin dioxide (SnO₂), yang memiliki kemampuan untuk mengubah resistansi listriknya saat berinteraksi dengan gas tertentu. Gas yang terdeteksi, seperti karbon monoksida (CO) atau metana (CH₄), akan mengubah konduktivitas permukaan oksida logam, yang kemudian diubah menjadi sinyal listrik. b. Sensor gas optik (Optical gas Sensor) Sensor ini bekerja dengan prinsip optik, menggunakan cahaya untuk mendeteksi gas. Biasanya menggunakan teknik seperti spektroskopi, di mana cahaya melewati gas dan intensitas atau panjang gelombang yang diserap oleh gas tertentu diukur. Setiap gas memiliki spektrum serapan yang unik, sehingga sensor optik dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi gas berdasarkan respons spektral. Sensor ini sering digunakan dalam aplikasi yang memerlukan pengukuran gas non-invasif dan presisi tinggi, seperti dalam industri farmasi atau pemantauan emisi. c. Sensor gas elektrokimia (Electrochemical gas Sensor) Sensor gas elektrokimia adalah jenis sensor yang digunakan untuk mendeteksi gas tertentu berdasarkan reaksi elektrokimia. Sensor ini bekerja dengan mengukur arus listrik yang dihasilkan ketika gas yang terdeteksi bereaksi dengan elektroda di dalam sensor. d. Sensor gas berbasis kapasitansi (Capacitance-based gas Sensor) Sensor gas berbasis kapasitansi bekerja dengan mengukur perubahan kapasitansi yang terjadi akibat interaksi antara gas yang terdeteksi dengan material dielektrik dalam sensor. Sensor ini memanfaatkan sifat kapasitansi, yaitu kemampuan sebuah kapasitor untuk menyimpan muatan listrik, yang dipengaruhi oleh medium antara dua elektroda (dielektrik). e. Sensor gas kalorimetri (Calorimetric gas Sensor) Sensor gas kalorimetri adalah sensor yang mendeteksi gas berdasarkan perubahan suhu yang terjadi akibat reaksi kimia atau oksidasi gas target. Sensor ini bekerja dengan memanfaatkan hubungan antara perubahan panas dan konsentrasi gas. Pada sensor gas kalorimetri, panas yang dihasilkan dari oksidasi gas diubah menjadi sinyal listrik yang dapat diukur. f. Sensor gas berbasis akustik (Acoustic based gas Sensor) Sensor gas berbasis akustik memanfaatkan perubahan sifat akustik (seperti kecepatan suara atau frekuensi gelombang) yang terjadi akibat adanya gas tertentu. Berbeda dengan sensor gas kimia seperti MQ-3, sensor gas akustik bekerja dengan cara mendeteksi perubahan fisik dalam medium gas yang dilaluinya gelombang suara. 2. Konstruksi Sensor Gas Sensor gas berbasis semikonduktor oksida logam (Metal Oxide Based Gas Sensor) biasanya terdiri dari beberapa komponen utama: 1. Lapisan pengindera gas Ini merupakan bagian kunci dari sensor yang berfungsi mendeteksi perubahan konsentrasi gas dan menghasilkan perubahan resistansi. Lapisan pengindera, atau chemiresistor, terbuat dari SnO2 (Dioxide) yang memiliki kelebihan elektron (elemen donor). Ketika konsentrasi gas berubah, resistansi elemen juga berubah, sehingga arus yang mengalir menyesuaikan dengan perubahan tersebut. 2. Koil pemanas Koil ini berfungsi meningkatkan suhu lapisan pengindera untuk meningkatkan sensitivitas dan efisiensinya. Terbuat dari Nikel-Kromium, koil ini tahan terhadap suhu tinggi dan tidak meleleh selama proses pemanasan. 3. Jalur elektroda Karena arus yang dihasilkan oleh elemen pengindera sangat kecil, efisiensi jalur penghantar arus sangat penting. Oleh sebab itu, platinum biasanya digunakan sebagai konduktor karena kemampuannya menghantarkan arus dengan efisien. 4. Tabung keramik Antara koil pemanas dan lapisan pengindera terdapat tabung keramik yang terbuat dari Aluminium Oksida (Al2O3). Tabung ini tahan terhadap suhu tinggi, memastikan lapisan pengindera tetap stabil saat dipanaskan. 5. Elektroda Elektroda menghubungkan lapisan pengindera dengan keluaran sensor, dan terbuat dari emas (Au), yang merupakan konduktor yang sangat baik. Selain itu, elektroda ini juga berfungsi sebagai pelindung lapisan pengindera dari debu dan partikel korosif. 3. Tipe & Fungsi Sensor Gas No. Nama Sensor Gambar Untuk Mendeteksi Gas 1. MQ-2 Metana, Butane, LPG, Asap 2. MQ-7 CO (Karbon Monoksida) 3. MQ-4 Metana, CNG Gas 4. NDIR (Non-Dispersive karbon dioksida (CO₂), metana Infrared) (CH₄), dan gas lain yang menyerap cahaya inframerah pada panjang gelombang tertentu 5. Citicel 40xLL Oksigen (O2) 6. MQ-137 Amonia 7. MQ-136 Hidrogen Sulfida 8. MQ-135 Kualitas udara 4. Cara Kerja Sensor Gas Kemampuan sensor gas dalam mendeteksi perbedaan konsentrasi gas bergantung pada chemiresistor yang menghantarkan arus listrik. Chemiresistor yang umum digunakan adalah Tin Dioxide (SnO2), sebuah semikonduktor tipe N dengan elektron bebas (elemen donor). Pada kondisi normal, kadar oksigen di udara lebih tinggi dibandingkan dengan gas mudah terbakar. Partikel oksigen ini menarik elektron bebas dari SnO2, sehingga elektron terkumpul di permukaannya. Akibatnya, tidak ada elektron bebas yang tersedia untuk menghantarkan arus, menyebabkan arus keluaran menjadi nol. Ketika sensor gas berada di lingkungan yang mengandung gas beracun atau gas mudah terbakar, gas pereduksi akan bereaksi dengan oksigen yang teradsorpsi. Ini menyebabkan terputusnya ikatan antara oksigen dan elektron bebas, sehingga elektron kembali lepas. Dengan kembalinya elektron bebas ke posisi semula, arus listrik pun mulai mengalir. Jumlah arus listrik yang mengalir sebanding dengan jumlah elektron bebas pada SnO2. Semakin tinggi tingkat racun gas, semakin banyak elektron bebas yang dilepaskan, sehingga arus listrik yang dihasilkan juga lebih besar. 5. Cara Menggunakan Sensor Gas a. Digital Output Pin ini memberikan sinyal keluaran digital berdasarkan kondisi sensor. Jika konsentrasi gas mencapai ambang batas tertentu, pin ini akan mengirimkan sinyal HIGH atau LOW (biasanya 0V untuk LOW dan 5V untuk HIGH). Pin ini digunakan jika kita hanya membutuhkan informasi sederhana apakah gas terdeteksi atau tidak, tanpa perlu mengukur konsentrasi secara tepat. b. Analog Output Pin ini memberikan sinyal keluaran analog yang bervariasi tergantung pada konsentrasi gas yang terdeteksi. Sinyal ini berfungsi untuk membaca nilai gas secara proporsional, memungkinkan pengguna untuk mengetahui konsentrasi gas dalam lingkungan secara lebih rinci. c. GND Dihubungkan dengan tegangan netral 0V d. VCC Dihubungkan dengan tegangan positif 5V Nama : Amelia Rahmi Wibowo NIM : 23050874164 SENSOR KELEMBAPAN ANALOG VS DIGITAL Sensor kelembapan adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi kadar uap air pada suatu media seperti tanah, udara dan lain-lain. Ada beberapa jenis sensor kelembapan jika dibagi berdasarkan sistem kerjanya. Selain itu sensor kelembapan ada yang bekerja dengan sistem digital dan sistem analog A. Jenis-Jenis Sensor Kelembapan 1. Sensor Kelembapan Kapasitif Sensor ini bekerja mengukur kelembapan berdasarkan perubahan kapasitansi dari kelembapan udara di sekitar pelat konduktif bersifat higroskopis. Kemudian perubahan kapasitansi tersebut dikonversi jadi tegangan listrik yang sebanding dengan kelembapan relatif. Pada sensor analog sinyal kapasitansi ini bisa langsung diubah menjadi tegangan seperti dalam penerapan sistem HVAC (heating, Ventilation, Air Conditioning) untuk mengukur kelembapan udara ruangan. Sedangkan pada sensor digital, sinyal ini diubah ke sinyal digital dengan AD converter lalu dikirim ke mikrokontroler seperti pada sensor SHT3x yang biasanya diaplikasikan pada sistem IoT. 2. Sensor Kelembapan Resistif Sensor kelembapan resistif bekerja dengan menggunakan perubahan resistansi material akibat perubahan kelembapan yang terdiri dari dua elektroda yang dipisahkan oleh bahan higroskopis, seperti oksida logam atau polimer, yang dapat menyerap atau melepaskan uap air dari lingkungan sekitarnya. Bahan ini bersifat konduktif, yang berarti resistansinya akan berubah sesuai dengan tingkat kelembapan di udara. Pada sensor resistif analog, perubahan resistansi yang terjadi dijadikan tegangan sinyal analog sebanding dengan tingkat kelembapan. Contoh penggunaannya adalah dalam industri pengeringan. Sementara itu, pada sensor resistif digital, setelah terjadi perubahan resistansi inyal ini secara otomatis diubah menjadi sinyal digital yang bisa langsung dibaca oleh mikrokontroler atau sistem kontrol otomatis. Contohnya adalah sensor kelembapan yang digunakan dalam perangkat pengatur kelembapan otomatis di rumah pintar atau sistem pemantauan lingkungan 3. Sensor Kelembapan Thermal Sensor kelembapan termal adalah sensor kelembapan yang bekerja dengan dua elemen termistor yang terhubung dalam sirkuit jembatan Wheatstone. Salah satu termistor berada dalam lingkungan udara yang kering dan tersegel, sementara yang lainnya terpapar langsung ke udara di lingkungan sekitar. Di mana udara kering memiliki kapasitas yang lebih tinggi untuk menyerap dan menghantarkan panas, sedangkan udara lembap yang mengandung uap air memiliki kapasitas konduktivitas panas yang lebih rendah. Ini berarti bahwa kelembapan relatif udara akan memengaruhi seberapa baik udara tersebut menghantarkan panas. Ketika arus listrik melewati termistor, resistansi termistor berubah berdasarkan suhu di sekitarnya. Pada kondisi kelembapan yang berbeda, perbedaan suhu antara kedua termistor akan memengaruhi resistansi masing-masing. Sensor mendeteksi perbedaan ini, dan sinyalnya kemudian digunakan untuk menghitung kelembapan absolut di udara. Prinsip kerja sensor kelembapan thermal analog dan digital sebenarnya sama. Hanya terdapat perbedaan ketika pengiriman sinyal, di mana sensor digital harus melakukan perubahan sinyal menjadi sinyal digital. B. Kelebihan dan Kekurangan dari ketiga sensor 1. Sensor Kelembapan Resistif Kelebihan Kekurangan Biaya Rendah (mudah diproduksi dan Membutuhkan Kalibrasi bahan sederhana) Ukuran kecil Mudah terpengaruh suhu (kurang akurat) Daya tahan lama 2. Sensor Kelembapan Kapasitif Kelebihan Kekurangan Akurasi Tinggi dan Cepat Biaya lebih mahal (material lebih baik) Tahan Lama Mudah terpengaruh kotoran 3. Sensor Kelembapan Thermal Kelebihan Kekurangan Akurasi Tinggi pada lingkungan Butuh daya tinggi ekstrem Mengukur kelembapan absolut dengan Lebih kompleks dan mahal (lebih baik banyak komponen) NAMA:AYU INTAN PERTIWI NIM:23050874163 KELAS:23TE E Sensor Magnetik: Prinsip Kerja dan Aplikasinya dalam Teknologi Modern Pendahuluan Sensor magnetik adalah perangkat yang digunakan untuk mendeteksi perubahan atau variasi medan magnet. Teknologi ini sangat penting dalam berbagai aplikasi, mulai dari kompas digital hingga kontrol industri dan otomotif. Sensor magnetik mampu mengukur medan magnet bumi, medan magnet lokal, atau medan magnet yang dihasilkan oleh perangkat elektronik tertentu. Prinsip Kerja Sensor Magnetik Prinsip kerja sensor magnetik bergantung pada interaksi antara medan magnet dan material sensitif magnetik di dalam sensor. Ada beberapa jenis sensor magnetik yang bekerja dengan prinsip yang berbeda-beda: 1. Sensor Hall Effect: Menggunakan efek Hall yang terjadi ketika arus listrik mengalir melalui material dan mengalami gaya Lorentz akibat adanya medan magnet. Sensor ini mengukur tegangan Hall yang dihasilkan, yang proporsional terhadap kekuatan medan magnet. 2. Magnetoresistance Sensor (MR Sensor): Mengukur perubahan resistansi material konduktif ketika terkena medan magnet. Ada dua jenis utama, yaitu: o Anisotropic Magnetoresistance (AMR): Sensitivitas tinggi terhadap orientasi medan magnet. o Giant Magnetoresistance (GMR): Digunakan dalam hard drive untuk mendeteksi informasi magnetik pada disk. 3. Magnetic Inductive Sensor: Bekerja dengan prinsip induksi elektromagnetik, di mana medan magnet yang berubah menghasilkan tegangan dalam kumparan kawat. 4. Fluxgate Sensor: Mengukur perubahan dalam medan magnet dengan memanfaatkan inti feromagnetik yang dialiri arus listrik. Sensor ini sangat sensitif terhadap medan magnet kecil. Aplikasi Sensor Magnetik 1. Otomotif: Sensor magnetik digunakan dalam sistem ABS (Anti-lock Braking System), sistem kontrol stabilitas kendaraan, dan sistem deteksi posisi pedal gas atau rem. Sensor ini membantu meningkatkan keamanan dan performa kendaraan. 2. Elektronika Konsumen: Dalam perangkat mobile seperti smartphone dan tablet, sensor magnetik digunakan dalam kompas digital untuk membantu navigasi. Mereka juga dapat digunakan dalam stylus untuk mendeteksi gerakan di layar sentuh. 3. Industri: Sensor magnetik digunakan untuk deteksi posisi, kecepatan, dan arah dalam berbagai mesin industri, terutama dalam otomatisasi dan robotika. 4. Medis: Sensor magnetik juga digunakan dalam alat MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk menghasilkan gambar diagnostik organ tubuh manusia tanpa radiasi ionisasi. Kelebihan Sensor Magnetik Non-kontak: Sensor ini tidak memerlukan kontak fisik dengan objek yang dideteksi, sehingga meminimalkan keausan dan meningkatkan umur panjang. Sensitivitas Tinggi: Sensor magnetik mampu mendeteksi perubahan kecil dalam medan magnet, bahkan di lingkungan yang keras. Konsumsi Daya Rendah: Sensor ini umumnya memiliki konsumsi daya yang rendah, sehingga cocok untuk perangkat portabel. Contoh 1. Kompas Digital (Smartphone) Cara Kerja: Di dalam smartphone, terdapat sensor magnetik yang dikenal sebagai magnetometer. Sensor ini mendeteksi medan magnet bumi untuk menentukan arah utara, selatan, timur, dan barat. Magnetometer bekerja dengan mengukur perubahan dalam medan magnet yang disebabkan oleh posisi perangkat relatif terhadap medan magnet bumi. Data yang dikumpulkan oleh magnetometer kemudian diproses oleh perangkat lunak untuk menampilkan arah pada aplikasi kompas. 2. Sistem ABS (Anti-lock Braking System) pada Mobil Cara Kerja: Sistem ABS menggunakan sensor kecepatan magnetik yang terpasang di roda untuk memantau kecepatan putaran roda. Sensor ini sering kali berupa sensor efek Hall, yang mendeteksi perubahan medan magnet ketika roda berputar. Saat roda mulai terkunci karena pengereman keras, sensor ini mengirimkan sinyal ke unit kontrol ABS untuk mengurangi tekanan rem pada roda tersebut, mencegah roda terkunci dan memungkinkan pengemudi tetap bisa mengendalikan kendaraan. 3. Headphone Nirkabel (Wireless Earbuds) Cara Kerja: Banyak headphone atau earbuds nirkabel modern menggunakan sensor magnetik untuk mendeteksi apakah perangkat dipasang atau dilepas dari telinga pengguna. Sensor ini biasanya berupa magnetoresistance sensor, yang memanfaatkan medan magnet kecil yang dihasilkan oleh earbud dan perubahan resistansi listrik yang terjadi ketika posisi earbud berubah. Ketika earbud dilepas, sensor ini akan mengirimkan sinyal ke perangkat untuk menghentikan musik atau mengaktifkan mode hemat daya. Kesimpulan Sensor magnetik adalah teknologi yang sangat penting dan memiliki banyak aplikasi dalam kehidupan modern, mulai dari otomotif hingga industri dan medis. Keunggulannya dalam mendeteksi medan magnet secara akurat dan tanpa kontak membuat sensor ini semakin populer di berbagai bidang teknologi. Inovasi dalam teknologi sensor magnetik terus berkembang, memungkinkan penerapan yang lebih luas dan performa yang lebih baik di masa depan. NAMA : REZKI AKBAR KURNIAWAN NIM : 23050874161 KELAS : 2023 TE E SENSOR MAGNETIK Sensor magnetik adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur medan magnet. Teknologi ini terus berkembang, dengan berbagai jenis sensor yang dirancang untuk aplikasi spesifik. Beberapa sensor magnetik yang umum digunakan termasuk Hall Effect Sensor, Giant Magnetoresistance (GMR), dan Fluxgate Magnetometer Jenis-Jenis Sensor Magnetik 1. Hall Effect Sensor Mengukur medan magnet dengan menghasilkan tegangan yang sebanding dengan kekuatan medan tersebut. Banyak digunakan dalam aplikasi industri, elektronik konsumen, dan diagnosa medis karena biaya rendah dan ukuran kecil 2. Giant Magnetoresistance (GMR) Memanfaatkan efek perubahan resistansi dalam bahan feromagnetik ketika terkena medan magnet. Keunggulannya termasuk konsumsi daya rendah, ukuran kecil, dan stabilitas pada suhu tinggi Digunakan dalam biosensor untuk mendeteksi biomaterial seperti protein dan DNA 3. Fluxgate Magnetometer Mengukur medan magnet dengan menggunakan inti ferromagnetik dan kumparan eksitasi. Memiliki sensitivitas tinggi dan digunakan dalam pemetaan medan magnet bumi serta aplikasi keamanan penerbangan Prinsip Kerja Hall Effect: Sensor ini beroperasi berdasarkan prinsip bahwa ketika arus listrik mengalir melalui konduktor dalam medan magnet, tegangan akan dihasilkan di arah tegak lurus terhadap arus dan medan magnet. Giant Magnetoresistance: Menggunakan beberapa lapisan bahan feromagnetik dan non-magnetik. Ketika medan magnet diterapkan, resistansi berubah secara signifikan, yang dapat diukur untuk menentukan kekuatan medan Fluxgate: Prinsip kerjanya melibatkan penggunaan gelombang pulsa bolak-balik untuk menghasilkan fluks magnet yang berhubungan dengan medan eksternal yang diukur. Ini menghasilkan sinyal harmonik yang dapat diukur Aplikasi Sensor magnetik digunakan dalam berbagai bidang, termasuk: Industri Otomotif: Untuk mendeteksi posisi poros engkol dan kecepatan mesin Biosensor: Dalam pengukuran biomaterial dengan menggunakan nanopartikel magnetik sebagai label Keamanan Penerbangan: Untuk mendeteksi barang bawaan yang tidak diinginkan Sensor magnetik digunakan dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari. Berikut adalah beberapa contoh penggunaannya: 1. Pintu Kulkas Fungsi: Memanfaatkan magnet di dalam tali plastik pada pintu kulkas untuk memastikan pintu tertutup rapat. Manfaat: Mencegah kebocoran udara dan menjaga makanan tetap segar. 2. Kompas Fungsi: Jarum kompas yang terbuat dari magnet selalu mengarah ke kutub utara dan selatan. Manfaat: Membantu navigasi dan menentukan arah saat bepergian. 3. Ujung Obeng Fungsi: Ujung obeng dilengkapi dengan magnet untuk menempelkan sekrup. Manfaat: Memudahkan pengguna dalam memasang atau melepas sekrup tanpa risiko jatuh. Kesimpulan Sensor magnetik merupakan komponen penting dalam teknologi modern, dengan berbagai aplikasi yang mencakup industri, kesehatan, dan penelitian ilmiah. Dengan kemajuan teknologi, sensor ini terus ditingkatkan untuk meningkatkan sensitivitas, akurasi, dan efisiensi biaya. Sensor Kelembaban A. Pengertian Umum Sensor kelembaban adalah perangkat yang digunakan untuk mengukur kadar air atau kelembaban dalam udara, tanah, atau material lainnya. B. Prinsip Kerja Prinsip kerja sensor kelembaban pada umumnya didasarkan pada perubahan karakteristik fisik atau elektrik suatu bahan ketika terkena uap air. C. Jenis Jenis Sensor Kelembaban 1. Sensor Kelembaban Analog Prinsip Kerja: Mengubah kelembaban menjadi sinyal listrik yang bervariasi secara kontinu. Contoh: Sensor kapasitif, sensor resistif Output: Tegangan atau arus yang bervariasi 2. Sensor Kelembaban Digital Prinsip Kerja: Mengubah kelembaban menjadi sinyal digital (biasanya berupa data biner) Contoh: DHT11, DHT22, SHT series Output: Data digital yang dapat langsung dibaca oleh mikrokontroler D. Perbandingan Analog dan Digital Aspek Analog Digital Harga Umumnya lebih murah Lebih mahal Sensitivitas Bervariasi, dapat sangat sensitif Umumnya lebih stabil dan akurat Akurasi Dapat tinggi, tergantung Lebih akurat dan konsisten kalibrasi Kompleksitas Rangkaian Memerlukan ADC untuk Langsung kompatibel dengan interfacing dengan digital sistem digital Ketahanan Terhadap Noise Rentan terhadap noise elektrik Lebih tahan terhadap noise Range Pengukuran Dapat memiliki range yang luas Biasanya memiliki range tertentu Kecepatan Respon Bisa sangat cepat Tergantung pada proses sampling Konsumsi Daya Umumnya lebih rendah Bisa lebih tinggi karena adanya komponen digital E. Contoh Spesifik dan Perbandingan Harga Berikut adalah beberapa contoh sensor kelembaban yang umum digunakan, beserta perbandingan harga dan spesifikasi utamanya: 1. Sensor Analog: HS1101 (Kapasitif) Harga: Sekitar Rp 45.000 - Rp 75.000 Sensitivitas: 0,34 pF/%RH Rentang pengukuran: 1-99% RH Keunggulan: Harga terjangkau, konsumsi daya rendah Kelemahan: Membutuhkan rangkaian tambahan untuk pemrosesan sinyal 2. Sensor Digital Ekonomis: DHT11 Harga: Sekitar Rp 30.000 - Rp 50.000 Akurasi: ±5% RH Rentang pengukuran: 20-80% RH Keunggulan: Murah, mudah digunakan dengan mikrokontroler Kelemahan: Akurasi dan rentang pengukuran terbatas 3. Sensor Digital Menengah: DHT22 (AM2302) Harga: Sekitar Rp 100.000 - Rp 150.000 Akurasi: ±2% RH Rentang pengukuran: 0-100% RH Keunggulan: Akurasi lebih baik dari DHT11, rentang pengukuran luas Kelemahan: Lebih mahal dari DHT11, kecepatan sampling terbatas 4. Sensor Digital Kelas Atas: SHT85 Harga: Sekitar Rp 375.000 - Rp 450.000 Akurasi: ±1,5% RH Rentang pengukuran: 0-100% RH Keunggulan: Akurasi sangat tinggi, kecepatan respon cepat, stabil jangka panjang Kelemahan: Harga mahal, mungkin berlebihan untuk aplikasi sederhana 5. Sensor Industri: Vaisala HMP110 Harga: Sekitar Rp 3.000.000 - Rp 4.500.000 Akurasi: ±1,5% RH Rentang pengukuran: 0-100% RH Keunggulan: Kualitas industri, sangat akurat, tahan lama Kelemahan: Sangat mahal, lebih cocok untuk aplikasi profesional atau penelitian Perbandingan Tambahan: Sensor analog seperti HS1101 umumnya lebih murah tetapi memerlukan rangkaian tambahan dan kalibrasi. DHT11 dan DHT22 adalah pilihan populer untuk proyek hobi dan aplikasi sederhana karena harganya terjangkau dan mudah digunakan. SHT85 menawarkan keseimbangan yang baik antara performa tinggi dan harga yang masih terjangkau untuk aplikasi yang membutuhkan akurasi tinggi. Sensor industri seperti Vaisala HMP110 didesain untuk penggunaan profesional dengan akurasi dan keandalan tinggi, tetapi harganya jauh lebih mahal. F. Kesimpulan Pemilihan antara sensor kelembaban analog dan digital tergantung pada kebutuhan aplikasi. Sensor analog umumnya lebih murah dan cocok untuk aplikasi sederhana, sementara sensor digital menawarkan akurasi dan kemudahan integrasi yang lebih baik untuk sistem yang lebih kompleks. Nabilla Shafhah Tania Paramitha 23050874160 TE E 23 Sensor Kelembaban A. Pengertian Sensor kelembaban adalah perangkat yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur kadar air atau kelembaban di lingkungan. Sensor ini penting dalam berbagai aplikasi seperti kontrol iklim, pengelolaan pertanian, penyimpanan bahan makanan, hingga perangkat rumah pintar. B. Cara Kerja Sensor kelembaban bekerja berdasarkan perubahan sifat fisik dari bahan sensitif kelembaban. Ada dua jenis utama pengukuran kelembaban: Kelembaban Absolut: Mengukur jumlah uap air dalam udara, biasanya dalam satuan gram per meter kubik (g/m³). Kelembaban Relatif (Relative Humidity/RH): Mengukur persentase kandungan uap air dalam udara relatif terhadap jumlah maksimum yang dapat ditampung pada suhu tertentu. RH sering diukur dalam persen (%). Prinsip kerja sensor kelembaban dapat dibagi menjadi beberapa kategori, termasuk sensor resistif (mengukur perubahan resistansi karena kelembaban) dan kapasitif (mengukur perubahan kapasitansi). C. Perbandingan Analog & Digital Kriteria Sensor Analog Sensor Digital Contoh HIH-4030, SHT10 DHT11, DHT22, SHT31 Sensor Output Tegangan atau arus yang Data digital (biner) sebanding dengan RH Prinsip Kerja Perubahan tegangan Menghasilkan data digital berdasarkan berdasarkan kelembaban kelembaban Harga Lebih mahal Lebih murah (contoh DHT11 sangat terjangkau) Akurasi Lebih tinggi (misalnya, ±2% Cukup akurat (DHT11: ±5% RH, RH) DHT22: ±2% RH) Sensitivitas Lebih sensitif terhadap Sensitivitas moderat, bervariasi antar perubahan RH jenis Konsumsi Biasanya lebih rendah Tergantung model, tetapi umumnya Daya lebih tinggi Penggunaan Memerlukan rangkaian Mudah digunakan, langsung tambahan untuk pengolahan diintegrasikan dengan mikrokontroler D. Contoh Sistem Kelembaban HIH-4030 (Analog): Sensor kelembaban analog yang memberikan keluaran tegangan sesuai dengan kelembaban relatif di sekitarnya. Memiliki akurasi tinggi dan sensitivitas yang baik, tetapi memerlukan rangkaian pengolah sinyal untuk mengubah sinyal menjadi data yang dapat dibaca. DHT11 (Digital): Sensor digital murah dan mudah digunakan. Akurasi dan sensitivitasnya lebih rendah dibandingkan dengan sensor digital yang lebih mahal. Rentang pengukuran kelembaban relatif antara 20% hingga 80%, dengan akurasi ±5%. DHT22 (Digital): Versi yang lebih akurat dari DHT11 dengan rentang kelembaban yang lebih luas (0% hingga 100% RH) dan akurasi ±2%. Lebih sensitif dan responsif terhadap perubahan kelembaban, tetapi dengan harga yang lebih tinggi. E. Perbandingan Harga & Sensitivitas Sensor Analog: Seperti HIH-4030, cenderung lebih mahal karena memiliki akurasi dan sensitivitas yang lebih baik. Harganya bisa berkisar antara Rp 100.000 hingga Rp 300.000. Sensor Digital: Seperti DHT11 dan DHT22, lebih murah dan lebih mudah digunakan. Harga DHT11 sekitar Rp 15.000 hingga Rp 30.000, sedangkan DHT22 sekitar Rp 50.000 hingga Rp 100.000. F. Kesimpulan Sensor kelembaban analog menawarkan akurasi dan sensitivitas yang lebih tinggi, tetapi memerlukan peralatan tambahan untuk pengolahan sinyal dan lebih mahal. Di sisi lain, sensor digital, meski lebih mudah digunakan dan lebih terjangkau, memiliki akurasi dan sensitivitas yang bervariasi tergantung jenisnya. Pilihan sensor tergantung pada kebutuhan aplikasi, anggaran, dan tingkat akurasi yang diinginkan. Atha Naufal Virshanda 23050874137 TE E 2023 NAMA:NOVITA SARI NIM:23050874136 KELAS: 2023TE E 1. Pengertian Sensor Magnetik Sensor magnetik adalah perangkat yang digunakan untuk mendeteksi medan magnet dan merespon perubahan pada medan magnet tersebut. Sensor ini sering digunakan dalam berbagai aplikasi teknologi seperti penginderaan posisi, kecepatan, arah, hingga mendeteksi gerakan dalam sistem otomatisasi. 2. Prinsip Kerja Sensor Magnetik Sensor magnetik bekerja berdasarkan efek magnetik, yang memanfaatkan perubahan karakteristik medan magnet. Ketika objek logam atau magnetik bergerak mendekati sensor, medan magnet yang dihasilkan akan mempengaruhi elemen sensitif sensor, yang kemudian diubah menjadi sinyal listrik. Sinyal ini kemudian diolah untuk memberikan informasi mengenai gerakan, posisi, atau perubahan lainnya. 3. Jenis-Jenis Sensor Magnetik Hall Effect Sensor: Menggunakan prinsip efek Hall, di mana medan magnet menyebabkan tegangan melintang di bahan konduktif. Sensor ini umum digunakan dalam penginderaan posisi dan kecepatan. Magneto Resistive Sensor: Memanfaatkan perubahan resistansi dalam material ketika terkena medan magnet. Ini biasanya digunakan dalam aplikasi yang memerlukan deteksi arah atau posisi. Fluxgate Magnetometer: Sensor ini mendeteksi arah dan kekuatan medan magnet dengan prinsip saturasi inti magnetik. Biasanya digunakan dalam aplikasi kompas digital. Giant Magneto Resistance (GMR) Sensor: Menggunakan perubahan resistansi dalam material multilayer ketika terkena medan magnet. GMR digunakan dalam aplikasi presisi tinggi, seperti hard disk drive. 4. Aplikasi Sensor Magnetik Industri Otomotif: Sensor ini digunakan dalam sistem ABS (Anti-lock Braking System), kontrol transmisi, dan sistem navigasi. Robotika: Digunakan untuk navigasi dan orientasi robot melalui penginderaan medan magnet bumi. Elektronika Konsumen: Pada perangkat seperti smartphone, sensor ini digunakan untuk aplikasi kompas atau deteksi rotasi layar. Industri Kedirgantaraan: Untuk mendeteksi perubahan medan magnet di sekitar pesawat atau kapal. Medis: Digunakan dalam perangkat MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk mendeteksi medan magnetik dalam tubuh manusia. Contoh Hard Disk Drive (HDD) Komputer Cara Kerja: Di dalam hard disk drive (HDD), digunakan sensor magnetoresistansi (GMR - Giant Magnetoresistance) untuk membaca data yang disimpan pada piringan disk. Data di HDD disimpan dalam bentuk bit magnetik (0 atau 1). Saat piringan berputar, sensor GMR mendeteksi perubahan medan magnet dari permukaan disk. Sensor GMR mampu mendeteksi perbedaan medan magnet yang sangat kecil dan mengubahnya menjadi sinyal listrik yang diterjemahkan menjadi data digital. 5. Smart Stylus (Pena Digital) Cara Kerja: Smart stylus, yang digunakan pada perangkat seperti tablet grafis atau smartphone, menggunakan sensor magnetik untuk mendeteksi gerakan dan posisi stylus terhadap layar. Biasanya, stylus dilengkapi dengan magnet kecil, dan layar perangkat memiliki sensor magnetik yang mendeteksi perubahan medan magnet saat stylus bergerak di atas layar. Informasi ini digunakan untuk menyesuaikan posisi dan tekanan pada layar, sehingga pengguna bisa menggambar atau menulis dengan presisi. 6. Sensor Pintu Otomatis (Magnetic Door Sensor) Cara Kerja: Pada pintu otomatis, sering kali digunakan sensor magnetik yang terdiri dari magnet permanen yang dipasang di pintu dan sensor magnetik (biasanya reed switch) yang dipasang di rangka pintu. Ketika pintu tertutup, magnet berada dekat dengan reed switch, menyebabkan kontak tertutup dan memberi tahu sistem bahwa pintu dalam keadaan tertutup. Saat pintu dibuka, magnet menjauh dari reed switch, membuka kontak dan memicu sistem untuk mengaktifkan alarm atau tindakan lain yang diatur oleh sistem. 7. Alat Pemindai Medis (MRI - Magnetic Resonance Imaging) Cara Kerja: Mesin MRI menggunakan medan magnet yang sangat kuat dan sensor magnetik untuk menghasilkan gambar detail dari organ dan jaringan di dalam tubuh manusia. Dalam proses ini, medan magnet yang kuat memaksa proton di dalam tubuh untuk sejajar dengan medan tersebut. Gelombang radio kemudian digunakan untuk mengganggu posisi proton, dan ketika mereka kembali ke posisi semula, mereka memancarkan sinyal yang ditangkap oleh sensor magnetik untuk membuat gambar. 5. Keunggulan dan Keterbatasan Sensor Magnetik Keunggulan: o Tidak memerlukan kontak fisik dengan objek yang dideteksi. o Mampu mendeteksi objek pada jarak jauh. o Dapat beroperasi dalam lingkungan keras atau berdebu. Keterbatasan: o Terbatas pada objek yang memiliki sifat magnetik atau mampu mengganggu medan magnet. o Sensitif terhadap interferensi dari medan magnet eksternal. 6. Kesimpulan Sensor magnetik adalah komponen penting dalam banyak teknologi modern, mulai dari aplikasi sehari-hari hingga teknologi canggih. Dengan prinsip kerja yang memanfaatkan perubahan medan magnet, sensor ini mampu mendeteksi berbagai parameter seperti posisi, kecepatan, dan arah, menjadikannya sangat serbaguna dalam berbagai industri. NAMA : Alfa Dio Tri Wijaya NIM : 23050874135 KELAS : TE 2023 – E TUGAS SENSOR DAN AKTUATOR SENSOR SUARA Sensor merupakan perangkat yang dapat mendeteksi perubahan dalam lingkungan fisik atau kimia dan mengubahnya menjadi sinyal yang dapat diukur, baik dalam bentuk analog maupun digital. Sensor suara adalah tipe sensor yang berfungsi untuk mendeteksi gelombang suara dan mengkonversinya menjadi sinyal listrik. Terdapat berbagai macam sensor, termasuk sensor analog dan sensor pasif. Dalam konteks sensor suara, pemahaman mengenai karakteristik kedua jenis sensor ini sangat penting, karena hal tersebut akan memengaruhi respons sensor terhadap sinyal suara dan cara pemrosesan sinyal lebih lanjut. 1. Sensor analog adalah perangkat yang menghasilkan sinyal kontinu yang mencerminkan fenomena fisik seperti suara, cahaya, atau suhu. Pada sensor suara analog, output yang dihasilkan berupa sinyal listrik yang bervariasi secara terus- menerus seiring dengan perubahan intensitas suara yang diterima. Sensor ini memungkinkan pengukuran yang lebih halus dan presisi dalam mendeteksi perubahan, sehingga sangat berguna dalam aplikasi seperti sistem audio dan pengolahan suara. Dengan kemampuannya untuk menangkap nuansa halus dari gelombang suara, sensor analog menjadi pilihan utama dalam berbagai teknologi akustik. Karakteristik sensor suara analog : Sinyal Kontinu : Menghasilkan sinyal listrik yang bervariasi secara terus- menerus sesuai dengan intensitas suara. Sensitivitas Tinggi : Dapat mendeteksi suara dengan tingkat intensitas yang sangat rendah. Frekuensi Respon : Mampu menangkap rentang frekuensi suara, biasanya dari 20 Hz hingga 20 kHz. Linearitas : Respons output yang relatif proporsional terhadap perubahan suara, memberikan akurasi yang baik. Simplicity : Struktur yang lebih sederhana dibandingkan dengan sensor digital, memudahkan penggunaan dan integrasi. Noise Level : Mungkin menghasilkan tingkat kebisingan tertentu, yang dapat mempengaruhi kualitas sinyal. Respon Waktu : Umumnya memiliki respon waktu yang cepat, ideal untuk aplikasi real-time. 2. Salah satu contoh sensor suara analog yang umum digunakan adalah mikrofon kondensor dan mikrofon dinamis. Kedua jenis mikrofon ini bekerja dengan cara mengubah getaran suara menjadi sinyal listrik secara langsung, tanpa melalui proses digitalisasi terlebih dahulu. Karakteristik Sensor Suara Pasif Tidak memerlukan sumber daya eksternal : Sensor ini beroperasi tanpa membutuhkan daya tambahan dari luar, karena mereka memanfaatkan energi dari suara yang ditangkap. Mengubah gelombang suara menjadi sinyal listrik : Prinsip kerjanya adalah dengan mendeteksi gelombang suara dan mengonversinya langsung menjadi sinyal listrik tanpa proses digitalisasi atau pengolahan lebih lanjut. Responsif terhadap lingkungan : Sensor suara pasif biasanya lebih sensitif terhadap perubahan suara di lingkungan, karena mereka hanya bergantung pada energi suara itu sendiri. Efisiensi energi : Karena tidak memerlukan sumber daya eksternal, sensor ini sangat efisien dalam hal penggunaan energi. Sederhana dan reliabel : Tanpa komponen tambahan yang membutuhkan daya, sensor ini cenderung memiliki desain yang lebih sederhana dan dapat diandalkan dalam berbagai kondisi operasi. Contoh sensor suara pasif mencakup beberapa jenis mikrofon piezoelektrik, yang beroperasi dengan memanfaatkan getaran suara untuk menghasilkan tegangan listrik. Perbandingan dan Aplikasi Sensor analog maupun sensor pasif memiliki peran yang penting dalam teknologi, tergantung pada kebutuhan spesifik aplikasinya. Sensor suara analog umumnya digunakan dalam aplikasi yang membutuhkan pengambilan data secara real-time dengan tingkat presisi yang tinggi, seperti pada rekaman audio profesional atau alat bantu dengar. Di sisi lain, sensor pasif lebih sesuai untuk aplikasi yang tidak memerlukan respon cepat dan lebih mengutamakan efisiensi daya, seperti perangkat IoT sederhana atau sistem pemantauan lingkungan di lokasi terpencil yang tidak memiliki pasokan daya stabil. Kesimpulan Sensor suara merupakan komponen krusial dalam berbagai aplikasi, mulai dari teknologi komunikasi hingga perangkat pintar. Baik sensor analog maupun sensor pasif memiliki kelebihan masing-masing yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Sensor analog unggul dalam hal presisi dan kecepatan respon, sementara sensor pasif menawarkan efisiensi energi dan desain yang lebih sederhana. Memilih sensor yang tepat sangat penting untuk memastikan kinerja optimal dalam berbagai aplikasi. NAMA : Maulana Fahmi NIM : 23050864083 KELAS: 2023 TE C TUGAS SENSOR DAN AKTUATOR SENSOR SUARA Sensor adalah perangkat yang mendeteksi perubahan dalam lingkungan fisik atau kimia dan mengubahnya menjadi sinyal yang dapat diukur, baik secara analog maupun digital. Sensor suara adalah jenis sensor yang mendeteksi gelombang suara dan mengubahnya menjadi sinyal listrik. Terdapat berbagai jenis sensor, salah satunya adalah sensor analog dan sensor pasif. Dalam konteks sensor suara, pemahaman tentang karakteristik kedua jenis sensor ini sangat penting karena menentukan bagaimana sensor tersebut merespons sinyal suara dan bagaimana sinyal tersebut diproses lebih lanjut. 1. Sensor Analog Sensor analog adalah perangkat yang menghasilkan sinyal kontinu yang merepresentasikan fenomena fisik seperti suara, cahaya, atau suhu. Pada sensor suara analog, output yang dihasilkan berupa sinyal listrik yang berubah secara kontinu sesuai dengan intensitas suara yang diterima. Karakteristik Sensor Suara Analog: Respon Linier: Sensor suara analog memberikan respon linier terhadap input suara, artinya perubahan kecil dalam suara akan menghasilkan perubahan yang proporsional dalam sinyal output. Sinyal Kontinu: Sensor analog menghasilkan sinyal yang kontinu, sehingga sinyal suara direkam secara real-time tanpa putus. Presisi Tinggi: Karena bekerja dengan sinyal kontinu, sensor analog mampu menangkap detail suara dengan lebih baik dibandingkan sensor digital, terutama pada frekuensi rendah. Pemrosesan Langsung: Sensor suara analog umumnya tidak memerlukan konversi tambahan sebelum diproses, sehingga dapat digunakan secara langsung untuk aplikasi yang memerlukan respon cepat. Contoh umum sensor suara analog adalah mikrofon kondensor atau mikrofon dinamis, yang keduanya bekerja dengan mengubah getaran suara menjadi sinyal listrik tanpa proses digitalisasi awal. 2. Sensor Pasif Sensor pasif adalah jenis sensor yang tidak memerlukan sumber daya eksternal untuk beroperasi. Mereka berfungsi dengan mendeteksi dan mengubah energi dari lingkungan menjadi sinyal listrik. Sensor suara pasif bekerja berdasarkan prinsip ini, di mana gelombang suara ditangkap dan diubah menjadi energi listrik tanpa memerlukan daya tambahan dari luar. Karakteristik Sensor Suara Pasif: Tidak Memerlukan Daya Listrik: Sensor suara pasif tidak memerlukan catu daya eksternal untuk beroperasi, yang membuatnya efisien dalam hal konsumsi daya. Respon Lambat: Karena tidak menggunakan energi eksternal untuk meningkatkan sinyal input, sensor pasif biasanya memiliki respon yang lebih lambat dibandingkan sensor aktif. Sederhana dan Tahan Lama: Sensor pasif umumnya lebih sederhana dalam desainnya dan lebih tahan lama karena tidak banyak komponen elektronik yang digunakan. Hal ini menjadikannya cocok untuk aplikasi jangka panjang yang tidak memerlukan perawatan intensif. Keterbatasan Dalam Frekuensi Tinggi: Sensor pasif umumnya kurang sensitif terhadap frekuensi suara yang lebih tinggi karena terbatas dalam menghasilkan sinyal yang kuat dari input suara dengan frekuensi tinggi. Contoh sensor suara pasif termasuk beberapa jenis mikrofon piezoelektrik, yang bekerja dengan memanfaatkan getaran suara untuk menghasilkan tegangan listrik. Perbandingan dan Aplikasi Baik sensor analog maupun sensor pasif memiliki tempat dalam dunia teknologi, tergantung pada kebutuhan spesifik aplikasi. Sensor analog suara biasanya digunakan dalam aplikasi yang memerlukan pengambilan data secara real-time dan dengan tingkat presisi yang tinggi, seperti dalam rekaman audio profesional atau alat bantu dengar. Di sisi lain, sensor pasif cocok untuk aplikasi yang tidak memerlukan respon cepat dan lebih berfokus pada penghematan daya, seperti perangkat IoT sederhana atau sistem monitoring lingkungan yang bekerja di lokasi terpencil tanpa catu daya yang konsisten. Kesimpulannya ialah, Sensor suara adalah komponen penting dalam berbagai aplikasi, mulai dari teknologi komunikasi hingga perangkat pintar. Baik sensor analog maupun sensor pasif memiliki keunggulan masing-masing yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. Sensor analog unggul dalam hal presisi dan respon cepat, sementara sensor pasif menawarkan efisiensi daya dan desain yang lebih sederhana. Pemilihan sensor yang tepat sangat penting untuk memastikan kinerja yang optimal dalam aplikasi yang berbeda. Nama : Mohammad Nasrul NIM : 23050874032 Kelas : Teknik Elektro 2023 A SENSOR SUHU Sensor suhu adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi atau mengukur suhu, baik pada suatu pada suatu benda, ruang, atau lingkungan. Sensor ini bekerja dengan mengubah perubahan suhu menjadi sinyal listrik yang dapat dibaca atau diukur oleh sistem.Sensor suhu ini dapat digunakan meliputi peralatan rumah tangga (seperti AC), perangkat medis, hingga kontrol industri. SENSOR SUHU TERMOKOPEL(THERMOCOUPLE) Termokopel adalah sensor suhu yang bekerja berdasarkan efek thermo-electric, menggunakan dua jenis logam konduktor yang digabungkan pada ujungnya. Sensor ini mendeteksi suhu melalui perbedaan suhu antara dua logam tersebut, di mana satu logam berfungsi sebagai referensi dengan suhu konstan, dan yang lain mendeteksi panas. Termokopel populer karena responnya yang cepat, rentang suhu operasional yang luas (-200°C hingga 2000°C), serta tahan terhadap goncangan dan getaran, menjadikannya cocok untuk berbagai aplikasi elektronik terkait suhu. CARA KERJA SENSOR TERMOKOPEL(THERMOCOUPLE) Sensor termokopel bekerja berdasarkan efek Seebeck, di mana dua jenis logam yang berbeda disambungkan pada dua titik (junction). Ketika terdapat perbedaan suhu antara titik sambungan dan ujung bebasnya, sebuah tegangan listrik akan dihasilkan yang sebanding dengan perbedaan suhu tersebut. Tegangan yang dihasilkan tergantung pada jenis logam yang digunakan serta suhu yang terukur. Ketika suhu pada salah satu ujung sambungan meningkat, elektron dalam logam yang lebih panas akan bergerak lebih aktif, menghasilkan aliran arus yang memicu tegangan pada ujung lainnya. Tegangan ini diukur dan dikonversi menjadi nilai suhu menggunakan tabel kalibrasi atau algoritma yang sesuai untuk jenis termokopel yang digunakan. Sensor termokopel sangat populer karena kemampuannya untuk beroperasi pada rentang suhu yang luas, respons cepat, dan biaya yang relatif rendah, sehingga sering digunakan dalam berbagai aplikasi industri, otomotif, dan pemantauan lingkungan. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SENSOR TERMOKOPEL(THERMOCOUPLE): KELEBIHAN : 1.Rentang Suhu yang Luas:Termokopel dapat digunakan untuk mengukur suhu dari sangat rendah hingga sangat tinggi, membuatnya ideal untuk berbagai aplikasi, termasuk suhu ekstrem. 2.Respon Cepat:Termokopel memiliki waktu respons yang cepat terhadap perubahan suhu, sehingga cocok untuk aplikasi yang memerlukan pengukuran suhu yang cepat dan akurat. 3.Konstruksi Sederhana:Desainnya yang sederhana membuat termokopel mudah diproduksi dan diintegrasikan ke dalam berbagai sistem. 4.Biaya Rendah:Termokopel umumnya lebih murah dibandingkan dengan sensor suhu lainnya, seperti RTD, menjadikannya pilihan ekonomis untuk banyak aplikasi. 5.Ketersediaan:Tersedia dalam berbagai jenis dan ukuran, serta dapat disesuaikan dengan kebutuhan spesifik aplikasi. 6.Tidak Memerlukan Sumber Daya Eksternal:Termokopel menghasilkan tegangan listrik secara langsung dari perbedaan suhu, sehingga tidak memerlukan sumber daya eksternal untuk pengoperasiannya. KEKURANGAN : 1.Akurasi Terbatas:Meskipun termokopel cukup akurat, mereka tidak seakurat sensor suhu lainnya seperti RTD dalam rentang suhu tertentu. 2.Non-linearitas:Hubungan antara tegangan yang dihasilkan dan suhu tidak selalu linier, sehingga perlu kalibrasi dan penggunaan tabel konversi untuk mendapatkan pembacaan suhu yang tepat. 3.Pengaruh Lingkungan:Termokopel dapat terpengaruh oleh kondisi lingkungan, seperti medan magnet dan interferensi elektromagnetik, yang dapat memengaruhi pembacaan. 4.Keausan:Termokopel, terutama yang terbuat dari logam, dapat mengalami keausan dan korosi seiring waktu, terutama dalam lingkungan yang ekstrem. 5.Keterbatasan Penggunaan di Lingkungan Basah:Beberapa jenis termokopel mungkin tidak cocok untuk digunakan dalam lingkungan yang sangat lembab atau basah tanpa perlindungan tambahan. SENSOR SUHU RESISTIVE TEMPERATURE DETECTOR (RTD) RTD (Resistance Temperature Detector) adalah sensor suhu yang bekerja berdasarkan prinsip perubahan resistansi (hambatan) pada material logam akibat perubahan suhu. Material logam yang umum digunakan dalam RTD adalah platinum, nikel, atau tembaga, dengan platinum (Pt100) menjadi yang paling umum karena stabilitas dan keakuratannya. CARA KERJA SENSOR SUHU RESISTIVE TEMPERATURE DETECTOR (RTD) ketika suhu meningkat, resistansi dari material logam akan meningkat secara linear. RTD umumnya digunakan dalam pengukuran suhu yang presisi dengan rentang suhu antara -200°C hingga sekitar 600°C. Karena stabilitas dan akurasi tinggi, RTD sering digunakan dalam aplikasi industri dan ilmiah yang membutuhkan pengukuran suhu yang tepat. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN DARI SENSOR SUHU RESISTIVE TEMPERATURE DETECTOR (RTD) KELEBIHAN. 1.Akurasi Tinggi: RTD memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sensor suhu lainnya, terutama dalam kisaran suhu rendah hingga menengah. 2.Stabilitas Jangka Panjang: RTD memiliki stabilitas yang sangat baik dari waktu ke waktu, artinya kalibrasi tidak sering dibutuhkan dan perubahan nilainya lambat seiring dengan penggunaan. 3.Linearitas yang Baik: Respons RTD terhadap perubahan suhu cukup linier dibandingkan dengan termokopel atau sensor suhu lainnya, yang memudahkan pengguna untuk melakukan pengukuran tanpa perlu banyak kompensasi. 4.Rentang Pengukuran Luas: RTD umumnya dapat digunakan untuk mengukur suhu dari -200°C hingga 600°C (bergantung pada material), meskipun untuk aplikasi suhu yang lebih tinggi, material yang berbeda mungkin dibutuhkan. 5.Reproduksibilitas yang Baik: Pengukuran dengan RTD dapat diulangi dengan hasil yang sangat konsisten, menjadikannya pilihan yang baik untuk aplikasi yang memerlukan pengulangan data yang presisi. KEKURANGAN. 1.Respon Lebih Lambat: RTD memiliki waktu respons yang lebih lambat dibandingkan dengan sensor suhu jenis lain, seperti termokopel, karena ukuran fisik yang lebih besar dan bahan yang digunakan. 2.Sensitif terhadap Kerusakan Mekanis: RTD, terutama yang terbuat dari kawat platina, bisa lebih mudah rusak secara mekanis dibandingkan dengan sensor lain yang lebih tahan terhadap benturan atau getaran. 3.Memerlukan Arus Eksternal: Karena merupakan sensor pasif, RTD memerlukan sumber arus eksternal untuk mengukur resistansi, dan arus ini dapat menyebabkan self-heating jika terlalu besar, sehingga mengganggu pengukuran. 4.Non-ideal untuk Suhu Ekstrem: Meskipun RTD bekerja baik di rentang suhu yang luas, mereka tidak selalu ideal untuk pengukuran suhu yang sangat tinggi (misalnya, di atas 600°C) di mana termokopel bisa menjadi pilihan yang lebih baik. SENSOR SUHU THERMISTOR Thermistor adalah jenis sensor suhu yang bekerja berdasarkan perubahan resistansi listrik akibat perubahan suhu, dengan kata "thermistor" merupakan singkatan dari "thermally sensitive resistor." Thermistor biasanya terbuat dari material semikonduktor keramik yang sangat sensitif terhadap suhu. Ada dua jenis utama thermistor berdasarkan karakteristik perubahan resistansinya: NTC (Negative Temperature Coefficient), di mana resistansi menurun saat suhu meningkat dan paling umum digunakan dalam aplikasi sensor suhu, serta PTC (Positive Temperature Coefficient), di mana resistansi meningkat saat suhu meningkat dan biasanya digunakan dalam aplikasi seperti pengaman arus berlebih atau sakelar termal. CARA KERJA SENSOR SUHU THERMISTOR : Cara kerja sensor suhu thermistor didasarkan pada perubahan resistansi listrik yang dipengaruhi oleh perubahan suhu. Thermistor terbuat dari bahan semikonduktor yang sensitif terhadap suhu, dan resistansinya akan berubah secara signifikan dengan adanya fluktuasi suhu. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN SENSOR SUHU THERMISTOR : KELEBIHAN : 1.Sensitivitas Tinggi:Thermistor sangat sensitif terhadap perubahan suhu kecil, sehingga dapat memberikan pembacaan suhu yang akurat. 2.Respon Cepat:Memiliki waktu respons yang cepat, sehingga dapat merespon perubahan suhu dengan segera. 3.Biaya Rendah:Umumnya lebih murah dibandingkan dengan sensor suhu lainnya seperti RTD dan termokopel, membuatnya lebih ekonomis untuk berbagai aplikasi. 4.Ukuran Kecil:Thermistor biasanya memiliki ukuran kecil, memungkinkan penggunaannya dalam aplikasi dengan ruang terbatas. 5.Akurasi Tinggi:Dengan kalibrasi yang tepat, thermistor dapat memberikan akurasi yang sangat baik dalam rentang suhu tertentu. KEKURANGAN : 1.Rentang Suhu Terbatas:Thermistor memiliki rentang suhu yang lebih terbatas dibandingkan dengan sensor suhu lainnya, seperti termokopel dan RTD. Ini membuatnya kurang cocok untuk aplikasi di suhu ekstrem. 2.Non-linearitas:Perubahan resistansi terhadap suhu tidak selalu linier, sehingga memerlukan kalibrasi dan pemrograman yang lebih rumit untuk menghasilkan pembacaan yang akurat. 3.Keterbatasan Lingkungan:Thermistor dapat terpengaruh oleh faktor lingkungan seperti kelembapan dan tekanan, yang dapat memengaruhi akurasi pembacaan. 4.Stabilitas Jangka Panjang:Meskipun akurasi tinggi, beberapa thermistor mungkin mengalami drift atau perubahan karakteristik seiring waktu, terutama dalam kondisi ekstrem. 5.Overheating:Terlalu banyak paparan suhu tinggi dapat merusak thermistor dan mengubah karakteristiknya, sehingga mengurangi keandalannya. KESIMPULAN : Sensor suhu adalah alat penting yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur suhu dalam berbagai aplikasi, mulai dari peralatan rumah tangga hingga sistem industri. Terdapat beberapa jenis sensor suhu, termasuk termokopel, RTD, dan thermistor, masing-masing memiliki prinsip kerja, kelebihan, dan kekurangan yang berbeda. Termokopel dikenal karena rentang suhu yang luas dan respons cepat, sementara RTD menawarkan akurasi tinggi dan stabilitas jangka panjang. Di sisi lain, thermistor sangat sensitif dan murah, tetapi memiliki rentang suhu yang terbatas. Pemilihan jenis sensor suhu yang tepat bergantung pada kebutuhan spesifik aplikasi, lingkungan, dan anggaran. Nama: Alya Luna Rahmania NIM: 23050874025 Kelas: Teknik Elektro 2023 A Sensor Jarak Sensor jarak merupakan perangkat teknologi yang dirancang untuk mendeteksi keberadaan dan mengukur jarak objek tanpa memerlukan kontak fisik. Dengan memanfaatkan berbagai prinsip fisika, seperti gelombang suara ultrasonik, radiasi inframerah, serta medan elektromagnetik, sensor ini mampu memberikan informasi akurat mengenai jarak antara sensor dan objek yang terdeteksi. Dalam dunia otomotif, sensor jarak berperan penting dalam sistem parkir otomatis dan penghindaran rintangan, memungkinkan kendaraan untuk beroperasi dengan lebih aman dan efisien. Sementara itu, dalam sektor industri, sensor ini digunakan untuk memantau posisi dan kehadiran barang dalam proses produksi, meningkatkan otomatisasi dan efisiensi operasional. Keunggulan utama dari sensor jarak adalah kemampuannya untuk berfungsi tanpa kontak langsung, yang tidak hanya meningkatkan keandalan perangkat tetapi juga memperpanjang umur operasionalnya dengan mengurangi keausan mekanis. Selain itu, sensor jarak dapat diintegrasikan dengan sistem kontrol dan perangkat lunak canggih untuk menciptakan solusi yang lebih kompleks dalam navigasi robotika dan aplikasi cerdas lainnya. Dengan perkembangan teknologi yang terus berlanjut, sensor jarak semakin menjadi komponen vital dalam inovasi teknologi modern, mendukung berbagai aplikasi mulai dari perangkat konsumen hingga sistem industri yang lebih canggih. Sensor jarak memilikki banyak jenis berdasarkan dengan prinsip kerja maupun gelombang yang dipancarkan, salah satunya ialah: Sensor Jarak Inframerah Sensor jarak inframerah adalah perangkat yang menggunakan cahaya inframerah untuk mendeteksi keberadaan objek dan mengukur jarak antara sensor dan objek tersebut. Sensor ini bekerja dengan memancarkan sinar inframerah dari pemancar, yang kemudian dipantulkan oleh objek dan diterima kembali oleh detektor. Dengan memanfaatkan prinsip triangulasi, sensor dapat menghitung jarak berdasarkan sudut dan intensitas cahaya yang dipantulkan. Sensor jarak inframerah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi, termasuk sistem keamanan, pengukuran jarak, serta perangkat elektronik seperti remote control dan otomatisasi rumah, karena kemampuannya untuk beroperasi dengan baik dalam kondisi pencahayaan yang beragam dan ukurannya yang relatif kecil. Sensor inframerah termasuk dalam kategori sensor jarak aktif karena cara kerjanya yang memancarkan sinar inframerah untuk mendeteksi objek di sekitarnya. Pada sensor ini, cahaya inframerah dipancarkan dari pemancar (misalnya, LED IR) dan ketika cahaya tersebut mengenai objek, sebagian dari cahaya tersebut akan dipantulkan kembali ke sensor. Proses ini memungkinkan sensor untuk mengukur jarak berdasarkan sudut dan intensitas cahaya yang dipantulkan. Dengan demikian, sensor inframerah secara aktif menghasilkan sinyal yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan objek, berbeda dengan sensor pasif yang hanya merespons sinyal yang ada di lingkungan. Selain itu, sensor inframerah juga termasuk dalam kategori sensor digital karena output yang dihasilkan berupa sinyal digital. Ketika objek terdeteksi, sensor akan memberikan sinyal dalam bentuk logika (misalnya, HIGH atau LOW) yang menunjukkan keberadaan objek tersebut. Hal ini membuatnya sangat cocok untuk aplikasi yang memerlukan pengukuran jarak secara cepat dan efisien, seperti dalam sistem keamanan dan otomatisasi. Kelebihan dari output digital ini adalah kemampuannya untuk mudah diintegrasikan dengan sistem kontrol berbasis mikrokontroler atau komputer, sehingga memungkinkan pengolahan data yang lebih lanjut dan respons yang lebih cepat terhadap perubahan lingkungan. A. Prinsip Kerja 1. Komponen Utama › Pemancar Inframerah: Komponen ini biasanya berupa LED (Light Emitting Diode) yang memancarkan cahaya inframerah. Cahaya ini tidak terlihat oleh mata manusia tetapi dapat terdeteksi oleh sensor. › Detektor Inframerah: Detektor ini dapat berupa photodiode atau phototransistor yang berfungsi untuk menerima cahaya inframerah yang dipantulkan dari objek. Detektor ini mengubah cahaya yang diterima menjadi sinyal listrik. 2. Prinsip Triangulasi › Sensor jarak inframerah bekerja berdasarkan prinsip triangulasi, di mana jarak diukur dengan menggunakan sudut dan intensitas cahaya yang dipantulkan. › Ketika cahaya inframerah dipancarkan, cahaya tersebut mengenai objek dan sebagian dari cahaya itu dipantulkan kembali ke detektor. 3. Proses Kerja › Pancaran Cahaya: Sensor mulai bekerja dengan memancarkan cahaya inframerah dari LED. Cahaya ini bergerak dalam garis lurus menuju objek. › Pantulan Cahaya: Ketika cahaya inframerah mengenai objek, sebagian dari cahaya tersebut akan dipantulkan kembali ke arah sensor. Sudut pantulan bergantung pada bentuk dan permukaan objek. › Penerimaan Cahaya: Detektor (photodiode atau phototransistor) menangkap cahaya inframerah yang dipantulkan. Detektor ini sensitif terhadap panjang gelombang cahaya inframerah dan dapat mengenali intensitas cahaya yang diterima. › Konversi Cahaya ke Sinyal: Energi cahaya yang diterima oleh detektor diubah menjadi sinyal listrik. Proses ini melibatkan efek fotolistrik, di mana foton yang mengenai detektor menghasilkan arus listrik. › Pengukuran Jarak: Sensor kemudian menganalisis waktu perjalanan dari pemancaran hingga penerimaan sinyal serta intensitas sinyal untuk menghitung jarak objek. Jika menggunakan metode triangulasi, sudut antara pemancar dan detektor juga diperhitungkan. 4. Output Sensor Sensor jarak inframerah dapat menghasilkan output dalam dua bentuk: ›Sinyal Digital: Menunjukkan keberadaan objek dengan logika (HIGH atau LOW). Ini berguna untuk aplikasi sederhana seperti alarm atau pengendali otomatis. › Sinyal Analog: Memberikan nilai tegangan yang berbanding terbalik dengan jarak, memungkinkan pengukuran jarak yang lebih akurat dan kontinu. 5. Aplikasi Utama Sensor jarak inframerah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi, antara lain: › Sistem Keamanan: Untuk mendeteksi gerakan atau keberadaan orang di area tertentu. › Pengukuran Jarak: Dalam robotika dan otomasi industri untuk menghindari rintangan. › Perangkat Konsumen: Digunakan dalam remote control TV dan perangkat elektronik lainnya. › Otomatisasi Rumah: Dalam sistem pencahayaan otomatis dan perangkat pintar lainnya. 6. Kelebihan › Kemampuan Operasional: Sensor jarak inframerah dapat beroperasi dengan baik dalam berbagai kondisi pencahayaan, baik terang maupun gelap. › Ukuran Kompak: Desainnya yang kecil dan ringan memudahkan integrasi ke dalam berbagai sistem dan perangkat. › Biaya Efektif: Sensor ini relatif murah dibandingkan dengan teknologi pengukuran jarak lainnya, seperti lidar atau radar. › Respons Cepat: Sensor dapat memberikan pembacaan secara real-time, memungkinkan reaksi cepat terhadap perubahan lingkungan. Sensor Jarak Lidar Sensor jarak Lidar (Light Detection and Ranging) adalah teknologi pengukuran yang memanfaatkan cahaya laser untuk mengukur jarak antara sensor dan objek di sekitarnya. LiDAR merupakan metode penginderaan jauh yang memanfaatkan cahaya laser dalam proses pengukuran. Dengan cara mengirimkan pulsa laser ke objek dan mengukur waktu yang diperlukan agar pulsa tersebut kembali ke sensor, Lidar dapat menghitung jarak dengan tingkat akurasi yang tinggi. Lidar adalah sistem penginderaan jauh aktif yang menghasilkan energi dalam bentuk cahaya untuk mengukur berbagai elemen di permukaan tanah. Cahaya dari laser dipancarkan dengan cepat, bergerak menuju tanah, dan dipantulkan kembali dari objek seperti bangunan dan cabang pohon. Energi yang dipantulkan kembali dicatat oleh sensor Lidar. Sistem ini mengukur waktu yang dibutuhkan cahaya untuk pergi ke tanah dan kembali, yang dikenal sebagai waktu tempuh dua arah. Waktu tersebut digunakan untuk menghitung jarak dan mengonversinya menjadi elevasi. Proses ini melibatkan komponen seperti GPS untuk menentukan lokasi dan Unit Pengukuran Inersia (IMU) untuk orientasi bidang di langit. Sensor jarak Lidar termasuk dalam kategori sensor jarak digital karena ia menghasilkan data yang disimpan dalam format digital setelah melakukan pengukuran. Lidar mengukur jarak dengan memancarkan cahaya laser dan mengukur waktu yang diperlukan untuk cahaya tersebut kembali setelah dipantulkan oleh objek. Data yang diperoleh dari pengukuran ini diolah menggunakan komponen elektronik dan kemudian dikonversi menjadi informasi digital yang dapat dianalisis dan dimanipulasi dengan mudah. Selain itu, Lidar menawarkan tingkat akurasi tinggi dalam pengukuran jarak, yang sangat penting untuk aplikasi pemetaan dan survei. Kemudahan integrasi dengan teknologi modern, seperti sistem GIS (Geographic Information Systems), juga menunjukkan bahwa data digital dari Lidar dapat dimanfaatkan secara efisien dalam berbagai analisis dan aplikasi. Dengan demikian, semua karakteristik ini menegaskan bahwa sensor jarak Lidar adalah sensor jarak digital. A. Prinsip Kerja 1. Komponen Utama › Lasser Transmitter: Memancarkan pulsa cahaya laser ke objek yang ingin diukur. Sinar laser ini merupakan sumber energi yang digunakan untuk pengukuran jarak. › Sensor Penerima: Mendeteksi dan menangkap cahaya laser yang dipantulkan kembali setelah mengenai objek. › Unit Pengolahan data: Mengolah data yang dikumpulkan dari sensor penerima, menghitung waktu tempuh cahaya, dan menghasilkan informasi jarak serta data topografi. › GPS: Menentukan lokasi geografis (koordinat X, Y, Z) dari pengukuran yang dilakukan oleh sensor Lidar › IMU(Inertial Measurement Unit): Memberikan informasi tentang orientasi dan pergerakan sensor dalam ruang (roll, pitch, dan yaw) saat pengukuran dilakukan.Sistem Penyimpanan: Menyimpan data yang dikumpulkan untuk analisis lebih lanjut. › Software Pengolahan Data: Memfasilitasi analisis data yang diperoleh dari pengukuran Lidar. 2. Proses Kerja › Pengiriman Pulsa: Sensor Lidar mulai dengan memancarkan pulsa cahaya laser ke arah objek di sekitarnya. Pulsa ini biasanya dikirimkan dengan frekuensi yang sangat tinggi, bahkan mencapai ratusan ribu pulsa per detik. › Reflekai Cahaya: Setelah pulsa laser mengenai objek (seperti tanah, bangunan, atau vegetasi), cahaya tersebut akan dipantulkan kembali ke arah sensor. › Pengukuran Waktu Tempuh: Sensor Lidar mencatat waktu yang dibutuhkan oleh pulsa cahaya untuk pergi ke objek dan kembali. Ini dikenal sebagai waktu tempuh dua arah. › Pengolahan data: Data yang diperoleh dari pengukuran jarak diolah menggunakan unit pengolahan data. Data tersebut bisa mencakup informasi tentang posisi (dari GPS) dan orientasi (dari IMU). › Penyimpana dan Analisis Data: Data yang telah diproses disimpan dalam media penyimpanan, baik internal maupun eksternal. › Visualisasi: Setelah analisis, hasil pengukuran dapat divisualisasikan dalam bentuk peta, model 3D, atau representasi grafis lainnya. 3. Aplikasi Utama Sensor jarak inframerah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi, antara lain: › Pemetaan dan Survei: pengumpulan data topografi untuk menghasilkan peta yang akurat dan terperinci dari suatu area. › Penginderaan Jauh: mengumpulkan informasi tentang objek atau area dari jarak jauh, biasanya menggunakan pesawat terbang atau satelit. › Pemodelan 3D: untuk menciptakan representasi tiga dimensi dari objek atau lanskap. › Perencanaan Infrastruktur: untuk memetakan dan merencanakan pembangunan infrastruktur, termasuk jalan, jembatan, dan utilitas. Data yang diperoleh memberikan detail tentang kontur tanah dan fitur di sekitarnya. 4. Kelebihan › Akurasi Tinggi: mampu menghasilkan pengukuran jarak yang sangat akurat, sering kali dalam rentang beberapa sentimeter. › Pengumpulan Data Yang Cepat: dapat mengumpulkan data dalam jumlah besar dengan cepat. Beberapa sistem dapat menghasilkan hingga 150.000 hingga 1.000.000 titik data per detik, memungkinkan pemetaan area yang luas dalam waktu singkat. › Kemapuan Menembus Vegetasi: Mampu untuk menembus kanopi vegetasi. Dapat memungkinkan LiDAR untuk mengukur ketinggian tanah di bawah pohon dan vegetasi lainnya, memberikan data topografi yang lebih akurat di area berhutan. › Analisis Yang fleksibel: Data LiDAR dapat dianalisis dengan berbagai perangkat lunak GIS dan alat analisis lainnya. Nama : Willy Hartono NIM : 2305084029 Kelas : TE 2023A Mata Kuliah : Sensor dan Aktuator SENSOR SUHU Sensor suhu adalah perangkat yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur suhu suatu objek atau lingkungan. Sensor ini dapat mengubah informasi suhu menjadi sinyal yang dapat dibaca, baik dalam bentuk analog maupun digital. 1. Karakteristik Rentang Suhu: Rentang suhu yang dapat diukur oleh sensor. Termokopel, misalnya, dapat mengukur suhu dari -200°C hingga 1750°C, sementara termistor lebih terbatas. Respon Waktu: Waktu yang diperlukan sensor untuk mencapai 63.2% dari perubahan suhu akhir. Sensor dengan respon cepat diperlukan untuk aplikasi dinamis. Stabilitas dan Reproduksibilitas: Stabilitas merujuk pada kemampuan sensor untuk mempertahankan akurasi dalam jangka waktu lama. Reproduksibilitas adalah kemampuan sensor untuk memberikan hasil yang sama dalam pengukuran berulang pada kondisi yang sama. Kalibrasi: Proses penyesuaian sensor untuk memastikan akurasi. Kalibrasi berkala diperlukan untuk menjaga kinerja sensor. Ketahanan Lingkungan: Beberapa sensor dirancang untuk tahan terhadap kondisi ekstrem seperti kelembaban tinggi, tekanan, atau bahan kimia korosif. Ukuran dan Bentuk: Sensor suhu tersedia dalam berbagai ukuran dan bentuk, dari yang sangat kecil untuk aplikasi elektronik hingga yang lebih besar untuk aplikasi industri. 2. Jenis Sensor Suhu dan Penjelasannya Termokopel Termokopel bekerja berdasarkan efek seeckback, yang menyatakan bahwa ketika dua logam berbeda disambungkan di dua titik dan ada perbedaan suhu antara titik-titik tersebut, akan dihasilkan tegangan listrik yang sebanding dengan perbedaan suhu tersebut. Tegangan ini dapat diukur dan dikonversi menjadi nilai suhu. Termokopel termasuk dalam kategori sensor analog. Ini karena termokopel menghasilkan sinyal tegangan listrik yang kontinu dan sebanding dengan suhu yang diukur. Tegangan ini tidak dalam bentuk digital (0s dan 1s) tetapi dalam bentuk analog yang memerlukan konversi lebih lanjut jika ingin dibaca oleh sistem digital. Termokopel sendiri memiliki banyak jenis yaitu Tipe K, Tipe J, Tipe E, Tipe N, Tipe S, Tipe R, dan Tipe B. Pada contoh gambar diatas menggunakan Termokopel Tipe K yang sering digunakan dalam aplikasi industri karena rentang suhu yang luas (-200°C hingga 1260°C) dan biaya yang relatif rendah. Termokopel adalah sensor suhu yang sangat serbaguna dan digunakan dalam berbagai aplikasi di berbagai industri: 1) Industri Manufaktur: Pemrosesan Logam: Termokopel digunakan untuk memantau suhu dalam proses peleburan, pengecoran, dan pengolahan logam. Jenis termokopel yang tahan suhu tinggi seperti tipe S, R, dan B sering digunakan. Pengolahan Kimia: Dalam industri kimia, termokopel digunakan untuk mengontrol suhu reaksi kimia, yang penting untuk keselamatan dan efisiensi proses. 2) Pembangkit Listrik: Pemantauan Boiler: Termokopel digunakan untuk mengukur suhu dalam boiler dan turbin untuk memastikan operasi yang aman dan efisien. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dan Fosil: Termokopel digunakan untuk memantau suhu di berbagai bagian pembangkit listrik untuk memastikan operasi yang aman. RTD (Resistance Temperature Detector) RTD (Resistance Temperature Detector) adalah jenis sensor suhu yang mengukur suhu berdasarkan perubahan resistansi listrik dari bahan logam, biasanya platinum. RTD dikenal karena akurasi dan stabilitasnya yang tinggi dalam pengukuran suhu. RTD menghasilkan perubahan resistansi listrik yang sebanding dengan perubahan suhu. Resistansi ini adalah sinyal analog, yang berarti ia memiliki nilai kontinu yang dapat bervariasi secara halus sesuai dengan suhu yang diukur. Untuk membaca suhu dari RTD, sinyal resistansi biasanya diubah menjadi tegangan atau arus melalui rangkaian pengkondisian sinyal seperti jembatan Wheatstone. Tegangan atau arus ini kemudian dapat diukur dan dikonversi menjadi nilai suhu. RTD sebagai Sensor Pasif RTD memerlukan sumber arus eksternal untuk mengukur perubahan resistansinya. Arus ini mengalir melalui RTD, dan perubahan resistansi akibat perubahan suhu menyebabkan perubahan tegangan yang dapat diukur. Karena RTD adalah sensor analog dan pasif, diperlukan rangkaian pengkondisian sinyal untuk mengubah perubahan resistansi menjadi sinyal listrik yang dapat diukur. Ini biasanya melibatkan penggunaan sumber arus konstan dan rangkaian jembatan. RTD sendiri memiliki banyak jenis antara lain yaitu PT100, PT1000, dan lain-lain, di mana angka menunjukkan resistansi pada 0°C. Pada contoh gambar diatas menggunakan PT100. PT100 adalah RTD yang umum digunakan dalam aplikasi yang memerlukan akurasi tinggi, seperti dalam laboratorium dan kontrol proses industri. Berikut adalah beberapa pengaplikasian utama dari RTD: 1) Industri Makanan dan Minuman: Pasteurisasi dan Sterilisasi: RTD digunakan untuk memastikan suhu yang tepat tercapai dan dipertahankan selama proses pasteurisasi dan sterilisasi. Pengolahan Makanan: Digunakan untuk mengontrol suhu dalam oven industri, freezer, dan peralatan pemrosesan lainnya. 2) HVAC (Heating, Ventilation, and Air Conditioning): Kontrol Suhu: RTD digunakan dalam sistem HVAC untuk mengukur dan mengendalikan suhu udara dan air, meningkatkan efisiensi energi dan kenyamanan. Pemantauan Lingkungan: Digunakan untuk memantau suhu dalam bangunan komersial dan industri. Thermistor Thermistor adalah jenis sensor suhu yang mengukur suhu berdasarkan perubahan resistansi listrik yang signifikan dengan perubahan suhu. Thermistor umumnya terbuat dari bahan semikonduktor dan dikenal karena sensitivitasnya yang tinggi terhadap perubahan suhu. Thermistor menghasilkan perubahan resistansi yang sebanding dengan perubahan suhu. Resistansi ini adalah sinyal analog, yang berarti ia memiliki nilai kontinu yang dapat bervariasi secara halus sesuai dengan suhu yang diukur. Thermistor sebagai Sensor Pasif, Thermistor memerlukan sumber tegangan atau arus eksternal untuk mengukur perubahan resistansinya. Ketika tegangan atau arus diterapkan, perubahan resistansi thermistor mengubah tegangan atau arus yang dapat diukur. Thermistor sendiri hanya memiliki 2 jenis NTC (Negative Temperature Coefficient) dan PTC (Positive Temperature Coefficient). Pada contoh gambar diatas menggunakan NTC Thermistor yang sering digunakan dalam aplikasi elektronik konsumen, seperti termometer digital dan perangkat elektronik rumah tangga. 1) Otomotif Pengukuran Suhu Mesin: Thermistor digunakan untuk memantau suhu mesin dan cairan pendingin, membantu mencegah overheating dan menjaga efisiensi operasional. Sistem Pemanas dan Pendingin: Digunakan dalam sistem kontrol suhu kabin untuk mengatur pemanas dan pendingin udara, memastikan kenyamanan penumpang. 2) Medis Peralatan Diagnostik: Thermistor digunakan dalam peralatan medis seperti inkubator bayi, monitor suhu tubuh, dan alat sterilisasi untuk memastikan suhu yang tepat dan aman. Alat Terapi: Digunakan dalam peralatan terapi yang memerlukan pengendalian suhu yang presisi, seperti alat terapi panas atau dingin. DHT11 dan DHT 22 DHT11 dan DHT22 adalah sensor yang sering digunakan untuk mengukur suhu dan kelembaban relatif. Keduanya populer dalam proyek elektronik DIY dan aplikasi IoT (Internet of Things) karena kemudahan penggunaannya dan biaya yang relatif rendah. DHT11 dan DHT22 mengirimkan data dalam bentuk sinyal digital. Ini berarti mereka mengirimkan informasi suhu dan kelembaban dalam format digital (bit data) melalui satu pin data. Kedua sensor menggunakan protokol komunikasi digital yang sederhana untuk berinteraksi dengan mikrokontroler. Data dikirim dalam bentuk paket yang mencakup informasi suhu dan kelembaban. DHT11 dan DHT22 sebagai Sensor Aktif, Kedua sensor ini memerlukan daya dari sumber eksternal (biasanya 3.3V atau 5V) untuk mengoperasikan komponen internal mereka yang mengukur suhu dan kelembaban serta mengubahnya menjadi sinyal digital yang dapat dibaca oleh mikrokontroler. Pengaplikasiaan nya : 1) Pengendalian Iklim: Digunakan dalam sistem HVAC untuk memantau suhu dan kelembaban. 2) Pertanian Cerdas: Digunakan untuk memantau kondisi lingkungan dalam pertanian berbasis IoT. 3) Perangkat Elektronik Konsumen: Digunakan dalam perangkat rumah pintar untuk mengukur kondisi lingkungan. 4) Proyek DIY dan Edukasi: Sering digunakan dalam proyek Arduino atau Raspberry Pi sebagai alat pembelajaran. TMP102 TMP102 adalah sensor suhu digital yang sangat populer karena ukurannya yang kecil, konsumsi daya rendah, dan kemudahan penggunaannya. Sensor ini diproduksi oleh Texas Instruments dan sering digunakan dalam aplikasi yang memerlukan pengukuran suhu yang presisi. TMP102 mengeluarkan data dalam bentuk sinyal digital. Ini berarti informasi suhu yang diukur oleh sensor dikonversi menjadi data digital yang dapat dibaca melalui antarmuka I2C. Sensor TMP102 menggunakan protokol komunikasi I2C, yang memungkinkan pengiriman data digital antara sensor dan mikrokontroler atau perangkat digital lainnya. TMP102 sebagai Sensor Aktif: TMP102 memerlukan daya dari sumber eksternal (biasanya 3.3V atau 5V) untuk mengoperasikan sirkuit internalnya yang mengukur suhu dan mengubahnya menjadi sinyal digital yang dapat dibaca oleh mikrokontroler. Pengaplikasiannya: 1) Elektronik Konsumen: Digunakan dalam perangkat seperti ponsel dan laptop untuk memantau suhu dan mencegah overheating. 2) Sistem Otomotif: Digunakan untuk memantau suhu dalam berbagai komponen kendaraan, seperti baterai dan sistem pendingin. 3) Peralatan Medis: Digunakan dalam alat diagnostik dan terapi yang memerlukan pengukuran suhu yang presisi. 4) Perangkat IoT: Ideal untuk aplikasi IoT yang memerlukan sensor suhu kecil dan hemat energ