Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah PDF
Document Details
Uploaded by Deleted User
2021
Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag.
Tags
Summary
This book discusses the legal basis for Islamic finance. It covers the differences between Islamic finance and conventional finance. The book is useful to students and practitioners of Islamic finance.
Full Transcript
DALIL-DALIL HUKUM KEUANGAN SYARIAH Copyright ©2021, Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. All rights reserved DALIL-DALIL HUKUM KEUANGAN SYARIAH Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. Editor: H. A. Hafiz Anshary AZ Desain Sampul: Ruhtata Layout/tata letak Isi: Tim Redaksi Bildung Perpustakaan...
DALIL-DALIL HUKUM KEUANGAN SYARIAH Copyright ©2021, Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. All rights reserved DALIL-DALIL HUKUM KEUANGAN SYARIAH Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. Editor: H. A. Hafiz Anshary AZ Desain Sampul: Ruhtata Layout/tata letak Isi: Tim Redaksi Bildung Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah/ Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag./ Yogyakarta: CV. Bildung Nusantara, 2021 viii + 212 halaman; 15,5 x 23 cm ISBN: 978-623-6379-59-2 Cetakan Pertama: Desember 2021 Penerbit: BILDUNG Jl. Raya Pleret KM 2 Banguntapan Bantul Yogyakarta 55791 Email: [email protected] Website: www.penerbitbildung.com Anggota IKAPI Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa seizin tertulis dari Penerbit dan Penulis iv Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah KATA PENGANTAR ت احلمد هلل الذى أنعمنا بنعمة ال ىص والصالة والسالم عىل سيد ن وموال حممد وعىل أهل وأحصابه املرتىص ن سيد ن ن املصط ورسول. أما بعد.وم تهل القصوى الذ ن لوا مرتبة العليا ن ن ين Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan nikmat yang luar biasa sehingga penulisan buku Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah ini dapat diselesaikan. Dalil-dalil hukum (adillah al-ahkam) dalam Islam sebenarnya sama saja untuk semua bidang studi keislaman, namun pemberian label “keuangan Syariah” di dalam buku ini untuk memberikan stressing (penekanan) bahwa yang menjadi pokok bahasan adalah dalil-dalil hukum terkait dengan keuangan syariah. Perbedaan dengan studi keislaman yang lain terletak pada contoh-contoh penerapan dalil-dalil hukum tersebut di dalam keuangan syariah. Para ahli menggunakan istilah yang berbeda mengenai dalil-dalil hukum dalam Islam. Ada yang menggunakan istilah al-adillah asy- syar`iyyah (dalil-dalil syara`), ada yang menyebutnya Ushul al-Ahkam (dasar-dasar hukum), dan ada pula yang menggunakan term al- Mashadir asy-Syar`iyyah li al-Ahkam (sumber-sumber syariat untuk hukum-hukum/sumber-sumber pembuatan hukum). Semua istilah tersebut bermakna sama, yaitu sesuatu yang dijadikan pedoman atau petunjuk oleh para ulama untuk menetapkan hukum syara` yang berhubungan dengan perbuatan manusia, baik petunjuk itu bersifat qath`i (pasti, jelas, dan terang) maupun zhanni (dugaan kuat). Di dalam buku ini istilah yang digunakan adalah dalil-dalil hukum (adillah al-ahkam), dimaksudkan agar pembaca secara selintas Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. v sudah memahami bahwa yang dibicarakan di dalam buku ini adalah dalil-dalil yang dipakai oleh para mujtahid untuk menetapkan atau mengistimbat hukum di dalam Islam, khususnya hukum terkait dengan keuangan syariah. Perkembangan keuangan syariah yang cukup pesat di Indonesia dan maraknya kelahiran Lembaga Keuangan Syariah serta banyaknya Perguruan Tinggi yang membuka fakultas atau program studi (prodi) ekonomi syariah menyebabkan kebutuhan akan literatur tentang keuangan syariah semakin besar. Mudah-mudahan karya sederhana ini bermanfaat untuk menambah khazanah pustaka keuangan syariah dan bisa dimanfaatkan oleh mahasiswa, praktisi, peminat, dan pengkaji keuangan syariah. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam bentuk apa pun sehingga buku ini dapat diterbitkan. Semoga segala amal baik mereka diterima sebagai ibadah dan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah swt. Amin ya Rabbal `alamin. Banjarmasin, 05 Jumadil Ula 1443 H 10 Desember 2021 M Penulis, Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. Dosen FEBI UIN Antasari Banjarmasin dan Institut Agama Islam Darussalam Martapura, Kalsel Anggota Komisi PRK MUI Kalsel vi Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah DAFTAR ISI KATA PENGANTAR........................................................... v DAFTAR ISI........................................................................ vii BAB I PENDAHULUAN...................................................... 1 BAB II DALIL-DALIL HUKUM DALAM ISLAM..................... 7 A. Pendahuluan................................................... 7 B. Pengertian Dalil Hukum................................ 8 C. Macam-Macam Dalil...................................... 10 D. Pengertian Ahkam.......................................... 11 E. Pembagian Dalil Hukum (Dalil Syara`)......... 12 BAB III KEUANGAN SYARIAH............................................. 18 A. Pendahuluan................................................... 18 B. Pengertian dan Definisi................................... 21 C. Prinsip-Prinsip Keuangan Syariah................... 22 D. Larangan dalam Keuangan Syariah................. 32 E. Lembaga Keuangan Syariah............................ 35 BAB IV DALIL-DALIL HUKUM YANG DISEPAKATI............... 40 A. Alquran........................................................... 40 B. As-Sunnah....................................................... 54 C. Al-Ijma`.......................................................... 77 D. Al-Qiyas.......................................................... 94 BAB V DALIL-DALIL HUKUM YANG DIPERSELISIHKAN.... 116 A. Al-Istihsan....................................................... 116 B. Al-Mashlahah al-Mursalah.............................. 141 Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. vii C. Al-`Urf............................................................ 159 D. Al-Istishab....................................................... 170 E. Qaul Shahabat................................................ 181 F. Syar`u Man Qablana....................................... 188 BAB VI PENUTUP............................................................... 203 DAFTAR PUSTAKA............................................................ 206 TENTANG PENULIS......................................................... 211 viii Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah BAB I PENDAHULUAN MESKIPUN dilanda wabah pandemi Covid-19 yang cukup lama,1 pertumbuhan dan perkembangan keuangan syariah di Indonesia cukup menggembirakan. Menurut Prof. Dr. Wimboh Santoso, SE, M.Sc., Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam ceramahnya di depan peserta Ijtima` Sanawi (Pertemuan Tahunan) Dewan Pengawas Syariah (DPS) se-Indonesia, Kamis, 2 Desember 2021, total aset keuangan syariah Indonesia (tidak termasuk saham syariah) per September 2021 mencapai Rp 1.993,41 triliun atau USD 139,33 milyar. Untuk industri Perbankan Syariah, total aset sebesar Rp 646,212 T (USD 45,17 M), Industri Keungan Non-Bank (IKNB) Rp 117,83 T (USD 8,24 M), dan Pasar Modal Syariah Rp 1229,69 T (USD 85,93 M). Total aset keuangan syariah di Indonesia setiap tahun cenderung meningkat, walaupun ada di antara industri keuangan syariah yang terimbas wabah pandemi Covid-19 sehingga asetnya sedikit menuurun di bulan September 2021. Perbankan Syariah termasuk industri keuangan syariah yang asetnya terus meningkat. Pada tahun 2016 Perbankan Syariah memiliki aset sebesar Rp 365,66 triliun, meningkat menjadi Rp 1 Pada hari Senin, 2 Maret 2020, Presiden RI, Joko Widodo, mengumumkan, dua orang warga negara RI positif Covid-19. Kedua orang tersebut adalah seorang ibu berinisial MD (64 tahun) dan puterinya berinisial NT (31 tahun)yang tinggal di kota Depok, Jawa Barat. Yang pertama tertular Covid-19 adalah NT setelah yang bersangkutan kontak dengan seorang warga negara Jepang yang positif Covid-19 pada saat pesta dansa di Klub Paloma & Amigos, Jakarta, 14 Februari 2020. Ibunya sendiri, MD (64) terinfeksi Covid-19 setelah kontak dengan anaknya, NT, yang diduga mengindap Covid-19, pada tanggal 20 Februari 2020. Lihat Dr. Rizali Fadli, Begini Kronologis Lengkap Virus Corona Masuk Indonesia, Halodoc, https://www.halodoc.com/artikel/kronologi-lengkap-virus-corona-masuk-indonesia, 11 Juni 2021. Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 1 435,02 triliun di tahun 2017. Tahun 2018 meningkat lagi menjadi 489,69 tiliun dan di tahun 2019 menjadi Rp 538, 32 triliun. Pada bulan September 2021 aset Perbankan Syariah meningkat menjadi Rp 646,21 triliun atau USD 45,17 milyar. Aset keuangan asuransi Syariah sejak tahunn 2016 sampai dengan tahun 2019 terus meningkat, namun pada bulan September 2021 menurun sedikit dibanding tahun 2019. Pada tahun 2016 asuransi syariah memiliki aset keuangan sebesar Rp 33,24 T, tahun 2017 Rp 40,52 T, 2018 Rp 41,96 T, 2019 Rp 45,45 T, dan September 2021 Rp 43,68 T (USD 3,05 M). Dari data ini terlihat bahwa aset keuangan asuransi syariah di bulan September 2021 menurun sebesar Rp 1,77 T dibanding tahun 2019. Aset keuangan Pembiayaan Syariah juga terus meningkat sejak tahun 2016 sampai dengan tahun 2019, namun sedikit menurun di bulan september 2021. Pada tahun 2016 sebesar Rp 36,94 T, 2017 Rp 34,48 T, 2018 Rp 25,71 T, 2019 Rp 27,19 T, dan September 2021 Rp 22,28 T (USD 1,56 M). Berbeda dengan asuransi syariah dan pembiayaan syariah, aset keuangan Lembaga Non-Bank Syariah lainnya sejak 2016 sampai dengan September 2021 mengalami peningkatan yang signifikan dan tidak ada penurunan sama sekali. Pada tahun 2016 sebesar Rp 18,49 T, 2017 Rp 24,14 T, 2018 Rp 29,35 T, 2019 Rp 32,97 T, dan September 2021 Rp 51,86 T (USD 3,62 M). Demikian juga aset keuangan Sukuk Korporasi terus meningkat sejak tahun 2016 sampai September 2021. Pada tahun 2016 aset industri keuangan syariah ini sebesar Rp 11,88 T, 2017 Rp 15,74 T, 2018 Rp 22,02 T, 2019 Rp 29,83, dan September 2021 Rp 37,16 T (USD 2,60 M). Reksa Dana Syariah termasuk industri keuangan syariah yang mengalami penurunan pada September 2021 dibanding tahun 2019. Pada tahun 2016 Reksa Dana Syariah memiliki aset sebesar Rp 14,19 T, 2017 Rp 28,31 T, 2018 Rp 34,49 T, 2019 Rp 53,74 T, dan september 2021 Rp 41,31 T (USD 2,89 M). 2 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah Peningkatan yang sangat menggembirakan terjadi pada sukuk negara. Sejak 2016 sampai 2021 aset sukuk negara terus meningkat dengan peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2016 Rp 412,63 T, 2017 Rp 551,56 T, 2018 Rp 646,45 T, 2019 Rp 740,62 T, dan September 2021 Rp 1.150,91 T (USD 80,44 M).2 Sampai September 2021 jumlah perbankan syariah di Indonesia mencapai 197 bank yang terdiri atas: 12 Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 165 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Pasar Modal Syariah sebanyak 1.002 yang terdiri atas: 453 Saham Syariah, 191 Sukuk Korporasi, 286 Reksa Dana Syariah, dan 72 Sukuk Negara. Industri Keuangan Non-Bank Syariah sebanyak 214, terdiri atas: 59 Asuransi Syariah, 43 Pembiayaan Syariah, 5 Penjaminan Syariah, 9 Fintech Syariah, 81 Lembaga Keuangan Mikro Syariah, dan 17 Industri Non-Bank Syariah lainnya.3 Data-data di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan keuangan syariah di Indonesia cukup pesat, meskipun belum sebanding dengan keuangan konvensional. Seperti dikemukakan di atas, total aset keuangan syariah di Indonesia (Perbankan, IKNB, dan Pasar Modal Syariah) per September 2021 sebesar Rp 1.993,41 T (USD 139,33 M). Jumlah ini masih belum berimbang dengan total aset keuangan konvensional yang mencapai Rp 19.556,91 T (USD1.366,95 M) (10,19 % : 89,81%). Hal ini wajar karena keuangan syariah di Indonesia berusia masih sangat muda dibanding konvensional. Dapat dikatakan bahwa bendera keuangan syariah di Indonesia baru berkibar pada tahun 1991 dengan kehadiran Bank Muamalat Indonesia, 1 November 1991 (24 Rabiul Akhir 1412 H) yang digagas oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ikatan Cendekiawan 2 Lihat Prof. Dr. Wimboh Santoso, S.E., M.Sc., Kebijakan Digitalisasi dan Integrasi Dana Komersial dan Dana Sosial Islam dalam Mendukung Ekosistem Ekonomi Syariah, dalam E-Book Ijtima` Sanawi Dewan Pengawas Syariah 2021, Jakarta, 2021, hlm. 25. 3 Prof. Dr. Wimboh Santoso, S.E., M.Sc., hlm. 26. Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 3 Muslim Indonesia (ICMI) dan pengusaha muslim serta mendapat dukungan dari Pemerintah Republik Indonesia. Bank syariah pertama di Indonesia ini mulai beroperasi secara efektif pada tanggal 1 Mei 1992 (27 Syawwal 1412 H). Sedangkan bank konvensional sudah lama ada, bahkan sejak zaman penjajahan Belanda. Sejarah mencatat bahwa lembaga perbankan pertama kali yang ada di Indonesia adalah De Bank van Leening yang didirikan oleh VOC pada tahun 1746. Tujuan pendiriannya adalah untuk mempermudah aktivitas perdagangan VOC di Indonesia.4 Pada tanggal 1 September 1752 VOC mendirikan lagi De Bank Courant en Bank van Leening, setelah De Bank van Leening tidak beroperasi dengan baik, namun bank kedua ini pun tidak bisa mempertahankan eksistensinya. Setelah VOC bangkrut pada abad ke-18 dan kendali pemerintahan di Indonesia diambil alih langsung oleh Pemerintah Hindia Belanda, pada tahun 1827-1828 Raja Wilem I mendirikan bank dengan nama De Javasche Bank (DBJ). Tujuannya “untuk mengatasi permasalahan ekonomi dan keuangan di Koloni Hindia Belanda pasca kebangkkrutan VOC.”5 Bank Belanda ini terus berkembang sampai Indonesia merdeka (1945) dan menjadi cikal bakal Bank Indonesia. Bank Indonesia sendiri didirikan pada tanggal 1 Juli 1953 sebagai bank senteral. Presiden RI ketika itu, Ir. Soekarno, mendirikan bank ini “dalam rangka menasionalisasi perbankan yang ada di Indonesia.”6 Dari data sejarah di atas terlihat bahwa usia bank konvensional jauh lebih tua dibanding bank syariah. Meskipun mayoritas warga negara Indonesia beragama Islam (sekitar 86,88 % atau 236,53 juta jiwa dari sekitar 272,23 juta jiwa penduduk Indonesia per Juni 2021 berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependukan dan Pencatatan), mayoritas mereka belum mengenal dengan baik perbankan syariah. 4 Ahmad, Lembaga Perbankan: Pengertian, Sejarah, Undang-Undang, dan Jenisnya, Gramedia Blog, https://www.gramedia.com/literasi/lembaga-perbankan/, t.hlm. 5 Anisyah Al-Faqir (reporter), Sejarah BI, Berdiri untuk Gantikan Bank Sentral Belanda di Indonesia, Merdeka.com, 6 September 2020, https://www.merdeka.com/uang/sejarah-bi- berdiri-untuk-gantikan-bank-sentral-belanda-di-indonesia.html 6 Anisyah Al-Faqir (reporter), t.hlm. 4 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah Mereka lebih familiar dengan perbankan konvensional. Karena itu, sosialisasi pengenalan perbankan syariah gencar dilakukan oleh berbagai pihak. Hasilnya, terlihat dari gambaran di atas, kemajuannya cukup siginifikan sesuai dengan usianya yang relatif masih muda. Sebagai sebuah sistem manajemen keuangan yang menggunakan prinsip dan dasar hukum Islam, keuangan syariah tentu saja tidak boleh melanggar prinsip-prinsip dan dasar hukum syariah. Prinsip dan dasar hukum tersebut tidak hanya diaplikasikan di dalam sistem, tetapi juga meliputi semua aspek terkait keuangan syariah, termasuk lembaga-lembaga penyelenggara keuangan syariah dan produk-produknya. Prinsip dan ketentuan hukum keuangan syariah digali dari dalil- dalil hukum atau dalil-dalil syara` yang selama ini digunakan oleh ulama atau mujtahid di dalam menetapkan hukum terhadap suatu peristiwa atau permasalahan hukum yang mereka hadapi. Dalil-dalil hukum atau dalil-dalil syara` itu ada yang disepakati oleh jumhur ulama, ada pula yang diperselisihkan. Di dalam pengelolaan keuangan syariah, manajemen keuangan syariah, dan operasionalisasi industri keuangan syariah (Perbankan Syariah, Pasar Modal Syariah, dan Industri Keuangan Non-Bank Syariah), termasuk produk-produk yang dikeluarkannya, banyak sekali masalah-masalah baru yang muncul, yaitu masalah-masalah yang tidak ada ketentuan hukumnya secara eksplisit di dalam Alquran dan/atau as-sunnah (hadis) dan tidak pernah terjadi di zaman Rasulullah maupun di zaman sahabat. Untuk menetapkan hukum terhadap peristiwa atau masalah tersebut ulama melakukan ijtihad, dengan mengerahkan segenap daya dan kemampuannya menggali hukum dari dalil-dalilnya. Karena itu, dalil-dalil hukum atau dalil-dalil syara` memegang peranan yang sangat penting dan strategis di dalam kajian tentang keuangan syariah. Kajian tentang keuangan syariah termasuk bagian dari kajian fiqh muamalah. Prinsip yang dianut di dalam fiqh muamalah adalah qaidah fiqhiyyah yang berbunyi: Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 5 ت ن أ االصل املعامالت إاال ب حة إال أن يدل دليل عىل ير ها Pada dasarnya semua bentuk muamalah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Qaidah ini mengandung makna bahwa apa pun aktivitas muamalah, termasuk keuangan syariah, boleh dilakukan selama tidak ada dalil yang mengharamkannya. Dengan demikian, kajian fiqh muamalah terhadap masalah-masalah baru yang muncul difokuskan kepada dalil-dalil hukum, apakah ada dalil hukum yang melarang atau mengharamkannya atau tidak, jika tidak ada, berarti masalah tersebut boleh dilakukan. 6 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah BAB II DALIL-DALIL HUKUM DALAM ISLAM A. Pendahuluan KETENTUAN-ketentuan hukum terkait dengan perbuatan manusia yang mukallaf (balig dan berakal) ditetapkan oleh para ulama berdasarkan dalil-dalil hukum, baik dalil yang qath`i (pasti) maupun dalil yang zhanni (dugaan kuat). Dalil hukum yang pertama dan utama adalah Alquran dan as-sunnah (hadis Nabi Besar Muhammad saw.) Seluruh kaum muslimin menyepakati dalil hukum ini. Artinya, umat Islam sepakat bahwa hukum-hukum agama terkait dengan perbuatan mukallaf harus didasarkian kepada dua dalil hukum tersebut. Untuk itu, para ulama berupaya secara maksimal dengan mengerahkan segenap kemampuannya untuk menggali hukum yang terkandung di dalam Alquran dan as-sunnah. Mereka berusaha mengistimbat hukum dari kedua dalil hukum utama tersebut terhadap peristiwa atau persoalan hukum yang mereka hadapi. Apabila di dalam kedua dalil hukum ini atau salah satu di antara keduanya ditemukan nas yang jelas, terang, dan nyata, para ulama tidak sulit menetapkan hukum, misalnya hukum wajib, sunnat, haram, makruh, atau mubah. Tetapi, apabila di dalam kedua dalil hukum itu tidak ditemukan nas yang jelas, terang, dan nyata mengenai suatu peristiwa atau masalah hukum yang mereka hadapi, para ulama menggunakan dalil hukum yang lain dengan tetap mengacu dan tidak bertentangan dengan Alquran dan as-sunnah. Mereka mengambil makna-makna implisit dan nilai- nilai yang terkandung di dalam nas Alquran dan as-sunnah tersebut. Karena itulah, dalil hukum di dalam Islam tidak terbatas hanya pada Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 7 Alquran dan as-sunnah, tetapi juga ada ijma`, al-qiyas, al-istihsan, al-mashlahah al-mursalah, al-`urf, istishhab, qaul sahabah, dan syar`u man qablana. B. Pengertian Dalil Hukum Dalil-dalil hukum di dalam bahasa Arab disebut Adilah al- Ahkam. Kata adillah adalah jamak (plural) dari kata dalil dan al- ahkam adalah jamak (plural) dari kata al-hukm. Menurut Dr. Wahbah az-Zuhaili, secara lughawi (etimologis), dalil berarti: 1. حس أو معنوي يخ أو ش املرشد واهلادى إىل أي ي أ ش ي Petunjuk dan pedoman kepada sesuatu, baik yang bersifat inderawi maupun maknawi, baik atau buruk. Pengertian yang sama diberikan oleh Abdul Wahhab Khallaf. Dalil menurutnya adalah: 2 خ أو ش حس أو معنوي ي اهلادى إىل أي ي أ ش ي Petunjuk kepada sesuatu, baik yang bersifat inderawi maupun maknawi, baik atau buruk. Menurut Dr. Abdul Karim Zaidan, pengertian dalil secara lughawi adalah: أ ما فيه ت 3 دالهل و إرشاد إىل أي أمر من االمور Sesuatu yang di dalamnya ada petunjuk dan panduan kepada masalah apa pun dari berbagai masalah. 1 Dr. Wahbah az-Zuhaili, Al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, Dar al-Fikr, Damaskus , 1999, hlm 21. 2 Abdul Wahhab Khallaf, `Ilm Ushul al-Fiqh, Dar al-Qalam, Kuwait, Cet. Ke-12, 1978, hlm. 20. 3 Dr. Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, Mu’assasah ar-Risalah, Beirut, cet. Ke-7, 1998, hlm. 147. 8 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah Dengan redaksi yang berbeda namun mengandung makna yang sama, Prof. Dr. Mukhtar Yahya dan Prof. Drs. Fatchurrahman mengartikan dalil sebagai “sesuatu yang menunjukkan hal-hal yang dapat ditanggap secara inderawi atau ditanggap secara maknawi”.4 Pengertian dalil secara istilah (terminologis) dikemukakan oleh beberapa pakar, antara lain: 1. Abdul Wahhab Khallaf: Dalil di dalam istilah para ahli Ushul Fiqh (Ushuliyyun) adalah : عىل سبيل ش معىل ي عىل حمك يع ي ما يستدل ب لنظر الصحيح فيه ي 5. القطع أوالظن Sesuatu yang yang dapat memberikan petunjuk dengan nalar yang benar mengenai hukum syara` yang bersifat amali (praktis), secara qath`i (pasti) atau zhanni (dugaan kuat/relatif ). 2. Dr. Wahbah az-Zuhaili: أي العمل,معىل سواء بطريق القطع ش لك ما يستفاد منه حمك يع ي 6 ين. أي غلبة الظن, أم بطريق الظن, اليق Tiap-tiap sesuatu yang dapat diambil manfaat daripadanya hukum syara` yang amali (praktis), baik dengan jalan yang pasti (qath``i), artinya ilmu yang yakin, maupun zhanni (dugaan), yaitu dugaan yang kuat. 3. Zainuddin Ali bin Ahmad al-Amidi: Dalil dalam istilah para ahli ushul (ushuliyyun) adalah: 7 خ ي ما ي كن التوصل بصحيح النظر فيه أىل مطلوب ب 4 Prof. Dr. Mukhtar Yahya dan Prof. Drs. Fatchurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh islami. PT Al-Ma`arif, Bandung cet, ke-4, 1997, hlm. 27. 5 Abdul Wahhab Khallaf, hlm. 20. 6 Dr. Wahbah az-Zuhaili, hlm 21. 7 Dr. Abdul Karim Zaidan, hlm. 147. Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 9 Sesuatu yang mungkin dicapai dengan nalar yang benar kepada berita yang diinginkan (hukum syara`) Istilah dalil hukum (adillah al-ahkam) sering pula disebut dengan nama dalil syara` (al-adillah asy-syar`iyyah). Yang dimaksud dengan dalil syara’ (al-adillah asy-syar`iyyah) ialah “sesuatu yang dipergunakan sebagai petunjuk pandangan yang sehat untuk menetapkan hukum syara’ tentang amal perbuatan manusia secara qath’i (pasti) atau zhanni (dugaan keras).”8 Terminologi lain yang digunakan selain adillah al-ahkam (dalil- dalil hukum) dan al-adillah asy-syar`iyyah (dalil-dalil syara`) adalah Ushul al-Ahkam (dasar-dasar hukum), al-Mashadir asy-Syar`iyyah li al-Ahkam (sumber-sumber pembuatan hukum). Semuanya mempunyai arti dan makna yang sama dengan dalil syara’. 9 C. Macam-Macam Dalil Dilihat dari sudut jelas dan tidaknya makna yang terkandung di dalam dalil, dalil terdiri atas dua macam: 1. Dalil qath`i, yaitu dalil yang maknanya jelas, pasti, dan terang, tidak bisa ditakwil atau dipahami dengan makna yang lain. 2. Dalil zhanni, yaitu dalil yang menunjukkan kepada makna yang dapat ditakwil atau mungkin dialihkan kepada makna yang lain. Ditinjau dari sudut datangnya dari Allah swt atau Rasulullah saw sehingga sampai kepada umat Islam, dalil terbagi dua: 1. Qath`iy al-wurud, yaitu dalil yang pasti dan sangat meyakinkan datang dari Allah atau dari Rasulullah saw. Dalil yang pasti datang dari Allah swt adalah Alquran dan yang pasti datang dari Nabi Muhammnad saw tanpa keraguan sedikit pun adalah hadis mutawatir. Baik Alquran maupun hadis mutawatir, keduanya diriwayatkan dari orang banyak 8 Dr. Wahbah az-Zuhaili, hlm. 21. 9 Dr. Abdul Karim Zaidan, hlm. 147. Lihat juga Abdul Wahhab Khallaf, hlm. 20. 10 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah kepada orang banyak yang tidak memungkinkan mereka bersepakat dusta. 2. Zhanniy al-wurud, yaitu dalil yang tidak diriwayatkan secara mutawatir sehingga sampainya dalil tersebut kepada umat Islam hanya berdasarkan dugaan yang kuat (zhann). Dalil yang termasuk zhanniy al-wurud ini adalah hadis- hadis Ahad; sedangkan ayat-ayat Alquran tidak ada satu pun yang termasuk kategori zhanniy al-wurud karena seluruh ayat Alquran diriwayatkan secara mutawatir sehingga seluruhnya qath`iy al-wurud. D. Pengertian Ahkam Ahkam adalah jamak (plural) dari kata al-hukm. Menurut Dr. Wahbah az-Zuhaili, al-hukm secara bahasa (etimologis) berarti: أ إسناد أمر أالخر إما ت إثبا أو نفيا اكحلمك ب ن القمر طلع أو يغ 10 طالع Menyandarkan suatu perkara kepada yang lain, baik berbentuk penetapan maupun peniadaan, seperti hukum bahwasanya bulan itu muncul atau tidak muncul. Pengertian hukum secara istilah (terminologis), menurut Dr. Wahbah az-Zuhaili adalah: امللكف اقتضاء ت ن ين أ أو يي ا أو خطاب هللا تعاىل املتعلق ب فعال 11 وضعا Khithab (firman) Allah swt yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf, baik dalam bentuk tuntutan (perintah atau larangan), pilihan, atau penetapan. 10 Dr. Wahbah az-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, hlm. 21. 11 Dr. Wahbah az-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, hlm. 21. Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 11 Pengertian tersebut sejalan dengan pengertian hukum syara` sebagaimana dikemukakan oleh Abdul Wahhab Khallaf: امللكف طلبا ت ن ين أ 12 أو يي ا أو وضعا خطاب الشارع املتعلق ب فعال Khitab (firman) Syari` (Allah swt) yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf, baik dalam bentuk tuntutan, pilihan, maupun penetapan (taqrir). Istilah wadh`an juga bisa diartikan “menjadikan sesuatu sebagai sebab adanya yang lain, syarat, dan mani` atau penghalang bagi suatu hukum.”13 E. Pembagian Dalil Hukum (Dalil Syara`) Dr. Abdul Karim Zaidan menyebutkan, pembagian dalil hukum atau dalil syara` bisa dilihat dari dua sudut pandang:14 1. Pembagian ditinjau dari sudut kesepakatan dan perbedaan, dalil syara` terbagi kepada tiga: a. Disepakati oleh para imam kaum muslimin: Alquran dan as-Sunnah; b. Disepakati oleh jumhur kaum muslimin: Ijma` dan Qiyas. Ijma` tidak digunakan oleh kelompok an-Nazhzham dari kalangan Muktazilah dan juga tidak dipakai oleh sebagian kaum Khawarij, sementara qiyas ditolak oleh mazhab Ja`fariyah dan Zhahiriyah. Mazhab Ja`fariyah adalah pengikut Ja`far ash-Shadiq,15 imam keenam dari kaum Syiah Imamiyah, sedangkan Zhahiriyah adalah mazhab yang dibentuk oleh Dawud bin Khalaf al-Isfahani (lahir 12 Abdul Wahhab Khallaf, hlm. 100. 13 Lihat Prof. Drs. H.A. Djazuli dan Dr. I. Nurol Aen, M.A. Ushul Fiqh: Metodologi Hukum Islam, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, Cetakan I, 2000, hlm. 15. 14 Prof. Drs. H.A. Djazuli dan Dr. I. Nurol Aen, M.A., hlm. 148-149 15 Ja`far bin Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali bin Abu Thalib, dilahirkan di Madinah al-Munawwarah, 17 Rabiul Awwal 83 H (20 April 702 M) dan wafat di Madinah, 25 Syawwal 148 H (13 Desember 765 M). Beliau seorang ulama besar keturunan Rasulullah saw dan memperoleh gelar ash-shadiq (orang yang benar) karena kejujuran beliau terutama mengenai hadis Nabi Besar Muhammad saw, ucapan-ucapan, dan tindakan-tindakannya. 12 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah di Kufah tahun 200 H/815 M dan wafat di Bagdad tahun 270 H/883 M). c. Yang belum disepakati oleh para ulama: `urf, istishhab, istihsan, mashlahah mursalah, syar`u man qablana, dan mazhab sahabi. 2. Pembagian ditinjau dari sudut kembalinya kepada naql (teks) dan ar-ra`yu (nalar), dalil syara` terbagi dua: a. Al-adillah an-Naqliyah, yaitu dalil syara` yang bersifat ta`abbudi (diikuti sebagai ibadah tanpa memerlukan pemikiran dan penalaran). Yang termasuk kategori ini adalah Alquran dan as-Sunnah. Juga dihubungkan dengan dalil naqliah ini: Ijma`, mazhab sahabi, dan syar`u man qablana. b. Al-Adillah al`Aqliyah, yaitu dalil syara` yang memerlukan pemikiran dan nalar, yaitu: Qiyas, istihsan, al-mashlahah al-mursalah, dan istishhab. Dari uraian di atas terlihat bahwa ada 10 dalil hukum di dalam Islam, empat yang disepakati oleh jumhur ulama, yaitu Alquran, as- sunnah, al-ijma, dan al-qiyas, dan enam belum disepakati, dalam arti, sebagian menggunakannya sebagai dalil hukum, sebagian lain tidak menggunakannya, yaitu: `urf, istishhab, istihsan, mashlahah mursalah, syar`u man qablana, dan mazhab sahabi. Dr. Wahbah az-Zuhaili menambahkan satu lagi yang termasuk dalil hukum yang masih diperselisihkan ulama penggunaannya, yaitu Sadd adz-dzara`i` atau sadd adz-dzari`ah. Dengan demikian, menurut Wahbah az-Zuhaili, jumlah dalil hukum dalam Islam ada 11, yaitu: Alquran, as-sunnah, al-ijma`, al-qiyas, al-`urf, al-istishhab, al-istihsan, al-mashlahah al-mursalah, syar`u man qablana, mazhab sahabi, dan Sadd adz-dzara`i`.16 Landasan hukum yang digunkaan oleh jumhur ulama untuk menyepakati Alquran, as-sunnah, al-ijma`, dan al-qiyas sebagai dalil hukum adalah Q.S. an-Nisa/4: 59: 16 Dr. Wahbah az-Zuhaili, Al-Wajiz, hlm. 21. Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 13 ََ ُ ْ أ ْۖ اال ْمر ِم ْن ُك وىل أوَ ول سُ الر َّ وايع َ َّ َ ي َأ يُّ َ ا َّال ِذ نَ َآم ُنوا َأ ِط ُيعوا ُ الل َوَأ ِط ِ ِي ي َّ َ ْ ُ ُ ْ َّ َ َ ْ ََ ْ َ َ َ ْ تُ ْ ن ش لل ِ الر ُس ِول ِإن ك ْن تُ ْ تؤ ِم ُنون ِب ِ ٍء ف ُر ُّد ُوه ِإىل َّ الل َو ف ِإن تنازع ِ ي ي ً أ ْ َ ٰ َ َ َ ْ ْآ َوال َي ْو ِم اال ِخ ِر ۚ ذ ِلك خ ْي ٌ َوأ ْح َس ُن تَ ِويال Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Di dalam ayat ini Allah swt memerintahkan kepada orang- orang yang beriman untuk melakukan empat hal: 1. Taat kepada Allah swt. Perintah ini bersifat mutlak. Setiap mukmin wajib hukumnya taat kepada Allah swt. Dalam konteks dengan Ushul Fiqh, taat kepada Allah berarti mengikuti Alquran al-Karim karena Alquran adalah firman Allah swt yang diturunkan untuk memberikan bimbingan dan petunjuk kepada umat manusia. Dengan demikian, Alquran adalah sumber dan dalil hukum utama dalam Islam. 2. Taat kepada Rasulullah saw. Ketaatan kepada Rasulullah ini pun bersifat mutlak. Dalam konteks dengan Ushul Fiqh, ketaatan kepada Rasulullah saw berarti menjadikan as-sunnah sebagai sumber dan dalil hukum; 3. Taat kepada uli al-amr (orang yang mengurusi kepentingan umat). Banyak pendapat terkait makna uli al-amr, antara lain maknanya adalah ulama dan umara. Menurut Ahmad Musthafa al-Maragi, yang dimaksud dengan uli al-amr adalah umara, para hakim, ulama, panglima perang, dan seluruh pemimpin dan kepala yang menjadi rujukan umat manusia dalam hal kebutuhan dan 14 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah kemaslahatan umum.17 Ketaatan kepada uli al-amr tidak bersifat mutlak, tetapi tergantung kepada perintah uli al- amr tersebut. Jika perintahnya baik dan tidak melanggar hukum Allah swt, wajib ditaati, tetapi jika perintahnya bermuatan dosa dan maksiat, tidak wajib ditaati. Salah satu yang termasuk ulil amri adalah ulama. Apabila ulama sudah bersepakat menetapkan hukum suatu peristiwa. Kesepakatan mereka merupakan ijma` yang wajib diikuti dan ditaati oleh kaum muslimin. 4. Mengembalikan perbedaan pendapat kepada Allah dan Rasul. Artinya, jika kaum muslimin berbeda pendapat mengenai hukum suatu peristiwa, hendaklah mereka mengembalikannya kepada Allah (Alquran) dan kepada Rasul (as-sunnah). Pengembalian kepada nas Alquran dan as-sunnah ini dilakukan dengan cara mengqiyaskan (menganalogikan) illat hukum peristiwa yang ada yang ingin ditetapkan hukumnya dengan illat hukum yang terkandung pada peristiwa yang secara eksplisit disebutkan di dalam Alquran atau as-sunnah. Dalil lain yang dijadikan landasan jumhur ulama untuk menyepakati Alquran, as-sunnah, ijma`, dan qiyas sebagai dalil hukum adalah hadis Nabi Besar Muhammad saw sebagai berikut: أن رسول هللا صىل هللا عليه وسمل ملا أراد أن يبعث معاذا إىل ن َْ َ َ ٌ َ َ َ َ َ ََ َ َْ َ َْ ن ىص أق ِ ي: قال،ىص ِإذا عرض لك قضاء؟ كيف تق ِ ي:اليمن قال َ َ َ َّ َّ َ َ َ ْ َ ْ تَ ْ ن ف ِب ُس َّن ِة َر ُس ِول: قال،الل؟ اب َ ِ ِ ِ ف ِإن ل ِب د ِ ي: قال،الل ت ك ِ اب َ ِ ِب ِكت َّ َّ َ َ َ ْ َ َت ْ ن َ ُ َّ َ َّ ِ ف ِإن ْل ِب د ِ ي ُس َّن ِة َر ُس ِول: قال،هللا َعل ْي ِه َو َس َمل الل الل صىل ِ َ ْ َ َ َ َّ َ َ َوال ن ك،هللا َع َل ْي ِه َو َس َّ َمل ُ َص َّىل َوال، أ ْج تَ ِ ُد َرأ ِي ي:الل؟ قال ِ اب ِ ت ِ ي ِ 17 Ahmad Musthafa al-Maragi, Tafsir al-Maragi, Syirkah Maktabah wa Mathba`ah Mushthafa al-Babi al-Halabi wa Auladih, Kairo, 1969, hlm. 72. Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 15 َ ْ : َو َق َال،هللا َع َل ْي ِه َو َس َّ َمل َص ْد َر ُه َّ ُ ُ َ َ َ َُ َ ن ُ الل َص َّىل احل ْم ُد ِ ف ب رسول.آلو َ ُ َّ َّ َ ُ ْ ن َ َ َّ َّ َّ (رواه امحد.الل َر ُسوهل ِالل ِلا ي ي ِ لل ال ِذي َوفق َر ُسول َر ُس ِول ِ ِ )وال مذى وابو داود ت Sesungguhnya Rasulullah saw ketika ingin mengutus Mu’az (bin Jabal) ke Yaman. Beliau bersabda,“Bagaimana engkau akan menetapkan hukum jika dihadapkan kepadamu suatu perkara?”. Mu’az menjawab, “Saya akan menetapkannya dengan Kitab Allah (Alquran).” Rasulullah saw bertanya, “Bagaimana jika tidak terdapat di dalam Kitab Allah (Alquran)?” Ia menjawab, “Saya akan menetapkannya dengan sunnah Rasulullah.” Rasulullah saw bertanya lagi, “Bagaimana jika tidak terdapat di dalam Sunnah Rasulullah dan tidak ada di dalam Kitab Allah (Alquran) ?” Ia menjawab, “Saya berijtihad dengan pikiran saya sendiri dan saya tidak akan meninggalkannya.” Kemudian, Rasulullah saw menepuk dada Muaz dan bersabda, “Alhamdulillah, Allah telah memberikan taufiq kepada utusan Rasulullah sesuai dengan apa yang diridai Allah dan Rasul-Nya. (H.R. Ahmad, Abu Daud, dan at-Turmudzi) Di dalam hadis ini terlihat ada tiga sumber atau dalil hukum yang digunakan oleh Muaz bin Jabal dan diakui oleh Rasulullah saw, yaitu: Alquran, as-sunnah, dan ijtihad. Jumhur ulama membagi ijtihad tersebut kepada dua bentuk: Pertama, ijtihad yang dilakukan oleh para mujtahid secara bersama-sama terhadap suatu perkara hukum yang tidak ada ketentuan hukumnya secara eksplisit di dalam Alquran dan as-sunnah, kemudian mereka bersepakat menetapkan hukumnya. Kesepakatan mereka ini disebut ijma`. Kedua, ijtihad yang dilakukan oleh mujtahid secara individual (pribadi). Di dalam ijtihad tersebut mujtahid menggunakan qiyas (analogi) dengan mengqiyaskan peristiwa hukum yang terjadi dengan kasus hukum yang sudah ada ketetapannya di dalam nas (Alquran atau as-sunnah). Dalil-dalil hukum sebagaimana disebutkan di atas merupakan dalil-dalil hukum dalam Islam menyangkut semua aspek ajaran 16 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah Islam yang terkait dengan masalah hukum; termasuk di dalamnya keuangan syariah. Di dalam buku ini, insya Allah, akan dibicarakan 10 dalil hukum tersebut dengan urutan sebagai berikut: Alqur`an, as- sunnah, al-ijma`, al-qiyas, al-istihsan, al-mashlahah al-mursalah, al- `urf, al-istishhab, qaul as-sahabah, dan syar`u man qablana dalam hubungannya dengan keuangan syariah. Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 17 BAB III KEUANGAN SYARIAH A. Pendahuluan SEJAK zaman Rasulullah saw, praktik keuangan syariah telah diterapkan dalam kehidupan masyarakat muslim. Seiring berjalannya waktu, topik ekonomi, penelitian dan perkembangan konsep ekonomi didominasi oleh Eropa.1 Paruh kedua abad kesembilan belas, pengetahuan Islam dalam konteks keuangan mulai bangkit kembali sampai sekarang. Keuangan syariah menjadi alternatif pengelolaan keuangan yang tetap stabil di tengah kekacauan ekonomi global.2 Sampai akhirnya konsep keuangan berbasis syariah Islam saat ini, telah diterima secara luas di dunia dan telah menjadi alternatif sistem bagi pasar yang menghendaki ketaatan terhadap syariah (syariah compliance). Tidak dapat dipungkiri, konsep ini diawali dengan perkembangan yang pesat di negara-negara Timur Tengah, Asia Tenggara dan bahkan sampai pada beberapa negara Barat, termasuk di Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia3, Indonesia memiliki potensi besar sebagai pusat pengembangan keuangan syariah dunia, tanpa terkecuali lembaga keuangan dalam bentuk perbankan maupun lembaga keuangan non perbankan. 1 Hans Visser, Islamic Finance; Principles and Practice, Third Edition, 2009, hlm. 1 2 Pristiwiyanto, Ekonomi Syariah, Solusi Krisis Keuangan Global, Jurnal Al-Iqtishod Vol. 8 No. 1, Januari 2020 hlm, 40. 3 Yasushi Suzuki dan Sigit Pramono, The Growth of Islamic Banking in Indonesia, Theory and Practice, 2020 berdasarkan data dari Pew Research Center Tahun 2010 18 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah Meskipun memiliki potensi yang besar penetrasi pasar keuangan syariah di Indonesia masih cukup rendah, menurut data lanscape keuangan syariah September 2021, Otoritas Jasa Keuangan mencatat total aset keuangan syariah mencapai Rp1.993,41 triliun atau USD 139,33 miliar.4 Keadaan ini harus menjadi perhatian para regulator, pemangku kepentingan dan seluruh pihak yang terlibat dalam sistem ekonomi di Indonesia untuk terus mensosialisasikan dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat yang lebih luas lagi. Jika dirunut dari awal, berdirinya lembaga keuangan syariah dengan sistem bagi hasil (mudharabah) didasarkan pada dua alasan utama yaitu, pertama mayoritas ulama berpandangan bahwa bunga (interest/faidah) pada lembaga keuangan konvensional hukumnya haram karena termasuk dalam kategori riba yang dilarang dalam agama.5 Kedua, dari aspek ekonomi, penyerahan risiko usaha terhadap salah satu pihak dinilai melanggar norma keadilan dan kesamarataan (‘adalah). Bahkan dalam jangka panjang sistem keuangan konvesional akan menyebabkan penumpukan kekayaan pada sebagian kecil orang yang memiliki modal besar. Sebagai contoh, faktor utama yang membedakan perbankan konvensional dengan perbankan syariah adalah suku bunga (interest/ faidah) sebagai balas jasa atas penyertaan modal yang diterapkan pada bank konvesional, sementara pada bank syariah balas jasa atas modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau kerugian yang diperoleh yang didasarkan pada “akad”. Prinsip utama dari “akad” ini adalah keadilan antara pemberi modal dan pemakai modal yang berlaku baik bagi nasabah maupun lembaga keuangan syariah (LKS). Munculnya lembaga keuangan syariah di Indonesia didorong oleh masyarakat Islam di Indonesia yang berpandangan bunga merupakan riba, sehingga dilarang oleh agama. Dari aspek hukum yang mendasari perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia adalah UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam 4 Bahan Ijtima’ Sanawi Dewan Pengawas Syariah Nasional Tahun 2021, DSN MUI, hal 25. 5 Terkait konteks ini, MUI telah mengeluarkan fatwa keharaman bunga bank melalui fatwa Nomor 1 Tahun 2004 yang ditetapkan tanggal 24 Januari 2004. Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 19 UU tersebut prinsip syariah masih samar, yang dinyatakan sebagai prinsip bagi hasil. Prinsip perbankan syariah secara tegas dinyatakan dalam UU No. 10 Tahun 1998, yang kemudian diperbaharui dengan UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan UU No. 3 Tahun 20046. Berdasarkan catatan di atas, perkembangan lembaga keuangan yang menggunakan prinsip syariah resmi dimulai pada tahun 1992 yang diawali dengan berdirinya bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank yang menggunakan prinsip syariah pertama di Indonesia.7 Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa keuangan syariah memiliki potensi yang cukup besar khususnya di Indonesia, hal ini ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan lembaga keuangan syariah yang dilihat dari meningkatnya jumlah kantor lembaga keuangan syariah, jumlah aset, pembiayaan yang disalurkan dan dana pihak ketiga. Meskipun demikian, untuk lebih mengetahui seberapa potensi tersebut, segmentasi pasar mana yang memiliki potensi yang lebih baik, produk-produk apa yang diharapkan oleh masyarakat dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pengambilan keputusan untuk memilih lembaga keuangan syariah dan bagaimana perilakunya, perlu dikaji lebih lanjut. Hal ini penting dilakukan untuk memutuskan strategi pengembangan dan skala pengembangannya di masa yang akan datang. Selain itu, penting untuk memberikan pemahaman yang komprehensif kepada seluruh elemen masyarakat muslim Indonesia terkait keberadaan dan prinsip yang digunakan oleh lembaga keuangan syariah. Konteks pemahaman ini perlu diperkuat dengan landasan hukum yang berasal dari dalil-dalil syariah sesuai dengan tuntunan agama Islam sebagaimana akan dijelaskan pada bab berikutnya dalam buku ini. 6 Rachmadi Usman, Produk dan Akad Perbankan Syariah di Indonesia: Implementasi dan Aspek Hukum, 2009, hlm. 23-26. 7 Zainulbahar Noor, Bank Muamalat: Sebuah Mimpi, Harapan, dan Kenyataan : Fenomena Kebangkitan Ekonomi Islam, 2006, hlm. 151. 20 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah B. Pengertian dan Definisi Keuangan syariah secara umum dapat diartikan dan didefinsikan sebagai sistem manajemen keuangan yang menggunakan prinsip dan dasar hukum Islam sebagai pedomannya. Prinsip dan dasar hukum Islam tidak hanya diaplikasikan pada sistem, tetapi juga berlaku pada lembaga penyelenggara keuangan, termasuk produk-produk yang ditawarkannya. Sebagai sebuah sistem manajemen keuangan, tujuannya adalah mengalihkan dana nasabah yang tersimpan di lembaga penyelenggara keuangan kepada pengguna dana. Secara prinsip keuangan, hal ini tidak berbeda jauh dengan manajemen keuangan konvensional. Namun, keuangan berbasis syariah memiliki keistimewaan karena setiap individu yang terlibat dalam transaksi keuangan ini tidak hanya mendapat keuntungan bersama, tapi juga mendapat pahala dari Allah swt. Beberapa pakar keuangan syariah maupun regulasi keuangan menggunakan istilah yang berbeda dalam menjelaskan keuangan syariah, baik itu secara umum terkait keuangan syariah maupun secara khusus terkait perbankan syariah yang merupakan salah satu lembaga keuangan syariah. Meskipun istilah yang digunakan beragam, namun semua definisi menggunakan istilah yang sama yaitu sistem keuangan yang berlandaskan kepada syariah. Muhammad Baltaji dalam bukunya al-Masharif al-Islamiyah; an-Nadzariyah, at Tatbiq, Tahadiyat menjelaskan bahwa perbankan/ keuangan syariah adalah pengelolaan aktivitas keuangan yang wajib sesuai dengan hukum syariah di dalam semua aspek pelaksanaannya.8 Ketentuan ini mewajibkan setiap praktik keuangan dalam perbankan syariah tidak mengandung riba, gharar, maisir dan larangan-larangan lainnya Ibrahim Warde dalam bukunya Islamic Finance in the Global Economy menjelaskan bahwa lembaga keuangan syariah adalah lembaga yang dalam pelaksanaan aktivitasnya menggunakan prinsip- 8 Muhammad Baltaji, al-Masharif al-Islamiyah; an-Nadzariyah, at Tatbiq, Tahadiyat, Maktabah as-Syuruq ad-Dauliyah, hlm. 19-20. Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 21 prinsip yang tertuang dalam Alquran.9 Dengan definisi ini, lembaga keuangan syariah tidak hanya bank syariah, tapi setiap aktivitas ekonomi dan kegiatan ekonomi masyarakat yang berdasarkan Alquran dan sunnah dapat dikategorikan sebagai keuangan syariah. Dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dijelaskan pengertian perbankan syariah dan pengertian bank syariah. Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut bank syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta tata cara dan proses di dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya dengan didasarkan pada prinsip syariah dan menurut jenisnya bank syariah terdiri dari BUS (Bank Umum Syariah), UUS (Unit Usaha Syariah) dan BPRS (Bank Pembiayaan Rakyat Syariah). Pengertian terkait bank syariah ini merupakan lingkup kecil dari keuangan syariah dengan makna yang sama yaitu menggunakan prinsip syariah. Dari definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa keuangan syariah adalah setiap aktivitas ekonomi masyarakat yang sepenuhnya berpedoman pada prinsip-prinsip syariah yang berlandaskan kepada Alquran, hadis, dan dalil-dalil hukum syariah lainnya yang telah diakui para ulama. Praktik ekonomi ini kemudian dilembagakan melalui lembaga keuangan syariah yang mengelola pemenuhan asas, prinsip, dan konsep ekonomi yang sah menurut hukum Islam dan menggunakan sistem manajemen keuangan berbasis syariah. C. Prinsip-Prinsip Keuangan Syariah Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa keuangan syariah harus berdasarkan prinsip-prinsip yang sesuai dengan syariah. Oleh karenanya, praktik keuangan berbasis syariah harus berpegang teguh pada prinsip. Paling tidak ada 5 prinsip keuangan syariah yang harus diimplementasikan agar suatu praktik keuangan dapat dikategorikan keuangan syariah, yaitu: 9 Ibrahim Warde, Islamic Finance in the Global Economy, Edinburgh University Press, hlm. 5. 22 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah 1. Mengharap Rida dari Allah swt. Selain memiliki tujuan ekonomi dan transaksional (muamalah), setiap individu yang terlibat dalam keuangan syariah harus memiliki tujuan utama yaitu mengharapkan rida Allah swt. Rida ini merupakan syarat untuk mendapat keberkahan dalam bertransaksi. Selain itu, setiap muslim juga sering berdoa: “Allhumma inni as’aluka ridaka wal jannah, wa a’udzu bika min sakhathika wan nar.” Artinya: Ya Allah aku (kami) memohon kepada-Mu akan rida-Mu dan surga; dan aku (kami) berlindung kepada-Mu dari kemurkaan- Mu dan siksa neraka. Doa ini merupakan harapan setiap muslim agar seluruh aktivitas kehidupannya di dunia selalu mendapat rida dari Allah swt. Allah swt. menjadikan rida itu sebagai salah satu syarat terwujudnya rukun iman. Seseorang tidak disebut beriman manakala tidak rida terhadap segala ketentuan Allah, ini merupakan implementasi dari dua rukun iman yaitu Iman kepada Allah dan Iman kepada Qadha dan Qadar-Nya. Rida juga dapat mengantarkan mukmin menjadi mukhlis, tulus ikhlas karena Allah sehingga amalan-amalannya dapat diterima oleh-Nya. Selain itu, rida juga dapat menjadi obat hati yang dapat menangkal segala penyakit hati, sekaligus dapat membuat hati lapang dan merasa qana’ah terhadap segala pemberian Allah swt, termasuk dalam transaksi keuangan. Rida merupakan salah satu faktor yang menyebabkan hidup seseorang menjadi tenang, damai, tenteram, tidak diliputi keresahan dan kegalauan. Rida merupakan salah satu jalan yang mengantarkan kepada pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah. Kewajiban mengharapkan rida Allah swt. dalam keuangan syariah menjadikan setiap pelaku ekonomi syariah tidak berharap selain kepada Allah swt. sehingga setiap aktivitasnya selalu berada dalam bimbingan dan petunjuk dari Allah swt. Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 23 2. Bebas dari bunga/riba Kata riba berasal dari bahasa Arab, secara etimologis berarti bertambah (az-ziyadah), selain bertambah,10 riba juga bermakna berkembang (an-numuw), membesar (al-’uluw) atau meningkat (alirtifa’). Riba secara sederhana dicontohkan seperti seseorang meminjam sesuatu dari orang lain lalu mengembalikannya dengan cara berlebih dari apa yang dipinjam. Allah swt mengharamkan secara tegas praktik riba. Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Baqarah/2: 275: ِّ الل ۡال َب ۡي َع َو َح َّر َم الر ٰبوا ُ ّٰ َوا َح َّل “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Kemudian Allah juga memerintahkan orang-orang beriman untuk menghentikan praktik riba. Allah berfirman dalam Q.S. al- Baqarah/2: 278: ُ ۡ ِّ الل َو َذ ُر ۡوا َما َب ِت َ ِم َن ۡ ُالر ٰٓبوا اِ ن ك ۡن ت َ ّٰ ٰۤي َـا يُّ َ ا َّال ِذ ۡ نَ ٰا َم ُنوا َّات ُقوا ي َُّم ۡؤ ِم ِن ۡ ي ن Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang- orang yang beriman Allah swt mengancam akan memerangi orang-orang yang tidak menuruti perintah-Nya untuk meninggalkan riba. Allah berfirman dalam Q.S. al-Baqarah/2: 279: ّٰ َ ّ ۡ َ ۡ َّ ۡ َ ۡ َ ُ ۡ َ ۡ َ ُ ۡ ب ۚالل َو َر ُس ۡوِ ٖهل ِ ِفان ل تفعلوا فاذنوا ِ ر ٍب ِمن “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.” 10 Adi Abidat, Ar-Riba fi al-Islam, Mafhumuhu wa Ahkamuhu, Darul Kitab at-Tsaqafi, hlm. 5-6. 24 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah Dengan keharaman riba secara eksplisit dalam Alquran di atas, jelas sudah bahwa pembeda yang paling signifikan antara prinsip dalam keuangan syariah dan keuangan konvensional adalah dari sisi keberadaan riba/bunga. Keuangan syariah tidak boleh sedikit pun terlibat dalam aktivitas yang mengandung riba/bunga. 3. Penerapan prinsip bagi hasil (sharing) dan akad-akad syariah lain- nya Prinsip bagi hasil merupakan kunci pembeda berikutnya antara lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional. Secara umum prinsip bagi hasil tersebut diimplementasikan di dalam akad seperti mudharabah (qiradh), musyarakah, muzara`ah, mukhabarah, dan musaqah: a. Mudharabah (qiradh) Mudharabah adalah “akad kerja sama suatu usaha antara dua pihak, pihak pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (`amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.”11 Dalam prinsip mudharabah, apabila usaha yang dijalankan mengalami kerugian, kerugian ditanggung shahib al-mal, kecuali ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan yang diperbuat mudharib, seperti penyelewengan, kecurangan, atau penyalahgunaan dana. Mudharabah terbagi dalam dua bentuk, ada yang disebut mudharabah muthlaqah, ada pula mudharabah muqayyadah. Mudharabah muthlaqah adalah kerja sama shahib al-mal (pemilik modal) dengan mudharib (pelaksana usaha) tanpa ada syarat-syarat atau batasan-batasan usaha tertentu, baik jenis usaha, obyek usaha, maupun konsumennya. Sedangkan 11 Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh), dalam Himpunan Fatwa Keuangan Syariah Dewan Syariah Nasional MUI, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2014, hlm.77. Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 25 mudharabah muqayyadah adalah kerja sama antara shahib al-mal dengan mudharib yang shahib al-mal memberikan syarat-syarat tertentu atau batasan tertentu di dalam pelaksanaan kegiatan usaha tersebut. b. Musyarakah Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.12 Musyarakah merupakan akad atau bentuk kerja sama di antara dua atau lebih shahib al-mal untuk mendirikan usaha bersama dan bersama-sama mengelolanya. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung menurut kontribusi modal masing-masing. c. Muzara`ah Al-muzara`ah adalah akad atau bentuk kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan pertanian dengan penggarap. Pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentasi) dari hasil panen. Bibit atau benih disediakan oleh pemilik lahan.13 d. Mukhabarah Al-mukhabarah adalah akad atau bentuk kerja sama antara pemilik lahan dengan penggarap, sama seperti muzara`ah. Bedanya, jika muzara`ah bibit disediakan oleh pemilik lahan, dalam akad mukhabarah, bibit disediakan oleh penggarap. Hasil juga dibagi sesuai dengan perjanjian.14 e. Musaqah Al-musaqah adalah akad atau bentuk kerja sama antara pemilik 12 Fatwa DSN MUI no. 08/DSN/MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, hlm. 85. 13 Lihat Muhammad Syafi`i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Kerja sama Bank Indonesia dengan Tazkia Institute, Jakarta, 1999, hlm.139. 14 Lihat Muhammad Syafi`i Antonio, hlm. 139. 26 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah lahan dengan penggarap yang lebih sederhana dibanding muzara`ah. penggarap hanya bertugas menyiram dan memelihara tanaman, selebihnya urusan pemilik lahan. Hasil dibagi sesuai perjanjian. Di dalam kerja sama penggarapan lahan pertanian dengan akad kerja sama muzara`ah, mukhabarah, atau musaqah, Lembaga Keuangan Syariah dapat memberikan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil dari hasil panen pertanian tersebut. Di samping akad-akad yang bermuatan bagi hasil (profit sharing) di atas, ada beberapa akad lain yang digunakan di dalam transaksi keuangan syariah, baik akad dalam jual beli (sale and purchase) maupun jasa (service). Akad jual beli yang umum digunakan oleh Lembaga Keuangan Syariah adalah murabahah, salam, dan istishna`. a. Murabahah Murabahah atau sering disebut bai` al-murabahah adalah akad atau bentuk jual beli barang yang harga pokok dan keuntungan penjual diketahui oleh pembeli. Di dalam fatwa DSN MUI nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 disebutkan bahwa murabahah adalah “menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli, dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih tinggi sebagai laba.” Dalam praktik, jual beli murabahah terjadi dalam jual beli non-tunai. Penjual memberitahukan kepada pembeli harga asal barang dan keuntungan yang ia harapkan dari penjualan tersebut. Misalnya, jual beli motor. Harga pokok motor di dealer (pemasok) Rp 25.000.000,oo. Penjual ingin mendapat keuntungan dari calon pembeli sebesar Rp 3.000.000,- Penjual memberitahukan harga pokok tersebut dan keuntungan yang diinginkannya sehingga harga jual motor itu menjadi Rp 28.000.000,- dan pembeli membayar secara cicilan dalam kurun waktu tertentu, misalnya tiga, empat, atau lima tahun, Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 27 tergantung kesepakatan. Jika pembeli setuju, akad murabahah dapat dilaksanakan. Jual beli murabahah merupakan akad atau bentuk jual beli yang paling banyak dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) karena perolehan keuntungan (profit) yang jelas, mudah, dan risiko rendah. Dalam jual beli murabahah, LKS bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. b. Salam As-salam atau bai` as-salam adalah akad atau bentuk jual beli barang dengan cara pesanan. Pembayaran dilakukan lebih dahulu dan barang diserahkan kemudian. Barang yang dipesan harus jelas kriteria dan spesifikasinya. Ketentuan tentang jual beli salam ini antara lain diatur di dalam fatwa DSN-MUI nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam. b. Istshna` Al- Istishna atau bai` al-istishna` adalah jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria, persyaratan, dan harga tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni`) dan penjual (pembuat, shani`). Ketentuan tentang jual beli istishna` ini antara lain diatur di dalam fatwa DSN-MUI nomor 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna`. Akad untuk jasa (service) di dalam transaksi keuangan syariah yang berlaku di lembaga keuangan syariah (LKS) cukup banyak dan bervariasi, di antaranya: a. Wadiah Adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak lain. Prinsip wadiah digolongkan menjadi dua macam, yakni wadiah yad amanah dan wadiah yad dhamanah. Wadiah yad amanah adalah titipan yang dititipkan oleh pemilik barang (dana) kepada pihak tertentu, misalnya kepada lembaga keuangan syariah (LKS). Pemilik barang (dana) dapat mengambil barang atau dananya kapan saja ia memerlukan. LKS atau penerima titipan tidak 28 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah boleh menggunakannya, tetapi ia boleh memperoleh fee atau ujrah atas pemeliharaan titipan tersebut. Wadiah yad ad-dhamanah, adalah titipan yang penerima wadiah (titipan) dapat menggunakan wadiah atas seizin pemiliknya dengan syarat dapat mengembalikan wadiah secara utuh kepada pemiliknya kapan pun diperlukan. Di dalam fatwa DSN MUI nomor 02/DSN0MUI/ IV/2000 tentang Tabungan disebutkan mengenai ketentuan umum tabungan berdasarkan wadi`ah: 1) Bersifat simpanan; 2) Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan mkesepakatan; 3) Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (`athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank. b. Ijarah Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Ketentuan tentang ijarah ini dituangkan di dalam fatwa DSN-MUI nomor 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah. c. Qardh Qardh merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang atau barang yang dilakukan tanpa ada orientasi keuntungan. Lembaga keuangan syariah (LKS) sebagai pemberi pinjaman boleh meminta biaya administrasi yang diperlukan dan boleh meminta jaminan kepada nasabah apabila diperlukan. Ketentuan tentang qardh ini diatur di dalam fatwa DSN nomor 19/DSN-MUI.IV/2001 tentang Al-Qardh. d. Hawalah/Hiwalah Al-hawalah adalah akad pengalihan utang dari satu pihak yang berutang kepada pihak lain yang bersedia menanggung Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 29 (membayar)-nya. Ketentuan tentang hawalah ini diatur di dalam fatwa DSN MUI nomor 12/DSN-MUI/IV/2000 tentang Hawalah. e. Wakalah Al-wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Wakalah timbul karena salah satu pihak memberikan suatu objek perikatan yang berbentuk jasa atau dapat juga disebut sebagai meminjamkan dirinya untuk melakukan sesuatu atas nama diri pihak lain. Ketentuan tentang wakalah ini diatur di dalam fatwa DSN MUI nomor 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang Wakalah. f. Al- Ijarah al-Muntahiyah bi at-Tamlik (IMBT) Al- Ijarah al-Muntahiyah bi at-Tamlik (IMBT) merupakan akad penyediaan dana dalam rangka pemindahan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. Al- Ijarah al-Muntahiyah bi at-Tamlik (IMBT) atau sering pula disebut dengan istilah al-ijarah wa al-iqtina` adalah akad sewa beli barang yang disertai pemindahan hak milik atas benda atau barang yang disewa dari pemilik kepada penyewa setelah selesai masa sewa. Ketentuan tentang Al- Ijarah al-Muntahiyah bi at-Tamlik (IMBT) ini diatur di dalam fatwa DSN MUI nomor 27/DSN- MUI/IV/2002 tentang Al- Ijarah al-Muntahiyah bi at-Tamlik. 4. Sektor yang dibiayai bukan sektor yang dilarang dalam syariat Islam Bukan hanya dari aspek proses prinsip syariah diterapkan, tapi dari aspek penyaluran dana/pembiayaan dalam keuangan syariah juga dilarang bertentangan dengan prinsip syariah. Sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan 30 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek, keuangan syariah dilarang memberikan pembiayan kepada sektor usaha yang mengandung perjudian (maisir). Segala kegiatan investasi yang berhubungan dengan praktik judi dilarang dalam Islam. Selain itu, sektor usaha yang memiliki ketidakpastian (gharar), terlibat dalam praktik riba, praktik jual beli yang batil, yang dalam transaksi terdapat rukun atau akad yang tidak sesuai dengan syariat Islam, melakukan spekulasi, manipulasi, dan tindakan lain yang di dalamnya mengandung unsur dharar, risywah,15 maksiat dan kezaliman, taghrir,16 ghisysy,17 tanajusy/najsy18, ihtikar,19 bai’ al- ma’dum,20 talaqqi al-rukban,21 ghabn,22 dan tadlis,23tidak dibenarkan dalam Islam. 5. Investasi yang dilakukan harus terjamin kehalalannya Halal adalah kata kunci prinsip keuangan Islam, halal secara umum dimaknai bahwa investasi atau usaha yang dilakukan merupakan kegiatan yang telah diizinkan dalam agama Islam. 15 Kata Risywah menurut bahasa dalam kamus Al-Mishbahul Munir dan Kitab Al-Muhalla ibnu Hazm yaitu: “pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya.” Dalam konteks umum, risywah didefinsikan sebagai suap yaitu tindakan memberikan uang, barang atau bentuk lain dari pembalasan dari pemberi usap kepada penerima suap yang dilakukan untuk mengubah sikap penerima atas suatu kepentingan. 16 Taghrir adalah upaya mempengaruhi orang lain, baik dengan ucapan maupun tindakan yang mengandung kebohongan, agar terdorong untuk melakukan transaksi 17 Ghisysy adalah salah satu bentuk tadlis; yaitu penjual menjelaskan/memaparkan keunggulan/ keistimewaan barang yang dijual serta menyembunyikan kecacatannya 18 Tanajusy atau Najsy, tindakan menawar barang dengan harga lebih tinggi oleh pihak yang tidak bermaksud membelinya untuk menimbulkan kesan banyak pihak yang berminat membelinya 19 Ihtikar adalah membeli suatu barang yang sangat diperlukan masyarakat pada saat harga mahal dan menimbunnya dengan tujuan untuk menjualnya kembali pada saat harganya lebih maha 20 jual beli yang penjual tidak memiliki atau belum memiliki objek yang akan dijual, dikenal juga dengan istilah bai’ ma’dum, yaitu jual beli yang objeknya tidak ada. 21 Talaqqi al-rukban adalah bagian dari ghabn; yaitu jual-beli atas barang dengan harga jauh di bawah harga pasar karena pihak penjual tidak mengetahui harga tersebut. 22 Ghabn adalah ketidakseimbangan antara dua barang (obyek) yang dipertukarkan dalam suatu akad, baik segi kualitas maupun kuantitasnya. 23 Tadlis adalah tindakan menyembunyikan kecacatan obyek akad yang dilakukan oleh penjual untuk mengelabui pembeli seolah-olah obyek akad tersebut tidak cacat. Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 31 Saat ini, banyak masyarakat yang ragu jika uang yang diterimanya dari hasil investasi tidaklah didapat dengan jalan yang halal dan sesuai syariat Islam. Terdapat banyak produk investasi yang menjanjikan return yang berlimpah, namun ternyata cara yang dilakukan tidak sesuai dengan prinsip Islam atau biasa yang disebut mengandung riba. Untuk hal inilah maka fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan prinsip dalam investasi yang dijamin kehalalannya. MUI melalui Dewan Syariah Nasional (DSN) mengeluarkan fatwa yang berkaitan langsung dengan pasar modal dengan Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah. Fatwa tersebut menjelaskan mekanisme dan jenis-jenis investasi yang terjamin kehalalannya sehingga setiap aktivitas ekonomi masyarakat tidak mengandung keharaman yang telah ditegaskan oleh Allah swt dalam Alquran maupun ajaran Nabi Muhammad saw. Selain terkait pasar modal, investasi yang ditanamkan oleh pelaku keuangan syariah juga harus terhindar dari keharaman substantif, seperti keharaman dalam investasi produk yang mengandung unsur khamar, unsur binatang yang dilarang agama maupun keharaman dari sisi prosesnya seperti investasi produk yang dapat menzalimi sebagian orang, atau menjadi perantara ketidakadilan di masyarakat. D. Larangan dalam Keuangan Syariah Penegasan larangan dalam keuangan syariah tertuang dalam Alquran dan hadis (sunnah), serta telah menjadi pedoman bagi pelaku keuangan syariah dalam beraktivitas. Secara umum terdapat 4 (empat) larangan dalam keuangan syariah yaitu: 1. Riba Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa riba sangat dilarang dalam keuangan syariah. Makna riba yang merupakan pertambahan, kelebihan, pertumbuhan atau peningkatan dari asal membuat riba dapat mengakibatkan kezaliman. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari 32 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah harta pokok atau modal secara batil. Para ulama sepakat bahwa hukum riba adalah haram. Firman Allah swt di dalam Q.S. Ali Imran/3: 130 sangat tegas melarang umat Islam memakan harta riba. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang keharaman riba dan bahwa semua mazhab berpendapat keterlibatan dalam transaksi yang mengandung riba adalah dosa besar. Hal ini dikarenakan sumber utama syariah, yaitu Alquran dan hadis benar-benar melarang dan mengharamkan riba. 2. Maisir Maisir adalah memperoleh sesuatu dengan mudah tanpa bekerja keras atau judi. Alquran menjelaskan tentang kewajiban meninggalkan segala bentuk usaha yang spekulatif atau perjudian. Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut istilah maisir berarti memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian, seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi. Judi dilarang dalam praktik keuangan Islam, sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah dalam Q.S. al-Maidah/5: 90 sebagai berikut : َ ْ ََ َ ُّ َ َّ نَ َ ُ نَّ َ ْ نَ ْ ُ َ ْ َ ْ ُ َ ْ أَ ْ َ ُ ْ أ اب َواالزال ُم ِر ْج ٌس ي أ ي ا ال ِذ ي آمنوا ِإ ا احلمر والي ِس واالنص َ ْ ُ ْ ُ َّ َ َ ُ ُ َ ْ َ َ ْ َّ َ َ ْ ك تف ِل ُحون ِمن مع ِل الشيط ِان فاجت ِنبوه لعل Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syetan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan” Pelarangan perjudian dalam Alquran dikarenakan efek negatif perjudian. Ketika melakukan perjudian seseorang dihadapkan kepada kondisi dapat untung maupun rugi Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 33 secara abnormal. Suatu saat ketika seseorang beruntung ia mendapatkan keuntungan yang lebih besar ketimbang usaha yang dilakukannya. Sedangkan ketika tidak beruntung seseorang dapat mengalami kerugian yang sangat besar. Perjudian tidak sesuai dengan prinsip keadilan dan keseimbangan sehingga diharamkan dalam sistem keuangan Islam. 3. Gharar Gharar adalah segala sesuatu yang bersifat tidak jelas atau tidak pasti. Gharar juga bisa dimaknai sebagai pertaruhan. Hal ini mencakup seluruh transaksi yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam jangkauan. Misalnya, jual beli ikan yang masih diternakkan dalam air dan belum terlihat hasilnya. Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Menurut istilah gharar berarti sesuatu yang mengandung ketidakjelasan, pertaruhan atau perjudian. Setiap transaksi yang masih belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya atau berada di luar jangkauan kekuasannya termasuk jual beli gharar. Misalnya membeli burung di udara atau ikan di sungai/lautan atau membeli ternak yang ada di hutan termasuk dalam transaksi yang bersifat gharar. Pelarangan gharar karena memberikan efek negatif dalam kehidupan karena gharar merupakan praktik pengambilan keuntungan secara batil. Ayat yang melarang gharar di antaranya Q.S. al-Baqarah/2: 188: ُ ُ ْ َّ ُ ْ َ ٓ َ ْ ُ ْ ُ َ ْ ْ ُ َ ْ َ ْ ُ َ َ ْ َ ْٓ ُ ُ َْ َ تَ أ احلك ِم ِل َتأ ك ْوا ك ِب ل َب ِاط ِل وتدلوا ِب ا اِ ىل وال كوا اموالك بين َ ْ ُ َ ْ َ ْ ُْ شْ َ َ ْ ت َّ َفر ْي ًقا ّم ْن َا ْم َوال اس ِب ِال ِ وان تعلون ِ الن ِ ِ ِ “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” 34 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah 4. Isyraf dan Tabdzir Isyraf dalam bahasa Indonesia artinya berlebih-lebihan adapun tabdzir diartikan sebagai boros. Artinya, setiap transaksi yang dilakukan keuangan syariah tidak boleh mengandung unsur berlebih-lebihan dan keborosan. Allah swt. melarang orang yang melakukan segala bentuk pemborosan harta dan menyatakan bahwa orang yang boros merupakan teman setan. Di dalam Q.S al-Isra/17: 26-27 Allah swt berfirman: َ ّ ُ َ ََوٰا ِت َذا ْال ُق ْر ٰ َح َّق ٗه َو ِْامل ْس ِك ْ ي نَ َو ْ ن الس ِب ْي ِل َوال ت َب ِذ ْر ت ْب ِذ ْ ي ً ا َّ ا ب ب َُ ٰ َّ َ َ َّ َ ْ ُ َ ّ ُ ْ َّ ال َب ِذ ِر ْي نَ اكن ْٓوا اِ خ َوان الش ٰي ِط ْ ي ِن َۗواكن الش ْيط ُن ِل َر ِّب ٖه كف ْو ًرا اِ ن 26. Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. 27. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya. Adapun terkait dengan berlebih-lebihan, Allah melarangnya dalam Q.S. al-Araf/7: 31 yang berbunyi: ۟ ُ ْ ُ َ َ ۟ ُ َ َْ ُ ُ ۟ َ ش ِْ ك ِع َند ُ ّلك َم ُ َ َ ۟ ُ ُ َ َ َ ٓ َٰ َ ن ۚ سف ٓوا ِ ت الو واب ٱ و واك و د ٍ ج س ِ ْ يب ِ ءادم خذوا ِز ينت َس ِف ي ن ُ ْ إ َّن ُهۥ َال ي ُ ِ ُّب ْ ٱل ِ ِ Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang- orang yang berlebih-lebihan E. Lembaga Keuangan Syariah Otoritas Jasa Keuangan membagi Lembaga Keuangan Syariah menjadi 3 (tiga) kelembagaan, yaitu: Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 35 1. Perbankan Syariah Perbankan syariah atau perbankan Islam (Arab: al-Mashrafiyah al-Islamiyah) adalah suatu sistem pengelolaan perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan syariat Islam.24 Sistem ini muncul karena adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan suku bunga yang merupakan riba, serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha yang haram. 2. Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Syariah Ada beberapa macam IKNB Syariah di Indonesia, di antaranya: a. Asuransi syariah Asuransi syariah adalah konsep asuransi dengan menerapkan prinsip ta’aun atau saling tolong menolong sesama manusia. Asuransi ini terbebas dari gharar, maisir, dan riba serta menggunakan akad atau perjanjian tertulis, yakni akad tabarru’ dan atau tijarah. Selain misi pengumpulan dana, asuransi syariah juga misi aqidah, ibadah (ta’awun), ekonomi (iqtishad), dan misi pemberdayaan umat (sosial). Hal ini berbeda dengan asuransi konvensional yang hanya bermisi sosial. b. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Selain asuransi syariah ada juga produk Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau lebih dikenal sebagai sukuk. Sukuk adalah surat berharga yang merepresentasikan kepemilikan aset berupa penerbitan surat utang dengan berbasiskan prinsip syariah. Pada produk sukuk, imbal hasil yang diberikan adalah berupa uang sewa (ujrah) atau bagi hasil dengan persentase tertentu tanpa riba/bunga. 24 Muhammad Baltaji, al-Masharif al-Islamiyah; an-Nadzariyah, at Tatbiq, Tahadiyat, Maktabah as-Syuruq ad-Dauliyah, hlm. 19-20 36 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah c. Saham syariah Saham syariah adalah efek atau surat berharga yang menjalankan konsep penyertaan modal dengan sistem bagi hasil yang produk dan mekanismenya tidak melanggar nilai-nilai dan prinsip-prinsip syariah. Perusahaan yang bergerak di bidang perbankan konvensional yang memberikan bunga, produsen makanan haram, alkohol, rokok, serta perusahaan yang memiliki pinjaman mengandung riba tidak termasuk dalam kriteria saham syariah. Dalam praktiknya, saham syariah juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) demi memastikan aktivitas perusahaan tetap memberlakukan nilai-nilai syariah. Indeks saham syariah dikeluarkan pasar modal syariah. Dengan demikian, mekanisme transaksinya, baik penjualan maupun pembelian, tidak boleh dilakukan secara langsung untuk menghindari manipulasi harga. Saham ini juga tidak memasukkan saham-saham perbankan ataupun barang yang mengandung unsur haram, misalnya rokok dan minuman beralkohol. d. Deposito syariah Deposito syariah adalah produk simpanan berjangka yang dikelola menggunakan syariah Islam. Nasabah dapat memperoleh margin dari bagi hasil (nisbah) sesuai akad mudharabah. e. Pembiayaan syariah Pembiayaan (leasing) syariah mempunyai prinsip yang berbeda dengan pembiayaan konvensional. Dalam pembiayaan ini, transaksi dilakukan pemberian pinjaman selaku penjual. Sementara dalam pembiayaan konvensional, posisinya adalah kreditur. Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 37 Artinya, sebagai penjual, perusahaan harus memiliki barang yang akan dijual kepada konsumen. Lembaga pembiayaan harus membeli barang dari supplier, baik secara tunai maupun nontunai. Kemudian perusahaan menjual barang tersebut kepada konsumen dengan harga lebih tinggi sesuai kesepakatan. Namun, transaksi tersebut harus menyebut harga beli ditambah biaya-biaya perolehan dan keuntungan yang diambil perusahaan. f. Reksa Dana Syariah Reksa dana termasuk salah satu jenis investasi syariah. Namun, tidak melibatkan praktik riba dalam pengelolaannya dan pemberian keuntungannya. Pada reksa dana syariah terdapat fitur cleansing yang tidak ada di reksa dana konvensional. g. Deposito Bagi Hasil Deposito syariah ini punya sistem berbeda dengan deposito pada umumnya yaitu pada penetapan hasil keuntungannya. Keuntungan yang didapat dari deposito syariah adalah bagi hasil sesuai dengan laba bersih dari pengelolaan dananya. Adapun perjanjian tersebut dinamakan akad mudharabah, yakni kesepakatan antara pemilik dana modal dengan pengelola. Dana yang sudah didepositokan biasanya baru bisa diambil selama periode tertentu sesuai kesepakatan. Ada banyak perbankan syariah yang kini menawarkan produk deposito syariah dengan imbal hasil yang cukup menjanjikan. 3. Pasar Modal Syariah Definisi pasar modal sesuai dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan 38 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah dengan efek. Berdasarkan definisi tersebut, terminologi pasar modal syariah dapat diartikan sebagai kegiatan dalam pasar modal sebagaimana yang diatur dalam UUPM yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, pasar modal syariah bukanlah suatu sistem yang terpisah dari sistem pasar modal secara keseluruhan. Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar modal konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Produk syariah di pasar modal antara lain berupa surat berharga atau efek. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM), efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek. Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 39 BAB IV DALIL-DALIL HUKUM YANG DISEPAKATI SEBAGAIMANA dikemukakan sebelumnya, dalil-dalil hukum yang disepakati oleh jumhur ulama ada empat, yaitu Alquran, as- sunnah, al-ijma`, dan al-qiyas. Berikut akan dibicarakan keempat dalil hukum tersebut satu per satu. A. Alquran Alquran adalah sumber dan dalil hukum utama keuangan syariah karena Alquran merupakan kitab suci umat Islam, kalam Allah swt, dan sumber ajaran Islam secara keseluruhan. Semua dalil hukum selain Alquran tidak boleh bertentangan dengan Alquran. Apa pun alasannya, jika dalil hukum yang digunakan oleh seseorang untuk menetapkan suatu hukum bertentangan dengan Alquran, penetapan itu batal dengan sendirinya dan umat Islam tidak boleh mengikutinya. Ketika ada masalah hukum yang muncul terkait dengan keuangan syariah dan diperlukan penetapan hukumnya, yang pertama sekali dilihat adalah Alquran. Apabila ada ayat Alquran yang membicarakan masalah tersebut, baik eksplisit maupun implisit, ayat tersebut digunakan sebagai dalil untuk penetapan hukumnya. Jika tidak ada di dalam Alquran baru dilihat sunnah Nabi Besar Muhammad saw. Kalau di dalam sunnah juga tidak ada, barulah digunakan dalil hukum yang lain. Sebagai dalul hukum utama, Alquran memiliki banyak sekali konteks keuangan syariah dan muamalah, karena sebagian kandungan Alquran berisi dalil-dalil hukum muamalah. Menurut 40 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah Abdul Wahab Khallaf ayat-ayat hukum mengenai soal-soal ibadah jumlahnya 140 ayat dalam Alquran. Ayat-ayat ibadah ini menjelaskan tentang ibadah shalat, zakat dan haji. Sedangkan ayat-ayat hukum mengenai muamalah jumlahnya 228, lebih kurang 3% dari jumlah keseluruhan ayat. ayat-ayat yang terdapat dalam Alquran.1 1. Pengertian Alquran Secara etimologis kata "Alquran” berasal dari akar kata “qara’a yaqra’u qur’anan” yang berarti “bacaan”. Allah swt berfirman di dalam Q.S. al-Qiyamah/75: 17 dan 18: َ ُ ْ ََّ َ َ ْ َ ب مح َع ُه َوق ْرآن ُه ِإن علينا Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. َُفإ َذا َق َر ْأ نَ ُه َف َّاتب ْع ُق ْر َآنه ِ ِ Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Yang dimaksud dengan Alquran ialah: ن الكم هللا ن ن العر بي للسان ب املصحف امل ل عىل حممد املكتوب ت لفا ة ن املنقول إلينا ب ت 2 املتوم ب لناس املعبد بتالوته لتوا املبدوء ب Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, tertulis di dalam mushhaf, dengan bahasa Arab, yang sampai kepada kita secara mutawatir, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Nas, yang bernilai ibadah dengan membacanya. Dr. Abdul Karim Zaidan mengambil pengertian Alquran dari Al-Badzdawi yaitu Kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad 1 Abdul Wahab Khallaf, `Ilm Ushul al-Fiqh, Dar al-Qalam, Kuwait, 1978 hal 32-33. 2 Lihat Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Bulan Bintang, Jakarta, Jilid I, hlm. 188. Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 41 saw, tertulis dalam lembaran-lembaran, dinukilkan kepada kita nukilan yang mutawatir tanpa keraguan.3 Prof. Dr. Mukhtar Yahya dan Prof. Drs. Fatchurrrahman mendefinisikan Alquran dengan rumusan: “kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dalam bahasa Arab dengan perantaraan malaikat Jibril, sebagai hujjah (argumentasi) bagi-Nya dalam mendakwahkan kerasulan-Nya dan sebagai pedoman hidup bagi manusia yang dapat dipergunakan untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat serta sebagai media untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Tuhan dengan membacanya.”4 Dua definisi di atas menggambarkan karakteristik Alquran sebagai berikut: 1. Kalam Allah, yaitu firman-firman Allah swt yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw Firman Allah swt tersebut bukan hanya maknanya, tetapi juga teks atau redaksinya dari Allah swt. Ini yang membedakan dengan hadis qudsi. Kalau hadis qudsi, firman Allah swt yang redaksinya dari Nabi saw 2. Diturunkan kepada Nabi Muhammad saw Artinya, firman- firman Allah itu dikhususkan untuk Nabi Muhammad saw untuk disampaikan kepada umat beliau. Firman Allah yang diturunkan kepada nabi selain Nabi Muhammad tidak disebut Alquran. Misalnya, firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s. dinamakan Taurat dan firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Isa a.s. dinamakan Injil. 3. Dalam bahasa Arab. Maksudnya, Alquran itu diturunkan dalam bahasa Arab, bukan bahasa yang lain, karena Nabi Muhammad saw yang menerima dan bertugas menyampaikan isi Alquran kepada umat manusia berbangsa dan berbahasa Arab. Apa pun bentuknya, jika tidak dalam bahasa Arab, tidak bisa disebut Alquran. Misalnya, terjemahan dalam bahasa Indonesia, bahasa Inggris, atau 3 Abdul Karim Zaidan, Al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, Muassasah ar-Risalah, Beirut, 1998 hal 152. 4 Prof. Dr. Mukhtar Yahya dan Prof. Drs. Fatchurrahman, hlm. 31. 42 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah bahasa Jerman. Semuanya tidak bisa disebut Alquran dan hukum-hukum terkait dengan Alquran tidak berlaku untuk terjemahan dalam bahasa selain Arab tersebut. 4. Diriwayatkan secara mutawatir. Artinya seluruh isi Alquran diriwayatkan secara mutawatir, dari orang banyak kepada orang banyak yang mustahil mereka bersepakat berdusta. Karena itu, sampainya Alquran ke tangan umat Islam tidak diragukan keaslian dan kebenarannya. Wurud (datangnya) bersifat qath`i atau pasti (qath`iyul wurud). Alquran dipelihara Allah swt sebagaimana firman-Nya di dalam Q.S. al-Hijr/15: 9: نإ ن ن ن ن لنا الذكر ن وإ هل حلافظون Sesungguhnya Kami menurunkan Adz-Dzikra (Alquran) dan sesungguhnya Kami pula yang memeliharanya. 2. Keistimewaan Alquran Dibanding dengan kalam yang lain, Alquran memiliki keisitimewaan tersendiri. Keistimewan tersebut antara lain adalah5: a. Lafaz dan maknanya dari Allah swt. Dengan demikian, kalam apa pun yang lafaz dan/atau maknanya bukan dari Allah tidak bisa disebut Alquran, misalnya: 1) Hadis Qudsi, yaitu firman Allah swt yang diilhamkan kepada Nabi Muhammad saw. dan dituturkan oleh Nabi dengan redaksi beliau sendiri; 2) Tafsir Alquran, baik tafsir Alquran dalam bahasa Arab maupun dalam bahasa lain selain Arab, seperti tafsir-tafsir dalam bahasa Indonesia. Misalnya, Tafsir Al-Azhar karya Prof. Dr. Buya HAMKA, Tafsir Al-Misbah karya Prof. Dr. H.M. Quraisy Syihab, M.A., Tafsir An-Nur karya Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqi, Tafsir Al-Furqan karya A. Hassan, Tafsir Quran Indonesia, karya Prof. Dr. 5 Abdul Karim Zaidan, hlm. 153. Dra. Hj. Noorwahidah Haisy, M.Ag. 43 H. Mahmud Yunus, dan Al-Qur`an dan Tafsirnya yang diterbitkan oleh Kementerian Agama Republik Indonesia. 3) Terjemah Alquran dalam bahasa apa pun, seperti terjemah Alquran dalam bahasa Indonesia, Inggris, Perancis, dan Jerman, termasuk terjemah dalam bahasa daerah, seperti terjemah Alquran dalam bahasa Banjar, Jawa, Banten, Bugis, dan bahasa Melayu. b. Mutawatir, dalam arti, Alquran sampai ke tangan umat Islam secara mutawatir, termasuk bacaannya. Bacaan Alquran merupakan bacaan yang mutawatir. Karena itu, setiap bacaan yang tidak mutawatir tidak dikategorikan sebagai bacaan Alquran. Misalnya, ada sahabat yang membaca “wa arjulikum” dalam Q.S. al-Maidah/5: 6 yang berbunyi: َ ُ َ ُ ُ ُ ْ َ َ َّ َ ُ َ َ َّ َ َ ُ َ ُت ْ ُ ك َوأ ْي ِد َي ك ْ ي أ يُّ َ ا ال ِذ ي ن َءامنوا ِإذا ْ ت ْ ِإىل الصال ِة فاغ ِسلوا وجوه ن ْ َ ْ َ ْ َ ْ ُ َ ُ ََْ ْ ُ ُُ ُ َ ْ َ َ ْ إ َىل … ِ وسك وأرجلك ِإىل الكعب ي ِ ال َر ِاف ِق وامسحوا ِب ء ِ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki… Bacaan yang mutawatir adalah wa arjulakum. Karena itu, jika dibaca dengan wa arjulikum maka hukum yang diistimbat dari bacaan tersebut tidak bisa disebut hukum Alquran. Maknanya pun berbeda. Jika dibaca wa arjulakum (dan kaki- kakimu) berarti di-athaf-kan ke kalimat “faghsilu wujuhakakum wa aidyakum ila al-marafiq…” (maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku). Dengan demikian, pengertian wa arjulakum adalah “dan basuhlah kakimu.” Apabila dibaca wa arjulikum berarti diathafkan kepada wamsahu biru`usikum (dan sapulah kepalamu) maka kalimat …wa arjulikum ila al-ka`bain… diterjemahkan menjadi …(sapulah) kakimu sampai 44 Dalil-Dalil Hukum Keuangan Syariah mata kaki.6 Pengertian ini tidak sejalan dengan beberapa hadis Nabi Besar Muhammad saw yang menerangkan bahwa kaki itu dibasuh, bukan disapu. 3. Kehujjahan Alquran Kaum muslimin sepakat bahwa Alquran adalah hujjah yang teramat kuat dan meyakinkan tanpa diragukan sekecil apa pun. Hukum-hukum yang terkandung di dalamnya wajib dilaksanakan. Alasan bahwa Alquran merupakan hujjah dan hukumnya adalah undang-undang yang harus ditaati, menurut Abdul Wahhab Khalaf, karena dua hal: Pertama, Alquran adalah kalam Allah yang diturunkan dari sisi Allah swt. Kedua, Alquran disampaikan kepada umat manusia dengan jalan yang pasti (qath`i) tanpa ada keraguan sedikit pun tentang kebenarannya.7 4. Hukum-Hukum Yang terkandung di dalam Alquran Secara umum hukum-hukum yang terkandung di dalam alquran meliputi tiga hal8: a. Al-ahkam al-muta`alliqah bi al-`aqidah (hukum-hukum yang terkait dengan masalah akidah), disebut juga al-ahkam al- i`tiqadiyyah (hukum-hukum iktikad), yaitu hukum yang berhubungan dengan masalah keyakinan dan keimanan, seperti iman kepada Allah swt, malaikat-malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, dan hari akhir. Ilmu yang mempelajari masalah ini dinamakan ilmu tauhid; b. Ahkam tata`llaqu bitahdzib al-nafs wa taqwimiha (hukum- hukum yang berhubungan dengan adab/sopan santun/ tata kerama dan pelaksanannya, disebut juga al-ahkam al- akhlaqiyyah (hukum-hukum akhlak). Ilmu yang mempelajari masalah ini adalah ilmu akhlak atau tasawuf; 6 Prof. Dr. Mukhtar Yahya dan