Laporan Kasus Waktu Respon Bedah Sesar Darurat PDF
Document Details
Uploaded by MeaningfulElPaso8828
Universitas Airlangga
2024
Evania Nita Oetama
Tags
Related
- Clinical Case Reports PDF: Parapharyngeal and Floor-of-Mouth Abscess Secondary to Tonsillitis - 2022 - Tailor
- Oral Verruciform Xanthoma Case Report PDF
- Dental and Health Aspects in Treacher Collins and Down Syndromes (PDF)
- Hereditary Spherocytosis Case Report PDF
- Multimodality Approach Chagas Disease PDF
- Lower Quarter Cases - Hip Case (PDF)
Summary
This is a medical case report on emergency cesarean sections at Airlangga University Hospital in Surabaya, Indonesia, during 2022 and 2023. The report details the response time for Category I cases of fetal distress. The author, Evania Nita Oetama, conducted the research under the guidance of several professors.
Full Transcript
Laporan Kasus Waktu Respon Bedah Sesar Darurat Kategori I Pada Kasus Gawat Janin Pada Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat Lt 7 Tahun 2022 Dan Kamar Operasi Kebidanan Lt 5 Tahun 2023 di Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya Oleh:...
Laporan Kasus Waktu Respon Bedah Sesar Darurat Kategori I Pada Kasus Gawat Janin Pada Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat Lt 7 Tahun 2022 Dan Kamar Operasi Kebidanan Lt 5 Tahun 2023 di Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya Oleh: Evania Nita Oetama 012018086302 Pembimbing dr. Muhammad Ardian Cahya Laksana, Sp.O.G, Subsp. Obginsos, M.Kes dr. Rizky Pranadyan, Sp.OG, Subsp. Obginsos PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS OBSTETRI & GINEKOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2024 Laporan Kasus Waktu Respon Bedah Sesar Darurat Kategori I Pada Kasus Gawat Janin Pada Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat Lt 7 Tahun 2022 Dan Kamar Operasi Kebidanan Lt 5 Tahun 2023 di Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya Oleh: Evania Nita Oetama 012018086302 Pembimbing dr. Muhammad Ardian Cahya Laksana, Sp.O.G, Subsp. Obginsos, M.Kes dr. Rizky Pranadyan, Sp.OG, Subsp. Obginsos PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS OBSTETRI & GINEKOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2024 ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Evania Nita Oetama NIM : 011918086303 Program Studi : Ilmu Kedokteran Klinik / Obstetri dan Ginekologi Judul CPC (Clinical Pathological Case): Waktu Respon Bedah Sesar Darurat Kategori I Pada Kasus Gawat Janin Pada Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat Lt 7 Tahun 2022 Dan Kamar Operasi Kebidanan Lt 5 Tahun 2023 di Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya. Menyatakan dengan sebenarnya bahwa laporan kasus saya ini adalah asli (hasil karya sendiri) bukan merupakan hasil peniruan atau penjiplakan (plagiarism) dari karya orang lain. Laporan kasus ini belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik. Dalam laporan kasus ini tidak terdapat pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan di dalam daftar pustaka. Demikian pernyataan ini dibuat tanpa adanya paksaan dari pihak manapun, apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan norma dan peraturan yang berlaku di Universitas Airlangga. Surabaya, 09 September 2024 Evania Nita Oetama 012018086302 iii Halaman Persetujuan LAPORAN KASUS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 09 SEPTEMBER 2024 dr. Muhammad Ardian Cahya Laksana, Sp.O.G, Subsp. Obginsos, M.Kes NIP. 197440902 200812 1 003 Pembimbing II dr. Rizky Pranadyan, Sp.OG, Subsp. Obginsos NIP. 19840610 202012 1 003 iv UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya sehingga saya dapat melaksanakan dan menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Waktu Respon Bedah Sesar Darurat Kategori I Pada Kasus Gawat Janin Pada Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat Lt 7 Tahun 2022 Dan Kamar Operasi Kebidanan Lt 5 Tahun 2023 di Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya.". Pada kesempatan ini, perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada: 1. Muhammad Ardian CL, dr., Sp.O.G. Subsp. Obginsos, M. Kes, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya/RS Universitas Airlangga Surabaya dan sebagai pembimbing dalam laporan kasus ini, atas segala ilmu, nasihat, serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 2. Rizki Pranadyan, dr., Sp.O.G., Subsp. Obginsos, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya dan sebagai pembimbing dalam laporan kasus ini, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 3. Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE., MT.Ak., CMA., selaku Rektor Universitas Airlangga, atas kepercayaannya yang diberikan kepada saya untuk mengikuti Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Suarabaya. v 4. Prof. Dr. Budi Santoso, dr., SpOG. Subsp. FER., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya dan Prof. Dr. dr. Soetojo, Sp.U., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya pada saat saya diterima sebagai mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Departeman/SMF Obstetri dan Ginekologi. 5. Prof. Dr. Cita Rosita Sigit Prakoeswa, dr., Sp.DVE, Subsp. DAI., FINSDV., FAADV., MARS., selaku Direktur RSUD Dr. Soetomo Surabaya, dan Prof. Dr. Joni Wahyuhadi, dr., Sp.BS(K)., selaku Direktur RSUD dr. Soetomo Surabaya pada saat saya diterima sebagai mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Departeman/SMF Obstetri dan Ginekologi 6. Dr. Brahmana Askandar, dr., SpOG. Subsp. Onk., Kepala Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas waktu, ilmu dan bimbingan selama ini, dan atas kesempatan, serta ketrampilan yang diberikan selama saya menempuh program pendidikan dokter spesialis. 7. Dr. Ashon Sa’adi, dr., SpOG. Subsp. FER., Sekertaris Departemen dan staf pengajar Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya atas segala ilmu, nasihat, dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis. 8. Dr. Ernawati, dr., SpOG. Subsp. K.Fm, Ketua Program Studi dan staf pengajar Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis. vi 9. Tri Hastono, dr., SpOG., Sekertaris Program Studi dan staf pengajar Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis. 10. Prof. H. Muh. Dikman Angsar, dr., Sp.O.G. Subsp. K.Fm, guru besar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, motivasi, teladan, serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 11. Prof. H. Lila Dewata Azinar, dr., Sp.O.G. Subsp. F.E.R, guru besar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, panutan serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 12. Prof. Dr. H. Hendy Hendarto, dr., Sp.O.G. Subsp. F.E.R, guru besar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 13. Prof. Dr. Samsulhadi, dr., Sp.O.G. Subsp. F.E.R, guru besar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 14. Prof. H. Suhatno, dr., Sp.O.G. Subsp. Onk (Alm), guru besar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. vii Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, panutan, dorongan, serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 15. Prof. Soehartono DS, dr., Sp.O.G. Subsp. F.E.R, guru besar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, panutan serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 16. Prof. Dr. Erry Gumilar Dachlan, dr., Sp.O.G. Subsp. K.Fm, guru besar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, dorongan, bimbingan, motivasi, teladan dan petunjuk selama saya menjalani program pendidikan dokter spesialis I. 17. Prof. Dr. Eighty Mardiyan Kurniawati, dr., SpOG. Subsp. Urogin-RE., Sekertaris Program Studi pada saat saya diterima sebagai mahasiswa, Guru besar Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis. 18. Nadir Abdullah, dr., Sp.O.G. Subsp. K.Fm (Alm), staf senior Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis. 19. Sunjoto, dr., Sp.O.G. Subsp. Onk, staf senior Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo viii Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 20. Dr. Poedjo Hartono, dr., Sp.O.G. Subsp. Onk, staf senior Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 21. Dr. Aditiawarman, dr., Sp.O.G. Subsp. K.Fm, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 22. Relly Yanuari Primariawan, dr., Sp.O.G. Subsp. F.E.R, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 23. Bambang Trijanto, dr., Sp.O.G. Subsp. Obginsos (Alm), staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 24. Dr. Baksono Winardi, dr., SpOG. Subsp. Obginsos, staf pengajar senior Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis. 25. Dr. Wita Saraswati, dr., Sp.O.G. Subsp. Onk, Koordinator Pelayanan Penderita dan staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran ix Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 26. Dr. Sri Ratna Dwiningsih, dr., SpOG. Subsp. FER., staf pengajar Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis. 27. Indra Yuliati, dr., Sp.O.G. Subsp. Onk, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya segala ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 28. Dr. Hermanto Tri Joewono, dr., Sp.O.G. Subsp. K.Fm, Kepala KSM Obstetri dan Ginekologi RS Universitas Airlangga dan staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo/RS Universitas Airlangga Surabaya, atas pendidikan dokter spesialis I. 29. Dr. Agus Sulistyono, dr., SpOG. Subsp. K.Fm, Ketua Program Studi pada saat saya diterima sebagai mahasiswa program dan staf pengajar Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis. 30. Gatut Hardianto, dr., Sp.O.G. Subsp. Urogin-RE, staf senior Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. x 31. Dr. Budi Prasetyo, dr., Sp.O.G. Subsp. Obginsos, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 32. Dr. Jimmy Yanuar Annas, dr., Sp.O.G. Subsp. F.E.R, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 33. Dr. M. Ilham Aldika Akbar, dr., Sp.O.G. Subsp. K.Fm, Koordinator Penelitian dan Pengembangan serta staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. program pendidikan dokter spesialis I. 34. Primandono Perbowo, dr., Sp.O.G. Subsp. Onk, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 35. Budi Wicaksono, dr., Sp.O.G. Subsp. K.Fm, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat serta bimbingan selama saya mengikuti program Pendidikan dokter spesialis I. 36. Pungky Mulawardana, dr., SpOG. Subsp. Onk, staf pengajar Departemen/KSM Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas segala ilmu, nasihat, dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis. xi 37. Hari Nugroho, dr., Sp.O.G. Subsp. Onk, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 38. Azami Denas Azinar, dr., Sp.O.G (Alm), staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 39. Muhammad Yusuf, dr., Sp.O.G., Subsp. Obginsos, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 40. M.Y.A. Widyanugraha, dr., Sp.O.G. Subsp. F.E.R, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program Pendidikan dokter spesialis I. 41. Hanifa Erlin Dharmayanti, dr., Sp.O.G, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 42. Khanisyah Erza Gumillar, dr., Sp.O.G. Subsp. K.Fm, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo/RS Universitas Airlangga Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program Pendidikan dokter spesialis I. xii 43. Arif Tunjungseto, dr., Sp.O.G., staf pengajar Departemen / SMF Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya atas segala ilmu, nasihat, serta bimbingan selama mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 44. Dr. Manggala Pasca Wardhana, dr., Sp.O.G. Subsp. K.Fm, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga– RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program Pendidikan dokter spesialis I. 45. Rozi Aditya, dr., Sp.O.G. Subsp. K.Fm, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 46. Nareswari Cininta Marcianora, dr., Sp.O.G. Subsp. K.Fm, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program Pendidikan dokter spesialis I. 47. Pandu Hanindito, dr. M.Ked.Klin, Sp.O.G., staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 48. Birama Robby Indraprasta, dr. Sp.O.G. Subsp. Onk, staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. xiii 49. Soedarsono H., dr. M. Biomed. Sp.O.G., staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 50. Eccita Rahestyningtyas, dr. M.Ked.Klin, Sp.O.G., staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 51. M. Dimas Abdi Putra, dr. M.Ked.Klin, Sp.O.G., staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 52. Khoirunnisa Novitasari, dr. M.Ked.Klin, Sp.O.G., staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 53. Riska Wahyuningtyas, dr. M.Ked.Klin, Sp.O.G., staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 54. Qurrata Akyuni, dr. M.Ked.Klin, Sp.O.G., staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingan selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. xiv 55. Bayu Priangga, dr. M.Ked.Klin, Sp.O.G., staf pengajar Departemen/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya, atas ilmu dan bimbingannya selama saya mengikuti program pendidikan dokter spesialis I. 56. Penghormatan setinggi – tingginya dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada sumber kekuatan dan cinta, orang tua Penulis, Ayahanda tercinta Drs. Micky Djaja Oetama, S.E (Alm) dan Ibunda tercinta dr. Lanywati Alimsardjono, S.H yang telah menyayangi, mendidik, mendukung, mendampingi, dan tak putus mendoakan dengan ketulusan dan keikhlasan, serta atas teladan yang tak ternilai selama hidup Penulis, tak lupa saudara tersayang dr. Evan C. Oetama, yang selalu memberikan dukungan, semangat dan mendoakan saya. 57. Terima kasih saya sampaikan kepada Bapak mertua Samsoel Bachrudin, S.H, Ibu mertua Titik Setyowati, S.H. C.N yang selalu memberikan dukungan dan doa selama menjalani pendidikan dan menyelesaikan penelitian ini. 58. Kepada suami tercinta, Reza Chandra Abdilla, dr. Sp. A, terima kasih sudah berjuang bersama dalam kehidupan ini, pendamping terbaik dalam hidup saya, terima kasih dan penghargaan setingi-tingginya atas kesabaran, perjuangan, doa dan pengorbanaan selama menjalani suka duka masa pendidikan dokter spesialis. 59. Kepada putra dan putri tercinta Muhammad Ibrahim Abdilla dan Aisyah Azzahra Abdilla yang menemani hari – hari dengan segala suka dan duka, perjuangan, pengorbanan, doa, senyum dan tawa yang menjadi sumber semangat dan motivasi selama menjalani masa pendidikan dokter spesialis 60. Kepada teman dan rekan seperjuangan dr. Dina Priliasanti Subroto, dr. Mahida El Shafi, dr. Rachmania Oktaviani, dr. Achmad Fahmi Alisaputra, dr. Bayu xv Agung Sangkara Putra, dr. I Putu Pramana Sanitya Dharma, dr. Yuli Agustria yang selalu ada di kala suka dan duka, terima kasih untuk waktu, kekompakan dan kebersamaannya selama menempuh program pendidikan dokter spesialis ini. 61. Kepada kakak – kakak senior, adik junior, serta rekan – rekan PPDS Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga serta dokter – dokter PPDS II, yang senantiasa memberikan ilmu, bimbingan, nasihat dan kerjasama selama penulis menjalani pendidikan program pendidikan dokter spesialis ini. 62. Seluruh penderita dan keluarganya yang pernah dirawat di RSUD dr. Soetomo Surabaya khususnya Departemen/ KSM Obstetri dan Ginekologi atas kesempatan merawat, memberikan pengobatan dan tindakan serta sebagai guru atas ilmu yang diberikan selama saya menjalani pendidikan program pendidikan dokter spesialis ini. 63. Seluruh karyawan dan karyawati (paramedis dan non paramedis) Departemen/ KSM Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – RSUD dr. Soetomo Surabaya atas segala bantuan dan kerjasamanya selama saya menjalani pendidikan program pendidikan dokter spesialis ini. 64. Ibu Moerdiatik (Mak Tik) yang selalu memberikan dukungan dan doa serta semangat selama menjalani pendidikan program pendidikan dokter spesialis dan pembuatan makalah penelitian hingga selesai. 65. Kepada semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala dukungannya baik secara langsung maupun tidak langsung selama mengikuti program pendidikan dokter spesialis xvi Kami berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya. Saya menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna dan kami harapkan kritik dan saran yang bermanfaat. Akhirnya, perkenankan kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala tingkah laku dan sikap kami yang kurang berkenan selama menempuh pendidikan doker spesialis ini. Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala budi baik yang telah diberikan kepada kami dan menjadikan ilmu yang kami peroleh menjadi ilmu yang bermanfaat bagi sekitar. Surabaya, 09 September 2024 Evania Nita Oetama 012018086302 xvii DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL LUAR................................................................................ i HALAMAN SAMPUL BELAKANG.................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................... iv UCAPAN TERIMA KASIH................................................................................... v DAFTAR ISI...................................................................................................... xviii DAFTAR TABEL................................................................................................. xx DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xxi DAFTAR SINGKATAN.................................................................................... xxii DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xxiv BAB 1...................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN................................................................................................... 1 BAB 2...................................................................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 4 2.1 Sectio Caesaria atau Bedah Sesar............................................................. 4 2.1.1. Definisi.............................................................................................. 4 2.1.2. Sectio Caeasrea Elektif............................................................................ 5 2.1.3 Definisi Sectio Caesaria Darurat atau Bedah Sesar Darurat............ 7 2.1.4 Epeidemiologi Sectio Caesaria Darurat............................................ 8 2.1.5 Indikasi dan Kontraindikasi Sectio Caesaria(SC) atau Bedah Sesar Darurat ………………………………………………………………………9 2.1.6 Prognosis dan Komplikasi Sectio Caesaria atau Bedah Sesar Darurat ……………………………………………………………………..12 2.2 Fetal Distress atau Gawat Janin............................................................. 13 2.2.1 Definisi............................................................................................ 13 2.2.2 Epidemiologi Fetal Distress atau Gawat Janin............................... 16 2.2.3 Patofisiologi Fetal Distress atau Gawat Janin................................ 16 2.2.4 Diagnosis dan Tatalaksana Fetal Distress atau Gawat Janin.......... 20 2.3 Respond Time pada Sectio Caesaria atau Bedah Sesar Darurat............. 24 2.4 Aktivasi Kamar Operasi Kebidanan Lantai 5 untuk Menunjang Mutu Pelayanan................................................................................................ 26 xviii 2.5 Plan, Do, Study and Action (PDSA) dan Point Of Care Quality Improvement (POCQI)............................................................................ 28 BAB 3.................................................................................................................... 34 LAPORAN KASUS.............................................................................................. 34 3.1 Profil Demografi Pasien yang Menjalani Bedah Sesar Darurat di Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat Lantai 7 (2022) dan Kamar Operasi Kebidanan Lantai 5 (2023)..................................................................... 34 3.2 Waktu Respon Pasien dengan Bedah Sesar Darurat di Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat lantai 7 (2022) dan Kamar Operasi Kebidanan lantai 5 (2023)......................................................................................... 38 BAB 4.................................................................................................................... 41 PEMBAHASAN KASUS..................................................................................... 41 4.1. Fetal Distress atau Gawat Janin sebagai Indikasi Sectio Caesaria (SC).. 41 4.2 Karakteristik Pasien Sectio Caesarea atau Bedah Sesar Darurat di Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat di Lantai 7 dan Kamar Operasi Kebidanan di Lantai 5 Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya..................... 42 4.3 Komplikasi Fetal dan Maternal................................................................ 43 4.3.1. Keluaran Maternal.............................................................................. 43 4.3.2 Keluaran Bayi....................................................................................... 43 4.4 Waktu Respon pada Sectio Caesaria (SC) atau Bedah Sesar Darurat di Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat di Lantai 7 dan Kamar Operasi Kebidanan di Lantai 5 Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya... 45 4.5 Penyebab / Problematika Belum Tercapainya Waktu Respon Bedah Sesar Darurat Kategori I pada kasus Fetal Distress di Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat Lantai 7 Tahun 2022.......................................................... 48 4.6 Solusi Terkait Waktu Respon Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat Lantai 7 Sehingga Ada Kebijakan Baru Terbentuknya Kamar Operasi Kebidanan Lantai 5................................................................................................... 49 4.7 Keuntungan Dan Kerugian Adanya Kamar Operasi Kebidanan Lt 5........ 50 4.8 PDSA (Plan- Do- Study – Act) dan Point of Care Quality Improvement (POCQI).................................................................................................. 51 4.8.1 PDSA (Plan-Do-Study-Act)................................................................. 51 4.8.2 Fishbone............................................................................................... 56 BAB 5.................................................................................................................... 57 KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................. 57 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 58 LAMPIRAN.......................................................................................................... 67 xix DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Indikasi Sectio Caesaria atau Bedah Sesar (Sung and Mahdy, 2022). 10 Tabel 2. 2 Definisi Non Reassuring Fetal Status.................................................. 22 No table of figures entries found. Tabel 3. 1 Data Demografi Bedah Sesar Darurat di Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat Lantai 7 (2022) dan Kamar Operasi Kebidanan Lantai 5 (2023) 34 Tabel 3. 2 Profil ibu yang menjalani Bedah Sesar di Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat lantai 7 RSUA.................................................................. 38 Tabel 3. 3 Profil ibu yang menjalani Bedah Sesar Darurat di kamar operasi kebidanan lantai 5 RSUA..................................................................... 39 Tabel 3. 4 Perbandingan Waktu Respon Pasien dengan Bedah Sesar Darurat di Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat lantai 7 (2022) dan Kamar Operasi Kebidanan lantai 5 (2023).................................................................... 40 Tabel 4. 1 Tabel PDSA......................................................................................... 52 xx DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Kategori Sectio Caesaria atau Bedah sesar...................................... 26 Gambar 4. 8.2 Fish Bone....................................................................................... 56 xxi DAFTAR SINGKATAN ACOG American College of Obstetricians and Gynecologists AFI Amniotic Fluid Index AS Apgar Score CTG Cardiotocography CPAP Continuous Positive Airway Pressure DBI Decision-to-birth interval DDI Decision-to-delivery interval DJJ Detak jantung janin FIGO The International Federation of Gynecology and Obstetrics HIV Human Immunodeficiency Virus IUGR Intrauterine Growth Restriction USG Ultrasonography NICE National Institute for Health and Care Excellence NICHD National Institute of Child Health and Human Development NICU Neonatal Intensive Care Unit PDSA Plan, Do, Study, Action POCQI Point Of Care Quality Improvement RSUA Rumah Sakit Universitas Airlangga SC Sectio Caesaria SD Sekolah Dasar SDM Sumber Daya Manusia SKDI Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SMP Sekolah Menengah Pertama SMA Sekolah Menengah Aas xxii WHO World Health Organization xxiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Persiapan Operasi Bedah Sesar Darurat pada Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat di Lantai 7...................................................................... 67 Lampiran 2 Proses bius pada Operasi Bedah Sesar Darurat pada Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat di Lantai 7........................................................ 67 Lampiran 3 Pelaksanaan Operasi Bedah Sesar Darurat pada Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat di Lantai 7........................................................ 68 Lampiran 4 Pasien tiba di ruang depan kamar operasi kebidanan lantau 5 setelah diputuskan untuk dilakukan bedah sesar............................................ 68 Lampiran 5 Proses bius pada Operasi Bedah Sesar Darurat pada Kamar Operasi Kebidanan di Lantai 5........................................................................ 69 Lampiran 6 Pelaksanaan Operasi Bedah Sesar Darurat pada Kamar Operasi Kebidanan di Lantai 5........................................................................ 69 xxiv BAB 1 PENDAHULUAN Bedah Sesar atau Sectio ceasaria (SC) adalah salah satu tindakan pembedahan yang paling banyak dilakukan di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) merekomendasikan bahwa sebaiknya Bedah Sesar memiliki presentase di bawah 15% dari seluruh persalinan yang dilakukan di suatu negara. Walau begitu, masih banyak negara yang memiliki angka Bedah Sesar melebihi 15%. Hal ini tentu saja membahayakan, karena persalinan dengan Bedah Sesar dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Berbagai laporan di seluruh dunia menunjukkan bahwa angka Bedah Sesar terus meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat berbagai faktor yang meningkatkan angka kejadian Bedah Sesar di seluruh dunia, salah satu faktor yang juga meningkatkan angka kejadian Bedah Sesar adalah penggunaan alat-alat canggih untuk melihat adanya fetal distress atau Gawat Janin (Ajah, 2016). Fetal distress yang sering disebut dengan Gawat Janin adalah kondisi yang menandakan bahwa janin kekurangan oksigen selama masa kehamilan atau persalinan yang menyebabkan kerusakan pada organ janin, terutama otak, sehingga menyebabkan para dokter obstetri dan ginekologi untuk segera melahirkan bayi. Salah satu cara yang paling cepat untuk melahirkan bayi adalah dengan melakukan Bedah Sesar. Untuk mendeteksi terjadinya gawat janin, biasanya dokter akan melakukan pemeriksaan detak jantung janin, Gerakan Janin berkurang atau mendeteksi adanya keberadaan ketuban yang mekoneal. Adanya ketuban yang 1 2 mekoneal menunjukkan adanya hipoksia janin dan terjadinya asidosis. Hipoksia janin menyebabkan komplikasi dari 1% persalinan dan menyebabkan kematian bayi pada 0,5 per 1000 kehamilan. Kondisi ini juga menyebabkan cerebral palsy sebanyak 1 per 1000 kehamilan (James, 2001; Ajah, 2016). Ketika diagnosis fetal distress atau gawat janin ditegakkan, maka janin harus segera dilahirkan. Janin yang mengalami fetal distress atau gawat janin harus dilahirkan dalam 30 menit termasuk Bedah Sesar Kategori I dilakukan dalam situasi darurat ketika ada resiko nyawa janin dan ibu yang sangat tinggi. Gawat Janin yang memerlukan operasi segera dimana kondisi janin yang tidak stabil seperti detak jantung janin yang sangat cepat atau lambat, atau adanya tanda-tanda kekurangan oksigen. Butuhnya kesimbangan Waktu dalam penanganan segera untuk mengurangi resiko komplikasi dan meningkatkan keselamatan janin, dengan tindakan waktu yang singkat dalam melakukan Bedah Sesar dapat membantu menghindari kerusakan pada organ-organ vital. Data dari Inggris raya menunjukkan bahwa pada kasus Bedah Sesar Darurat, waktu respon pada kondisi ini dapat mencapai 30 menit. Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya pemanjangan waktu respon. Beberapa faktor yang berpengaruh adalah kesulitan untuk memindahkan pasien ke kamar operasi, tim yang kurang efektif dan kesulitan untuk mencapai anestesi yang efektif (James, 2001; Ajah, 2016). Temuan-temuan di atas menyebabkan peneliti tertarik untuk meneliti waktu respon bedah sesar darurat yang terdapat di Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat lantai 7 sehingga dapat memperbaiki mutu pelayanan di RSUA sehingga diputuskan dibentuknya Kamar Operasi Kebidanan lantai 5 di Rumah Sakit Universitas Airlangga. Diharapkan penelitian ini dapat memberi gambaran 3 mengenai waktu respon bedah sesar darurat di lingkungan Universitas Airlangga dan berkontribusi terhadap pengambilan kebijakan serta khazanah ilmiah. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sectio Caesaria atau Bedah Sesar 2.1.1. Definisi Persalinan merupakan proses alami bagi seorang Ibu yang terjadi pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang cukup bulan (37-42 minggu). Terdapat dua metode persalinan, yaitu persalinan melalui vagina yang dikenal dengan persalinan alami dan persalinan Bedah Sesar atau Sectio Caesarea (SC). Persalinan bedah sesar dilakukan atas dasar indikasi medis, seperti plasenta previa, presentasi abnormal pada janin, serta indikasi lain yang dapat membahayakan nyawa Ibu dan janin (Cunningham et al., 2018). Sectio Caesaria (SC) atau Bedah Sesar adalah sebuah prosedur medis dimana terjadi persalinan janin yang dilakukan melalui sayatan pada dinding perut dan rahim. Dimana teknik operasi ini melibatkan pembukaan dinding perut dan rahim untuk mengeluarkan plasenta dan janin, dimana sayatan pada umumnya pfannestiel. Tindakan ini telah dilakukan sejak ratusan tahun lalu. Bedah Sesar adalah salah satu tindakan pembedahan yang paling banyak dilakukan di seluruh dunia. Data dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa 1 juta perempuan di melahirkan dengan bedah sesar setiap tahunnya. Laju bedah sesar juga mengalami peningkatan yang drastis dalam beberapa dekade, yaitu sekitar 5% pada tahun 1970 an hingga 31,9% pada tahun 2016. (Sung and Mahdy, 2022). 4 5 Menurut World Health Organization (WHO), menyatakan tindakan operasi Sectio Caesarea (SC) atau bedah sesar sekitar 5-15%. Data WHO dalam Global Survey on Maternal and Perinatal Health tahun 2021 menunjukkan sebesar 46,1% dari seluruh kelahiran dilakukan melalui Sectio Caesarea (SC) atau bedah sesar (World Health Organization, 2019). Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2021, jumlah persalinan dengan metode Sectio Caesarea (SC) atau bedah sesar di Indonesia sebesar 17,6%, dimana Provinsi tertinggi dengan persalinan melalui bedah sesar adalah DKI Jakarta (27,2%), Kepulauan Riau (24,7%), dan Sumatera Barat (23,1%) pada tahun 2018 dan angka kejadian terendah di Papua sebanyak 6,7%. Menurut data SKDI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) tahun 2021, menyatakan angka kejadian persalinan di Indonesia dengan metode bedah sesar sebanyak 17% dari total jumlah kelahiran di fasilitas kesehatan. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan angka persalinan melalui metode Sectio Caesarea (SC) atau bedah sesar (Kementerian Kesehatan RI, 2017). 2.1.2. Sectio Caeasrea Elektif Operasi caesar (SC) merupakan prosedur pembedahan kritis yang dilakukan untuk melahirkan ketika persalinan per vaginam dapat menyebabkan komplikasi maternal atau perinatal. SC dapat bersifat elektif atau darurat, dengan masing- masing indikasi. SC elektif harus diindikasikan secara medis dalam kasus kondisi yang dapat membahayakan kelangsungan hidup ibu atau janin, kondisi yang memerlukan ekstraksi janin dini demi keselamatan ibu dan anak, maupun situasi yang dapat yang berisiko menyebabkan distosia selama persalinan atau penularan 6 infeksi jika terjadi persalinan per vaginam (Australia H, 2022). SC elektif biasanya direncanakan sebelum tanggal persalinan dan persalinan spontan, setelah konsultasi multidisiplin yang melibatkan dokter spesialis neonatologi, perinatologi, dan ginekolog (Australia H, 2022). Idealnya tindakan dilakukan pada usia kehamilan 39 minggu, meskipun kondisi medis dan obstetrik menentukan usia kehamilan saat operasi caesar elektif direncanakan (Sharma et al., 2019). Di antara kasus-kasus SC elektif, ada yang memiliki indikasi non-medis yang dianggap sebagai SC yang tidak diperlukan secara medis sesuai permintaan pasien untuk tujuan kenyamanan (Simpson and Thorman, 2005; Opiyo et al., 2020). Pada tahun 1991, 15,3% dari semua bayi baru lahir di Jerman dilahirkan melalui operasi caesar; pada tahun 2012, angka yang sesuai adalah 31,7%, meskipun faktanya indikasi medis hadir dalam kurang dari 10% dari semua kasus (Mylonas and Friese, 2015). SC yang tidak diindikasikan secara medis dapat menyebabkan komplikasi dan morbiditas perinatal yang sebetulnya dapat dihindari. Tindakan ini dapat meningkatkan angka gangguan pernapasan pada bayi baru lahir, terutama sebelum usia kehamilan 39 minggu (Tefera et al., 2020) Operasi Caesar darurat lebih umum terjadi pada kelompok usia muda dan primigravida sedangkan operasi Caesar elektif lebih umum terjadi pada kelompok usia lanjut dan multigravida (Darnal and Dangal, 2020). Indikasi tersering untuk operasi caesar elektif adalah riwayat operasi caesar sebelumnya dan makrosomia janin (Benzouina et al., 2016; Sharma et al., 2019). Angka kematian ibu akibat persalinan pervaginam memiliki persentase lebih rendah. Perbandingan angka kematian ibu pada operasi caesar elektif sendiri 7 ditemukan lebih rendah dibandingkan operasi caesar darurat (Hannah, 2004). Operasi caesar, elektif maupun darurat memerlukan waktu pemulihan yang lebih lama, peningkatan komplikasi seperti perdarahan, plasenta, dan solutio plasenta dibandingkan dengan persalinan pervaginam (Hannah et al., 2000; Bergholt et al., 2003). Namun kejadian lahir mati, korioamnionitis, kelainan denyut jantung janin, dan prolaps tali pusat ditemukan lebih rendah dibandingkan dengan tindakan persalinan pervaginam (Hannah et al., 2000; Matthews et al., 2003). Luaran ibu dan bayi antara operasi caesar darurat dan elektif tidak berbeda bermakna dalam hal lama rawat inap, skor Apgar dan status bayi baru lahir (meninggal atau hidup)(Ladja et al., 2021). Penelitian lain menemukan Operasi caesar elektif menunjukkan lebih sedikit komplikasi maternal dan perinatal dibandingkan dengan operasi caesar darurat (Agrawal and Agarwal, 2018). 2.1.3 Definisi Sectio Caesaria Darurat atau Bedah Sesar Darurat Sectio Caesaria(SC) Darurat atau lebih dikenal sebagai operasi bedah sesar darurat, adalah tindakan persalinan yang dilakukan secara emergensi karena adanya kondisi darurat yang memerlukan penanganan segera untuk menjaga keselamatan ibu dan janin dan mengatasi kegawatan obstetrik. Kondisi Darurat yang di maksud ada 3 seperti Gawat Janin, Gawat Ibu, Persalinan tidak mengalami kemajuan dan SC darurat dibagi lagi mejadi tiga klasifikasi. Klasifikasinya adalah stable, urgent, dan immediate. Klasifikasi ini secara klinis biasanya tidak terbagi dengan rapi, ketiganya memiliki ketumpang-tindihan satu sama lain. Stable merujuk pada kasus ibu dan janin yang berada pada keadaan stabil, namun membutuhkan bedah sesar 8 segera sebelum terjadi instabilitas pada kondisi fisiologis mereka. Urgent berarti keadaan ibu dan janin yang tidak stabil yang bedah sesar yang segera harus dilakukan. Sedangkan klasifikasi immediate dimaksudkan untuk kasus-kasus yang mengancam nyawa. Kasus-kasus yang mengancam nyawa di antaranya adalah bradikardia janin atau henti jantung pada ibu (Kawano et al., 2012). Pada kasus bedah sesar darurat, diperlukan pengambilan keputusan segera dimana keputusan sampai insisi (waktu respon) didefinisikan sebagai jarak waktu dalam menit dari waktu diputuskannya bedah sesar sampai dengan waktu insisi biasanya 30 menit setelah diputuskan. Menurut NICE RCOG waktu respon bedah sesar yang mengancam ibu dan janin termasuk kategori I adalah 30 menit dan Kategori 2 adalah antara 30-75 menit. Pada bedah sesar Kategori I termasuk kategori emergensi terdiri pasien dengan prolaps tali pusat, perdarahan antepartum aktif, gawat janin, Eklamsia , Gagal Vakum atau Forseps, dan Ruptura Uteri atau Dehisens pada scar bekas bedah sesar. Pada bedah sesar kategori II termasuk kategori urgent terdiri pasien dengan kasus distosia, PEB, Non reassuring CTG, perdarahan antepartum tanpa gangguan hemodinamik dan Gagal Induksi 2.1.4 Epeidemiologi Sectio Caesaria Darurat Angka kejadian bedah sesar darurat dapat bervariasi tergantung pada wilayah dan negara. Menurut beberapa sumber, angka kejadian bedah sesar di Indonesia adalah sekitar 17,6% dari total persalinan (Riskesdas, 2018). Studi yang dilakukan oleh Muhammad et al., di Banglades memiliki subjek sebanyak 5299 ibu hamil dengan usia 15-49 tahun yang melahirkan dalam kurun 9 waktu 1 tahun. Pada studi ini ditemukan bahwa sepertiga subjek melahirkan dengan bedah sesar. Sebanyak 18,7% wanita melahirkan lewat bedah sesar terencana sedangkan 14,1% melahirkan dengan bedah sesar darurat. Pada penelitian ini juga ditemukan bahwa anak ke-3 atau lebih mungkin dilahirkan lewat bedah sesar terencana dibandingkan dengan anak pertama. Temuan lain yang juga menarik adalah bahwa wanita dengan paritas tinggi lebih mungkin untuk melahirkan lewat bedah sesar darurat dibandingkan dengan metode persalinan lain(Muhammad et al., 2022). 2.1.5 Indikasi dan Kontraindikasi Sectio Caesaria(SC) atau Bedah Sesar Darurat Secara umum tidak ada kontraindikasi medis mutlak untuk melakukan bedah sesar. Walaupun begitu ada kondisi ideal yang harus dipenuhi sebelum melakukan bedah sesar, yaitu adanya anestesi, antibiotik, serta sarana dan prasarana yang cukup. Kontraindikasi bedah sesar yang lain adalah pertimbangan etik, yaitu ketika ibu menolak dilakukannya bedah sesar walaupun telah dilakukan edukasi yang cukup mengenai indikasi dan alasan unutk melakukan bedah sesar (Sung and Mahdy, 2022). Ada beberapa kontraindikasi relatif dilakukannya bedah sesar, salah satunya adalah koagulopati yang berat pada pasien. Kondisi ini dikhawatirkan dapat justru menyebabkan keluaran pasien menjadi lebih buruk. Pada kondisi ini sebaiknya persalinan per vaginam dipertimbangkan (Sung and Mahdy, 2022). 10 Tabel 2. 1 Indikasi Sectio Caesaria atau Bedah Sesar (Sung and Mahdy, 2022) Kelompok indikasi Indikasi Maternal Riwayat Bedah Sesar sebelumnya Kelainan pelvis atau adanya disproporsi cepahlopevlic Riwayat pembedahan rekonstruksi pada pelvis atau anal/rektal Infeksi HIV dan infeksi herpes simpleks Penyakit paru dan jantung Aneurisma cerebral atau adanya malformasi arteriovenosa Bedah sesar perimortem Anatomis/uterus Plasentasi abnormal, contohnya pada kasus plasenta previa dan plasenta akreta Abrupsi plasenta Riwayat histerotomi klasik Miomektomi full thickness di masa lalu Riwayatc dehisence pada insisi uterus Kanker serviks invasive Riwayat trakelektomi Masa yang menyebabkan obstruksi pada traktus genital 11 Cerclage permanen Fetus Status janin yang tidak meyakinkan dibuktikan dari pemeriksaan Doppler Prolaps tali pusat Persalinan pervaginam operatif yang gagal Malpresentasi Makrosomia Anomali kongenital Trombosiopenia Trauma neonatal terkait persalinan di masa lalu yang dialami ibu Studi yang dilakukan oleh Singh et al., di India menyelediki indikasi dilakukannya Bedah Sesar Darurat. Studi ini memiliki subjek sebanyak 150 perempuan. Pada studi ini ditemukan bahwa ibu yang sebelum tidak melakukan pemeriksaan antenatal lebih rentan untuk mengalami bedah sesar darurat dibandingkan dengan bedah sesar terencana. Pada studi ini ditemukan 62 kasus bedah sesar darurat. Beberapa indikasi yang menyebabkan bedah sesar darurat adalah riwayat bedah sesar di masa lalu (12 kasus), permintaan ibu (1 kasus), gawa janin(39 kasus), malpresentasi (1 kasus), induksi yang gagal (2 kasus), riwayat obstetrik yang buruk (2 kasus), makrosomia (2 kasus), adanya temuan yang abnormal pada pemeriksaan doppler (2 kasus), dan kehamilan kembar (1 kasus) (Singh, Pradeep and Jauhari, 2020). 12 2.1.6 Prognosis dan Komplikasi Sectio Caesaria atau Bedah Sesar Darurat Secara umum prognosis untuk ibu dan janin yang menjalani bedah sesar darurat umumnya baik jika operasi dapat dilakukan dengan cepat dan aman. Namun, risiko komplikasi yang lebih tinggi dapat terjadi karena kondisi darurat yang memerlukan penanganan segera pada bedah sesar komplikasi utama yang paling banyak ditemukan adalah terjadinya pendarahan. Pendarahan juga dapat menyebabkan morbiditas marternal yang berat. Beberapa kondisi seperti persalinan memanjang atau janin makrosomia, serta polihdiramnion dapat meningkatkan terjadinya atonia uterus yang menyebabkan terjadinya pendarahan. Selain itu terdapat beberapa komplikasi selama operasi yang meningkatkan terjadinya pendarahan seperti dibutuhkannya adesiolisis atau ekstensi dari histerotomi secara lateral. Selain itu pendarahan juga meningkatkan kebutuhan transfusi darah. Seperti yang diketahui bersama, transfusi darah juga memiliki risiko pendarahan. Sebanyak 10% kematian maternal di Amerika Seriakt dikatikan dengan pendarahan (Sung and Mahdy, 2022). Selain pendarahan, risiko bedah sesar umum yang lain adalah infeksi. Infeksi dapat muncul sebagai infeksi pada luka operasi atau terjadinya endometritis. Pada sebuah studi ditemukan bahwa kejadian endometritits terjadi pada 3-8% pasien yang menjalani bedah sesar. Kondisi yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar ke seluruh tubuh memperbesar kejadian sepsis dan resiko morbiditas maternal (Sung and Mahdy, 2022). Sebuah studi yang dilakukan oleh Akhter et al., memeriksa 100 pasien yang menjalani bedah sesar terencana dan darurat. Pada studi ini 79 pasien menjalani 13 bedah sesar darurat dan 21 pasien menjalani bedah sesar terencana. Analisis lebih lanjut menemukan bahwa 19% pasien mengalami komplikasi. Komplikasi terbanyak adalah infeksi (37%), pendarahan (26%), dan infeksi saluran kemih (11%). Komplikasi lain yang muncul adalah disetensi abdomen, sepsis, anemia, dehisen luka, dan hematoma pada luka (Akhter et al., 2020). 2.2 Fetal Distress atau Gawat Janin 2.2.1 Definisi Fetal distress atau Gawat janin adalah gangguan abnormalitas detak jantung janin yang dideteksi dengan pemeriksaan monitor detak jantung elektronik yang terjadi selama kehamilan atau persalinan dimana kondisi ini mengalami masalah sehingga diperlukan perhatian dan penangganan segera. Tanda-Tanda Gawat Janin: 1. Pola Denyut Jantung Janin yang tidak normal a. Bradikardia: Denyut Jantung Janin dibawah 110x per menit b. Takikardia: Denyut Jantung Janin berkelanjutan diatas 160x per menit c. Deselerasi: Penurunan detak jantung janin secara tiba-tiba, terutama jika terjadi setelah kontraksi 2. Gerak Janin berkurang: Penurunan nyata pada frekuensi atau intensitas gerakan janin 3. Cairan Ketuban yang tidak normal, adanya mekonium dimana adanya tinja janin didalam cairan ketuban yang bisa menjadi salah satu penyebab gawat janin. 14 Penyebab fetal distress atau gawat janin adalah berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan janin selama kehamilan atau persalinan. Berikut adalah beberapa penyebab utama: 1. Faktor Bayi a. Masalah Plasenta: - Solusio Plasenta: Plasenta terlepas dari dinding rahim, menyebabkan kekurangan oksigen. - Insufisiensi Plasenta: Plasenta tidak berfungsi dengan baik, menyebabkan kekurangan oksigen. - Ukuran Janin yang Cenderung Kecil dalam Masalah Keterlambatan Pertumbuhan (IUGR): dibandingkan usia kehamilan dapat menyebabkan kekurangan oksigen - Hipotermia Janin: Suhu tubuh janin yang terlalu rendah, menyebabkan kekurangan oksigen. - Kompresi Tali Pusat: Tali pusat terlilit atau kusut, menyebabkan kekurangan oksigen. 2. Faktor Ibu a. Riwayat Penyakit Kronis: - Diabetes: Penyakit diabetes yang tidak terkendali dapat menyebabkan kekurangan oksigen pada janin. - Penyakit Ginjal atau Kolestasis: Penyakit ginjal atau kolestasis dapat mempengaruhi kesehatan janin. b. Tekanan Darah Tinggi atau Preeklamsia: Tekanan darah tinggi atau preeklamsia dapat menyebabkan kekurangan oksigen pada janin. 15 c. Kehamilan Ganda: Kehamilan ganda dapat mempengaruhi kesehatan janin dengan meningkatkan risiko kekurangan oksigen. d. Berat Badan Berlebih atau Obesitas: Berat badan berlebih atau obesitas dapat meningkatkan risiko kekurangan oksigen pada janin. e. Jumlah Cairan Ketuban (AFI) Terlalu Banyak atau Sedikit: Cairan ketuban yang terlalu banyak atau sedikit dapat menyebabkan kompresi tali pusat dan kekurangan oksigen. f. Pendarahan Antepartum: Pendarahan antepartum dapat menyebabkan kekurangan oksigen pada janin. g. Riwayat Bayi Lahir Mati (Stillbirth): Riwayat bayi lahir mati pada kehamilan sebelumnya dapat meningkatkan risiko kekurangan oksigen pada janin. 3. Komplikasi Kehamilan a. Persalinan Lama: Persalinan yang terlalu lama dapat menyebabkan kekurangan oksigen pada janin. b. Komplikasi Lain Selama Persalinan: Komplikasi lain seperti perdarahan atau infeksi selama persalinan dapat meningkatkan risiko kekurangan oksigen pada janin. Dengan demikian, penyebab fetal distress atau gawat janin sangat beragam dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari sisi bayi maupun ibu. (Sato, 1994). Peningkatan laju bedah sesar darurat terjadi karena semakin banyaknya gawat janin yang terjadi pada berbagai latar belakang klinis. Definisi gawat janin memiliki beberapa variasi dalam literatur, salah satu sumber mendefinisikan gawat janin sebagai detak jantung janin yang lebih dari 160 x/menit atau kurang dari 120 16 x/menit antara kontraksi uterus dengan atau tanpa cairan mekoneal (de Souza et al., 1975; Gangwar and Chaudhary, 2016). 2.2.2 Epidemiologi Fetal Distress atau Gawat Janin Studi oleh Gangwar dan Chaudhary yang dilakukan di India merekam 6039 pasien dengan usia gestasi melebihi 36 minggu. Pada studi ini ditemukan 146 pasien yang menjalani bedah sesar darurat yang disebabkan oleh detak jantung janin yang non reassuring. Pada studi ini ditemukan bradikardia menetap ditemukan pada 104 kasus. Deselerasi variabel ditemukan pada 17 kasus, deselerasi lambat ditemukan pada 22 kasus, dan takikardia ditemukan pada 3 kasus. Penelitian menunjukkan bahwa kelainan detak jantung janin, yang dapat mengindikasikan gawat janin, terjadi pada sekitar 20-30% persalinan. (Gangwar and Chaudhary, 2016). 2.2.3 Patofisiologi Fetal Distress atau Gawat Janin Patofisiologi fetal distress atau gawat janin masih membutuhkan studi lebih lanjut untuk menjelaskan patofisiologinya secara jelas. Namun telah terjadi kemajuan pesat dalam penelitian baik in vitro maupun in vivo yang mengenai gawat janin. Diduga fetal distress disebabkan oleh kematian neuron akibat hipoksia. Pada permulaan hipoksemia, peningkatan tekanan darah janin akan terjadi karena penyempitan pembuluh darah perifer janin, dan hal ini menyebabkan perlambatan denyut jantung janin dan gangguan pernapasan (Sato, 1994). 17 Selama hipoksemia sedang, darah yang bersirkulasi didistribusikan kembali ke otak, jantung, dan adrenal dengan mengorbankan organ perifer (paru-paru, kulit,dan organ lain). Ketika terjadi hipoksemia berkepanjangan, aliran darah ke batang otak dipertahankan untuk menjaga terjadinya pernapasan dan aliran darah ini bahkan lebih besar daripada di daerah otak lainnya. Saat hipoksia berlanjut, glukosa dimetabolisme secara anaerob, konsentrasi laktat meningkat, dan konsentrasi fosfat akan turun pada otak. Ketika metabolisme serebral akhirnya kolaps, membran neuron mengalami depolarisasi, saluran Ca+2 dengan gerbang voltase terbuka dan aliran Ca+2 ke dalam sitoplasma meningkat. Perubahan ini mengakibatkan kematian neuron. Patofisiologi yang juga turut berpengaruh adalah adanya glutamaat serta radikal bebas (Sato, 1994). Stres oksidatif dicirikan oleh ketidakseimbangan antara produksi berbagai spesies oksigen reaktif dan aktivitas sistem pertahanan antioksidan endogen. Kondisi ini terlibat dalam patofisiologi lebih dari 200 penyakit termasuk penuaan dan kerusakan oksidatif pada tahap fisiologis ekstrim. Gawat janin dapat dikaitkan dengan stres oksidatif yang ada dalam darah janin dan ibu, karena hipoksia , yang merupakan ciri dari komplikasi kehamilan dari gawat janin. Gawat janin diketahui memicu peningkatan produksi spesies oksigen reaktif (Raicević et al., 2010). Patofisiologi gawat janin melibatkan beberapa mekanisme yang berhubungan dengan gangguan pengiriman oksigen, gangguan detak jantung janin, dan respons sistemik lainnya. 1. Gangguan Pengiriman Oksigen a. Kompresi Tali Pusat 18 Kompresi tali pusat dapat mengurangi aliran darah dan pengiriman oksigen ke janin. Hal ini dapat terjadi karena tali pusat yang ketat (tali pusat yang melingkari leher janin), prolaps tali pusat, atau lilitan tali pusat yang kencang. Sehingga penurunan pengiriman oksigen (hipoksia) dan peningkatan kadar karbon dioksida (hiperkapnia) menyebabkan asidosis dan gawat janin. b. Insufisiensi Plasenta Kondisi yang mengganggu aliran darah melalui plasenta, seperti solusio plasenta, plasenta previa, atau hipertensi ibu kronis, dapat mengurangi transfer oksigen dan nutrisi ke janin. Penurunan oksigenasi dan suplai nutrisi menyebabkan gangguan kesejahteraan janin dan potensi asidosis metabolik. c. Kontraksi Rahim Kontraksi rahim yang intens atau berkepanjangan dapat mengurangi aliran darah ke plasenta dan janin untuk sementara, terutama jika kontraksi sering terjadi atau berlangsung terlalu lama.Hipoksia dan asidosis intermiten dapat terjadi, menyebabkan gawat janin. 2. Perubahan Denyut Jantung Janin a. Bradikardia Penurunan denyut jantung janin secara terus-menerus di bawah 110 denyut per menit dapat disebabkan oleh hipoksia berat, rangsangan vagal, atau gangguan berat pada janin. Bradikardia 19 menunjukkan tekanan yang signifikan dan dapat menjadi tanda kekurangan oksigen yang parah. b. Takikardia Peningkatan denyut jantung janin di atas 160 denyut per menit dapat mengindikasikan infeksi, demam, atau peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis. Takikardia bisa menjadi respons kompensasi terhadap stres atau hipoksia, namun juga menandakan potensi gangguan pada janin. c. Deselerasi Penurunan detak jantung janin dan dapat dikategorikan menjadi deselerasi dini, lambat, atau bervariasi. Deselerasi Dini: Biasanya berhubungan dengan kompresi kepala dan biasanya tidak berbahaya. Deselerasi Akhir: Terjadi setelah puncak kontraksi dan sering kali berhubungan dengan insufisiensi uteroplasenta. Deselerasi Variabel: Dapat disebabkan oleh kompresi tali pusat dan dapat bervariasi dalam waktu dan tingkat keparahan. 3. Respon Metabolik Janin a. Asidosis Penurunan pengiriman oksigen menyebabkan metabolisme anaerobik, meningkatkan produksi asam laktat dan mengakibatkan asidosis metabolik. Asidosis dapat semakin membahayakan fungsi organ janin dan menyebabkan serangkaian gangguan fisiologis. 20 b. Mekanisme Kompensasi Janin mungkin berupaya mengkompensasi penurunan kadar oksigen dengan meningkatkan detak jantung, mendistribusikan kembali aliran darah, atau mengubah tekanan darah. Tekanan yang berkepanjangan atau parah dapat membebani mekanisme kompensasi ini, sehingga menyebabkan kondisi yang lebih buruk dan potensi kerusakan organ. 4. Faktor Ibu a. Hipotensi Ibu Tekanan darah ibu yang rendah dapat mengurangi aliran darah uterus dan plasenta, sehingga memperburuk gawat janin. Berkurangnya pengiriman oksigen dan nutrisi ke janin dapat memperburuk keadaan. b. Kondisi Kesehatan Ibu Kondisi seperti preeklampsia atau diabetes dapat memengaruhi fungsi plasenta dan oksigenasi janin. Kondisi ini dapat mengganggu kemampuan plasenta dalam menyalurkan oksigen dan nutrisi secara efektif ke janin. 2.2.4 Diagnosis dan Tatalaksana Fetal Distress atau Gawat Janin Fetal distress atau Gawat Janin merupakan kondisi patofisiologis di mana oksigen tidak tersedia untuk janin dalam jumlah yang cukup. Jika tidak dikoreksi dengan baik, maka kondisi ini dapat menyebabkan dekompensasi respons fisiologis 21 dan bahkan menyebabkan kerusakan banyak organ. Gawat janin secara intrinsik terkait dengan hipoksia janin, asidosis, dan sangat terkait dengan asfiksia perinatal. Penatalaksanaan gawat janin biasanya dilakukan dengan pemantauan intensif, resusitasi intrauterin, amnioninfusi dan persalinan segera lewat persalinan per vagina atau bedah sesar (Raicević et al., 2010). Diagnosis gawat janin didasarkan pada nilai pH darah tali pusat yang rendah, skor Apgar yang rendah, dan parameter lainnya. Prediksi ante- dan intrapartum, yang sangat penting untuk menjadi dasar tatalaksana. ACOG Committee on Obstetrics Practice telah merekomendasikan bahwa istilah fetal distress atau gawat janin sebagai diagnosis sebelum persalinan dan selama persalinan harus diganti dengan "nonreassuring fetal status." Beberapa penanda sebelum persalinan dan selama persalinan dari yang mengindikasikan gawat janin adalah detak jantung janin yang abnormal (deselerasi lambat berulang, baseline bergelombang, bradikardia), penurunan pO2 dalam darah janin, pewarnaan mekonium pada cairan ketuban, dan nilai pH rendah atau peningkatan laktat pada darah janin (Raicević et al., 2010). Pemeriksaan detak jantung janin adalah bagian penting dari diagnosis non reassuring fetal status. Salah satu metode penilaian kesejahteraan janin dengan pemeriksaan detak jantung janin bisa dengan Fetal Stethoscope (Pinard), Hand- Held Doppler, Cardiotocography (CTG). Cardiotocography (CTG) Merupakan metode pemeriksaan DJJ, sekaligus kontraksi miometrium. Indikator Penilaian pada Cardiotocography (CTG) adalah Baseline, Variability, Acceleration dan Deceleration. Hingga saat ini telah banyak definisi yang dapat menggambarkan interpretasi dari detak jantung janin. Konsensus mengenai definisi ini telah 22 dikeluarkan oleh FIGO dan NICHD. Berikut adalah definisi yang tepat mengenai non reassuring fetal status. Tabel 2. 2 Definisi Non Reassuring Fetal Status Kategori Deskripsi Berdasarkan NICHD Kategori I Detak jantung janin 110-160 x/menit Variabilitas sedang (6-25 detak/menit) Deselerasi : tidak ada deselerasi lambat deselerasi dini mungkin ada atau tidak ada, akselerasi mungkin ada atau tidak ada Kategori II Detak jantung janin yang tidak memenuhi kategori I atau kategori III. Takikardia Variabilitas minimal atau berlebihan Absen variabilitas tanpa ada deselerasi berulang Varibel atau deselerasi lambat berulang tanpa disertai absennya variabilitas Deselerasi yang memanjang 23 Kategori III Varibilitas : hilangnya baseline dari detak jantung janin disertai tanda berikut: Adanya deselerasi lambat berulang Adanya variabel deselerasi berulang Bradikardia (DJJ < 110 x/menit) Pola sinusoidal Berdasarkan FIGO Normal DJJ baseline sebesar 110-160 x/menit Variabilitas 5-25 x/menit Tidak ada deselerasi Suspicious Hilangnya atau kurangnya paling tidak ciri khas normal dari DJJ, namun tidak ada pola patologis Patologis DJJ baseline < 110 x/menit Penurunan variabilitas selama lebih dari 15 menit atau peningkatan variabiltias lebih dair 30 menit ATAU Pola sinusoidal lebih dari 30 menit Deselerasi repetitive atau terlambat selama lebih dari 30 menit atau 20 menit dengan variabiltias menurun ATAU 24 Deselerasi memanjang lebih dari 5 menit 2.3 Respond Time pada Sectio Caesaria atau Bedah Sesar Darurat Menurut guideline yang dikeluarkan oleh National Institute for Health and Care Excellence atau NICE terdapat berbagai pembagian kegawat daruratan obstetrik yang membutuhkan bedah sesar. Waktu tanggap untuk operasi bedah sesar darurat merupakan faktor penting dalam memastikan keselamatan ibu dan bayinya. Idealnya, interval pengambilan keputusan (decision-to-delivery interval/DDI) dalam situasi darurat harus sesingkat mungkin. Decision-to-Delivery Interval (DDI): Target waktu DDI pada operasi caesar darurat sering kali ditetapkan pada 30 menit. Artinya, sejak keputusan dibuat untuk melakukan operasi bedah sesar darurat, idealnya bayi dilahirkan dalam waktu 30 menit. (Setijanto, Djasri and Dwiprahasto, 2020). Operasi bedah sesar diklasifikasikan ke dalam kategori berbeda berdasarkan urgensi situasinya. Kategori-kategori ini membantu penyedia layanan kesehatan memprioritaskan prosedur dan memastikan ibu dan bayi menerima perawatan yang tepat sesegera mungkin. Klasifikasi biasanya mencakup empat kategori. Kategori 1 adalah kategori yang mengharuskan bayi lahir dengan segera. Pasien pada kategori 1, sebaiknya dilahirkan dalam waktu 30 menit sejak diputuskannya melakukan bedah sesar. Jika tidak maka hal ini akan mengancam langsung nyawa ibu atau janin, harus dilakukan tindakan segera untuk melahirkan bayi secepat mungkin dalam waktu kurang 30 menit. Beberapa contoh kasus dalam kategori I antara lain, 25 Gawat Janin, Ruptur Rahim, Prolaps tali pusat, Solusio plasenta (Setijanto, Djasri and Dwiprahasto, 2020). Kategori 2 adalah Kondisi adanya ancaman serius namun tidak langsung mengancam nyawa ibu atau janin namun tetep mengkhawatirkan, kondisi dimana tidak dapat melakukan persalinan per vaginam. Pada kategori 2 bedah sesar dapat dilakukan dalam waktu 30-75 menit setelah diputuskannya bedah sesar. Keterlambatan dalam memenuhi jeda waktu ini dikaitkan dengan perburukan prognosis ibu atau janin. Beberapa contoh kasus dalam kategori II antara lain Gawat janin yang tidak langsung mengancam nyawa namun tetep mengkhawatirkan, kegagaglan kemajuan persalinan dengan tanda-tanda kelehanan ibu, preeklampia dengan memburuknya kondisi ibu. (Setijanto, Djasri and Dwiprahasto, 2020). Kategori 3 adalah kondisi dimana memerlukan tindakan dini namun tidak ada resiko langsung terhadap nyawa ibu atau janin, dimana dapat dilakukan dalam hitungan jam namun tidak mendesak. Beberapa contoh kasus dalam kategori III antara lain kegagalan untuk mencapai kemajuan dalam persalinan tanpa tanda-tanda gawat janin atau ibu, kondisi janin IUGR Ringan hingga sedang tanpa gawat darurat akut. Kategori 4 adalah kondisi persalinan bedah sesar terencana yang sesuai dengan indikasi medis. (Setijanto, Djasri and Dwiprahasto, 2020). 26 Gambar 2. 1 Kategori Sectio Caesaria atau Bedah sesar (Royal College of Obstetrician and Gynaecologist. Classification of Urgency of caserean Section-A Continuum of Risk. Good Pratice No. 11. 2010) 2.4 Aktivasi Kamar Operasi Kebidanan Lantai 5 untuk Menunjang Mutu Pelayanan Aktivasi Kamar Operasi Kebidanan adalah sebuah langkah strategis yang bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayannan kesehatan, terutama terhadap pelayanan kesehatan ibu dan bayi. Salah satu aspek yang sangat penting dalam mutu pelayanan adalah waktu respon untuk melakukan operasi, terutama pada kasus- kasus darurat seperti bedah sesar. Aktivasi Kamar Operasi Kebidanan diharapkan dapat mengurangi waktu ini sehingga meningkatkan peluang keselamatan ibu dan bayi. (Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Universitas Airlangga, 2018). 27 Aktivasi ini melibatkan optimalisasi sumber daya manusia (tenaga medis), peralatan medis, serta alur dan prosedur yang lebih efisien. Dengan demikian, fasilitas kesehatan dapat memberikan respon yang lebih cepat dan tepat dalam penanganan kasus kebinanan. Aktivasi Kamar Operasi Kebidanan juga difokuskan pada penanganan kasus-kasus darurat yang memerlukan intervensi segera. Ini mencakup persiapan ruang operasi, kesiapan tim medis, dan manajemen alur pasien untuk memastikan semua aspek siap ketika situasi darurat terjadi. Aktivasi ini tidak hanya mencakup implementasi tetapi juga evaluasi dan monitoring berkelanjutan untuk memastikan bahwa mutu pelayanan terus ditingkatkan. Pelaporan dan analisis data menjadi bagian penting dari proses ini. Aktivasi Kamar Operasi Kebidanan memerlukan koordinasi yang baik antar berbagai unit terkait, seperti unit gawat darurat, ruang bersalin, dan ruang operasi. Ini memastikan bahwa alur kerja berjalan lancar dan tidak ada hambatan yang dapat memperlambat penanganan kasus. (Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Universitas Airlangga, 2018). Menurut laporan dari Komite Peningkatan Mutu dan Keseselamatan Pasien Area Prioritas (Instalasi Maternal dan Perinatal) Rumah Sakit Universitas Airlangga Oktober – Desember 2018 peningkatan mutu dan layanan adalah salah satu hal yang sangat penting untuk Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya. Oleh karena itu evaluasi mutu pada periode ini diarahkan secara umum untuk meningkatkan mutul pelayanan dan penerapan keselamatan pasien di Instalasi Maternal dan Perinatal Rumah Sakit Universitas Airlangga (Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Universitas Airlangga, 2018). 28 Menurut laporan dari Komite ini ditemukan beberapa indikator yang belum mencapai standar 100%. Salah satu indikator mutu yang cukup menonjol adalah indikator persiapan bedah sesar darurat < 30 menit yang memiliki standar 100%. Pada bulan Oktober 2018 ditemukan angka capaian sebesar 80%, pada angka November ditemukan angka capaian sebesar 82%, dan pada bulan Desember ditemukan angka capaian sebesar 81% (Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Universitas Airlangga, 2018). Pada laporan yang dikeluarkan oleh Komite Peningkatan Mutu dan Keseselamatan Pasien Area Prioritas (Instalasi Maternal dan Perinatal) Rumah Sakit Universitas Airlangga Oktober – Desember 2018 untuk mencapai indikator persiapan bedah sesar darurat < 30 menit ini diusulkan untuk mengaktifkan kembali Kamar Operasi Kebidanan Lantai 5. Hal ini pun menjadi rencana Tindak Lanjut Sub Komite Keselamatan Pasien untuk kemudian ditindaklanjuti dengan beropasinya Kamar Operasi Kebidanan Lantai 5 (Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit Universitas Airlangga, 2018). 2.5 Plan, Do, Study and Action (PDSA) dan Point Of Care Quality Improvement (POCQI) PDSA (Plan, Do, Study, Act) adalah kerangka kerja iteratif yang digunakan untuk mengelola perubahan dan perbaikan dalam berbagai bidang, termasuk layanan kesehatan, manufaktur, pendidikan, dan lainnya. PDSA dikembangkan dari siklus PDCA (Plan, Do, Check, Act), yang diperkenalkan oleh Dr. W. Edwards Deming, seorang ahli kualitas dan manajemen. Siklus ini dirancang untuk 29 meningkatkan proses secara bertahap melalui pendekatan berbasis eksperimen dan pembelajaran dari pengalaman. Plan (Perencanaan): Pada tahap ini, masalah atau area yang perlu diperbaiki diidentifikasi, dan rencana tindakan dibuat. Rencana tersebut harus mencakup tujuan spesifik, langkah-langkah tindakan yang diperlukan, serta prediksi atau hipotesis tentang hasil yang diinginkan. Identifikasi masalah: Apa yang perlu diperbaiki?, Penentuan tujuan: Apa yang ingin dicapai melalui perubahan ini?, Hipotesis dan prediksi: Apa yang diharapkan akan terjadi setelah perubahan diterapkan?, Desain rencana aksi: Langkah-langkah spesifik yang akan diambil dan cara untuk mengukur hasil. Do (Pelaksanaan): Tahap ini melibatkan pelaksanaan rencana yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Penting untuk mengumpulkan data selama pelaksanaan untuk melihat bagaimana perubahan yang diterapkan memengaruhi proses atau hasil. Implementasi rencana: Terapkan rencana dalam skala kecil atau sesuai konteks. Pengumpulan data: Kumpulkan data dan informasi selama pelaksanaan untuk menganalisis hasil nantinya. Study (Pengkajian): Setelah pelaksanaan, hasil dari tindakan yang diambil dievaluasi. Data yang dikumpulkan selama tahap "Do" dianalisis untuk melihat apakah tujuan telah tercapai dan apakah prediksi yang dibuat pada tahap "Plan" benar. Evaluasi hasil: Bandingkan hasil yang diperoleh dengan prediksi awal. Analisis kesenjangan: Identifikasi apa yang berhasil dan apa yang tidak. Pembelajaran: Pelajari dari hasil dan pengalaman selama pelaksanaan. 30 Act (Tindakan Lanjutan): Tahap terakhir ini melibatkan pengambilan tindakan berdasarkan hasil evaluasi. Jika perubahan yang diterapkan efektif, bisa distandarisasi dan diterapkan lebih luas. Jika tidak efektif, siklus PDSA bisa diulangi dengan rencana yang diperbarui berdasarkan pelajaran yang dipetik dari siklus sebelumnya. Standardisasi: Jika hasil positif, jadikan proses baru sebagai standar. Modifikasi: Jika hasilnya tidak sesuai harapan, buat perubahan pada rencana dan ulangi siklus. Keuntungan Menggunakan PDSA antara lain terkait Fleksibilitas dimana PDSA mudah diadaptasi ke berbagai situasi dan lingkungan mulai dari proses kecil hingga proyek besar, Pembelajaran Berkesinambungan yang Mendorong organisasi untuk terus belajar dari tindakan dan hasil sebelumnya, Manajemen Risiko dengan menggunakan pendekatan skala kecil untuk perubahan memungkinkan risiko lebih kecil sebelum memperluas implementasi, Perbaikan Berkelanjutan dimana PDSA mendukung budaya perbaikan berkelanjutan (continuous improvement) dalam organisasi. Sebuah pendekatan sistematis yang dirancang untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan di tingkat pelayanan langsung kepada pasien (point of care). POCQI bertujuan untuk memperbaiki proses dan hasil layanan kesehatan dengan melibatkan tenaga medis dan staf yang terlibat dalam perawatan sehari-hari. Pendekatan ini sangat berguna dalam meningkatkan hasil perawatan pasien, terutama di negara berkembang dan di fasilitas kesehatan dengan sumber daya yang terbatas. 31 Dalam konsep dasar mutu pelayanan yang harus terpenuhi yang terdiri dari fasilitas yang memenuhi standart baik jumlah maupun mutu, Pemenuhan SDM jumlah dan Kompensi, Proses layanan yang memenuhi standar mutu dan keselamatan pasien dan Hasil dari proses layanan yang memberikan kepuasan kepada pasien. Pendekatan POCQI merupakan cara praktis dan terstruktur untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, dengan fokus pada tindakan perbaikan yang dilakukan di titik pelayanan langsung. Melalui keterlibatan tim medis dalam siklus perbaikan berkelanjutan, POCQI membantu mengatasi masalah kesehatan secara lebih efektif dan efisien. POCQI sering diterapkan untuk meningkatkan layanan pada ibu dan bayi baru lahir, terutama di negara berkembang. Dengan banyak keuntungan yang didapatkan seperti: 1. Peningkatan Hasil Klinis: Dengan perbaikan di tingkat pelayanan langsung, hasil klinis pasien dapat meningkat, termasuk penurunan komplikasi, mortalitas, atau durasi rawat inap. 2. Efisiensi Operasional: Meningkatkan alur kerja dan mengurangi pemborosan dalam proses perawatan. 3. Keterlibatan Staf: Mendorong staf medis untuk terlibat aktif dalam identifikasi masalah dan menemukan solusinya. 4. Biaya Efektif: POCQI membantu menciptakan solusi yang tidak hanya efektif secara klinis tetapi juga hemat biaya. 32 Dengan strategi QUALITY IMPROVEMENT atau Peningkatan Kualitas yang terdiri dari beberapa langkah yaitu: 1. Identifikasi Masalah: Langkah pertama dalam POCQI adalah mengidentifikasi masalah atau area di mana kualitas layanan perlu ditingkatkan. Masalah ini bisa terkait dengan hasil klinis, kepuasan pasien, waktu pelayanan, atau proses perawatan. 2. Pembentukan Tim Peningkatan Kualitas: Sebuah tim yang terdiri dari dokter, perawat, dan staf lain yang terlibat dalam perawatan pasien dibentuk. Tim ini akan bekerja sama untuk menemukan solusi atas masalah yang telah diidentifikasi. 3. Analisis Penyebab Masalah: Setelah masalah diidentifikasi, tim menganalisis penyebab utama dari masalah tersebut. Teknik seperti fishbone diagram atau 5 Whys sering digunakan untuk mencari akar penyebab. 4. Penerapan Perubahan (PDSA Cycle): a. Plan: Merencanakan perubahan yang diperlukan untuk mengatasi masalah yang ditemukan. b. Do: Menerapkan perubahan pada skala kecil untuk melihat dampaknya. 33 c. Study: Mengevaluasi hasil perubahan yang diterapkan, mengumpulkan data, dan melihat apakah perubahan tersebut membawa perbaikan. d. Act: Jika perubahan efektif, diterapkan secara lebih luas; jika tidak, direncanakan kembali. 5. Pengukuran Kinerja: POCQI mendorong pengumpulan dan analisis data untuk mengukur dampak dari perbaikan yang dilakukan. Metode pengukuran ini bisa mencakup indikator klinis, waktu layanan, atau tingkat kepuasan pasien. 6. Penerapan Skala Lebih Besar: Jika perubahan terbukti efektif pada skala kecil, perbaikan ini dapat diterapkan di seluruh unit atau departemen yang relevan. BAB 3 LAPORAN KASUS Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 22 pasien yang menjalani bedah sesar darurat di kamar operasi gedung bedah pusat lantai 7 pada tahun 2022 dan 23 pasien yang menjalani bedah sesar darurat di kamar operasi kebidanan lantai 5 pada tahun 2023. 3.1 Profil Demografi Pasien yang Menjalani Bedah Sesar Darurat di Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat Lantai 7 (2022) dan Kamar Operasi Kebidanan Lantai 5 (2023) Tabel 3. 1 Data Demografi Bedah Sesar Darurat di Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat Lantai 7 (2022) dan Kamar Operasi Kebidanan Lantai 5 (2023) Data Demografi Kamar Operasi Lantai 7 Kamar Operasi Lantai 5 n (%) n (%) Usia (tahun) 16-20 2 (9,1) 1 (4,3) 21-25 2 (9,1) 6 (26,1) 26-30 11(50,0) 7 (30,4) 31-35 5 (22,7) 6 (26,1) 36-40 1 (4,5) 3 (13,0) > 40 1 (4,5) 0 (0) 34 35 Pekerjaan Bekerja 14 (63,6) 3 (13,0) Tidak bekerja 8 (36,4) 20 (87,0) APGAR Score 1-3 2 (9,1) 4 (17,4) 4-6 8 (36,4) 9 (39,1) 7-9 12 (54,5) 10 (43,5) Status Pernikahan Menikah 23 (100) 23 (100) Tidak Menikah 0 (0) 0 (0) Pendidikan SD 0 (0) 0 (0) SMP 2 (9,1) 1 (4,3) SMA 6 (27,3) 11 (47,8) Sarjana 14 (63,6) 11(47,8) Status Ibu Meninggal 0 (0) 0 (0) Hidup 22 (100) 23 (100) Status Bayi Meninggal 1(4,5) 0 (0) Hidup 21 (95,5) 23 (100) Perawatan Bayi NICU 1 (4,5) 6 (26,1) Non NICU 20 (90,9) 17 (73,9) 36 Ketuban Jernih 14 (63,6) 15 (65,2) Mekoneal 8 (36,4) 8 (34,8) Pernapasan CPAP Tidak 19 (86,4) 17 (73,9) Ya 3 (36,4) 6 (26,1) Total 22 (100) 23 (100) Pada studi ini ditemukan usia ibu yang menjalani bedah sesar darurat di kamar operasi gedung bedah pusat lantai 7 dan kamar operasi kebidanan lantai 5 sama-sama didominasi dengan umur 26-30 dengan masing masing sebanyak 50% dan 30,4%. Pasien yang ditangani di kamar operasi gedung bedah pusat lantai 7 didominasi dengan ibu yang bekerja (63,6%) sedangkan kamar operasi kebidanan kamar operasi kebidanan lantai 5 didominasi ibu yang tidak bekerja (87,0%). Skor APGAR didominasi dengan skor 7-9 yaitu 54,5% pasien kamar operasi gedung bedah pusat lantai 7 dan 43,5% pasien kamar operasi kebidanan lantai 5. Status pernikahan pada kedua data seluruhnya adalah pasien yang sudah menikah (100%). Pendidikan didominasi dengan sarjana pada pasien kamar operasi gedung bedah pusat lantai 7 (63,6%) sedangkan pasien pada kamar operasi kebidanan lantai 5 didominasi dengan pasien dengan tingkat pendidikan SMA dan sarjana dengan masing-masing 47,8%. Status ibu seluruhnya hidup sedangkan status bayi ditemukan bayi yang meninggal pada pasien kamar operasi gedung bedah pusat lantai 7 sebanyak 1 bayi (4,5%). Perawatan bayi didominasi oleh perawatan NICU, dengan masing-masing 90,9% pada pasien kamar operasi gedung bedah pusat lantai 37 7 dan 73,9% pada pasien kamar operasi kebidanan lantai 5. Ketuban ditemukan dominasi ketuban jernih pada kedua kelompok dengan 63,6% pasien kamar operasi gedung bedah pusat lantai 7 dan 65,2 pasien kamar operasi kebidanan lantai 5. Bantauan pernapasan berupa CPAP diberikan kepada 36,4% bayi yang dilahirkan di kamar operasi gedung bedah pusat lantai 7 dan 26,1% kamar operasi kebidanan lantai 5. 38 3.2 Waktu Respon Pasien dengan Bedah Sesar Darurat di Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat lantai 7 (2022) dan Kamar Operasi Kebidanan lantai 5 (2023) Tabel 3. 2 Profil ibu yang menjalani Bedah Sesar di Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat lantai 7 RSUA No. Kode Keputusan Masuk Anestesi Insisi Waktu hingga Kamar hingga hingga Respon masuk Operasi insisi bayi (menit) Kamar hingga (menit) lahir Operasi anestesi (menit) (menit) (menit) 1. RN 2 10 7 16 5 38 2. II 4 43 26 13 21 103 3. D 1 25 25 11 7 68 4. IP 2 24 26 3 5 58 5. DW 4 30 53 2 5 90 6. T 1 7 25 3 5 40 7. I 1 30 85 15 5 135 8. IT 3 5 13 12 8 38 9. S 2 15 15 10 4 44 10. UD 6 35 18 10 24 87 11. L 2 5 5 8 12 30 12. SR 2 10 23 4 3 40 13. R 2 20 14 16 5 55 14. FK 2 19 45 12 11 87 15. RZ 2 23 20 11 5 59 16. RCH 1 30 5 10 5 50 17. NV 2 45 5 5 5 60 18. PE 1 20 10 5 4 39 19. FR 4 28 2 15 10 55 20. FKW 3 30 15 15 5 65 21. C 2 25 25 10 7 67 22. E 1 40 17 8 9 74 Rata-rata 24 22 10 8 63 Pada tabel diatas didapatkan sebanyak 22 pasien yang menjalani bedah sesar dikamar operasi gedung bedah pusat di lantai 7 selama periode 2022. Rata-rata keputusan sesar hingga masuk kamar operasi adalah sebesar 24 menit, masuk kamar 39 operasi hingga anestesi dengan rata-raa waktu 22 menit, anestesi hingga insisi 10 menit, dan insisi hingga bayi lahir selama rata-tara 8 menit. Waktu respon sejak keputusan sesar hingga bayi lahir adalah rata-rata sebesar 63 menit. Waktu respon paling cepat adalah 30 menit dan respon paling lama 135 menit. Waktu respon yang ideal pada pasien dengan bedah sesar kategori 1 selama 30 menit tercapai hanya pada 1 pasien (4,54%). Tabel 3. 3 Profil ibu yang menjalani Bedah Sesar Darurat di kamar operasi kebidanan lantai 5 RSUA No. Kode Gravida Keputusan Masuk Anestesi Insisi Waktu hingga Kamar hingga hingga Respon masuk Operasi insisi bayi (menit) Kamar hingga (menit) lahir Operasi anestesi (menit) (menit) (menit) 1. I 2 5 9 10 5 29 2. IF 4 2 18 13 11 44 3. EP 1 3 15 15 10 43 4. A 2 5 10 10 3 28 5. D 1 10 15 8 5 38 6. FA 1 5 12 8 5 30 7. IN 3 5 18 2 9 34 8. OGS 1 5 25 2 3 35 9. PM 1 5 15 10 6 36 10. PW 1 10 13 10 8 41 11. DF 1 2 25 7 3 37 12. ENF 1 5 10 10 3 28 13. PEF 1 5 20 5 3 33 14. NQ 1 5 12 10 3 30 15. RAS 4 5 5 7 3 20 16. AM 3 4 16 6 3 29 17. CM 1 5 5 13 5 28 18. NS 1 10 5 15 15 45 19. DAR 3 5 33 1 3 42 20. EF 5 2 13 13 23 51 21. AF 4 5 17 9 3 34 22. BSN 2 20 20 7 3 50 23. MS 5 5 8 10 5 28 Rata-rata 6 15 9 6 35 40 Untuk meningkatkan mutu dan mempercepat waktu respon, pada tahun 2023 di RSUA membuka Kamar Operasi Kebidanan lantai 5 untuk maternal. Pasien bedah sesar kategori 1 yang menjalani operasi di kamar operasi kebidanan di lantai 5 RSUA sebanyak 23 pasien. Rata-rata keputusan sesar hingga masuk kamar operasi adalah sebesar 6 menit, masuk kamar operasi hingga anestesi dengan rata-rata waktu 15 menit, anestesi hingga insisi 9 menit, dan insisi hingga bayi lahir selama rata-tara 6 menit. Waktu respon sejak keputusan sesar hingga bayi lahir dengan rata-rata sebesar 35 menit. Waktu respon paling cepat adalah 28 menit dan respon paling lama 50 menit. Waktu respon yang ideal pada pasien dengan bedah sesar kategori 1 selama 30 menit tercapai hanya pada 9 pasien (39,1%). Tabel 3. 4 Perbandingan Waktu Respon Pasien dengan Bedah Sesar Darurat di Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat lantai 7 (2022) dan Kamar Operasi Kebidanan lantai 5 (2023) Kamar Keputusan Masuk Kamar Anestesi Insisi hingga Waktu Operasi hingga masuk Operasi hingga insisi bayi lahir Respon Kamar hingga (menit) (menit) (menit) Operasi anestesi (menit) (menit) Lantai 7 24 22 10 8 63 Lantai 5 6 15 9 6 35 BAB 4 PEMBAHASAN KASUS 4.1. Fetal Distress atau Gawat Janin sebagai Indikasi Sectio Caesaria (SC) Dari hasil penelitian diketahui bahwa, Pada tahun 2022 didapatkan jumlah persalinan bedah sesar sebanyak 699 pasien dimana terdapat 22 pasien (3,1%) menjalani bedah sesar darurat dengan indikasi gawat janin di kamar operasi gedung bedah pusat lantai 7 dari total operasi bedah sesar darurat sebanyak 47 pasien (7,6%) di Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya. Pada tahun 2023 didapatkan jumlah persalinan dengan bedah sesar sebanyak 631 pasien dimana 23 pasien (3,6%) menjalani bedah sesar darurat dengan indikasi gawat janin di kamar operasi kebidanan lantai 5 dari jumlah total operasi bedah sesar darurat sebanyak 58 pasien (9,1%) di Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya. Penelitian yang dilakukan oleh Maskey dkk, yang menunjukkan bahwa kejadian operasi sesar terbanyak adalah atas indikasi gawat janin sebesar 28%, diikuti dengan riwayat operasi sesar 18%, tidak adanya kemajuan persalinan 12%, oligohidramnion 7%, malpresentasi 7%, cephalopervic disorders (CPD) 6,5% dan hipertensi dalam kehamilan 4% (Maskey, Bajracharya and Bhandari, 2019). Penelitian lain menunjukkan Indikasi operasi caesar darurat kategori-1 adalah gawat janin (58 - 61,8%) (Dunn et al., 2016; Temesgen et al., 2020). Indikasi lainnya adalah presentasi sungsang, prolaps tali pusat, solusio plasenta, kegagalan 41 42 persalinan dengan alat bantu, dan perdarahan antepartum yang parah (Dunn et al., 2016). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Grace et al. juga menunjukkan indikasi tersering adalah kegagalan kemajuan persalinan (46,5%) dan status janin yang meragukan (19%) (Grace, Greer and Kumar, 2015) Fetal distress atau Gawat janin merupakan indikasi persalinan dengan bedah sesar darurat yang masuk pada kategori 1. Persalinan bedah sesar kategori 1 harus dilakukan sesegera mungkin dan pada sebagian besar situasi dalam waktu 30 menit setelah pengambilan keputusan (National Institute for Health and Care Excellence (NICE), 2021). 4.2 Karakteristik Pasien Sectio Caesarea atau Bedah Sesar Darurat di Kamar Operasi Gedung Bedah Pusat di Lantai 7 dan Kamar Operasi Kebidanan di Lantai 5 Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya Karakteristik pasien didominasi dengan umur muda (26-30 thn), ibu bekerja (tahun 2022), dan ibu tidak bekerja pada (tahun 2023), seluruhnya sudah menikah, pendidikan paling banyak s