Strategic National Biodiversity Management

Undang-undang seperti UU No. 5 Tahun 1994 (Pengesahan Konvensi Keanekaragaman Hayati PBB), UU No. 5 Tahun 1990 (Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya), dan UU No. 41 Tahun 1999 (Kehutanan) mengatur perlindungan keanekaragaman hayati di Indonesia.

Perubahan iklim dapat menyebabkan pemanasan global, kenaikan permukaan air laut, dan perubahan pola curah hujan, yang dapat mengancam habitat alami dan menyebabkan kepunahan spesies di Indonesia.

Beberapa contoh kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia yang perlu dilindungi adalah hutan hujan tropis, terumbu karang, orangutan, badak jawa, komodo, dan aneka jenis flora dan fauna endemik lainnya.

Masyarakat lokal dapat berkontribusi dalam upaya perbanyakan spesies langka dengan membantu program konservasi ex-situ seperti penangkaran, pembibitan, dan pemeliharaan di kebun binatang atau kebun raya.

Strategi pengelolaan keanekaragaman hayati yang dapat diterapkan di tingkat nasional meliputi penetapan kawasan konservasi, penerapan aturan dan sanksi, serta promosi ekowisata. Di tingkat lokal, masyarakat dapat terlibat dalam pemantauan, pelestarian habitat, dan pemanfaatan berkelanjutan.

Pengetahuan tradisional masyarakat lokal tentang pemanfaatan sumber daya alam hayati secara berkelanjutan dapat berkontribusi dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati dengan memberikan informasi tentang metode dan praktik pengelolaan yang ramah lingkungan.

Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengelola keanekaragaman hayati di wilayahnya, termasuk menetapkan kebijakan, menyusun rencana, dan melaksanakan program konservasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Peraturan Pemerintah RI No. 18 Tahun 1994 mengatur pengusahaan pariwisata alam di zona pemanfaatan taman nasional, taman hutan nasional, dan taman wisata alam, dengan tujuan untuk melestarikan keanekaragaman hayati sambil memanfaatkannya secara berkelanjutan untuk kegiatan pariwisata.

Analisis dampak lingkungan (AMDAL) sangat penting dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati karena dapat mengidentifikasi dan memitigasi potensi dampak negatif dari kegiatan pembangunan terhadap ekosistem dan habitat alami, sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 1993.

Pada tanaman padi, biodiversitas gen terlihat dari adanya varietas padi yang berbeda-beda seperti rojolele, cianjur, IPB 3S, IR, dan kapuas. Sedangkan pada tanaman mangga, biodiversitas gen terlihat dari adanya varietas mangga yang berbeda seperti harum manis, gedong gincu, mangga alpokat, mangga apel, dll.

Biodiversitas gen pada ternak domba terjadi akibat adanya variasi gen yang berbeda pada setiap individu domba. Hal ini menyebabkan munculnya domba dengan bentuk dan morfologi yang beragam seperti domba garut, domba padjadjaran, domba ekor gemuk, dll.

Gen berperan sebagai pembawa sifat yang dimiliki oleh setiap organisme dan dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Gen menyebabkan adanya variasi yang nampak (fenotipe) dan variasi yang tidak nampak (genotipe) pada setiap individu makhluk hidup.

Proses perkawinan menyebabkan variasi gen karena gen merupakan hasil dari campuran gen betina dan gen jantan ketika dalam proses perkawinan. Campuran gen ini menyebabkan susunan gen yang berbeda pada setiap individu baru yang terbentuk.

Fenotipe adalah variasi yang nampak pada makhluk hidup akibat adanya biodiversitas gen, seperti bentuk fisik, warna, dan sifat-sifat lainnya yang dapat diamati secara langsung. Sedangkan genotipe adalah variasi yang tidak nampak secara langsung, yaitu susunan gen dalam kromosom yang mengendalikan sifat organisme.

Melestarikan biodiversitas gen pada ternak lokal sangat penting untuk mempertahankan keragaman genetik dan sifat-sifat unggul yang dimiliki oleh ternak lokal tersebut. Hal ini dapat mencegah kepunahan dan membantu upaya pemuliaan ternak untuk menghasilkan bibit unggul di masa depan.

Peran peternak dalam menjaga biodiversitas gen pada ternak peliharaannya antara lain dengan melakukan seleksi dan perkawinan silang yang tepat, menghindari inbreeding, serta memelihara ternak dengan baik sesuai dengan kondisi lingkungan dan kebutuhan nutrisi masing-masing ras ternak.

Hilangnya biodiversitas gen pada ternak lokal dapat berdampak buruk terhadap ketahanan pangan karena ternak lokal memiliki sifat-sifat unggul yang telah beradaptasi dengan lingkungan setempat. Kepunahan ternak lokal dapat mengurangi ketersediaan sumber protein hewani dan mengganggu sistem pertanian berkelanjutan.

Program pemuliaan ternak dapat berkontribusi dalam menjaga biodiversitas gen pada ternak dengan melakukan seleksi dan persilangan yang tepat untuk menghasilkan bibit unggul dengan sifat-sifat yang diinginkan, namun tetap mempertahankan keragaman genetik dari ternak lokal.

Tantangan dalam menjaga biodiversitas gen pada ternak lokal di Indonesia antara lain kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat, kurangnya dukungan kebijakan pemerintah, tekanan dari ternak impor, serta ancaman kepunahan akibat perubahan lingkungan dan penyakit.