Hak Asasi Manusia PDF
Document Details
Uploaded by PolishedYtterbium
Tags
Summary
This document discusses human rights, covering its history, development, and trials within the Indonesian context. It provides insights into the philosophy, evolution, and challenges of human rights in Indonesia.
Full Transcript
HAK ASASI MANUSIA I. PENGERTIAN Universal Declaration of Human Right (PBB) “Hak hak dasar dimiliki manusia” meliputi hak kebebasan atau kemerdekaan, keadilan, kedamaian, hidup, keamanan, milik pribadi, berpikir, kepercayaan dan keyakinan, politik dll. HAM tidak bedakan suku...
HAK ASASI MANUSIA I. PENGERTIAN Universal Declaration of Human Right (PBB) “Hak hak dasar dimiliki manusia” meliputi hak kebebasan atau kemerdekaan, keadilan, kedamaian, hidup, keamanan, milik pribadi, berpikir, kepercayaan dan keyakinan, politik dll. HAM tidak bedakan suku bangsa, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan politik, asal bangsa (negara), golongan, kelahiran, kedudukan, dll HAM bersifat Universal dan tidak diskriminasi. HAM mencakup: pribadi, kelompok, lokal, nasional, internasional meliputi seluruh aspek hidup. “Manusia” diartikan dalam filosofi liberalisme: person/ individu. Konstitusi “NKRI” HAM dijabarkan dalam TAP No. XVII/MPR/1998 dan UU No. 39/1999: “Hak-hak dasar yang dimiliki manusia bersifat kodrati, Anugerah Tuhan YME maka tidak dapat dirampas, paksa, tekan oleh siapaun. Hak-hak dasar itu bersifat Universal & abadi”. Hak dasar meliputi: Hak hidup, berkeluarga, kembangkan diri (pribadi & kelompok) pendidikan, manfaat ipteksosbud, identitas budaya, bekerja, keadilan, perlindungan hukum, kewarganegaraan, rasa aman, suaka politik, agama & kepercayaan, berpikir, bersikap, berkumpul, berserikat, komunikasi & informasi, milik pribadi, sejahtera lahir batin, sehat & layanan kesehatan, jaminan sosial, wajib hormati Hak Orang Lain, wajib tunduk UU. HAM memiliki dimensi Individu dan sosial, jasmani & rokhani, pribadi mandiri & ciptaan Tuhan. Manusia (Falsafah Pancasila): Makhluk “Majemuk Tunggal” (Mono Plural) sekaligus Dwi Tunggal (Mono Dualis). Manusia secara fitrah terdiri: Struktur kodrat, Sifat kodrat, Kedudukan kodrat; karenanya disebut Majemuk Tunggal atau Monoplural. Secara kodrati, Strutur manusia: Jasmani dan Rokhani; Sifat Kodrat: Individu dan Sosial; Kedudukan koratnya: Pribadi mandiri dan Makhluk Tuhan. Karenanya disebut Dwi Tunggal atau Monodualis. (Prof. Dr. Noto Nagoro & Prof. Dr. Driyarkoro). HAM Indonesia tidak dapat dipisahkan antara Hak Azasi dengan kewajiban Azasi. II. Sejarah Hak Asasi Manusia Negara Monarkhi Inggris (A. 13) dipimpin Raja John Lackland (1199 – 1216), bertindak sewenang-wenang. Memicu protes besar, yang mencetuskan piagam “Magna Charta” 1215. Intinya menetapkan Gereja hanya mengurus soal Agama & kehidupan keagamaan. 1628 (Inggris) Raja Charles I berselisih dengan Parlement, mencetuskan “Petition of Right “: 1. Pajak dan hak istimewa, disyahkan parlement. 2. Siapapun tidak boleh ditangkap tanpa tuduhan yang sah. Raja Willem III (1689) terjadi Revolusi, lahir “Bill of Right”: 1. Pindah kuasaan dari raja, ke-parlement. 2. Pajak, UU, kepemilikan; diputuskan parlement. 3. Parlement ubah keputusan raja 4. Masyarakat bebas berbicara, berpendapat 5. Pemilihan perlement bebas. Perkembangan demokrasi Inggris dan dunia, sangat dipengaruhi pemikiran Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke & JJ. Rousseau (1722-1778). Declaration of Independent Amerika Serikat (4/7/1776) terinspirasi pikiran John Locke: “Manusia adalah makhluk Individu; hak asasi manusia anugrah alam: meliputi “hak hidup (life), kemerdekaan (liberty), dan hak milik (property)”. Teori John Locke diteruskan Montesquie & Rousseau (Prancis) untuk menentang kesewenangan raja. Hasilnya: “Trias Politika” dalam “Du Contract Social”. Negara lahir bebas, tak boleh dibelenggu oleh manusia. Kekuasaan Raja (Monarkhi)lalu jatuh ketika dibawah Raja Louis XVI. Berganti sistem demokasi, yang tertuang dalam “Declaration Des Droits de L’Homme et du Citoyen” (Hak Asasi dan Warga Negara) mulai berlaku 27/8/1789. Th 1941 paska PD I & II masyarakat dunia mengalami kesengsaraan & ketakutan luar biasa. Presiden AS: Franklin D. Roosevelt mendiklarasika “The Four Freedoms”. 1. Freedoms of Speech (bebas bicara) 2. Freedoms of Religion (bebas agama) 3. Freedoms from Fear (bebas takut) 4. Freedoms from Want (bebas melarat) PBB (1946) melalui komisi HAM, mendeklarikan hak politik, sosial, dan ekonomi pada 10/12/1948. PBB menerima kerja komisi, di sahkan jadi “Universal Declaration of Human Right”, terdiri 30 pasal, 32 ayat, untuk dilaksanakan semua bangsa dan negara. HAM menjadi “isu global” dalam bidang politik luar negeri, kerjasama ekonomi, perdagangan dan militer; selain isu “Demokrasi dan Lingkungan Hidup”. III.Perkembangan HAM di Indonesia. Hak Asasi Manusia; bangsa Indonesia bukan hal “baru”. Dalam sidang BPUPKI perdebatan antara kelompok Moh. Yamin, Moh. Hatta vs Soepomo, Soekarno telah membahas pentingnya HAM masuk dalam Konstitusi. Moh Yamin & Moh Hatta: HAM dan hak-hak warga negara harus masuk dalam konstitusi, agar para penguasa tidak melanggar hak hak Warga Negara. Soepomo dan Soekarno: jika HAM (PBB) masuk di konstitusi, lebih memberi ruang Sifat Individualisme. Alasannya: a) Negara yang diperjuangkan berbentuk “Republik Kedaulatan Rakyat”, sehingga hak perorangan harus ditempatkan di bawah kepentingan bersama. b) Negara yang diperjuangka bersifat “kekeluargaan” yang mendorong tumbuhnya solidaritas “kebhinekaan”. Negara mengedepankan kesejajaran & kesederajatan,bukan pentingkan pribadi atau golongan; yaitu negara integralistik. c) Solusi kompromis: Hak Warga Negara masuk dalam UUD 45 ps 27 – 34 (Supriyo Priyanto). Tahun 1949-1959,Indonesia menggunakan Konstitusi RIS dan UUDS. semua pasal dan klausul UDHR (PBB) di akomodasi. Bahkan dalam UUDS mencamtumkan Hak demo & mogok bagi buruh (Ps. 21). Dekrit Presiden 5 Juli 1959, kembali konstitusi UUD 1945 dan mengawali “Era Orde Lama”. Pelanggaran HAM terjadi signifikan. diterbitkan Perpres No. 11/1963 tentang Subversi, jelas membatasi ruang gerak & ekspresi masyarakat. mengesahkan “konvensi HAM”, melalui konvensi hak politik wanita (UU No. 68/1958); konvensi ILO No. 98 tentang Hak berorganisasi & berunding (UU No 18/1956) dan konvensi ILO No.100 tentang upah laki-laki dan wanita (UU No. 80/1957). Era Orde Baru, di sahkan beberapa peratuan: 1) TAP NO XIV/MPRS/1966; hasilkan panitia Ad Hoc tentang Hak Azasi Manusia. 2) Kep. Pim MPRS No. 241 B/1967: gagal membahas Hak Azasi Manusia hasil paniti Ad Hok dalam SU MPRS th 1968; alasan fokus pada rehabilitasi & konsolidasi nasional pasca G 30 S PKI. HAM jadi staknan, dan pelanggaran meningkat ketika tangani Tapol G 30 S PKI, kasus T. Priok; Trisaksi; Semanggi; Santa Crous; DOM Aceh; Papua; penculikan aktivis dll. Selama 32 th Orde Baru rativikasi konvensi HAM: Konvensi penghapusan diskrimanasi terhadap kaum perempuan lewat UU No. 7/1984 Konvensi Hak Anak lewat Keppres No. 36/1990 Konvensi Internasional menentang Apartheid di bidang olahraga melalui Keppres No. 48/1993. Era Reformasi (Habibie) 15 bulan kepemimpinan BJ Habibie: Momentum tegakkan HAM. Berhasil menetapkan TAP MPR ttg HAM dan 6 Konvensi HAM PBB dirativikasi. TAP No. XVII/MPR/1998 tentang HAM Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan kejam lain lewat UU NO. 5/1999 Konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial lewat UU. No. 29/1999 Konvensi ILO No. 87 : Kebebasan berserikat dan berkumpul, hak untuk berorganisasi lewat Keppres No. 83/1998 Kenvensi ILO No. 105 : Penghapusan kerja paksa lewat UU No. 19/1999 Konvensi ILO No.111 : Diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan dengan UU No. 21/1999 Konvensi ILO No. 138 : Usia minimum bekerja melalui UU No. 20/1999 DPR pada era ini hasilkan UU terkait HAM : UU No. 8 /1999 tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat. UU No. 39/1999 ttg Hak Asasi Manusia UU No. 2/1999 ttg Partai Politik UU No. 3/1999 ttg Pemilu UU No. 26/1999 ttg Cabut Penpres No. 11/1963 ttg Subversi UU No, 35/1999 ttg Perubahan UU NO. 24/1970: mengenai pengalihan masalah kehakiman dari Departemen Kehakiman kepada Mahkamah Agung. Pembentukan Komnas HAM melalui Keppres No. 50/1993 Lembaga penyelenggara UU No. 39/1999 dan penegakan HAM, berdasarkan Pancasila, UUD 1945, Piagam PBB/UDHR (Ps. 75 UU No. 39/1999). Keppres No.129/1998, ttg (Habbie) Rencana Aksi Nasional HAM (RAN-HAM) pada tanggal 15 Agustus 1998. Era Reformasi (Abdurrahman Wahid) o HAM jadi perhatian serius. Sempurnakan RAN-HAM, dibentuk lembaga baru: Menteri Negara Urusan HAM di bawah Departemen Kehakiman dan HAM. o 2 konvensi dalam proses ratifikasi. International Covenant and Political Right and Optional Protocol to the Covenant on Civil and Political Right (ICCPR) International Covenant on Economic, Social and Cultural Right and Optional Protocol to International Covenant on Economic, Social and Cultural Right (ICESCR) IV. Peradilan HAM HAM sering disalah gunakan “kekuasaan dan kekuatan” dengan berbagai corak. Di Lembaga Amnesti International, mencatat Amerika Serikat merupakan pelanggar terbesar. HAM menuntut adanya konstruksi “perangkat aturan dan penegakan hukum” yang konkrit. Masalah HAM berkorelasi dengan “Bernegara Hukum”. Nilai hukum bagi negara berimplikasi pada pelaksanaan HAM. HAM merupakan pilar “negara hukum” , sebagai tanggung jawab moral dan yuridis. Posisi Hakim dan Jaksa menjadi sangat sentral sebagi pemegang kuasa yudikatif : Peran stragis hakim sangat menentukan secara signifikan terhadap peningkatan fungsi politik dan kriminal, ketika implementasi hukum atau peraturan. Ancaman hukum berat (narkoba, korupsi,terorisme) ternyata tak langsung meningkatkan fungsi preventif dalam menekan kejahatan. Putusan pengadilan yang makin jauh dari “rasa keadilan” justru makin merangsang munculnya kejahatan lain. PBB telah berhasil selesaikan “Rules of Procedur” (Hukum Acara) sebagai upaya meningkatkan fungsi Mahkamah International (International Criminal Court) dalam konverensi International Roma, Italia, Juni 1998. Yuridiksi ICC meliputi pelanggaran HAM dan kejahatan humaniter : “Genocide, kejahatan perang dan Agresi”. Negara anggota PBB tidak otomatis masuk dalam yuridiksi ICC, kecuali mendukung ICC. ICC berkedudukan Den Haag (tetap), sidang- sidangnya dapat dilakukan dinegara lain yang ditunjuk. Peradilan International HAM di bawah DK. PBB (Bab VII Piagam PBB), telah melakukan sidang di Den Haag memutus pelanggaran HAM tokoh bekas Yugoslavia (1993),di Arusha, Tanzania, di Kagali, Rwanda (1994). Pertanggung jawaban pelanggaran HAM berbeda dengan pidana biasa (prinsip Universal HAM PBB). Pertanggung jawaban HAM hanya diperuntukkan bagi “pejabat publik” (militer/sipil) dan orang biasa yang menggunakan a/n negara atau pemerintah. Pelanggaran dalam tugas adalah “tanggung jawab pribadi” (personal responsibility). Pelanggaran HAM berat tidak ada kadaluwarsa. Negara harus memberi ganti rugi, restitusi dan rehabilitasi. Peradilan HAM Di Indonesia. Pelanggaran HAM berat, menurut UU No. 39/1999 (Ps 104) harus ditangani oleh Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) dan di adili oleh pengadilan HAM. Komnas HAM (Indonesia) mensinyalir terjadinya pelanggaran HAM, disebabkan oleh “kesadaran hukum, kesadaran kemanusiaan dan kesadaran politik dari para aparat masih sangat “lemah” Aparat sebagi pelaku sistem tidak sadari telah melanggar HAM, akibanya “melemahkan sistem” dan kepercayaan rakyat”. Banyaknya contoh pelanggaran HAM di Indonesia memicu reaksi international yang menyulitkan staf Indonesia di PBB dalam menjelaskan. HAM kini seolah jadi “agama global” baik di bidang ekonomi, politik, teknologi, industri, investasi dsb. Melawan HAM resikonya akan dapat tekanan: pemutusan hubungan diplomatik, embargo ekonomi, ekspansi militer seperti Yugoslavia, Afganistan, Korea Utara, Iran, Irak, Libya dll. Pelanggaran HAM menjadi komuditi international: terutama pada tatanan ekonomi global yang sering mengindikasikan ada “kepentingan” tertentu dan diskriminasi politik. V.Faktor – faktor pengaruhi HAM HAM bersifat Universal, tidak diskriminasi; tetapi tidak bisa dipungkiri terdapat “perspektif dan implementasi” berbeda-beda. Ada beberapa faktor penyebabnya: 1. Filosofi yang diyakini oleh setiap negara beda. a. Filosofi Liberal, memaknai Manusia: person atau individu. Maka esensi hak asasi ialah hak personal seperti paham individualistik. b. Filosofi Sosial memaknai Manusia: Kelompok/ kolektif. sehingga hak asasi yang dimaksut ialah hak kolektif, seperti ajaran sosialisme. c. Filosofi Pancasila memaknai Manusia : Majemuk Tunggal/ monoplural dan monodualis/ Dwi tunggal ; yang secara kodrat tersdiri dari: struktur, sifat dan kedudukan kodrat secara “balance”. Sehingga “hak asasi” manusia adalah paduan seimbang antara “kewajiban asasi”. 2. Budaya (Culture) masyarakat di setiap negara beda. a) Budaya Barat merefleksikan cultur masyarakat yang rasional, sekuler dan materialis. b) Budaya Timur mencerminkan cultur masyarakat yang mengutakan keseimbangan “cipta, rasa, karsa” dalam mencapai kebijakan hidup. maju lahir batin. = Terima Kasih = * Jowo *