Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2023 tentang Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) PDF
Document Details
Uploaded by MesmerizingIsland
2023
Tags
Related
- Analysis of Coastal Tourist Areas in Spain PDF
- Ley Para El Ejercicio Y Control De Los Recursos Públicos Para El Estado Y Los Municipios De Guanajuato PDF
- CP3P Foundation Exam PDF - APMG International 2016
- Recueil des Textes Juridiques de la Commande Publique au Sénégal (Vol 1) PDF 2023
- Ley de Obras Públicas y Servicios Relacionados con las Mismas PDF
- Noter Modul 9 - Offentlig-privat samarbejde PDF
Summary
This document is a regulation related to public-private partnerships (KPBU) in Indonesia, issued in 2023. It outlines procedures, financing models, and facilitation roles. The regulation details government-business cooperation processes and identifies different supporting bodies and factors. The document focuses heavily on KPBU guidance.
Full Transcript
- - 15 - pembiayaan Penasihat Proses yang bersumber dari anggaran pendapatan belanja negara, anggaran pendapatan belanja daerah, dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (6) Tugas Penasihat Proses...
- - 15 - pembiayaan Penasihat Proses yang bersumber dari anggaran pendapatan belanja negara, anggaran pendapatan belanja daerah, dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (6) Tugas Penasihat Proses sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada ketentuan peraturan lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Bagian Keenam Badan Penyiapan Paragraf 1 Fasilitasi Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Oleh Badan Penyiapan Pasal 16 (1) Dalam melaksanakan kegiatan tahap penyiapan KPBU dan transaksi KPBU, PJPK dapat difasilitasi Badan Penyiapan. (2) Pemberian fasilitasi oleh Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. pendampingan pada tahap penyiapan KPBU hingga tahap transaksi KPBU; atau b. pendampingan pada tahap transaksi KPBU. (3) Badan Penyiapan membiayai terlebih dahulu pemberian fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Pemberian fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan tanggung jawab PJPK terhadap pelaksanaan tahapan proyek KPBU. (5) Badan Penyiapan dapat memberikan fasilitasi pada KPBU Atas Prakarsa Pemerintah dan KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha. (6) Dalam pemberian fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), PJPK menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan sebagaimana diatur dalam peraturan lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Pasal 17 (1) Dalam hal PJPK pada KPBU Atas Prakarsa Pemerintah difasilitasi oleh Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5), biaya yang dapat diganti berupa: a. biaya yang dikeluarkan untuk pemberian fasilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2); b. imbalan terhadap Badan Penyiapan yang dibayarkan berdasarkan keberhasilan transaksi KPBU; dan/atau c. biaya lain yang sah sesuai peraturan perundang- undangan. (2) Dalam hal PJPK pada KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha difasilitasi oleh Badan Penyiapan sebagaimana - - 16 - dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5), biaya yang dapat diganti berupa: a. biaya pendampingan pada evaluasi usulan prakarsa dan studi kelayakan dari Calon Pemrakarsa; b. biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan dalam tahap transaksi sampai dengan pemenuhan pembiayaan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini; c. imbalan terhadap Badan Penyiapan yang dibayarkan berdasarkan keberhasilan transaksi KPBU; dan/atau d. biaya lain yang sah sesuai peraturan perundang- undangan. (3) Dalam melakukan perhitungan penggantian biaya Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), PJPK dapat melibatkan penilai publik dan/atau penilai pemerintah. (4) PJPK dalam melakukan verifikasi atas hasil perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berkonsultasi dengan lembaga auditor internal pemerintah dan/atau aparat pengawas intern pemerintah. (5) Penggantian biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a dan huruf b dapat dibayarkan secara berkala, secara penuh, gabungan pembayaran secara berkala dan penuh, dan/atau cara lain yang disepakati antara PJPK atau pihak yang menerima delegasi sebagai PJPK dengan Badan Penyiapan. (6) Imbalan keberhasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan ayat (2) huruf c sebesar paling tinggi 25% (dua puluh lima persen) dari biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a dan huruf b yang pembayarannya dilakukan dalam hal tercapainya pemenuhan pembiayaan. (7) Jika proyek KPBU tidak dilanjutkan karena kondisi yang tidak disebabkan oleh Badan Penyiapan, Badan Penyiapan juga berhak mendapatkan penggantian biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (5). (8) Penggantian biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dibebankan kepada Badan Usaha Pelaksana. Paragraf 2 Bentuk Badan Penyiapan Pasal 18 (1) Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (5) dapat berbentuk Badan Usaha atau lembaga/institusi/organisasi internasional. (2) Badan Penyiapan dalam bentuk Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih oleh PJPK melalui seleksi. (3) Badan Penyiapan dalam bentuk lembaga/institusi/organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih oleh PJPK (4) -- 17 - melalui seleksi langsung. Dalam melakukan seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau seleksi langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PJPK melakukan pemilihan melalui Panel Badan Penyiapan. (5) Tata cara pengadaan Badan Penyiapan melalui Panel Badan Penyiapan dalam bentuk Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengacu pada ketentuan peraturan lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. (6) Panel Badan Penyiapan dalam bentuk lembaga/institusi/organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disusun oleh Menteri Perencanaan. (7) Pengadaan Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh PJPK pada tahap: a. sebelum tahap penyiapan KPBU, untuk Badan Penyiapan yang melakukan pendampingan pada tahap penyiapan hingga tahap transaksi KPBU; atau b. sebelum tahap transaksi KPBU, untuk Badan Penyiapan yang melakukan pendampingan pada tahap transaksi KPBU. (8) Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan seleksi langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada ketentuan peraturan lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Pasal 19 (1) Menteri Perencanaan menetapkan Panel Badan Penyiapan yang berbentuk lembaga/institusi/organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (6). (2) Menteri Perencanaan dapat menunjuk pimpinan tinggi madya di lingkungan Kementerian Perencanaan untuk menetapkan Panel Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Penetapan Panel Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui proses penyusunan Panel Badan Penyiapan yang berbentuk lembaga/institusi/organisasi internasional dengan kriteria paling sedikit: a. memiliki kompetensi keahlian, intensitas, dan kapasitas yang memadai untuk mengerjakan proyek KPBU yang bersangkutan; b. memiliki pengalaman pengerjaan dan/atau pendampingan proyek dengan sektor sejenis di luar negeri dengan proyek KPBU yang bersangkutan; c. memiliki pengelolaan risiko terbaik yang dapat ditawarkan kepada PJPK; dan d. kriteria lain yang ditetapkan oleh Menteri Perencanaan. (4) Panel Badan - - 18 - Penyiapan yang berasal dari lembaga/institusi/organisasi internasional berlaku paling lama 5 (lima) tahun dan dilakukan evaluasi setiap tahun. Pasal 20 (1) PJPK memilih Badan Penyiapan yang berbentuk lembaga/institusi/organisasi internasional dari Panel Badan Penyiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1). (2) PJPK menandatangani perjanjian dengan Badan Penyiapan yang berbentuk lembaga/institusi/organisasi internasional yang terpilih. Bagian Ketujuh Kantor Bersama Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Pasal 21 (1) Kementerian/lembaga yang menyelenggarakan tugas dan fungsi terkait pelaksanaan KPBU diwadahi dalam forum koordinasi yang merupakan kantor bersama KPBU. (2) Kantor bersama KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dalam rangka koordinasi, sinkronisasi, dan sinergi pelaksanaan KPBU. (3) Koordinasi, sinkronisasi, dan sinergi pelaksanaan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertujuan untuk melaksanakan fasilitasi, percepatan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan KPBU. (4) Kantor bersama KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas perwakilan dari: a. kementerian yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian; b. kementerian yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang kemaritiman dan investasi; c. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara; d. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional; e. kementerian yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri; f. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang investasi dan/atau lembaga yang melaksanakan koordinasi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan di bidang penanaman modal; dan g. lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. (5) Kementerian - - 19 - Perencanaan mengoordinasikan pelaksanaan operasional harian kantor bersama KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (6) Dalam melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan sinergi pelaksanaan KPBU, kantor bersama KPBU: a. melibatkan BUPI secara aktif; dan b. dapat melibatkan kementerian/lembaga dan/atau pihak lain sesuai kebutuhan. (7) Dalam pelaksanaan tahapan KPBU, PJPK dapat berkoordinasi dengan kantor bersama KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB IV TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA Bagian Kesatu Umum Paragraf 1 Kegiatan Pendukung Pasal 22 (1) Sebelum melaksanakan proses Pengadaan Badan Usaha Pelaksana, PJPK memulai pelaksanaan kegiatan pendukung. (2) Kegiatan pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. perencanaan dan pelaksanaan pengadaan tanah; b. perolehan Persetujuan Lingkungan; c. permohonan persetujuan pemanfaatan barang milik negara/barang milik daerah; d. permohonan pemberian Dukungan Pemerintah; e. permohonan pemberian Jaminan Pemerintah; f. pengajuan penerbitan konfirmasi Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment) yang bersifat final untuk kementerian/lembaga; g. pengajuan pertimbangan KPBU untuk Pemerintah Daerah; dan/atau h. kegiatan lainnya dan perolehan perizinan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan proyek KPBU yang harus dipenuhi oleh PJPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sektor. (3) Kegiatan pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan proyek KPBU dan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d terdiri atas: a. Dukungan Kelayakan; b. insentif perpajakan; dan/atau c. dukungan menteri/kepala lembaga/kepala daerah dalam bentuk lainnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. - - 20 - Pasal 23 (1) PJPK menetapkan bentuk pengembalian investasi kepada Badan Usaha Pelaksana yang meliputi: a. penutupan biaya modal; b. biaya operasional; dan c. keuntungan yang wajar. (2) Pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui skema: a. pembayaran oleh pengguna dalam bentuk tarif; b. Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment); dan/atau c. bentuk lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (3) Pengembalian investasi dalam bentuk lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dapat berupa pendapatan lain yang tidak berhubungan langsung dengan Layanan. (4) Pengembalian investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikombinasikan dengan mempertimbangkan kejelasan mengenai alokasi risiko proyek KPBU. Paragraf 2 Bentuk Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Pasal 24 (1) Bentuk KPBU mencakup sebagian atau seluruh proses kegiatan KPBU, yang meliputi: a. pembiayaan; b. perancangan; c. konstruksi untuk membangun; d. pengoperasian; e. pengembangan; f. revitalisasi; g. pemeliharaan/perawatan; h. penyerahan aset Infrastruktur; dan/atau i. penyerahan pengelolaan aset sesuai Perjanjian KPBU. (2) Menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara dalam menentukan bentuk KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan kebutuhan proyek sebagai suatu keseluruhan siklus hidup proyek dan alokasi risiko yang tepat. (3) Bentuk KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan pada saat penyusunan prastudi kelayakan untuk KPBU Atas Prakarsa Pemerintah atau pada saat penyusunan studi kelayakan untuk KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha. Paragraf 3 Pemrakarsa Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Pasal 25 (1) KPBU terdiri atas: - - 21 - a. KPBU Atas Prakarsa Pemerintah; dan b. KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha. (2) KPBU Atas Prakarsa Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a termasuk KPBU yang didelegasikan oleh menteri sebagai PJPK kepada pimpinan perguruan tinggi negeri badan hukum atau lembaga penyiaran publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). Bagian Kedua Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Atas Prakarsa Pemerintah Paragraf 1 Umum Pasal 26 (1) Menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara memprakarsai Penyediaan Infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan Badan Usaha melalui skema KPBU. (2) KPBU Atas Prakarsa Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada jenis Infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (3) KPBU Atas Prakarsa Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui tahapan: a. perencanaan KPBU; b. penyiapan KPBU; c. transaksi KPBU; dan d. manajemen KPBU. Paragraf 2 Tahap Perencanaan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Atas Prakarsa Pemerintah Pasal 27 (1) Menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara melaksanakan tahap perencanaan KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a. (2) Tahap perencanaan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kegiatan: a. identifikasi KPBU; b. penetapan skema pendanaan; dan c. penyusunan rencana anggaran. (3) Selain melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pada tahap perencanaan KPBU juga dilaksanakan: a. Konsultasi Publik; b. pengusulan proyek KPBU ke dalam daftar rencana KPBU; dan c. penyusunan daftar rencana KPBU. Pasal 28 (1) Menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara menyusun rencana anggaran untuk - - 22 - pelaksanaan KPBU sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penyusunan rencana anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi anggaran yang diperlukan pada setiap tahapan KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3). (3) Rencana anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari: a. anggaran pendapatan belanja negara; b. anggaran pendapatan belanja daerah; dan/atau c. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 29 (1) Menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara melakukan identifikasi kebutuhan pelaksanaan rencana Penyediaan Infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan Badan Usaha. (2) Dalam melakukan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara menyusun studi pendahuluan dan melakukan Konsultasi Publik. (3) Studi pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat: a. kajian strategis, yang menghasilkan konfirmasi konteks strategis; dan b. kajian inisiatif Penyediaan Infrastruktur yang menghasilkan: 1. rencana bentuk KPBU; 2. rencana skema pembiayaan KPBU dan sumber dananya; dan 3. rencana penawaran KPBU yang mencakup jadwal, proses, dan cara penilaian. (4) Pedoman studi pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 30 (1) Menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara melakukan Konsultasi Publik. (2) Konsultasi Publik dilakukan untuk memperoleh tanggapan dan/atau masukan dari pemangku kepentingan yang menghadiri Konsultasi Publik. (3) Hasil Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dituangkan dalam berita acara Konsultasi Publik yang paling sedikit memuat: a. daftar peserta Konsultasi Publik; b. notulensi pembahasan rencana Penyediaan Infrastruktur; dan c. kesimpulan dan rencana tindak lanjut. (4) Evaluasi terhadap hasil Konsultasi Publik, dijadikan sebagai bahan pertimbangan pelaksanaan rencana Penyediaan Infrastruktur. (5) Hasil Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampirkan dalam studi pendahuluan. - - 23 - Pasal 31 (1) Berdasarkan hasil studi pendahuluan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) dan Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara menetapkan skema pendanaan untuk rencana Penyediaan Infrastruktur. (2) Dalam hal menteri/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara menetapkan bahwa rencana Penyediaan Infrastruktur ditindaklanjuti melalui skema KPBU, menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara menyusun daftar usulan rencana KPBU untuk disampaikan kepada Menteri Perencanaan. (3) Menteri/kepala/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara memastikan daftar usulan rencana KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diintegrasikan dalam proses dan dokumen perencanaan pembangunan. (4) Menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara berkoordinasi dengan kantor bersama KPBU untuk mendapatkan masukan terkait daftar usulan rencana KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 32 (1) Menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara menyampaikan daftar usulan rencana KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) berdasarkan tingkat kesiapan kepada Menteri Perencanaan. (2) Daftar usulan rencana KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen pendukung berupa: a. dokumen pendukung untuk usulan KPBU dalam proses penyiapan yang terdiri atas: 1. studi pendahuluan KPBU; dan 2. lembar ringkasan dari studi pendahuluan KPBU. b. dokumen pendukung untuk usulan KPBU siap ditawarkan yang terdiri atas: 1. prastudi kelayakan; 2. lembar ringkasan dari prastudi kelayakan; 3. surat pernyataan persetujuan prinsip Dukungan Pemerintah dan/atau Jaminan Pemerintah, apabila diperlukan; dan 4. studi pendahuluan, dalam hal proyek belum diusulkan dalam daftar rencana KPBU. (3) Menteri Perencanaan menyusun daftar rencana KPBU yang berasal dari: a. Hasil penilaian kesesuaian terhadap usulan menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara yang diindikasikan membutuhkan: 1. Dukungan Pemerintah; dan/atau b. 2. - - 24 - Jaminan Pemerintah, dan/atau Hasil identifikasi terhadap prioritas pembangunan nasional. (4) Penilaian kesesuaian terhadap usulan menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan/atau identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, dilakukan oleh Menteri Perencanaan. (5) Penilaian kesesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan berdasarkan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (6) Berdasarkan hasil penilaian kesesuaian dan/atau identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri Perencanaan menetapkan daftar rencana KPBU. (7) Daftar rencana KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (6) terdiri atas proyek KPBU dalam proses penyiapan dan proyek KPBU siap ditawarkan. Pasal 33 (1) Daftar rencana KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (6) menjadi pertimbangan dalam: a. penyusunan dokumen perencanaan pembangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. pemberian Dukungan Pemerintah dan Jaminan Pemerintah; dan c. pemberian persetujuan Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment) oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara atau menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri; (2) PJPK menyampaikan informasi perkembangan KPBU kepada Menteri Perencanaan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (3) Jangka waktu pencantuman proyek KPBU dalam daftar rencana KPBU paling lama 2 (dua) tahun. (4) Menteri Perencanaan melakukan evaluasi berkala atas perkembangan proyek KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 34 (1) Menteri dapat memberikan fasilitasi kepada menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara dalam penyusunan studi pendahuluan sesuai dengan kewenangannya. (2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa konsultasi, asistensi, dan/atau pendampingan dalam penyusunan studi pendahuluan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pemberian fasilitasi dalam penyusunan studi pendahuluan dikoordinasikan oleh Menteri Perencanaan. (4) Pemberian fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan tanggung jawab -- 25 - menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara dalam penyusunan studi pendahuluan. Pasal 35 Ketentuan mengenai tahap perencanaan KPBU Atas Prakarsa Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 berlaku secara mutatis mutandis untuk pimpinan perguruan tinggi negeri badan hukum atau pimpinan lembaga penyiaran publik yang menerima delegasi dari menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). Paragraf 3 Tahap Penyiapan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Atas Prakarsa Pemerintah Pasal 36 (1) PJPK melaksanakan tahap penyiapan KPBU. (2) Tahap penyiapan KPBU dilaksanakan melalui kegiatan yang meliputi: a. penyusunan prastudi kelayakan; b. pelaksanaan kegiatan pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2); dan c. Penjajakan Minat Pasar. (3) Selain melaksanakan kegiatan pada tahap penyiapan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PJPK dapat melaksanakan Konsultasi Publik. Pasal 37 (1) PJPK menyusun prastudi kelayakan atas Infrastruktur yang akan dikerjasamakan. (2) Prastudi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memuat: a. kajian strategis; b. kajian ekonomi; c. kajian komersial; d. kajian finansial; dan e. kajian manajemen. (3) Dalam penyusunan prastudi kelayakan, PJPK dapat meminta masukan dari perusahaan dan/atau lembaga yang bergerak di bidang penyediaan pembiayaan. (4) Pedoman prastudi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 38 (1) Dalam tahap penyiapan KPBU, PJPK melaksanakan Penjajakan Minat Pasar. (2) Penjajakan Minat Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: a. kegiatan pertemuan dua pihak; dan/atau b. promosi KPBU dengan calon investor, lembaga jasa keuangan, dan pemangku kepentingan lainnya yang memiliki ketertarikan terhadap proyek KPBU. (3) Dalam hal diperlukan, PJPK dapat melaksanakan - - 26 - Penjajakan Minat Pasar lebih dari 1 (satu) kali. Pasal 39 (1) Pada tahap penyiapan KPBU, PJPK dapat melaksanakan Konsultasi Publik. (2) Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30. Pasal 40 (1) Menteri dapat memberikan fasilitasi kepada PJPK dalam tahap penyiapan KPBU sesuai kewenangannya. (2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa konsultasi, asistensi, dan/atau pendampingan dalam penyusunan prastudi kelayakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Pemberian fasilitasi kepada PJPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Menteri Perencanaan. (4) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan tanggung jawab PJPK dalam tahap penyiapan KPBU. Pasal 41 Ketentuan mengenai tahap penyiapan KPBU Atas Prakarsa Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 40 berlaku secara mutatis mutandis untuk pimpinan perguruan tinggi negeri badan hukum atau pimpinan lembaga penyiaran publik yang menerima delegasi dari menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). Paragraf 4 Tahap Transaksi Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Atas Prakarsa Pemerintah Pasal 42 (1) PJPK dapat memulai tahap transaksi KPBU dengan ketentuan: a. prastudi kelayakan sudah diselesaikan; dan b. sedang melaksanakan atau sudah menyelesaikan kegiatan pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2). (2) Kegiatan pendukung yang sedang dilaksanakan atau sudah diselesaikan oleh PJPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dibuktikan dengan dokumen sebagaimana ditentukan dalam ketentuan peraturan lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. (3) PJPK melanjutkan pelaksanaan kegiatan pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Tahap transaksi KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan: a. penetapan lokasi KPBU; b. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; c. penandatanganan Perjanjian KPBU; dan d. -- 27 - pemenuhan pembiayaan Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana. Pasal 43 Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4) huruf a dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 44 (1) Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4) huruf b dilaksanakan oleh panitia pengadaan. (2) Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kegiatan: a. persiapan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; b. pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; dan c. persiapan penandatanganan Perjanjian KPBU. Pasal 45 (1) Dalam melaksanakan persiapan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a, PJPK menetapkan dokumen pengadaan. (2) Sebelum menetapkan dokumen pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PJPK melakukan Penjajakan Minat Pasar. (3) Penjajakan Minat Pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui kegiatan pertemuan dua pihak. Pasal 46 (1) Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana meliputi: a. pelelangan; atau b. penunjukkan langsung. (2) Pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. pelelangan satu tahap; b. pelelangan dua tahap; atau c. penggabungan prakualifikasi dan pelelangan satu tahap. (3) Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana yang ditetapkan oleh PJPK. Pasal 47 Dalam melaksanakan persiapan penandatanganan Perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf c, PJPK dan pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana melakukan finalisasi terhadap rancangan Perjanjian KPBU. Pasal 48 (1) Pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana - - 28 - sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) membentuk Badan Usaha Pelaksana. (2) Pembentukan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didirikan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak dikeluarkannya surat penunjukan pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana oleh PJPK. (3) Pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3) dapat menetapkan perseroan terbatas yang telah berdiri sebelum Pengadaan Badan Usaha Pelaksana dimulai untuk bertindak sebagai Badan Usaha Pelaksana. (4) Perseroan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa: a. perseroan terbatas pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; b. perseroan terbatas salah satu anggota konsorsium pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; atau c. perseroan terbatas terafiliasi dengan pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana. (5) Perseroan terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memenuhi kriteria sebagai berikut: a. hanya diperuntukkan menjadi mitra kerja sama bagi PJPK dalam melaksanakan proyek KPBU yang akan dikerjasamakan; b. terbebas dari gugatan, sengketa hukum, dan/atau sengketa transaksi sebelumnya; c. tidak memiliki kewajiban/liabilitas dalam bentuk utang atau bentuk lainnya pada saat penandatanganan Perjanjian KPBU; dan d. memenuhi ketentuan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Pemenuhan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf d, dilakukan dengan mempertimbangkan: a. perseroan terbatas yang didirikan sebelum Pengadaan Badan Usaha Pelaksana memiliki maksud dan tujuan yang sama dengan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia atas Infrastruktur yang akan dikerjasamakan; atau b. perseroan terbatas yang didirikan sebelum Pengadaan Badan Usaha Pelaksana memiliki maksud dan tujuan yang selaras dengan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia atas Infrastruktur yang akan dikerjasamakan jika belum terdapat klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia yang tepat atas Infrastruktur yang akan dikerjasamakan. Pasal 49 Ketentuan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 48 mengacu pada ketentuan peraturan lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan -- 29 - barang/jasa pemerintah. Pasal 50 (1) Pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (3), menyusun studi kelayakan dan rancang bangun rinci untuk diserahkan kepada PJPK. (2) Dalam hal Badan Usaha Pelaksana telah terbentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) atau ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3), penyelesaian studi kelayakan dan rancang bangun rinci sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialihkan dari pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana kepada Badan Usaha Pelaksana. (3) Studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat ringkasan kesepakatan KPBU hasil Pengadaan Badan Usaha Pelaksana. Pasal 51 (1) Dalam hal Badan Usaha Pelaksana telah dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2), Perjanjian KPBU ditandatangani oleh PJPK dan Badan Usaha Pelaksana, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah terbentuknya Badan Usaha Pelaksana. (2) Dalam hal Badan Usaha Pelaksana merupakan perseroan terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3), Perjanjian KPBU ditandatangani oleh PJPK dan Badan Usaha Pelaksana, paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah dikeluarkannya surat penunjukan pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana. (3) Perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengatur ketentuan mengenai pelaksanaan Perjanjian KPBU, yang paling sedikit memuat: a. lingkup pekerjaan; b. jangka waktu; c. jaminan pelaksanaan; d. pengembalian investasi dan mekanisme penyesuaiannya; e. hak dan kewajiban termasuk alokasi risiko; f. hak kekayaan intelektual; g. standar kinerja pelayanan; h. pengalihan saham sebelum KPBU beroperasi secara komersial; i. sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian; j. pemutusan atau pengakhiran Perjanjian KPBU; k. status kepemilikan aset; l. mekanisme penyelesaian sengketa, yang dapat dilakukan melalui dewan sengketa atau dilakukan secara berjenjang melalui musyawarah mufakat, mediasi, dan arbitrase/pengadilan; m. mekanisme pengawasan kinerja Badan Usaha Pelaksana dalam melaksanakan pengadaan; n. mekanisme perubahan pekerjaan dan/atau o. Layanan; - - 30 - mekanisme hak pengambilalihan oleh pemerintah dan pemberi pinjaman; p. penggunaan dan kepemilikan aset Infrastruktur dan/atau pengelolaan aset kepada PJPK; q. pengembalian aset Infrastruktur dan/atau pengelolaan aset kepada PJPK; r. keadaan kahar; s. pernyataan dan jaminan para pihak bahwa Perjanjian KPBU sah dan mengikat para pihak dan telah sesuai dengan peraturan perundang- undangan; t. penggunaan bahasa dalam perjanjian, yaitu Bahasa Indonesia atau apabila diperlukan dapat dibuat dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris (sebagai terjemahan resmi), serta menggunakan Bahasa Indonesia dalam penyelesaian perselisihan di wilayah hukum Indonesia; u. sifat kerahasiaan pelaksanaan KPBU; v. perubahan Perjanjian KPBU; w. manajemen Perjanjian KPBU; dan x. hukum yang berlaku, yaitu hukum Indonesia. (4) Dalam hal diperlukan, Perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (3) juga dapat memuat bentuk Dukungan Pemerintah. (5) Pengalihan saham Badan Usaha Pelaksana sebelum Penyediaan Infrastruktur beroperasi secara komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf h, hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dan berdasarkan kriteria yang ditetapkan PJPK. (6) Pengalihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (5), tidak boleh menunda jadwal mulai beroperasinya KPBU. (7) Besaran jaminan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c, paling banyak sebesar 5% (lima persen) dari nilai investasi KPBU yang tertuang dalam Perjanjian KPBU. Pasal 52 (1) Perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 berlaku efektif apabila: a. persyaratan pendahuluan yang ditetapkan dalam Perjanjian KPBU telah dipenuhi atau dikesampingkan oleh masing-masing pihak berdasarkan kesepakatan; atau b. PJPK dan Badan Usaha Pelaksana menyepakati bahwa Perjanjian KPBU berlaku efektif sejak tanggal penandatanganan Perjanjian KPBU tanpa membutuhkan persyaratan pendahuluan. (2) Pemenuhan pembiayaan bukan merupakan persyaratan pendahuluan untuk Perjanjian KPBU berlaku efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (3) Dalam hal Perjanjian KPBU disepakati berlaku efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, PJPK - - 31 - menerbitkan berita acara dan disampaikan kepada Badan Usaha Pelaksana. (4) Persyaratan pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat perizinan yang diperlukan oleh Badan Usaha Pelaksana untuk melaksanakan bidang usahanya. Pasal 53 (1) Dalam hal diperlukan, Perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dapat dilakukan perubahan setelah ditandatangani. (2) Perubahan Perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan kesepakatan PJPK dan Badan Usaha Pelaksana dengan ketentuan: a. tidak mengubah struktur proyek; b. tidak mengubah kelayakan finansial proyek; c. tidak mengubah alokasi risiko; d. tidak mengubah parameter penawaran yang sudah ditetapkan sebelumnya; e. tidak mengurangi Layanan; dan f. tidak menambah kewajiban pemerintah sesuai Perjanjian KPBU. (3) Dalam hal PJPK dan Badan Usaha Pelaksana akan mengubah ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PJPK dan Badan Usaha Pelaksana harus membuktikan bahwa: a. perubahan isi Perjanjian KPBU memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. dilakukan untuk memastikan keberlanjutan pelaksanaan KPBU; dan 2. memberikan dampak positif atau untuk mempertahankan Nilai Manfaat Uang KPBU yang dihasilkan pada saat penandatanganan Perjanjian KPBU; dan/atau b. perubahan isi Perjanjian KPBU dilakukan untuk memenuhi perubahan kebijakan pemerintah atau peraturan perundang-undangan. (4) Perubahan isi Perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dilakukan dengan menggunakan asumsi posisi dasar tingkat pengembalian internal yang sama. (5) Dalam hal bentuk pengembalian investasi menggunakan Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment), perubahan terhadap isi Perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dilakukan dengan mempertimbangkan konfirmasi Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment) yang bersifat final yang diterbitkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara atau pertimbangan KPBU untuk Pemerintah Daerah yang dikeluarkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan di bidang pemerintahan dalam negeri atau kepala daerah sesuai kewenangannya. (6) Pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam bentuk berita acara. (7) - - 32 - Dalam melakukan perubahan isi Perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), PJPK berkoordinasi dengan pemangku kepentingan dan aparat pengawasan internal pemerintah. Pasal 54 (1) Dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak ditandatanganinya Perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51, Badan Usaha Pelaksana harus telah memperoleh pemenuhan pembiayaan. (2) Dalam hal Badan Usaha Pelaksana belum memperoleh pemenuhan pembiayaan selama jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha Pelaksana dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu pemenuhan pembiayaan kepada PJPK. (3) PJPK melakukan verifikasi terhadap pengajuan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) oleh Badan Usaha Pelaksana. (4) Apabila kegagalan pemenuhan pembiayaan disebabkan oleh Badan Usaha Pelaksana, verifikasi PJPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menghasilkan kesimpulan: a. PJPK dapat menyetujui perpanjangan jangka waktu pemenuhan pembiayaan dengan ketentuan: 1. penambahan jaminan pelaksanaan dari Badan Usaha Pelaksana hingga menjadi sebesar 5% (lima persen) dari nilai investasi KPBU yang tertuang dalam Perjanjian KPBU apabila jaminan pelaksanaan sebelum perpanjangan jangka waktu kurang dari 5% (lima persen) dari nilai investasi KPBU yang tertuang dalam Perjanjian KPBU; atau 2. tanpa penambahan jaminan pelaksanaan dari Badan Usaha Pelaksana apabila jaminan pelaksanaan sebelum perpanjangan jangka waktu sudah sebesar 5% (lima persen) dari nilai investasi KPBU yang tertuang dalam Perjanjian KPBU, atau b. PJPK dapat tidak memperpanjang jangka waktu pemenuhan pembiayaan. (5) Apabila kegagalan pemenuhan pembiayaan tidak disebabkan oleh Badan Usaha Pelaksana, verifikasi PJPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menghasilkan kesimpulan bahwa PJPK dapat menyetujui perpanjangan jangka waktu pemenuhan pembiayaan tanpa penambahan nilai jaminan pelaksanaan. Pasal 55 (1) Dalam hal PJPK memutuskan tidak memberikan perpanjangan jangka waktu pemenuhan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (4) huruf b, PJPK mencairkan jaminan pelaksanaan dan memberikan penjelasan tidak diberikannya perpanjangan jangka waktu pemenuhan pembiayaan kepada Badan Usaha Pelaksana. (2) - - 33 - Apabila PJPK memutuskan untuk memberikan perpanjangan jangka waktu pemenuhan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (4) huruf a dan ayat (5), PJPK memberikan perpanjangan jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan. (3) Perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang kembali paling banyak 1 (satu) kali dengan jangka waktu perpanjangan kembali paling lama 6 (enam) bulan. (4) Setiap perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disertai dengan perpanjangan jaminan pelaksanaan dari Badan Usaha Pelaksana. Pasal 56 (1) PJPK menyatakan pemenuhan pembiayaan gagal dalam hal: a. Badan Usaha Pelaksana gagal untuk mencapai pemenuhan pembiayaan dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak ditandatanganinya Perjanjian KPBU dan tidak meminta perpanjangan jangka waktu pemenuhan pembiayaan; b. PJPK memutuskan untuk tidak memperpanjang jangka waktu pemenuhan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (4) huruf b; c. Badan Usaha Pelaksana gagal untuk mencapai pemenuhan pembiayaan dalam jangka waktu perpanjangan pemenuhan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) atau ayat (3); atau d. Badan Usaha Pelaksana mengundurkan diri setelah penandatanganan Perjanjian KPBU. (2) Dalam hal PJPK menyatakan pemenuhan pembiayaan gagal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PJPK dapat mengakhiri Perjanjian KPBU dan mencairkan jaminan pelaksanaan. (3) Dalam hal PJPK mengakhiri Perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PJPK menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Pasal 57 (1) Pemenuhan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) dapat bersumber dari pinjaman dan/atau sumber pembiayaan lainnya yang sah. (2) Dalam hal pemenuhan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari pinjaman, baik sebagian ataupun seluruhnya, pemenuhan pembiayaan dinyatakan telah terlaksana jika: a. perjanjian pinjaman untuk membiayai pekerjaan konstruksi telah ditandatangani; dan b. sebagian pinjaman telah dapat dicairkan untuk: 1. memulai pekerjaan konstruksi; atau 2. untuk memulai pengoperasian dan pemeliharaan/perawatan apabila proyek - - 34 - tidak mensyaratkan kegiatan konstruksi untuk membangun. (3) Dalam hal pemenuhan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari selain pinjaman, baik sebagian ataupun seluruhnya, pemenuhan pembiayaan dinyatakan telah terlaksana jika: a. Badan Usaha Pelaksana dapat menyampaikan konfirmasi ketersediaan sumber pembiayaan yang memadai dan pernyataan dapat dicairkan sepenuhnya untuk: 1. pelaksanaan konstruksi; atau 2. pelaksanaan pengoperasian dan pemeliharaan/perawatan apabila proyek tidak mensyaratkan adanya kegiatan konstruksi. b. sebagian pembiayaan telah dapat dicairkan untuk: 1. memulai pekerjaan konstruksi; 2. memulai pengoperasian dan pemeliharaan/perawatan apabila proyek tidak mensyaratkan kegiatan konstruksi; atau 3. kesepakatan lain yang disepakati oleh Badan Usaha Pelaksana dan PJPK dalam Perjanjian KPBU. (4) Dalam hal pemenuhan pembiayaan untuk KPBU terbagi dalam beberapa tahapan, pemenuhan pembiayaan dinyatakan terlaksana dengan ketentuan: a. perjanjian pinjaman untuk membiayai salah satu tahapan konstruksi telah ditandatangani atau konfirmasi ketersediaan sumber pembiayaan yang memadai dan pernyataan dapat dicairkan sepenuhnya untuk pelaksanaan konstruksi; dan b. sebagian pinjaman atau sumber selain pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a telah dapat dicairkan untuk memulai pekerjaan konstruksi. Pasal 58 (1) Menteri/kepala lembaga sesuai tugas dan fungsinya dapat memberikan fasilitasi kepada PJPK dalam tahap transaksi KPBU. (2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa konsultasi, asistensi, dan/atau pendampingan dalam persiapan dan pelaksanaan tahap transaksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (3) Pemberian fasilitasi kepada PJPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Menteri Perencanaan. (4) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan tanggung jawab PJPK dalam tahap transaksi KPBU. Pasal 59 Ketentuan mengenai tahap transaksi KPBU Atas Prakarsa - - 35 - Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 58 berlaku secara mutatis mutandis untuk pimpinan perguruan tinggi negeri badan hukum atau pimpinan lembaga penyiaran publik yang menerima delegasi dari menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). Paragraf 5 Tahap Manajemen Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Atas Prakarsa Pemerintah Pasal 60 (1) Tahap manajemen KPBU dilaksanakan setelah Badan Usaha Pelaksana dinyatakan telah memperoleh pemenuhan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54. (2) Dalam melaksanakan tahap manajemen KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PJPK melakukan kegiatan: a. persiapan manajemen KPBU; dan b. pengendalian pelaksanaan Perjanjian KPBU. (3) Pengendalian pelaksanaan Perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan terhadap kegiatan: a. konstruksi untuk membangun; b. penyediaan Layanan; dan c. persiapan berakhirnya Perjanjian KPBU. Pasal 61 (1) Simpul KPBU membantu PJPK dalam melakukan manajemen KPBU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) dan (3). (2) Pengendalian pelaksanaan Perjanjian KPBU pada kegiatan penyediaan Layanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (3) huruf b dilakukan paling sedikit terhadap pencapaian ketersediaan Layanan yang telah disepakati. (3) Dalam hal pengembalian investasi yang digunakan merupakan Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment), Badan Usaha Pelaksana melaporkan pencapaian ketersediaan Layanan kepada PJPK. (4) Dalam hal terdapat Dukungan Kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) huruf a, Badan Usaha Pelaksana melaporkan pengelolaan Dukungan Kelayakan kepada PJPK. Pasal 62 (1) Dalam hal jangka waktu Perjanjian KPBU telah berakhir, penyerahan aset dan/atau pengelolaan aset kepada PJPK dari Badan Usaha Pelaksana dilakukan sesuai Perjanjian KPBU. (2) Penyerahan aset dan/atau pengelolaan aset dalam Perjanjian KPBU, paling sedikit memuat ketentuan: a. kondisi dan fungsi aset yang dialihkan; b. tata cara pengalihan aset dan/atau pengelolaan aset; c. - - 36 - status aset yang bebas dari segala bentuk jaminan kebendaan, pembebanan, komitmen dan/atau perikatan dalam bentuk apa pun pada saat aset diserahkan kepada PJPK; d. status aset yang bebas dari tuntutan pihak ketiga; dan e. pembebasan PJPK dari segala tuntutan yang timbul setelah penyerahan aset dan/atau pengelolaan aset sepanjang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (3) Dalam melakukan penilaian kondisi dan fungsi aset yang dialihkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, PJPK dan Badan Usaha Pelaksana menyepakati pihak yang ditunjuk untuk melakukan penilaian. Pasal 63 Ketentuan mengenai tahap manajemen KPBU Atas Prakarsa Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 62 berlaku secara mutatis mutandis untuk pimpinan perguruan tinggi negeri badan hukum atau pimpinan lembaga penyiaran publik yang menerima delegasi dari menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). Pasal 64 Ketentuan mengenai rincian tahapan pada KPBU Atas Prakarsa Pemerintah tercantum pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Bagian Ketiga Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Atas Prakarsa Badan Usaha Paragraf 1 Umum Pasal 65 (1) Badan Usaha dapat mengajukan prakarsa KPBU kepada menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara. (2) KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada jenis Infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. (3) Penyediaan Infrastruktur yang dapat diprakarsai Badan Usaha memenuhi kriteria sebagai berikut: a. terintegrasi secara teknis dengan rencana induk pada sektor yang bersangkutan; b. layak secara ekonomi dan finansial; dan c. Badan Usaha yang mengajukan prakarsa KPBU memiliki kemampuan keuangan yang memadai untuk membiayai pelaksanaan Penyediaan Infrastruktur. Pasal 66 KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha dilaksanakan dengan - - 37 - tahapan sebagai berikut: a. penyiapan KPBU; b. transaksi KPBU; dan c. manajemen KPBU. Paragraf 2 Tahap Penyiapan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Atas Prakarsa Badan Usaha Pasal 67 (1) Pelaksanaan tahap penyiapan KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha dilaksanakan melalui kegiatan yang meliputi: a. penyampaian prakarsa oleh Calon Pemrakarsa; b. penilaian atas surat pernyataan maksud dan dokumen pendukung yang disampaikan Calon Pemrakarsa; c. penerbitan surat persetujuan untuk melanjutkan proses; d. penyusunan studi kelayakan dan kegiatan pendukung oleh Calon Pemrakarsa; e. pelaksanaan Konsultasi Publik dan Penjajakan Minat Pasar; f. penilaian studi kelayakan dan dokumen pendukung yang disampaikan Calon Pemrakarsa; dan g. penerbitan surat persetujuan prakarsa. (2) Badan Usaha mengajukan prakarsa KPBU kepada menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara dengan menyampaikan surat pernyataan maksud dengan disertai dokumen pendukung. (3) Badan Usaha dapat mengajukan prakarsa KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pimpinan perguruan tinggi negeri badan hukum atau pimpinan lembaga penyiaran publik yang menerima delegasi dari menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). (4) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. konfirmasi kesesuaian dengan rencana induk sektor yang bersangkutan, dokumen perencanaan pemerintah, rencana tata ruang wilayah, dan rencana detail tata ruang; b. konfirmasi adanya indikasi kebutuhan Penyediaan Infrastruktur; c. tinjauan awal rencana proyek; d. konfirmasi kemampuan finansial dan pengalaman teknis yang memadai; dan e. identifikasi awal kelembagaan PJPK. (5) Atas usulan Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara melakukan evaluasi terhadap dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (1) - - 38 - Pasal 68 Menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (5) paling lama 15 (lima belas) hari kerja. (2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat Badan Usaha lain yang mengajukan prakarsa untuk Infrastruktur KPBU yang sama, menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara dapat melakukan evaluasi atas pengajuan prakarsa yang disampaikan oleh Badan Usaha lain tersebut. (3) Dalam melakukan evaluasi atas pengajuan prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara menetapkan kriteria penilaian awal. (4) Menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara menyampaikan pemberitahuan kepada Badan Usaha apabila dibutuhkan waktu tambahan untuk melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai alasan dan batas waktu yang dibutuhkan. Pasal 69 (1) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1), menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara dapat: a. memberikan persetujuan atas usulan KPBU yang diajukan Badan Usaha; atau b. menolak usulan KPBU yang diajukan Badan Usaha. (2) Dalam hal usulan proyek KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara menerbitkan surat persetujuan untuk melanjutkan proses yang memuat: a. kewajiban Calon Pemrakarsa untuk menyiapkan studi kelayakan dan dokumen pendukung dalam jangka waktu yang ditentukan oleh menteri/kepala Lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara; b. pernyataan bahwa menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara tidak akan menerima usulan prakarsa dari Badan Usaha lain selama Calon Pemrakarsa menyelesaikan kewajiban sebagaimana dimaksud pada huruf a (pemberian hak eksklusif); c. penetapan sebagai PJPK; dan d. kewajiban Calon Pemrakarsa untuk menyampaikan usulan bentuk kompensasi. (3) Dalam hal usulan Badan Usaha ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik - - 39 - Negara menerbitkan surat pemberitahuan kepada Badan Usaha. (4) PJPK menyampaikan surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah dilakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1). (5) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terlampaui, prakarsa Badan Usaha dianggap tidak diterima. (6) Terhadap pelaksanaan ketentuan pada ayat (5), Badan Usaha dapat meminta penjelasan kepada PJPK atas tidak diterimanya prakarsa Badan Usaha. Pasal 70 (1) Calon Pemrakarsa menyusun studi kelayakan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) huruf a. (2) Studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat: a. kajian strategis; b. kajian ekonomi; c. kajian komersial; d. kajian finansial; dan e. kajian manajemen. (3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. rencana dokumen Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; b. dokumen pemenuhan persyaratan kualifikasi Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; c. usulan bentuk kompensasi jika pengadaan yang diusulkan menggunakan metode pelelangan; dan d. rancang bangun rinci, yang paling sedikit memuat: 1. hasil perhitungan material dasar; 2. rumus dasar perhitungan; 3. perhitungan; 4. gambar detail yang meliputi dimensi; 5. penjabaran metode pekerjaan; 6. analisis harga satuan pekerjaan; 7. rencana waktu pelaksanaan; dan 8. rencana anggaran biaya, yang disusun sesuai dengan kebutuhan dan pengaturan pada bidang dan sektor KPBU yang dikerjasamakan. (4) Selain dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pada tahap transaksi KPBU yang menggunakan metode penunjukan langsung atau pelelangan dengan swiss challenge, Calon Pemrakarsa juga harus menyampaikan dokumen lain. (5) Dalam menyusun studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha dapat mempertimbangkan kebutuhan Dukungan Pemerintah sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Menteri ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) pendukungnya, -- 40 - Dalam penyusunan studi kelayakan dan dokumen Calon Pemrakarsa melakukan komunikasi dan koordinasi intensif dengan PJPK. (7) Ketentuan mengenai dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, dan dokumen lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mengacu pada ketentuan peraturan lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. (8) Isi studi kelayakan dan rancang bangun rinci sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) huruf d tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Pasal 71 (1) PJPK melakukan evaluasi atas prakarsa Badan Usaha melalui penilaian terhadap studi kelayakan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dengan mempertimbangkan: a. kesesuaian dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3); b. kelengkapan studi kelayakan; dan c. kelengkapan dokumen pendukung. (2) Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender. (3) Dalam hal diperlukan, PJPK dapat melakukan perpanjangan waktu untuk melakukan penilaian. (4) Perpanjangan waktu untuk melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender. (5) PJPK menyampaikan informasi perpanjangan waktu penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Badan Usaha disertai dengan alasan. (6) Berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PJPK dapat memberikan kesempatan kepada Calon Pemrakarsa untuk melakukan penyempurnaan studi kelayakan dan dokumen pendukung dalam jangka waktu tertentu dengan mempertimbangkan target pelaksanaan proyek. Pasal 72 (1) Selain melakukan evaluasi atas prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1), PJPK melakukan: a. Penjajakan Minat Pasar; dan b. Konsultasi Publik. (2) Atas evaluasi yang dilakukan PJPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) dan hasil pelaksanaan Penjajakan Minat Pasar dan Konsultasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PJPK memutuskan untuk: a. memberikan persetujuan pada prakarsa KPBU yang diajukan Calon Pemrakarsa; atau b. menolak prakarsa KPBU yang diajukan Calon Pemrakarsa. (3) Dalam hal PJPK memberikan persetujuan terhadap - - 41 - prakarsa KPBU yang diajukan Calon Pemrakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, PJPK menerbitkan surat persetujuan prakarsa yang memuat: a. persetujuan atas studi kelayakan; b. persetujuan atas dokumen pendukung; c. penetapan usulan proyek KPBU sebagai proyek KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha; d. penetapan bahwa Calon Pemrakarsa telah memenuhi persyaratan prakualifikasi Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; e. penetapan Calon Pemrakarsa sebagai Pemrakarsa; f. penetapan bentuk kompensasi; dan g. pernyataan bahwa seluruh studi kelayakan dan dokumen pendukung sebagai kelengkapan prakarsa Badan Usaha, termasuk hak kekayaan intelektual yang menyertainya beralih menjadi milik PJPK. (4) Selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), surat persetujuan prakarsa juga dapat memuat: a. persetujuan dokumen penawaran pemrakarsa, dalam hal Pengadaan Badan Usaha Pelaksana menggunakan pelelangan dengan swiss challenge; dan/ atau b. penetapan proyek merupakan peralihan prakarsa, dalam hal proyek merupakan hasil peralihan KPBU Atas Prakarsa Pemerintah menjadi KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha. (5) Dalam hal Pengadaan Badan Usaha Pelaksana menggunakan metode penunjukan langsung, PJPK menerbitkan surat persetujuan prakarsa yang memuat: a. persetujuan atas dokumen pembuktian kondisi tertentu; b. persetujuan atas studi kelayakan dan dokumen pendukung; c. penetapan usulan proyek KPBU sebagai proyek KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha; d. persetujuan dokumen Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; e. penetapan bahwa Calon Pemrakarsa telah lulus prakualifikasi Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; f. persetujuan dokumen penawaran Pemrakarsa; dan g. penetapan Calon Pemrakarsa sebagai Pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana melalui penunjukan langsung. (6) Dalam hal PJPK menolak prakarsa KPBU oleh Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, PJPK menyampaikan surat penolakan kepada Calon Pemrakarsa. (7) Dalam hal hasil studi kelayakan menyatakan perlunya Jaminan Pemerintah pada proyek KPBU, Pemrakarsa menyatakan secara tertulis kesediaan untuk berbagi informasi dan dokumen dengan PJPK dan BUPI. - - 42 - Pasal 73 (1) Setelah penerbitan surat persetujuan prakarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (3), PJPK dapat mengubah dan/atau melakukan penambahan terhadap studi kelayakan dan dokumen pendukung. (2) Perubahan dan/atau penambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan berkurangnya Layanan. (3) Perubahan dan/atau penambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberitahukan kepada Pemrakarsa sebelum memulai pelaksanaan tahap transaksi KPBU atau sebelum pelaksanaan kualifikasi. (4) Dalam melakukan perubahan dan/atau penambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pembahasan bersama antara PJPK dengan Pemrakarsa. (5) Atas pemberitahuan dan pembahasan yang dilakukan PJPK dengan Pemrakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) Pemrakarsa dapat: a. menerima; atau b. menolak. (6) Dalam hal Pemrakarsa menerima perubahan dan/atau penambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Pemrakarsa menindaklanjuti dengan menyampaikan pernyataan tidak ada keberatan secara tertulis kepada PJPK. (7) Dalam hal Pemrakarsa menolak perubahan dan/atau penambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, Pemrakarsa dianggap tidak bersedia melanjutkan proses KPBU. (8) Dalam hal Pemrakarsa tidak bersedia melanjutkan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (7), PJPK dapat memberikan penggantian biaya yang sudah dikeluarkan oleh Pemrakarsa atas penyusunan studi kelayakan dan dokumen pendukung. (9) Dalam menentukan besaran penggantian biaya atas penyusunan studi kelayakan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (8), PJPK dapat melibatkan penilai publik dan/atau penilai pemerintah. (10) Penggantian biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (9), dapat dibebankan kepada pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana. Pasal 74 (1) PJPK dapat memberikan kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (3) huruf f kepada Pemrakarsa dalam bentuk: a. pemberian tambahan nilai sebesar 10% (sepuluh persen); b. pemberian hak untuk melakukan penawaran oleh Pemrakarsa terhadap penawar terbaik (right to match), sesuai dengan hasil penilaian dalam proses pelelangan; atau c. pembelian prakarsa KPBU, antara lain hak kekayaan intelektual yang menyertainya oleh PJPK -- 43 - atau pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana. (2) Dalam hal Pemrakarsa mendapatkan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, Pemrakarsa mengalihkan studi kelayakan dan dokumen pendukung, serta hak kekayaan intelektual yang melekat kepada PJPK, tanpa memperoleh pembayaran atau penggantian dalam bentuk lainnya. (3) Dalam hal Pemrakarsa mendapatkan bentuk kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c: a. Pemrakarsa mengikuti penawaran sebagaimana disyaratkan dalam dokumen pengadaan; b. pembayaran atas pembelian prakarsa, tidak diberikan apabila Pemrakarsa mengundurkan diri sebelum pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; c. pembayaran atas pembelian prakarsa, dilakukan apabila Pemrakarsa tidak terpilih sebagai pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; d. kompensasi berupa pembelian prakarsa diberikan oleh PJPK atau pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana setelah Perjanjian KPBU ditandatangani; dan e. Pemrakarsa mengalihkan studi kelayakan dan dokumen pendukung sejak diterbitkannya surat persetujuan prakarsa, serta kekayaan intelektual yang melekat pada studi kelayakan dan dokumen pendukung menjadi milik PJPK. (4) PJPK dapat melibatkan penilai publik dan/atau penilai pemerintah dalam menentukan besaran pembayaran atas pembelian prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. (5) Ketentuan mengenai tindak lanjut atas pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) mengacu pada ketentuan peraturan lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Pasal 75 (1) Menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara mengajukan proyek KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha sebagai usulan rencana KPBU kepada Menteri Perencanaan. (2) Menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara mengajukan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Perencanaan dengan dilengkapi: a. dokumen pendukung untuk usulan KPBU dalam proses penyiapan terdiri atas: 1. surat pernyataan maksud beserta dokumen pendukungnya; dan 2. surat persetujuan untuk melanjutkan proses. b. dokumen pendukung untuk usulan KPBU siap ditawarkan terdiri atas: 1. studi kelayakan sebagaimana dimaksud 2. - - 44 - dalam Pasal 70; lembar ringkasan dari studi kelayakan; 3. surat pernyataan persetujuan Jaminan Pemerintah, apabila diperlukan; dan 4. surat persetujuan prakarsa. (3) Dalam melakukan proses KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha, menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara dapat berkoordinasi dengan kantor bersama KPBU. Pasal 76 Ketentuan mengenai tahap penyiapan KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 sampai dengan Pasal 75 berlaku mutatis mutandis untuk pimpinan perguruan tinggi negeri badan hukum atau pimpinan lembaga penyiaran publik yang menerima delegasi dari menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). Paragraf 3 Tahap Transaksi Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Atas Prakarsa Badan Usaha Pasal 77 (1) Tahap transaksi KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha, dilaksanakan dengan ketentuan: a. PJPK telah mengeluarkan surat persetujuan prakarsa; dan b. PJPK sedang melaksanakan atau sudah menyelesaikan kegiatan pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2). (2) Dalam hal PJPK sedang melaksanakan kegiatan pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dibuktikan dengan dokumen yang mengacu pada ketentuan peraturan lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. (3) PJPK melanjutkan pelaksanaan kegiatan pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Tahap transaksi KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh PJPK dengan kegiatan meliputi: a. penetapan lokasi KPBU; b. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana; c. penandatanganan Perjanjian KPBU; dan d. pemenuhan pembiayaan Penyediaan Infrastruktur oleh Badan Usaha Pelaksana. (5) Dalam melaksanakan tahap transaksi KPBU, PJPK melaksanakan Penjajakan Minat Pasar. Pasal 78 Ketentuan mengenai Penjajakan Minat Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berlaku secara mutatis mutandis untuk Penjajakan Minat Pasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (5). - - 45 - Pasal 79 Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (4) huruf a dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 80 (1) Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (4) huruf b terdiri atas: a. pelelangan; atau b. penunjukan langsung. (2) Pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas: a. pelelangan satu tahap; b. penggabungan prakualifikasi dan pelelangan satu tahap; atau c. swiss challenge. (3) Pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana yang ditetapkan oleh PJPK. (4) Tata cara Pengadaan Badan Usaha Pelaksana pada KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha mengacu pada peraturan lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Pasal 81 (1) Setelah penetapan pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3), pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana melakukan penyempurnaan studi kelayakan dan rancang bangun rinci. (2) Dalam hal Badan Usaha Pelaksana telah terbentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) atau ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (3), penyempurnaan studi kelayakan dan rancang bangun rinci sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialihkan dari pemenang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana kepada Badan Usaha Pelaksana. (3) Penyempurnaan studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat ringkasan kesepakatan/kerja sama KPBU hasil Pengadaan Badan Usaha Pelaksana. Pasal 82 (1) Ketentuan mengenai tahap transaksi KPBU Atas Prakarsa Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 sampai dengan Pasal 58 berlaku secara mutatis mutandis untuk tahap transaksi KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha. (2) Ketentuan mengenai tahap transaksi KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 81 berlaku secara mutatis mutandis untuk pimpinan perguruan tinggi - - 46 - negeri badan hukum atau pimpinan lembaga penyiaran publik yang menerima delegasi dari menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). Paragraf 4 Tahap Manajemen Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Atas Prakarsa Badan Usaha Pasal 83 (1) Ketentuan mengenai tahap manajemen KPBU Atas Prakarsa Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 62 berlaku secara mutatis mutandis untuk tahap manajemen KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha. (2) Ketentuan mengenai tahap manajemen KPBU Atas Prakasa Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku secara mutatis mutandis untuk pimpinan perguruan tinggi negeri badan hukum atau pimpinan lembaga penyiaran publik yang menerima delegasi dari menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). Pasal 84 Ketentuan mengenai rincian tahapan pada KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB V KERJA SAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA SKALA KECIL Pasal 85 (1) KPBU Skala Kecil dapat diterapkan pada Infrastruktur yang memenuhi kriteria: a. rencana Penyediaan Infrastruktur dengan struktur dan/atau ruang lingkup yang relatif sederhana; b. solusi teknis yang direncanakan menggunakan teknologi yang telah terbukti dan/atau yang pernah diterapkan pada proyek sejenis; dan c. diutamakan pada proyek yang tidak membutuhkan Dukungan Kelayakan. (2) Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penerapan KPBU Skala Kecil pada Pemerintah Daerah juga memenuhi kriteria jangka waktu KPBU paling lama 10 (sepuluh) tahun. (3) Tahapan pelaksanaan KPBU Skala Kecil dilakukan setelah dilakukan analisis terhadap pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditetapkan oleh: a. menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara pada studi pendahuluan pada KPBU Skala Kecil atas prakarsa pemerintah; atau b. menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi untuk - - 47 - Badan Usaha Milik Negara pada surat persetujuan melanjutkan proses berdasarkan penyampaian dokumen surat pernyataan maksud dan dokumen pendukung oleh Badan Usaha pada KPBU Skala Kecil atas prakarsa Badan Usaha. (4) Tahapan pelaksanaan KPBU Skala Kecil tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. (5) Petunjuk pelaksanaan KPBU Skala Kecil diatur dalam peraturan pejabat tinggi madya di lingkungan Kementerian Perencanaan. (6) Pelaksanaan pengadaan KPBU Skala Kecil mengikuti ketentuan peraturan lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. (7) Ketentuan pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) berlaku secara mutatis mutandis untuk pimpinan perguruan tinggi negeri badan hukum atau pimpinan lembaga penyiaran publik yang menerima delegasi dari menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). BAB VI PERALIHAN PRAKARSA KERJA SAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA Bagian Kesatu Peralihan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Atas Prakarsa Pemerintah Menjadi Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Atas Prakarsa Badan Usaha Pasal 86 (1) KPBU Atas Prakarsa Pemerintah dapat beralih menjadi KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha. (2) Peralihan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada tahap perencanaan, penyiapan KPBU atau pada tahap transaksi KPBU. (3) Dalam melakukan peralihan prakarsa pada tahap perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PJPK melakukan evaluasi terhadap kebutuhan peralihan prakarsa KPBU dan terhadap usulan prakarsa Badan Usaha. (4) Dalam melakukan peralihan prakarsa pada tahap penyiapan dan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PJPK melakukan: a. evaluasi terhadap kebutuhan peralihan prakarsa KPBU; b. penilaian terhadap studi kelayakan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71; dan c. membandingkan prastudi kelayakan yang dihasilkan oleh PJPK dengan studi kelayakan dan dokumen pendukung yang dihasilkan oleh Badan Usaha. (5) Dalam melakukan perbandingan sebagaimana dimaksud - - 48 - pada ayat (4) huruf c, mempertimbangkan adanya nilai tambah yang paling PJPK sedikit memberikan: a. unsur kebaruan yang lebih inovatif; b. Nilai Manfaat Uang lebih optimal; dan c. kelayakan ekonomi dan finansial lebih baik. (6) Peralihan KPBU pada tahap transaksi KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan apabila Pengadaan Badan Usaha Pelaksana gagal dan PJPK menyatakan penghentian Pengadaan Badan Usaha Pelaksana. (7) Ketentuan mengenai penghentian Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mengacu pada peraturan lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. (8) PJPK memastikan bahwa peralihan prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan mitigasi risiko terhadap potensi pemborosan keuangan negara dan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. (9) Dalam hal terjadi peralihan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PJPK menyampaikan pemutakhiran data dan informasi kepada Menteri Perencanaan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara, dan BUPI. (10) Ketentuan mengenai tahap penyiapan hingga tahap manajemen KPBU atas Prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 sampai dengan Pasal 83 berlaku secara mutatis mutandis untuk tahap penyiapan hingga tahap manajemen KPBU pada peralihan KPBU Atas Prakarsa Pemerintah menjadi KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha. Bagian Kedua Peralihan Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Atas Prakarsa Badan Usaha menjadi Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Atas Prakarsa Pemerintah Pasal 87 (1) KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha dapat beralih menjadi KPBU Atas Prakarsa Pemerintah. (2) Peralihan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada tahap penyiapan atau pada tahap transaksi KPBU. (3) Dalam melakukan peralihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), PJPK melakukan evaluasi terhadap kebutuhan peralihan prakarsa KPBU. (4) Peralihan KPBU pada tahap penyiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan apabila Calon Pemrakarsa mengundurkan diri. (5) Peralihan KPBU pada tahap transaksi KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan apabila: a. Pemrakarsa mengundurkan diri sebelum tahap - - 49 - pelaksanaan Pengadaan Badan Usaha Pelaksana dimulai; atau b. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana gagal dan PJPK menyatakan penghentian Pengadaan Badan Usaha Pelaksana. (6) Ketentuan mengenai penghentian Pengadaan Badan Usaha Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b mengacu pada peraturan lembaga yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. (7) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terhadap kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5), dituangkan secara tertulis oleh PJPK. (8) PJPK memastikan bahwa peralihan prakarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan mitigasi risiko terhadap potensi pemborosan keuangan negara dan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. (9) Dalam hal terjadi peralihan KPBU sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PJPK menyampaikan pemutakhiran data dan informasi kepada Menteri Perencanaan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara, dan BUPI. Pasal 88 (1) Dalam hal peralihan KPBU terjadi pada tahap transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (5), PJPK dapat menggunakan dokumen KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha untuk mengalihkan proses KPBU menjadi KPBU Atas Prakarsa Pemerintah. (2) Ketentuan mengenai tahap transaksi hingga tahap manajemen KPBU Atas Prakarsa Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 sampai dengan pasal 63 berlaku secara mutatis mutandis untuk tahap transaksi hingga tahap manajemen KPBU pada peralihan KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha menjadi KPBU Atas Prakarsa Pemerintah. Pasal 89 (1) Dalam hal peralihan KPBU terjadi pada tahap transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (5) huruf b dan Pemrakarsa mendapatkan bentuk kompensasi berupa pembelian prakarsa KPBU, sepanjang penghentian Pengadaan Badan Usaha Pelaksana tidak disebabkan oleh Pemrakarsa, PJPK memberikan penggantian biaya dokumen KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha kepada Pemrakarsa. (2) Dalam memberikan penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PJPK dapat melibatkan penilai publik dan/atau penilai pemerintah. Pasal 90 Dalam hal PJPK tidak menggunakan dokumen KPBU Atas Prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, PJPK menyusun dokumen sesuai tahapan KPBU Atas - - 50 - Prakarsa Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3). Pasal 91 Ketentuan dalam Pasal 86 sampai dengan Pasal 90 berlaku secara mutatis mutandis untuk pimpinan perguruan tinggi negeri badan hukum atau pimpinan lembaga penyiaran publik yang menerima delegasi dari menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1). Pasal 92 Rincian tahapan peralihan prakarsa KPBU tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 93 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: a. menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara yang sedang melaksanakan tahapan KPBU sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, menyelesaikan tahapan dan memenuhi kelengkapan dokumen KPBU sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini. b. menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara yang telah menyelesaikan salah satu tahapan dan memenuhi kelengkapan dokumen KPBU sebagaimana dimaksud pada huruf a, melanjutkan tahapan berikutnya sesuai dengan tahapan KPBU sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini. c. Dalam penyelesaian tahapan KPBU sebagaimana dimaksud pada huruf a, apabila terdapat persyaratan yang harus dipenuhi untuk melaksanakan tahapan KPBU berikutnya sesuai ketentuan Peraturan Menteri ini, menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha yang memprakarsai KPBU melengkapi persyaratan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini. Pasal 94 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara yang sedang melakukan peralihan prakarsa KPBU sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, melanjutkan peralihan prakarsa KPBU sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini. - - 51 - Pasal 95 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, kelembagaan KPBU yang sudah dibentuk dan/atau ditunjuk oleh menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tugas dan kelembagaan disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. Pasal 96 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, dalam hal proyek KPBU diselenggarakan oleh direksi Badan Usaha Milik Daerah: a. Perjanjian KPBU yang sudah ditandatangani oleh direksi Badan Usaha Milik Daerah dinyatakan tetap berlaku. b. proyek KPBU yang sedang dalam tahap transaksi, direksi Badan Usaha Milik Daerah menyelesaikan dan melanjutkan tahapan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini. c. proyek KPBU yang belum memasuki tahap transaksi, menyelesaikan pelaksanaan tahapan KPBU sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan melanjutkan tahapan berikutnya mengikuti tahapan KPBU sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri ini. d. dalam penyelesaian tahapan KPBU pada proyek KPBU yang belum memasuki tahap transaksi sebagaimana dimaksud pada huruf c, kepala daerah menerbitkan penugasan kepada direksi Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini - - 52 - BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 97 Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 29) sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 4 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 144), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 98 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. - 53 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 September 2023 MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL, ttd SUHARSO MONOARFA Diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 September 2023 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd ASEP N. MULYANA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 777 Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Hukum, RR. Rita Erawati SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2023 TENTANG PELAKSANAAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR PELAKSANAAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA, KERJA SAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA SKALA KECIL, PERALIHAN PRAKARSA, SERTA INDIKASI LINI WAKTU KERJA SAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA BAB I KERJA SAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA ATAS PRAKARSA PEMERINTAH A. TAHAP PERENCANAAN KERJA SAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA ATAS PRAKARSA PEMERINTAH 1. Umum a. Tahap perencanaan KPBU Atas Prakarsa Pemerintah dimaksudkan untuk: 1) memperoleh informasi mengenai kebutuhan Penyediaan Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha berdasarkan dokumen perencanaan pembangunan seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Strategis (Renstra) dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (RK-K/L), dan/atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 2) mendukung koordinasi perencanaan dan pengembangan rencana KPBU serta melakukan keterbukaan informasi kepada masyarakat mengenai rencana KPBU. b. Pelaksanaan kegiatan dalam tahap perencanaan KPBU Atas Prakarsa Pemerintah adalah sebagai berikut: 1) identifikasi KPBU; 2) penetapan skema pendanaan; dan 3) penyusunan rencana anggaran. c. Selain melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b, pada tahap perencanaan KPBU Atas Prakarsa Pemerintah juga dilaksanakan: I -2- 1) Konsultasi Publik; 2) pengusulan proyek KPBU ke dalam daftar rencana KPBU; dan 3) penyusunan daftar rencana KPBU. d. Kegiatan pendukung dapat mulai dilaksanakan pada tahap perencanaan KPBU, di antaranya kegiatan awal yang terkait dengan kajian untuk memperoleh Persetujuan Lingkungan dan kegiatan awal yang terkait dengan pengadaan tanah. 2. Pada tahap perencanaan KPBU Atas Prakarsa Pemerintah, menteri/kepala lembaga/kepala daerah/direksi Badan Usaha Milik Negara dapat menyepakati bahwa sejak tahap perencanaan KPBU, PJPK suatu proyek KPBU merupakan gabungan yang terdiri atas: a. gabungan dari 2 (dua) atau lebih PJPK untuk 1 (satu) jenis Infrastruktur, misalnya pada Infrastruktur pelabuhan yang menggabungan ruang lingkup penyediaan mencakup pelabuhan perikanan dan pelabuhan logistik dan mobilisasi orang (multipurpose). Dimana pelabuhan perikanan merupakan kewenangan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan dan untuk pelabuhan logistik dan mobilisasi orang (multipurpose) merupakan kewenangan kementerian yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang perhubungan; atau b. gabungan dari 2 (dua) atau lebih PJPK untuk 2 (dua) atau lebih jenis Infrastruktur, misalnya pada Infrastruktur pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun dapat mencakup fasilitas pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun yang menjadi kewenangan pemerintah pusat